- Universitas Dr. Soetomo Repository

advertisement
ISSN 2087-9253
JURNAL ILMIAH
“FONEMA”
(Jurnal Edukasi Bahasa Indonesia & Matematika)
Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Agustus. Berisi tulisan yang berasal dari
hasil penelitian, kajian atau karya ilmiah di bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra
dan Pendidikan Matematika
Pelindung
Dekan Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan
Universitas Dr. Soetomo Surabaya
Peninjau
Prof. Sudiro Satoto, M.Pd
Ketua Penyunting
Haerussaleh
Penyunting Pelaksana
Ninik Mardiana
Ahmad Hatip
Nuril Huda
Staf Pelaksana
Lilik Rusdiana, Warsono, Taufiq
Penerbit
Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan
Universitas Dr. Soetomo Surabaya
Alamat Penerbit
Gedung C. 102 Universitas Dr. Soetomo Surabaya
Jalan Semolowaru 84 Surabaya 60118
Telp (031) 5944748
ISSN 2087-9253
JURNAL ILMIAH
“FONEMA”
(Jurnal Edukasi Bahasa Indonesia & Matematika)
Volume 1 Nomor 1, Januari 2013
Halaman 1-49
Haerussaleh
Tradisi Samman Desa Batuan Kecamatan Batuan Kabupaten Sumenep
(Kajian Sosiologi Sastra)
(hal. 1-9)
Hetty Purnamasari
Efek Estetis Bahasa pada Drama Monolog Lidah Pingsan
(hal. 10-21)
Ahmad Hatip
Proses Berpikir Siswa SMP dalam Menyesaikan Soal-Soal Faktorisasi Suku Aljabar
ditinjau dari Perbedaan Kemampuan Matematika dan Perbedaan Gender
(hal. 22-30)
Ninik Mardiana & Wahyu Widayati
Dekontruksi-Derridean terhadap Sistem Stratifikasi Sosial Bali dalam
Novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini
(hal.31-41)
Budi Martono & Nirwanto
Fungsi dan Nilai dalam Legenda terjadinya Desa Sekar Kecamatan Donorejo
Kabupaten Pacitan Jawa Timur
(hal. 42-49)
Jurnal Edukasi Bahasa Indonesia & Matematika Vol.1no.1
Januari 2013
Hal 1-49 ISSN 2087-9253
PETUNJUK BAGI PENULIS
1. Naskah berupa hasil penelitian, kajian atau karya ilmiah yang belum dipublikasikan
oleh media cetak lain. Naskah diserahkan dalam bentuk hardcopy dan soft copy.
Naskah diketik dengan ukuran kertas A4 dengan program Office Word, spasi 1,5,
font Times New Roman 11, dengan jumlah minimal 5 halaman dan maksimal 12
halaman.
2. Sistematika naskah hasil penelitian:
a. Judul, nama penulis, lembaga tempat penulis
b. Abstrak ditulis dengan bahasa Inggris sebanyak 75-200 kata dan 3-5 kata kunci
c. Pendahuluan; latar belakang, masalah, dan tinjauan teori
d. Metode dan/atau bahan penelitian
e. Hasil dan bahasan
f. Simpulan dan saran
g. Daftar pustaka
3. Kutipan acuan sumber ditulis dengan nama penulis dan tahun, misalnya:
a. Yuwono (2001) telah mengembangkan konsep penelitian sastra lisan......
b. Beberapa penulis (supratno, 2001; Sudikan, 2005) mengatakan bahwa penelitian
sastra.....
4. Pustaka Acuan sedapat mungkin ditulis sesuai tata tulis yang baku untuk disiplin ilmu
yang mendasari penulisan, misalnya:
a. Buku dengan satu penulis:
Culler, Jonathan. 2004. Jacques Derrida. Dalam John Sturrock (Ed), Strukturalisme Poststrukturalisme dari Levi-Strauss sampai Derrida (hlm.249-293). Surabaya: JP Press
b. Buku dengan dua penulis atau lebih
Wellek, Rene & Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Terjemahan oleh Melani
Budianta. Jakarta: Gramedia
c. Artikel dalam jurnal profesional
Kieran, Carolyn. 1992. The Learning and Teaching of School Algebra. National Council
of Teachers of Mathematic. Maxwell Macmillan Canada Inc
d. Artikel dalam harian
Panuju, Redi. 19 Desember. Menyoal pemberitaan, Jawa Pos. Hal 5.
Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49
DEKONSTRUKSI-DERRIDEAN TERHADAP SISTEM STRATIFIKASI
SOSIAL BALI DALAM NOVEL TARIAN BUMI KARYA OKA RUSMINI
Ninik Mardiana
Wahyu Widayati
FKIP, Universitas Dr. Soetomo Surabaya
Abstract: The problems in this research are to know how are the representations and the
meanings of deconstruction toward Balinese social stratification system in literary works of
Oka Rusmini. The approach is deconstruction, with qualitative method. The source of the
data is Tarian Bumi. The meanings are there are efforts of criticism of Balinese social
stratification system. The effort will be easier and faster if it is done by Balinese people that
have power, wealth and education. Process of deconstruction Balinese social stratification
system is evolutive and not destructive, because the old construction is in progress.
Kata Kunci: dekonstruksi, sistem stratifikasi sosial Bali, representasi, makna.
PercikPENDAHULUAN
pemikiran
Rusmini
terhadap kehidupan masyarakat Bali yang
Karya sastra hadir bukan dalam bentuk
masih
permainan
kehidupan
ekspresi
percik
pengarang
belaka.
terhegemoni
oleh
perempuan
Bali
sistem
sosial,
yang
dirasa
Sebagaimana konsep yang diungkapkan oleh
terkekang, ritual keagamaan yang rumit, mitos
Horace, dulce et utile (dalam Wellek dan
tentang
Warren, 1993:25; Teeuw, 1984:155, 183),
kehidupan percintaan antara perempuan dan
kehadiran karya sastra tidak sekedar indah yang
laki-laki yang terbelenggu karena tingkatan
menawarkan
kasta, sebagian besar merupakan isi dari karya-
kenikmatan,
namun
juga
manawarkan kebergunaan.
karya
kesialan,
Rusmini.
atau
Adanya
bahkan
masalah
bentuk
protes,
Mencermati karya-karya Rusmini, Bali
menghujat, melawan atau bahkan pasrah pada
dimaknai sebagai nafas kehidupannya, baik
hegemoni adat Bali yang kuat turun-temurun,
dalam melangkah maupun dalam berkarya. Bali
merupakan nada yang diungkapkan pada karya-
yang kokoh dengan budayanya, bagi Rusmini
karyanya. Gaya cerita bertutur yang tidak
terasa menyimpan nuansa positif sekaligus
mengumbar hiperbola dengan teknik bercerita
negatif yang tidak tampak di permukaan. Hal
sederhana merupakan kekuatan dari gaya cerita
ini, diungkapkannya secara tersirat melalui
Rusmini.
lakuan dan pikiran-pikiran tokoh imajiner
Analisis
dalam
penelitian
ini
dalam karya-karyanya. Ada sisi muram Bali
memanfaatkan pendekatan dekonstruksi yang
yang “disembunyikan”, menjadi sebuah saksi
digagas oleh Jacques Derrida. Pada dasarnya,
bagaimana
perebutan
dekonstruksi di sini tidak dipandang sebagai
kekuasaan berlangsung atas nama tradisi yang
teori murni atau sebuah metode lengkap dengan
berjalan.
langkah-langkah tertentu melainkan sebagai
pertarungan
dan
31
Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49
“cara membaca” terhadap sesuatu yang sudah
menentang
‘mapan’. Sebagai cara baca atau cara pandang,
gerak kembali terhadap teks terdahulu yang
dalam dekonstruksi ini pun, Derrida tidak
ingin ditolak oleh teks yang kemudian,
menyertakan
urutan
menganalisis
sesuatu.
interprestasi
otoratif,
mencari
langkah
dalam
memperhatikan elemen-elemen yang dianggap
Dekonstruksi
dalam
marginal, yang cenderung dikeluarkan oleh
penelitian ini dipakai sebagai pendekatan
teks
dengan
sifat
mengenainya. Adapun contoh dari relevansi
bahkan
yang keempat adalah membuat kritik sastra
pembalikan terhadap sesuatu yang sudah
mencairkan segala kemutlakan seperti tentang
mapan dan memaknai kehadiran dari adanya
makna
penggoncangan tersebut.
membaca dan sebagainya, yang terdapat
cara
penggoncangan,
menganalogkan
perlawanan
atau
Sebagaimana pendapat Culler (dalam
itu
sendiri
yang
maupun
given,
interpretasi
makna
pengalaman
dalam strukturalisme.
Jabrohim (ed), 2003:170-171) tentang adanya
Dekonstruksi
terhadap
sistem
empat level atau cara relevansi dekonstruksi
stratifikasi sosial Bali dalam Tarian Bumi dapat
terhadap kritik sastra, yakni:
dilacak dari jejak-jejak yang ada. Jejak di sini
(1)
terhadap serangkaian konsep-konsep
bukanlah sesuatu yang diartikan substansi
kritik, termasuk konsep kesusastraan itu
namun hanya menunjuk kepada hal-hal lain
sendiri, (2) sebagai suatu sumber tema, (3)
(Berten, 1985:495). Dari pelacakan jejak pada
sebagai contoh strategi pembacaan, dan (4)
karya-karya Rusmini ini
sebagai
dapat ditelusuri pandangannya terhadap sistem
gudang
cadangan
saran-saran
mengenai kodrat dan tujuan kritik sastra itu
stratifikasi sosial Bali.
sendiri. Contoh relevansi pertama adalah
Dalam
diharapkan akan
perspektif
dekonstruksi
konsep mengenai hubungan antara filsafat dan
Derridean, titik pangkal keprihatinannya adalah
sastra,
terdapatnya afinitas yang cukup erat antara
filsafat
dapat
dipandang
sebagai
perkembangan dari sastra, filsafat adalah
gagasan
sastra yang digeneralisasikan. Relevansi yang
kekerasan (Sahal, dalam Kalam, edisi I,
kedua adalah tema-tema seperti kehadiran-
1994:19).
Sistem
ketidakhadiran, sentral atau marginal, tulisan
dianggap
sebuah
atau tuturan, dan sebagainya. Contoh relevansi
mentotalitaskan
yang ketiga, memberanikan kritikus sastra
universalisme etika Bali. Ketika telah menjadi
untuk mengidentifikasi dan menghasilkan
sebentuk universal maka sifat menguasai atau
tipe-tipe struktur, membangun oposisi simetrik
mendominasi akan muncul dalam kehidupan
dan hierarkis, memperhatikan term-term yang
warga Bali. Dalam hal ini Rusmini berusaha
mengandung argumen yang bertentangan,
untuk menggoncang apa yang disebut sebagai
membuat
klaim kebenaran pada warga Bali dengan
tertarik
pada
sesuatu
yang
32
tentang
etika
universal
stratifikasi
teks
warga
dengan
sosial
Bali
yang
hendak
Bali
dalam
Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49
menawarkan
pemikiran-pemikiran
melalui
‘menunjuk
tokoh-tokoh imajinernya.
pada
sesuatu’
yaitu
sistem
stratifikasi sosial Bali.
Jejak-jejak tanda dalam sumber data
METODE PENELITIAN
Penelitian ini, pada dasarnya dapat
yang menunjuk pada sistem stratifikasi sosial
dikategorikan dalam jenis penelitian kualitatif.
Bali,
Hal ini diperkuat dengan pendapat Triyono
permasalahan; (1) nama tokoh; (2) aturan-
(dalam Jabrohim (ed), 2003:23) bahwa pada
aturan dalam sistem stratifikasi sosial Bali,
umumnya dalam penelitian sastra dipergunakan
termasuk dalam hal ini aturan keturunan,
jenis teknik penelitian kualitatif. Penelitian
panggilan; (3) kepercayaan yang mengikuti
sastra lebih
menggunakan
sistem stratifikasi sosial Bali; (4) tempat-tempat
metode penelitian kualitatif karena karya sastra
yang berhubungan dengan sistem stratifikasi
merupakan karya kreatif yang bentuknya
sosial Bali; (5) idiom-idiom sistem stratifikasi
senantiasa berubah dan tidak tetap yang harus
sosial Bali; (6) prilaku dan kegiatan tokoh-
diberi interpretasi (Semi, 1993:27).
tokohnya. Pelacakan jejak-jejak tanda ini, tidak
sesuai
Pendekatan
dengan
dapat
dilacak
dari
harus dimulai dari awal namun bisa dimulai
penelitian ini yakni memanfaatkan pendekatan
dari berbagai lini dalam sebuah karya sastra.
dekonstruksi.
mempunyai
Hal ini sesuai dengan paham dekonstruksi yang
teks
menolak adanya pusat, karena seluruh lini bisa
Pendekatan
pada
membongkar
dipakai
khusus
dalam
tekanan
yang
secara
prinsip
ini
bahwa
dirinya
sendiri.
akan
Dengan
dijadikan pusat.
pendekatan ini, terbuka usaha untuk meneliti
dari
dalam
teks
sastra
tanpa
Pengumpulan data dilakukan dengan
harus
teknik
studi
dokumentasi
tanpa
menghubungkan antara sastra, masyarakat dan
mengkolerasikan dengan kenyataan masyarakat
latar
Pendekatan
Bali maupun latar belakang pengarangnya.
pandangan
Penelitian document (Wuradji, dalam Jabrohim
struktural, dalam hal ini struktur kesastraan.
(ed), 2003:5-6), yakni penelitian yang berusaha
Oleh karenanya palacakan jejak tanda dapat
menganalisis dokumen untuk diketahui isi dan
dirunut dari unsur instrinsik.
makna yang terkandung dalam dokumen
belakang
dekonstruksi
tidak
pengarang.
menolak
Data penelitian berupa sikap, pikiran,
tersebut.
Tarian
Bumi sebagai
dokumen.
dialog, monolog, narasi, deskripsi atau bahkan
Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan oleh
tindakan dari tokoh-tokoh yang ada di dalam
peneliti dengan cara membaca dokumen-
sumber data. Data-data ini didudukkan sebagai
dokumen secara berulang-ulang (retroaktif).
jejak-jejak tanda yang dapat diteliti lebih lanjut
Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam
pada tataran pemaknaan. Disebut dengan jejak-
pengumpulan
jejak tanda dikarenakan data-data tersebut
pembacaan retroaktif, membaca berulang-ulang
data
sebagai
berikut:
(1)
sumber data, (2) identifikasi data, memilih dan
33
Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49
memilah
data dari
sumber
data
dengan
penggoyahan terhadap sistem stratifikasi sosial
memberi catatan-catatan dan kode berdasarkan
Bali yang berlaku. Berikut tabelisasi data teks
pokok bahasan yang telah ditentukan, (3)
yang beroposisi:
klasifikasi, data dikelompokkan ke dalam
Kehadiran Ketidakhadiran Difference
instrumen penjaring data sesuai karakternya
dengan kategori data yang telah ditentukan, (4)
Adapun langkah-langkah analisis data
pencatatan data, memberi tambahan keterangan
sebagai berikut; (1) Pembacaan secara kritis
dalam instrumen yang disesuaikan dengan
dan retroaktif terhadap seluruh data. Dalam hal
kebutuhan penelitian.
ini dilakukan pembacaan karya Rusmini secara
Peneliti
memerlukan
instrumen
berulang-ulang,
(2)
Pereduksian
terhadap
penjaring data berupa tabel yang sifatnya untuk
seluruh data. Pada tahap ini, peneliti memilah
mempermudah
ini
dan memilih data-data melalui pelacakan unsur
digunakan untuk pengklasifikasian penokohan.
instrinsik yang dibatasi pada tokoh dan
Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa jejak-
penokohan. Data tokoh dan penokohan lebih
jejak tanda yang menunjuk pada sistem
dikhususkan lagi pada jejak tanda yang
stratifikasi sosial Bali dapat dilacak dari
menunjuk adanya sistem stratifikasi sosial Bali,
penokohan.
tersebut
(3) Penyajian data yang terdiri atas identifikasi
dilaksanakan oleh peneliti sendiri. Instrumen
dan klasifikasi data berdasarkan kategori
pengumpulan data tersebut sebagai berikut:
tertentu. Pada tahap ini data disajikan dalam
Nama
penelitian.
Penyusunan
Data Sudra /
Tokoh
Instrumen
tabel
Trace,
Aturan- Keper-
Bangsawan aturan
bentu oposisi biner sehingga tampak adanya
cayaan Keterangan
differance,
(4)
Penafsiran
dekonstruksi
terhadap seluruh data. Pada tahap ini dilakukan
pemaknaan dari seluruh data yang diperoleh
dengan menggunakan pendekatan dekonstruksi,
Peneliti ini juga mengadopsi tafsiran
langkah-langkah
pembacaan
(5) Penyimpulan data dan penjelasan simpulan.
dekonstruksi
PAPARAN DATA
Derrida yang dilakukan oleh Gasche. Salah satu
Hasil dari pembacaan dan analisis
yang diadopsi dari tafsir Gasche yakni melacak
karya-karya Rusmini mengindikasikan adanya
adanya oposisi
jejak-jejak
dalam suatu teks. Melalui tabelisasi
oposisi,
dapat
memudahkan
mengarah
pada
jejak-jejak
kesetiaan,
tanda
dalam
oposisi biner yang muncul adalah dalam bentuk
bagaimana keberadaan sistem kasta dipandang
aspek kehadiran dan aspek ketidakhadiran.
untuk
Rusmini
kerangka oposisi biner. Dalam klasifikasi
kegiatan
pemaknaan. Oposisi tersebut dibedakan atas
Kehadiran
dekonstruksi
atau disikapi secara berbeda oleh tokoh-tokoh
yang
imajiner dalam karya-karya Rusmini. Seiring
sementara
dengan
ketidakhadiran mengarah pada penurunan,
34
bergulirnya
waktu
dan
keadaan,
Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49
kontradiksi (dalam wujud oposisi) dalam
oleh kehidupan kaum sudra. Sebaliknya wanita
memandang keberadaan sistem kasta akan
bangsawan dilarang keras menikah dengan
terbentuk juga.
lelaki dari kaum sudra, karena keturunannya
Kehadiran ini diartikan sebagai suatu
akan berkasta sudra. Hal ini diperkuat dengan
keadaan yang sewajarnya ada, sikap yang
kepercayaan bahwa wanita bangsawan tersebut
keberadaannya dapat diterima oleh sistem
akan mendatangkan kesialan pada keluarga
sosial Bali yang berlaku serta dalam artian
lelaki. Hal ini tersirat dalam tokoh Ida Ayu
suatu konstruk, teks atau fenomena yang lebih
Pidada
dulu terjadi, yang tersirat dalam novel TB. Di
memandang keberadaan kasta.
sisi
lain,
ketidakhadiran,
sikap-sikapnya
dalam
suatu
Kalangan sudra juga sudah terbentuk
keadaan yang kehadirannya tidak pada tempat
pandangan tentang keberadaan kasta. Dalam
semestinya, kehadirannya perlu dihadirkan
kalangan sudra yang terbentuk ada pandangan
sebagai counter wacana, sebagai ‘de’ suatu
umum yang dapat dilihat dalam kerangka
konstruksi
adalah
kehadiran. Ada warga dari kaum sudra yang
sebagai penurunan, pergeseran, penggoyahan
menerima ketetapan atas kasta sudranya dan
terhadap konstruk, teks yang lebih dulu ada.
ada
Bentuk kehadiran, pandangan kaum bangsawan
kastanya, terutama bagi perempuan sudra,
dalam memandang
yakni menjadi bagian dari kasta bangsawan
sehingga
diartikan
tentang
kehadirannya
kasta adalah penting
keberadaannya.
pula
yang
berusaha
meningkatkan
dengan jalan pernikahan. Untuk lelaki sudra
Hal ini untuk keberlangsungan suatu
tidak bisa ‘naik’ kasta, namun bagi wanita
dinasti. Untuk itu bagi bangsawan ‘tulen’
sudra bisa ‘naik’ kasta dengan cara menjadi
mereka tetap memilih-milih dalam pasangan
istri lelaki bangsawan.
hidup. Setidaknya bagi kaum bangsawan harus
Kalangan
sudra
yang
dapat
mendapat pasangan dari kaum bangsawan juga,
diidentifikasikan
agar keturunan bangsawan tetap terjaga. Demi
konstruksi
terjaganya keberlangsungan dinasti bangsawan,
bangsawan adalah Wayan Sasmita. Wayan
aturan dan sanksi dibuat sedemikian rupa.
beranggapan
sebagai
sikap
sudra
bahwa
sikap
‘de’
terhadap
hubungan
atas
kaum
antara
Hal ini diperkuat pula dengan sistem
keluarganya sudra dengan keluarga Telaga
patriarki, garis keturunan melekat pada lelaki.
bangsawan adalah hubungan kerja yang timbal
Misalnya aturan laki-laki bangsawan yang
balik dan bukan hubungan pengabdian.
menikah dengan wanita sudra, maka wanita
Artinya kalau keluarga griya baik pada
tersebut harus meninggalkan keluarganya dan
mereka ia anggap wajar karena keluarganya
berganti nama dengan tambahan nama Jero.
yang sudra juga mengerjakan sesuatu untuk
Hal ini dimaksudkan agar kehidupan dan tata
keluarga griya Dalam tabulasi oposisi biner,
cara bangsawan tetap bersih dan tidak tercemar
data TB sebagai berikut:
35
Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49
Aspek:
Kasta
Kasta
dalam
pandangan
kaum
bangsawan
Kasta
dalam
pandangan
kaum
sudra
Kehadiran
(suatu konstruk yang hadir lebih
dahulu dan diterima sebagai
kebenaran)
Ida Ayu Pidada:
“Membangun sebuah dinasti itu sulit,
Telaga. Apalagi sebagai seorang
perempuan,” suara perempuan tua itu
lebih mirip keluhan (Rusmini,
2004:20).
Yang membuat nenek semakin
mendidih, perempuan itu bukan
perempuan brahmana. Melainkan
seorang sudra, janda dengan dua
anak. Kekecewaan nenek semakin
sempurna ketika anak laki-laki semata
wayangnya justru terpikat pada Ibu,
Luh Sekar, perempuan sudra... Harga
dirinya jatuh, karena anak laki-laki
semata wayangnya itu bukan
membawa seorang Ida Ayu seperti
dirinya. (Rusmini, 2004:20)
”Jangan kau bawa cucuku ke
rumahmu. Cucuku seorang brahmana,
bukan sudra. Bagaimana kamu ini!
kalau sering kau bawa pulang ke
rumahmu, cucuku tidak akan
memiliki sinar kebangsawanan. Kau
mengerti Kenanga!” Suara mertuanya
terdengar melengking.
Luh Sekar:
Luh Sekar bangga diangkat
sebagai keluarga besar griya. Dia
merasa dengan menjadi keluarga
besar griya derajatnya lebih tinggi
dibanding perempuan-perempuan
sudra yang lain… dia hanya ingin
menikah dengan laki-laki
brahmana, seorang Ida Bagus.
“Apa pun yang akan terjadi
dengan hidupku, aku harus jadi
seorang rabi, seorang istri
bangsawan. Kalau aku tak
menemukan laki-laki itu, aku tak
akan pernah menikah!” (Rusmini,
2004:26).
Menjadi bangsawan itu sudah
kemewahan bagi seorang
manusia!” suara Jero Kenanga
akan semakin ketus bila dilawan
(Rusmini, 2004:167).
Luh Gumbreg:
“Kau sadar siapa dirimu, Wayan?
Kau sudah berpikir apa jadinya
kalau kau menikah dengan Dayu
Telaga?...Tolonglah, ini semua
demi kebaikan kami.” (Rusmini,
2004:173)
Ketidakhadiran
(perlu dihadirkan)
Differance
Ida Ayu Telaga:
Apa arti menjadi perempuan
brahmana? Seperti apa impiannya
pada cucu satu-satunya ini? Ingin
sekali Telaga mendengar jawabanjawaban itu muncul dari wajah penuh
wibawa itu. Wajah dengan karakter
keras itu (Rusmini, 2004:79).
Telaga merasa ibunya yang hanya
seorang perempuan sudra lebih
ortodoks dari seorang perempuan
brahmana yang memiliki karat
kebangsawanan paling tinggi.
(Rusmini, 2004:167).
Ternyata, di kalangan sudra juga ada
nilai kebangsawanan lain yang lebih
mengerikan.. (Rusmini, 2004:220).
“Terimakasih, Meme. Meme harus
tahu, tiang tidak menyesal menjadi
istri Wayan. Yang tiang sesalkan,
begitu banyak orang yang merasa
lebih bangsawan daripada bangsawan
yang sesungguhnya.” Telaga
menjauh. (Rusmini, 2004:221).
IA Pidada:
“Kelak, kalau kau jatuh
cinta pada seorang lakilaki, kau harus
mengumpulkan beratusratus pertanyaan yang
harus kau simpan...
jangan pernah menikah
hanya karena kebutuhan
atau dipaksa oleh sistem.
Menikahlah kau dengan
laki-laki yang mampu
memberimu ketenangan,
cinta dan kasih.
Yakinkan dirimu bahwa
kau memang
memerlukan laki-laki itu
dalam hidupmu. Kalau
kau tak yakin, jangan
coba-coba mengambil
rsiko.” (Rusmini,
2004:21)
Wayan Sasmita:
“Kita tidak berhutang, meme.
Kita juga mengerjakan sesuatu
untuk mereka” (Rusmini,
2004:174)
“Tiang tidak mau mengakui
perbuatan ini suatu dosa, meme.
Ini pilihan dari beratus-ratus
bahkan berjuta-juta pilihan tiang
dalam hidup… tiang sudah tahu
apa yang kira-kira akan terjadi
dengan hubungan keluarga kita
dengan keluarga griya. Tiang dan
Tugeg akan atasi pelan-pelan.”
(Rusmini, 2004:176)
Luh Kambren:
Orang-orang sering heran,
alangkah beraninya perempuan
itu menolak keinginan raja.
Mereka juga heran Kambren
menolak hidup mapan.
Kenapa? Bukankah menjadi
seorang selir kehidupannya
akan terjamin? Memiliki tanah
berhektar-hektar, rumah besar,
juga anak yang diakui
kebangsawanannya oleh orang
banyak. Bukankah itu prestasi
untuk perempuan miskin
seperti dirinya? (Rusmini,
2004:118)
36
IB Tugur:
“Hyang Widhi sudah
memilihkan peran untuk
setiap manusia yang
diciptakan-Nya. Dia juga
tahu manusia-manusia
yang diciptakan-Nya. Itu
yang harus kau sadari.
Sayang sekali aku
terlambat mengetahui
rahasia itu…” (Rusmini,
2004:162)
“Jangan panggil tiang
seperti itu. Tiang belum
tentu lebih suci darimu.
Ke mari.” Lelaki tua dan
tetap gagah itu memeluk
Telaga erat-erat.
(Rusmini, 2004:214)
“Sejak lama tiang
berusaha mengerti apa
artinya menjaga nama
baik… (Rusmini,
2004:216)
“Hidup ini memang
sudah layak untuk
diperbaiki.” Suara lakilaki itu lebih mirip
gumam. (Rusmini,
2004:221-220)
Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49
PEMBAHASAN
Ida Bagus Ketu Pidada. Nama-nama dengan
Nama Tokoh sebagai Trace Aturan Sistem
Stratifikasi Sosial Bali
nama depan
Ida Ayu atau Ida Bagus,
merupakan nama yang menunjuk pada tingkat
Menurut Koentjaraningrat (2002:300)
tertinggi dalam sistem stratifikasi sosial Bali.
susunan tinggi rendah dari klen-klen tampak
Jejak ini diperkuat dengan adanya catatan kaki
pada gelar-gelar yang dipakai oleh warganya di
nomor 3 dalam novel TB (2004:4), yaitu
depan nama mereka. Dalam novel TB, terdapat
“Nama
tokoh-tokoh dengan nama Luh Sekar, Luh
Brahmana, kasta tertinggi dalam struktur
Dalem, Luh Kenten, Luh Sadri, Luh Gumbreg,
masyarakat Bali, biasanya disingkat Dayu.
Luh Kambren dan Luh Sari. Nama depan Luh
Untuk anak laki-laki Ida Bagus.”
merupakan trace yang terkait pada kedudukan
tokoh-tokoh
perempuan
kasta
Persoalan nama adalah trace yang
mudah untuk mengidentifikasi seseorang pada
kemasyarakatan Bali. Nama tersebut menunjuk
posisi yang mana dalam stratifikasi sosialnya.
pada nama orang-orang yang digolongkan
Demarkasi
dalam kasta sudra, kasta terendah dalam sistem
seseorang menunjuk pada adanya persoalan
stratifikasi
tentang
dalam sistem kemasyarakatan, yaitu adanya
keberadaan nama Luh ini diperkuat dengan
gap, jarak yang tegas antara kasta rendah dan
catatan kaki nomor 1 yang ada dalam novel TB
kasta tinggi. Lebih jauh lagi trace ini
(Rusmini, 2004:1), yaitu “Panggilan untuk anak
menyangkut
perempuan kebanyakan.”
Catatan kaki yang
sanksi-sanksi yang menyertainya. Terhadap
terdapat dalam novel tersebut dapat didudukkan
persoalan nama, Rusmini tidak berusaha untuk
sebagai trace sekaligus pemandu pembaca
menampilkan tokoh yang kiranya masuk dalam
untuk mengetahui adanya aturan-aturan yang
kategori
mengiringi sistem stratifikasi sosial Bali.
stratifikasi sosial Bali. Tokoh-tokoh yang
Dengan
1,
dihadirkan dalam novel TB, tetap menaati
merupakan acuan bagi pembaca bahwa ada
aturan nama yang berlaku dan telah ditetapkan
aturan penamaan untuk wanita Bali berkasta
dalam sistem stratifikasi sosial Bali.
rendah, yang biasa didahului dengan nama “Ni
Panggilan sebagai Trace Aturan Sistem
Stratifikasi Sosial Bali
sosial
adanya
Trace
ini
dalam
anak
tingkatan
Luh”.
tersebut
depan
Bali.
catatan
secara
Trace
kaki
tidak
nomor
langsung
yang
keras
tentang
terhadap
aturan-aturan
penggoyahan
terhadap
nama
beserta
sistem
mengarahkan pembaca untuk melacak jejak
Aturan yang juga diatur dalam sistem
adanya aturan lain bagi kasta brahmana dalam
stratifikasi sosial Bali yakni tentang panggilan.
persoalan nama seseorang.
Secara tidak langsung, aturan panggilan ini
Tokoh lain yang muncul dalam novel
mengacu pada sopan santun dalam pergaulan
TB, bernama Ida Ayu Pidada, Ida Ayu Telaga,
(Proyek Pengembangan Media Kebudayaan,
Ida Bagus Ngurah Pidada, Ida Bagus Tugur,
Departemen
37
Pendidikan
dan
Kebudayaan,
Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49
1977:112). Aturan pemanggilan didudukkan
Ditemukan trace usaha penggoyahan
sebagai trace karena diperkuat dengan hadirnya
sistem pemanggilan, yakni ketika Telaga yang
trace catatan kaki yang mengiringi jalannya
telah
cerita dalam novel TB. Catatan kaki merupakan
kakeknya dengan sebutan Ratu sebagai tanda
trace yang menunjuk pada adanya aturan-
penghormatan sudra atas brahmana. Akan
aturan yang berbeda antara kasta sudra dan
tetapi Ida Bagus Tugur, kakek Telaga menolak
brahmana dalam memanggil seseorang.
disebut demikian. Telaga dipersilahkan seperti
Trace tentang aturan panggilan tampak
dulu
menjalani
hidup
memanggilnya
sudra
dengan
memanggil
panggilan
pada tokoh Luh Sari yang memanggil ibunya
Tukakiang meskipun Telaga telah dianggap
dengan sebutan Meme. Sebagai keterangannya
turun kasta karena pernikahannya dengan lelaki
dapat dilihat dari catatan kaki nomor 6 dalam
sudra. Hal ini tampak pada kutipan berikut:
TB (2004:8), yaitu “ibu”. Luh Sari memanggil
“Ratu….” Telaga hampir saja menangis…
neneknya
yang
“Jangan panggil tiang seperti itu. Tiang belum
dilengkapi dengan catatan kaki nomor 2
tentu lebih suci darimu. Ke mari.” (Rusmini,
(Rusmini, 2004:3), yakni “Nenek (panggilan
2004:214). Kejadian tersebut merupakan hal
nenek untuk perempuan sudra).” Trace yang
yang tidak lazim menurut aturan yang berlaku.
semacam ini, akan berlanjut pada pelacakan
Kepercayaan sebagai Trace yang Mengiringi
Keberadaan Sistem Stratifikasi Sosial Bali
dengan
sebutan
Odah,
adanya perbedaan panggilan antara kasta sudra
dan kasta brahmana. Perbedaan ini ditemukan
Kepercayaan akan mendapat kesialan
ketika Ida Ayu Telaga memanggil neneknya
bila melanggar sistem stratifikasi sosial yang
dengan sebutan Tuniang, untuk kakek disebut
berlaku juga berkembang pada masyarakat
Tukakiang. Dalam catatan kaki nomor 10
Bali. Trace yang menyebutkan hal tersebut
(Rusmini, 2004:20), yaitu “Nenek (panggilan
dapat dirunut pada halaman 173-174, 188, 193,
nenek untuk kasta brahmana)” dan nomor 13
di antaranya yaitu:
Ternyata perempuan tua itu
tidak
berani
menerimanya
sebagai menantu. Seorang lakilaki sudra dilarang meminang
perempuan brahmana. Akan sial
jadinya bila Wayan mengambil
Telaga sebagai istri. (Rusmini,
2004:173-174)
(Rusmini, 2004:141), yaitu “Kakek”.
Aturan panggilan yang lain yakni
Tugeg, yang terdapat pada catatan kaki nomor
8 (Rusmini, 2004:11), yaitu “Tugeg singkatan
dari Ratu Jegeg. Seorang yang kastanya lebih
rendah akan memanggil anak perempuan
Mereka percaya kedatangan
Telaga ke rumah mereka hanya
membawa runtutan kesialan
saja. (Rusmini, 2004:188)
Brahmana dengan panggilan Tugeg”. Panggilan
Ratu terdapat pada catatan kaki nomor 14
(Rusmini,
2004:146),
yaitu
“Panggilan
kehormatan untuk kalangan bangsawan”.
38
Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49
Nilai Prestisius Kasta sebagai Trace Sistem
Stratifikasi Sosial Bali
Oposisi Biner sebagai Trace Dekonstruksi
Kasta brahmana merupakan kasta tertinggi
dekonstruksi terhadap sistem stratifikasi sosial
pada struktur stratifikasi sosial Bali. Soekanto
Bali
(1993:257) membenarkan bahwa prestise suatu
dimunculkannya
kasta benar-benar diperhatikan. Trace ini
Rudolphe Gasche (dalam Norris, 2003:14, dan
terlihat dari tokoh Luh Sekar yang berambisi
Sugiharto, 2006:45), langkah yang pertama
memasuki wilayah kasta brahmana melalui
dalam dekonstruksi yakni mengidentifikasi
jalan pernikahan. Melacak trace yang ada pada
hierarki oposisi dalam teks, di mana biasanya
tokoh Luh Sekar, ambisi tersebut melebar ke
terlihat peristilahan mana yang diistimewakan
sisi
secara sistematis dan
ekonomi.
Kekayaan
dari
Representasi
kaum
dalam
berikutnya
novel
TB
yakni
oposisi
biner.
dari
dengan
Menurut
mana yang tidak.
bangsawanlah sebagai pemikat utamanya. Luh
Langkah kedua, oposisi-oposisi itu dibalik
Sekar
dengan
tidak
sekedar
menjadikan
derajat
menunjukkan
adanya
saling
bangsawan sebagai kriteria tunggal, namun
ketergantungan
ditambah dengan kaya-raya. Hal ini diperkuat
bertentangan.
dengan trace yang berupa solilokui dari tokoh
memperkenalkan sebuah istilah atau gagasan
I.A Telaga betapa ia kecewa dengan sikap
baru yang ternyata tidak bisa dimasukkan ke
ibunya yang hanya mengejar derajat dan
dalam kategori oposisi lama.
kekayaan. Daya tarik keprestisiusan derajat
Makna Dekonstruksi terhadap Sistem
Stratifikasi Sosial Bali dalam Karya-karya
Rusmini
bangsawan
mengalami
pergeseran,
tidak
di
antara
Langkah
yang
saling
ketiga,
melulu karena derajatnya yang tinggi, naman
bergeser
karena
faktor
ekonomi
Minimnya tokoh yang tidak patuh
yang
terhadap sistem stratifikasi sosial yang berlaku
melatarbelakanginya. Bangasawan yang kaya
(hanya Wayan Sasmita dan Ida Ayu Telaga)
lebih mempunyai daya tarik lebih tinggi
daripada
bangsawan
yang
menunjuk pada jejak usaha dekonstruksi
ekonominya
terhadap sistem stratifikasi sosial Bali berjalan
terhitung biasa saja.
lambat. Langkah yang diambil Wayan dan
Kekayaan yang melimpah ruah yang ada pada
Telaga yang menyimpang dari masyarakat
lelaki, memiliki daya pikat yang besar. Hal ini
umum, tidak diiringi usaha mereka untuk
merujuk pada jejak yang ditampakkan pada
meyakinkan masyarakat di luar diri mereka,
sikap dan pola pikir Ida Ayu Manik. Harta
sehingga langkah mereka tidak bergema.
merupakan faktor kuat yang dapat menggeser
nilai
prestisius
kasta
dalam
Mereka tidak memiliki kekuatan yang cukup
pandangan
besar untuk menggerakkan masyarakat. Inilah
masyarakat Bali.
yang membuat gerak dekonstruksi lambat.
Novel TB, merujuk makna gerak yang bisa
dinamis atau gerak lambat yang lemah lembut
39
Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49
dan gemulai. Suatu sistem, bukanlah harga
brahmana. Trace kepercayaan bahwa lelaki
mati yang ketetapannya ada sepanjang waktu.
sudra yang menikah dengan wanita brahmana
Seperti bumi yang berputar dan tari yang
atau bangsawan akan mendapat kesialan pada
selalu manampakkan gerakan tubuh, sistem
keluarganya, dapat dijumpai pada ketiga prosa
stratifikasi sosial Bali juga dapat bergeser dan
Rusmini yaitu TB, PA, dan PMT. Tidak adanya
berubah seiring dengan perkembangan jaman
sikap yang tegas ini, menunjukkan trace bahwa
dan prilaku-prilaku masyarakatnya.
kepercayaan akan kesialan yang mengiringi
pelanggaran sistem kasta mengarah pada
pembenaran fenomena yang berlaku.
SIMPULAN DAN SARAN
Menurut hasil analisis, terdapat trace
4) Nilai prestisius dan daya tarik kasta
sebagai representasi dekonstruksi terhadap
brahmana terlihat dari adanya jejak ambisius
sistem stratifikasi sosial Bali dalam karya-karya
tokoh wanita sudra yang ingin dinikahi lelaki
Rusmini yaitu:
brahmana dan juga dari usaha tokoh berkasta
1) Trace yang merujuk aturan nama, dalam
brahmana menjaga nama baik dinastinya. Nilai
keempat karya Rusmini, tidak ditemukan
keprestisiusan kasta brahmana dapat bergeser
adanya
oleh
usaha
dekonstruksi.
yang
Hal
tergolong
penamaan
dalam
seseorang,
keadaan
kekayaannya
dan
juga
pendidikannya.
masyarakat Bali memiliki kesadaran yang
Makna yang terkandung dalam karya-
tinggi untuk senantiasa taat aturan sistem
karya Rusmini antara lain; (1) Karya-karya
stratifikasi sosial Bali yang berlaku.
Rusmini
2) Ada dua dari empat prosa Rusmini, yang
pengkritisan atas keberadaan sistem stratifikasi
berusaha tidak menetapi aturan pemanggilan,
sosial Bali. (2) Usaha pengkritisan atau
yaitu pada prosa TB dan PMT. Dari jejak yang
penggoncangan keberadaan sistem stratifikasi
dirunut
ketidakpatuhan
sosial Bali, akan lebih mudah dan cepat terjadi
terhadap aturan pemanggilan terjadi karena
jika dilakukan oleh warga Bali yang memiliki
tokoh-tokoh
kekuasaan. Warga yang berkasta sudra dapat
dari
prosa
PMT,
dekonstruksinya
memiliki
menyiratkan
adanya
usaha
pendidikan yang tinggi.
melakukan penggoncangan sistem stratifikasi
3) Representasi kepercayaan yang mengiringi
sosial Bali jika disertai dengan modal tertentu
sistem stratifikasi sosial Bali, secara umum ada
yaitu harta atau pendidikan yang tinggi, (3)
tiga, yakni kepercayaan bahwa untuk menjadi
Usaha pengkritisan terhadap keberadaan sistem
penari
dewa,
stratifikasi sosial Bali yang dilakukan Rusmini
berkasta
dalam karya-karyanya, secara umum cenderung
brahmana adalah titisan dewa dan kepercayaan
bersifat evolutif, (4) Proses penurunan konstruk
adanya kesialan yang terjadi pada keluarga
sistem stratifikasi Bali, tidak bersifat destruktif,
lelaki bila berani menikah dengan wanita
karena teks atau konstruk lama masih berjalan
merupakan
kepercayaan
bahwa
anugerah
dari
orang-orang
40
Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49
dan berdiri. Dalam keempat prosa Rusmini,
terbentang nilai-nilai pendidikan yang dapat
jejak-jejak teks lama masih bertahan dan ada.
diaplikasikan dalam bidang pengajaran.
Saran yang dapat dipetik dari penelitian
DAFTAR RUJUKAN
Bertens, K. 1985. Filsafat Barat Abad XX
Prancis – Jilid II. Jakarta:Gramedia.
ini yaitu bahwa pendekatan dekonstruksi
merupakan pendekatan yang bisa diaplikasikan
Culler, Jonathan. 2004. Jacques Derrida. Dalam
John Sturrock (Ed), Strukturalisme
Post-strukturalisme dari Levi-Strauss
sampai
Derrida
(hlm.249-293).
Surabaya: JP Press.
untuk segala bidang. Bagi peneliti lain, sebagai
sebuah
pendekatan,
prinsip-prinsip
dekonstruksi dapat diaplikasikan pada genre
sastra yang lain, yaitu puisi dan drama. Dengan
Djojosuroto, Kinayati dan Sumaryati, M.L.A.
2000. Prinsip-Prinsip Dasar Penelitian
Sastra & Bahasa. Jakarta: Nuansa.
adanya asumsi bahwa pendekatan dekonstruksi
dapat dipakai dalam segala bidang, maka untuk
penelitian lain di luar sastra, pendekatan
Faruk, H.T.1999. Pengantar Sosiologi Sastra,
dari Strukturalisme Genetik sampai
Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
dekonstruksi dapat pula diaplikasikan untuk
meneliti bidang pendidikan dan pengajaran.
Karya-karya Rusmini merupakan karya
Fayyadl, Muhammad Al. 2005. Derrida.
Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara.
sastra yang sarat akan lokalitas Bali dan
menarik untuk diteliti lebih lanjut. Sehubungan
dengan
adanya
keterbatasan
Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian
Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
pendekatan
dekonstruksi, penelitian terhadap karya-karya
Rusmini dapat dilanjutkan dengan pendekatan
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode,
dan Teknik Penelitian Sastra (dari
Strukturalisme hingga
Postrukturalisme Perspektif Wacana
Naratif). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
yang lain misalnya pendekatan sosiologi sastra
atau resepsi pembaca. Pendekatan new history
criticism atau bahkan pendekatan postkolonial
Rusmini, Oka. 2001. Apa Kata Mereka tentang
Isu
Perempuan
Lokal.
Jurnal
Perempuan. No 17. Jakarta.
dapat pula digunakan untuk meneliti karyakarya Rusmini. Hal ini karena keberadaan
sistem kasta diperkuat oleh politik Baliseering
Rusmini, Oka. 2004. Tarian Bumi. Magelang:
Indonesiatera.
yang didengungkan oleh Belanda tahun 1925.
Karya-karya Rusmini sebagai salah satu wujud
kebudayaan
keberadaanya
akan
dengan
lebih
berarti
Sahal, Ahmad. 1994. Kemudian, di Manakah
Emansipasi? Tentang Teori Kritis,
Genealogi, dan Dekonstruksi. Kalam,
edisi I.
lagi
penelitian-penelitian
lebih lanjut.
Soekanto, Soerjono. 1993. Sosiologi Suatu
Pengantar, cet. 17. Jakarta: Rajawali
Press
Wellek, Rene & Austin Warren. 1993. Teori
Kesusastraan. Terjemahan oleh Melani
Budianta. Jakarta: Gramedia.
Berkaitan dengan bidang pengajaran,
karya-karya Rusmini dapat digunakan sebagai
objek bagi penelitian apresiasi siswa terhadap
karya sastra. Dalam karya-karya Rusmini
41
Download