ISSN 2087-9253 JURNAL ILMIAH “FONEMA” (Jurnal Edukasi Bahasa Indonesia & Matematika) Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Agustus. Berisi tulisan yang berasal dari hasil penelitian, kajian atau karya ilmiah di bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra dan Pendidikan Matematika Pelindung Dekan Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan Universitas Dr. Soetomo Surabaya Peninjau Prof. Sudiro Satoto, M.Pd Ketua Penyunting Haerussaleh Penyunting Pelaksana Ninik Mardiana Ahmad Hatip Nuril Huda Staf Pelaksana Lilik Rusdiana, Warsono, Taufiq Penerbit Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan Universitas Dr. Soetomo Surabaya Alamat Penerbit Gedung C. 102 Universitas Dr. Soetomo Surabaya Jalan Semolowaru 84 Surabaya 60118 Telp (031) 5944748 ISSN 2087-9253 JURNAL ILMIAH “FONEMA” (Jurnal Edukasi Bahasa Indonesia & Matematika) Volume 1 Nomor 1, Januari 2013 Halaman 1-49 Haerussaleh Tradisi Samman Desa Batuan Kecamatan Batuan Kabupaten Sumenep (Kajian Sosiologi Sastra) (hal. 1-9) Hetty Purnamasari Efek Estetis Bahasa pada Drama Monolog Lidah Pingsan (hal. 10-21) Ahmad Hatip Proses Berpikir Siswa SMP dalam Menyesaikan Soal-Soal Faktorisasi Suku Aljabar ditinjau dari Perbedaan Kemampuan Matematika dan Perbedaan Gender (hal. 22-30) Ninik Mardiana & Wahyu Widayati Dekontruksi-Derridean terhadap Sistem Stratifikasi Sosial Bali dalam Novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini (hal.31-41) Budi Martono & Nirwanto Fungsi dan Nilai dalam Legenda terjadinya Desa Sekar Kecamatan Donorejo Kabupaten Pacitan Jawa Timur (hal. 42-49) Jurnal Edukasi Bahasa Indonesia & Matematika Vol.1no.1 Januari 2013 Hal 1-49 ISSN 2087-9253 PETUNJUK BAGI PENULIS 1. Naskah berupa hasil penelitian, kajian atau karya ilmiah yang belum dipublikasikan oleh media cetak lain. Naskah diserahkan dalam bentuk hardcopy dan soft copy. Naskah diketik dengan ukuran kertas A4 dengan program Office Word, spasi 1,5, font Times New Roman 11, dengan jumlah minimal 5 halaman dan maksimal 12 halaman. 2. Sistematika naskah hasil penelitian: a. Judul, nama penulis, lembaga tempat penulis b. Abstrak ditulis dengan bahasa Inggris sebanyak 75-200 kata dan 3-5 kata kunci c. Pendahuluan; latar belakang, masalah, dan tinjauan teori d. Metode dan/atau bahan penelitian e. Hasil dan bahasan f. Simpulan dan saran g. Daftar pustaka 3. Kutipan acuan sumber ditulis dengan nama penulis dan tahun, misalnya: a. Yuwono (2001) telah mengembangkan konsep penelitian sastra lisan...... b. Beberapa penulis (supratno, 2001; Sudikan, 2005) mengatakan bahwa penelitian sastra..... 4. Pustaka Acuan sedapat mungkin ditulis sesuai tata tulis yang baku untuk disiplin ilmu yang mendasari penulisan, misalnya: a. Buku dengan satu penulis: Culler, Jonathan. 2004. Jacques Derrida. Dalam John Sturrock (Ed), Strukturalisme Poststrukturalisme dari Levi-Strauss sampai Derrida (hlm.249-293). Surabaya: JP Press b. Buku dengan dua penulis atau lebih Wellek, Rene & Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Terjemahan oleh Melani Budianta. Jakarta: Gramedia c. Artikel dalam jurnal profesional Kieran, Carolyn. 1992. The Learning and Teaching of School Algebra. National Council of Teachers of Mathematic. Maxwell Macmillan Canada Inc d. Artikel dalam harian Panuju, Redi. 19 Desember. Menyoal pemberitaan, Jawa Pos. Hal 5. Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49 DEKONSTRUKSI-DERRIDEAN TERHADAP SISTEM STRATIFIKASI SOSIAL BALI DALAM NOVEL TARIAN BUMI KARYA OKA RUSMINI Ninik Mardiana Wahyu Widayati FKIP, Universitas Dr. Soetomo Surabaya Abstract: The problems in this research are to know how are the representations and the meanings of deconstruction toward Balinese social stratification system in literary works of Oka Rusmini. The approach is deconstruction, with qualitative method. The source of the data is Tarian Bumi. The meanings are there are efforts of criticism of Balinese social stratification system. The effort will be easier and faster if it is done by Balinese people that have power, wealth and education. Process of deconstruction Balinese social stratification system is evolutive and not destructive, because the old construction is in progress. Kata Kunci: dekonstruksi, sistem stratifikasi sosial Bali, representasi, makna. PercikPENDAHULUAN pemikiran Rusmini terhadap kehidupan masyarakat Bali yang Karya sastra hadir bukan dalam bentuk masih permainan kehidupan ekspresi percik pengarang belaka. terhegemoni oleh perempuan Bali sistem sosial, yang dirasa Sebagaimana konsep yang diungkapkan oleh terkekang, ritual keagamaan yang rumit, mitos Horace, dulce et utile (dalam Wellek dan tentang Warren, 1993:25; Teeuw, 1984:155, 183), kehidupan percintaan antara perempuan dan kehadiran karya sastra tidak sekedar indah yang laki-laki yang terbelenggu karena tingkatan menawarkan kasta, sebagian besar merupakan isi dari karya- kenikmatan, namun juga manawarkan kebergunaan. karya kesialan, Rusmini. atau Adanya bahkan masalah bentuk protes, Mencermati karya-karya Rusmini, Bali menghujat, melawan atau bahkan pasrah pada dimaknai sebagai nafas kehidupannya, baik hegemoni adat Bali yang kuat turun-temurun, dalam melangkah maupun dalam berkarya. Bali merupakan nada yang diungkapkan pada karya- yang kokoh dengan budayanya, bagi Rusmini karyanya. Gaya cerita bertutur yang tidak terasa menyimpan nuansa positif sekaligus mengumbar hiperbola dengan teknik bercerita negatif yang tidak tampak di permukaan. Hal sederhana merupakan kekuatan dari gaya cerita ini, diungkapkannya secara tersirat melalui Rusmini. lakuan dan pikiran-pikiran tokoh imajiner Analisis dalam penelitian ini dalam karya-karyanya. Ada sisi muram Bali memanfaatkan pendekatan dekonstruksi yang yang “disembunyikan”, menjadi sebuah saksi digagas oleh Jacques Derrida. Pada dasarnya, bagaimana perebutan dekonstruksi di sini tidak dipandang sebagai kekuasaan berlangsung atas nama tradisi yang teori murni atau sebuah metode lengkap dengan berjalan. langkah-langkah tertentu melainkan sebagai pertarungan dan 31 Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49 “cara membaca” terhadap sesuatu yang sudah menentang ‘mapan’. Sebagai cara baca atau cara pandang, gerak kembali terhadap teks terdahulu yang dalam dekonstruksi ini pun, Derrida tidak ingin ditolak oleh teks yang kemudian, menyertakan urutan menganalisis sesuatu. interprestasi otoratif, mencari langkah dalam memperhatikan elemen-elemen yang dianggap Dekonstruksi dalam marginal, yang cenderung dikeluarkan oleh penelitian ini dipakai sebagai pendekatan teks dengan sifat mengenainya. Adapun contoh dari relevansi bahkan yang keempat adalah membuat kritik sastra pembalikan terhadap sesuatu yang sudah mencairkan segala kemutlakan seperti tentang mapan dan memaknai kehadiran dari adanya makna penggoncangan tersebut. membaca dan sebagainya, yang terdapat cara penggoncangan, menganalogkan perlawanan atau Sebagaimana pendapat Culler (dalam itu sendiri yang maupun given, interpretasi makna pengalaman dalam strukturalisme. Jabrohim (ed), 2003:170-171) tentang adanya Dekonstruksi terhadap sistem empat level atau cara relevansi dekonstruksi stratifikasi sosial Bali dalam Tarian Bumi dapat terhadap kritik sastra, yakni: dilacak dari jejak-jejak yang ada. Jejak di sini (1) terhadap serangkaian konsep-konsep bukanlah sesuatu yang diartikan substansi kritik, termasuk konsep kesusastraan itu namun hanya menunjuk kepada hal-hal lain sendiri, (2) sebagai suatu sumber tema, (3) (Berten, 1985:495). Dari pelacakan jejak pada sebagai contoh strategi pembacaan, dan (4) karya-karya Rusmini ini sebagai dapat ditelusuri pandangannya terhadap sistem gudang cadangan saran-saran mengenai kodrat dan tujuan kritik sastra itu stratifikasi sosial Bali. sendiri. Contoh relevansi pertama adalah Dalam diharapkan akan perspektif dekonstruksi konsep mengenai hubungan antara filsafat dan Derridean, titik pangkal keprihatinannya adalah sastra, terdapatnya afinitas yang cukup erat antara filsafat dapat dipandang sebagai perkembangan dari sastra, filsafat adalah gagasan sastra yang digeneralisasikan. Relevansi yang kekerasan (Sahal, dalam Kalam, edisi I, kedua adalah tema-tema seperti kehadiran- 1994:19). Sistem ketidakhadiran, sentral atau marginal, tulisan dianggap sebuah atau tuturan, dan sebagainya. Contoh relevansi mentotalitaskan yang ketiga, memberanikan kritikus sastra universalisme etika Bali. Ketika telah menjadi untuk mengidentifikasi dan menghasilkan sebentuk universal maka sifat menguasai atau tipe-tipe struktur, membangun oposisi simetrik mendominasi akan muncul dalam kehidupan dan hierarkis, memperhatikan term-term yang warga Bali. Dalam hal ini Rusmini berusaha mengandung argumen yang bertentangan, untuk menggoncang apa yang disebut sebagai membuat klaim kebenaran pada warga Bali dengan tertarik pada sesuatu yang 32 tentang etika universal stratifikasi teks warga dengan sosial Bali yang hendak Bali dalam Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49 menawarkan pemikiran-pemikiran melalui ‘menunjuk tokoh-tokoh imajinernya. pada sesuatu’ yaitu sistem stratifikasi sosial Bali. Jejak-jejak tanda dalam sumber data METODE PENELITIAN Penelitian ini, pada dasarnya dapat yang menunjuk pada sistem stratifikasi sosial dikategorikan dalam jenis penelitian kualitatif. Bali, Hal ini diperkuat dengan pendapat Triyono permasalahan; (1) nama tokoh; (2) aturan- (dalam Jabrohim (ed), 2003:23) bahwa pada aturan dalam sistem stratifikasi sosial Bali, umumnya dalam penelitian sastra dipergunakan termasuk dalam hal ini aturan keturunan, jenis teknik penelitian kualitatif. Penelitian panggilan; (3) kepercayaan yang mengikuti sastra lebih menggunakan sistem stratifikasi sosial Bali; (4) tempat-tempat metode penelitian kualitatif karena karya sastra yang berhubungan dengan sistem stratifikasi merupakan karya kreatif yang bentuknya sosial Bali; (5) idiom-idiom sistem stratifikasi senantiasa berubah dan tidak tetap yang harus sosial Bali; (6) prilaku dan kegiatan tokoh- diberi interpretasi (Semi, 1993:27). tokohnya. Pelacakan jejak-jejak tanda ini, tidak sesuai Pendekatan dengan dapat dilacak dari harus dimulai dari awal namun bisa dimulai penelitian ini yakni memanfaatkan pendekatan dari berbagai lini dalam sebuah karya sastra. dekonstruksi. mempunyai Hal ini sesuai dengan paham dekonstruksi yang teks menolak adanya pusat, karena seluruh lini bisa Pendekatan pada membongkar dipakai khusus dalam tekanan yang secara prinsip ini bahwa dirinya sendiri. akan Dengan dijadikan pusat. pendekatan ini, terbuka usaha untuk meneliti dari dalam teks sastra tanpa Pengumpulan data dilakukan dengan harus teknik studi dokumentasi tanpa menghubungkan antara sastra, masyarakat dan mengkolerasikan dengan kenyataan masyarakat latar Pendekatan Bali maupun latar belakang pengarangnya. pandangan Penelitian document (Wuradji, dalam Jabrohim struktural, dalam hal ini struktur kesastraan. (ed), 2003:5-6), yakni penelitian yang berusaha Oleh karenanya palacakan jejak tanda dapat menganalisis dokumen untuk diketahui isi dan dirunut dari unsur instrinsik. makna yang terkandung dalam dokumen belakang dekonstruksi tidak pengarang. menolak Data penelitian berupa sikap, pikiran, tersebut. Tarian Bumi sebagai dokumen. dialog, monolog, narasi, deskripsi atau bahkan Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan oleh tindakan dari tokoh-tokoh yang ada di dalam peneliti dengan cara membaca dokumen- sumber data. Data-data ini didudukkan sebagai dokumen secara berulang-ulang (retroaktif). jejak-jejak tanda yang dapat diteliti lebih lanjut Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pada tataran pemaknaan. Disebut dengan jejak- pengumpulan jejak tanda dikarenakan data-data tersebut pembacaan retroaktif, membaca berulang-ulang data sebagai berikut: (1) sumber data, (2) identifikasi data, memilih dan 33 Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49 memilah data dari sumber data dengan penggoyahan terhadap sistem stratifikasi sosial memberi catatan-catatan dan kode berdasarkan Bali yang berlaku. Berikut tabelisasi data teks pokok bahasan yang telah ditentukan, (3) yang beroposisi: klasifikasi, data dikelompokkan ke dalam Kehadiran Ketidakhadiran Difference instrumen penjaring data sesuai karakternya dengan kategori data yang telah ditentukan, (4) Adapun langkah-langkah analisis data pencatatan data, memberi tambahan keterangan sebagai berikut; (1) Pembacaan secara kritis dalam instrumen yang disesuaikan dengan dan retroaktif terhadap seluruh data. Dalam hal kebutuhan penelitian. ini dilakukan pembacaan karya Rusmini secara Peneliti memerlukan instrumen berulang-ulang, (2) Pereduksian terhadap penjaring data berupa tabel yang sifatnya untuk seluruh data. Pada tahap ini, peneliti memilah mempermudah ini dan memilih data-data melalui pelacakan unsur digunakan untuk pengklasifikasian penokohan. instrinsik yang dibatasi pada tokoh dan Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa jejak- penokohan. Data tokoh dan penokohan lebih jejak tanda yang menunjuk pada sistem dikhususkan lagi pada jejak tanda yang stratifikasi sosial Bali dapat dilacak dari menunjuk adanya sistem stratifikasi sosial Bali, penokohan. tersebut (3) Penyajian data yang terdiri atas identifikasi dilaksanakan oleh peneliti sendiri. Instrumen dan klasifikasi data berdasarkan kategori pengumpulan data tersebut sebagai berikut: tertentu. Pada tahap ini data disajikan dalam Nama penelitian. Penyusunan Data Sudra / Tokoh Instrumen tabel Trace, Aturan- Keper- Bangsawan aturan bentu oposisi biner sehingga tampak adanya cayaan Keterangan differance, (4) Penafsiran dekonstruksi terhadap seluruh data. Pada tahap ini dilakukan pemaknaan dari seluruh data yang diperoleh dengan menggunakan pendekatan dekonstruksi, Peneliti ini juga mengadopsi tafsiran langkah-langkah pembacaan (5) Penyimpulan data dan penjelasan simpulan. dekonstruksi PAPARAN DATA Derrida yang dilakukan oleh Gasche. Salah satu Hasil dari pembacaan dan analisis yang diadopsi dari tafsir Gasche yakni melacak karya-karya Rusmini mengindikasikan adanya adanya oposisi jejak-jejak dalam suatu teks. Melalui tabelisasi oposisi, dapat memudahkan mengarah pada jejak-jejak kesetiaan, tanda dalam oposisi biner yang muncul adalah dalam bentuk bagaimana keberadaan sistem kasta dipandang aspek kehadiran dan aspek ketidakhadiran. untuk Rusmini kerangka oposisi biner. Dalam klasifikasi kegiatan pemaknaan. Oposisi tersebut dibedakan atas Kehadiran dekonstruksi atau disikapi secara berbeda oleh tokoh-tokoh yang imajiner dalam karya-karya Rusmini. Seiring sementara dengan ketidakhadiran mengarah pada penurunan, 34 bergulirnya waktu dan keadaan, Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49 kontradiksi (dalam wujud oposisi) dalam oleh kehidupan kaum sudra. Sebaliknya wanita memandang keberadaan sistem kasta akan bangsawan dilarang keras menikah dengan terbentuk juga. lelaki dari kaum sudra, karena keturunannya Kehadiran ini diartikan sebagai suatu akan berkasta sudra. Hal ini diperkuat dengan keadaan yang sewajarnya ada, sikap yang kepercayaan bahwa wanita bangsawan tersebut keberadaannya dapat diterima oleh sistem akan mendatangkan kesialan pada keluarga sosial Bali yang berlaku serta dalam artian lelaki. Hal ini tersirat dalam tokoh Ida Ayu suatu konstruk, teks atau fenomena yang lebih Pidada dulu terjadi, yang tersirat dalam novel TB. Di memandang keberadaan kasta. sisi lain, ketidakhadiran, sikap-sikapnya dalam suatu Kalangan sudra juga sudah terbentuk keadaan yang kehadirannya tidak pada tempat pandangan tentang keberadaan kasta. Dalam semestinya, kehadirannya perlu dihadirkan kalangan sudra yang terbentuk ada pandangan sebagai counter wacana, sebagai ‘de’ suatu umum yang dapat dilihat dalam kerangka konstruksi adalah kehadiran. Ada warga dari kaum sudra yang sebagai penurunan, pergeseran, penggoyahan menerima ketetapan atas kasta sudranya dan terhadap konstruk, teks yang lebih dulu ada. ada Bentuk kehadiran, pandangan kaum bangsawan kastanya, terutama bagi perempuan sudra, dalam memandang yakni menjadi bagian dari kasta bangsawan sehingga diartikan tentang kehadirannya kasta adalah penting keberadaannya. pula yang berusaha meningkatkan dengan jalan pernikahan. Untuk lelaki sudra Hal ini untuk keberlangsungan suatu tidak bisa ‘naik’ kasta, namun bagi wanita dinasti. Untuk itu bagi bangsawan ‘tulen’ sudra bisa ‘naik’ kasta dengan cara menjadi mereka tetap memilih-milih dalam pasangan istri lelaki bangsawan. hidup. Setidaknya bagi kaum bangsawan harus Kalangan sudra yang dapat mendapat pasangan dari kaum bangsawan juga, diidentifikasikan agar keturunan bangsawan tetap terjaga. Demi konstruksi terjaganya keberlangsungan dinasti bangsawan, bangsawan adalah Wayan Sasmita. Wayan aturan dan sanksi dibuat sedemikian rupa. beranggapan sebagai sikap sudra bahwa sikap ‘de’ terhadap hubungan atas kaum antara Hal ini diperkuat pula dengan sistem keluarganya sudra dengan keluarga Telaga patriarki, garis keturunan melekat pada lelaki. bangsawan adalah hubungan kerja yang timbal Misalnya aturan laki-laki bangsawan yang balik dan bukan hubungan pengabdian. menikah dengan wanita sudra, maka wanita Artinya kalau keluarga griya baik pada tersebut harus meninggalkan keluarganya dan mereka ia anggap wajar karena keluarganya berganti nama dengan tambahan nama Jero. yang sudra juga mengerjakan sesuatu untuk Hal ini dimaksudkan agar kehidupan dan tata keluarga griya Dalam tabulasi oposisi biner, cara bangsawan tetap bersih dan tidak tercemar data TB sebagai berikut: 35 Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49 Aspek: Kasta Kasta dalam pandangan kaum bangsawan Kasta dalam pandangan kaum sudra Kehadiran (suatu konstruk yang hadir lebih dahulu dan diterima sebagai kebenaran) Ida Ayu Pidada: “Membangun sebuah dinasti itu sulit, Telaga. Apalagi sebagai seorang perempuan,” suara perempuan tua itu lebih mirip keluhan (Rusmini, 2004:20). Yang membuat nenek semakin mendidih, perempuan itu bukan perempuan brahmana. Melainkan seorang sudra, janda dengan dua anak. Kekecewaan nenek semakin sempurna ketika anak laki-laki semata wayangnya justru terpikat pada Ibu, Luh Sekar, perempuan sudra... Harga dirinya jatuh, karena anak laki-laki semata wayangnya itu bukan membawa seorang Ida Ayu seperti dirinya. (Rusmini, 2004:20) ”Jangan kau bawa cucuku ke rumahmu. Cucuku seorang brahmana, bukan sudra. Bagaimana kamu ini! kalau sering kau bawa pulang ke rumahmu, cucuku tidak akan memiliki sinar kebangsawanan. Kau mengerti Kenanga!” Suara mertuanya terdengar melengking. Luh Sekar: Luh Sekar bangga diangkat sebagai keluarga besar griya. Dia merasa dengan menjadi keluarga besar griya derajatnya lebih tinggi dibanding perempuan-perempuan sudra yang lain… dia hanya ingin menikah dengan laki-laki brahmana, seorang Ida Bagus. “Apa pun yang akan terjadi dengan hidupku, aku harus jadi seorang rabi, seorang istri bangsawan. Kalau aku tak menemukan laki-laki itu, aku tak akan pernah menikah!” (Rusmini, 2004:26). Menjadi bangsawan itu sudah kemewahan bagi seorang manusia!” suara Jero Kenanga akan semakin ketus bila dilawan (Rusmini, 2004:167). Luh Gumbreg: “Kau sadar siapa dirimu, Wayan? Kau sudah berpikir apa jadinya kalau kau menikah dengan Dayu Telaga?...Tolonglah, ini semua demi kebaikan kami.” (Rusmini, 2004:173) Ketidakhadiran (perlu dihadirkan) Differance Ida Ayu Telaga: Apa arti menjadi perempuan brahmana? Seperti apa impiannya pada cucu satu-satunya ini? Ingin sekali Telaga mendengar jawabanjawaban itu muncul dari wajah penuh wibawa itu. Wajah dengan karakter keras itu (Rusmini, 2004:79). Telaga merasa ibunya yang hanya seorang perempuan sudra lebih ortodoks dari seorang perempuan brahmana yang memiliki karat kebangsawanan paling tinggi. (Rusmini, 2004:167). Ternyata, di kalangan sudra juga ada nilai kebangsawanan lain yang lebih mengerikan.. (Rusmini, 2004:220). “Terimakasih, Meme. Meme harus tahu, tiang tidak menyesal menjadi istri Wayan. Yang tiang sesalkan, begitu banyak orang yang merasa lebih bangsawan daripada bangsawan yang sesungguhnya.” Telaga menjauh. (Rusmini, 2004:221). IA Pidada: “Kelak, kalau kau jatuh cinta pada seorang lakilaki, kau harus mengumpulkan beratusratus pertanyaan yang harus kau simpan... jangan pernah menikah hanya karena kebutuhan atau dipaksa oleh sistem. Menikahlah kau dengan laki-laki yang mampu memberimu ketenangan, cinta dan kasih. Yakinkan dirimu bahwa kau memang memerlukan laki-laki itu dalam hidupmu. Kalau kau tak yakin, jangan coba-coba mengambil rsiko.” (Rusmini, 2004:21) Wayan Sasmita: “Kita tidak berhutang, meme. Kita juga mengerjakan sesuatu untuk mereka” (Rusmini, 2004:174) “Tiang tidak mau mengakui perbuatan ini suatu dosa, meme. Ini pilihan dari beratus-ratus bahkan berjuta-juta pilihan tiang dalam hidup… tiang sudah tahu apa yang kira-kira akan terjadi dengan hubungan keluarga kita dengan keluarga griya. Tiang dan Tugeg akan atasi pelan-pelan.” (Rusmini, 2004:176) Luh Kambren: Orang-orang sering heran, alangkah beraninya perempuan itu menolak keinginan raja. Mereka juga heran Kambren menolak hidup mapan. Kenapa? Bukankah menjadi seorang selir kehidupannya akan terjamin? Memiliki tanah berhektar-hektar, rumah besar, juga anak yang diakui kebangsawanannya oleh orang banyak. Bukankah itu prestasi untuk perempuan miskin seperti dirinya? (Rusmini, 2004:118) 36 IB Tugur: “Hyang Widhi sudah memilihkan peran untuk setiap manusia yang diciptakan-Nya. Dia juga tahu manusia-manusia yang diciptakan-Nya. Itu yang harus kau sadari. Sayang sekali aku terlambat mengetahui rahasia itu…” (Rusmini, 2004:162) “Jangan panggil tiang seperti itu. Tiang belum tentu lebih suci darimu. Ke mari.” Lelaki tua dan tetap gagah itu memeluk Telaga erat-erat. (Rusmini, 2004:214) “Sejak lama tiang berusaha mengerti apa artinya menjaga nama baik… (Rusmini, 2004:216) “Hidup ini memang sudah layak untuk diperbaiki.” Suara lakilaki itu lebih mirip gumam. (Rusmini, 2004:221-220) Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49 PEMBAHASAN Ida Bagus Ketu Pidada. Nama-nama dengan Nama Tokoh sebagai Trace Aturan Sistem Stratifikasi Sosial Bali nama depan Ida Ayu atau Ida Bagus, merupakan nama yang menunjuk pada tingkat Menurut Koentjaraningrat (2002:300) tertinggi dalam sistem stratifikasi sosial Bali. susunan tinggi rendah dari klen-klen tampak Jejak ini diperkuat dengan adanya catatan kaki pada gelar-gelar yang dipakai oleh warganya di nomor 3 dalam novel TB (2004:4), yaitu depan nama mereka. Dalam novel TB, terdapat “Nama tokoh-tokoh dengan nama Luh Sekar, Luh Brahmana, kasta tertinggi dalam struktur Dalem, Luh Kenten, Luh Sadri, Luh Gumbreg, masyarakat Bali, biasanya disingkat Dayu. Luh Kambren dan Luh Sari. Nama depan Luh Untuk anak laki-laki Ida Bagus.” merupakan trace yang terkait pada kedudukan tokoh-tokoh perempuan kasta Persoalan nama adalah trace yang mudah untuk mengidentifikasi seseorang pada kemasyarakatan Bali. Nama tersebut menunjuk posisi yang mana dalam stratifikasi sosialnya. pada nama orang-orang yang digolongkan Demarkasi dalam kasta sudra, kasta terendah dalam sistem seseorang menunjuk pada adanya persoalan stratifikasi tentang dalam sistem kemasyarakatan, yaitu adanya keberadaan nama Luh ini diperkuat dengan gap, jarak yang tegas antara kasta rendah dan catatan kaki nomor 1 yang ada dalam novel TB kasta tinggi. Lebih jauh lagi trace ini (Rusmini, 2004:1), yaitu “Panggilan untuk anak menyangkut perempuan kebanyakan.” Catatan kaki yang sanksi-sanksi yang menyertainya. Terhadap terdapat dalam novel tersebut dapat didudukkan persoalan nama, Rusmini tidak berusaha untuk sebagai trace sekaligus pemandu pembaca menampilkan tokoh yang kiranya masuk dalam untuk mengetahui adanya aturan-aturan yang kategori mengiringi sistem stratifikasi sosial Bali. stratifikasi sosial Bali. Tokoh-tokoh yang Dengan 1, dihadirkan dalam novel TB, tetap menaati merupakan acuan bagi pembaca bahwa ada aturan nama yang berlaku dan telah ditetapkan aturan penamaan untuk wanita Bali berkasta dalam sistem stratifikasi sosial Bali. rendah, yang biasa didahului dengan nama “Ni Panggilan sebagai Trace Aturan Sistem Stratifikasi Sosial Bali sosial adanya Trace ini dalam anak tingkatan Luh”. tersebut depan Bali. catatan secara Trace kaki tidak nomor langsung yang keras tentang terhadap aturan-aturan penggoyahan terhadap nama beserta sistem mengarahkan pembaca untuk melacak jejak Aturan yang juga diatur dalam sistem adanya aturan lain bagi kasta brahmana dalam stratifikasi sosial Bali yakni tentang panggilan. persoalan nama seseorang. Secara tidak langsung, aturan panggilan ini Tokoh lain yang muncul dalam novel mengacu pada sopan santun dalam pergaulan TB, bernama Ida Ayu Pidada, Ida Ayu Telaga, (Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, Ida Bagus Ngurah Pidada, Ida Bagus Tugur, Departemen 37 Pendidikan dan Kebudayaan, Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49 1977:112). Aturan pemanggilan didudukkan Ditemukan trace usaha penggoyahan sebagai trace karena diperkuat dengan hadirnya sistem pemanggilan, yakni ketika Telaga yang trace catatan kaki yang mengiringi jalannya telah cerita dalam novel TB. Catatan kaki merupakan kakeknya dengan sebutan Ratu sebagai tanda trace yang menunjuk pada adanya aturan- penghormatan sudra atas brahmana. Akan aturan yang berbeda antara kasta sudra dan tetapi Ida Bagus Tugur, kakek Telaga menolak brahmana dalam memanggil seseorang. disebut demikian. Telaga dipersilahkan seperti Trace tentang aturan panggilan tampak dulu menjalani hidup memanggilnya sudra dengan memanggil panggilan pada tokoh Luh Sari yang memanggil ibunya Tukakiang meskipun Telaga telah dianggap dengan sebutan Meme. Sebagai keterangannya turun kasta karena pernikahannya dengan lelaki dapat dilihat dari catatan kaki nomor 6 dalam sudra. Hal ini tampak pada kutipan berikut: TB (2004:8), yaitu “ibu”. Luh Sari memanggil “Ratu….” Telaga hampir saja menangis… neneknya yang “Jangan panggil tiang seperti itu. Tiang belum dilengkapi dengan catatan kaki nomor 2 tentu lebih suci darimu. Ke mari.” (Rusmini, (Rusmini, 2004:3), yakni “Nenek (panggilan 2004:214). Kejadian tersebut merupakan hal nenek untuk perempuan sudra).” Trace yang yang tidak lazim menurut aturan yang berlaku. semacam ini, akan berlanjut pada pelacakan Kepercayaan sebagai Trace yang Mengiringi Keberadaan Sistem Stratifikasi Sosial Bali dengan sebutan Odah, adanya perbedaan panggilan antara kasta sudra dan kasta brahmana. Perbedaan ini ditemukan Kepercayaan akan mendapat kesialan ketika Ida Ayu Telaga memanggil neneknya bila melanggar sistem stratifikasi sosial yang dengan sebutan Tuniang, untuk kakek disebut berlaku juga berkembang pada masyarakat Tukakiang. Dalam catatan kaki nomor 10 Bali. Trace yang menyebutkan hal tersebut (Rusmini, 2004:20), yaitu “Nenek (panggilan dapat dirunut pada halaman 173-174, 188, 193, nenek untuk kasta brahmana)” dan nomor 13 di antaranya yaitu: Ternyata perempuan tua itu tidak berani menerimanya sebagai menantu. Seorang lakilaki sudra dilarang meminang perempuan brahmana. Akan sial jadinya bila Wayan mengambil Telaga sebagai istri. (Rusmini, 2004:173-174) (Rusmini, 2004:141), yaitu “Kakek”. Aturan panggilan yang lain yakni Tugeg, yang terdapat pada catatan kaki nomor 8 (Rusmini, 2004:11), yaitu “Tugeg singkatan dari Ratu Jegeg. Seorang yang kastanya lebih rendah akan memanggil anak perempuan Mereka percaya kedatangan Telaga ke rumah mereka hanya membawa runtutan kesialan saja. (Rusmini, 2004:188) Brahmana dengan panggilan Tugeg”. Panggilan Ratu terdapat pada catatan kaki nomor 14 (Rusmini, 2004:146), yaitu “Panggilan kehormatan untuk kalangan bangsawan”. 38 Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49 Nilai Prestisius Kasta sebagai Trace Sistem Stratifikasi Sosial Bali Oposisi Biner sebagai Trace Dekonstruksi Kasta brahmana merupakan kasta tertinggi dekonstruksi terhadap sistem stratifikasi sosial pada struktur stratifikasi sosial Bali. Soekanto Bali (1993:257) membenarkan bahwa prestise suatu dimunculkannya kasta benar-benar diperhatikan. Trace ini Rudolphe Gasche (dalam Norris, 2003:14, dan terlihat dari tokoh Luh Sekar yang berambisi Sugiharto, 2006:45), langkah yang pertama memasuki wilayah kasta brahmana melalui dalam dekonstruksi yakni mengidentifikasi jalan pernikahan. Melacak trace yang ada pada hierarki oposisi dalam teks, di mana biasanya tokoh Luh Sekar, ambisi tersebut melebar ke terlihat peristilahan mana yang diistimewakan sisi secara sistematis dan ekonomi. Kekayaan dari Representasi kaum dalam berikutnya novel TB yakni oposisi biner. dari dengan Menurut mana yang tidak. bangsawanlah sebagai pemikat utamanya. Luh Langkah kedua, oposisi-oposisi itu dibalik Sekar dengan tidak sekedar menjadikan derajat menunjukkan adanya saling bangsawan sebagai kriteria tunggal, namun ketergantungan ditambah dengan kaya-raya. Hal ini diperkuat bertentangan. dengan trace yang berupa solilokui dari tokoh memperkenalkan sebuah istilah atau gagasan I.A Telaga betapa ia kecewa dengan sikap baru yang ternyata tidak bisa dimasukkan ke ibunya yang hanya mengejar derajat dan dalam kategori oposisi lama. kekayaan. Daya tarik keprestisiusan derajat Makna Dekonstruksi terhadap Sistem Stratifikasi Sosial Bali dalam Karya-karya Rusmini bangsawan mengalami pergeseran, tidak di antara Langkah yang saling ketiga, melulu karena derajatnya yang tinggi, naman bergeser karena faktor ekonomi Minimnya tokoh yang tidak patuh yang terhadap sistem stratifikasi sosial yang berlaku melatarbelakanginya. Bangasawan yang kaya (hanya Wayan Sasmita dan Ida Ayu Telaga) lebih mempunyai daya tarik lebih tinggi daripada bangsawan yang menunjuk pada jejak usaha dekonstruksi ekonominya terhadap sistem stratifikasi sosial Bali berjalan terhitung biasa saja. lambat. Langkah yang diambil Wayan dan Kekayaan yang melimpah ruah yang ada pada Telaga yang menyimpang dari masyarakat lelaki, memiliki daya pikat yang besar. Hal ini umum, tidak diiringi usaha mereka untuk merujuk pada jejak yang ditampakkan pada meyakinkan masyarakat di luar diri mereka, sikap dan pola pikir Ida Ayu Manik. Harta sehingga langkah mereka tidak bergema. merupakan faktor kuat yang dapat menggeser nilai prestisius kasta dalam Mereka tidak memiliki kekuatan yang cukup pandangan besar untuk menggerakkan masyarakat. Inilah masyarakat Bali. yang membuat gerak dekonstruksi lambat. Novel TB, merujuk makna gerak yang bisa dinamis atau gerak lambat yang lemah lembut 39 Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49 dan gemulai. Suatu sistem, bukanlah harga brahmana. Trace kepercayaan bahwa lelaki mati yang ketetapannya ada sepanjang waktu. sudra yang menikah dengan wanita brahmana Seperti bumi yang berputar dan tari yang atau bangsawan akan mendapat kesialan pada selalu manampakkan gerakan tubuh, sistem keluarganya, dapat dijumpai pada ketiga prosa stratifikasi sosial Bali juga dapat bergeser dan Rusmini yaitu TB, PA, dan PMT. Tidak adanya berubah seiring dengan perkembangan jaman sikap yang tegas ini, menunjukkan trace bahwa dan prilaku-prilaku masyarakatnya. kepercayaan akan kesialan yang mengiringi pelanggaran sistem kasta mengarah pada pembenaran fenomena yang berlaku. SIMPULAN DAN SARAN Menurut hasil analisis, terdapat trace 4) Nilai prestisius dan daya tarik kasta sebagai representasi dekonstruksi terhadap brahmana terlihat dari adanya jejak ambisius sistem stratifikasi sosial Bali dalam karya-karya tokoh wanita sudra yang ingin dinikahi lelaki Rusmini yaitu: brahmana dan juga dari usaha tokoh berkasta 1) Trace yang merujuk aturan nama, dalam brahmana menjaga nama baik dinastinya. Nilai keempat karya Rusmini, tidak ditemukan keprestisiusan kasta brahmana dapat bergeser adanya oleh usaha dekonstruksi. yang Hal tergolong penamaan dalam seseorang, keadaan kekayaannya dan juga pendidikannya. masyarakat Bali memiliki kesadaran yang Makna yang terkandung dalam karya- tinggi untuk senantiasa taat aturan sistem karya Rusmini antara lain; (1) Karya-karya stratifikasi sosial Bali yang berlaku. Rusmini 2) Ada dua dari empat prosa Rusmini, yang pengkritisan atas keberadaan sistem stratifikasi berusaha tidak menetapi aturan pemanggilan, sosial Bali. (2) Usaha pengkritisan atau yaitu pada prosa TB dan PMT. Dari jejak yang penggoncangan keberadaan sistem stratifikasi dirunut ketidakpatuhan sosial Bali, akan lebih mudah dan cepat terjadi terhadap aturan pemanggilan terjadi karena jika dilakukan oleh warga Bali yang memiliki tokoh-tokoh kekuasaan. Warga yang berkasta sudra dapat dari prosa PMT, dekonstruksinya memiliki menyiratkan adanya usaha pendidikan yang tinggi. melakukan penggoncangan sistem stratifikasi 3) Representasi kepercayaan yang mengiringi sosial Bali jika disertai dengan modal tertentu sistem stratifikasi sosial Bali, secara umum ada yaitu harta atau pendidikan yang tinggi, (3) tiga, yakni kepercayaan bahwa untuk menjadi Usaha pengkritisan terhadap keberadaan sistem penari dewa, stratifikasi sosial Bali yang dilakukan Rusmini berkasta dalam karya-karyanya, secara umum cenderung brahmana adalah titisan dewa dan kepercayaan bersifat evolutif, (4) Proses penurunan konstruk adanya kesialan yang terjadi pada keluarga sistem stratifikasi Bali, tidak bersifat destruktif, lelaki bila berani menikah dengan wanita karena teks atau konstruk lama masih berjalan merupakan kepercayaan bahwa anugerah dari orang-orang 40 Jurnal Ilmiah Fonema Vol. 1 no. 1, 1-49 dan berdiri. Dalam keempat prosa Rusmini, terbentang nilai-nilai pendidikan yang dapat jejak-jejak teks lama masih bertahan dan ada. diaplikasikan dalam bidang pengajaran. Saran yang dapat dipetik dari penelitian DAFTAR RUJUKAN Bertens, K. 1985. Filsafat Barat Abad XX Prancis – Jilid II. Jakarta:Gramedia. ini yaitu bahwa pendekatan dekonstruksi merupakan pendekatan yang bisa diaplikasikan Culler, Jonathan. 2004. Jacques Derrida. Dalam John Sturrock (Ed), Strukturalisme Post-strukturalisme dari Levi-Strauss sampai Derrida (hlm.249-293). Surabaya: JP Press. untuk segala bidang. Bagi peneliti lain, sebagai sebuah pendekatan, prinsip-prinsip dekonstruksi dapat diaplikasikan pada genre sastra yang lain, yaitu puisi dan drama. Dengan Djojosuroto, Kinayati dan Sumaryati, M.L.A. 2000. Prinsip-Prinsip Dasar Penelitian Sastra & Bahasa. Jakarta: Nuansa. adanya asumsi bahwa pendekatan dekonstruksi dapat dipakai dalam segala bidang, maka untuk penelitian lain di luar sastra, pendekatan Faruk, H.T.1999. Pengantar Sosiologi Sastra, dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. dekonstruksi dapat pula diaplikasikan untuk meneliti bidang pendidikan dan pengajaran. Karya-karya Rusmini merupakan karya Fayyadl, Muhammad Al. 2005. Derrida. Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara. sastra yang sarat akan lokalitas Bali dan menarik untuk diteliti lebih lanjut. Sehubungan dengan adanya keterbatasan Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. pendekatan dekonstruksi, penelitian terhadap karya-karya Rusmini dapat dilanjutkan dengan pendekatan Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra (dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. yang lain misalnya pendekatan sosiologi sastra atau resepsi pembaca. Pendekatan new history criticism atau bahkan pendekatan postkolonial Rusmini, Oka. 2001. Apa Kata Mereka tentang Isu Perempuan Lokal. Jurnal Perempuan. No 17. Jakarta. dapat pula digunakan untuk meneliti karyakarya Rusmini. Hal ini karena keberadaan sistem kasta diperkuat oleh politik Baliseering Rusmini, Oka. 2004. Tarian Bumi. Magelang: Indonesiatera. yang didengungkan oleh Belanda tahun 1925. Karya-karya Rusmini sebagai salah satu wujud kebudayaan keberadaanya akan dengan lebih berarti Sahal, Ahmad. 1994. Kemudian, di Manakah Emansipasi? Tentang Teori Kritis, Genealogi, dan Dekonstruksi. Kalam, edisi I. lagi penelitian-penelitian lebih lanjut. Soekanto, Soerjono. 1993. Sosiologi Suatu Pengantar, cet. 17. Jakarta: Rajawali Press Wellek, Rene & Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Terjemahan oleh Melani Budianta. Jakarta: Gramedia. Berkaitan dengan bidang pengajaran, karya-karya Rusmini dapat digunakan sebagai objek bagi penelitian apresiasi siswa terhadap karya sastra. Dalam karya-karya Rusmini 41