PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang menjadi kutub pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan didukung oleh ketersediaan infrastruktur dan sumber daya lokal, pembangunan ekonomi daerah mengalami kemajuan dari sisi nilai ekonomi. Nilai ekonomi tersebut termanifestasi dalam nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Timur. Menurut data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2013 Jawa Timur menghasilkan PDRB sebesar Rp. 1.136.326,87 Milyar atau senilai 14,99 % dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia (urutan kedua setelah DKI Jakarta, yaitu Rp. 1.255.925,78 Milyar atau 16,57% dari PDB Indonesia). Jika dilihat dari penyerapan tenaga kerja pada usia angkatan kerja, pada tahun 2013, di Provinsi Jawa Timur sebanyak 19.081.995 orang terserap di berbagai sektor ekonomi. Angka penyerapan tenaga kerja tersebut merupakan yang terbesar dari seluruh provinsi di Indonesia, yaitu 17,22% dari seluruh angkatan kerja di Indonesia. Peran yang besar dalam perekonomian nasional, menunjukkan bahwa ekonomi Jawa Timur benar-benar telah menjadi salah satu wujud keberhasilan pembangunan ekonomi daerah dari segi makroekonomi. Hal yang juga disadari bahwa keberhasilan hal makroekonomi belum dapat dijadikan patokan bahwa agenda pembangunan ekonomi daerah akan seterusnya berlanjut dalam jangka panjang memberikan hasil seperti demikian. Berkaitan dengan agenda pembangunan jangka panjang di Jawa Timur, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur telah menetapkan visi dan misi pembangunan yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2005 - 2025. Pada Pasal 4, disebutkan bahwa Visi Pembangunan Jawa Timur adalah menjadikan Jawa Timur sebagai pusat agrobisnis terkemuka, berdaya saing global dan berkelanjutan menuju Jawa Timur makmur dan berakhlak. Komitmen Pemprov Jawa Timur dalam menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama dalam pembangunan ekonomi di Jawa Timur secara terang disebutkan di Pasal 7 Perda Provinsi Jawa Timur No 1 Tahun 2009 tersebut. Pasal 7 menyebutkan misi pertama arahan agenda pembangunan adalah mengembangkan perekonomian modern berbasis agrobisnis diarahkan pada transformasi sistem agrobisnis; pengembangan sistem informasi agrobisnis; pengembangan sumberdaya agrobisnis; pembinaan sumberdaya manusia; serta pembangunan fasilitas penelitian dan pengembangan pertanian. Secara faktual, sektor pertanian memiliki peran yang relatif besar dalam penyerapan tenaga kerja dan Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Timur. Pada tahun 2013 misalnya, 40,41% tenaga kerja Provinsi Jawa Timur bekerja di sektor pertanian. Dari sisi Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Timur, sektor pertanian memiliki kontribusi sebesar 13,83% dan angka tersebut merupakan urutan ketiga setelah sektor perdagangan dan sektor industri. Hal yang harus dicermati dalam visi dan misi pembangunan jangka panjang di Jawa Timur tersebut adalah aspek keberlanjutan dan kemakmuran yang ingin diwujudkan melalui pembangunan pertanian. Berkaitan dengan hal tersebut, tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah serta seluruh komponen masyarakat, khususnya tenaga kerja dan pelaku usaha di sektor pertanian, adalah mempertahankan kinerja pembangunan ekonomi daerah sebagaimana telah ditunjukkan dalam capaian makro ekonomi. Dalam hal ini, aspek keberlanjutan pembangunan ekonomi harus dipertimbangkan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan ekonomi daerah di Jawa Timur. Aspek keberlanjutan ini penting untuk menunjukkan bahwa agenda pembangunan ekonomi daerah, khususnya sektor pertanian, pada masa sekarang tidak menihilkan kepentingan pembangunan ekonomi daerah pada masa mendatang. Arsyad (2002) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah sebuah 'proses', artinya kegiatan pembangunan ekonomi daerah harus terlaksanana terus menerus, tidak berhenti pada titik periode tertentu. Tantangan pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Timur berikutnya adalah menjawab pertanyaan apakah keberhasilan dalam aspek makroekonomi telah menunjukkan kesejahteraan yang sesungguhnya. Aspek yang harus diperhatikan untuk menjawab pertanyaan ini adalah aspek eksternalitas ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat. Eksternalitas kegiatan ekonomi yang relatif mudah untuk diamati adalah dampak yang diterima oleh lingkungan. Lingkungan merupakan salah satu aspek utama kegiatan pembangunan ekonomi. Lingkungan berperan sebagai penyedia bahan baku, penyedia lahan, dan asimilator limbah-limbah yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi. Dalam pengertian tersebut, jika kualitas lingkungan menurun, maka kesejahteraan masyarakat dapat dikatakan menurun. Dua tantangan penting, yaitu keberlanjutan dan akomodasi eksternalitas lingkungan, yang harus dihadapi oleh pembangunan ekonomi melalui pembangunan pertanian tentunya sangat perlu untuk dipertimbangkan. Pada aspek keberlanjutan, sumber daya alam (lahan) suatu wilayah saat ini cenderung mendapatkan tekanan seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk untuk pengembangan di luar pertanian. Pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Timur terus meningkat sebesar 0,76 % per tahun selama periode tahun 2000-2010, lebih jauh, ancaman konversi lahan pertanian akan menjadi ancaman yang harus dihadapi dalam pembangunan di Provinsi Jawa Tmur terkait dengan visi Jawa Timur sebagai pusat agrobisnis terkemuka, berdaya saing global, dan berkelanjutan. Kondisi ini menurut Suryana (2002) cit Sumarlin, et al. (2009) akan mengakibatkan terjadinya kompetisi dalam pemanfaatan lahan untuk usaha, permukiman, penyediaan sarana dan prasarana publik. Kompetisi yang tidak terkendali akan mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan terutama penurunan kualitas lahan pertanian. Eksternalitas lingkungan di sektor pertanian sangat jarang menjadi pertimbangan pelaku usaha tani dalam perhitungan biaya maupun dalam pengelolaan usaha tani. Eksternalitas lingkungan dapat berupa dampak positif dan negatif dari kegiatan usaha tani. Eksternalitas positif dapat berupa serapan gas CO2, keanekaragaman hayati, pariwisata, daya dukung lingkungan, dan lain sebagainya. Eksternalitas negatif yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan usaha tani yaitu erosi tanah dan emisi gas rumah kaca. Berkaitan dengan eksternalitas berupa erosi tanah, Repetto (1991) telah menganalisis kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh dampak langsung erosi tanah pada lahan pertanian. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada tahun 1985 terjadi kerugian sebesar Rp. 4,84 triliun pada tanah-tanah tegalan di Jawa yang diakibatkan oleh erosi dan kehilangan produktivitas tanah. Lebih lanjut, Repetto menyatakan seharusnya pendapatan nasional Indonesia menjadi lebih rendah Rp. 300 miliar hingga Rp. 1 Triliun setiap tahun. Eksternalitas lingkungan kegiatan di sektor pertanian berupa emisi gas rumah kaca telah menjadi perhatian ilmuwan internasional. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), lembaga internasional yang bertugas melakukan kajian teknik dan sosial ekonomi yang berkaitan dengan perubahan iklim, telah memberikan arahan tentang inventarisasi emisi gas rumah kaca di sektor pertanian. Arahan tersebut diterbitkan tahun 2006, dengan judul Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. Perihal penting yang selanjutnya harus dipertimbangkan untuk kepentingan pembangunan ekonomi Provinsi Jawa Timur dalam jangka panjang adalah degradasi lingkungan yang ditimbulkan oleh eksternalitas negatif kegiatan di sektor pertanian. Degradasi atau menurunnya kualitas lingkungan diartikan sebagai menurunnya fungsi atau kemampuan lingkungan dalam menyediakan barang dan jasa lingkungan. Sesuai dengan perngetian ini, jika pada masa sekarang pengelolaan kegiatan di sektor pertanian tidak mempertimbangkan kemampuan lingkungan, maka pada masa depan dapat terjadi penurunan kinerja di sektor pertanian atau bahkan kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Hubungan degradasi lingkungan dan pendapatan per kapita secara khusus telah dipostulatkan oleh Kuznet yang menyatakan bahwa hubungan keduanya akan membentuk kurva yang disebut The Environmental Kuznets Curve (EKC) atau kurva lingkungan Kuznets. Kurva ini menggambarkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan pendapatan per kapita terhadap tingkat degradasi lingkungan dan akan menghasilkankurva dengan bentuk U terbalik (Inverted U Curve). EKC memperlihatkan bahwa degradasi lingkungan akan meningkat dengan bertambahnya pendapatan per kapita, namun setelah mencapai titik tertentu (titik balik) degradasi lingkungan akan menurun meskipun pendapatan naik. Kondisi ini akan dicapai jika pendapatan penduduk telah mencukupi, sehingga sebagian dari pendapatan tersebut digunakan untuk memperbaiki lingkungan. Postulat ini dapat dijadikan sebagai evaluasi perilaku pelaku usaha di sektor pertanian kesadaran dalam aspek keberlanjutan dan kelestarian lingkungan. 1.2. Perumusan Masalah Agenda pembangunan jangka panjang di Provinsi Jawa Timur yang relatif bertumpu pada sektor pertanian (RPJPD Provinsi Jawa Timur 2005- 2025) memberikan implikasi pada penggunaan sumber daya pertanian yang tentunya mengarah ke intensitas penggunaan yang tinggi. Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh segenap pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat di Provinsi Jawa Timur. Kegiatan pembangunan ekonomi mendorong perubahan beberapa aspek yang berkaitan dengan pembangunan itu sendiri, misalnya peningkatan populasi, produk pertanian, industri, akumulasi kapital, dan teknologi. Dalam prosesnya, pencemaran lingkungan ikut menyertai perubahan aspek-aspek tersebut. Pencemaran yang terus menerus dapat menimbulkan degradasi lingkungan yang membahayakan bagi masyarakat (kesehatan dan matapencaharian), kelestarian spesies dan jasa ekosistem yang menjadi pondasi bagi pembangunan ekonomi jangka panjang. Dengan demikian, pola pengelolaan kegiatan sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur oleh pelaku usaha tani memiliki konsekuensi bagi lingkungan. Seperti yang telah disampaikan dalam sub bab latar belakang, dua dampak negatif yang ditanggung oleh lingkungan dan belum menjadi komponen biaya dalam pengelolaan usaha tani adalah emisi gas rumah kaca dan erosi tanah. Dua dampak tersebut tentunya akan menentukan daya dukung lingkungan terhadap sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur baik pada jangka pendek maupun jangka panjang karena sektor pertanian adalah bagian dari ekosistem. Lebih jauh lagi, dua dampak tersebut dapat memberikan perkiraan mengenai keuntungan bersih (nett benefit) yang dihasilkan oleh sektor pertanian Provinsi Jawa Timur dalam perekonomian daerah. Secara khusus, hubungan tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi, dalam hal ini pendapatan masayarakat, dan degradasi lingkungan dipostulatkan oleh Kuznet yang diberi istilah The Environmental Kuznets Curve (EKC). EKC memperlihatkan bahwa degradasi lingkungan akan meningkat dengan bertambahnya pendapatan per kapita, namun setelah mencapai titik tertentu (titik balik) degradasi lingkungan akan menurun meskipun pendapatan naik. Kondisi ini akan dicapai jika pendapatan penduduk telah mencukupi, sehingga sebagian dari pendapatan tersebut digunakan untuk memperbaiki lingkungan. Berdasarkan deskripsi-deskripsi tersebut, maka permasalahan yang dapat dirumuskan antara lain: 1. Berapa besaran dan nilai ekonomi degradasi dan daya dukung lingkungan pada sektor pertanian Provinsi Jawa Timur? 2. Berapa nilai pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur setelah dikoreksi oleh nilai degradasi dan daya dukung lingkungan tersebut? 3. Apakah biaya konservasi lingkungan sudah dialokasikan pada pengelolaan usaha tani di Provinsi Jawa Timur? 4. Bagaimana pengaruh degradasi lingkungan dan daya dukung lingkungan terhadap nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur? 5. Bagaimana pengaruh nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian terhadap degradasi lingkungan dan daya dukung lingkungan di Provinsi Jawa Timur? 6. Kebijakan apa yang dapat menurunkan degradasi lingkungan, meningkatkan daya dukung lingkungan, serta meningkatkan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui perkiraan besaran nilai ekonomi degradasi dan daya dukung lingkungan pada sektor pertanian Provinsi Jawa Timur. 2. Mengetahui nilai pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur setelah dikoreksi oleh nilai ekonomi degradasi dan daya dukung lingkungan pada sektor pertanian. 3. Mengidentifikasi apakah biaya konservasi lingkungan sudah dialokasikan pada pengelolaan usaha tani di Provinsi Jawa Timur. 4. Mengetahui pengaruh degradasi lingkungan dan daya dukung lingkungan terhadap nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur. 5. Mengetahui pengaruh nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian terhadap degradasi lingkungan dan daya dukung lingkungan di Provinsi Jawa Timur. 6. Menentukan kebijakan yang dapat menurunkan degradasi lingkungan, meningkatkan daya dukung lingkungan, serta meningkatkan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis, penelitian ini digunakan sebagai pemenuhan syarat untuk mendapatkan predikat Master of Science (M.Sc.) di Program Studi Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. 2. Bagi pemerintah daerah di Provinsi Jawa Timur, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan perencanaan dalam usaha mencapai visi dalam RPJPD 2005-2025 Provinsi Jawa Timur. 3. Bagi pelaku usaha di sektor pertanian, penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam usaha pengelolaan usaha tani yang berkelanjutan. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan petunjuk untuk melakukan penelitian mengenai integrasi ilmu ekonomi, pertanian, dan