bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kebutuhan akan sumber daya energi terus mengalami peningkatan seiring
dengan pertumbuhan di sektor perindustrian dan transportasi. Sebagian besar
kebutuhan energi diperoleh dari penggunaan minyak bumi, padahal cadangan
minyak bumi Indonesia sangat terbatas dan sangat bergantung dari kegiatan impor.
Berdasarkan data analisis Ditjen MIGAS, pada tahun 2004 produksi minyak bumi
mencapai 400.486.000 barel per tahun, kemudian pada tahun 2012 turun menjadi
314.666.000 barrel per tahun (Heriawan, 2012b). Di sisi lain, Indonesia
merupakan produsen batubara terbesar nomor lima dunia, dengan produksi yang
meningkat tinggi selama 5 tahun terakhir. Produksi batubara tahun 2007 sebesar
216 juta ton dan pada tahun 2011 produksi batubara meningkat menjadi 353 juta
ton (Heriawan, 2012a). Dari produksi tersebut hanya 24% yang mampu diserap
oleh pasar domestik, sedangkan sisanya diekspor. Tingginya ekspor batubara
lebih disebabkan karena kurangnya penyerapan oleh pasar domestik. Sehingga
diperlukan upaya untuk meningkatan pemanfaatan batubara, salah satunya adalah
mengkonversi batubara menjadi fraksi bahan bakar cair. Konversi batubara
menjadi fraksi bahan bakar cair juga dapat mengurangi ketergantungan terhadap
penggunaan minyak bumi sebagai sumber energi utama. Konversi batubara
menjadi fraksi bahan bakar cair diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
signifikan dalam bauran energi nasional. Apabila batubara dapat memberikan
kontribusi yang lebih besar maka kontribusi minyak bumi dalam bauran energi
nasional dapat berkurang.
Pendekatan yang dapat dilakukan dalam pemrosesan batubara menjadi
bahan bakar cair adalah proses pirolisis. Proses pirolisis adalah proses pemanasan
batubara pada temperatur tinggi tanpa adanya kontak dengan oksigen. Proses
pirolisis umumnya terjadi pada rentang temperatur 300 – 700 °C (Sasongko,
1
2
2011). Pemanasan yang terjadi pada pirolisis menghasilkan produk berupa gas,
cairan (tir batubara) dan arang. Gas yang dihasilkan berupa gas yang mudah
terbakar (H2 dan hidrokarbon ringan), gas yang tidak terbakar (CO2 dan air) dan
berbagai gas lainya yaitu NH3, H2S dan lain-lain. Reaksi pirolisis merupakan
reaksi yang kompleks, secara umum melibatkan proses pemutusan ikatan,
penguapan dan kondensasi atau cross-linking, yang mengakibatkan perubahan
pada densitas grup alifatik dan aromatik.
Produk pirolisis yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar cair adalah
tir batubara. Kualitas serta kuantitas tir batubara yang dihasilkan dari proses
pirolisis dipengaruhi oleh jenis batubara, komposisi petrografis, ukuran batubara,
laju pemanasan, temperatur dan atmosfer dimana pirolisis terjadi. Pada umumnya,
tir batubara berwarna hitam kecoklatan dan bersifat kental pada suhu kamar. Tir
batubara tersebut mengandung senyawa hidrokarbon dari C7-C20 (Suyati, 2000).
Pemecahan rantai panjang tir batubara menjadi rantai yang lebih pendek dapat
dilakukan dengan proses perengkahan katalitik (catalytic hydrocracking).
Perengkahan katalitik merupakan proses pemecahan senyawa hidrokarbon
rantai panjang menjadi senyawa hidrokarbon rantai pendek yang dipercepat
dengan adanya katalis. Dalam reaksi tersebut katalis akan mempengaruhi aktivitas
dan selektivitas reaksi. Katalis yang umum digunakan dalam proses perengkahan
adalah katalis logam yang diembankan ke dalam padatan berpori yang disebut
pengemban. Zeolit alam merupakan salah satu padatan berpori yang dapat
digunakan sebagai pengemban.
Indonesia mempunyai sumber daya alam zeolit yang cukup banyak dan
tersebar hampir di setiap daerah, terutama di pulau Jawa (Heraldy et al., 2003).
Zeolit alam merupakan mineral alam dengan komposisi utama modernit sekitar
70% (Trisunaryanti et al., 2000). Zeolit alam banyak bercampur dengan materi
pengotor, baik yang bersifat kristalin maupun amorf sehingga zeolit alam perlu
diaktivasi dan dimodifikasi guna meningkatkan aktivitas katalitiknya. Aktivasi
zeolit alam dapat dilakukan dengan cara fisika dan kimia. Aktivasi zeolit secara
fisika dilakukan dengan pemanasan sedangkan aktivasi secara kimia dilakukan
dengan menggunakan asam kuat. Menurut Ahmadi dan Mushollaeni (2007)
3
aktivasi zeolit dengan HCl menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan H2SO4 dan HF ditinjau dari luas permukaan, keasaman dan aktivitasnya
dalam pemurnian minyak ikan dari hasil samping penepungan ikan lemuru.
Ginting et al. (2007) melaporkan perlakuan HCl optimum pada konsentrasi 6 M
dengan waktu refluks 30 menit dapat menghilangkan pengotor dalam zeolit alam
tertinggi tanpa merusak kristalinitas mordenit. Setelah aktivasi, modifikasi zeolit
dapat dilakukan untuk tujuan peningkatan sifat katalitiknya. Salah satu modifikasi
yang dapat dilakukan adalah dengan cara pengembanan logam-logam transisi
yang memiliki orbital d belum penuh.
Logam ganda yang diembankan ke dalam zeolit alam aktif diketahui dapat
berperan sebagai katalis dan promotor. Nugrahaningtyas et al. (2005)
menunjukkan bahwa katalis logam ganda NiMo dengan pengemban zeolit alam
memberikan sifat katalitik yang lebih baik dibandingkan dengan katalis Ni/zeolit
alam maupun Mo/zeolit alam saja. Fanani (2010) menggunakan katalis
NiMo/ZAA yang tersulfidasi untuk reaksi perengkahan tir batubara. Di lain pihak,
Egorova dan Prins (2004) melaporkan bahwa katalis CoMo lebih baik
dibandingkan dengan katalis NiMo pada reaksi hidrodesulfurisasi. Musta (2010)
telah melakukan penelitian tentang preparasi pengembanan logam CoMo ke
dalam H-zeolit Y. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa pengembanan
logam CoMo ke H-zeolit Y sebagai logam aktif dan sebagai promotor dapat
meningkatkan kristalinitas katalis serta dapat digunakan dalam perengkahan
biomassa. Asril et al. (2012) melaporkan bahwa pengembanan logam CoMo
sebanyak 1% terhadap zeolit alam dealuminasi memberikan kadar bio-oil terbaik
dalam konversi kulit pinus menjadi bio-oil.
Pengembanan logam Co dan Mo dalam zeolit alam dilakukan melalui
impregnasi. Cara ini memungkinkan logam-logam tersebut terdistribusi di dalam
rongga dan pada permukaan zeolit. Logam yang berada pada permukaan zeolit
dapat menutupi situs aktif sistem katalis CoMo/zeolit alam aktif sehingga dapat
menurunkan aktivitasnya. Oleh karena itu sebagian logam yang berada di
permukaan perlu dihilangkan. Penghilangan sebagian logam yang ada di
4
permukaan zeolit dilakukan dengan menggunakan larutan etilendiamintetraasetat
(EDTA), sebagaimana yang telah dilakukan Trisunaryanti et al. (2005a).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penelitian
dilakukan untuk mempelajari proses hidrorengkah tir batubara menjadi fraksi
bahan bakar dengan CoMo/ZAA sebagai katalis.
1.2
Tujuan Penelitian
1. Mempelajari pengaruh temperatur pirolisis terhadap jumlah tir yang dihasilkan.
2. Menentukan pengaruh pengembanan logam pada zeolit alam terhadap konversi
total reaksi hidrorengkah dan konversi produk cair yang dihasilkan serta
menentukan komposisi fraksi bensin dan fraksi diesel yang terdapat dalam
produk cair.
3. Menentukan pengaruh pencucian katalis CoMo/ZAA dengan larutan EDTA
terhadap terhadap konversi total reaksi hidrorengkah dan konversi produk cair
yang dihasilkan serta menentukan komposisi fraksi bensin dan fraksi diesel
yang terdapat dalam produk cair.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan konversi
batubara menjadi fraksi bahan bakar cair. Penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi masukan dalam pemanfaatan batubara sebagai bahan dasar pembuatan
bahan bakar cair melalui pirolisis dan perengkahan serta pemanfaatan zeolit alam
sebagai katalis dalam proses perengkahan.
Download