BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Rumah adalah bangunan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah
Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal
yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya (UU RI No. 1 Tahun 2011).
2.2 Rumah Sehat
Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan, yaitu memiliki jamban sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan
sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik, kepadatan
hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah tidak terbuat dari tanah (Depkes,
2005).
Ukuran rumah yang kecil dan berdesak-desakan dapat mempengaruhi
tumbuh kembang mental atau jiwa anak-anak. Anak-anak memerlukan
lingkungan bebas, tempat bermain luas yang mampu mendukung daya
kreativitasnya. Dengan kata lain, rumah bila terlampau padat disamping
merupakan media yang cocok untuk terjadinya penularan penyakit khususnya
penyakit saluran nafas juga dapat mempengaruhi perkembangan anak (Depkes,
2005).
2.3 Komponen Rumah
Kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor
risiko terjadinya penyakit, khususnya penyakit berbasis lingkungan. Beberapa
Universitas Sumatera Utara
penelitian menunjukkan bahwa kondisi rumah yang tidak sehat mempunyai
hubungan terhadap kejadian penyakit (Lestari, 2015).
Berdasarkan pedoman teknis penilaian rumah sehat Depkes RI (2007),
salah satu aspek rumah yang perlu dinilai adalah komponen rumah yang terdiri
dari : langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga
dan ruang tamu, ventilasi, dapur dan pencahayaan.
2.3.1
Langit-Langit
Langit-langit adalah sebuah penutup yang dipasang di bawah kerangka
atap. Pemasangan bahan material langit-langit seperti yang tercantum dalam
kriteria Rumah Sehat Sederhana (RSS) adalah triplek (Mukono, 2011).
Tujuan pemasangan langit-langit adalah:
1. Untuk menutup seluruh konstruksi atap dan kuda-kuda penyangga agar tidak
terlihat dari bawah, sehingga ruangan terlihat rapi dan bersih.
2. Untuk menahan debu kotoran lain yang jatuh dan juga menahan tetesan air
hujan yang menembus melalui celah-celah atap.
3. Untuk membuat ruangan antara yang berguna sebagai penyekat sehingga panas
atas tidak mudah menjalar kedalam ruangan dibawahnya.
Persyaratan langit-langit yang baik adalah:
a. Langit-langit harus dapat menahan debu dan kotoran lain yang jatuh dari atap.
b. Langit-langit harus menutup rata kerangka atap / kuda-kuda penyangga dengan
konstruksi bebas tikus.
c. Tinggi langit-langit sekurang-kurangnya 2,40 meter dari permukaan lantai.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2
Dinding
Dinding harus tegak lurus agar dapat memikul berat dinding sendiri dan
beban tekanan angin. Dan bila sebagai dinding pemikul harus dapat memikul
beban diatasnya. Dinding harus terpisah dari fondasi oleh lapisan kedap air agar
air tanah tidak meresap naik sehingga dinding terhindar dari basah, lembab dan
tampak bersih tidak berlumut (Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999).
Pemakaian tembok sebagai bangunan dinding rumah tergolong baik karena
tembok merupakan bahan material yang tidak mudah terbakar dan juga
merupakan bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi dari panas dan
dingin. Sedangkan untuk bahan bangunan yang semi permanen dapat dilakukan
kegiatan penambahan semen pada pasangan bata atau batu yang belum diplester
secara utuh karena salah satu kriteria Rumah Sehat Sederhana (RSS) adalah
berdinding batu bata dan diplester (Mukono, 2011).
2.3.3
Lantai
Lantai merupakan alas atau penutup ruangan bagian bawah. Konstruksi
lantai rumah harus rapat air dan selalu kering agar mudah di bersihkan dari
kotoran dan debu. Selain itu dapat menghindari meningkatnya kelembaban dalam
ruangan. Untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah, maka lantai rumah
sebaiknya dinaikkan 20 cm dari permukaan tanah. Keadaan lantai rumah perlu
dibuat dari bahan yang kedap terhadap air sehingga lantai tidak menjadi lembab
dan selalu basah seperti tegel, semen, dan keramik (Suyono, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Jenis lantai rumah yang tidak memenuhi syarat, sulit dibersihkan, berdebu,
cenderung lembab dan gelap merupakan kondisi yang ideal bagi bakteri untuk
tetap hidup (Mahpudin dan Mahkota, 2007).
2.3.4
Ventilasi
Menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999, ventilasi adalah
proses penyediaan udara segar ke dalam suatu ruangan dan pengeluaran udara
kotor suatu ruangan baik alamiah maupun secara buatan. Ventilasi yang lancar
diperlukan untuk menghindari pengaruh buruk yang dapat merugikan kesehatan.
Ventilasi yang baik dalam ruangan harus mempunyai syarat-syarat, diantaranya :
a. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan. Sedangkan
luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5%.
Jumlah keduanya menjadi 10% kali luas lantai ruangan.
b. Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap kendaraan, dari
pabrik, sampah, debu dan lainnya.
c. Aliran udara diusahakan Cross Ventilation dengan menempatkan dua lubang
jendela berhadapan antara dua dinding ruangan sehingga proses aliran udara
lebih lancar.
Ventilasi udara berhubungan dengan pertukaran udara dari dalam ke luar
ruangan. Ketika seseorang berada di dalam ruangan terjadi peningkatan
kelembaban udara yang disebabkan penguapan cairan tubuh dari kulit atau karena
pernafasan. Pada kondisi tidak terjadi pertukaran udara secara baik maka akan
terjadi peningkatan jumlah dan konsentrasi kuman (Yusup dan Sulistyorini,
2005).
Universitas Sumatera Utara
2.3.5
Pencahayaan
Pencahayaan alam atau buatan dapat menerangi seluruh bagian ruangan
minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan (Kepmenkes No.
829/Menkes/SK/VII/1999). Rumah harus cukup mendapatkan penerangan baik
pada siang maupun malam hari. Idealnya, penerangan didapat dengan bantuan
listrik. Setiap ruang diupayakan mendapat sinar matahari terutama di pagi hari
(Chandra, 2007).
Menurut Azwar (1996), cahaya yang cukup kuat untuk penerangan di
dalam rumah merupakan kebutuhan manusia. Penerangan ini dapat diperoleh
dengan pengaturan cahaya alami dan cahaya buatan.
a.
Pencahayaan alami
Penerangan alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam
ruangan melalui jendela, celah maupun bagian lain dari rumah yang terbuka,
selain untuk penerangan, sinar ini juga mengurangi kelembaban ruangan,
mengusir nyamuk atau serangga lainnya dan membunuh kuman penyebab
penyakit tertentu. Suatu cara sederhana menilai baik tidaknya penerangan alam
yang terdapat dalam sebuah rumah adalah: baik bila jelas membaca dengan huruf
kecil, cukup bila samar-samar bila membaca huruf kecil, kurang bila hanya huruf
besar yang terbaca, dan buruk bila sukar membaca huruf besar.
b.
Pencahayaan buatan
Penerangan dengan menggunakan sumber cahaya buatan, seperti lampu
minyak tanah, listrik dan sebagainya. Untuk penerangan malam hari terutama
Universitas Sumatera Utara
untuk ruang baca dan ruang kerja, penerangan minimal 150 lux yang setara
dengan 40 watt lampu pijar.
2.4 Sarana Sanitasi
Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan
kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Widyati dan Yuliarsih,
2002).
Menurut Kepmenkes No 852/MENKES/SK/IX/2008 tentang strategi
nasional STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat), sanitasi dasar rumah
meliputi sarana buang air besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah rumah
tangga.
Ruang lingkup sanitasi dalam laporan Riskesdas (2013) meliputi
penggunaan fasilitas buang air besar (BAB), jenis tempat BAB, tempat
pembuangan akhir tinja, jenis tempat penampungan air limbah, jenis tempat
penampungan sampah, dan cara pengelolaan sampah.
Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat
dapat menjadi faktor risiko terhadap penyakit diare dan kecacingan. Diare
merupakan
penyebab
kematian
nomor
4
sedangkan
kecacingan
dapat
mengakibatkan produktifitas kerja menurun dan dapat menurunkan kecerdasan
anak sekolah (Chandra, 2007).
Ketersediaan sanitasi dasar seperti air bersih, pemanfaatan jamban,
pembuangan air limbah, pembuangan sampah, rumah dan lingkungan yang sehat
serta membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari
Universitas Sumatera Utara
perlu dilakukan untuk mencegah meningkatnya kejadian penyakit berbasis
lingkungan, termasuk diare (Taosu dan Azizah, 2013).
Berdasarkan pedoman teknis penilaian rumah sehat Depkes RI (2007),
salah satu aspek rumah yang perlu dinilai adalah sarana sanitasi yang terdiri dari :
sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran (jamban), sarana pembuangan air
limbah (SPAL), dan sarana pembuangan sampah (tempat sampah).
2.4.1
Sarana Air Bersih
Menurut Permenkes No.416/Menkes/Per/IX/1990, air merupakan suatu
kebutuhan yang mendasar dan penting untuk kehidupan manusia. Air bersih
adalah air yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dengan
kuantitas dan kualitas yang memenuhi syarat kesehatan serta dapat digunakan
sebagai air minum apabila air tersebut sudah dimasak terlebih dahulu (Ginanjar,
2008).
Sarana air bersih dalam sanitasi dasar rumah tangga meliputi sumber
penyediaan air bersih, kuantitas, dan kualitas air bersih.
1.
Sumber Penyediaan Air Bersih
Sumber penyediaan air bersih adalah sumber air yang dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, yaitu untuk minum, mandi, dan mencuci
(Putri, 2008).
a. Sumur Gali (SGL)
Sumur gali adalah jenis sarana air bersih yang mengambil dan
memanfaatkan air tanah dengan cara menggali tanah menggunakan peralatan
Universitas Sumatera Utara
sampai mendapatkan sumber air. Pengambilan air dapat menggunakan pompa
tangan maupun pompa mesin (Putri, 2008).
Persyaratan teknis (Depkes RI, 2002):
1. Jarak minimal dari sumber pencemar minimal 10 meter
2. Lantai kedap air, minimal 1 meter dari tepi/dinding sumur
3. Tidak retak/bocor
4. Tinggi bibir sumur 80 cm dari lantai dan kedap air
5. Tertutup rapat jika diambil dengan pompa listrik
b. Sumur Pompa Tangan (SPT)
Sumur pompa tangan adalah sarana air bersih yang mengambil atau
memanfaatkan air tanah dengan cara membuat lubang ditanah, menggunakan alat,
baik secara manual ataupun dengan alat bor mesin (Putri, 2008).
Persyaratan teknis (Depkes RI, 2002):
1. Jarak minimal dari sumber pencemar minimal 10 meter
2. Lantai kedap air, minimal 1 meter dari tepi/dinding sumur
3. Tidak retak/bocor
4. Tinggi bibir sumur 80 cm dari lantai dan kedap air
c. Perpipaan
Sarana perpipaan adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya
yang menghasilkan, menyediakan dan membagi air bersih untuk masyarakat
melalui jaringan perpipaan atau distribusi. Air yang dimanfaatkan adalah air tanah
atau air permukaan dengan pengolahan atau tanpa pengolahan (Putri, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Persyaratan teknis (Depkes RI, 2002):
1. Pipa yang terpasang tidak terendam air kotor
2. Angka kebocoran tidak lebih dari 5 %
3. Bak penampung harus rapat dan tidak tercemar
4. Pengambilan air menggunakan keran
d. Penampungan Air Hujan (PAH)
Penampungan air hujan adalah sarana air bersih yang memanfaatkan air
hujan untuk pengadaan air bersih (Putri, 2008).
Persyaratan teknis (Depkes RI, 2002):
1. Terdapat talang air
2. Terdapat bak penyaring
3. Terdapat saringan nyamuk agar tidak menjadi breeding place
4. Terdapat bak serapan dengan batu kerikil
e. Perlindungan mata air
Perlindungan mata air adalah suatu bangunan penangkap mata air yang
menampung atau menangkap air dari mata air. Mata air yang ditangkap tersebut
mempunyai debit paling sedikit 0,3 liter/detik (Putri, 2008).
2.
Kuantitas dan Kualitas Air Bersih
Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu
kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2002).
a. Syarat Kuantitatif
Syarat kuantitatif adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung
kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
maka kebutuhan air akan semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia
diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian
yaitu untuk mandi cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter,
kebersihan rumah 31,4 liter, taman 11,8 liter, cuci kendaraan 21,8 liter, wudhu
16,2 liter, lain-lain 33,3 liter (Slamet, 2007).
b. Syarat Kualitatif
Menurut Permenkes No.416/Menkes/Per/IX/1990, air bersih adalah air
yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat
kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.
Menurut Slamet
(2009), air dikatakan bersih jika memenuhi 3 syarat
utama, antara lain :
1.
Parameter Fisik Air
Persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak keruh
atau jernih, dan dengan suhu di bawah suhu udara sehingga menimbulkan rasa
nyaman.
2.
Parameter Mikrobiologis
Air tidak boleh mengandung suatu mikroorganisme. Misal sebagai
petunjuk bahwa air telah dicemari oleh faces manusia adalah adanya E. coli
karena bakteri ini selalu terdapat dalam faces manusia baik yang sakit, maupun
orang sehat serta relatif lebih sukar dimatikan dengan pemanasan air.
3.
Parameter Kimia
Air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat kimia, terutama yang
berbahaya bagi kesehatan. Parameter kimia anorganik terdiri atas air raksa (Hg),
Universitas Sumatera Utara
alumunium (Al), Arsen (As), barium (Ba), besi (Fe), flourida (F), kadmium (Cd),
kesadahan, khlorida, khromium, mangan, natrium, nitrat dan nitrit, perak, pH,
selenium, seng, sianida, sulfat, sulfida, tembaga, dan timbal.
2.4.2 Jamban (Sarana Pembuangan Kotoran)
Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat
tertentu dan tidak menjadi penyebab penyakit serta mengotori permukaan/
lingkungan. Jamban sebagai pembuangan kotoran manusia sangat erat kaitannya
dengan kondisi lingkungan dan risiko penularan penyakit (Sudasman, 2014).
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan
kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher
angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit
penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya (Proverawati, 2012).
Menurut Irianto (2014), jamban dapat dibedakan atas beberapa macam,
yaitu:
1. Cubluk (Pit – privy)
Jamban ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan
diameter 80-120 cm sedalam 2,5- 8 meter. Dindingnya diperkuat dengan batu
bata, dapat tembok agar tidak mudah ambruk. Lama penggunaannya antara 5-15
tahun. Jika permukaan eksreta sudah mencapai 50 cm dari permukaan tanah,
dianggap cubluk sudah penuh. Cubluk penuh ditimbun dengan tanah. Tunggu 912 bulan, isinya digali kembali untuk pupuk, sedangkan lubangnya dapat
Universitas Sumatera Utara
digunakan kembali. Sementara yang penuh ditimbun, untuk defekasi cubluk yang
baru.
2. Cubluk berair (Aqua – privy)
Jamban ini terdiri atas bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai
tempat pembuangan eksreta. Proses pembusukan sama seperti halnya pembusukan
feses dalam air kali. Untuk jamban ini agar berfungsi dengan baik, perlu
pemasukan air setiap hari baik sedang dipergunakan atau tidak. Macam jamban ini
hanya baik dibuat di tempat yang banyak air. Jika airnya penuh, kelebihannya
dapat dialirkan ke sistem lain, misalnya sistem roil atau sumur resapan.
3. Watersealed latrine (Angsa – trine)
Jamban ini bukanlah merupakan tipe jamban tersendiri tapi hanya
modifikasi klosetnya saja. Pada jamban ini klosetnya berbentuk leher angsa
sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini gunanya sebagai sumbat sehingga
bau busuk dari jamban tidak tercium di ruangan rumah jamban. Bila dipakai,
fesesnya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang
menurun untuk masuk ke tempat penampungannya (pit).
4. Hole latrine
Jamban ini sama dengan jamban cubluk hanya ukurannya lebih kecil
karena untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk perkampungan
sementara. Kerugiannya bila air permukaan banyak mudah terjadi pengotoran
tanah permukaan (meluap).
Universitas Sumatera Utara
5. Bucket latrine (Pail – closet)
Feses ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang di
tempat lain, misalnya untuk penderita yang tidak dapat meninggalkan tempat
tidur.
6. Trench latrine
Dibuat dalam tanah sedalam 30 – 40 cm untuk tempat defekasi. Tanah
galiannya dipakai untuk menimbunnya.Pembuangan tinja yang buruk sekali
berhubungan dengan kurangnya penyediaan air bersih dan fasilitas kesehatan
lainnya.
Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut : (Depkes RI, 2002).
1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampungan berjarak 10 –
15 meter dari sumber air minum.
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.
3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok agar tidak mencemari
tanah disekitarnya.
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaanya.
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang.
6. Cukup penerangan.
7. Lantai kedap air.
8. Ventilasi cukup baik
9. Tersedia air dan alat pembersih
Universitas Sumatera Utara
Masing-masing keluarga seharusnya memiliki jamban pribadi. Sesuai
dengan penelitian Amaliah (2010), kepemilikan jamban sendiri mengurangi faktor
risiko terkena diare.
2.4.3 Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Menurut Ehless dan Steel, air limbah adalah cairan buangan yang berasal
dari rumah tangga, industri, dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya
mengandung bahan-bahan atau zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia
serta mengganggu kelestarian lingkungan (Chandra,2007).
Air limbah rumah tangga berasal dari air bekas mandi, bekas cuci pakaian,
maupun cuci perabot, bahan makanan, dan sebagainya. Air ini sering disebut
sullage atau gray water yang banyak mengandung sabun atau deterjen dan
mikroorganisme penyebab berbagai penyakit. Salah satu penyebab penyakit dari
mikroorganisme yang ada pada air limbah yaitu penyakit diare. Mikroorganisme
ini akan dibawa oleh vektor atau serangga yang akan diinfeksikan kepada manusia
melalui makanan dan minuman. Untuk memutus mata rantai penyakit tersebut
diperlukan saluran pembuangan air limbah (SPAL) rumah tangga yang memenuhi
syarat-syarat kesehatan (Slamet, 2014).
Menurut Chandra (2007), saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang
diterapkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum
2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan
3. Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup
4. Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang menyebabkan penyakit
Universitas Sumatera Utara
5. Tidak terbuka dan harus tertutup
6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.
2.4.4 Sarana Pembuangan Sampah (Tempat Sampah)
Sampah adalah semua produk sisa sebagai akibat aktifitas manusia yang
dianggap sudah tidak bermanfaat dan dapat membahayakan kesehatan manusia,
sehingga perlu tempat sampah sebagai tempat penyimpanan sementara sebelum
sampah dibuang (dimusnahkan).
Menurut Irianto (2014), syarat tempat sampah adalah :
a. Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat sehingga tidak mudah bocor,
kedap air.
b. Harus ditutup rapat sehingga tidak menarik serangga atau binatang-binatang
lainnya seperti tikus, kucing dan sebagainya.
Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek
yang langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud dengan efek langsung adalah
efek yang disebabkan karena kontak yang langsung dengan sampah tersebut.
Misalnya, sampah beracun, sampah yang korosif terhadap tubuh, yang
karsinogenik, teratogenik, dan lain-lain. Selain itu ada pula sampah yang
mengandung kuman patogen, sehingga dapat menimbulkan penyakit. Pengaruh
tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses pembusukan,
pembakaran, dan pembuangan sampah. Efek tidak langsung lainnya berupa
penyakit bawaan vektor yang berkembang biak di dalam sampah. Sampah bila
ditimbun sembarangan dapat dipakai sarang lalat dan tikus. Dimana lalat adalah
vektor berbagai penyakit perut, salah satunya diare (Slamet, 2014).
Universitas Sumatera Utara
2.5 Penyakit Berbasis Lingkungan
Komponen lingkungan yang selalu berinteraksi dengan manusia dan
seringkali mengalami perubahan akibat adanya kegiatan manusia adalah air,
udara, makanan, vektor atau binatang penular, dan manusia itu sendiri. Perubahan
tersebut harus diwaspadai karena berbagai komponen lingkungan tersebut
mengandung agent penyakit (Putri, 2008).
Beberapa contoh penyakit berbasis lingkungan, misalnya berbagai
penyakit yang diderita sekali waktu pada sebuah komunitas yang hidup atau
tinggal pada pemukiman padat berdesakan dengan sanitasi dasar yang buruk
(Achmadi, 2011).
2.5.1 Diare
Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal
(meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair. Diare akut adalah
buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi
tinja yang lebih lembek atau cair, bersifat mendadak datangnya, dan berlangsung
dalam waktu kurang dari 2 minggu. Diare kronik adalah bila diare melanjut
sampai 2 minggu atau lebih dan kehilangan berat badan atau tidak bertambah
berat badan selama masa tersebut (Suharyono, 2008).
Berbagai penyebab penyakit diare antara lain :
1.
Infeksi bakteri : Shigella, Salmonella, E.Coli, golongan Vibrio, Bacillus
cereuc, Clostridium perfringes, Staphylococcus aureus, Camplyobacter
aeromonas.
2.
Infeksi virus : Rotavirus, Norwalk, Adenovirus.
Universitas Sumatera Utara
3.
Infeksi parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Balantidium coli, Ascaris, Trichuris, Strongyloides, dan Candida.
Gejala diare pada umumnya adalah mula-mula anak menjadi cengeng,
gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang, perut mulas,
frekuensi BAB meningkat, tinja makin cair, mungkin mengandung darah atau
lendir, muntah, dan lain-lain (Suharyono, 2008).
Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat kesakitan
dan kematian yang tinggi di berbagai negara terutama di negara berkembang, dan
sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian anak
di dunia. Menurut data United Nations Children's Fund (UNICEF) pada tahun
2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3
pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Setiap tahunnya 1,5 juta anak
meninggal dunia karena diare (Agtini, 2011).
Tidak tersedianya sarana pembuangan sampah di dalam rumah juga
merupakan faktor risiko terjadinya diare. Menurut Fauzi (2005), tempat sampah
terbuka dan tidak bebas dari vektor berpeluang meningkatkan kejadian diare pada
anak.
2.5.2
ISPA
ISPA
adalah
infeksi
saluran
pernafasan
akut
yang
menyerang
tenggorokan, hidung, dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari. ISPA
mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai
bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus,
Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia, dan Korinebakterium. Virus
penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus,
Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus, dan lain-lain (Suhandayani, 2007).
Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar
kayu yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini
banyak menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu
rumah tangga selalu melakukan aktivitas memasak tiap hari menggunakan bahan
bakar kayu, gas, maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa disadari telah
mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak
nafas, dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar kayu tersebut
mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen
yang sangat bebahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2002).
Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
a. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek,
dan sesak.
b. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39˚C dan
bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
c. ISPA berat
Gejala meliputi kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan
menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.
Universitas Sumatera Utara
ISPA adalah suatu kelompok penyakit sebagai penyebab angka absensi
tertinggi bila dibandingkan dengan kelompok penyakit lain. Lebih dari 50%
absensi dari semua angka tidak masuk kerja/sekolah disebabkan penyakit ini.
Angka kekerapan kejadian ISPA, tertinggi pada kelompok-kelompok tertutup di
masyarakat, misalnya penghuni asrama, sekolah, atau sekolah yang juga
menyelenggarakan pemondokan (Alsagaff dan Mukty, 2010).
ISPA yang mengenai saluran napas bawah, misalnya bronkitis, bila
menyerang kelompok umur tertentu, khususnya bayi, anak-anak dan orang tua,
akan memberikan gambaran klinik yang berat dan jelek dan seringkali berakhir
dengan kematian (Alsagaff dan Mukty, 2010).
ISPA dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan
anak balita di negara berkembang (Denny dan Loda, 1986). Sebagian besar hasil
penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa 20-35% kematian bayi dan
anak balita disebabkan oleh ISPA. Diperkirakan bahwa 2-5 juta bayi dan anak
balita di berbagai negara setiap tahun mati karena ISPA. Dua per tiga dari
kematian ini terjadi pada kelompok usia bayi, terutama bayi pada usia 2 bulan
pertama sejak kelahiran (WHO, 2008).
Saluran pernapasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar
sehingga dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien dari sistem
saluran pernapasan ini. Sudah menjadi suatu kecenderungan bahwa terjadinya
infeksi bakterial mudah terjadi pada saluran napas yang telah rusak sel-sel epitel
mukosanya, yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang terdahulu. Keutuhan gerak
lapisan mukosa dan silia dapat terganggu karena asap rokok, gas SO2, pencemaran
Universitas Sumatera Utara
udara, dan lain-lain. Makrofag biasanya banyak terdapat di alveoli dan baru akan
dimobilisasi ke tempat-tempat dimana terjadi infeksi. Asap rokok menurunkan
kemampuan makrofag membunuh bakteri, sedang alkohol menurunkan mobilitas
sel-sel ini. Antibodi setempat pada saluran napas, adalah IgA yang banyak terdapt
di mukosa. Kurangnya antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran
pernapasan (Alsagaff dan Mukty, 2010).
Pada ISPA dikenal tiga cara penyebaran infeksi yaitu: melalui aerosol
yang lembut terutama oleh karena batuk, melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi
pada waktu batuk dan bersin-bersin, dan melalui kontak langsung/tidak langsung
dari benda yang telah dicemari jasad renik (hand to hand transmission). Pada
infeksi virus, transmisi diawali dengan penyebaran virus ke daerah sekitar
terutama melalui bahan sekresi hidung. Virus yang menyebabkan ISPA terdapat
10-100 kali lebih banyak di dalam mukosa hidung daripada mukosa faring
(Alsagaff dan Mukty, 2010).
2.5.3
Penyakit kulit
Salah satu bagian tubuh yang cukup sensitif terhadap berbagai macam
penyakit adalah kulit. Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi
tubuh dari pengaruh lingkungan. Lingkungan yang sehat dan bersih akan
membawa efek yang baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya, lingkungan yang
kotor akan menjadi sumber munculnya berbagai macam penyakit antara lain
penyakit kulit (Harahap, 2000).
Faktor- faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi penyakit kulit
adalah iklim yang panas dan lembab yang memungkinkan bertambah suburnya
Universitas Sumatera Utara
jamur, kebersihan perorangan yang kurang baik dan faktor ekonomi yang kurang
memadai (Harahap, 2000).
Salah satu faktor yang menyebabkan penyakit kulit adalah kebersihan
perorangan yang meliputi kebersihan kulit, kebersihan rambut dan kulit kepala,
kebersihan kuku, intensitas mandi dan lain- lain (Perry, 2005).
Penyakit kulit menurut Ganong (2006), merupakan peradangan kulit
epidermis dan dermis sebagai respons terhadap faktor endogen berupa alergi atau
eksogen berasal dari bakteri dan jamur. Gambarannya polimorfi, dalam artian
berbagai macam bentuk, dari bentol-bentol, bercak-bercak merah, basah,
keropeng kering, penebalan kulit disertai lipatan kulit yang semakin jelas, serta
gejala utama adalah gatal.
Menurut Slamet (2007), kurangnya air bersih khususnya untuk menjaga
kebersihan diri, dapat menimbulkan berbagai penyakit kulit. Hal ini terjadi karena
bakteri yang selalu ada pada kulit mempunyai kesempatan untuk berkembang.
Penyakit akibat kurangnya air bersih adalah segala macam penyakit kulit yang
disebabkan jamur dan bakteri.
Virus dapat pula mempengaruhi kulit dalam bentuk kutil. Kutil yang
disebabkan oleh virus bentuknya datar. Ia merupakan papula yang gatal dan
memperlihatkan tanda-tanda yang khas berupa autoinkulasi sepanjang bekas
garutan. Gangguan virus sistemik dapat menimbulkan ruam-ruam pada kulit,
seperti yang dapat kita temukan pada campak, cacar air (herpes simpleks), herpes
zoster, virus Coxsackie dan virus hepatitis B (Delp dan Manning, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Fungi juga lazim menyerang kulit manusia. Sedikit sekali orang yang
bebas dari serangan dari tinea kruris, tinea pedis, atau tinea korporis (kurap). Lesi
yang terjadi pada kulit biasanya berwarna merah, bersisik, berbentuk seperti
cincin dengan penyebaran marginal, dan bagian tengahnya akan menyembuh
(Delp dan Manning, 1996).
Candida spp. dapat menyerang kulit dan selaput lendir, menimbulkan
daerah bercak yang berwarna putih keabu-abuan, sementara dibagian bawahnya
terjadi erosi. Skabies adalah infestasi parasit oleh tungau Sarkoptes. Tungau akan
menembus ke bawah kulit, dengan meninggalkan papula dan vesikula berwarna
merah, kecil, dan liang-liang yang sangat gatal. Daerah yang sering terserang
adalah selaput dorsal jari-jari, genitalia, aksila, inguinal, pantat, dan punggung
bagian bawah (Delp dan Manning, 1996).
Menurut Harijono (2007), patogenesis penyakit kulit dimulai dengan
paparan imunogen atau alergen dari luar yang mencapai kulit, dapat melalui
sirkulasi setelah atau secara langsung memalui kontak dengan kulit. Beberapa
peneliti menyebutkan alergen yang umum antara lain adalah sebagai berikut :
a. Aeroalergen atau alergen inhalant : tungau debu rumah (house dust mite),
serbuk sari buah (polen), bulu binatang (animal dander), jamur (molds)
dan kecoa.
b. Makanan : susu, telur, kacang, ikan laut, kerang laut, dan gandum.
c. Mikroorganisme : bakteri seperti staphylococcus aureus, streptococcus
species, dan ragi (yeast) seperti pityrosporum ovale, candida albicans dan
trycophyton species.
Universitas Sumatera Utara
d. Bahan iritan atau alergen : wool, desinfektan, nikel, perubalsam, dan
sebagainya.
2.5.4
Kecacingan
Definisi infeksi Kecacingan menurut WHO (2011) adalah sebagai infestasi
satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usus.
Diantara nematoda usus ada sejumlah spesies yang penularannya melalui tanah
yaitu A.lumbricoides, N.americanus, T.trichuira dan A.duodenale.
Infeksi Kecacingan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia yang masih tinggi prevalensinya terutama pada kelompok umur
balita dan anak usia sekolah dasar terutama di daerah pedesaan dan daerah kumuh
perkotaan (Mardiana dan Djarismawati, 2008).
Kebiasaan hidup kurang higienis menyebabkan angka terjadinya penyakit
masih cukup tinggi. Infeksi parasit terutama parasit cacing merupakan masalah
kesehatan masyarakat. Penyakit infeksi ini bisa menyebabkan morbiditas. Salah
satunya banyak terjadi pada anak usia anak sekolah yang berpengaruh negatif
terhadap pertumbuhan dan perkembangan mereka (Yulianto, 2007).
2.5.5
Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi yang dapat mengenai
paru-paru manusia. Sama dengan penyakit infeksi lainnya, tuberkulosis
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis sehingga tuberkulosis bukan
merupakan penyakit keturunan dan dapat ditularkan dari seseorang terhadap yang
lain. dahulu (Aditama, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit menular yang sampai
saat ini masih tinggi kasusnya di masyarakat. TB berdampak luas terhadap
kualitas hidup dan ekonomi bahkan mengancam keselamatan jiwa manusia. TB
dapat diderita oleh siapa saja, orang dewasa atau anak-anak dan dapat mengenai
seluruh organ tubuh kita, walaupun yang banyak diserang adalah organ paru
(WHO, 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis adalah adanya sumber infeksi yaitu penderita dengan kasus terbuka
atau hewan yang menderita tuberkulosis (walaupun jarang ada), jumlah basil
sebagai penyebab infeksi harus cukup, virulensi yang tinggi dari basil
tuberkulosis, dan daya tahan tubuh yang menurun yang memungkinkan basil
berkembang biak dan keadaan ini menyebabkan timbulnya penyakit tuberkulosis
paru (Alsagaff dan Mukty, 2010).
Sebagian besar basil Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam
jaringan paru melalui airborene disease. Keadaan ini hanya berlangsung beberapa
saat dan akan berhenti bila jumlah kuman yang masuk sedikit dan telah terbentuk
daya tahan tubuh yang spesifik terhadap basil ini. Pada permulaan infeksi, basil
tuberkulosis masuk ke dalam tubuh yang belum mempunyai kekebalan,
selanjutnya tubuh mengadakan perlawanan dngan cara yang umum yaitu melalui
infiltrasi sel-sel radang ke jaringan tubuh yang mengandung tuberkulosis. Reaksi
tubuh ini disebut reaksi non spesifik (tahap pra-alergis) yang berlangsung kurang
lebih 3-7 minggu. Setelah reaksi radang non spesifik dilampaui, reaksi tubuh
Universitas Sumatera Utara
memasuki tahap alergis yang berlangsung kurang lebih 3-7 minggu (Alsagaff dan
Mukty, 2010).
Penularan yang sering terjadi ialah melalui saluran pernapasan yang
dikenal sebagai droplet infection, dimana basil tuberkulosis dapat masuk sampai
ke alveol. Penularan lebih mudah terjadi bila ada hubungan yang erat dan lama
dengan penderita tuberkulosis paru aktif, yakni golongan penderita yang lebih
dikenal sebagai open case. Bentuk penularan lain adalah melalui debu yang
beterbangan di udara yang mengandung basil tuberkulosis (Alsagaff dan Mukty,
2010).
Keluhan yang paling sering dirasakan penderita biasanya memang adalah
batuk yang berdahak. Keluhan ini biasanya berlangsung beberapa minggu. Karena
itu banyak negara termasuk Indonesia yang menganjurkan warganya supaya
segera memeriksakan dahaknya karena terdapat kemungkinan tuberkulosis bila
seseorang batuk berdahak lebih dari 2 atau 3 minggu. Selain batuk berdahak,
batuk darah juga sering dijumpai pada penderita tuberkulosis (Aditama, 1994).
Keluhan dan tanda-tanda lain yang terjadi adalah suhu badan meningkat,
anak tampak sakit, nyeri pada persendian sehingga anak menjadi cerewet, malaise,
anoreksia, anak kelihatan lelah dan disertai keluhan nafsu makan menurun
(Alsagaff dan Mukty, 2010).
2.5.6
Demam Berdarah Dengue (DBD)
DBD merupakan penyakit infeksi yang endemis di daerah tropis seperti
Indonesia. Penyakit ini berlangsung sepanjang tahun dan mencapai puncaknya
pada saat musim hujan. Hal ini disebabkan karena banyaknya tempat yang
Universitas Sumatera Utara
menjadi sumber genangan air yang erupakan sarana perkembangbiakan jentikjentik nyamuk Aedes aegypti si pembawa virus dengue (Nasronudin, 2007).
Penyakit DBD saat ini menyerang semua umur dan jenis kelamin,
memiliki gejala klinis yang luas, dan mengalami peningkatan saat musim hujan.
Oleh karena itu, penyakit DBD tidak dapat diatasi dengan hanya mengandalkan
tenaga kesehatan saja. Partisipasi masyarakat dalam hal pencegahan serta
penatalaksanaan sangat penting. Untuk menanggulangi penyakit DBD dibutuhan
kebersamaan dan tanggung jawab masyarakat untuk menjaga kebersihan
lingkungan dengan gerakan 3M (menguras, mengubur, menutup) dan abatesasi
untuk mencagah perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor
penularan DBD (Nasronudin, 2007).
Saat ini DBD merupakan penyakit terpenting yang merupakan infeksi
yang melemahkan data tahan tubuh. Umumnya menyerang anak-anak dan dewasa,
dengan demam, sakit kepala, rasa sakit pada otot dan sendi, serta demam yang
terkadang dihubungkan dengan kejang-kejang yang disebut dengan sindrom
kejang dengue. DBD terjadi lebih sering pada anak balita dan anak kecil
(Achmadi, 2011).
2.5.7
Filariasis
Penyakit Filariasis disebut juga elephantiasis atau kaki gajah. Infeksi
penyakit ini terutama pada bagian tungkai atau tangan yang menyebabkan
pembengkakan dan deformasi organ tubuh. Pembengkakan dan deformasi organ
tubuh terjadi karena bentuk dewasa parasit cacing filaria (umumnya adalah
Wucheria bancrofti) yang hidup dalam kelenjar getah bening pada bagian tungkai.
Universitas Sumatera Utara
Karena parasit tersebut menutup saluran getah bening, timbunan kelenjar getah
bening mengalami akumulasi (Sembel, 2009).
Cacing nematoda adalah cacing yang menyebabkan filariasis pada
manusia, khususnya di Indonesia. Penyakit ini ditransmisi oleh nyamuk Cx
quinquefasciatus,
Anopheles
gambiae,
An.Funestus,
An.Scapularis,
dan
An.Pseudoscutellaris, terutama untuk jenis cacing Wu. brancrofti. Sedangkan
untuk Brugia malayi nyamuk penularnya adalah mansonia, Anopheles dan Aedes.
Untuk Brugia timori dapat pula ditularkan oleh An.barbirostris (Achmadi, 2011).
Sama halnya dengan dengan penyakit-penyakit virus yang ditularkan oleh
nyamuk, pencegahan dan pengendalian filariasis juga sama, yaitu menghindari
gigitan nyamuk. Sementara itu, pengendalian nyamuk dapat pula dengan
menggunakan insektisida atau larvasida (Sembel, 2009).
2.5.8
Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit utama baik dalam jumlah kesakitan maupun
jumlah kematian. Di berbagai negara terutama negara-negara berkembang
pneumonia merupakan pembunuh balita nomor satu. Pneumonia disebabkan
Pneumococcal merupakan infeksi bakteri akut. Cara penularan melalui medium
udara, percikan ludah, kontak langsung dengan mulut, dan melalui kontak bendabenda yang digunakan bersama. Kepadatan hunian penduduk diperkirakan
merupakan faktor risiko utama (Achmadi, 2011).
Sebagian besar penyebab pneumonia adalah mikroorganisme (virus atau
bakteri) dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah,
bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung ke
Universitas Sumatera Utara
dalam saluran pernapasan. Mikroorganisme tersering penyebab pneumonia adalah
virus. Awalnya mikroorganisme masuk melalui percikan ludah, kemudian terjadi
penyebaran mikroorganisme dari saluran napas bagian atas ke jaringan paru dan
sebagian kecil karena penyebaran melalui aliran darah (Misnadiarly, 2008).
Perjalanan mikroorganisme bisa sampai ke paru-paru antara lain melalui:
a. Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar
b. Aliran darah dari infeksi di organ tubuh yang lain
c. Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paruparu.
Pada pneumonia pneumokok, kuman yang masuk bersama sekret bronkus
ke dalam alveol menyebabkan reaksi radang berupa sembab seluruh alveol yang
terkena disusul dengan infiltrasi sel-sel radang. Sebagai awal pertahanan tubuh,
terjadi fagisitosis kuman penyakit oleh sel-sel radang melalui proses psedopodi
sitoplasmik yang mengelilingi dan “memakan” bakteri tersebut (Alsagaff dan
Mukty, 2010).
Gejala pneumonia bersifat akut. Penderita merasa badannya panas dingin
disertai menggigil dan disusul dengan peningkatan panas badan 40˚C. Panas
badan meninggi pada pagi dan sore hari. Batuk-batuk terdapat pada 75%
penderita, batuk disertai dahak berwarna merah cokelat, kadang-kadang berwarna
hijau dan purulen. Dapat pula batuk disertai darah yang bervariasi dari sedikit
sampai banyak. Nyeri dada atau nyeri pleuritik dirasakan waktu menarik napas
dalam (Alsagaff dan Mukti, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.5.9
Aspergillosis
Agen penyakit Aspergillosis adalah Aspergillis fumigates atau Aspergillus
flavus, sedangkan media utama kontaknya adalah udara. Aspergillus beredar di
seluruh dunia dan jarang namun sporadik menimbulkan gangguan kesehatan
(Achmadi, 2011).
Aspergillosis adalah salah satu contoh penyakit yang disebabkan oleh
jamur, khususnya aspergillus. Penyakit ini muncul dengan berbagai sindroma
klinis. Penderita yang alergi dapat terkena penyakit ini menyebabkan allergic
bronchopulmonary aspergillus. Jamur aspergillus juga bisa bergabung dengan
bakteri yang menyebabkan abses paru. Sedangkan aspergillosis invasive
(menyerang seluruh sistem) terjadi pada penderita yang menerima imunosupresif
atau obat penekan immune sistem (misalnya pada penderita cangkok organ).
Jamur bisa menyerang ke seluruh organ khususnya otak dan jantung (Achmadi,
2011).
2.5.10
Malaria
Malaria merupak penyakit infeksi parasitik yang terpenting di dunia
dengan perkiraan satu liliar orang berada dalam risiko tertular penyakit ini. Setiap
tahunnya 2,5 juta penderita meninggal dunia dan sebagian besar merupakan anakanak yang berumur di bawah 5 tahun (Soedarto, 2009).
Menurut
Soedarto (2009), terdapat 4 spesies parasit malaria pada
manusia, yaitu Plasmodium falciparum, P.vivax, P.ovale, P.malariae. Ciri khas
morfologi Plasmodium adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1.
Plasmodium falciparum : gametosit berbentuk pisang
2.
P.vivax : trofozoid berbentuk amuboid dengan sel darah merah
yang terinfeksi membesar ukurannya
3.
P.ovale : sel darah merah yang terinfeksi bentuknya tidak teratur
dan bergerigi
4.
P.malariae : trofozoid dewasa berbentuk pita (band-form).
Malaria ditularkan oleh nyamuk anopheles betina . Penularan malaria juga
dapat terjadi melalui transfusi darah , melalui jarum suntik yang berulang kali
digunakan, atau melalui cara transplasental (Soedarto, 2009).
Gejala malaria tergantung jenis agen penyakit, yakni parasit Plasmodium.
Malaria oleh P.falciparum memberikan gejala klinis yang sangat bervariasi seperti
demam, menggigil, berkeringat, batuk, diare, sakit kepala, gangguan pernapasan,
dan pucat. Semua gejala tersebut tidak harus ada semua (Achmadi, 2011).
2.5.11
Demam Chikungunya
Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Chikungunya
yang disebarkan ke manusia melalui gigitan nyamuk. Sebagai penyebar penyakit
adalah nyamuk Aedes aegypti, juga dapat disebabkan Aedes albopictus. Nama
penyakit berasal dari bahasa Swahili yang berarti berubah bentuk atau bungkuk,
mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi yang hebat
(Suharto, 2007).
Penderita chikungunya tidak bisa berjalan, untuk menahan rasa sakitnya
penderita membungkuk seperti udang. Diperkirakan berasal dari Afrika dan kini
Universitas Sumatera Utara
telah merebak di Indonesia, Australia bagian utara, India dan merambah ke
seluruh dunia terutama wilayah tropis atau subtropis (Achmadi, 2011).
Masa inkubasi berkisar 1-4 hari, merupakan penyakit self-limiting dengan
gejala akut yang berlangsung 3-10 hari. Nyeri sendi merupakan keluhan utama
pasien yang kadang-kadang berlangsung sampai beberapa minggu atau bulan.
Meskipun tidak pernah dilaporkan menyebabkan kematian, masyarakat sempat
cemas karena penyakit ini disertai keluhan nyeri sendi yang mengakibatkan pasien
seperti lumpuh (Suharto, 2007).
Gejala deman Chikungunya mirip dengan gejala DBD yaitu demam tinggi,
menggigil, sakit kepala, mual, muntah, sakit perut, nyeri sendi dan otot, serta
bintik-bintik merah di kulit terutama badan dan lengan. Bedanya dengan DBD
adalah pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, syok, maupun kematian.
Nyeri sendi terutama mengenai sendi lutut, pergelangan kaki, serta persendian jari
tangan dan kaki (Suharto, 2007).
Tindakan pencegahan Chikungunya adalah dengan menghilangkan tempat
dimana nyamuk dapat meletakkan telurnya, terutama pada tempat penyimpanan
air buatan, misalnya bak mandi, kolam ikan, ban mobil, atau kaleng kosong.
Tempat menyimpan air hujan atau penyimpanan air (kontainer plastik, drum)
hendaknya tertutup rapat. Ban mobil bekas maupun kaleng kosong sebaiknya
dimusnakhkan. Tempat air minum hewan peliharaan dan vas bunga hendaknya
dikosongkan atau diganti setidaknya seminggu sekali (Suharto, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.6 Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau
lebih populer dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris, 2006).
Menurut Sutomo dan Anggraeni (2010), balita adalah istilah umum bagi anak usia
1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun).
Pada kelompok bayi dan balita, penyakit-penyakit berbasis lingkungan
menyumbangkan lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh bayi dan balita.
Keadaan tersebut mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas
intervensi kesehatan lingkungan. Munculnya kembali beberapa penyakit menular
sebagai akibat dari semakin besarnya tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang
berkaitan dengan masalah sanitasi cakupan air bersih dan jamban keluarga yang
masih rendah, perumahan yang tidak sehat, pencemaran makanan oleh mikroba,
telur cacing dan bahan kimia, penanganan sampah dan limbah yang belum
memenuhi syarat kesehatan, vektor penyakit yang tidak terkendali (nyamuk,
lalat,kecoa,pinjal,tikus), pemaparan akibat kerja, bencana alam, serta perilaku
masyarakat yang belum mendukung pola hidup bersih dan sehat (Putri, 2008).
2.7 Kerangka Konsep
Penilaian
Rumah Sehat
1. Komponen
Rumah
2. Sarana
Sanitasi
3. Perilaku
Penghuni
Kepmenkes RI
No.
829/Menkes/SK/
VII/1999
Riwayat
Penyakit
Berbasis
Lingkungan
Pada Balita
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Download