BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu negara besar yang terkenal dengan sebutan negara agraris, setiap tahunnya mengalami perkembangan jumlah penduduk yang umumnya bermukim atau berdomisili disuatu wilayah seperti didaerah pedesaan. Dengan peningkatan jumlah penduduk tersebut, maka menurut pemerintah selalu memperluas wilayah pemukiman penduduk. Kenyataan menunjukan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia bertempat tinggal di desa dan mencari kehidupan di desa. Pembangunan pedesaan adalah suatu strategi pembangunan yang dirancang bagi peningkatan kehidupan ekonomi dan sosial dari kelompok khusus masyarakat, yaitu masyarakat yang kurang mampu (miskin) yang berada dipedesaan. Karena pembangunan dipedesaan bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, maka usaha ini harus dirancang secara jelas dan tegas kearah peningkatan produksi dan produktivitas (Hadi Dan Lincolin, 1987: 5-6). Kondisi ini dapat menempatkan pedesaan sebagai prioritas sasaran pembangunan yang berarti pula menjadikan desa sebagai fokus dan basis pembangunan daerah. Oleh karena itu upaya menjadikan pedesaan sebagai fokus dan basis pembangunan nasional yang pada hakekatnya merupakan upaya mewujudkan pencapaian sasaran dan pembangunan nasional dan regional secara kompak, utuh dan terpadu (Dedi dan dadang, 2004: 37). 1 2 Pembangunan pedesaan dapat menciptakan masyarakat desa yang mandiri. Bukan saja untuk kepentingan masyarakat desa itu sendiri, namun juga untuk kepentingan nasional secara umum, hal ini berarti bahwa pembangunan pedesaan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam meletakkan dasar-dasar pembangunan nasional. Dan memantapkan serta meningkatkan stabilitas nasional yang strategis dan dinamis. Untuk itu filosofis pembangunan dengan menggunakan desa sebagai basis dan fokus pembangunan itu cukup beralasan (Agus, 2002: 49). Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk ikut melaksanakan sekaligus bertanggung jawab dalam pelaksanaan pembangunan dan tak terkecuali masyarakat yang berada di wilayah pedesaan maka sangat memungkinkan untuk terjadinya pembentukan dan pemekaran desa. Kebijakan umum tentang pembentukan dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah adalah berdasarkan pada pasal 18 UUD 1945. Dalam penjelasan pasal 18 UUD 1945 tersebut dinyatakan bahwa pembagian daerah di Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan perwakilan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. (Hamoedi, 1980: 8). 3 Dengan demikian salah satu faktor yang mempercepat terjadinya pembentukan desa ini adalah fenomena pertumbuhan jumlah penduduk di daerah pedesaan yang terus meningkat dengan senantiasa memperhatikan potensi-potensi desa, sarana dan prasarana serta kehidupan sosial ekonomi masyarakat desa tersebut, selain itu faktor lain yang mempercepat terjadi pembentukan daerah ini menjadi sebuah desa induk seperti seluruh pengalokasian berbagai aset dan sumber daya kepada seluruh dusun, serta pembangunan infra struktur, pemberdayaan masyarakat peningkatan pelayanan kepada masyarakat hal ini tidak berjalan secara merata. Serta didukung oleh gambaran geografisnya sangat cocok untuk area pertanian dan juga layanan transportasi yang cukup memadai, sehingga memungkinkan mudahnya berhubungan dengan pemerintahan kabupaten , bahkan dengan daerah-daerah lain seperti kota Bau-bau, Kabupaten Buton Tengah yang bisa dilalui dengan jalur darat serta dengan penjualan hasil panen yang lebih tinggi dibandingkan dijual di daerah diri sendiri. Disamping itu juga didukung dengan faktor demografisnya (penduduk) yang dimana turut pula mendukung terbentuknya desa. Potensi penduduk ini sangat penting dalam mengelolah secara komprehensif potensi yang ada. Dalam pelaksanaan pemerintahan dibutuhkan orang-orang yang berkompenten dalam pemerintahan, bisa dibayangkan jika disuatu daerah tidak memiliki penduduk, kemungkinan tidak ada aktifitas yang dijalankan, penduduk inilah sebagai pendukung aktifitas kegiatan di daerah ini. Sumber daya manusia yang 4 berkualitas dan handal sangat diperlukan terutama bagi generasi muda. Demikian juga terbentuknya desa ini karena didukung oleh faktor keadaan ekonominya yang merupakan dasar dalam pembangunan wilayah, baik itu potensi ekonomi maupun potensi pertanian dan perkebunan (agro ekonomi) (Raharjo, 2004: 135). Hal ini dipandang perlu untuk selalu dipertimbangkan mengingat pembentukan suatu desa dapat membawa dampak bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat setempat. Hal tersebut terjadi pula di Desa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna sama halnya dengan desa yang lain yang ada di Indonesia. Dampak pembentukan desa tersebut tentunya akan terjadi yang meliputi aspek ekonomi berupa terbukanya lapangan pekerjaan, maupun aspek sosial (kemasyarakatan) yang dapat menjaga keamanan dan ketertiban. Dengan demikian terbentuknya desa tersebut membawa dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat Desa Bone Kancitala dalam kehidupan sehari-hari. Sejak awal terbentuknya Desa Bone Kancitala pada tahun 1965 telah menunjukan perkembangan diberbagai aspek kehidupan masyarakat. Pembentukan dan perkembangan Desa Bone Kancitala tidak terlepas dari perjuangan tokoh masyarakat serta dukungan aparat pemerintahan setempat dalam membangun wilayah Desa Bone Kancitala, dimana penduduk yang berada di Desa Bone Kancitala adalah mayoritas penduduk lokal dalam hal ini suku Muna. Mata pencahariannya adalah bercocok tanam, berkebun tanaman jangka pendek dan panjang, dan berternak ayam, sapi dan lain-lain. 5 Orang Muna yang berada di Desa Bone Kancitala dalam proses kegiatan pengolahan tanah sampai pada pemetikan hasil bercocok tanam dan berkebun tanaman jangka pendek dan jangka panjang merupakan kegiatan dari para anggota keluarga inti dan anggota kerabat lainnya secara gotong royong. Tradisi pokadulu (gotong royong) sudah ada sejak daerah ini ditempati oleh masyarakat dan berkembang pada saat daerah ini menjadi sebuah Kampung (mino) setara dengan desa dari Kecamatan Kabawo. Dari uaraian-uraian yang dikemukakan di atas merupakan latar belakang yang mendorong penulis sehingga memilih judul skripsi tentang ”Sejarah Desa Bone Kancitala (Dari Kampung Sampai Kecamatan Tahun 1930-2009)”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses terbentuknya Desa Bone Kancitala? 2. Bagaimana perubahan status Desa Bone Kancitala? 3. Bagaimana perkembangan Desa Bone Kancitala? C. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Untuk menjelaskan proses terbentuknya Desa Bone Kancitala. 2. Untuk menjelaskan perubahan status Desa Bone Kancitala. 3. Untuk menjelaskan perkembangan Desa Bone Kancitala. 6 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi dan menambah wawasan, serta memberi manfaat teoritis bagi para akademisi berupa sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan sejarah. b. Sebagai bahan acuan atau informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya yang relevan dengan penelitian ini. 2. Manfaat Praktis a. Bagi masyarakat, khususnya masyarakat Desa Bone Kancitala kiranya dapat merupakan tambahan wawasan dan pemahaman tentang sejarah Desa Bone Kancitala serta nilai-nilai yang terkandung dalam sejarah itu sendiri. b. Bagi pemerintah daerah setempat, kiranya dapat menjadi masukan untuk mengintropeksi diri dalam rangka pengembangan serta pembangunan Desa Bone Kancitala, serta pengkajian dan penulisan sejarah daerah, khususnya daerah Muna. 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Sejarah Selama manusia hidup, tentu selalu dilandasi oleh rasa ingin tahu, termaksud keingintahuan tentang keadaan masa lampau bahkan juga masa depan. Oleh karena itu didalam pembahasan tentang Sejarah Desa Bone Kancitala (Dari Kampung Sampai Kecamatan Tahun “1930-2009”) merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan pada pengkajian disiplin ilmu kesejarahan. K. Marx dan F. Eangles menulis (dengan merujuk kepada pemahaman sejarah sebagai peristiwa-peristiwa masa lampau) bahwa sejarah adalah aktifitas dari manusia yang berorientasi-tujuan (goal-oriwnted man), yang mendukung definisi-definisi yang berpendapat bahwa sejarah adalah sesuatu yang lebih dari pada sains dari masa lalu (science of the past). Golongan yang menyetujui pertanyan pertama yang jelas masyarakat asumsi bahwa fakta-fakta membentuk suatu proses yang berulang (regular process) (Sjamsuddin, 2007: 8). Sejarah adalah gambaran peristiwa masa lampau yang dialami oleh manusia, disusun secara ilmiah, meliputi urutan waktu, diberi tafsiran dan analisa kritik sehingga mudah dimengerti dan dipahami (Hugiono, 1992: 10). Istilah sejarah memiliki kedekatan pelafalan dan sekaligus pengertian dengan istilah kata syajaratun yang berarti “pohon” dan syajarah yang berarti terjadi (Kuntowijoyo, 2005: 1 dalam Arif, 2011: 5). Kedua kata dalam bahasa Arab inilah yang kemudian dilafalkan sebagai sejarah dalam bahasa Indonesia. 7 8 Sejarah terdiri dari beberapa pengertian, (1) suatu urutan asal-usul keturunan yang berkesinambungan, sejak jauh sebelum buyut, lalu secara berturut-turut diteruskan oleh buyut, kakek, ayah, hinga sampai pada keberadaannya pada saat ini; (2) suatu silsilah keturunan yang bercabang-cabang sejak orang tua, anak, cucu, cicit dan seterusnya; (3) pertumbuhan dan perkembangan dari peristiwa yang satu menuju peristiwa yang lain secara berkesinambungan sesuai dengan garis waktu. Sementara itu menurut Arif (2011: 8) pengertian sejarah dapat dilihat dari dua sudut pandang, yakni secara subyektif dan secara obyektif. Sejarah dalam arti subyektif adalah suatu konstruksi atau suatu bangunan yang disusun oleh sejarawan menjadi suatu cerita tentang suatu peristiwa tertentu yang terjadi pada masa lampau. Sedangkan sejarah dalam arti obyektif merujuk pada kejadian atau peristiwa itu sendiri, yakni sejarah merupakan kejadian atau peristiwa sejarah yang tidak dapat terulang lagi. Sejarah dalam bahasa inggris adalah History, yang berarti pengalaman masa lampau dari pada umat manusia “the past experiece mankind”. Pengertian selanjutnya memberikan makna sejarah sebagai catatan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian masa silam yang diabadikan dalam laporan dan dalam ruang lingkup yang luas. Kemudian sebagai cabang ilmu pengetahuan sejarah menganggap peristiwa-peristiwa masa silam, baik peristiwa sosial, ekonomi, agama, politik, dan budaya suatu bangsa, negara, ataupun dunia (Nur, 2012: 11). 9 Menururt Ibnu Khaldum dalam Tamburaka (1993: 5) berpendapat bahwa, sejarah adalah catatan tentang masyarakat umat manusia atau peradaban dunia tentang perubahan yang terjadi pada waktu manusia itu seperti: keliaran, keramahtamahan, dan solidaritas golongan tentang revolusi dan timbulnya kerajaan-kerajaan dan kegiatan orang-orang, baik untuk mencapai kehidupan manusia dalam mencapai bermacam-macam ilmu pengetahuan dan umumnya pada tentang segala perubahan yang terjadi di dalam masyarakat karena watak manusia itu sendiri. Karena pentingnya sejarah sebagai dari kehidupan manusia sehingga melahirkan ahli-ahli sejarah dan teori dari konsep yang berbeda. Sebelum menguraikan lebih jauh mengenai konsep sejarah yang digunakan dalam penelitian maka terlebih dahulu disajikan beberapa pengertian umum dari sejarah itu sendiri. Menurut Kartodirdjo (2002: 5) sejarah sebagai ilmu dan seni meiliki ciriciri sebagai berikut: 1. Empiris berasal dari bahasa Yunani yaitu empiria yang berarti pengalaman. Sejarah tergantung pada pengalaman manusia. 2. Memiliki objek. Kata objek berasal dari bahasa Latin objektus, yang artinya yang dihadapan atau sasaran, tujuan objek yang dipelajari dalam sejarah sebagai ilmu ialah manusia dan masyarakat yang menekankan sudut pandang waktu. 3. Memiliki teori. Teori berasal dari bahasa Yunani yaitu theory yang berarti ruangan. Sama seperti ilmu sosial lainya, sejarah memiliki teori yang 10 berisikan suatu kumpulan kaidah-kaidah pokok suatu ilmu, seperti sosiologi, teori nasionalisme, teori konflik sosial, dan sebagainya. 4. Memiliki metode. Metode berasal dari bahasa Yunani methodus yang berarti cara dalam rangka penelitian. Sejarah mempunyai metodologi penelitian sendiri yang menjadi patokan-patokan tradisi ilmiah yang senangtiasa dihayati. Sejarah sebagai seni memerlukan intuisi, imajinasi, emosi, dan gaya bahasa. Sejarawan memerlukan instuisi atau ilham yaitu pemahaman langsung atau insting selama masa penelitian berlangsung. Dalam melakukan pekerjaannya seorang sejarawan harus membayangkan apa yang sebenarnya terjadi, apa yang sedang, dan apa yang sudah terjadi sesudah itu. Contoh: sejarah Kendari, harus membayangkan keadaan geografis kota Kendari. Dalam penulisan sejarah harus ada keterlibatan emosi dalam hal ini penulis sejarah harus mempunyai empati yang tinggi (emphaty: perasaan) untuk menyatukan perasaan objeknya, seolah-olah mengalami sendiri. Dalam penulisan sejarah gaya bahasa yang digunakan harus lugas dan tidak berbelit-belit, sehingga sejarah mudah dipahami oleh para pembaca. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah ilmu yang mempelajari tentang suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau, dimana pelaku, tempat, dan waktu terjadinya suatu peristiwa itu jelas, yang disusun melalui metodologi penelitian, dan dibuktikan dengan kenyataan yang ada. 11 B. Konsep Sejarah Pedesaan Pengertian sejarah pedesaan barangkali menimbulkan banyak pertanyaan, oleh karena peristiwa sejarah terjadi di daerah pedesaan. Menurut Kuntowijoyo (2003: 73) sejarah pedesaan ialah sejarah dalam arti yang seluas-luasnya. Disini dimensi waktu menjadi sangat penting, sebab perubahan ialah sebuah proses dalam waktu. Kronologi masih tetap menjadi ciri pokok dari penelitian sejarah, dengan kata lain, aspek prosesual dari sejarahlah yang membedakannya dengan ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi dan antropologi. Selanjutnya perubahan berarti perpindahan dari sebuah keadaan menuju kekeadaan yang lain. Keadaan mengandung aspek struktural dari sejarah, yang menunjukan bahwa pada suatu momen tertentu terdapat sejumlah kejadian yang berhubungan secara struktural dan membentuk sebuah keadaan. Aspek struktural inilah yang tampak dalam tuliasan D.H. Burger Rapport over de Desa Pekalongan in 1869 en 1928, dan Desa Ngablak (Regentschap Pati)in 1869 en 1928. Kedua tulisan ini mengambil momen-momen dalam sejarah dengan maksud membandingkan keadaan sejarah dalam dua waktu yang berlainan. Maksudnya tentu saja untuk melihat perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kurun waktu tersebut. Andai kata data-data sejarah memungkinkan tentulah aspek kronologis perubahanperubahan itu dari waktu ke waktu dapat diungkapkan sebagai proses yang bertahap, dan tidak saja sebagai perbandingan antara dua momen yang berjarak waktu. Sejarah pedesaan adalah sejarah yang secara khusus meneliti tentang 12 desa atau pedesaan masyarakat petani, dan ekonomi pertanian (Kuntowijoyo, 2003: 74). Menurut Suriadiningrat (1992: 11) tidak dapat diketahui dengan pasti kapan permulaan adanya “desa”. Menurut ilmu kemasyrakatan, manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang selalu hidup dengan manusia lainnya. Dimanapun ia berada, ia berhubungan langsung dengan sesamanya, secara sadar atau tidak sadar manusia senantiasa memelihara, membina dan mengembangkan hubungan antar manusia. Dalam rangka usaha tersebut manusia bertempat tinggal bersama-sama disuatu tempat yang dapat memenuhi kebutuhan hidunya. Unsur keadaan dan lingkungan mempengaruhi dimana tempat tinggal bersama diadakan, dipantai, jauh kepedalaman, dikaki lereng, dan puncak gunung bahkan diatas air. Selanjutnya menurut Nurcholis (2001: 9) bahwa sejarah desa dimulai dari adanya seorang yang mempunyai pengaruh besar sehingga dapat menggerakan banyak orang untuk menjadi pengikutnya. Orang besar kemudian mengajak pengikutnya itu membuka hutan atau lahan kosong untuk dijadikan pemukiman baru. Mereka lalu tinggal diwilayah tersebut yang kemudian disebut sebagai desa. Kegiatan membuka lahan tersebut babak alas dan babak yasa. Umumnya lahan untuk yang dijadikan desa telah mempunyai syarat sebagai tempat yang bisa mendukung kehidupan warga desa yang akan menempatinya tersebut; yaitu lahannya mencukupi untuk dijakan tempat permukiman, pusat pemerintahan, atau kerajaan, tanah relatif subur, ada sumber mata air, lahan dan potensinya 13 bisa menjadi sumber mata pencaharian penduduknya dan sumber pembiayaan pemerintahan desa. Setelah membentuk sebuah desa sang tokoh lalu membentuk pemerintahannya biasanya menjadi kepala desa. Pemerintahan terdiri atas kepala desa yang dibantu dengan beberapa petugas yang diperlukan, yaitu petugas yang mengurus perairan, perkebunan, kerohanian, hubungan masyarakat, keamanan, dan pelaksanaan tugas wilayah. Disamping itu, juga dibentuk lembaga sepuluh desa yang waktu babak yasa merupakan orang-orang tua desa dan pendukung spiritual. Sesepuh desa ini berfungsi sebgai penasehat kepala desa dan sumber legimasi atas kebijakan yang dibuatnya. Mereka inilah orang pertama didesa tersebut yang disebut sebagai dayang desa, yaitu para pendiri desa yang diyakini mempunyai kekuatan lebih dari orang-orang biasa. Tulisan pada prasasti himad-walandit menunjukan bahwa desa pada kerajaan Kediri-Jenggala memiliki status swatantra (otonomi). Dengan demikian sejak dulu desa mempunyai hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri/swatantra/otonomi. Berdasarkan prasasti dan piagam yang ditemukan kemudian pada 1880 di Penanjangan Tengger, Jawa Timur, (Suriadiningrat, 1992: 18) menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahwa desa sebagai lembaga pemerintahan terendah telah ada sejak dahulu kala dan bukanlah impor dari luar Indonesia, bahkan murni bersifat Indonesia; 14 2. Bahwa nampaknya desa adalah tingkat yang berada langsung dibawah kerajaan. Dengan kata lain, pada waktu itu terdapat sistem pemerintahan di daerah dua tingkat; 3. Bahwa masyarakat Indonesia sejak dahulu telah mengenal sistem-sistem pemerintahan di daerah, dan sekarang menjadi hakikat dari asas-asas penyelenggaraan pemerintahan, misalnya: swatantra (yaitu yang disebut sekarang dengan otonomi atau hak untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri). Demikian pula dengan jabatan-jabatan atau pembagian tugas, misalnya samget (ahli adat), raja dikkira pamget/jayapatra (haki), patih dyaksa (jaksa), dan sebagainya. 4. Bahwa terdapat jenis-jenis desa antara lain desa keramat, desa pendidikan, dan sebagainya dengan hak-hak khusus. Dilihat dari sejarahnya, desa sudah dikenal sejak zaman kerajaan-kerajaan Nusantara sebelum kedatangan Belanda. Desa adalah wilayah-wilayah yang mandiri dibawah taklukan kerajaan pusat. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, kerajaan pusat hanya menuntut loyalitas desa. Sedangkan bagaimana desa menyelenggarakan pemerintahannya, kerajaan pusat tidak mengatur melainkan menyerahkan kepada desa yang bersangkutan untuk mengatur dan mengurusnya sesuai dengan adat-istiadat dan tata caranya sendiri. Desa pada mulanya telah mampu mengembangkan diri dengan kelembagaan yang lengkap dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan 15 keamanan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri mulai kehilangan otonominya ketika hadir otoritas yang lebih besar diluar dirinya. Sementara itu, menurut Nurcholis (2011: iv) dilihat dari sejarah Indonesia bahwa gagasan utama memajukan desa dengan cara rasionalisasi dan modernisasi dapat dilacak dalam pikiran Mohammad Yamin dan Soepono yang dilontarkan dalam sidang BPUPKI sebelum proklamasi kemerdekaan. Keduanya menggagas bahwa pemerintahan di dalam Indonesia merdeka akan disusun dalam tiga tingkatan: 1) pemerintahan kaki yaitu desa, 2) pemerintahan tengah yaitu pemerintahan daerah, dan 3) pemerintahan atas sebagai pemeritahan pusat. Dengan keadaan seperti itu maka keberadaan desa baik sebagai lembaga pemerintahan maupun sebagai entitas kesatuan masyarakat hukum adat menjadi sangat penting dan strategis. Sebagai lembaga pemerintahan, desa merupakan ujung tombak pemberian layanan kepada masyarakat. Sedangkan sebagai entitas kesatuan masyarakat hukum, desa merupakan basis sistem kemasyarakatan masyarakat Indonesia yang sangat kokoh sehingga dapat menjadi landasan yang kuat bagi pengembangan sistem politik, ekonomi, sosialbudaya, dan bahkan yang stabil dan dinamis. Selain itu salah satu faktor yang mempercepat pembentukan desa adalah fenomena pertumbuhan penduduk di daerah pedesaan yang terus meningkat dengan senantiasa memperhatikan potensi-potensi desa, sarana dan prasarana serta kehidupan sosial ekonomi masyarakat desa tersebut. 16 C. Konsep Pemerintahan Daerah Sistem pemerintahan negara RI menurut UUD 1945 menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini berarti pemerintah pusat memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelengarakan otonomi daerah. Secara harfiah perkembangan berasal dari kata kembang yaitu berarti terbuka menjadi besar menjadi luas kemudian bertambah sempurna, banyak atau maju (Poerwadarminta, 1983: 473). Pembentukan maupun perkembangan wilayah dan tersebut diatas disusun secara vertikal dan merupakan lingkungan kerja, aparat pemerintah yang menyelenggarakan tugas-tugas atau urusan-urusan pemerintah umum di daerah. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pengendalian dalam rangka menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintah didaerah. Pembentukan wilayahwilayah tersebut dalam kajian mengenai pemerintahan yang lebih mendalam maka perlu dibedakan dahulu antara pengertian pemerintah. Disini dapat diterangkan bahwa menurut arti etimologis (tata bahasa) maka: 1. Pemerintah ialah nama subjek yang terdiri sendiri. Contoh: pemerintah desa, pemerintah daerah, dan sebgainya. 2. Pemerintahan ialah kata jadian yang disebabkan karena subjek mendapat akhiran-an pemerintah melakukan tugas, kegiatan itu disebut sebagai pemerintahan (Saparin, 1986: 12). 17 Hossein dalam Supriyadi (2004: 3) menjelaskan bahwa konsep pemerintahan daerah (Local Goverment) dapat mengandung tiga arti. Pertama, berarti pemerintahan lokal. Kedua, pemerintahan lokal yang dilakukan oleh pemerintahan lokal. Ketiga, berarti daerah otonom. Lokal goverment pada arti pertama menunjukan pada lembaga atau organnya, maksudnya adalah organ/organisasi pemerintah ditingkat daerah atau wadah menyelenggarakan kegiatan pemerintah daerah. Lokal government dalam arti kedua menunjukan pada fungsi kegiatannya, dalam arti ini maksudnya Lokal Government sama dengan pemerintah daerahnya. Dalam konteks Indonesia pemerintah daerah dibedakan dengan istilah pemerintah daerah dan badan atau organisasinya yang merupakan bentuk pasifnya dan pemerintahan daerah merupakan bentuk aktifnya. Supriyadi (2004: 4) menjelaskan bahwa unsur-unsur pemerintahan daerah yaitu : 1. Pemerintahan daerah adalah sub devisi politik dari kedaulatan bangsa dan negara. 2. Pemerintah daerah diatur oleh hukum. 3. Pemerintah daerah mempunyai badan pemerintah daerah yang dipilih oleh penduduk setempat. 4. Pemerintah daerah menyelenggarakan kegiatan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 5. Pemerintah daerah memberikan pelayanan dalam wilayah jurisdikasinya. 18 Hossein dalam Miswar (2008: 44) menjelaskan bahwa pemerintah daerah otonom adalah pemerintah daerah yang badan pemerintahnnya dipilih oleh penduduk setempat dan memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan dan tetap mengalami supermasi dan kedaulatan nasional. Dalam telaah geografis desa, penting untuk dibahas letak desa terhadap daerah lain secara menyeluruh, desa dapat unuk dikembangkan harus ditelaah unsur-unsurnya seperti yang tertulis dibawah ini: 1. Tanah: perkebunan, pekarangan, tegalan/hutan, perumahan yang merupakan sumber pangan dan industri, 2. Sumber air: keperluan domestik yang merupakan sumber hidrologi, 3. Warga desa: potensi sosial, ekonomi, kebudayaan dan hak kemanusiaan yang merupakan tenaga, 4. Tata kehidupan desa: tata organisasi dan pemerintahan desa yang merupakan sumber politik unit kecil, 5. Tanaman/hewani: potensi tanaman pokok dan jagung, tenaga dagang, dan susu yang merupakan sumber vegetasi dan protein. Adapun ciri-ciri kehidupan masyarakat desa yang menjadi penghuninya adalah sebagai berikut: 1. Desa dan masyarakat erat sekali hubungannya dengan alam komunitas dalam kesatuan geogarfis tertentu yang antara mereka saling mengenal 19 baik, dan corak kehidupan yang relatif homogen dan banyak bergantung dengan alam. 2. Penduduk di desa merupakan suatu unit sosial dan unit kerja yang jumlah mereka relatif tidak besar dan struktur ekonomi umumnya agraris. 3. Masyarakat desa mewujudkan suatu pemerintahan yang dinamis ikatan kekeluargaan yang erat (Aryono, 2000: 45). Suatu kesatuan sejarah pedesaan merupakan sejarah dalam arti yang selua- luasnya yakni setiap sejarah memiliki latar belakang sejarah pedesaan. Jadi sejarah pedesaan adalah bidang kajian sejarah yang khususnya mengkaji masalah desa atau pedesaan, masyarakat petani dan ekonomi pertanian. Dalam mengkaji suatu perkembangan daerah atau wilayah pedesaan yang perlu disoroti adalah masalah geografis, ekonomi, budaya juga mengenai bangunan fisik, status sosial, lembaga sosial, dan hubungan sosial sejalan dengan itu seperti yang dikemukakan oleh Gie The Liang (1997: 89), bahwa desa harus memiliki kriteria sebagai berikut: 1) Kepala desa Kepala desa yaitu sebagai kepala yang mengepalai suatu daerah tertentu, dimana kepala desa menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pimpinan pemerintah desa yaitu menyelenggarakan urusan rumah tangga desa dan merupakan pemerintahan penyelenggaraan dan dan pembangunan penanggung dan jawab kemasyarakatan utama dalam dibidang rangka menyelenggarakan urusan pemerintah desa, urusan pemerintah umum 20 termaksud potensial ketentraman dan ketertiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menumbuhkan serta mengembangkan jiwa gotong royong masyarakat sebagai studi dalam utama pelaksanaan pemerintahan daerah. 2) Lembaga Masyarakat Desa (LMD) Lembaga masyarakat desa adalah lembaga permasyarakatan yang keanggotaannya terdiri atas kepala-kepala dusun pimpinan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan pemuka-pemuka masyarakat di desa yang bersangkutan dalam perwujudan demokrasi pancasila pemerintah desa disalurkan melalui wadah lembaga musyawarah desa. Wadah ini merupakan lembaga permusyawaratan/pemufakatan dari pemuka-pemuka masyarakat yang ada di desa dalam mengambil bagian terhadap pembangunan desa yang keputusankeputusannya ditetapkan berdasarkan musyawarah dan mufakat dengan memperhatikan sungguh-sungguh kenyataan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat seperti pembentukan sekretariat desa diantaranya yaitu: a) Sekretaris Desa dalam hal kepala desa berhalangan sekretaris desa menjalankan tugas serta wewenang dari kepala desa. b) Kepala Dusun untuk menjalankan jalannya pemerintahan desa dibentuk dusun yang dikepalai oleh kepala dusun adalah unsur pelaksana tugas kepala desa dengan wilayah kerjanya tertentu. c) Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Berdasarkan pertimbangan bahwa desa secara keseluruhan merupakan landasan 21 ketahanan nasional dan perlu dimiliki satu lembaga yang mampu melaksanakan dan merencanakan pembangunan di desa. Maka lembaga sosial desa sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa yang menyeluruh dan terpadu ditingkatkan fungsinya sehingga menjadi lembaga ketahanan masyarakat desa. Berdasrkan dari uraian diatas maka tugas pokok dari LKMD adalah sebagai berikut: 1) Merencanakan pembangunan yang didasarkan atas musyawarah. 2) Menggerakan dan meningkatkan prakarsa dan partisipasi masyarakat untuk melaksanakan pembangunan secara terpadu baik yang berasal dari berbagai kegiatan pemerintah maupun swadaya gotong royong masyarakat. 3) Menumbuhkan kondisi dinamis masyarakat untuk mengembangkan ketahanan di desa. Dari beberapa tugas pokok LKMD diatas maka tugas-tugas dari LKMD adalah sebagai berikut: a) Sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan. b) Menanamkan pengertian dan kesadaran penghayatan dan pengamalan pancasila. c) Menggali, memanfaatkan potensi dan menggerakan swadaya gotong royong masyarakat untuk pembangunan. 22 d) Sebagai sarana komunikasi antara pemerintah dan masyarakat serta antar warga masyarakat sendiri. e) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat. f) Menggerakan potensi pemuda untuk pembangunan. g) Meningkatkan peran wanita dalam mewujudkan keluarga sejahtera. h) Membina kerja sama antar lembaga yang ada dalam masyarakat untuk pembangunan. i) Melaksanakan tugas-tugas lain dalam rangka membantu pemerintah desa untuk menciptakan ketahanan yang mantap. j) Pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK). Menurut Sapoetra (1986: 10). Didalam adanya suatu pengembangan suatu desa perlu adanya bantuan pemerintah yakni bantuan berupa: 1) Perluasan lapangan kerja di desa dalam bidang sektor pertanian dan industri kecil. 2) Menyelenggarakan pemukiman baru. 3) Memperluas dan menyempurnakan jaringan prasarana desa. 4) Menyempurnakan aparatur pemerintah desa. Selain itu juga dalam usaha pembangunan desa bantuan pemerintah sangatlah menunjang dalam proses pembangunan sebab adanya bantuan seperti perluasan sektor pertanian dan industri, penyempurnaan sarana dan prasarana desa adalah merupakan faktor utama didalam pembangunan pedesaan. Jadi 23 didalam usaha pembangunan desa itu sangat utama dalam potensi serta kemampuan yang ada dalam masyarakat. Menurut undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah pada bab XI pasal 200 ayat 2 disebutkan bahwa “desa dapat dibentuk, dihapus, digabung dengan memperhatikan asal usulnya atau prakarsa masyarakatnya”. Suatu desa dapat dibentuk setelah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sejalan dengan itu pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan desa ditetapkan dengan peraturan daerah. Dalam pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan desa perlu dipertimbangkan luas wilayah, jumlah penduduk, sosial budaya, potensi desa dan lain-lain (Raharjo, 2004: 29). Disamping itu pembentukan desa juga senantiasa memperhatikan sumber daya manusia sebagai pelaku atau subjek. Menurut keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 64 tahun 1999 pasal 6 ayat (2) huruf (b) disebutkan tentang persyaratan terbentuknya desa sebagai berikut: (a) jumlah penduduk, (b) luas wilayah, (c) sosial budaya, (d) potensi desa, (e) sarana dan prasarana pemerintah. Berdasarkan beberapa uraian diatas maka dapat dikemukakan bahwa adanya pembentukan desa harus memperhatikan dan mempertimbangkan beberapa faktor seperti kehidupan sosial masyarakat yang dapat menjamin berlangsungnya tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu 24 pembentukan desa dimaksud pula untuk mempercepat pemekaran pembangunan, dan kesejahteraan warga masyarakat. Terbentuknya desa sebagai tempat tinggal kelompok tertentu disebabkan karena nilai alamiah untuk mempertahankan kelompok. Didalam kelompok tersebut terjalin sendi-sendi yang melanda hubungan-hubungan antara sesama warga kelompok berdasarkan hubungan kekerabatan, kekeluargaan, karena tempat tinggal dekat dan kesamaan kepentingan. Berdasarkan kesamaan kepentingan tersebut maka terdapat bermacammacam desa sebagai tempat tinggal kelompok yang untuk awalnya atau selama suatu waktu tertentu berkembang dan tumbuh berdasarkan adanya kegiatan dibidang-bidang tertentu. Dari sini dapat dibedakan pensifatan jenis-jenis desa seperti yang dikemukakan oleh Saparin (1986: 122) yaitu: 1) Desa tambang (dimana hanya terdapat kegiatan penyelenggaraan orang dan barang karena lokasinya ditepi sungai yang besar). Desa nelayan (dimana mata pencahariannya dengan usaha perikanan laut karena lokasinya ditepi laut). Desa pelabuhan (hubungan dengan manca negara, antar pulau, pertahanan/strategi perang dan sebagainya sebagai akibat lokasi prasarana pelabuhan). 2) Desa pendidikan (desa yang dibebaskan dari pemungutan pajak karena diwajibkan memelihara makam-makam raja atau karena jasa-jasa terhadap desa). 25 3) Desa penghasil usaha pertanian, kegiatan perdagangan, industri kerajinan, pertambangan dan sebagainya. Desa pariwisata (adanya objek pariwisata). Bertolak dari pandangan tersebut diatas, maka penulisan mengenai terbentuk dan berkembangnya Desa Bone Kancitala ini diharapkan menjadi sebuah kajian akademik dalam arti yang sebenarnya. D. Konsep Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan syarat utama untuk terjadinya kegiatankegiatan sosial. Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan orang dengan orang, antara kelompok dengan kelompok masyarakat, maupun antara orang dengan kelompok masyarakat (Drajat, 1999: 23). Syani (1994: 151) mengemukakan bahwa interaksi sosial dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antara dua belah pihak, yaitu antara individu yang satu dengan yang lain atau kelompok lain dalam rangka mencapai tujuan bersama. Pendapat diatas mengandung makna bahwa dalam interaksi sosial terjadi hubungan timbal balik menurut situasinya dan kepentingannya masingmasing, sehingga lahirlah hubungan atau pertemuan secara fisik, serta peergaulan yang ditandai dengan saling berbicara, bekerja sama dalam memecahkan suatu masalah atau mungkin pertemuan dalam suatu pertikaian dan lain sebagainya. Peristiwa yang merupakan proses dalam rentan kehidupan manusia sangat banyak dan luas variasinya. Dinamika proses sosial karena proses itu 26 melibatkan manusia atau beberapa aspek kepercayaan, adat istiadat, dan lain sebagainya. Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial, karena interaksi merupakan syarat utama terjadinya aktifitas-akifitas sosial (Rusli, 1993: 20). Interaksi sosial tidak akan terjadi bila tidak ada kontak sosial maupun komunikasi yang terjalin dengan baik. Dalam jangka waktu yang lama interaksi ini akan menimbulkan perubahan sosial diantara kelompok masyarakat, bahkan akan terjadi kecenderungan konflik antar kelompok masyarakat. Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial ada dua macam yaitu: 1) Asosiatif. Yaitu proses interaksi yang mendekatkan atau menyatukan. Misalnya kerjasama, akomodasi, dan asimilasi. 2) Disosiatif. Yaitu interaksi yang mempertentangkan atau menjauhkan. Misalnya persaingan, kontroversi, dan konflik. (Partowisastro, 1983: 10). Suatu interaksi sosial dapat terjadi jika memenuhi dua syarat, yaitu: 1) adanya kontak sosial, 2) adanya komunikasi. Kontak sosial terdiri atas kontak primer dan kontak sekunder. Kontak primer terjadi apabila mengadakan hubungan langsung, sedangkan kontak sekunder terjadi jika memerlukan suatau perantara. Sedangkan komunikasi menyatakan bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (sesuatu yang berwujud pembicaraan, gerakgerik, badaniah dan sikap) perasaan-perasaan apa yang disampaikan oleh orang tersebut (Rusli, 1993: 20). Sama halnya dengan tersebut diatas dikemukakan pula dalam proses interaksi terdapat bentuk dan pola-pola yang terbentuk secara umum seperti 27 yang dikemukakan oleh Gillin dalam Rosmita (2010: 25) bahwa bentuk interaksi terjadi dalm dua bentuk proses yaitu: 1) Proses yang asosiatif yang terjadi dalam tiga bentuk khusus yaitu: a) kerjasama; b) akomodasi dan; c) asimilasi. a) Kerjasama (Cooperation) Kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial yang paling utama dalam merupakan proses utama. Kerjasama timbul jika orang menyadari mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama pada saat bersamaan dan juga mempunyai pengetahuan dan pengadilan terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut. Kesadaran akan kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna. b) Akomodasi (Accomodation) Akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama dengan pengertian adaptasi yang menunjuk pada suatu proses dimana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya. Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai suatu proses dimana orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang mulamula menyendiri lama kelamaan saling bertetangga untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. 28 c) Asimilasi (Assimilation) Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan usaha-usaha untuk mengurangi. Perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan prosesproses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Proses asimilasi timbul bila ada: a) kelompokkelompok manusia yang berbeda kebudayaan; b) individu sebagai warga kelompok yang saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama; c) kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan menyesuaikan diri. 2) Proses yang disosiatif yang terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu: a) persaingan; b) kontroversi dan; c) pertikaian. a) Persaingan (Competition) Persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan dimana pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (bagi perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunyai dua tipe yaitu yang bersifat pribadi dan tidak 29 pribadi, yang pribadi atau perorangan secara langsung bersaing untuk memperoleh kedudukan tentu didalam organisasi. b) Kontroversi (Controvertion) Kontroversi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontroversi terutama ditandai oleh gejala-gejala adanya oleh ketidakpastian mengenal diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang atau perasaan tersebut dapat pula berkembang terhadap kemungkinan, kegunaan, keharusan atau penilaian terhadap suatu usul, buah pikiran, kepercayaan, doktrin atau rencana yang dikemukakan seseorang atau kelompok manusia lain. c) Pertikaian (Conflict) Pertikaian atau konflik-konflik sosial adalah suatu gejala yang wajar terjadi dalm proses perkembangan masyarakat yang sedang mengalami proses perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Sesungguhnya tidak ada suatu masyarakat yang dalam satu proses perkembangannya tidak mengalami konflik-konflik sosial. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat terus menerus dalam suatu keteraturan dan ketertiban yang abadi juga tidak dapat terus menerus dalam suatu kekalutan yang abadi. 30 Konflik dibedakan menjadi dua bagian yaitu: konflik sosial dan konflik budaya. Konflik sosial adalah tidak sesuainya kepentingan dan kebutuhan antara penduduk asli dengan pendatangan, sedangkan konflik budaya adalah berhubungan dengan perbedaan nilai dan norma mengenai benar atau salah serta yang baik dan buruk (Rudito, 1991: 109). Menurut Tolan (1990: 60) dalam Herliani interaksi sosial dapat mengarah kepada terbentuknya rasa kesatuan dan kebersamaan jika memenuhi syaratsyarat sebagai berikut: 1. Terdapat nilai-nilai dan norma-norma sosial yang dapat diterima oleh semua pihak dalam bentuk konsensus dan dilakukan dengan konsisten. 2. Ada keterikatan atau saling ketergantungan antara setiap kelompok dalam masyarakat sehingga memungkinkan adanya kerjasama yang saling mengisi dan saling menguntungkan. 3. Adanya pembaharuan yang tidak diskriminatif sehingga setiap anggota masyarakat merasa memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam proses sosial. Secara sederhana interaksi sosial dapat terjadi antara dua orang yang bertemu dimana mereka berjabat tangan, saling menegur, saling berbicara dan bahkan saling bertengkar. Aktifitas-aktifitas seperti itu merupakan bentuk dari interaksi sosial dan lazim terjadi dari setiap masyarakat terutama dalam rangka menyesuaikan diri antara keadaan lingkungan dengan keadaan kehendak 31 dirinya, seperti tuntutan yang akan dilakukannya dan apa yang seharusnya diterimanya. E. Konsep Perubahan Sosial Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan karena tidak ada suatu masyarakat yang berhenti pada suatu titik tertentu sepanjang masa. Usaha manusia dalam mempertahankan, mengembangkan dan melestarikan kehidupannya sebagai makhluk sosial dalam bermasyarakat merupakan proses yang didalamnya terdapat perubahan sosial. Gillin dan Gillian dalam Soekanto (2006: 304), mengatakan perubahanperubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan, material, komposisi penduduk maupun karena adanya difusi ataupun penemuanpenemuan baru dalam masyarakat. Selo Soemardjan dalam Soekanto (2006: 305) memberikan definisi bahwa segala perubahan-perubahan pada lembagalembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya. Termaksud didalam nilai-nilai masyarakat. Kingslei Davis dalam Soekanto (2006: 305) berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Sebab-sebab terjadinya suatu perubahan biasa terjadi karena ada faktor baru yang mengganti faktor lama itu, sebab-sebab itu adalah: 1. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri, antara lain: a. Bertambahnya atau berkurangnya penduduk. 32 b. Adanya penemuan-penemuan baru. c. Konflik masyarakat. d. Terjadinya pemberontakan atau revolusi 2. Sumber-sumber yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri antara lain: a. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia. b. Peperangan. c. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Lebih lanjut Soekanto (2006: 326), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya proses perubahan adalah: 1. Faktor pendorong yaitu kontak dengan kebudayaan lain, sistem pendidikan formal yang maju, sikap menghargai hasil karya seseorang, toleransi, sistem terbuka, penduduk yang heterogen, orientasi kemasa depan serta nilai bahwa manusia harus senang tiasa berikhtiar untuk memperbaiki kehidupannya. 2. Faktor penghambat yaitu kurang hubungan dengan masyarakat lain, perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat, sikap masyarakat yang sangat tradisional, rasa takut akan terjadinya kegoyahan, pada integrasi kebudayaan, prasangka terhadap hal-hal baru, bahwa hidup pada hakiatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki. Perubahan sosial selalu diikuti dengan adanya perubahan kebudayaan masyarakat, sebab antar kebudayaan dan masyarakat tidak dapat dipisahkan 33 sehingga apa saja yang dialami masyarakat dapat berpengaruh terhadap unsurunsur kebudayaan. Proses perubahan sosial dalam suatu masyarakat baik masyarakat pendatang maupun masyarakat lokal pasti mengalami perubahan. F. Penelitian Terdahulu Keanekaragaman suku dan bangsa yang ada di Nusantara merupakan objek kajian para peneliti dalam rangka penentuan topik dan tematis masalah penelitian. Tidak terkecuali sejarah terbentuk dan perkembangan sebuah desa telah banyak menarik perhatian dikalangan peneliti. Adapun penelitian yang membahas tentang sejarah desa yaitu: 1. Rinoarjo dengan judul penelitiannya “Sejarah Desa Latoma Jaya Kecamatan Abuki Kabupaten Konawe (1997-2003)”. Dengan kesimpulan sejarah terbentuknya Desa Latoma Jaya dari persiapan Desa Latoma Utama yang tergabung dalam Desa Alokisa desa induk. Karena adanya diskriminasi yang dirasakan warga Desa Latoma sehingga mereka mengadakan musyawarah untuk rembuk kampung maka munculah ide untuk memekarkan Desa Latoma Utama menjadi Desa Latoma Jaya. Nama Desa Latoma Jaya itu sendiri berasal dari pokok kata Laa Toono Manasa (ada orang asli) sehingga muncul nama Latoma. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Jusnawati dengan judul penelitian”Sejarah Pembentuka Desa Wia-Wia Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka (1999-2003)”. Dengan kesimpulan terbentuknya Desa Wia-Wia dilatar belakangi oleh adanya faktor pendukung yaitu luas wilayah yang 34 didukung oleh keadaan sangat mendukung bagi pengembangan pertanian serta jumlah penduduk yang mendiami daerah tersebut, faktor sosial budaya, sarana dan prasarana. Karena faktor pendukung tersebut telah memenuhi kriteria atau persyaratan pembentukan suatu desa. Proses terbentuknya Desa Wia-Wia berawal dari usaha para tokoh masyarakat dengan mengadakan rembuk kampung (musyawarah) pada tahun 1999 maka pada tahun 2003 Desa Wia-Wia baru resmi mekar menjadi sebuah desa. 3. Penelitian yang dilakukajn oleh Feri Agriaan dengan judul penelitian “Sejarah Terbentuknya Desa Lora Kecamatan Mataoleo Kabupaten Bombana” yang menyimpulkan bahwa sejarah terbentuknya Desa Lora berasal dari nama sebuah sungai yakni sungai lora yang merupakan satusatunya jalur yang harus dilewati umtuk menyebrang menuju Desa Pulau Tembako desa induk. 4. Penelitian yang dilakukanj oleh Suharni demgan judul penelitian “Sejarah Terbentuknya Desa Kaindi Kecamatan Lainea Kabupaten Konawe Selatan” yang menyimpulkan bahwa sejarah terbentuknya Desa kaindi bersal dari kata kait (pancing) karena ditempat tersebut terdapat sungai yang memiliki banyak ikan sehingga masyarakat berbondong-bondong untuk menangkap ikan ditempat tersebut dan memberi nama desa tersebut Desa Kaindi. Desa Kaindi merupakan pemekaran dari Desa Pamandati (desa induk). 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Sesuai dengan judul penelitian ini, maka yang menjadi tempat penelitian ini adalah Desa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna. B. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan secara bertahap dimulai dari pengumpulan sumber yang dilaksanakan pada awal bulan Januari sampai Maret 2015, dan diakhiri dengan penyusunan skripsi. C. Jenis dan Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian sejarah yang bersifat deskritif kualitatif. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan strukturis yaitu mempelajari peristiwa dan struktur dalam suatu kesatuan yang saling melengkapi, artinya peristiwa mengandung kekuatan mengubah struktur sosial, sedangkan struktur mengandung hambatan atau dorongan bagi tindakan perubahan dalam masyarakat. D. Prosedur Penelitian Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah menurut Sjamsuddin (2007: 17). Tata kerja metode ini adalah (1) Heuristik; (2) Verifikasi (Kritik Sumber); (3) Historiografi (Intrepretasi, Penjelasan, dan Penyajian). 35 36 Berdasarkan tata cara prosedur diatas berturut-turut akan dikemukakan sebagai berikut: 1. Heuristik (Teknik Pengumpulan Data) Peneliti berusaha untuk mendapatkan serta menghimpun data yang relevan dengan permasalah dalam penelitian ini. Adapun tekhnik pengumpulan sumber yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti mengacu kepada pendapat Kasianto (2006: 9) yaitu: a. Studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengkaji buku-buku, skripsi, maupun hasil penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini. b. Studi dokumen yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengkaji dokumen atau arsip-arsip yang ada hubungannya dengan sejarah Desa Bone Kancitala. c. Studi lisan yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan wawancara kepada informan yang banyak memiliki informasi. Melalui studi lisan maka peneliti melakukan wawancara dengan beberapa informan yang penulis anggap memiliki pengetahuan serta pemahaman tentang sejarah Desa Bone Kancitala. d. Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengkaji bendabenda peninggalan sejarah yang ada di Desa Bone Kancitala. 2. Verifikasi (Kritik Sumber) 37 Menurut Sjamsuddin, (2007: 130) bahwa untuk mengetahui keaslian (otentitas) dan kebenaran (kredibilitas) data yang telah diperoleh, maka peneliti mengadakan kritik sumber yang ditempuh dua tahap yakni kritik eksternal dan kritik internal sehingga data yang diperoleh benar-benar akurat dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. 1) Kritik eksternal yaitu kritik yang dilakukan oleh peneliti terhadap sumber data yang telah dikumpulkan baik sumber tertulis, maupun sumber lisan untuk mengetahui dan meyelidiki keaslian bahan dari sumber data tersebut terutama memperhatikan asal-usul sumber serta membandingkan antara sumber yang satu dengan sumber yang lainnya. Sjamsuddin (1998: 105) mengemukakan bahwa kritik eksternal adalah suatu penelitian atas asalusul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin dan untuk mendeskripsikan apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak. 2) Kritik internal yaitu kritik yang dilakukan untuk mendeskripsikan kebenaran isi data yang didapat dari berbagai sumber. Arif (2009: 38) mengemukakan bahwa kritik internal menekankan pada aspek dalam yaitu isi dari sumber sejarah. Untuk menguji apakah sumber tersebut dapat dipercaya kebenarannya dan ketepatannya, maka dapat dilakukan melaui empat tahap yaitu: (1) kemampuan menyatakan kebenaran, (2) kemauan menyatakan kebenaran, (3) keakuratan pelaporan dan, (4) dukungan 38 secara bebas dari orang lain yang juga menyaksikan peristiwa secara langsung mengenai isi laporan yang disampaikan. 3. Historiografi Penyusunan data merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian penelitian sejarah yakni penyusunan kisah berdasarkan data dan fakta yang diperoleh serta telah lolos dari krtitik baik itu kritik eksternal maupun kritik internal. Dan telah ditafsirkan atau sudah diinterpretasi. Penyusunan data dilakukan secara kronologis dan sistematis sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Menurut Sjamsuddin (2007: 155) tahap-tahap penulisan sejarah mencangkup antara lain: a. Penafsiran (intepretasi) adalah kegiatan yang dilakukan oleh penulis sehingga kecenderungan untuk memasukkan ide-ide, gagasan dan pemikiran penulis, semua data yang diperoleh dari wawancara, telaah dokumen yang telah lolos dari analisa kritik, selanjutnya dihubungkan atau dikaitkan satu sama lain sehingga antara fakta yang satu dengan yang lainnya akan menjadi sebagai satu rangkaian yang masuk akal (logis), dalam arti menunjukan kecocokan (relevansi satu sama lain). Penafsiran dapat dilakukan dengan cara: 1) Analisis, yaitu peneliti menguraikan isi sumber berdasarkan sumber dan fakta yang berhasil dihimpun dan telah lolos dari kritik esternal maupun 39 kritik internal serta sudah diinterpretasikan sehingga peneliti mendapatkan kebenaran fakta-fakta yang sesuai dengan kenyataan lapangan. 2) Sintesis, yaitu memberikan penafsiran sumber dengan cara menghubunghubungkan antara sumber yang satu dengan sumber yang lainnya, sehingga didapatkan fakta sejarah yang dipercaya secarai lmiah. b. Penjelasan (eksplanasi), setelah dilakukan penafsiran maka tahapan berikutnya adalah eksplanasi dimana peneliti harus dapat menjelaskan sumber-sumber yang berhubungan dengan pokok-pokok masalah penelitian tersebut. c. Penyajian (ekspose), setelah melakukan penafsiran dan penjelasan maka tahap selajutnya adalah penyajian dimana cerita sejarah berdasarkan interprestasi dan penjelasan berusaha menjaga mutu cerita sejarah seperti prinsip serialisasi. Tahap ini merupakan tahap akhir dari penulisan sejarah. Pada tahap ini sejarawan secara analis dan kritik berusaha memaparkan, mempersatukan atau menampilkan kepada pembaca atau pemerhati sejarah fakta-fakta yang telah didapatkan. E. Sumber Data Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga kategori data penelitian yaitu sebagai berikut: 1) Sumber tertulis, yaitu data yang diperoleh dari berbagai literatur baik itu dalam bentuk dokumen atau arsip-arsip, buku, skripsi maupun laporan hasil penelitian tentang sejarah desa lainnya yang relevan dengan 40 penelitian ini. Sumber-sumber tersebut diperoleh dari perpustakaan daerah Sulawesi Tenggara, perpustakaan Universitas Halu Oleo, serta Perpustakaan FKIP Universitas Halu Oleo. 2) Sumber lisan, yaitu data yang diperoleh dari tindakan pengumpulan data melalui wawancara dengan para informan, diantaranya adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, serta pemerintah daerah setempat yang mendeskripsikan tentang permassalahan yang diteliti. 3) Sumber visual yaitu, data yang diperoleh dari hasil pengamatan mengenai beberapa peninggalan bersejarah Desa Bone Kancitala. 41 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak Dan Luas Wilayah Desa Bone Kancitala merupakan salah satu wilayah desa di Kabupaten Muna yang terletak disebelah barat pulau Muna yang tanahnya subur dan sumber daya alamnya yang memungkinkan manusia untuk hidup dan bermukim disana. Desa Bone Kancitala memiliki luas wilayah 3000 Ha. Dari luas wilayah Desa Bone Kancitala tersebut dibagi menjadi 2 dusun yaitu dusun I dan dusun II. Dilihat dari teritorialnya Desa Bone Kancitala memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Wasolangka; b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Matombura dan Desa Bone Lolibu; c. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Bone Tondo; d. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Oelongko. (Sumber Data: Kantor Desa Bone Kancitala Tahun 2015). Desa Bone Kancitala dengan luas wilayah 3000 ha termanfaat sebagai pemukiman, pembangunan, dan perkebunan. Secara rinci data pemanfaatan baik oleh masyarakat dan pemerintahan desa ditunjukan pada tabel berikut: 41 42 Tabel 1: Luas Wilayah Desa Bone Kancitala Dan Pemanfaatannya. No. Pemanfaatan Wilayah Luas (Ha) Persentase (%) 1. Pemukiman 500 16,67 2. Pembangunan 500 16,67 3. Perkebunan 2000 66,66 3000 100 Jumlah Sumber Data: Kantor Desa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna Tahun 2015. Dari tabel 1 di atas menunjukan bahwa luas wilayah Desa Bone Kancitala adalah sebesar 3000 ha. Sebagian lahan digunakan untuk kegiatan perkebunan yaitu sebesar 2000 ha atau sekitar 66,66%, dan sisanya digunakan untuk daerah pemukiman masyarakat dan untuk pembangunan yaitu sebesar 500 ha atau sekitar 16,67%. 2. Topografi/Keadaan Alam Keadaan alam wilayah Desa Bone Kancitala pada umunya terdiri dari daratan tinggi dan perbukitan. Daratan tinggi merupakan daerah pemukiman penduduk daerah pertanian dan perkebunan. Pada lembah perbukitan penduduk menanami jenis tanaman jangka panjang antara lain seperti jambu mete, dan jati yang berproduksi dengan baik yang hasilnya cukup membantu dalam meningkatkan pendapatan keluarga guna untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan primer. Selain itu kondisi tanah di wilayah Desa Bone Kancitala pada umunya adalah merupakan tanah yang subur 43 sehingga memungkinkan penduduk setempat dapat becocok tanam jangka pendek antara lain seperti jagung, umbi-umbian, buah-buahan, kacang tanah dan sayur-sayuran. Keadaan wilayah Desa Bone Kancitala juga terdapat banyak sumber mata air. Kekayaan sumber alam seperti itu dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kelangsungan hidup sehari-hari. 3. Keadaan Iklim Kecamatan Bone pada umumnya dan di Desa Bone Kancitala pada Khususnya mempunyai iklim yang sama halnya dengan daerah lain di Indonesia yakni beriklim tropis yang mengenal dua jenis musim yakni musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan biasanya terjadi pada bulan April sampai bulan Juli setiap tahun, sedangkan musim kemarau biasanya terjadi pada bulan 0 Agustus sampai dengan bulan Maret setiap tahunnya. Suhu terandah 20 C dan suhu tertinggi 250C sedangkan suhu rata-rata berkisar 210C-230C, serta curah hujan rata-rata 1000/2000 mm/tahun. Jika dilihat dari arah bertiupnya angin, maka wilayah Desa Bone Kancitala dikenal dengan musim barat dan musim timur. Angin musim barat bertiup pada bulan Desember sampai bulan Juni. Sedangkan angin musim timur bertiup pada bulan Juni sampai Bulan November. Angin yang bertiup pada musim pancaroba ini tidak menentu dan tidak terarah sehingga dapat menimbulkan arah angin yang berputar. Hal ini sering menjadi kendala bagi masyarakat khususnya di Desa Bone Kancitala dalam melakukan aktifitasnya khususnya yang bermata 44 pencaharian sebagai petani. (Laporan Tahunan Kepala Desa Bone Kancitala, 2014). B. Keadaan Demografis 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan data penduduk yang ada di Kantor Desa Bone Kancitala tampak bahwa sampai tahun 2014 jumlah penduduk yang ada di Desa Bone Kancitala 1508 jiwa. Tabel 2. Komposisi Penduduk Desa Bone Kancitala Menurut Tahun 2014 Jenis Kelamin Umur (Tahun) Jumlah Jiwa Persentase (%) Pria Wanita 0-14 135 175 307 20,36 15-54 524 533 1.057 70,10 Diatas 54 77 67 144 9,54 Jumlah 701 807 1.508 100 Sumber Data: Kantor Desa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna Tahun 2015 Dari tabel II di atas menunjukan bahwa jumlah penduduk terbesar adalah kelompok umur 15-54 tahun yakni sebanyak 1.057 jiwa (70,10%). Sedangkan jumlah penduduk terkecil adalah kelompok umur diatas 54 tahun yakni sebanyak 144 jiwa (9,54%). 45 2. Mata Pencaharian Pada aspek mata pencaharian penduduk yang ada diwilayah Desa Bone Kancitala banyak yang bekerja sebagai petani, buruh tani, PNS/TNI atau Polri, pedagang, peternak, jasa, pensiunan, pengangguran, dan lain-lain. Tabel 3: Komposisi Penduduk Berdasarkan Sumber Mata Pencaharian No. Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1. Petani 870 82,31 2. Buruh Tani 20 1,89 3. Peternak 1 0,09 4. Pedagang 12 1,14 5. Jasa 35 3,31 6. PNS/TNI Atau Polri 56 5,29 7. Pensiunan 18 1,71 8. Lain-lain 45 4,26 1.057 100 Jumlah Sumber Data: Kantor Desa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna Tahun 2015 Dari tabel 3 di atas memperlihatkan bahwa penduduk ekonomi produktif di Desa Bone Kancitala berjumlah 1057 jiwa berdasarkan tabel 3 diatas tersebut juga tampak bahwa mayoritas jenis pekerjaan atau mata pencaharian penduduk Desa Bone Kancitala adalah petani dengan 870 jiwa (82,31%), buruh tani 20 46 jiwa (1,89%), peternak 1 jiwa (0,09%), pedagang 12 jiwa (1,14%), jasa 35 jiwa (3,31%), PNS/TNI atau Polri 56 jiwa (5,29%), pensiunan 18 jiwa (1,71%), dan lain-lain 45 jiwa (4,26%) dari keseluruhan jumlah ekonomi produktif di Desa Bone Kancitala. C. Keadaan Sosial Budaya 1. Agama Agama adalah suatu tatanan yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah SWT, juga mengatur hubungan antara sesama manusia atau makhluk hidup lainnya yang mendiami bumi. Sebagaimana diketahui bahwa bangsa indonesia menerima agama islam dengan dasar kesadaran tanpa adanya paksaan walaupun sering terjadi pertentangan, tetapi pertentangan tersebut dapat diselesaikan dengan perdamaian dan kerukunan. Sehingga ajaran agama islam berpengaruh cepat terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia, termaksud masyarakat yang ada di Desa Bone Kancitala. Jika dilihat dari segi agama yang dianut masyarakat Desa Bone Kancitala mayoritas beragama Islam. Berdasarkan data penelitian yang ditemukan dilokasi penelitian bahwa dari keseluruhan penduduk di Desa Bone Kancitala 100% menganut Agama Islam. Syariat-syariat Islam di dalam masyarakat ini sangat dijunjung tinggi dan merupakan cermin dalam kehidupan sehari-hari. Fasilitas yang ada di Desa Bone Kancitala terdiri dari satu buah masjid sebagai tempat pelaksanaan shalat dan kegiatan ritual-ritual keagamaan lainnya. 47 2. Bahasa Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, karena tanpa bahasa manusia tidak dapat berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya dan bahasa yang digunakan masyarakat Desa Bone Kancitala adalah bahasa Indonesia dan bahasa Muna. 3. Fasilitas Pemerintah dan Fasilitas Umum a. Perkantoran: Kantor Desa, Balai Desa, Puskesmas, Kantor Camat. b. Pasar dan Air Bersih. Pada dasarnya manusia dalam eksistensinya selalu cenderung untuk melangsungkan hidupnya dengan berdasarkan pada potensi yang ada pada diri dan lingkungannya, sistem ekonomi dipilih sebagai salah satu unsur kebudayaan banyak ditentukan oleh faktor geografis dan penduduk daerah setempat. Begitu pula dengan keadaan ekonomi di Desa Bone Kancitala sangat ditunjang oleh faktor geografisnya terutama kondisi alamnya yang merupakan daerah dataran dan subur, karena itu masyarakat Desa Bone Kancitala banyak berkecimpung dibidang pertanian. Berbagai jenis tanaman segera ditanam baik tanaman jangka pendek seperti jagung, umbi-umbian, kacang tanah, dan sayursayuran serta buah-buahan, dan tanaman jangka panjang seperti jambu mente, kelapa, jati, dan lain-lain. Ditinjau dari segi geografisnya Desa Bone Kancitala merupakan ibu kota Kecamatan Bone. Kenyataan ini menyebabkan masyarakat tidak mengalami 48 kesulitan dalam aktivitas perdagangan terutama bila ingin memasarkan hasilhasil pertanian atau ingin mendapatkan peralatan bagi pengembangan usahausaha mereka. Lancarnya berbagai aktivitas dalam berbagai bidang, baik dalam bidang pertanian, maupun usaha-usaha yang lain menyebabkan kondisi perekonomian Desa Bone Kancitala ini cukup maju. 4. Pendidikan Dalam melaksanakan pembangunan, sektor pendidikan memegang peranan penting. Hal ini di akui karena berhasil tidaknya pelaksanaan pembangunan adalah tergantung dari tingkat pendidikan masyarakatnya. Dengan adanya pendidikan yang memadai, maka akan meningkatkan keterampilan penduduk khususnya dalam hal pemenuhan kebutuhan, sehingga dapat tercipta masyarakat sejahtera sehingga dalam pergaulan sehari-hari dapat terjalin suatu hubungan sosial yang baik di dalam masyarakat. Pendidikan juga merupakan tolak ukur keberhasilan seseorang untuk meningkatkan taraf hidupnya, karena semakin tinggi jenjang pendidikan yang telah ditempuh maka kualitas sumber daya manusia meningkat pula. Fasilitas pendidikan yang ada di Desa Bone Knacitala adalah sebagai berikut: a. Taman Kanak-Kanak : 1 unit b. Sekolah Dasar : 1 unit c. Sekolah Menengah Pertama : 1 unit d. Sekolah Menengah Atas : 1 unit 49 Tabel 4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2014 No. Tingkat pendidikan Jumlah Persentase (%) 1. Belum Sekolah 50 3,31 2. Tidak Sekolah 98 6,49 3. Tamat SD 246 16,32 4. Tamat SMP 435 28,85 5. Tamat SMA 544 36,08 6. Diploma/Sarjana 135 8,95 1.508 100 Jumlah Sumber Data: Kantor Dessa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna Tahun 2015 Berdasarakan tabel di atas, menunjukan bahwa tingkat pendidikan di Desa Bone Kancitala yang tamat SMA paling dominan diantara tingkat pendidikan yang lain yaitu sebanyak 544 jiwa dari seluruh jenjang pendidikan, selanjutnya diikuti yang tamat SMP sebanyak 435 jiwa. Berdasarkan wawancara di lapangan, tingkat pendidikan di Desa Bone Kancitala sudah semakin membaik dengan adanya peran langsung dari orang tua siswa dan siswi yang sadar akan pentingnya pendidikan. Sehingga tahun 2009-2014 sudah dicanangkan beberapa siswa yang sudah tamat SMA yang kurang mampu untuk melanjutkan kejenjang perguruan tinggi agar masih tetap sekolah dengan dibantu dalam pengurusan beasiswa dari pihak sekolah maupun 50 kampus. Di Desa Bone Kancitala ada beberapa yang lulus program Bidikisi dan Beasiswa BBM ataupun PPA (La Deta S.Pd., M.Pd, Wawancara 8 Februari 2015). 5. Lembaga Kemasyarakatan Lembaga kemasyarakatan Desa Bone Kancitala terdiri dari LPMD (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa), PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga), RK (Rukun Kampung), Organisasi Kepemudaan dan Organisasi Keagamaan. Masing-masing lembaga ini dibentuk berdasarkan surat keputusan Kepala Desa dan beralamat di Desa Bone Kancitala, serta mempunyai pengurus yang berassal dari masyarakat berdasarkan potensinya masing-masing. Masing-masing lembaga ini mempunyai ruang lingkup kegiatan atau program kerja yang tujuannya untuk pembangunan desa. 6. Lembaga Adat Lembaga adat Desa Bone kancitala diurus oleh pemangku adat atau pengurus adat. Adapun jenis kegiatannya berupa musyawarah adat, upacara adat perkawinan, upacara adat kematian, upacara adat kelahiran, upacara adat bercocok tanam, upacara adat dalam pembangunan rumah, dan upacara adat dalam penyelesaian masalah atau konflik. Semua upacara ini dilakukan pada masa-masa tertentu sesuai dengan jenis kegiatannya. 51 7. Lembaga Keamanan Lembaga keamanan Desa Bone Kancitala meliputi Hansip dan Linmas yang bekerja sama dengan TNI dan POLRI. Para Hansip dan Linmas ini juga biasanya bekerja pada saat pemilu raya dan hari-hari penitng lainnya. 52 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Terbentunya Desa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna Dalam membahas tentang terbentuknya Desa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna tidak terlepas kaitannya dengan latar belakang sejarahnya. Sebagai mana yang dikemukakan oleh La Sanihu S.Ag (Wawancara 2 Februari 2015) bahwa sebelum terbentuknya menjadi sebuah desa, Desa Bone Kancitala merupakan hutan belantara yang non fungsi. Awal perintisan terbentuknya Desa Bone Kancitala yaitu pada tahun 1930 oleh Bapak Abdulllah yang diberi gelar Yaro Aweli. Abdullah merupakan salah satu penasehat pemerintah di Kecamatan Katongku (Kabawo Tongkuno), dan merupakan calon Bonto Balano atau pengatur pemerintahan bersama La Nii. Pemilihan pada saat itu dimenangkan oleh La Nii dan Abdullah memilih untuk meninggalkan Kecamatan Katongku dan membuka perkampungan baru. Awal kedatangnnya di Bone Kancitala mereka tiba secara berkelompok, yang mana nama kelompoknya berdasarkan tempat atau lokasi yang mereka tempati seperti kelompok Kampiri, kelompok Wamoose, kelompok Lakalopo, kelompok Oebari, dan kelompok Oeawano. Dimana kelompok ini merupakan orang-orang dari lingkungan Kabone-bone dan lingkungan pemerintahan Kancitala (La Sanihu, S.Ag Wawancara 2 Februari 2015). 52 53 Abdullah beserta rombongan tiba di Desa Bone Kancitala pada tahun 1930. Pada saat itu Desa Bone Kancitala masih merupakan sebuah hutan belantara yang non fungsi. Setelah membuka lahan baru Abdullah beserta rombongan mulailah membangun sarana dan prasarana yang mendukung untuk menjalankan sebuah pemerintahan seperti membangun rumah, membuka jalan, dan lain sebagainya. Setelah membangun semua sarana dan prasarana maka Abdullah menjadi Kepala RK pertama kampong Bone Kancitala Seiring berjalannya waktu jumlah penduduk Kampung Bone Kancitala semakin berkembang sehingga lahan pemukiman pun semakin diperluas. Pada tahun 1931 Belanda datang di Desa Bone Kancitala namun bukan dalam menjalankan misi pemerintahan tetapi dalam misi menyebarkan agama Katolik. Kedatangan warga Belanda inipun membawa dampak yang baik bagi warga Kampung Bone Kancitala pada waktu itu, hal ini dapat dilihat bahwa pada tahun 1932 Belanda mendirikan sebuah sekolah yang sekarang dikenal dengan SD Negeri 1 Bone. (Marwan S.E Wawancara 3 Februari 2015 ). Mengenai sejarah pemberian nama Desa Bone Kancitala, pada masa kepemimpinan Abdullah Desa Bone Kancitala Belum memiliki nama, nanti setelah beliau wafat pada tahun 1935 dan digantikan oleh La Tajuwia barulah perkampungan yang dibuka oleh Abdullah memiliki nama. Bone Kancitala berasal dari dua suku kata yaitu Bone dan Kancitala. Berdasarkan hasil wawancara dengan H. La Ngkodaga S.Ag (4 Februari 2015). Desa Bone Kancitala diberi nama oleh La Tajuwia yaitu Bone diambil 54 dari nama kampung kakeknya Aro Tek’ko yaitu Bone Selatan dan Kancitala diambil dari nama lingkungan pemerintahan di Kecamatan Kabawo yaitu Kancitala, maka diberilah nama Kampung Bone Kancitala pada kepemimpinan La Tajuwia yang diberi gelar Yaro Bone pada tahun 1935. Setelah kepemimpinan La Tajuwia (Yaro Bone) berakhir maka beliau digantikan oleh La Siladja (Yaro Namisi). Pada masa kepemimpinan La Siladja warga Kampung Bone Kancitala sangat menderita, hal ini dikarenakan beliau memimpin dengan semenah-menah, beliau tdak mementingkan kepentingan warganya. La Siladja hanya mementingkan kepentingan dirinya tanpa memperhatikan masyarakatnya. Itu sebabnya kenapa masayarakat Kampung Bone Kancitala memberi beliau gelar Yaro Namisi. Selama masa kepemimpinan La Sladja tidak memberikan sumbangan pembangunan untuk Kampung Bone KAncitala sehingga Bone Kancitala tidak mengalami perkembangan pada saat kepemimpinanya. Setelah kepemimpinan La Siladja berakhir maka beluiau digantikan oleh La Ode Ntao (Kino Bone), pada masa kepemimpinannya Kampung Bone Kancitala sedikit membaik jika dibandingkan dengan pada waktu kepemimpinan La Siladja. Hal ini sedikit mengobati luka warga Kampung Bone Kancitala yang telah digoreskan oleh La Siladja. Inilah sebabnya La Ode Ntao diberi gelar Kino Bone. Setelah masa kepemimpinan La Ode Ntao berakhir (Kino Bone) berakhir, beliau digantikan oleh La Ngkino (Yaro Bone). Pada masa kepemimpinanya 55 keadaan Bone Kancitala kembali membaik seperti sedia kala pada masa kepemimpinan Abdullah dan La Tajuwia. Oleh sebab itu warga Kampung Bone Kancitala memberinya gelar Yaro Bone. Setelah masa kepemimpinan La Ngkino (Yaro Bone)Beliau digantikan oleh La Adji (Kepala Bone) dan kepala RK terakhir La Mbona (Yaro Setuju). 1. Asal-Usul Penduduk Desa Bone Kancitala Sebagai awal keberadaan manusia sebagai makhluk sosial bersifat dinamis, dalam arti selalu melakukan berbagai cara dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan mempertahankan kelangsungan hidup generasinya, sebagai akibat dari adanya berbagai aktifitas tersebut maka akan terjadi suatu perkembangan kehidupan masyarakat terutama dari segi bertambahnya jumlah penduduk yang menghuni daerah tertentu khususnya daerah Desa Bone Kancitala. Penduduk Desa Bone Kancitala berasal dari penduduk Desa Kabone-bone dan Kancitala yang berada di dalam lingkup Kecamatan Katongku. Katongku merupakan kecamatan pertama yang ada di Kabupaten Muna. Berdasarkan wawancara bersama bapak La Fentangi (5 Februari 2015) bahwa masyarakat Desa Bone Kancitala berasal dari Kecamatan Katongku (Kabawo Tongkuno). Awal kedatangan orang-orang Kabone-bone dan Kancitala dikarenakan pada saat itu di Kecamatan Katongku sedang ada pemilihan Bonto Balano yang dimana calonnya itu ada dua yaitu Abdullah dan La Nii, dikarenakan pemilihan dimenangkan oleh La Nii maka Abdullah memilih untuk keluar dari Kecamatan Katongku dan mencari lahan kosong untuk membentuk pemerintahan sendiri 56 dan dibawalah beberapa warga dari Kabone-bone dan Kancitala (H. La Ngkodaga S.Ag Wawancara 4 Februari 2015). Seiring berjalannnya waktu Desa Bone Kancitala tidak hanya dihuni oleh Suku Muna akan tetapi pada tahun 2007 Desa Bone Kancitala kedatangan masayarakat imigrasi dari Masyarakat Jawa Timur. Kedatang masyarakat Jawa timur ini dikarenakan diderah asal mereka terjadi bencana alam lumpur lapindo, maka dari itu sebagian daerah jawa timur tenggelam akibat lumpur lapindo tersebut, maka sebagian besar masyarakatnyapun melakukan imigarasi di berbagai daerah yang ada di Indonesia termaksud Desa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna. 2. Pembentukan Desa Bone Kancitala Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bermukim suatu masyarakat yang berkuasa dan masyarakat tersebut mengadakan pemerintahannya sendiri dan dikepalai oleh seorang kepala desa. Desa merupakan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbicara masalah sejarah maka kita dapat melihat kejadian-kejadian dimasa lampau. Asal mula terbentuknya Desa Bone Kancitala berawal dari pemilihan Bonto Balano di Kecamatan Katongku. Dimana pada pemilihan Bonto Balano tersebut Abdullah dan La Nii merupakan calon dari Bonto , 57 Balano. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwasanya pemilihan Bonto Balano dimenangkan oleh La Nii maka Abdullah memilih keluar dan mencari lahan baru untuk membuka sebuah perkampungan dan mengatur sendiri pemerintahannya. Pada awal perintisannya tahun 1930 oleh Abdullah beserta rombongan Desa Bone Kancitala masi berstatus Kampung atau mino (setara dengan desa) serta pemerintahannya dipimpin oleh kepala RK dan masi bertempat di kampung lama. Kedatangan Pastur Belanda pada tahun 1931 memberikan dampak posotif bagi warga Kampung Bone Kancitala, pastur mendirikan sebuah sekolah yang sekarang dikenal dengan SD Negeri 1 Bone pada tahun 1932 setelah 1 tahun kedatangannya di Kampung Bone Kancitala. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebagian besar masyarakat Kampung Bone Kancitala mencari nafkah dengan cara berkebun. Perkebunan jangka pendek yang menjadi komoditi perkebunan mayarakat Kampung Bone Kancitala adalah jagung, kacang-kacangan, sayur-sayuran dan lain-lain. Jangka panjang yang menjadi komoditi utama masyarakat Kampung Bone Kancitala yaitu jati, jambu mente, kakao, dan lain-lain. Dengan pertumbuhan jumlah penduduk, perkembangan jumlah penduduk, perkembangan infrastruktur, perkembangan pendidikan, dan bertambahnya luas wilayah yang mendudukung untuk terbentuknya sebuah desa, maka pada tahun 1965 RK Bone Kancitala mulai mengadakan musyawarah untuk membentuk sebuah desa baru. 58 Setelah melalukan musyawarah dan akhirnya menemui sebuah kesepakatan anatara semua pemerintah RK Bone Kancitala, maka ditemuliah sebuah kesepakatan bahwa mereka ingin membentuk Desa. Selain kesepakatan untuk membentuknya sebuah desa, kesepakatan yang lain yaitu mereka ingin membuka lahan baru dan pindah dari tempatnya yang lama. Hal ini dikarenakan di kampung lama sangat kekurangan sumber daya alam dan sempitnya lahan pemukiman sehingga para pemuka adat, agama dan tokoh massyarakat serta para pengatur pemerintahan sepakat untuk membuka lahan baru. Pertumbuhan penduduk yang dialami oleh warga masyarakat RK Bone Kancitala maka pada tahun 1965 Bone Kancitala resmi menjadi sebuah desa, setelah resmi menjadi sebuah desa maka pada saat itulah Desa Bone Kancitala masuk pada wilayah Kecamatan Kabawo. Desa Bone Kancitala mulai ada perencanaan pembentukan desa dimulai pada tahun 1965 dan pada tahun yang sama pun Desa Bone Kancitala resmi menjadi sebuah desa. Pada tahun 1967 lokasi Desa Bone Kancitala dipindahkan ke kampung baru atau yang dikenal dengan Desa Bone Kancitala yang sekarang. Hal ini disebabkan karena di kampung lama masyarakatnya sangat kesusahan untuk memperoleh mata air, tanhnya yang kuarng subur, dan lahannya yang sangat sempit oleh karena itu maka lokasi pemukiman dipindahkan ke kampung baru. Dengan berbagai upaya keras yang dilakukan oleh para tokoh masyarakat dan tokoh agama serta para aparat desa mengusahakan dan berjuang untuk membentuk sebuah desa seiring dengan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah dalam rangka pengembangan 59 dan pemekaran wilayah. Karena jika dilihat dari kondisi wilayah dan geografis Desa Bone Kancitala yang sebagian besar wilayahnya adalah daratan dan memiliki tanah yang sangat subur sehingga memungkinkan untuk bercocok tanam maka wilayah Desa Bone Kancitala cukup layak dijadikan untuk tempat hunian. Masyarakat yang mendiami daerah Bone Kancitala makin hari makin banyak menyebabkan masyarakat merintis untuk pembentukan sebuah desa dengan salah satu tokoh utamanya adalah Bapak Rosiman Tawib yang sangat menginginkan adanya pembentukan desa agar masyarakatnya dapat berkreasi dengan pertanian yang merupakan andalan mata pencaharian dalam memberi kelangsungan hidup masyarakat di daerah tersebut (La Fentangi wawancara, 5 Februari 2015). Persyaratan pembentukan sebuah desa sudah sepenuhnya dimiliki oleh Desa Bone Kancitala seperti, jumlah penduduk, luas wilayah, sosial budaya dan kehidupan masyarakatnya. Sehingga memudahkan pembentukan Desa Bone Kancitala dengan diprakarsai oleh tokoh-tokoh masyarakat. Adapun uraian persyaratan pembentukan suatu desa adalah sebagai berikut: a. Faktor Jumlah Penduduk Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang sangat mendukung terbentuknya desa, kriteria atau persyaratan minimal jumlah penduduk harus memenuhi persyaratan, sebagaimana peraturan dalam pembentukan satu desa bahwa jumlah penduduk seharusnya minimal 400 jiwa dan maksimal 1000 jiwa khusunya untuk daerah Sulawesi, dalam pembentukan desa” pada tahun 1965 60 tersebut Desa Bone Kancitala, dimana pada tahun tersebut Desa Bone Kancitala telah resmi menjadi sebuah Distrik dengan jumlah penduduk 1115 jiwa (Marwan S.E Wawancara 3 Februari 2015). b. Faktor Luas Wilayah Dukungan faktor luas wilayah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan baik ditingkat negara, provinsi, kabupaten, kecamatan maupun ditingkat desa atau kelurahan merupakan suatu hal yang sangat penting, luas wilayah Desa Bone Kancitala secara keseluruhan 3.000 Ha. Demikian pula halnya dengan latar belakang terbentukya Desa Bone Kancitala dengan kondisi wilayah beserta potensi yang ada didalamnya karena pertimbangan yang cukup strategis sehingga memungkinkan mudahnya berhubungan antara pemerintah Desa Bone Kancitala dan pemerintah Kabupaten bahkan dengan pemerintah provinsi yang dimana Desa Bone Kancitala yang tadinya hanya sebuah kampung yang masi berstatus rukun kampung dan mampu berdiri sebagai sebuah desa. c. Faktor Sosial Faktor sosial merupakan faktor pendukung pembentukan suatu desa. Melalui kegiatan pembangunan dalam bidang sosial diharapkan antara masyarakat yang ada di Desa Bone Kancitala baik suku yang ada di dalamnya maupun pemerintah yang terjalin hubungan yang harmonis, hormat menghormati, guna dalam menciptakan suasana yang harmonis dan kondusif sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat yang ada di Desa Bone Kancitala. Kegiatan pembangunan dalam bidang sosial di 61 Desa Bone Kancitala sudah terwujud sebelum Desa Bone Kancitala definitif, pembangunan yang dimaksud seperti melalui saluran-saluran organisasi sosial. Organisasi sosial tersebut dimaksudkan sebagai wadah untuk menghimpun para warga masyarakat seluruh potensi yang dimiliki oleh daerah setempat, sehingga dikenal dengan sistem budaya pokadulu (gotong royong) yang masih tetap terwujud kelestariaanya hingga sekarang ini, yang diwujudkan dengan bentuk kerja sama, baik antara pemerintah maupun dengan anggota masyarakat setempat yang saling mendukung dalam perjuangan pembentukan Desa Bone Kancitala. Sistem budaya pokadulu (gotong royong) sering dilakukan ada kegiatan-kegiatan apa saja dalam lingkup Desa Bone Kancitala sehingga terwujud hubungan timbal balik yang harmonis dalam lingkup Desa Bone Kancitala (La Sanihu S.Ag Wawancara, 2 Februari 2015). d. Faktor Budaya Desa Bone Kancitala memiliki nilai budaya yang sangat tinggi. Faktor budaya juga merupakan factor pendukung terbentuknya suatu desa dimana masyarakat setempat memiliki kekerabatan yang sangat menonjol tidak akan hilang sampai sekarang. Sistem kekerabatan ini di pegang teguh oleh masyarakat Desa Bone Kancitala. Dengan adanya sistem kepercayaan yang sangat menonjol di desa tersebut yaitu masyarakat Desa Bone Kancitala sangat memperingati hari2 besar keagamaan dan ritual adat sepeerti kataghomi (tolak bala), serta kaago-ago dalam membuka lahan baru. Dengan adanya hari-hari besar keagamaan ini, masyarakat Desa Bone Kancitala dalam mengerjakan 62 pekerjaan mereka selalu pokaowa (gotong royong) supaya pelaksanaan tolong menolong ini dilaksanakan dengan ssecara cepat dan tepat. Pokaowa ini merupakan sebuah sistem kekerabatan masyarakat dalam memberikan hadiahhadiah kepada penduduk lain atau saling meberikan hadiah dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan baik formal maupun informal. Pada malam jum’at masyarakat Desa Bone Kancitala pada umumnya mengadakan tahilan atau yasinan di masjid. Masyarakat Desa Bone Kancitala sangat berpegang teguh atau menghormati nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat. 3. Proses terbentuknya Desa Bone Kancitala Awal pembentukan Desa Bone Kancitala terlebih dahulu diadakan: a. Rembuk kampung bersama para tokoh-tokoh masyarakat, sebelum mengusulkan pembentukan Desa Bone Kancitala (maksudnya mengadakan musyawarah dan perundingan antara para tokoh masyarakat untuk mengadakan pengusulan pembentukan Desa Bone Kancitala). b. Konsep perundigan, maksudnya setelah adanya kesepakatan antara tokoh masyarakat mereka mengambil suatu kesimpulan untuk menunjuk salah seorang yang dapat dipercaya untuk mewakili dalam mengusulkan permohonan pembentukan desa kepada pemerintaha (H. La Ngkodaga S. Ag Wawancara 4 Februari 2015). Demikian gambaran tentang proses pembentukan Desa Bone Kancitala melalui usaha tokoh masyarakat peranan pemimpin sosial serta peranan tokoh 63 agama. Sehingga pada tahun 1695 Desa Bone Kancitala dibentuk secara resmi seiring dngan kebijakan yang ditempuh dalam rangka pengembangan dan pemekaran wilayah. B. Perubahan Status Desa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna Pada awal pembentukannya Desa Bone Kancitala yaitu pada tahun 1930 masih berstatus Rukun Kampung (Mino) dari Kecamatan Kabawo. Setelah Kabawo memekarkan diri dari Kecamatan Katongku yaitu menjadi Kecamatan Kabawo yaitu pada tahun 1965 maka status Bone Kancitala pun ikut berubah menjadi desa, dimana yang tadinya merupakan RK Bone Kancitala. (Marwan S.E Wawancara 3 Februari 2015). Dimekarkannya Kecamatan Kabawo dari Kecamatan Induk Katongku maka Rukun Kampung Bone Kancitala menjadi Desa Bone Kancitala. Akan tetapi perubahan status Desa Bone Kancitala ini bukan semata-mata hanya karna dimekarkannya Kecamatan Kabawo, hal lainnya yang mendukung perubahan status ini karena jumlah penduduk yang semakin hari semakin banyak yang sudah memenuhi syarat untuk menjadi sebuah desa serta syaratsyarat yang lainnya yang telah memenuhi untuk terbentuknya sebuah desa baik itu dari banyaknya jumlah penduduk, faktor ekonomi, sosial dan budaya, dan lain-lain (La Fentangi, Wawancara 5 Februari 2015). Pada tahun 1986 dimekarkan Kecamatan Parigi yang memisahkan diri dari kecamatan induknya yaitu Kecamatan Kabawo, maka Desa Bone Kancitala pun ikut masuk dalam wilayah Kecamatan Parigi. Pada tahun 1986 Desa Bone 64 Kancitala banyak menunjukan kemajuan baik itu dalam bidang ekonomi, pendidikan, sosial, politik, dan lain-lain. Pada tahun ini juga Desa Bone Kancitala untuk yang pertama kalinya melakukan pemilihan kepala desa (Pilkades) dalam menentukan Kepala Desa, dari sekian banyaknya calon maka terpilihlah La Sanihu S.Ag menjadi kepala desa yang pertama (H. La Ngkodaga S.Ag Wawancara 4 Februari 2015). Dimasa kepemimpinan Bapak La Sanihu S.Ag Desa Bone Kancitala banyak menunjukan kemajuan yang sangat signifikan bila dibandingkan desadesa lainnya yang ada disekitarnya mulai dari perkembangan politik, ekonomi, sosial dan budaya serta infrastruktur dan lain-lain. Pada tahun 2008 Desa Bone Kancitala memekarkan dirinya menjadi sebuah kecamatan namun ibukotanya masih bertempat di Desa Marobo, nanti pada tahun 2009 setelah kebijakan dari pemerintah Pusat Kabupaten Muna maka Desa Bone Kancitala ressmi menjadi kematan tersendiri dan yang menjadi Ibu Kota Kecamatan Bone yaitu Desa Bone kancitala. Dimana Kecamatan Bone mencakup Desa Bone Kancitala, Oelongko, Bone tondo, Matombura, dan Bone Lolibu (Muslimin, Wawancara 6 Februari 2015). Hampir semua kegiatan kecamatan serta pusat pemerintahan Kecamatan di lakukan di Desa Bone Kancitala mulai dari pembangunan infra struktur, kelengkapan pemerintahan, pembangunan dibidang pendidikan seluruhnya difokuskan di Desa Bone Kancitala. 65 C. Perkembangan Desa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna Salah seorang informan (Muslimin, Wawancara 6 Februaru 2015) mengatakan bahwa, setiap manusia yang menempati suatu hunian dalam hal ini dsa pada umumnya mempunyai cita-cita dan tekad untuk meningkatkan prestasi hidup. Hal ini pada prisipnya timbul dalam diri manusia atau seseorang karea adanya rasa kekurangan terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan dasar kekurangan dari kebutuhan hidup, maka manusia terdorong untuk berusaha dan terarah dengan sadar guna mencapai tujuannya. Pada saat tujuan tercapai berarti telah terjadi kondisi keseimbangan dalam diri seseorang baik dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis maupun psikologis. Perkembangan Desa Bone Kancitala dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya perkembangan ekonomi, perkembangan politik, perkembangan pemerintahan umum, perkembangan infrastruktur, dan perkembangan dalam bidang pendidikan. Melihat penjelasan diatas, setelah sekian lamanya masyarakat mendiami Desa Bone Kancitala maka nampak perkembangan kehidupan mereka. Maka untuk lebih jelasnya akan dideskripsikan dalam beberapa pejelasan berikut. 1. Perkembangan Ekonomi Ekonomi pedesaan diperoleh berdasarkan hasil prosuksi dari daerah pedesan biasanya masih bersifat tradisional. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 bahwa pendapan desa bersumber dari: pendapatan hasil desa terdiri dari atas hasil usaha, hasil asset, swadaya dan 66 partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa, alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota, alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota, bantuan keuangan dari Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota, hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihaka ketiga, dan lain-lain pendapatan desa yang sah. Perkembangan ekonomi Desa Bone Kancitala dapat diuraikan sebagai berikut ini: Tabel 5: Sumber Penerimaan Desa Bone Kancitala 2015 Tahun Sumber Penerimaan No. Dana 2012 2013 2014 1. Pajak 6.500.663 7.500.686 11.096.989 2. Penetapan APPDK 13.000.000 8.000.000 11.000.000 3. Block Grand 50.000.000 25.000.000 50.000.000 4. DPDK/ADD 15.000.000 17.000.000 20.000.000 Sumber Data: Kantor Desa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna 2015 Dari tabel tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa sumber penerimaan Desa Bone Kancitala tahun 2012-2014 berasal dari pajak, APPDK, DPDK/ADD. Penerimaan pajak dari tahun 2012 mengalami peningkatan. Penerimaan APPDK dari 2012-2014 mengalami penurunan. Block Grand adalah dana APBD Provinsi dan besaran dana tiap tahun bisa berubah sesuai 67 dengan kebijakan pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara. DPDK/ADD adalah dana pembangunan desa yang bersumber dari pemerintahan daerah, besaran dana tiap tahun bisa berubah sesuai dengan kebujakan pemerintah Kabupaten Muna. Sementara itu, data untuk tahun selanjutnya belum diketahui. Pada kesempatan ini, akan diuraaikan tentang kondisi ekonomi masyarakat, mulai dari mata pencaharian, paendapatan, kekayaan, asset, dan lain-lain. Pada aspek mata pencaharian, masyarakat Desa Bone Kancitala terdiri dari petani, PNS, wirausaha, peternak, pedagang, buruh tani, jasa, dan lain-lain. Berdasarkan data desa tahun 2014, kelompok mata pencaharian yang terbanyak adalah petani. Namun seiring berjalannya waktu, terkadang pekerjaan masyarakat tidak menentu sehingga bisa mereka menjalankan dua pekerjaan. Dalam hal ini petani yan dimaksud bisa saja mempunyai pekerjaan lain diluar dari itu misalnya berdagang atau melakukan pekerjaan lainnya. Kemudian disusul oleh kelompok buruh tani (Profil Desa Bone Kancitala). Penguasaan asset ekonomi masyarakat Desa Bone Kancitala adalah sebagai berikut: peumahan Desa Bone Kancitala terdiri dari rumah tembok, rumah kayu, rumah dengan lantai keramik, rumah dengan atap seng, dan rumah dengan atap asbes. Pemilikan aset ekonomi lainnya yaitu terdiri yaitu keluarga yang memiliki TV dan alat elektronik lainnya, sepeda motor, mobil, memiliki ternak besar, terak kecil, memiliki emas dan memilki sertifikat tanah. 68 Dari penjelasan diatas, kita dapat melihat bahwa pada umunya keluarga di Desa Bone Kancitala meupakan keluarga sejahtera. Namun juga ada keluarga yang pra sejahtera, dan miskin. 2. Perkembangan Politik Pemerintah merupakan sekelompok orang yang secara bersama-sama memilkul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan. Pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut denga nama lain perangkat desa sebagai unsur pnyelenggara pemerintah desa sebelum dipimpin oleh kepala desa Bone Kancitala dipimpin oleh kepala RK yaitu Abdullah (yaro aweli), La Tajuwia (yaro bone), La Siladja (yaro namisi), La Ode Ntao (kino bone), La Ngkino (yaro bone), La Adji (kepala bone), dan La Mbona (yaro setuju). Adapun perkembangan pemerintah Desa Bone Kancitala dapat dilihat pada tabel berikut ini. 69 Tabel 6: Nama-Nama Kepala Desa Bone Kancitala Nama Kepala No. Periode Keterangan Desa 1. 1967-1975 Rosiman Tawid Hasil Musyawarah (Aklamaasi) 2. 1975-1975 La Tarigu Hasil Musyawarah (Aklamaasi) 3. 1975-1982 Mokodompit Hasil Musywarah (Aklamaasi) 4. 1983-1994 La Sanihu S. Ag Hasil Pilkades (Pilkades Pertama) 5. 1994-2001 Majid Hasil Pilkades (Pilkades Kedua) 6. 2001-2007 La Ndiaga S. Ag Hasil Pilkades (Pilkades Ketiga) 7. 2007-2012 Samirudin Hasil Pilkades (Pilkades Keempat) Muslimin Hasil Pilkades (Pilkades Kelima) 20138. Sekarang Sumber Data: Kantor Kepala Desa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna 2015. Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dalam peerkembangan politik Desa Bone Kancitala diawali dengan huru-hara persiapan pembentukan desa hingga terbentuknya sebuah desa definitif yaitu desa yang sudah pasti dan bukan sementara. Kemudian disusul dengan pemilihan kepala desa dan dan penetapan kepala desa yang definitif. Setelah adanya kepala desa maka dimulailah pelaksanaan pemerintahan yang mempunyai hak otonomi dan begitu seterusnya. 70 Perkembangan politik di Desa Bone Kancitala juga dapat dilihat dari awal terbentuknya desa tahun 1965, ditandai dengan penunjukan pelaksana Kepala Desa Bone Kancitala Bapak Rosiman Tawid, dalam hal ini sementara dalam persiapan menjadi desa Definitif. Setelah melihat perkembangan kurang lebih dua tahun akhirnya pada tahun 1967 desa ini menjadi desa definif. Pada awal pembentukan Desa Bone Kancitala belum diakan pemilihan kepala desa. Pada saat itu kepala desa dipilih dengan cara aklamasi namun berdasarkan kesepakatan atau hasil musywarah oleh para tokoh masyaraat yang ada di Desa Bone Kancitala. Menurut Undang-undang, Kepala Desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Dalam menjalani masa jabatannya Kepala Desa diatur sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia tentang desa. Undang-Undang yang mengatur tentang desa adalah: UU Desentralisasi tahun 1903, UU No. 5 tahun 1979, UU No. 2 tahun 1999, UU No 32 tahun 2004, dan UU No. 6 tahun 20014. Berdasarkan Undang-Undang No. 6 tahun 2014 menerangkan bahwa “Kepala Desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga Negara Republik Indonesia dengan masa jabatan adalah 6 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 kali masa jabatan berikutnya” (Marbun, 2005: 178). Sedangkan berdasarkan Undang-Undang terbaru bahwa masa jabatan kepala desa adalah 6 tahun dan dapat menjabat paling banyak 3 kali masa jabatan 71 secara berturut-turut. Demikian juga dengan masa jabatan Badan Permusyawaatan Desa (BPD), mereka bisa menjabat paling banyak 3 kali masa jabatan, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut (UU No. 6 tahun 2014). Hal ini berbeda dengan Undang-Undang yang berlaku sebelumnya yaitu UU No. 32 tahun 2004 menerangkan bahwa dimana Kepala Desa dan BPD hanya bisa menjabat paling banyak 2 kali masa jabatan. Tahun1967 Rosiman Tawid terpilih sebagai kepala desa pertama namun dengan cara aklamasi. Adapun masa jabatan beliau addalah 8 (delapan) tahun dari tahun 1967 sampai tahun 1975. Saat itu sekretaris desa adalah La Tarigu. Kepala Desa dibantu oleh sekretaris desa. Sekretaris desa bertugas membantu kepala desa dalam melakssanakan tugas dan wewenangnya. Sekretaris desa diangkat oleh kepala desa setelah dikonsultasikan dengan camat atas nama Bupati/Walikota. Dalam meelaksanakan tugas dan wewenangnya, sekretaris desa bertanggung jawab kepada kepala desa. Sekretaris desa diangkat dari warga desa yang memenuhi persyaratan. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia, kepala desa berhenti disebabkan karena meningggal dunia, permintaan sendiri atau diberhentikan (UU No. 6 Tahun 2014 pasal 40 ayat 1). Dalam hal kepala desa diberhentikan sementara, sekretaris desa melaksanakan tugas dan kewajiban kepala desa sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (UU No. 6 Tahun 2014). 72 Pada tahun 1975 kepala desa pertama Rosiman Tawid meninggal dunia maka beliau digantikan oleh sekretaris desa pada saat itu yaitu La Tarigu. Latarigu menjabat sebagai kepala desa tidak berlangsung lama hanya beberapa bulan saja. Beliau diangkat sebagai kepala desa pada tahun 1975 dan masa jabatannya berakhir di tahun yang sama. Setelah masa jabatan La Tarigu berakhir maka para tokoh masayarakat kembali mengadakan rembuk kampung untuk mencari pengganti La Tarigu. Dari hasil musyawarah ini maka di tunjuklah Mokodompit sebagai pengganti Kepala Desa Selanjutnya. Beliau menjabat sebagai Kepala Desa selama 7 (tujuh) tahun. (H. La Ngkodaga, Wawancara 4 Februari). Setelah masa kepemimpinan Mokodompit berakhir maka beliau digantikan oleh La Sanihu S. Ag. Pada masa kepemimpinan La Sanihu baru mulailah diadakan pemilihan kepala desa untuk yang pertama kalinya dalam sejarah pemilihan Kepala Desa Bone Kacitala. Adapun yang menjadi calon Kepala Desa adalah La Sanihu S. Ag, H. La Ngkodaga S. Ag, Majid dan La Ndiaga. Pemilihan ini dimenangkan oleh La Sanihu S.Ag dengan aspirasi suara terbanyak. Selama menjalankan masa jabatannya La Sanihu S.Ag selaku kepala desa dibantu oleh sekretaris desa yaitu H. La Ngkodaga. La Sanihu S.Ag menjalankan pemerintahannya selama 11 tahun yaitu antara 1983-1994. Setelah masa kepemimpinan Bapak La Sanihu berakhir Maka diadakan pemilihan umum untuk yang kedua kalinya. Dalam pemeilihan kepala desa yang kedua ini di menangkan oleh Bapak Majid, beliau menjabat selama 7 73 (tahun) yaitu antara 1994-2001. Tahun 2001 masa kepemimpinan Majid berakhir. Dan pada tahun yang sama diadakan pemilihan kepala desa untuk yang ketiga kalinya, dan yang memenangkan pemilihan ini yaitu La Ndiaga, beliau menjabat selama 6 Tahun yaitu antara tahun 2001-2007. Setelah La Ndiaga menjalankan masa kepemimpinanya kurang lebih selama 6 tahun, maka tibalah saatnya untuk diadakan kembali pemilihan Kepala Desa periode selanjutnya. Pada tahun 2007 pemeilihan umum yang keempat dilaksanakan di Desa Bone Kancitala. Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak diselutuh wilayah Kabupaten/Kota. Kali ini yang mencalonkan diri menjadi Kepala Desa adalah Marwan S. E, Samirudin, dan La Ndiaga. Pemilihan ini dimenangkan oleh Samirudin. Dalam hal ini Kepala Desa yang menang yakni Samirudin dan akan menjalankan masa pemerintahnnya periode tahun 2007-2012. Selama masa kepemimpinanya Samirudin dibantu oleh Sekretariss Desa Hamadan S.Pd. Sesuai UU No. 32 Tahun 2004, bahwa struktur pemerintahan desa terdiri atas Pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pemerintahan desa terdiri atas Skretaris Desa dan perangkat desa lainnya, sekretaris desa diisi dengan pegawai negeri sipil yang memenuhi peersyaratan. Sehingga sejak berlakunya Undang-Undang ini maka sekretaris desa harus merupakan pegawai negeri sipil. Dari sini Hamadan S.Pd merupakan sekretaris Desa Bone Kancitala yang berstatus PNS dan menjabat hingga sekarang. Pada tahun 2013 diadakan pemeilihan Kepala Desa yang kelima kalinya untuk 74 menjalankan periode 2013-2019. Pada saat itu yang menjadi calon Kepala Desa yang akan dipilih adalah Samirudin, La Halia, Muslimin, dan La Mpono. Adapun yang memenangkan Pilkades ini adalah Muslimin. (Muslimin, Wawancara 6 Februari 2015). 3. Perkembangan Pemerintah Umum Perkembangan pemerintahan umum mencakup pelayanan pemeritah terhadap masyarakat. Sebagaimana salah satu tugas Kepala Desa adalah membina ketentraman dan ketertiban hidup masyarakat desa. Perkembangan pemerintahan umum Desa Bone Kancitala dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7: Kondisi Pemerintahan Umum Desa Bone Kancitala Tahun 2014. Keberadaan No. Uraian Keterangan Ada Tidak 1. Pelayanan Kependudukan 2. Pemakaman 3. Perizinan Pemerintahan 4. Pasar Tradisional Desa Bone 5. Ketentraman dan Tibum Kancitala 6. Pengadaan Karttu Keluarga dan Akte Kelahiran, dll Sumber Data: Kantor Desa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna Tahun 2001. 75 Dilihat dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kependudukan dilaksanakan setiap hari jam kerja, kadang kala ada juga penduduk yang datang pada sore hari atau malam hari, hal ini dikarenakan mayoritas penduduk adalah petani dan buruh tani sehingga kesibukan bekerja seharian. Pemahaman mengenai jam kantor masi kurang. Dalam UUD RI tentang desa, disebutkan bahwa desa berkewajiban untuk memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa (pasal 67, UU No. 6 tahun 2006). Sementara itu, masyarakat desa berhak untuk untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil (pasal 68 UU No. 6 tahun 2014). Ada 4 (empat) lokasi pemakaman umum di Desa Bone Kancitala. Dalam proses pemakaman di Desa Bone Kancitala tidak ada yang namanya tim khusus. Prosesi pemakaman dipimpin oleh imam setempat dan dilaksanakan secara bergotong royong oleh warga. Perizinan diantaranya izin keramaian dan izin tinggal. Izin keramaian diwajibkan bagi kegiatan yang bisa mendatangkan masa dalam jumlah yang banyak, misalnya hiburan rakyat dan organ tunggal atau malulo. Izin ini selain kepemerintahan desa juga diteruskan kepada pihak polisi daerah setempat. Izin tinggal diberlakukan kepada warga asing yang bertamu lebih dari 24 jam atau menginap teruama jika bukan keluarga dekat dengan warga setempat. Pasar tradisional ada, warga yang biasa datang ke pasar tradisional Desa Bone Kancitala untuk melakukan kegiatan perdagangan selain warga desa setempat ada juga warga desa dari desa tetangga bahkan ada juga yang dari luar 76 kabupaten. Hal ini menunjukan bahwa Desa Bone Kancitala bisa dikatakan lebih maju dibanding dengan desa-desa yang ada di Kecamatan Bone. Pasar di Desa Bone Kancitala hanya 3 kali dalam seminggu dari hari yang ada yaiu hari selasa, kamis dan hari minggu. Sementara untuk masalah keamanan desa, satuan linmas memiliki anggota sebanyak 4 personal aktif dan siap sewaktuwaktu jika ada kegiatan yang bersifat lokal atau skala kecil. Untuk pengamanan dalam skala besar dan sedang linmas dibantu polsek dan koralmil. Adapun yang memberi pelayan kepada masyarakat desa adalah pemerintah desa. Pemerintah desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh perangkat desa atau yang disebut dengan nama lain (UU No. 6 tahun 2014). Di Desa Bone Kancitala jumlah aparat pemerintah desa adalah 5 orang dan jumlah perangkat desa adalah 8 unit kerja yakni Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Urusan Umum, Kepala Urusan Pemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan. Selain itu ada juga BPD (Badan Pemusyawaratan Desa) yang dibentuk berdasarkan peraturan daerah atau keputusan Bupati. 4. Perkembangan Infrastruktur Pembangunan desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan 77 lingkungan secara berkelanjutan. Perkembangan infrastruktur Desa Bone Kancitala dapat dilihat dari tebel berikut ini: Tabel 8: Kronologi Pembangunan Desa Bone Kancitala No. Tahun Kegiatan Pembangunan Keterangan 1. 2007 Pembanguna Balai Desa Swadaya 2. 2007 Pembanguna Pagar Balai Desa Swadaya 3. 2007 Pembangunan Papan Nama Desa DPDK 4. 2008 Pembangunan Puskesmas APBD Kab. 5. 2008 Pembangunan Teras Masjid Swadaya 6. 2008 Pembanguna Pagar MTsN APBD 7. 2008 Rehabilitasi Gedung MTsN APBD 8. 2008 Pembanguna Kantor Desa APBD 9. 2008 Rehabilitasi Balai Desa APBD 10. 2009 Rehabilitas Gedung SD APBD 11. 2009 Pembangunan Gedung SMA APBD 12. 2009 Pembanguna Gedung Perpustakaan SD APBD 13. 2009 Pembanguna Gedung TK PNPM_PM 14. 2009 Pembuatan JUTA PNPM-MP 15. 2010 Pembangunan Gedung KUA APBN 16. 2010 Pembanguna Kantor Kecamatan APBD 17. 2012 Perk. Juta Lakalopo PNPM 18. 2012 Perk. Jalan Mata Air Mansabura PNPM 19. 2012 Pembuatan Sumur Gali PNPM 20. 2013 Rehab Mata Air Mansabura PNPM 21 2014 Pembukaan dan Perk. Lorong Desa PNPM Sumber Data: Kantor Desa Bone Kancitala Kecamatan Kabupaten Muna Tahun 2015. 78 Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa pembangunan yang ada di Desa Bone Kancitala dapat disimpulkan sejak 36 berdirinya Desa Bone kancitala pembangunan yang ada dalam desa sangat minim baik itu dalam bidang infrastruktur maupun sarana umum lainnya namun jika dibandingkan dengan desa-desa yang ada di wilayah Kecmatan Bone masi sedikit lebih unggul. Pada masa pemerintahan Bapak Rosiman Tawid (1967-1975), bangunan fisik belum nampak. Pada saat itu pembangunan yang dilakukan adalah membangun pasar, sumber air bersih dan menambah bangunan Sekolah Dasar (H. La Ngkodaga, Wawancara, 4 Februari 2015). Desa Bone Kancitala tidak langsung melakukan pembangunan, karena pada dasarnya menurut teori, “andai kata data-data sejarah memungkinkan tentulah aspek kronologis perubahan-perubahan itu dari waktu ke waktu dapat diungkapkan sebagai sebuah proses yang bertahap dan tidak saja sebagai perbandingan antara dua momen yang berjarak waktu” (Kuntowijoyo, 2003: 74). Hal dasar yang diberikan kepada masyarakat adalah kesadaran masyarakat akan kemandiriannya, bahwa sesuai dengan pernyataan dengan kepala desa pada saat itu “hansuru-hansuru mbadja somanamo kono hansuru liwu”. Disini kita dapat melihat makna kata-kata tersebut mengandung makna bahwa segala usaha akan kita lakukan untuk perkembangan desa kedepannya yang lebih maju. Menurrut Nurcholis (2011: 9) bahwa sejarah perkembangan desa dimulai dari adanya seseorang yang mempunyai pengaruh besar sehingga dapat 79 menggerakan banyak orang untuk menjadi pengikutnya. Setelah membentuk sebuah desa sang tokoh lalu membentuk tata pemerintahannya biasanya ia menjadi kepala desa pertama dibantu oleh kerabatnya. Pada tahun 1983-1994 adalah masa kepemimpinan La Sanihu S. Ag. Pada masa ini cukup banyak infrastruktur yang dibangun, diantaranya adalah sarana peribadatan, jalan raya, perkantoran, sekolah MTsN serta melanjutkan pembangunan kepala-kepala desa sebelumnya. Pada tahun 2007 hingga tahun 2012 pada saat kepemimpinan Samarudin, pembangunan yang telah dilakukan adalah Taman Kanak-kanak, rehabilitasi balai desa dan perkantoran yang lainnya, pembangunan puskesmas, pembangunan gedung SMA, Lorong-lorong, dan lain-lain. Selain itu, hal menarik dalam pembangunan di Desa Bone Kancitala adalah hampir semua akses Kecamatan Desa Bone Kancitala berada di desa ini, seperti puskesmas, polsek, koralmil, dan lain-lain. Agar lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut ini. 80 Tabel 9: Sarana Dan Prasarana Desa Bone Kancitala Tahun 2014 No. Jenis Sarana dan Prasarana Desa Jumlah Keterangan 1. Kantor Desa 1 2. Gedung TK 1 3. Gedung SD 1 4. Gedung MTsN 1 5. Gedung SMA 1 6. Masjid 1 7. Pasar Desa 1 8. Puskesmas 1 9. Balai Desa 1 10. Kantor Kecamatan 1 Asset Kecamatan 11. Kantor UPTD Kehutanan 1 Aset Kecamatan Sumber Data: Kantor Desa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna Tahun 2015 Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa pembangunan sarana dan prasaran yang ada di Desa Bone Kancitala dapat disimpulkan sejak 36 tahun berdirinya Desa Bone Kancitala pembangunan dalam sarana dan prasarana memiliki peningkatan yang cukup baik jika dibandingkan dengan desa-desa yang ada di Kecamatan Bone Kancitala. 81 5. Perkembangan Dalam Bidang Pendidikan Sejalan dengan perkembangan sosial masyarakat Desa Bone Kancitala yang semakin meningkat, maka kepentingan-kepentingan keluarga mulai dapat terpenuhi dengan baik, bahkan anak-anak mereka sudah dapat menikmati pendidikan dengan baik dan sempurna, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini, sampai dengan tingakat pendidikan tinggi terutama dilingkup Universitas. Perkembangan pendidikan di Desa Bone Kancitala pada khususnya dan Kecamatan Bone pada umunya mengalami perkembangan pendidikan yang boleh dikatan sudah cukup baik, terbukti dengan adanya beberapa sarana pendidikan yang ada di Desa Bone Kancitala antara lain: Taman Kanak-kanak, SD, SMP/MTsN, dan SMA. Dengan adanya sarana pendidikan tersebut maka jumlah anak sekolah tiap tahunnya terus bertambah. Melihat kenyataan yang ada, berarti kesadaran masyarakat akan arti pendidikan sangat tinggi. Dalam hal ini kesadaran pihak orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya ke berbagai jenjang sudah cukup baik, ditambah dengan berbagai kemudahan serta kebijakan pemerintah menyangkut masalah pendidikan bagi masyarakat dibuktikan dengan adanya sarana dan prasarana yang berupa penambahan tenaga kerja serta peelengkapan lainnya. Adanya kesadaran masyarakat yang demikian itu, dapat terlihat dari sikap dan pola pikir serta wawasan mereka terhadap masalah pendidikan. Masalah pendidikan tidak dilepaspisahkan dari kehidupan seseorang, dan pendidikan mempunyai hubungan secara langsung dengan kehidupan manusia. Karena 82 dengan pendidikan manusia bisa memperoleh suatu penghidupan yang layak dalam memenuhi kebutuhannya. Pendidikannya juga dapat mencerdaskan kehidupan bangsa (Muslimin Wawancara, 6 Februari 2015). Bila disimak dari pandangan diatas mereka tidak ingin bahwa nanti kelak anak-anak mereka harus hidup seperti yang mereka telah alami, dimana mereka pada umumnya hanya memperoleh pendidikan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama atau sederajat. Sehingga sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak bagi kehidupannya di era perkembangan dan peersaingan iptek dewasa ini. 83 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Bertolak dari rumusan masalah dan hasil penelitian, maka terkait dengan Sejarah Desa Bone Kancitala (Dari Kampung Sampai Kecamatan Tahun “19302009”), penulis menyimpulkan: 1. Proses terbentuknya Desa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna yaitu diawali dengan adanya pemilihan Bonto Balano di Kecamatan Katongku (Kabawo Tongkuno) pada tahun 1930 dimana yang menjadi calon Bonto Balano yaitu Abdullah dan La Nii, dan pemilihan tersebut dimenangkan oleh La Nii untuk menjadi Bonto Balano maka Abdullah lebih memilih untuk mencari lahan kosong dan membentuk pemerintahannya sendiri. Sehingga pada tahun 1930 terbentuklah Bone Kancitala akan tetapi masih berstatus Kampung (mino)dari Kecamatan Kabawo dan masih dipimpin oleh Kepala RK dimana Abdullah lah yang menjadi Kepala RK pertama Kampung Bone Kancitala. Pada tahun 1965 Kampung Bone Kancitala Berubah menjadi Desa Bone Kancitala yang masuk dalam wilayah Kecamatan Kabawo. Pada tahun 1986 Desa Bone Kancitala masuk dalam wilayah Kecamatan Parigi, barulah nanti pada tahun 2009 Bone Kancitala dan beberapa desa lainnya memekarkan kecamatan sendiri yang sekarang dikenal dengan Kecamatan Bone yang Ibu Kota Kecamatan terletak di Desa Bone Kancitala. 83 84 2. Perubahan status Desa Bone Kancitala dimulai sejak tahun 1965 pada saat kampung Bone Kancitala menjadi Desa Bone Kancitala. Pada saat status kampung Bone Kancitala menjadi Desa Bone Kancitala pada waktu itu pula Bone Kancitala masuk dalam wilayah Kecamatan Kabawo. Mulai saat itulah perubahan status Desa Bone Kancitala dimulai hingga pada tahun 2009 status Desa Bone Kancitala menjadi Kecamatan Bone dan Ibu Kota Kecamatan Bone adalah Desa Bone Kancitala. 3. Perkembangan Desa Bone Kancitala Kecamatan Bone Kabupaten Muna tahun 1930-2009 secara umum menunjukan perkembangan yang cukup baik. Dalam bidang politik telah berlangsung tujuh kali masa jabatan dengan lima kali pemilihan umum dan 7 kepala desa. Dalam bidang pemerintahan umum menunjukan arah yang baik dan pelayanan kepada masyarakat senantiasa ditingkatkan. Dalam bidang infrastruktur, sarana dan prasarana desa telah memadai sejalan dengan perkembangan desa ini. Dalam bidang ekonomi, masyarakat Desa Bone Kancitala semakin menuju kepada kesehjateraan dengan memanfaaatkan potensi sumber daya alam dan sumberdaya manusia. B. Saran-Saran Dalam uraian penulis ini, diajukan saran-saran untuk dijadikan bahan pertimbangan, baik kepada pihak pemerintah, masyarakat Desa Bone Kancitala, maupun kepada penulis sejarah, khususnya sejarah lokal di Sulawesi Tenggara. Adapun saran yang ingin dikemukakan dalam hasil penelitin ini adalah: 85 1. Kepada Pihak Pemerintah: a. Diharapkan agar terus memberi peluang dan dukungan terhadap daerah-daerah yang ingin mengembangkan atau memekarkan wilayahnya, sehingga pembangunan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan lancar. Karena keberadaan desa baik sebagai lembaga pemerintahan maupun sebagai identitas kesatuan masyarakat hukum adat menjadi sangat penting dan srategis. Sebagai lembaga pemerintahan, desa merupakan ujung tombak pemberian layanan kepada masyarakat. Sedangkan sebagai identitas kesatuan masyarakat hukum, desa merupakan basis sistem kemasyarakatan masyarakat Indonesia yang sangat kokoh sehinggga dapat menjadi landaasan yang kuat bagi pengembangan sistem politik, ekonomi, sosial-budaya, dan bahkan yang stabil dan dinamis. b. Faktor kepemimpinan sangat menentukan arah dan hasil akhir dari pembangunan dipedesaan baik material maupun non material. Oleh sebab itu, peran pemerintah sangat dibutuhkan, termaksud dalam pengetahuan tentang sejarah pedesaan kepada masyarakat. Dengan adanya karya tulis ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah agar masyarakatnya tidak awam dengan sejarah daerahnya. c. Agar unsur-unsur kepemimpinan informal pedesaan dapat dibina, dikembangkan dan didayagunakan oleh pemerintah sebagai sarana dan 86 wahana pembangunan desa. Penyampaian gagasan atau program pembangunan di desa akan lebih berhasil jika melalui jalur formal dan jalur informal (pendekatan kultural dan pendekatan keluarga). d. Untuk suksesnya pembangunan masyarakat di pedesaan, sebaiknya pemerintah memanfaatkan organisasi sosial di Desa dengan melimpahkan sebagai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengelolah pembangunan rumah tangganya. e. Pemimpin-pemimpin formal di desa sebaiknya berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat setempat. Agar diciptakan satu kata dan perbuatan di dalam setiap aktivitas pembangunan desa. 2. Kepada Masyarakat Desa Bone Kancitala diharapkan agar tidak melupakan asal-usul sejarah desanya. Karena banyak masyarakat yang tidak memahami atau mengetahui tentang sejarah didaerahnya masingmasing. Hal ini dikarenakan minimnya pengetahuan tentang sejarah diwilayahnya, misalnya sumber untuk mengetahui sejarah diwilayahnya sedikit, banyak saksi sejarahnya sudah meninggal bahkan pikun, bukan penduduk asli wilayah tersebut dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, masyarakat berperan penting mempertahankan sejarahnya masing-masing secara kolektif. Agar lebih memahami dan menghargai sejarah yang terdapat di daerah mereka masing-masing. 3. Kepada para peneliti lain yang memiliki judul yang relevan dengan penelitian ini diharapkan agar lebih banyak megkaji dan meneliti sejarah 87 desa-desa di Sulawesi Tenggara sebagai bagian dari sejarah lokal daerah kita. Karena setiap sejarah memiliki latar belakang pedesaaan yang unik dan patut diteliti. C. Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran Sejarah di Sekolah Salah satu sarana untuk membangun bangsa adalah melalui pengetahuan sejarah. Sayangnya pembelajaran sejarah belum berfungsi dengan sesungguhnya. Bahkan sebaliknya, pengetahuan umum rakyat mengenai sejarah masih sangat kurang. Jika ditelusuri lebih lanjut, beberapa masalah yang menghambat pencapaian prestasi dalam mata pelajaran sejarah tersebut setidaknya dapat dirunut pada dua faktor, yakni: 1. Rendahnya motivasi siswa dikalangan para pelajar dalam mengikuti pembelajaran. 2. Langkah-langkah inovatif yang memadai guna penyelenggaraan pembelajaran sejarah sehingga dapat mengimbangi pesatnya perubahan dalam perikehidupan sosial (Arif, 2011:127). Sejarah adalah mata pelajaran yang sudah diperoleh sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi yang sangat berperan penting dalam pembentukan karakter anak bangsa. Sejarah menggambarkan nasib bersama dalam suka duka, kegemilangan dan kesuraman, disamping kepahlawanan dan kewibawaan tokoh-tokoh sejarah, mampu membangkitkan rasa kebanggaan pada generasi muda, akan memantapkan kepribadian bangsa serta identitasnya. Dengan 88 demikian akan tercapai pula apa yang diharapkan dari pelajaran secara nasional, tanpa mengurangi tuntutan-tuntutan ilmu sejarah. Sejarah terbentuknya Desa Bone Kancitala (Dari Onder Distrik sampai Kecamatan Tahun 1930-2009) jika diterapkan dalam pembelajaran di sekolah, erat kaitannya dengan mata pelajaran sejarah dan muatan lokal. Pada mata pelajaran sejarah, dapat diajarkan pada tingkat SMA kelas XI semester II pada sub kompentensi Zaman Kemerdekaan Indonesia. Dimanan periode sejarah bangsa Indonesia, meliputi zaman pra sejarah (sampai abad ke 5), zaman kerajaan Hindu-Budha (abad ke-5 sampai abad ke 15), zaman kerajaan Islam (abad ke-13 samapai abad ke-19), zaman penjajahan (abad ke-16 sampai abad ke-20), dan zaman kemerdekaan (abad ke-20 sampai sekarang). Selama ini mata pelajaran sejaah masih kurang diminati oleh siswa karena metode maupun materi pembelajarannya yang diberikan secara monoton. Sejarah desa diharapkan maupun memberikan inovasi kepada peserta didik agar lebih antusias dalam menerima pelajaran, karena pada dasarnya siswa lebih muda menerima pelajaran jika berhubungan erat dengan kehidupannya. Selain itu, banyak masyarakat yang tidak memahami atau mengetahui tentang sejarah didaerahnya masing-masing. Hal ini dikarenakan minimnya pengetahuan tentang sejarah di wilayahnya misalnya, sumber untuk mengetahui sejarah di wilayahnya sedikit, banyak saksi sejarahnya sudah meningggal bahkan pikun, bukan penduduk asli wilayah tersebut dan lain sebagainya. Banyak keunikan dari sejarah-sejarah di Indonesia yang juga merupakan bagian 89 dari sejarah lokal. Hal ini patut untuk dikaji lebih lanjut sehingga masyarakatnya lebih memahami dan menghargai sejarah yang terdapat di daerah mereka masing-masing. Akhirulkalam harapan yang terkandung dalam hati penulis tidak lain adalah semoga karya ini menambah pelajaran bagi kaum terpelajar, baik yang hendak mengetahui aapa yang sesungguhnya trerjadi pada masa lampau maupun yang ingin mengambil pelajaran dari setiap kejadian yang ada.