Maqashid al-Hajj (Tujuan Ibadah Haji)

advertisement
Maqashid al-Hajj (Tujuan Ibadah Haji)
Written by Admin
Sabtu, 14 Nopember 2009
Menuju Ibadah Kolektif yang Berdaya Guna
“Maqashid al-Hajj” barangkali istilah yang belum populer di kalangan umat Islam pada
umumnya. Istilah yang kurang lebih bermakna tujuan-tujuan haji atau maksud yang diinginkan
dari ibadah haji ini menyimpan banyak hakekat penting tentang rukun Islam yang kelima ini.
Kenyataan yang masih sedikit disadari banyak umat Islam adalah bahwa setiap ibadah dalam
Islam ada “maqashid”-nya, ada tujuan yang mesti direalisasi, ada hikmah besar yang
seharusnya terwujud melalui ibadah-ibadah ritual. Seringkali umat Islam melakukan ibadah
tanpa berusaha menghidupkan ruh yang terdapat dalam ibadah tersebut.
Beberapa ulama dan pemikir Islam berusaha mengeksplorasi makna-makna penting yang
tersimpan dalam ibadah haji ini. Ustadz Abul Hasan an-Nadwi mengkhususkan sebuah kitab
berjudul al-Arkan al-Arba’ah yang menyingkap makna penting dan hikmah-hikmah yang
tersimpan dalam rukun-rukun Islam yang sering kali dilupakan, yaitu rukun sholat, zakat, shaum
dan haji. Pemikiran Islam Iran Ali Shariati juga mengarang sebuah buku khusus membahas
tinjauan filosofis spiritual dalam ibadah multi nasional ini.
Jika Imam al-Ghazali hidup di jaman kita sekarang mungkin beliau akan menerbitkan kitab
Ihya Ulumuddin version 2.0. Inti persoalan umat Islam ada pada “mati”-nya keislaman pada diri
umat Islam. Ihya Ulumuddin yang berarti “menghidupkan ilmu-ilmu agama” memang ditulis oleh
Imam al-Ghazali ketika dirasakan bahwa ilmu-ilmu agama sedang mati suri. Ilmu fiqh yang
seharusnya memberikan pencerahan ruhani justru berubah menjadi sekedar ajaran-ajaran
formal yang jauh dari sentuhan hati. Fiqh di jaman itu membatasi diri hanya pada hukum-hukum
ibadah dan muamalah tanpa mengksplorasi spirit ajaran agama. Umat hanya berhenti pada
batas-batas hukum boleh dan tidak boleh. Akhirnya agama hanya berupa rutinitas dan
gerakan-gerakan mati tanpa jiwa. Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjadikan ilmu
tasawuf sebagai ruh yang menghidupkan ilmu-ilmu agama Islam.
Revolusi Imam al-Ghazali yang dimulai di penghujung abad kelima hijriyyah tersebut
mendorong munculnya generasi baru yang mampu menghidupkan ajaran agama dengan
sentuhan keimanan dalam, seperti Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Jika pada generasi sebelum
Imam al-Ghazali cenderung ada diferensiasi antara ahli fiqh dan ahli tasawuf, maka pada pada
generasi sesudah beliau dikotomi tersebut memudar. Tetapi hal tersebut tidak bertahan lama.
Karena pada generasi pewaris berikutnya justru terjadi pemformalan tasawuf yang berakibat
pada munculnya tarekat sebagai forum-forum ritual yang sering kali terpisah dari kehidupan
praktis.
1 / 15
Maqashid al-Hajj (Tujuan Ibadah Haji)
Written by Admin
Sabtu, 14 Nopember 2009
Sebuah ironisme yang sering terulang dalam ajaran agama adalah hilangnya makna ajaran
agama itu sendiri dari kesadaran umat. Ibadah sholat –misalnya- yang disyariatkan untuk
menjadi moment ruhani dan pensucian hati, justru dirumuskan dalam kitab fiqh hanya sebagai
gerakan dan ucapan tertentu mulai dari takbir sampai kepada salam. Bahkan niat yang
hakekatnya murni aktifitas batin malah diartikan sebagai ucapan dan lafal-lafal tertentu. Hal
seperti itu terjadi pada hampir semua ibadah, umat Islam banyak yang menjalankan ibadah
tanpa mengerti apa makna di balik semua gerakan dan ucapan yang mereka lakukan. Akhirnya
Islam menjelma menjadi jasad tanpa ruh, agama menjadi bangunan besar sepi tanpa
kehidupan dinamis di dalamnya.
Dari mana pangkal kebuntuan tersebut? Jawabannya adalah keterputusan umat Islam dari
al-Qur’an. Kita akan menemukan titik terang jika kita membaca ayat-ayat tentang ibadah dalam
al-Qur’an. Jika kita bandingkan pembahasan masalah-masalah ibadah dalam kitab-kitab fiqh
dengan pembahasan al-Qur’an tentang masalah yang sama, kita akan temukan perbedaan
yang besar. Kita akan temukan bahwa al-Qur’an selalu mengaitkan antara kewajiban ibadah
dengan makna ibadah itu sendiri, sesuatu yang tidak kita temukan dalam sebagian besar kitab
fiqh. Sebagai contoh kita dapatkan bagaimana al-Qur’an menjelaskan fungsi sholat dalam
kehidupan dan bagaimana al-Qur’an menjelaskan makna khusyu pada ayat 45 dan 46 di surat
Al-Baqarah:
(45) “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu
sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (46) (yaitu) orang-orang yang meyakini,
bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”
Al-Qur’an juga menjelaskan tentang sholat yang efektif memberikan kebahagiaan,
ketenangan jiwa dan stabilitas emosi dalam surat al-Ma’arij ayat 19-23:
(19) “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. (20) Apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah, (21) dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, (22) kecuali
orang-orang yang mengerjakan shalat, (23) yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,…”
Kita akan merasakan suasana ruhani dan horison pemikiran yang sangat intens dalam
pembahasan-pembahasan al-Qur’an. Ketika seorang muslim mencukupkan diri dengan
buku-buku fiqh dalam mempelajari agama tanpa kembali kepada al-Qur’an, dia akan terpisah
dari pancaran cahaya dan ruh al-Qur’an. Hal yang sama terjadi dalam pemahaman sebagian
umat Islam mengenai ibadah haji. Ibadah yang bisa dikatakan paling memakan biaya dan
membutuhkan tenaga ini seringkali dilaksanakan tanpa efektifitas yang seharusnya.
Al-Qur’an Berbicara tentang Haji
Pembahasan tentang ibadah haji dalam al-Qur’an terdapat dalam surat al-Baqarah (ayat 158,
189, 196-203), Ali Imran (ayat 97), al-Ma’idah (1-2, 97) dan surat al-Hajj. Kita akan dapatkan
bahwa al-Qur’an lebih menekankan pada makna dan maqashid ibadah dari pada hukum-hukum
fiqh yang biasa kita temukan dalam kitab-kitab fiqh. Bukan hal yang aneh apabila pembahasan
2 / 15
Maqashid al-Hajj (Tujuan Ibadah Haji)
Written by Admin
Sabtu, 14 Nopember 2009
tentang haji dalam al-Qur’an jauh lebih “hidup” dari pada gaya pembahasan para ahli fiqh.
Bukan karena pembahasan kitab-kita fiqh tersebut salah atau melenceng, tetapi perhatian para
ahli fiqh terfokus pada hukum-hukum fiqh yang juga bersumber dari al-Qur’an dan hadits Nabi
SAW. Dan hal ini sebenarnya menunjukkan kemukjizatan al-Qur’an yang membuktikan
bagaimanapun usaha manusia menerjemahkan ajaran al-Qur’an, tetap saja manusia belum
sampai mencapai ketinggian ajaran al-Qur’an. Retorika al-Qur’an dalam merangkum berbagai
makna penting tidak sanggup dicapai oleh kemampuan retorika manusia, walaupun bahasa
al-Qur’an adalah bahasa yang dipakai manusia, walaupun tema-tema al-Qur’an bukanlah
tema-tema yang tidak mampu dipahami manusia.
Sangat penting bagi setiap muslim untuk berinteraksi langsung dengan al-Qur’an, untuk dapat
memahami secara persis apa yang sebenarnya diinginkan Allah dari ibadah kita secara umum.
Allah menginginkan hamba-Nya beraudiensi langsung dengan-Nya tanpa perantara.
Haji Puncak Ekspresi Ketakwaan
Ibadah dalam arahan al-Qur’an haruslah bermuara pada ketakwaan. Penyembahan seorang
hamba bukanlah ritual mistis yang berhubungan dengan dunia gaib yang penuh takhayul dan
serba irrasional. Ibadah dalam Islam adalah ketundukan seorang makhluk kepada Sang
Pencipta penuh kuasa lagi kasih sayang. Kita temukan dalam al-Qur’an ayat-ayat ibadah selalu
diakhiri dengan penegasan tentang sifat-sifat Allah.
Ambil contoh ayat 158 dari surat al-Baqarah, Allah berfirman
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar-syi’ar Allah. Maka
barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-’umrah, maka tidak ada dosa baginya
untuk mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan
dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha
mengetahui.”
Kita lihat bagaimana Allah menutup ayat tersebut dengan dua sifat-Nya yang agung yaitu
“Syakir” (Maha Mensyukuri) dan “Alim” (Maha Mengetahui). Kita rasakan bagaimana Allah
memperlakukan hamba-Nya dengan cara yang begitu terhormat. Allah SWT sebagai pencipta,
pemilik dan penguasa seluruh alam begitu memberikan penghargaan terhadap hamba-Nya
yang mengerjakan kebaikan dengan suka hati (tathawu’). Allah seolah-olah berkata bahwa
beliau akan berterima kasih dan mengapresiasi kebajikan yang dilakukan hamba-Nya, dan
Allah sangat mengetahui kebajikan yang dilakukan hamba-Nya.
Kita selalu akan merasakan hidupnya hubungan hamba dan Tuhannya setiap kali kita
merenungkan sifat-sifat Allah yang Allah sebut di akhir ayat. Kita ambil contoh ayat lain di surat
al-Baqarah ayat 199:
“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak dan mohonlah
ampun kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
3 / 15
Maqashid al-Hajj (Tujuan Ibadah Haji)
Written by Admin
Sabtu, 14 Nopember 2009
Ayat ini berbicara tentang perintah untuk bergerak dari padang Arafah kemudian Muzdalifah
menuju Mina. Allah memerintah dalam kesempatan tersebut untuk memohon ampun
kepada-Nya, dan Allah mengingatkan bahwa Allah bersifat Maha Pengampun dan Maha
Penyayang. Dalam ayat ini jelas terasa bahwa Allah begitu ingin memberikan ampunan kepada
hamba-Nya, sehingga Allah hanya memerintahkan agar para jemaah haji mohon ampun. Allah
menyebutkan bahwa Allah sesungguhnya suka mengampuni hamba-Nya, dan bukan hanya
mengampuni hamba-Nya Allah juga sangat menyayangi hamba-hamba-Nya. Ayat ini begitu
kuat memberikan suasana kasih sayang dari Allah SWT, dan mempererat hubungan antara
hamba dan Sang Pencipta.
Lebih jauh lagi bahkan di surat al-Ma’dah bahkan Allah mengungkapkan bahwa seluruh
rangkaian haji sesungguhnya adalah momen agar para hamba Allah dapat merasakan dengan
nyata sifat-sifat keagungan Allah dalam setiap syiar-syiar yang dilakukan dalam ibadah haji.
Allah berfirman:
(97) “Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai ‘qiyam’[1] bagi manusia, dan
(demikian pula) bulan Haram[2], al-hadyu[3], dan al-qalaid[4]. (Allah menjadikan yang) demikian
itu agar kamu tahu, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi dan bahwa Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (98)
Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya dan bahwa sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ayat ini secara eksplisit dan gamblang menjelaskan bahwa sesungguhnya seluruh rangkaian
ibadah haji beserta semua pra sarananya Allah syariatkan agar umat Islam menyadari
kekuasan dan penguasaan Allah. Kegiatan-kegiatan ibadah haji semua adalah terjemahan
praktis dari bentuk ketakwaan yang merupakan ekspresi dari keyakinan kita bahwa Allah
mengetahui segala perbuatan hamba-Nya, didasari oleh keyakinan bahwa Allah dengan
keadilan-Nya dapat menyiksa hamba-Nya yang ingkar dan dengan rahmat-Nya mengampuni
dan menyayangi hamba-Nya yang taat. Allah mengatakan bahwa itu semua diadakan “agar
kalian tahu” tidak hanya secara kognitif tapi juga “tahu” secara afektif dan psikomotorik.
Rangkaian ibadah haji yang dimulai dari ihram, kemudian thawaf, sa’i, wukuf di Arafah,
melempar jumrah sampai menyembelih hewan kurban semuanya adalah ekspresi ketakwaan
hambanya. Ukuran-ukuran fisik menjadi simbol yang bisa sirna jika tidak berakar pada
ketakwaan. Semua jerih payah juga akan buyar begitu saja jika tidak melahirkan ketakwaan
kepada Allah. Karena itu Allah berfirman:
37. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,
tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah
menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya
kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS al-Hajj:
37)
Totalitas Penyembahan Paripurna
4 / 15
Maqashid al-Hajj (Tujuan Ibadah Haji)
Written by Admin
Sabtu, 14 Nopember 2009
Rangkaian ibadah haji adalah rangkaian ibadah yang paling lengkap dari semua ibadah ritual
Islam. Rukun-rukun Islam mulai dari mengucapkan dua kalimat syahadat, kemudian sholat, lalu
zakat dan shaum adalah tangga-tangga yang mengantarkan pada kesempurnaan ekspresi
ketaatan yang dikandung oleh ibadah haji.
Jika dua kalimat syahadat adalah ibadah hati yang diucapkan lisan, maka sholat
melanjutkannya dengan ibadah tubuh yang lebih lengkap, tidak hanya hati dan lisan, tetapi
seluruh tubuh bergerak menerjemahkan ketaatan sang manusia. Jika sholat telah lengkap
mengikutsertakan tubuh dalam ketaatan, maka zakat melengkapi ketaatan tubuh dengan
mengikutsertakan harta dalam mewujudkan ketaatan. Ketika seorang muslim sudah lengkap
berbuat dengan seluruh jiwa dan hartanya, maka sisi lain dari kehidupan manusia dilengkapi
dengan ibadah puasa yang mengharuskan manusia menahan diri dari beberapa hal yang
disukai hawa nafsu, sehingga seorang muslim dengan puasa melengkapi ketaatannya tidak
hanya dalam “berbuat” sesuatu tetapi juga dalam “meninggalkan” sesuatu. Seorang muslim
tidak hanya wajib taat dalam berbuat tetapi juga wajib taat dalam menahan.
Ibadah haji merangkai semua jenis ibadah tesebut dalam rangkaian yang sempurna. Dimulai
dari deklarasi ihram yang wajib diucapkan secara lisan, seorang haji harus menahan diri dari
berbagai larangan tertentu selama masih berihram. Kemudian dilanjutkan dengan thawaf dan
sa’i yang melibatkan seluruh tubuh. Dilengkapi dengan wukuf di Arafah dan lempar jumrah,
prosesi diakhiri dengan menyembelih hewan kurban yang merupakan ibadah harta. Bahkan
ibadah haji adalah ibadah yang paling menyita energi dan menelan biaya. Seluruh kemampuan
yang diperlukan dalam ibadah-ibadah sebelumnya tercurah pada ibadah haji, sehingga pantas
dikatakan bahwa ibadah haji adalah puncak ketaatan.
Perjalanan Penuh Dzikir dan Syukur
Jika kita ikuti satu per satu petunjuk al-Qur’an dalam ibadah haji kita akan temukan bahwa
haji adalah perjalanan yang begitu sarat dengan ajakan untuk berdzikir dan mengingat nikmat
Allah.
Dalam surat al-Hajj Allah SWT menyebutkan untuk apa semua jerih payah tersebut, demi
tujuan apa perjalanan yang mahal dan jauh tersebut? Allah berfirman di surat al-Hajj ayat 28:
“…Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka
menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan
kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan
(sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.”
Allah di ayat ini menyebutkan dua tujuan dari haji yaitu agar kita menyaksikan berbagai
manfaat yang begitu banyak dari ibadah haji dan agar kita banyak mengingat Allah dalam
berbagai kesempatan.
Menyaksikan Tanda-tanda Kekuasaan Allah
5 / 15
Maqashid al-Hajj (Tujuan Ibadah Haji)
Written by Admin
Sabtu, 14 Nopember 2009
Ibadah haji adalah ibadah yang sarat makna. Dia bukan bentuk hura-hura tanpa tujuan. Haji
juga bukan perjalanan main-main. Haji adalah event serius yang menyimpan banyak manfaat.
Seluruh langit dan bumi berisi tanda-tanda kekuasaan Allah, tetapi tanda-tanda kekuasaan
Allah yang dikandung dalam ibadah haji sangat jelas dan tegas, sehingga penting untuk
disaksikan dan dipersaksikan kepada seluruh umat manusia.
“…padanya (Masjidil Haram) terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam
Ibrahim[5]. Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia.”
Tanda-tanda kebenaran di tempat suci itu begitu banyak dan jelas. Sangat penting agar
seluruh umat manusia menyaksikan dan menceritakan hal-hal tersebut. Allah memelihara
bekas telapak kaki Nabi Ibrahim AS. Bapak para Nabi ini begitu gigih memperjuangkan ajaran
tauhid sehingga Allah mengaruniai beliau banyak kemuliaan, sampai-sampai bekas telapak kaki
beliau Allah abadikan dan disandingkan dengan Rumah Allah yang suci.
Di sana juga memancar mata air zamzam yang sangat ajaib. Mata air yang deras memancar
di sebuah lingkungan padang pasir berbatu yang jarang mengalami hujan. Sebuah tanda
kekuasaan Allah yang mengabarkan kepada seluruh umat manusia bahwa Allah yang Maha
Kuasa sangat mampu melakukan apa pun yang Dia inginkan meskipun tidak lazim menurut
perhitungan dan pikiran manusia.
Di sana juga ada bukit Shafa dan Marwa yang menyaksikan keteguhan Sang Ibu yang agung
Siti Hajar dalam menghadapi cobaan dan kesungguhan beliau mengatasi permasalahan yang
sepintas lalu tampak mustahil di atasi. Seorang wanita tangguh yang tidak hanya mampu
bertahan dalam kondisi sulit, bahkan juga berhasil mendidik seorang anak yang akhirnya
menjadi nabi…
Bukti Kedigdayaan Agama Allah
Moment haji adalah event internasional yang fenomenal. Bukan hal yang biasa, lebih dari dua
juta manusia dari berbagai belahan dunia dengan berbagai kebangsaan dan beragam bahasa
dan budaya bertemu di satu tempat melakukan aktifitas bersama. Tidak ada daya tarik
keduniaan yang menyebabkan padang pasir yang gersang tersebut dikunjungi jutaan manusia.
Gerakan kolosal yang dilakukan jemaah haji memperlihatkan betapa kuatnya agama ini
menggerakkan manusia. Tidak ada satu agama pun yang dapat melakukan event sebesar ini.
Masjidil Haram bagaikan jantung yang menyedot darah ke pusat kemudian menyebarkannya
kembali ke seluruh tubuh dunia Islam. Ibadah haji menunjukkan bahwa agama Islam mampu
menggerakkan manusia di seluruh dunia. Ibadah memperlihatkan potensi umat yang luar biasa.
Tidak kurang dari tiga milyar dolar beredar dalam moment yang berlangsung tidak lebih dari
bulan saja. Dua juta lebih manusia melakukan aktifitas keagamaan bersama di satu tempat.
Barangkali Guinness Book mencatat haji sebagai momen keagamaan terbesar yang pernah
dilakukan umat manusia sepanjang sejarah. Ibadah haji menunjukkan bahwa umat Islam
6 / 15
Maqashid al-Hajj (Tujuan Ibadah Haji)
Written by Admin
Sabtu, 14 Nopember 2009
sejatinya bukanlah umat yang lemah tak berdaya. Umat Islam adalah umat yang digdaya,
hanya memerlukan manajemen dan pengarahan yang bijaksana untuk mengarahkan potensi
umat yang luar biasa ini menjadi bangunan peradaban yang kuat dan besar.
Momen Pelatihan Kolosal
Rangkaian ibadah merupakan aktifitas kolosal yang melatih umat Islam dalam
menginternalisasi nilai-nilai aqidah dan akhlak secara praktis. Islam bukan cuma ajaran filosofis
tanpa bimbingan praktis. Islam juga bukan cuma teori tanpa praktek. Islam juga bukan hanya
keyakinan tanpa amal dan perbuatan. Ibadah haji mengajarkan bagaimana keimanan berbuah
pada perbuatan dan prilaku. Ibadah haji juga menunjukkan bahwa meraih keridhoan Allah tidak
cukup hanya dengan berkhayal dan berkonsep, tetapi harus dicapai dengan usaha nyata dan
jerih payah riil.
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam ibadah haji bukanlah hal yang kebetulan. Semua
bermuara pada pembinaan pribadi yang paripurna. Yang paling dapat menahan hawa nafsu
dialah yang paling berhasil dalam pegemblengan “Mekkah Camp” ini. Yang paling bersabar
dialah yang mendapatkan penghargaan ilahi dan sertifikat samawi setelah prosesi haji tersebut.
Rasulullah SAW bersabda,
ُ‫ﻡَﻥْ ﺡَﺝَّ ﻝِﻝَّﻩِ ﻑَﻝَﻡْ ﻱَﺭْﻑُﺙْ ﻭَﻝَﻡْ ﻱَﻑْﺱُﻕْ ﺭَﺝَﻉَ ﻙَﻱَﻭْﻡِ ﻭَﻝَﺩَﺕْﻩ‬
‫ رواﻪ اﻠﺒﺨارﻲ‬.ُ‫ﺃُﻡُّﻩ‬
“Barang siapa yang berhaji karena Allah kemudian dia tidak berkata kotor dan berbuat fasiq
dia kembali seperti ketika dia dilahirkan ibunya (tanpa dosa). (HR al-Bukhari)
Dalam Hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda,
‫ ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ‬.ُ‫ﻭَاﻞْﺡَﺝُّ اﻞْﻡَﺏْﺭُوﺮُ ﻝَﻱْﺱَ ﻝَﻩُ ﺝَﺯَاءٌ ﺇِﻝَّﺍ اﻞْﺝَﻥَّﺓ‬
“Dan haji mabrur tidak ada balasannya selain sorga.” (Muttafaq ‘alaih)
Tonggak-tonggak Sejarah Ketauhidan
Allah SWT memilih Mekkah sebagai lokasi haji dikarenakan di tempat ini terdapat
monumen-monumen ketauhidan yang penuh berkah. Komponen-komponen penegak ajaran
tauhid terakit, terbangun dan terpancar di tempat suci ini. Di sini lah Nabi Ibrahim diperintahkan
untuk membangun pondasi fisik ajaran tauhid, setelah beliau berhasil membangun pondasi
logika tauhid di Irak, Syam dan Mesir.
Di kota Mekkah juga Allah memilih untuk menjadi tanah kelahiran Nabi akhir jaman. Dan dari
kota Mekkah juga dakwah tauhid dimulai. Dan demi kesucian kota Mekkah Allah melarang
7 / 15
Maqashid al-Hajj (Tujuan Ibadah Haji)
Written by Admin
Sabtu, 14 Nopember 2009
selain orang muslim untuk tinggal di dalamnya. Sebuah hukum yang hanya berlaku bagi bumi
Hijaz. Dan di akhir jaman Allah juga akan menjaga Mekkah dan Madinah dari kedatangan
Dajjal.
Penegasan Makna Tauhid
Ibadah haji adalah penegasan total makna “meng-esakan” Allah. Para jemaah haji
disunahkan untuk mengucapkan kalimat talbiyah (Labbaikallahumma Labbaik) dan tahlil (Laa
Ilaha Illallah) sebagai deklarasi sikap dan penyerahan diri kepada Allah Yang Maha Esa. Dalam
ibadah haji keyakinan akan ke-esaan Allah diungkapkan dalam semua akitfitas yang mungkin
dilakukan manusia, mulai dari gerakan hati, ucapan lisan, perilaku tubuh dan pengorbanan
harta.
Makna tauhid dalam ibadah haji semakin kuat jika ekspresi kecintaan kepada Allah
tercurahkan. Sebagian besar jemaah haji tak mampu menahan tangis haru bercampur gembira
ketika merasakan dapat beribadah di Tanah Suci. Hati seorang mukmin akan merasakan
suasana emosional yang sulit diungkapkan ketika mendapatkan pancaran kesucian Tanah
yang penuh berkah ini.
Haji antara Simbol dan Esensi
Dalam ibadah haji kita menemukan banyak syiar-syiar ibadah yang bisa dipahami secara
simbolik tetapi juga mengandung esensi nilai yang penting. Kita temukan kiblat umat Islam
adalah bangunan segi empat yang terbuat dari batu cadas biasa selain hajar aswad yang
istimewa. Dasar ajaran Islam adalah memerangi penyembahan makhluk apapun. Seseorang
yang sholat menghadap Ka’bah dengan anggapan bahwa dia menyembah Ka’bah, dia sama
dengan musyrik penyembah berhala. (Uniknya sejak dahulu sampai sekarang belum pernah
ada yang menyembah Ka’bah itu sendiri, meskipun bangsa Arab pernah menyembah
berhala-berhala sebelum datangnya Islam. Mereka menyembah berhal-berhala yang mereka
letakkan dalam Ka’bah. Tetapi tak satu dari mereka yang menyembah Ka’bah). Simbol-simbol
ibadah yang ada di tanah Mekkah seolah-olah memang Allah jadikan syiar tauhid yang terjaga
dari praktek syirik.
Inti kesakralan Ka’bah, Maqam Ibrahim, bukit Shafa dan Marwa juga Jumrah di Mina
bukanlah pada materi benda-benda tersebut, tetapi pada makna ketaatan dan nilai tauhid yang
terkait dengan syiar-syiar tersebut. Karena itu para fuqaha sepakat bahwa seandainya Ka’bah
hancur tak tersisa, umat Islam tetap disyariatkan untuk thowaf dan sholat ke arah Ka’bah,
karena yang dimaksud bukan materi Ka’bah tetapi pada lokasi dan kondisi yang Allah tentukan
sedemikian rupa.
Meski demikan buka berarti syiar-syiar tersebut hanyalah simbol semata tanpa esensi dan
substansi penting. Karena ketaatan dan ketundukan kepada Sang Pencipta perlu diekspresikan
agar tidak semata menjadi khayalan dan angan-angan kosong. Nilai-nilai tauhid terekspresi
8 / 15
Maqashid al-Hajj (Tujuan Ibadah Haji)
Written by Admin
Sabtu, 14 Nopember 2009
dengan mengagungkan syiar-syiar tersebut. Keyakinan abstrak tauhid perlu diterjemahkan
dalam bentuk konkret. Karena itu Allah berfirman:
“Demikianlah (perintah Allah) dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS al-Hajj: 32)
Nilai penting syiar-syiar Allah bukan pada meterinya tetapi pada ketakwaan yang terekspresi
dari sikap mengagungkan syiar-syiar itu.
Sekilas tentang Kemukjizatan Zamzam
Di antara bukti kekuasaan Allah yang mengagumkan di Tanah Suci ini adalah air zamzam
yang menyimpan banyak keajaiban. Mulai dari keberadaannya, kandungannya dan khasiatnya
semuanya serba mengagumkan. Di jaman kemajuan teknologi saat ini semua keajaiban yang
dimiliki air zamzam bukan lagi mitos atau sekedar kabar burung. Berbagai penelitian ilmiah
semakin menguatkan bahwa air zamzam bukan air biasa.
Pada tahun 1971 seorang dokter mengirim surat ke salah satu media massa di Eropa, untuk
mempertanyakan kelayakan air zamzam untuk diminum. Dokter tersebut berasumsi
berdasarkan posisi Ka’bah yang rendah maka air pembuangan seluruh kota Mekkah
diperkirakan akan mengalir ke wilayah tersebut sehingga dibayangkan bahwa air zamzam
tercemar oleh air limbah tersebut.
Menyikapi surat tersebut Kementerian Pertanian dan Pengairan Kerajaan Arab Saudi
diperintahkan untuk menyelidiki kebersihan air zamzam. Maka dibentuklah tim riset yang terdiri
dari berbagai ahli dari beberapa negara. Setelah diteliti di beberapa laboratorium di Eropa,
ditemukan bukan hanya air zamzam layak diminum, tetapi bahkan air zamzam mengandung zat
flouride yang dapat membunuh virus dan kuman-kuman. Juga didapatkan kandungan mineral
yang tinggi dalam air zamzam. Ditemukan bahwa kandungan kalsium dan magnesium dalam
air zamzam lebih tinggi dibanding air yang biasa dikonsumsi di perumahan pada umumnya.
Bahkan air zamzam mengandung mineral-mineral alam dalam standar WHO dengan
konsentrasi cukup tinggi. Hal ini dapat menjelaskan mengapa para jemaah haji yang lelah
merasakan kekuatan dan kebugaran setelah mengkonsumsi air zamzam ini.
Patut diingat bahwa dalam iklim padang pasir yang panas jamaah haji banyak kehilangan
zat-zat potasium dan sodium dari aliran darah bersamaan dengan jumlah keringat yang
dikeluarkan tubuh. Hal itu sesuai dengan kandungan sodium yang cukup tinggi dalam air
zamzam sehingga dengan mudah jamaah mendapatkan suplai mineral yang cukup
menggantikan kekurangan tersebut.
Air zamzam bersifat basa, di mana air basa yang terionisasi dapat memberikan energi kepada
tubuh, serta menyeimbangkan kadar H2 dalam tubuh, dan juga menyingkirkan limbah-limbah
asam dari tubuh. Ia juga merupakan anti oksidan dan anti toksin yang memperkaya tubuh
dengan elektron-elektron bagi oksigen bebas dan aktif. Di samping itu zamzam juga membantu
penyerapan nutrisi secara lebih efektif, dan juga membantu proses sintesa mineral yang
9 / 15
Maqashid al-Hajj (Tujuan Ibadah Haji)
Written by Admin
Sabtu, 14 Nopember 2009
terionisasi secara lebih mudah. Ditambah dengan kemampuannya membantu proses
pencernaan secara umum dengan mengembalikan keseimbangan tubuh. Juga mengurangi
oksidasi organ-organ yang vital, juga turut menghancurkan sel-sel yang mengalami kanker.
Zamzam juga bereaksi terhadap oksidasi dan reduksi negatif sehingga membentuk milliu yang
dapat membunuh bakteri.
Hal di atas membuktikan kebenaran sabda Nabi SAW,
ٍ‫ﺇِﻥَّﻩَﺍ ﻡُﺏَاﺮَﻙَﺓٌ ﺇِﻥَّﻩَﺍ ﻁَﻉَاﻢُ ﻁُﻉْﻡٍ ﻭَﺵِﻑَاءُ ﺱُﻕْﻡ‬
“Sesungguhnya air zamzam itu diberkahi dan ia merupakan makanan yang bergizi dan obat
penyakit.” (HR al-Baihaqi, at-Thabrani dan a-Bazzar dengan sanad yang shahih)
Haji dan Manfaat Tanpa Batas
Allah mendeklarasikan dalam al-Qur’an bahwa moment haji adalah moment manfaat tanpa
batas. Allah berfirman
“…Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka…” (QS al-Hajj: 28)
Allah menyebutkan kata “manafi’” dalam bentuk jamak dan nakirah (indefinitive) yang
menunjukkan bahwa manfaat-manfaat yang terdapat dalam moment haji begitu banyak dan
tidak terbatas. Manfaat yang tidak hanya terbatas pada manfaat keagamaan dan keimanan,
tetapi juga manfaat keduniaan dan materi. Dalam haji Allah membolehkan jemaah haji
menggabungkan tujuan akhirat dan kepentingan duniawi. Secara tegas Allah menyatakan
bahwa berdagang dalam ibadah haji tidak dilarang. Allah berfirman,
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.” (QS
al-Baqarah: 198)
Ibadah haji menjadi saksi bahwa dunia dan akhirat bukanlah dua hal yang kontradiktif jika
seorang muslim mampu mengelola motivasi dan memanej berbagai kegiatannya. Seorang yang
melakukan ibadah haji secara lengkap baik rukun-rukunya, ibadah wajibnya sampai
sunnah-sunnahnya, masih akan dapat waktu dan kesempatan untuk melakukan perdagangan
sederhana. Meskipun beberapa ulama mengatakan bahwa lebih afdhol untuk tidak melakukan
dagang di sela-sela ibadah haji, tetapi semua ulama sepakat jika rukun-rukun dan kewajiban
haji disempurnakan ibadah, kegiatan perdagangan tidak akan merusak haji.
Konsep connectivity dunia dengan akhirat memang ajaran Islam yang orisinil. Sebagaimana
juga dalam sholat Jum’at setiap muslim diperintahkan untuk meninggalkan perdagangan
selama sholat Jum’at kemudian setelah sholat justru Allah memerintahkan untuk menyebar di
muka bumi mencari rizki. Allah berfirman:
(9) ”Hai orang-orang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah (yaitu khutbah dan sholat Jum’at) dan
10 / 15
Maqashid al-Hajj (Tujuan Ibadah Haji)
Written by Admin
Sabtu, 14 Nopember 2009
tinggalkanlah jual beli[6]. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (10)
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS al-Jumu’ah: 9-10)
Islam bukan hanya tidak menghalangi umatnya untuk berusaha dan bekerja, bahkan Islam
memerintahkan dan mengarahkan umat Islam untuk bekerja dan berproduksi setelah
melaksanakan ibadah. Bahkan Islam menganggap pekerjaan dunia sebagai ibadah juga jika
diniatkan untuk kebaikan. Hal ini bertolak belakang dengan agama Yahudi yang melarang
umatnya bekerja di hari Sabtu. Tetapi anehnya justru umat Islam yang diperintahkan bekerja
sambil beribadah justru kurang gigih bekerja seperti kaum Yahudi yang dilarang bekerja di
hari-hari ibadah!
Dengan memahami ruh agama Islam kita sebenarnya mendapatkan gambaran yang cukup
bagaimana seorang muslim menggunakan fasilitas dunia untuk beribadah dan berkarya dalam
satu waktu. Ibadah haji selain ritual ibadah juga kegiatan ekonomi. Ibadah haji juga
mengisyaratkan akan persatuan global umat Islam. Ibadah haji juga mengajarkan pentingnya
ketertiban dan kedisiplinan dalam aktifitas-aktifitas kolektif.
Team Spririt dalam Haji
Ibadah haji mengajarkan bagaimana seorang muslim melakukan aktifitas kolektif secara baik.
Ibadah haji adalah kegiatan yang selalu dilakukan dalam suasana kebersamaan. Tidak ada
kegiatan haji yang bisa dilakukan dalam kesendirian, semuanya dilakukan secara terbuka dan
bersama orang lain. Arahan pertama yang di ajarkan al-Qur’an dalam haji adalah larangan
berbicara kotor dan berdebat. Allah berfirman:
197. “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan
niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (berkata jorok), berbuat
fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.” (QS al-Baqarah: 197)
Larangan terhadap rafats, perbuatan fasiq dan perdebatan adalah ajaran akhlak. Tetapi di sisi
lain dia adalah arahan agar suasana haji menjadi suasana yang kondusif untuk melakukan
aktifitas ibadah bersama. Perkataan jorok dan kotor akan mengeruhkan suasana ruhani.
Perbuatan fasik mengeliminir nilai ibadah itu sendiri. Dan berdebat akan merusak hubungan
antara jemaah haji.
Allah juga menginginkan persamaan derajat dan kebersamaan aktifitas. Kaum Quraisy pada
masa jahiliyah merasa lebih istimewa dibanding kaum yang lain sehingga dalam ibadah haji
mereka tidak ikut wukuf di Arafah karena Arafah ada di luar batas Mekkah. Mereka merasa
karena mereka penduduk tanah suci mereka tidak perlu keluar batas Mekkah untuk wukuf
bersama kabilah-kabilah lain. Al-Qur’an lalu menurunkan perintah agar semua jemaah haji
berwukuf dan bergerak dari tempat yang sama. Tidak deskriminasi golongan dalam Islam. Allah
berfirman:
“Kemudian bertolaklah kalian dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan
11 / 15
Maqashid al-Hajj (Tujuan Ibadah Haji)
Written by Admin
Sabtu, 14 Nopember 2009
mohonlah ampun kepada Allah” (QS al-Baqarah: 199)
Semangat kebersamaan dalam haji ini terus Allah ajarkan bahkan setelah tahallul
menyembelih hewan kurban. Allah memerintahkan daging hewan tersebut untuk dibagikan ke
semua orang kaya ataupun miskin. Allah berfirman:
“Kemudian apabila dia (hewan kurban itu) telah roboh (telah disembelih), maka makanlah
sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak
meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu
kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS al-Hajj: 36)
Ayat tersebut memerintahkan orang yang berkurban agar selain mengkonsumsi hewan
kurban, juga memberikan daging kurban itu untuk orang yang berkecukupan (al-qani’) sebagai
hadiah juga kepada yang membutuhkan (al-mu’tarr) sebagai sedekah. Allah menginginkan
dalam ibadah haji agar semua orang bergembira dan menikmati ibadah yang kita lakukan. Allah
tidak menginginkan umat Islam egois dalam apa pun termasuk dalam prosesi ibadah.
Tetapi hal yang memprihatinkan adalah sebagian jemaah haji tidak memahami spirit yang
ditanamkan al-Qur’an tersebut. Meskipun al-Qur’an mengajarkan semangat kebersamaan,
sebagian jemaah haji justru mempraktekkan individualisme dan egoisme dalam ibadah haji.
Banyak jemaah haji yang dalam tawaf misalnya bukannya bergerak secara tertib bersama
seluruh jemaah haji, justru menabrak ke sana kemari dan mengganggu jemaah lain. Dalam
melempar jumrah juga sering terjadi kesalahan yang sama bahkan sering membawa korban
karena kesalahan tersebut. Ibadah melempar jumrah selalu menjadi kacau karena banyak
jamaah haji berpikir egois dan tidak bisa bersikap tertib untuk melakukan jumrah dalam
kebersamaan. Jika semua jemaah haji mempunyai semangat kebersamaan dan terbiasa pada
ketertiban tidak perlu bersikut-sikutan apalagi bertabrakan. Jika semua jemaah haji memahami
arah pergerakan ibadah dan mengikutinya secara baik semua proses haji akan menjadi
gerakan kolektif yang begitu indah.
Khusus dalam melempar jumrah banyak kesalahan yang berakibat fatal akibat
kesalahpahaman. Misalnya, ada pemahaman bahwa jumrah adalah setan sungguhan yang
harus dilempari benda-benda menyakitkan. Karena itu banyak sekali jemaah haji yang
melakukan lempar jumrah dengan penuh emosi. Padahal jumrah hanyalah simbol bukan setan
sungguhan. Dan melempar jumrah juga tidak perlu keras ke arah tugu tersebut karena
lemparan cukup sah jika kerikil dapat masuk ke dalam lingkaran jumrah walaupun tidak
mengenai tugu tersebut.
Kesalahan kolektif yang juga membuat ibadah lontar jumrah kacau adalah karena sebagian
jemaah haji kembali dari melempar jumrah searah dengan kedatangan jemaah yang baru
datang, hal itu membuat para jemaah haji bertabrakan. Jika semua jemaah haji setelah
melempar berjalan ke arah Mekkah (barat), maka tabrakan yang kacau balau tidak akan terjadi.
Di era globalisasi seperti sekarang ini, sudah bukan jamannya lagi seseorang hanya tahu
kepentingan dirinya. Seseorang harus dapat memahami gerakan global sehingga tidak terjadi
tabrakan tak beraturan.
12 / 15
Maqashid al-Hajj (Tujuan Ibadah Haji)
Written by Admin
Sabtu, 14 Nopember 2009
Dalam ibadah haji seorang muslim seharusnya semakin mengerti bagaimana gerakan yang
teratur. Seorang muslim dalam moment international ini seharusnya semakin mengerti bahwa
setiap individu adalah bagian integral dari sebuah komunitas besar. Seorang muslim
selayaknya terikat dan tersistem dalam sistem sosial, sistem manajemen dan sistem politik
yang rapi sebagaimana haji adalah sistem ibadah berjamaah yang memperlihatkan kenyataan
tersebut.
Di sisi lain ibadah haji akhirnya pada kondisi umat Islam sekarang memperlihatkan secara
jelas kekurangan yang dimiliki umat Islam secara umum yang perlu diperbaiki bersama di masa
mendatang. Jika umat Islam mampu memperbaiki sistem ibadahnya di masa haji, hampir
dipastikan seluruh masalah keumatan dapat ditemukan solusinya secara tepat.
Hakekat Universalitas Islam
Hal penting yang ingin Allah perlihatkan dalam ibadah haji adalah universalitas agama ini.
Islam adalah agama untuk seluruh dunia, semua bangsa, berbagai bahasa dan budaya. Ketika
Eropa berjuang menegaskan prinsip-prinsip kemanusiaan berupa persamaan, kebebasan dan
persaudaraan dalam Revolusi Perancis tahun 1789 M, umat Islam telah menjelmakan
prinsip-prinsip kemanusiaan itu sepuluh abad sebelum Revolusi Perancis itu. Ibadah haji
mempersamakan tuan dengan budak, kaya dan miskin, Arab dan non Arab, hitam dan putih.
Semuanya wajib mengenakan pakaian yang sama dan melakukan kegiatan yang sama di
tempat yang sama. Semuanya sederajat tidak ada pembedaan.
Ketika Amerika Serikat mendeklarasikan kemerdekaannya 300 tahun yang lalu, dan
menyatakan bahwa semua umat manusia diciptakan sejajar, banyak yang mengira itu adalah
pertama kalinya hak-hak asasi manusia dikumandangkan. Padahal Nabi Muhammad SAW
sudah menyatakannya pada moment Hajjatul Wada’ (Haji Perpisahan) di depan seluruh jemaah
haji ketika itu.
Moment haji adalah saksi sepenjang masa bahwa agama Islam adalah agama semua umat
manusia. Islam tidak menemukan kesulitan untuk menerjemahkn persamaan kemanusiaan
dalam bentuk nyata.
Dalam moment haji firman Allah tentang persamaan derajat manusia terwujud dan tampil
dalam bentuk ajaran praktis.
13. “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS al-Hujurat: 13)
Haji antara Keikhlasan dan Popularitas
13 / 15
Maqashid al-Hajj (Tujuan Ibadah Haji)
Written by Admin
Sabtu, 14 Nopember 2009
Ibadah haji juga mengajarkan bahwa keikhlasan tidak boleh dirusak oleh ekses-ekses
popularitas. Ibadah haji tidak mungkin dilakukan secara sembunyi. Siapapun yang melakukan
haji pasti akan diketahui orang lain. Sehingga seorang muslim yang melakukan ibadah haji
harus dapat menjaga keikhlasannya bagaimanapun keadaanya.
Keikhlasan bukan selalu ada dalam kesendirian. Keikhlasan adalah menjaga agar motivasi
beribadah hanya karena Allah semata. Kepopuleran, pujian atau celaan orang tidak boleh
mengganggu niat dan motivasi. Untuk berbuat ikhlas dalam ibadah individual seperti puasa
atau sholat malam mungkin sederhana. Tetapi tuntutan untuk tetap ikhlas dalam ibadah haji
tidak dapat dipenuhi oleh semua orang. Hanya orang-orang yang mendapatkan hidayah dan
‘inayah dari Allah saja yang tetap dapat ikhlas dalam ibadah terbuka.
Obsesi Dunia dan Akhirat dalam Haji
Dalam ibadah haji banyak harapan yang diangankan para jemaah haji. Banyak doa terucap,
banyak angan-angan tercurah. Ada yang meminta keluasan rizki. Ada yang meminta keturunan.
Ada yang meminta kesehatan. Ada juga yang mengharap kekuasaan. Ada yang mengharap
jodoh. Seribu satu doa beredar di langit Mekkah ketika haji. Al-Qur’an menyinggung hal itu
dengan mengingatkan bahwa janganlah harapan-harapan dan doa-doa mereka terbatas pada
obsesi dunia saja. Seorang muslim dianjurkan berdoa dan memohon kepada Allah agar
mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat. Allah berfirman:
“Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami (kebaikan) di
dunia”, tetapi tidak ada bagian untukknya di akhirat. (201) Dan di antara mereka ada orang
yang berdoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah Kami dari siksa neraka” (QS al-Baqarah: 200-201)
Sebuah ajaran agama yang indah dan menyenangkan. Kita sama sekali tidak dilarang untuk
mengharapkan kebaikan di dunia. Kita hanya dilarang untuk tepaku pada obsesi duniawi yang
sempit. Adalah naif kita memohon kepada Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Memberi hanya
untuk kepentingan dunia yang pendek dan fana. Kesempatan beribadah dan berdoa di tanah
suci haruslah digunakan sebaik-baiknya untuk meminta kepada Allah SWT
sebanyak-banyaknya. Dan Allah Sang Maha Pemurah mengingatkan agar hamba-Nya jangan
lupa untuk meminta kebaikan akhirat bagi dirinya. Hal ini sangat penting karena sebagian besar
manusia hanya berpikir pendek dan sempit. Seolah- olah Allah berkata, “Janganlah meminta
sedikit kepada-Ku, mintalah yang banyak, karena Aku Maha Kaya dan Pemurah. Janganlah
meminta sesuatu yang akan sirna, minta kenikmatan abadi, karena Aku Maha Kuasa.”
[1] Para ahli tafsir menyebutkan tidak kurang dari enam makna dari kata “qiyam” dalam ayat
ini; pertama berarti rambu-rambu agama; kedua berati kemanan bagi manusia; ketiga berarti
tempat berdiri dan bertahannya agam;, keempat berarti tempat vital bagi dunia dan agama;
kelima berarti tempat diwajibkan kepada manusia untuk menunaikan kewajiban-kewajiban
agama tertentu; keenam berati tempat vital untuk kehidupan manusia di mana berlangsung di
sana perdagangan dan lain sebagainya. (Zadul Masir, Ibnul Jauzi, juz 2 hal. 267)
14 / 15
Maqashid al-Hajj (Tujuan Ibadah Haji)
Written by Admin
Sabtu, 14 Nopember 2009
[2] Yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab.
[3] Al-Hadyu berarti hewan kurban yang diperuntukkan untuk disembelih di hari Idul Qurban
oleh jemaah haji
[4]Al-Qalaid adalah bentuk jama’ dari qiladah yang berarti sesuatu yang dikalungkan pada
leher hewan kurban agar diketahui statusnya sebagai hewan kurban.
[5] Maqam Ibrahim berarti tempat berdiri Nabi Ibrahim a.s, di mana membangun Ka’bah.
[6] Maksudnya: apabila imam telah naik mimbar dan muadzzin telah adzan di hari Jum’at,
Maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalakan
semua pekerjaannya.
Fahmi Islam Jiwanto, MA
15 / 15
Download