1 Industri yang menghasilkan limbah logam berat

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.
Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik,
cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan, terutama pencemaran air oleh limbah logam.
Berdasarkan peraturan menteri lingkungan hidup nomor 5 tahun 2014
tentang baku mutu air limbah, ada beberapa logam berat yang harus diperhatikan
kadarnya pada air limbah, salah satunya adalah logam tembaga. Kadar maksimum
logam tersebut pada limbah cair industri pelapisan logam dan galvanis adalah 0,5
mg/L , industri baterai (AKI) 1 mg/L, industri cat 0,8 mg/L dan industri pestisida
adalah 1 mg/L.
Keberadaan logam tembaga dalam perairan dapat menyebabkan bahaya
bagi kesehatan manusia, hewan, maupun tumbuhan. Apabila melebihi ambang
batas maksimum maka akan terjadi proses bioakumulasi logam dalam tubuh
makhluk hidup seperti ikan, udang, dan biota perairan lainnya. Logam Cu dalam
bentuk metallo-protein dapat mengalami reaksi oksidasi reduksi dari Cu2+ menjadi
Cu+ yang dapat mengubah struktur dan fungsi protein pada organisme hidup
(Aryani, 2014).
Banyak upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi limbah logam
Cu (II) di perairan. Salah satunya adalah metode adsorpsi dengan memanfaatkan
bagian dari tumbuhan sebagai adsorben seperti tongkol jagung, serbuk gergaji,
ampas tebu, limbah daun teh dan kulit apel untuk adsorpsi berbagai macam logam
1
2
(Abdolali et al., 2014). Begitu juga yang dilakukan oleh Feng et al. (2009) yakni
modifikasi kimia kulit buah jeruk untuk adsorpsi logam Cu (II) dalam air, serta
beberapa penelitian lainnya yang terkait pemanfaatan tumbuhan untuk adsorpsi
limbah logam. Semua usaha tersebut dilakukan dalam rangka mencari solusi yang
efektif dan ekonomis untuk menanggulangi limbah logam tembaga (II) di perairan.
Pemanfaatan tumbuhan sebagai adsorben karena adanya kelimpahan dari
sumber daya alam hayati yang belum termanfaatkan dengan optimal. Sebagai
contoh adalah sisa produksi buah-buahan, daun-daunan, kulit batang tumbuhan dan
sebagainya. Apabila bahan seperti ini tidak diolah akan menyebabkan pencemaran
lingkungan akibat sampah dari tumbuhan tersebut.
Berbagai macam kelimpahan hasil pertanian yang ada di Indonesia , salah
satunya adalah buah rambutan (Nephelium Lappaceum). Produksi buah rambutan
di Indonesia mencapai ribuan ton pertahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS) dari tahun 2013-2014 angka produksi secara keseluruhan meningkat dari
tahun sebelumnya yakni dari 582.456 ton menjadi 737.239 ton. Kelimpahan ini
akan menyebabkan banyaknya limbah kulit buah rambutan yang akan mencemari
lingkungan apabila tidak diolah atau dimanfaatkan.
Kulit buah rambutan memiliki beberapa kandungan bahan kimia berupa
selulosa, hemiselulosa, lignin (Kusuma, 2014) dan beberapa senyawa fenolik
seperti geraniin, corilagin dan ellagic acid (Thitilertdecha et al., 2010). Menurut
Stumm (1996, dalam Aryani, 2014) adsorpsi logam terjadi melalui interaksi
pembentukan kompleks biasanya terjadi pada permukaan padatan yang kaya akan
gugus fungsional seperti –OH, -NH, -SH, dan –COOH. Berdasarkan kandungan
3
kimia tersebut, maka kulit buah rambutan memiliki potensi sebagai adsorben untuk
logam berat dalam hal ini tembaga (II). Akan tetapi perlu dilakukan upaya agar
kemampuannya lebih baik karena terdapat beberapa senyawa pengotor yang perlu
dihilangkan seperti lignin yang menutupi permukaan selulosa. Selain itu senyawa
organik seperti fenolik mudah lepas ke dalam pelarut (leaching) dan meluruh saat
pencucian adsorben, sehingga perlu dilakukan treatment khusus untuk mengurangi
organic leaching.
Salah satu cara untuk melepaskan ikatan lignin pada selulosa (delignifikasi)
dan meminimalisir organic leaching adalah melalui treatment larutan basa alkali
dan formaldehida. Percobaan yang telah dilakukan oleh Chen dan Yang (2005);
Abdolali et al. (2014) tentang modifikasi kimia biosorben menunjukkan bahwa
aktivasi menggunakan NaOH menghasilkan biosorben yang lebih baik dalam
mengadsorpsi berbagai macam logam dibandingkan dengan aktivasi menggunakan
asam kuat (HCl, HNO3, H2SO4) dan. formadehida dapat mengurangi leaching bahan
organik pada adsorben. Penggunaan NaOH juga diketahui dapat membuat struktur
permukaan yang lebih baik dan lebih luas pada biosorben.
Berdasarkan potensi yang dimilikinya, kulit buah rambutan cukup menarik
untuk dikaji lebih lanjut sebagai adsorben logam tembaga (II) di dalam air. Salah
satu upaya yang bisa dilakukan adalah aktivasi ataupun treatment secara kimia
terlebih dahulu sebelum digunakan pada proses adsorpsi. Oleh karena itu, pada
penelitian ini akan dilakukan aktivasi menggunakan NaOH dan formaldehida
terhadap kulit buah rambutan untuk dijadikan adsorben.
4
1.2 Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai adsorpsi logam tembaga (II) memanfaatkan adsorben
dari tumbuhan telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Berdasarkan
penelusuran terhadap jurnal-jurnal penelitian yang telah dipublikasikan dan sumber
lain yang relevan, terdapat beberapa penelitian terkait adsorpsi logam Cu (II)
dengan memanfaatkan bahan baku tumbuhan.
a.
Chen dan Yang (2005) meneliti tentang modifikasi kimia ganggang laut
(Sargassum sp) untuk mencegah organic leaching dan peningkatan kinerja
pada biosorpsi logam. Pada penelitian ini, bahan baku yang sudah dikeringkan
dan dihaluskan diaktivasi dengan berbagai macam pelarut. Variasi pelarut
antara lain NaOH 0,1 M, HCl 0,1 M, CaCl2 0,1 M, formaldehida (0,02 % v/v,
0,2 %, 2 % dan 10 %), dan glutaraldehida dengan variasi persen volume seperti
formaldehida. Hasil percobaan menunjukkan bahwa treatment dengan pelarut
NaOH 0,1 M menghasilkan kapasitas adsorpsi tertinggi, tetapi penggunaan
NaOH juga menyebabkan kehilangan bobot adsorben (weight loss) tertinggi.
Penambahan formaldehida 0,2 % hingga 2 % (v/v) dapat mengurangi organic
leaching dan mengurangi kehilangan bobot (weight loss) adsorben.
b.
Feng et al. (2009) melakukan modifikasi kimia kulit jeruk untuk adsorpsi
logam tembaga (II). Kulit jeruk dikeringkan pada suhu 80 oC, kemudian
dihaluskan dan diambil 100 gram untuk direndam selama 24 jam dengan
NaOH 0,5 M. Aktivasi NaOH menunjukkan terjadinya hidrolisis lignin dan
gugus ester berubah menjadi karboksilat sehingga menambah jumlah ligan
5
untuk mengikat tembaga (II). Adsorpsi dilakukan secara batch pada temperatur
ruangan (25oC) dan diperoleh pH optimum antara 4,5-6.
c.
Rozaini et al. (2010) meneliti tentang modifikasi kimia kulit kayu bakau
(mangrove) untuk mengoptimasi removal nikel (II) dan tembaga (II).
Modifikasi dilakukan dengan cara menambahkan larutan NaOH 0,1 M dan
formaldehida 37 % pada serbuk kulit kayu bakau kering. Campuran dipanaskan
pada suhu 50oC hingga 2 jam, selanjutnya disaring dan dikeringkan.
Berdasarkan data FT-IR diperoleh informasi adanya peak 2800-3060 cm-1 yang
menandai terbentuknya jembatan –CH2- dari reaksi antara formaldehida dan
bahan kimia pada kulit kayu bakau (senyawa fenolik) yakni reaksi polimerisasi.
Adsorpsi dilakukan secara batch, waktu kesetimbangan dicapai dengan cepat
dalam waktu 60 menit pada pH 5.
d.
Abdolali et al. (2014) melakukan penelitian tentang kombinasi bahan-bahan
alami dari tumbuhan untuk adsorpsi berbagai macam logam termasuk Cu (II).
Adsorben dibuat dari tongkol jagung, serbuk gergaji, ampas tebu, limbah daun
teh dan kulit apel. Seluruh bahan dikeringkan pada suhu 105oC dan dihaluskan
serta di ayak ukuran partikel 75-150 µm digunakan tanpa modifikasi kimia.
Komposisi terbaik yang diperoleh adalah limbah daun teh: tongkol jagung:
serbuk gergaji (1:1:1) menghasilkan kapasitas adsorpsi tertinggi untuk
beberapa jenis logam, untuk Cu (II) diperoleh kapasitas asorpsi 5,49 mg/g.
e.
Abdolali et al. (2015) meneliti tentang modifikasi kimia terhadap biosorbent
untuk adsorpsi berbagai macam logam termasuk Cu (II). Bahan baku yang
digunakan adalah kombinasi dari limbah daun teh (tea waste), daun maple
6
(maple leaves), dan kulit mandarin (mandarin peel). Modifikasi kimia
menggunakan variasi pelarut berupa NaOH, HCl, HNO3, H2SO4, CaCl2 dan
formaldehida 1 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modifikasi dengan
menggunakan pelarut NaOH menghasilkan adsorben yang paling baik untuk
adsorpsi logam. Kapasitas adsorpsi meningkat setelah dilakukan treatment
dengan NaOH, untuk Cu (II) menghasilkan kapasitas adsorpsi 9 mg/g (sebelum
dimodifikasi dibawah 6 mg/g). Sebaliknya, pelarut HCl, H2SO4, dan HNO3
mengurangi kapasitas adsorpsi untuk berbagai macam logam, kapsitas adsorpsi
Cu (II) dihasilkan tidak lebih dari 3 mg/g. Hasil uji FT-IR menunjukan adanya
gugus ester dari selulosa/hemiselulosa dan lignin yang terhidrolisis karena
panggunaan NaOH. Gugus ester menjadi berkurang setelah treatment NaOH
dan menyebabkan meningkatnya gugus karboksilat. Formaldehida 1 % dapat
mengurangi organic leaching dan meningkatkan stabilitas permukaan material
adsorben.
f.
Ayuningtyas (2016) dalam tesisnya yang meneliti tentang pelepah pisang yang
teraktivasi asam dan basa sebagai biosorben Cu (II) menginformasikan bahwa
aktivasi dengan basa alkali (NaOH) menghasilkan kapasitas adsorpsi terbaik,
yakni 1,788 mg/g dibandingkan aktivasi dengan asam yakni 0,21 mg/g dan
tanpa aktivasi 1,672 mg/g. Percobaan adsorpsi Cu (II) dilakukan pada pH
optimum yakni pH 5. Kajian adsorpsi yang dilakukan adalah adsorpsi fisika
(physisorption) yang terjadi antara (-OH) pada selulosa dan logam Cu (II).
Hasil uji FT-IR terhadap adsorben setelah aktivasi basa menunjukkan serapan
pada daerah 3410 cm-1 dengan intensitas yang semakin besar yang menandakan
7
gugus hidroksil (-OH) dari struktur selulosa dan hilangnya serapan pada 1712
yang menandai hilangnya ikatan karbonil ester (C=O) antara lignin dan
selulosa. Hal ini menunjukkan bahwa lignin telah lepas atau terhidrolisis
dengan baik akibat penggunaan basa alkali.
Sejauh penelusuran terhadap sumber-sumber yang relevan tersebut, belum
membahas secara menyeluruh mengenai pengaruh NaOH terhadap delignifikasi
serta bagaimana pengaruh penambahan formaldehida terhadap organic leaching
dan meminimalisir kehilangan bobot adsorben setelah treatment. Polimerisasi yang
terbentuk antara formaldehida dan senyawa fenolik juga perlu diperhatikan apabila
bahan baku mengandung senyawa fenolik yang cukup banyak.
Penelitian mengenai adsorpsi tembaga (II) menggunakan kulit rambutan
teraktivasi kimia belum pernah dilakukan sebelumnya. Pada penelitian ini yang
membedakan dengan penelitian sebelumnya adalah dari bahan yang digunakan dan
pembahasan mengenai delignifikasi, organic leaching, dan polimerisasi senyawa
fenolik akan dibahas secara menyeluruh.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi NaOH 0,1 M terhadap delignifikasi pada
aktivasi kulit buah rambutan sebagai adsorben.
2. Mengetahui pengaruh penambahan formaldehida 1% (v/v) terhadap persentase
kehilangan berat adsorben setelah aktivasi.
3. Menentukan model isoterm yang sesuai (fitting model) antara Langmuir dan
Freundlich terhadap percobaan adsorpsi yang dilakukan.
8
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Dapat memberikan salah satu solusi pengendalian pencemaran logam tembaga
(II) dalam air
2. Memberikan tambahan informasi mengenai pemanfaatan limbah pertanian
yang dapat dijadikan bahan untuk mengolah air limbah yang mengandung
logam.
Download