PELAKSANAAN EKSEKUSI SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN DALAM PENYELESAIAN KREDIT MODAL KERJA MACET (Analisis Putusan Nomor 152 Pdt/6/2014/PN. Ska) Oleh: Arif Rachman Wahyu Wicaksono ABSTRAKSI Tujuan penelitian ini adalah mengetahui parate eksekusi menjadi pilihan bagi pihak bank dalam melakukan penyelesaian kredit modal kerja macet tersebut, dan mengetahui pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan sudah dapat melindungi kepentingan dari pihak bank. Praktek penggunaan Hak Tanggungan sebagai jaminan kredit bank masih menemui beberapa hambatan, mulai dari keraguan bank mengenai status tanah yang akan dijadikan objek Hak Tanggungan yang memerlukan penyelidikan mengenainya. Hal-hal yang perlu diselidiki dari tanah yang akan dijadikan objek Hak Tanggungan antara lain adalah status tanah yang akan dijadikan objek Hak Tanggungan yang memerlukan penyelidikan mengenai hak tanggungan. Metode yang digunakan dalam penelitian untuk menyusun skripsi ini termasuk jenis penelitian hukum dokrinal, sedangkan dilihat dari sifatnya termasuk penelitian yang deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan wawancara terhadap nara sumber dan studi dokumentasi. Analisis data menggunakan analisa deskriptif yang spesifikasinya yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Parate Eksekusi sebagai sarana pihak bank dalam melakukan penyelesaian kredit modal kerja macet, pelaksanaan parate eksekusi ini sangat mudah, cepat dan tidak memakan banyak biaya dibandingkan dengan eksekusi titel eksekutorial, dikarenakan pelaksanaan parate eksekusi ini dilakukan sendiri oleh pihak pemegang hak tanggungan (pihak bank) dengan mengajukan permohonan kepada KP2LN. (2) Pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan sudah dapat melindungi kepentingan pihak bank tersebut dikarenakan bank selaku kreditur preferen maka bank mempunyai kedudukan yang diutamakan dalam penyelesaian kredit modal kerja macet, sehingga bank terlebih dahulu mendapatkan pelunasan hutangnya dari hasil penjualan hak tanggungan tersebut barulah sisanya merupakan haknya debitur, setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan yaitu bea lelang sebesar 6 (enam) % dari harga yang diluluskan, dengan perincian 4 1/2 % merupakan beban pembeli dan 1 1/2 % merupakan beban penjual, uang miskin sebesar 4 0/00 (empat permil) dari harga yang diluluskan dan pajak-pajak lainnya. Kata kunci : pelaksanaan eksekusi sertifikat; sertifikat hak tanggungan; penyelesaian kredit; kredit modal kerja macet. 1 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hak Tanggungan merupakan jaminan yang bendanya berupa tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai untuk tanah negara yang telah terdaftar. Pembebanan Hak Tanggungan dilakukan oleh debitur kredit suatu Bank dengan memberi kuasa pada Bank selaku kreditur melalui kuasa membebankan Hak Tanggungan yang dibuat dalam bentuk akta Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, dalam tulisan ini disingkat dengan SKMHT dihadapan Notaris. Dari aturan-aturan yang ada dalam Undang-Undang Hak Tanggungan seperti telah dijabarkan diatas terlihat bahwa Hak Tanggungan diharapkan dapat bermanfaat untuk mempermudah dan mempercepat proses penyelesaian kredit macet Bank, sehingga tidak ada persoalan kredit macet berkelanjutan yang akan membawa dampak pada likuiditas suatu Bank. Sertifikat Hak Tanggungan dapat dieksekusi secara serta merta jika debitur tidak membayar kewajibannya pada Bank, karena dibuat dalam bentuk grosse akta yang memiliki kekuatan eksekutorial. Persoalan lain yang dihadapi oleh pihak Bank selaku kreditur dalam menggunakan Hak Tanggungan sebagai jaminan kredit Bank adalah mengenai eksekusi Hak Tanggungan jika nasabah wanprestasi, tidak menjalankan kewajibannya. Dari tahun pengesahannya hingga kini ternyata Pasal mengenai eksekusi Hak Tanggungan belum juga diimplementasikan sebagaimana mestinya. Proses eksekusi Sertifikat Hak Tanggungan dilakukan melalui pelelangan umum ternyata masih harus menunggu penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri Setempat, tidak serta merta dilakukan oleh Kantor Lelang Negara. Prakteknya debitur tidak begitu saja dapat mengakui bahwa ia rnelakukan wanprestasi dengan tidak memenuhi kewajibannya membayar kredit beserta bunganya tepat pada tempo yang telah diperjanjikan. Dalam hal ini debitur mengadakan perlawanan terhadap tindakan Bank selaku kreditur untuk mengeksekusi objek Hak Tanggungan dengan mengajukan gugatan perdata pada Pengadilan Negeri yang berwenang, sehingga tujuan Hak Tanggungan sebagai sistem jaminan yang mudah untuk dieksekusi tidak tercapai karena pihak Bank tetap harus menyelesaikan sengketa tersebut melalui proses peradilan perdata yang cukup menelan waktu. 3 Rumusan masalah 1. Mengapa parate eksekusi menjadi pilihan bagi pihak Bank dalam melakukan penyelesaian kredit modal kerja macet tersebut? 2. Apakah pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan sudah dapat melindungi kepentingan pihak Bank dalam melakukan penyelesaian kredit modal kerja macet tersebut? Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui mengapa parate eksekusi menjadi pilihan bagi pihak bank dalam melakukan penyelesaian kredit modal kerja macet tersebut. 2. Mengetahui pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan sudah dapat melindungi kepentingan dari pihak Bank dalam melakukan penyelesaian kredit modal kerja macet tersebut. Manfaat Penelitian 1. Sumbangan pemikiran bagi Pembinaan Hukum Nasional terutama dibidang hukum perbankan dan hukum jaminan, khususnya dalam bidang perjanjian kredit dimana pengikatannya dengan menggunakan hak tanggungan. 2. Sebagai wacana bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam perjanjian kredit baik untuk pihak perbankan, debitur dan masyarakat pada unnumnya, sehingga para pihak yang melakukan perjanjian kredit lebih mengetahui bagaimana pelaksanaan parate eksekusi dari hak tanggungan tersebut. LANDASAN TEORI Tinjauan tentang kredit dan perjanjian kredit Pengertian kredit sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/2/PBI/2005 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Macam-Macam Kredit : (a) Menurut Kegunaannya Kredit : Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja, Kredit Profesi. (b) Menurut Pemakaiannya : Kredit Konsumtif, Kredit Produktif. (c) Jangka waktu kredit : Kredit Jangka Pendek; Kredit Jangka Menengah; Kredit Jangka Panjang; (d) Kredit berdasarkan Waktu Pencairannya : Kredit Tunai (Cash Credit), Kredit Tidak Tunai (Non Cash Credit), (e) Penggolongan 4 berdasarkan Bidang Ekonomi Dalam hal ini suatu kredit dapat dibagi kedalam: Kredit untuk sektor pertanian, perburuhan dan sarana pertanian, Kredit untuk sektor pertambangan, Kredit untuk sektor perindustrian, Kredit untuk sektor listrik, gas dan air, Kredit untuk sektor kontmksi, Kredit untuk sektor perdagangan, restoran, dan hotel , Kredit pengangkutan, perdagangan, dan komunikasi, Kredit untuk sektor jasa, Kredit untuk sektor lain-lain. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara Bank dangan Debitur yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewaiiban kedua pihak sehubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit (pinjam uang). Pemberian kredit kepada nasabah merupakan kegiatan bank yang paling memberikan banyak keuntungan kepada bank dan juga paling berisiko jika nasabah tidak dapat membayar lunas hutangnya sesuai waktu yang telah ditentukan yang disebut juga kredit macet. Kredit macet adalah suatu keadaan dimana seseorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya. Kriteria kredit macet menurut SK.Direksi B1 No. 7/3/DPNP/ Tanggal 31 Januari 2005 adalah: (a) Terdapat tunggakan angsuran pokok atau suku bunga yang telah melampaui 270 hari. (b) Kerugian operasional ditutup dengan perjanjian baru, atau (c) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. Menurut Supramono (1996:131), faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kredit macet adalah: (a) Nasabah menyalahgunakan kredit yang diperolehnya, (b) Nasabah kurang mampu mengelola usahanya. (c) Nasabah tidak beritikad baik. Adanya kredit macet akan menjadi beban bank karena kredit macet menjadi salah satu faktor- dan indikator penentu kinerja sebuah bank. Kredit bermasalah apalagi dalam golongan macet menuntut : a. Penyelesaian yang cepat, tepat dan akurat dan segera mengambil tindakan hukum jika sudah tidak ada jalan lain penyelesaian melalui restrukturisasi. Upaya menjaga agar kredit yang telah diberikan kepada para debitor memiliki kualitas performing loan maka harus dilakukan pemantauan dan pengawasan untuk mengetahui secara dini bila terjadi deviasi (penyimpangan) dan langhah-langkah memperbaikinya. 5 b. Dilakukan penilaian ulang (review) secara berkala agar dapat diketahui sedini mungkin baik actual loan problem maupun potensial problem sehingga bank dapat mengambil langkah-langkah pengamanannya (action program). c. Dilakukan penyelamatan dan penyelesaian segera, bila kredit menunjukkan bermasalah. (non performing loan). Penyelesaian kredit bermasalah ada 2 (dua) strategi yang dapat ditempuh yaitu: a) Penyelamatan kredit Penyelamatan kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara kreditur dengan debitur dengan memperingan syarat-syarat pengembalian kredit tersebut diharapkan debitur memiliki kemampuan kembali untuk menyelesaikan kredit itu. b) Penyelesaian Kredit Penyelesaian Kredit adalah langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum seperti pengadilan atau Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara atau Badan lainnya, karena langkah penyelamatan sudah tidak memungkinkan kembali. Tujuan penyelesaian kredit melalui lembaga hukum ini adalah untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan. Bentuk penyelamatan kredit melalui lembaga hukum adalah: Somasi (peringatan), Gugatan kepada kreditur, Eksekusi putusan pengadilan, Eksekusi Grosse Akta Pengakuan Hutang, Eksekusi Hak Tanggungan, Parate Eksekusi Hak Tanggungan, Eksekusi terhadap Penjamin (Borgtocht), Paksa Badan/penyanderaan Kepailitan. Semua perjanjian pengikatan jaminan bersifat accessoir artinya perjanjian pengikatan jaminan eksistensinya atau keberadaannya tergantung perjanjian pokoknya yaitu perjanjian utang. Perjanjian pengikatan jaminan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri tetapi tergantung perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok sehingga perjanjian kredit harus dibuat lebih dahulu baru kemudian perjanjian pengikatan jaminan. Jaminan kredit bank dapat digolongkan dalam beberapa klasifikasi berdasarkan sudut pandang tertentu, misalnya cara terjadinya, sifatnya, kebendaan yang dijadikan objek jaminan, dan lain sebagainya. 6 Tinjauan umum Hak Tanggungan Undang-undang Hak Tanggungan Pasal 1 ayat 1 memberikan pengertian mengenai Hak Tanggungan. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain. Pengertian Obyek Tanggungan adalah hak-hak atas tanah apa yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. Berdasar dua unsur atau syarat tersebut maka hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan yaitu: Hak atas tanah Hak Milik, Hak atas Tanah Hak Guna Bangunan, Hak atas tanah Hak Guna Usaha, Hak atas tanah Hak Pakai, Tanah Hak Girik, Rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah (Pasal 12 Undang Undang Nomor 16 tahun 1985 yo. Pasal 27 Undang Undang. Nomor 4 tahun 1996), Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (Pasal 13 Undang Undang Nomor 16 tahun 1985 Yo Pasal 27 UU Nomor 1996). Sertifikat Hak Tanggungan dalam perjanjian kredit Bank ini berfungsi sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya atau untuk menjamin utang yang besarnya diperjanjikan dalam perjanjian kredit atau perjanjian utang. Eksekusi Hak Tanggungan Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan dan tata cara lanjutan proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu eksekusi tidak lain daripada tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR atau RBG. Bagi setiap orang yang ingin mengetahui pedoman aturan eksekusi, harus merujuk ke dalam aturan perundang-undangan yang diatur dalam HIR atau RBG. Sering orang berbicara tentang eksekusi, tetapi tidak tahu secara tepat pengaturannya di dalam perundang-udangan. Akibatnya, terjadilah tindakan cara-cara eksekusi yang menyimpang, oleh karena pejabat yang melaksanakannya tidak 7 berpedoman kepada ketentuan perundang-undangan. Padahal pedoman aturan tata cara eksekusi sudah lama diatur sebagaimana yang terdapat dalam Bab Kesepuluh Bagian Kelima HIR atau Titel Keempat Bagian Keempat RBG. Oleh karena itu, bagi Ketua Pengadilan Negeri atau panitera maupun juru sita, harus berpaling meneliti pasal-pasal yang diatur dalam bagian dimaksud jika hendak melakukan eksekusi. Pada bagian tersebut telah diatur pasal-pasal tata cara “menjalankan” putusan pengadilan, mulai dari : (a) tata cara peringatan (aanmaning), (b) sita eksekusi (executorial beslag), dan (c) penyanderaan (gijzeling). Jika kredit yang diusahakan oleh kreditur (bank) macet (debitur wanprestasi), kreditur mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya (hak eksekusi) terhadap harta kekayaan debitur yang dipakai sebagai jaminan. Pelaksanaan hak eksekusi atas benda jaminan dalam hubungan hukum hutang piutang dapat dilakukan melalui pengajuan gugatan perdata menurut hukum acara perdata yang berlaku. Salah satu bentuk eksekusi riil ialah mengenai pengosongan. Bahkan menurut pengamatan dan pengalaman, eksekusi riil yang paling banyak frekuensinya ialah pengosongan. Bisa berupa pengosongan tanah (sawah), kebun, tanah perumahan, dan sebagainya, termasuk pengosongan bangunan seperti gudang, rumah tempat tinggal, perkantoran dan sebagainya. METODE PENELITIAN Metode Penelitian Penelitian yang hendak mengungkap tentang Pelaksanaan Eksekusi Sertifikat Hak Tanggungan Dalam Penyelesaian Kredit Modal Kerja Macet merupakan penelitian yang spesifikasi metodenya yuridis normatif. Dikatakan yuridis, karena hendak meneliti aspek hukum tentang dasar hukum pelaksanaan perjanjian kredit. Dikatakan normatif, karena orientasi pengkajiannya menitikberatkan pada aspek pelaksanaan norma-norma hukum yang ada di lapangan yang menjadi obyek penelitian khususnya dalam bidang Hukum Perdata mengenai pelaksanaan perjanjian kredit. 8 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang berguna untuk menganalisis data penelitian pada saat sekarang (saat penelitian berlangsung). Pengertian penelitian deskriptif yakni penelitian yang tata kerjanya memberikan data seteliti mungkin tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas manusia, sifat-sifat, hasil karya manusia, keadaan dan gejala-gejala lainnya. Dalam penelitian ini akan dideskripsikan mengenai Pelaksanaan Eksekusi Sertifikat Hak Tanggungan Dalam Penyelesaian Kredit Modal Kerja Macet. Sumber Data Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder yakni sejumlah data yang diperoleh dari kepustakaan, meliputi buku-buku ilmiah, pendapat para ahli yang relevan dengan penelitian, hasil penelitian, hasil simposium imiah, peraturan perundangan dan putusan pengadilan. Data sekunder diperoleh dari telaah bahan hukum penelitian. Bahan hukum penelitian ini antara lain: 1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari: a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang- Undang Nornor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan e) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Pembebanan Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah d) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan e) Akta Pemberian Hak Tanggungan. f) Putusan PN No. 152 Pdt/6/2014/PN. Ska. 2) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer terdiri dari: a) Buku-buku yang membahas tentang hukum perjanjian. b) Buku-buku yang membahas tentang hukum perbankan. c) Buku-buku yang membahas tentang hukum jaminan. d) Diktat atau bahan perkuliahan tentang jaminan. e) Diktat atau bahan perkuliahan tentang perjanjian. 9 Metode Pengumpulan Data Guna mendapatkan data dalam penelitian ini digunakan metode pengumpulan data sekunder yang akan dianalisis. Cara pengumpulan datanya dengan studi kepuistakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku ilmiah, pendapat para ahli yang relevan dengan penelitian, hasil penelitian, hasil simposium imiah, peraturan perundangan dan putusan pengadilan. Analisis data Data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan dianalisis secara kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data, kemudian dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan, sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan. Secara garis besar proses analisis kualitatif adalah sebagai berikut apabila datadata yang diperlukan terkumpul maka data-data tersebut diseleksi atau diklasifikasikan. Kegiatan selanjutnya data-data tersebut disusun dan disajikan guna dapat dilihat data yang relevan kemudian ditarik kesimpulan. Analisis data yang dimaksudkan meliputi 3 (tiga) jalur kegiatan sebagai berikut : 1. Reduksi data, dimaksudkan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan; 2. Penyajian data, sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengumpulan tindakan; 3. Menarik kesimpulan, dari permulaan pengumpulan data, mencari arti data, mencatat pola, penjelasan, alur sebab akibat dan proposisi akhir yang menarik kesimpulan. Analisis data kualitatif ini merupakan upaya yang berkelanjutan, berulang dan terus menerus dan saling terkait satu kegiatan dengan kegiatan lainnya. 10 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Parate eksekusi menjadi pilihan bagi pihak Bank dalam melakukan penyelesaian kredit modal kerja macet Menurut penulis bahwa parate eksekusi merupakan cara yang mudah, cepat dan menghemat biaya dalam menyelesaikan kredit modal kerja macet yang terjadi di Bank. Kalau ketentuan hipotik mungkin masih diragukan namun sekarang ini Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan sebagai pengganti hipotik telah memberikan landasan yang kuat. Pelaksanaan eksekusi berdasarkan parate eksekusi telah mempersingkat penyelesaian kredit macet dibandingkan dengan titel eksekutorial pada hak tanggungan, pelaksanaan eksekusi berdasarkan grosse harus dengan seijin (fiat eksekusi) dari pengadilan negeri yang bersangkutan. Dengan kata lain bahwa eksekusi grosse akta atas dasar permohonan kreditur dilakukan atas perintah dan dibawah ketua pengadilan negri, namun didalam pelaksanaan grosse hak tanggungan ada kelemahannya yaitu adanya penundaan eksekusi yang disebabkan adanya gugatan perdata yang dilakukan oleh pihak debitur. Gugatan ini pada pokoknya mempermasalahkan .jumlah hutang yang berasal dari plafond, bunga dan denda yang harus dibayar oleh debitur. Debitur mengingkari atau membantah besarnya jumlah hutang berdasarkan pencatatanpencatatan yang dilakukan dalam pembukuan bank. Dengan adanya penundaan eksekusi dipandang tidak efektif. Dengan demikian tujuan pelaksanaan eksekusi grosse akta hak tanggungan yang dilaksanakan dengan mudah dan cepat serta biaya lebih hemat tidak dapat tercapai, begitu pula dengan eksekusi hak tanggungan yang dilakukan dibawah tangan atas kesepakatan pemberi hak tanggungan. Biarpun tidak ada penjelasan, kiranya penjualan dibawah tangan itu dimungkinkan juga dalam hal sudah diadakan pelelangan umum, tetapi tidak diperoleh penawaran yang mencapai harga minimum yang ditetapkan. Namun, karena dapat merugikan pihak lain, maka cara ini hanya dapat dilakukan jika tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Pelaksanaan lelang tersebut dilakukan dimana ditempat objek hak tanggungan berada, pembayaran dilakukan secara tunai, sedangkan penyerahan dari hasil penjualan diserahkan 4 (empat) minggu setelah penjualan. 11 Pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan sudah dapat melindungi kepentingan pihak bank tersebut Fungsi agunan bagi Suatu bank, agunan mmerupakan sumber pelunasan terakhir apabila kredit bermasalah pada nasabah debitur. Oleh sebab itu agunan haruslah memenuhi kriteria: a. Secured, artinya agunan tersebut dapat dilakukan pengikatannya secara yuridis formal. Sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. b. Marketable, artinya apabila agunan tersebut dirasa perlu untuk dieksekusi, agunan tersebut dapat dengan mudah dijual dan diuangkan untuk melunasi utang tersebut. Upaya penyelesaian terhadap nasabah kredit macet, bank melakukan beberapa langkah, yaitu: Tahap Pertama yang dilakukan mereka adalah melalui pendekatan secara musyawarah dengan nasabah debitur macet, misalnya dengan mengurangi bunga yang tertunggak (discount). Bank memberikan perhatian khusus terhadap kredit macet hal ini pertimbangannya antara lain: a. Kredit macet dapat menimbulkan kerugian yang tidak sedikit, karena jika kredit macet dibiarkan berlarut-larut, maka akan dapat menimbulkan kerugian materi bagi bank, karena mungkin nilai jaminan akan menjadi tidak cukup untuk menutupi seluruh kewajiban debitur. b. Banyak kredit macet yang terjadi, maka dapat merusak kredibilitas bank, karena bank dianggap tidak mampu melaksanakan proses pemberian kredit secara baik. c. Kerugian lain yang dapat ditimbulkan dari adanya kredit macet adalah terganggunya Cash Flow Bank, karena dana yang diharapkan masuk dari pelunasan kredit tertunda atau tidak terjadi, sementara kewajiban bank d. Penataan Kembali (restrukturisasi). Bentuk restrukturisasi yang dilakukan oleh Bank Suatu bank adalah yang menyangkut: 1) Penurunan suku bunga kredit 2) Pengurangan tunggakan bunga 3) Pengurangan tunggakan pokok kredit 4) Penambahan fasilitas kredit 12 5) Pengambil alihan asset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6) Konversi seluruh atau sebagian dari kredit yang menjadi penyertaan modal sementara bank pada perusahaan debitur dan pembayaran sejumlah kewajiban bunga yang dilakukan kemudian. Jika langkah-langkah tersebut telah ditempuh namun pihak debitur belum menanggapi peringatan dan teguran yang diberikan untuk segera melunasi utangutangnya kepada pihak bank sehingga kredit yang bermasalah itu dikategorikan sebagai kredit macet. Upaya selanjutnya adalah pelaksanaan eksekusi terhadap jaminan Hak Tanggungan. Eksekusi hak tanggungan menurut UU No 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan Pasal 20 dilakukan secara lelang atau dengan penjualan secara dibawah tangan. Jika penyelamatan dan penyelesaian damai tidak berhasil, maka bank Suatu bank selaku kreditur, maka kasus kredit macet dilimpahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara/Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (atau disingkat dengan PUPN/BPUPLN). Lembaga ini mempunyai tugas untuk mengurus piutang Negara atau hutang Negara yang besarnya telah pasti menurut hukum, dan lembaga ini mempunyai hak parate eksekusi yang berwenang melaksanakan penjualan eksekutorial seperti halnya kewenangan yang dimiliki oleh Pengadilan Negeri. Kredit modal kerja yang dapat diserahkan penagihannya melalui saluran hukum dengan pertimbangan dari segi, antara lain: a) Aspek Debitur • Debitur mempunyai itikad tidak baik (on will). • Untuk pembayaran kembali pinjamannya diperlukan pencairan/pelelangan barang agunan yang harus melalui saluran hukum. • Jumlah kredit modal kerja yang dapat diserahkan penyelesaiannya melalui saluran hukum disesuaikan dengan batas minimum yang berlaku. • Ada harapan untuk dibayar kembali bila diselesaikan melalui saluran hukum. b) Kriteria kredit modal kerja yang dapat diserahkan penagihannya melalui saluran hukurn adalah sebagai berikut: • Tidak dapat diharapkan penyelesaiannya secara damai. • Debitur tersebut benar-benar mempunyai itikad yang tidak baik (on will). 13 • Debitur sudah tidak mampu lagi mengangsur kreditnya, atau apabila akan melunasi kreditnya diperlukan pencairan atau pelelangan barang agunan yang harus dilakukan melalui saluran hukum. • Sisa kredit modal kerjanya (pokok dan bunga) memenuhi batas minimal penyerahan kredit macet ke saluran hukum. • Agunan telah diikat dengan sempurna. Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan di atas pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilaksanakan dengan pelelangan umum, karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk obyek hak tanggungan. Kreditur berhak mengambil pelunasan piutang yang dijamin dari hasil penjualan obyek hak tanggungan. Dalam hal hasil penjualan itu lebih besar dari pada piutang tersebut yang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi hak tanggungan. Jika dalam konteks kredit bank, hak tanggungan adalah hak jaminan kebendaan yang memberikan kedudukan bank sebagai kreditur preferen terhadap kreditur lain dari nasabah debitur yang bersangkutan. Hak tanggungan memberikan prioritas bagi suatu bank untuk didahulukan pelunasan piutangnya jika terdapat cidera janji dari nasabah debitur. Bank selaku kreditur preferen dapat mengambil terlebih dahulu dari hasil penjualan objek hak tanggungan milik debitur sebagai pelunasan tagihannya. Namun dalam praktek, khususnya dalam dunia perbankan, bank selaku kreditur membutuhkan waktu (karena kadang tanah tidak merekat) untuk mencari pembeli yang mau membeli hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan dan jika ada, karena status hak atas tanah tersebut sebagai objek hak tanggungan yang kreditnya macet, sebagaimana tertuang dalam pertimbangan majelis hakim sebagai berikut : 1. Bahwa pelaksanaan lelang terhadap objek sengketa yang telah dilakukan oleh Tergugat II pada tanggal 7 Agustus 2014 adalah berdasarkan surat permohonan lelang dari PT. BPR Central International Surakarta Nomor 030/DIR-BCI/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 perihal Permohonan Lelang Eksekusi yang berkaitan dengan Perjanjian Kredit Nomor 007/KRD-BCI/I/2012 tanggak 20 Januari 2012 dan atau dengan perubahan/pembaharuannya, antara Penggugat dengan Tergugat. 2. Atas permohonan PT. BPR Centrak International Surakarta, Kepala Kantor Pelayanan Kekayaab Negara dan Lelang (KPKNL) Surakarta, mengeluarkan Surat 14 Nomor : S-244/WKN.09/KNL.02/2014 tanggal 25 Juni 2014 hal Penetapan Hari dan Tanggal Lelang (sesuai Pasal 21 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tanggal 23 April 2010 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tanggal 26 Juli 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang). 3. Bahwa lelang terhadap objek sengketa yang dilaksanakan oleh Tergugat II adalah merupakan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan sesuai Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan, apabila debitur wanprestasi yang dibuktikan bahwa Tergugat telah melakukan upaya penagihan secara layak melalui Surat Peringatan I, Surat Peringatan II dan Surat Peringatan III kepada debitor; 4. Bahwa “wanprestasi” berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk yang timbul dari adanya perjanjian yang dibuat oleh satu orang atau lebih dengan satu orang atau lebih lainnya (obligatoire overeenkomst) (pasal 1313 KUHPerdata). Wanprestasi dikategorikan ke dalam perbuatan-perbuatan sebagai berikut (Subekti, “Hukum Perjanjian”) : 5. a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat; d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya; Bahwa berdasarkan pasal 1234 KUH Perdata yang menyatakan “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Berdasarkan ketentuan tersebut Penggugat tidak melaksanakan prestasi/perbuatan sesuai dengan akad pembiayaan murabahah yang telah mereka sepakati. Selanjutnya pasal 1338 KUH Perdata menyatakan, perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya sehingga harus dilaksanakan dengan itikad baik; 6. Berdasarkan data-data yang disampaikan oleh PT. BPR Central International Surakarta, bahwa objek sengketa merupakan agunan atas hutang Penggugat yang diserahkan sebagai agunan di dalam Perjanjian Kredit Nomor 007/KRD-BCI/I/2012 tanggal 20 Januari 2012 dan atau dengan perubahan/pembaharuannya dan telah dilakukan pengikatan sesuai dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan Nomor 49/Grogol/2012 tanggal 8 Februari 2012, Nomor 51/Grogol/2012 tanggal 8 15 Februari 2012, Nomor 50/Grogol/2012 tanggal 8 Februari 2012, Nomor 52/Grogol/2012 tanggal 8 Februari 2012 dan sertifikat Hak Tanggungan Nomor 997/2012 tanggal 27 Februari 2012, Nomor 1006/2012 tanggal 27 Februari 2012, Nomor 916/2012 tanggal 20 Februari 2012, Nomor 915/2012 tanggal 20 Februari 2012 dan karenanya pengikatan atas objek lelang telah dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang sehingga pengikatannya adalah sah.\ 7. Bahwa pelelangan tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan bunyi Pasal 6 UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan serta klausul Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) Nomor 49/Grogol/2012 tanggal 8 Februari 2012, Nomor 51/Grogol/2012 tanggal 8 Februari 2012, Nomor 50/Grogol/2012 tanggal 8 Februari 2012, Nomor 52/Grogol/2012 tanggal 8 Februari 2012 yang berbunyi : “Jika debitur tidak memenuhi kewajiban untuk melunasi utangnya, berdasarkan perjanjian utang-piutang tersebut di atas, oleh Pihak Pertama, Pihak Kedua selaku Pemegang Hak Tanggunga Peringkat Pertama dengan akta ini diberi dan menyatakan menerima kewenangan, dan untuk itu kuasa, untuk tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Pihak Pertama: a. Menjual atau suruh menjual dihadapan umum secara lelang obyek Hak Tanggungan baik seluruhnya maupun sebagian-sebagian; b. Mengatur dan menetapkan waktu, tempat, cara dan syarat-syarat penjualan; c. Menerima uang penjualan, menandatangani dan menyerahkan kwitansi; d. Menyerahkan apa yang dijual kepada pembeli yang bersangkutan; e. Mengambil dari uang hasil penjualan itu seluruhnya atau sebagian untuk melunasi utang debitor tersebut di atas; dan f. Melakukan hal-hal lain yang menurut undang-undang dan peraturan hukum yang berlaku diharuskan atau menurut pendapat Pihak Kedua perlu dilakukan dalam rangka melaksanakan kuasa tersebut”. 8. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, PT. BPR Central International Surakarta in casu Tergugat adalah selaku Kreditor Hak Tanggungan, dengan demikian mempunyai kewenangan melakukan eksekusi dengan menjual secara lelang atas objek jaminan. Oleh karenanya jelas dalam permasalahan a quo, Tergugat I sebagai pihak 16 pelaksana lelang telah tepat dan berdasarkan hukum dalam melaksanakan lelang Eksekusi Hak Tanggungan atas objek sengketa a quo pada tanggal 7 Agustus 2014; 9. Bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 14 Undang-Undang mengenai Hak Tanggungan dijelaskan bahwa Sertifikat Hak Tanggungan mencantumkan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dan ketentuan ayat ini dimaksudkan untuk menegaskan adanya ketentuan eksekutorial pada Sertifikat Hak Tanggungan sehingga apabila debitor cidera janji, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan Parate Executive sesuai dengan peraturan Hukum Acara Perdata. Oleh karena itu upaya yang dilakukan oleh pihak bank selaku kreditur dalam melakukan penyelesaian kredit modal kerja macet tersebut yaitu dengan cara parate eksekusi, karena cara ini sangat mudah, cepat dan tidak memakan biaya yang mahal. Dengan pelaksanaan Parate eksekusi ini pihak bank dapat melakukan eksekusi pelelangan sendiri dan dapat menjual hak tanggungan tersebut untuk pelunasan hutang debitur yang ada. Bank juga berhak mengambil pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan tersebut, setelah itu baru sisa penjualan tersebut merupakan hak debitur, namun setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses lelang berlangsung, dikurangi dengan bea lelang yang dikeluarkan sebesar 6 (enam) % dari harga yang diluluskan, dengan perincian 41/2 % merupakan beban pembeli dan 11/2 % merupakan beban penjual, uang miskin sebesar 4 0/00 (empat permil) dari harga yang diluluskan dan pajak-pajak lainnya. Dengan demikian maka penulis berpendapat maka dengan adanya upaya yang dilakukan oleh pihak bank Suatu bank dengan cara melakukan parate eksekusi maka kepentingan dari pihak bank tersebut sudah terpenuhi dan terlindungi. 17 PENUTUP Kesimpulan 1. Parate Eksekusi merupakan sarana pihak bank dalam melakukan penyelesaian kredit modal kerja macet, pelaksanaan parate eksekusi ini sangat mudah, cepat dan tidak memakan banyak biaya dibandingkan dengan eksekusi titel eksekutorial, dikarenakan pelaksanaan parate eksekusi ini dilakukan sendiri oleh pihak pemegang Hak Tanggungan (pihak bank) dengan mengajukan permohonan kepada KP2LN. 2. Pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan sudah dapat melindungi kepentingan pihak bank tersebut dikarenakan bank selaku kreditur preferen, maka bank mempunyai kedudukan yang diutamakan dalam penyelesaian kredit modal kerja macet, sehingga bank terlebih dahulu mendapatkan pelunasan hutangnya dari hasil penjualan Hak Tanggungan tersebut. Sisanya merupakan haknya debitur, setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan yaitu bea lelang sebesar 6 (enam) % dari harga yang diluluskan, dengan perincian 4 1/2 % merupakan beban pembeli dan 1 1/2 % merupakan beban penjual, uang miskin sebesar 4 0/00 (empat permil) dari harga yang diluluskan dan pajak-pajak lainnya. Saran 1. Memperlakukan nasabah debitur sebagai patner kerja, agar kegagalan usaha debitur yang mengakibatkan kredit macet tidak langsung dieksekusi barang jaminannya namun dibantu dengan pembinaan usahanya agar tidak lebih terpuruk. 2. Ketentuan tentang parate eksekusi agar diatur lebih lanjut semestinya eksekusi dapat dilakukan oleh nasabah. Debitur juga harus dilindungi haknya untuk mendapatkan harga penjualan yang tinggi sesuai dengan keinginan pemberi Hak Tanggungan sekaligus pemilik obyek Hak Tanggungan. 18 DAFTAR PUSTAKA Badrulzaman, Mariam Darus, 1983, Perjanjian Kredit Bank, Bandung.: Penerbit Alumni, Boedi, Harsono, 2002, Hukum Agraria Indonesia, Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Jakarta : Penerbit Djambatan, Hanintijo, Roony dan Soemitro, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia,. Rachmadi Usman, 1999, Pasal-Pasal tentang Hak Tanggungan Atas Tanah, Jakarta : Penerbit Djambatan. Rachmadi Usman, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta.: Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Satrio, J, 1997, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku I, Bandung.: Penerbit Citra Aditya Bakti, Sjahdeini, Remy, ST, 1999, Hak Tanggungan , Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai UndangUndang Hak Tanggungan), Bandung: Penerbit Alumni,. Soekanto, Soerjono dan Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Penerbit Raja Grafindo Persada,. Soerjopritiknjo, Hartono, 1994, Hutang Piutang Perjanjian-Perjanjian Pembayaran dan Jaminan Hypotik, Yogyakarta.: Penerbit Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Subekti, R, 1987, Hukum Perjanjian, Jakarta : Penerbit Intermasa,. Supramono, Gatot, 1997, Perbankan Dan Masalah Kredit, Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta : Penerbit Djambatan,. Sutarno, 2004, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung.: Penerbit Alfabeta, Widjanarto, 1997, Kajian Legal Dalam Proses Analisa dan Proses Kredit Komersial Serta Solusi Menghadapi Kredit Bermasalah, Sabaruddin (eds) : Solusi Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah, 20 60, Jakarta.: InfoBank, Djazuli Bachar. 1987. Eksekusi Putusan Perdata (Segi Hukum dan penegakan Hukum). Jakarta : Akademi Presindo. 19 M. Yahya Harahap. 1989. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Jakarta : PT. Gramedia. .............., 1997, Selamat Datang Hak Tanggungan, Sabaruddin (eds); Solusi Hukum Dalam Menyelesaikan Kredit Bermasalah, 80 84, Jakarta : 1nfoBank, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUI-IPer) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang- Undang Nornor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Pembebanan Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia