Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 PENGGUNAAN METODE ROLE PLAYING DALAM PEMBERIAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK USIA DINI Hestika Dewi Sitepu STAI Darul Arafah Corresponding author: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan penggunaan metode Role Playing untuk mengembangkan karakter anak usia dini. Penelitian ini menganalisis sebuah cerita dongeng yang sarat akan pesan moral yaitu tentang “Sipenggembala Tukang Bohong” yang diberikan pada peserta didik melalui metode role playing. Kajian ini merupakan penelitian kajian pustaka dan bersifat deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dialog dan alur cerita yang ada pada kisah tersebut sangat memiliki makna yang baik dan ini merupakan cara yang efektif untuk mendidik dan mengembangkan karakter jujur, kontrol diri sekaligus untuk menumbuhkan rasa empati pada diri anak. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian ini, penggunaan role playing di kelas dapat mengeksplorasi pengetahuan peserta didik yang berakar pada dimensi pribadi dan kehidupan sosial anak. Kata kunci : role playing, pendidikan karakter, anak usia dini PENDAHULUAN Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menerangkan bahwa “ Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun, dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki persiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Sisdiknas : 2016). Pernyataan ini dapat dikatakan sebagai sebuah implementasi dari pendidikan sepanjang hayat (longlife education). Karena pendidikan merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk hidup yang berbudaya. Dengan pendidikan manusia akan mengalami perubahan ke arah kemajuan yang cepat. Pendidikan karakter yang diberikan sejak dini akan memberi pengaruh positif bagi anak. Namun belum semua orang yang berhubungan langsung dengan anak akan mengerti dan memahami masalah pendidikan. Pendidikan bagi anak usia dini sangat penting dilakukan karena merupakan dasar bagi pembentukan kepribadian dan segala aspek perkembangannya. Pendidikan mempunyai peran penting dan sangat strategis dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia di Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu, pendidikan yang dimulai sejak dini sangat menentukan perkembangan dan perwujudan individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Anak usia dini memiliki proses perkembangan dan pertumbuhan yang pesat, usia ini sering disebut “golden age ” (usia emas) yang hanya datang sekali dan tidak akan mungkin dapat diulangi lagi, dimana pada masa ini semua aspek berkembang dengan pesat yang sangat menentukan untuk pengembangan kualitas manusia pada usia yang akan datang. Jika dilihat dalam Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 3, dijelaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Menurut PERMENDIKBUD No 137 tahun 2014 tentang standar Pendidikan Anak Usia Dini terdapat 5 dimensi perkembangan yaitu perkembangan fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional, nilai agama dan moral ( NAM). Salah satu aspek yang dikembangkan pada anak usia dini adalah aspek nilai agama dan moral yang merupakan bagian dari pendidikan karakter. Pendidikan karakter sejak usia dini merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan anak, agar sejak kecil generasi penerus bangsa memiliki moral, potensi dan kepribadian yang baik serta bertanggung jawab. Anak-anak yang memiliki karakter kuat lagi baik tidak akan mudah dipengaruhi oleh hal-hal negatif karena ia memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri. Role Playing (bermain peran) adalah salah satu cara yang tepat untuk membentuk dan mengembangkan karakter anak. Bermain peran dapat ditunjukkan untuk memecahkan masalah-masalah yang menyangkut hubungan antar manusia terutama yang berkaitan dengan kehidupan anak. Melalui bermain peran dalam proses pembelajaran anak akan belajar memecahakan masalah melalui serangkaian tindakan yang diperankan dalam sehari-hari berbicara dan berkomunikasi dengan banyak orang. Dengan bermain peran anak akan tahu mana peran yang baik dan http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 100 Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 mana peran yang jelek, dengan bermain peran anak juga akan belajar untuk memahami perasaan orang lain, sehingga dapat membentuk karakter melalui peran yang dilakoninya. Role Playing juga dapat menjadi wadah penanaman nilai-nilai sosial serta dapat menumbuhkan rasa peka terhadap sesama. Kehalusan dan kepekaan perasaan sebagai hasil peresapan rasa indah adalah pengantar yang tepat dalam rangka membentuk karakter dan kepribadian seseorang. Dengan meminta anak untuk bermain peran, anak akan semakin terlatih dan terampil untuk mengungkapakn pikiran atau isi cerita dan akan menambah pengetahuan anak mengenai sikapsikap yang baik dan buruk sesuai dengan yang terdapat pada alur cerita. Sebagai suatu model pembelajaran, bermain peran berakar pada dimensi pribadi dan sosial. Dari dimensi pribadi model ini berusaha membantu peserta didik menemukan makna dari lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya. Juga melalui model ini para peserta didik diajak untuk belajar memecahkan masalah pribadi yang sedang dihadapinya dengan bantuan kelompok sosial yang beranggotakan teman-teman sekelas. Dari dimensi sosial, model ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dalam menganalisis situasi sosial, terutama masalah yang menyangkut hubungan antar pribadi peserta didik. Pemecahan masalah dilakukan secara demokratis, sehingga menumbuhkan sikap saling menghargai dan toleransi antar perbedaan yang ada. Dengan demikian melalui model ini peserta didik juga dilatih untuk menjunjung nilai-nilai demokratis. Hakikat pembelajaran bermain peran terletak pada keterlibatan emosional pemeran dan pengamat dalam situasi masalah secara nyata dihadapi. Melalui bermain peran dalam pembelajaran, diharapkan para peserta didik dapat (1) Mengeksplorasi perasaan-perasaan; (2) memperoleh wawasan tentang sikap-sikap, nilai-nilai dan persepsinya; (3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi; dan (4) mengeksplorasi inti permasalahan yang diperankan melalui berbagai cara. Kajian ini akan membahas mengenai penggunaan role playing sebagai media pengembangan karakter anak-anak usia dini. Role Playing yang akan dibahas pada kajian ini berjudul kisah “si Penggembala Tukang Bohong”. Kisah tersebut digunakan sebagai contoh bahwa role playing dapat menjadi pilihan media edukasi para pegiat pendidikan agar dapat meningkatkan karakter anak didiknya. Pengertian PAUD dan Pendidikan Karakter Masa kanak-kanak adalah masa yang paling penting dalam perkembangan manusia karena perkembangan pada tahap ini menentukan perkembangan mereka pada kehidupan selanjutnya. Menurut Mansur (2005:88), anak usia dini adalah kelompok anak yang memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang sangat unik, masa ini disebut oleh Stonehouse (2008) sebagai masa emas (golden age). Pada masa ini kemampuan otak mereka dapat digunakan secara maksimal untuk menyerap informasi sebanyak-banyaknya. Dan informasi tersebut akan dapat memberikan dampak baik pada mereka di masa depan. Jika dilihat dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menerangkan bahwa “ Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun, dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki persiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Sisdiknas : 2016). Pernyataan ini dapat dikatakan sebagai sebuah implementasi dari pendidikan sepanjang hayat (longlife education). Pendidikan anak usia dini dapat dilaksanakan secara formal di Taman Kanak-kanak ataupun yang sederajat, dan secara nonformal ataupun informal (didalam keluarga). Karakter setiap anak pada usia dini tentu saja berbeda dengan orang dewasa. Seperti yang dikemukakan oleh Hartanti (2005 : 8-9), anak-anak usia dini memiliki rasa ingin tahu yang besar, kepribadian unik, suka berfantasi dan berimajinasi, memiliki masa potensi untuk belajar, bersifat egosentris, berdaya konsentrasi pendek dan merupakan bagian dari makhluk sosial. Berdasarkan hal tersebut, maka periode yang paling tepat untuk pemberian pendidikan dan pengembangan karakter adalah pada masa anak usia dini. Karena pendidikan karakter bukanlah pendidikan yang mudah untuk dilakukan dan dibutuhkan proses yang panjang. Menurut Haedar Nashir (2013 : 18) pendidikan karakter menyangkut pada penanaman nilai-nilai perilaku dalam sistem pendidikan khususnya di sekolah semestinya bersifat utuh dan terpadu, bahkan haruslah menyeluruh atau holistik. Borba (2008) menjelaskan lebih lanjut dalam bukunya yang berjudul “Membangun Kecerdasan Moral : Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi” bahwa adalah tujuh cara untuk menumbuhkan kabajikan utama (karakter yang baik) dalam diri anak, yaitu empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi dan keadilan. Ketujuh cara yang dikembangkan oleh Marzuki tersebut merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat sangat universal, yang dapat diaplikasikan pada agama, budaya maupun suku bangsa. Borba (2008) menambahkan bahwa tujuh kebajikan itu menjadi pola dasar dalam membentuk karakter mulia dari sisi kemanusiaannya sehingga ia akan menggunakannya sepanjang hidup. Untuk mendasari itu semua perlu terlebih dahulu diajarkan berbagai nilai kebajikan yang harus direalisasikan dalam perilaku nyata oleh setiap manusia dalam kehidupan sehari-hari/ dengan demikian, seseoranng akan mendapatkan kualitas sebagai insan yang berakhlak mulia atau disebut manusia yang memiliki kecerdasan moral. http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 101 Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Selain itu, pendidikan karakter merupakan salah satu usaha yang sangat penting dan perlu dilakukan oleh setiap orang tua, pendidik, atau pemimpin yang menginginkan anak, peserta didik atau masyarakat yang berkarakter (Marzuki, 2015 : 40). Dengan kata lain pendidikan karakter dapat digunakan sebagai sarana untuk menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai positif sehingga lambat laun dapat terwujud dalam perilaku keseharian anak-anak dan seperti yang dikatakan oleh Lapsley dan Narvaez (2008 : 108), seseorang yang berkarakter berarti akan selalu memiliki peilaku konsisten dan tidak akan mungkin hilang. Pengertian Metode Pembelajaran Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya dikelola dengan bak. Hal tersebut bisa tercapai bila peserta didik dapat menyelesaikan pendidikan tepat pada waktunya dengan hasil yang baik. Hasil belajar yang baik disini bukan semata-mata hasil dari intelegensi anak yang dapat diukur melalui tes-tes hasil belajar, melainkan hasil belajar yang dapat membentuk karakter anak menjadi lebih baik. Dalam pembentukan karakter seseorang ditentukan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang ada di luar siswa adalah guru profesional yang mampu mengelola pembelajaran dengan metodemetode yang tepa, yang memberi kemudahan bahi siswa untuk memahami suatu pengetahuan yang diberikan guru, sehingga menghasilkan belajar yang lebih baik. Metode secara harafiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Kata pembelajaran berarti segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri siswa. Jadi, metode menyajikan pengetahuan yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, salah satu keterampilan guru yang memegang peranan penting dalam proses memilih metode. Pemilihan metode berkaitan langsung dengan usaha guru dalam menampilkan pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi, sehingga pencapaian tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Ciri-Ciri Umum Metode Pembelajaran Yang Baik Banyak macam metode yang dapat dipakai oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran, namun perlu diingat bahwa tidak semua metode dapat dikatakan baik dan tidak semua metode juga dapat dikatakan buruk. Jadi, kebaikan metode itu terletak pada ketepatan pemilihan metode dengan materi dan tujuan pembelajaran. Adapun ciri-ciri metode yang baik itu adalah sebagai berikut : a) Berpadunya metode dari segi tujuan; b) Berpadunya metode dari segi materi pembelajaran; c) Dapat mengantarkan siswa pada kemampuan praktis; d) Dapat mengembangkan pengetahuan siswa; e) Memberikan keleluasaan pada siswa untuk berekspresi; dan e) Mampu menempatkan guru dalam posisi yang tepat, terhormat dalam keseluruhan proses pembelajaran. Metode Role Playing Bermain merupakan kebutuhan manusia sepanjang rentang kehidupan, dalam kultur manapu. Bagi anak-anak menurut para ahli, bermain memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting, karena anak dapat belajar melalui bermain. Bagi mereka, bermain bukan hanya menjadi kesenangan tetapi juga sesuatu kebutuhan yang harus terpenuhi. Yaitu kebutuhan hati atau perasaan yang membuat hidup anak menjadi senang. Bermain akan bermanfaat bagi semua bidang perkembangan baik perkembangan fisik-motorik, bahasa, intelektual, moral, sosial, maupun emosional. Menurut Abdul Majid (2015 : 27) role playing adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi kejadian-kejaidan yang mungkin muncul pada masa mendatang. Menurut Nurbiana Dhieni (2009:7.32) pengertian bermain peran adalah memerankan tokoh-tokoh atau bendabenda disekitar anak dengan tujuan untuk mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan pengembangan yang akan dilaksanakan. Ramayulis (dalam Istarani, 2011:71) menyatakan bahwa bermain peran wajar digunakan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang mengandung sifat-sifat sebagai berikut : a) Memahami perasaan orang lain; b) Membagi pertangungan jawab dan memikulnya; c) Menghargai pendapat orang lain; d) Mengambil keputusan dalam kelompok; e) Membantu penyesuaian diri dengan kelompok-kelompok; f) Memperbaiki hubungan sosial; g) Mengenali nilai-nilai dan sikap-sikap; dan h) Mengulangi atau memperbaiki sikap-sikap salah. Menurut United Nations Ediucational Scientific and Cultural Prganization (UNESCO), pendidikan hendaknya dibangun dengan empat pilar, yaitu bela jar mengetahui (learning to know), belajar melakukan (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learnign to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together). Metode role playing telah merangkap empat pilar tersebut. Kegiatan bermain peran pada umumnya disukai dan bisa dilakukan oleh anak-anak usia dini. Dalam kegiatan ini ia melakukan impersonalisasi (melakukan peniruan) terhadap karakter yang dikagumi atau ditakutinya, baik yang ia temui dalam kehidupan nyata maupun dari tokoh yang ia lihat dan tonton di film-film. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa bermain peran merupakan kegiatan bermain dengan memerankan status dan pihak-pihak lain yang terdapat disekitar anak untuk mengembangkan daya khayalnya sehingga terjadi komunikasi antar individu. Umumnya pola bermain imajinatif (bermain pura-pura) ini berkaitan dengan: a) Pola kehidupan keluarga, misalnya mengatur perabot rumah tangga, memasak, makan, merawat baju, menjadi ayah/ibu; b) Bermain jual beli di pasar, di toko, di Supermarket; c) Bermain dalam kaitan transportasi, misalnya anak naik angkutan kota, bus, jadi http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 102 Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 sopir, naik kereta api, jadi masinis, naik kapal,dan lain-lain; d) Bermain sebagai polisi yang mengatur lalu lintas; dan e) Bermain sebagai tokoh dalam dongeng, seperti timun emas, putri malu, dan lain sebaginya. Kegiatan bermain peran berarti kegiatan yang menekankan pada kemampuan anak untuk memerankan tokoh-tokoh yang terdapat pada kehidupan nyata. Melalui bermain peran anak belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran yang berbeda dengan peran yang dilakukannya sehari-hari serta perilaku orang lain. Hamzah B.Uno (dalam Istarani, 2011:70) mengatakan bahwa bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilemma dalam bentuk permasalahan sehari-hari dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui bermain peran, siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peranperan yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Proses bermain peran ini dapat memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk : a) menggali perasaannya; b) memperoleh inspirasi dan pengalaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsinya; c) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah, dan d) mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara. Nurbiana Dhieni (2009) Secara eksplisit bila ditinjau dari tujuan pendidikan, bermain peran bertujuan agar dapat : a) Mengeksplorasi perasaan-perasaan; b) Memperoleh wawasan tentang sikap-sikap, nilai-nilai dan persepsinya; c) Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Dari pernyataan ahli di atas maka penulis menyimpulkan bahwa bermain peran memiliki fungsi sebagai wadah untuk memperoleh pendidikan karakter yang didapat dari wawasan tentang sikap dan nilai-nilai, memperoleh inspirasi dan pemahaman. Dalam pembelajaran guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitandengan kegiatan pembelajaran maupun yang menyangkut hubungan sosial. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi sederhana di dalam kelas, tanya jawab antar guru dan peserta didik, dan penemuan. Penulis memaparkan yaitu guru kreatif senantiasa mencari pendekatan-pendeatan baru dalam memecahkan masalah, terutama memecahkan masalah dalam pemberian Pendidikan Karakter pada anak usia dini. Tidak hanya terpacu pada cara tertentu yang monoton, melainkan memilih variasi dan gaya mengajar yang sesuai. Dengan bermain peran merupakan salah satu metode yang dapat menjadi wadah pemberian pendidikan karakter untuk anak usia dini. METODE Kajian ini merupakan penelitian kajian pustaka dan bersifat deskriptif kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan metode yang hasil penemuannya tidak berupa angka-angka karena tidak dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau yang lebih dikenal sebagai kuantitatif (Moleong, 2007: 6). Sumber data pada kajian ini adalah kisah dari sebuah cerita dongeng yang berjudul “Si Penggembala Tukang Bohong” yang berfungsi sebagai alur dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Kajian ini menggunakan data-data yang berupa kata atau ekspresi-ekspresi yang ada di dalam sembilan langkah pelaksanaan role playing tersebut. Sebagai data penguat, penulis mendapatkan informasi tambahan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan role playing, pendidikan karakter dan anak usia dini dari berbagai sumber pustaka yang relevan, baik dari sumber tercetak maupun internet. Yang menjadi acuan utama dalam menganalisa adalah teori Borba (2008) mengenai membangun kecerdasan moral dalam pendidikan karakter. PEMBAHASAN Pada awalnya metode role playing ini dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata. Dan ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk praktik menempatkan diri mereka dalam peran-peran dan situasi-situasi yang akan meningkatkan kesadaran terhadap nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mereka sendiri dan orang lain. Dengan role playing anak-anak akan lebih mudah untuk menerima dan mencerna suatu informasi dari dialog, mimik wajah, dan alur cerita yang sedang dilakoninya. Seperti yang dikatakan Hamzah B. Uno (2007 : 25) bahwa melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Sudjana (2003 : 134) menambahkan :“Role playing atau bermain peran dapat diharapkan para peserta didik memperoleh pengalaman yang diperankan oleh pihak-pihak lain. Di samping itu, dapat digunakan untuk merangsang pendapat peserta didik dan menemukan kesempatan bersama tentang ketetapan, kekurangan dan pengembangan peran-peran yang dialami dan diamati.” Kutipan di atas menegaskan bahwa dengan melakukan role playing atau bermain peran yang berkaitan dengan hubungan sosial akan memberikan efek emosional yang akan diberikan oleh dialog-dialog berbeda pada cerita tersebut dan menjadi lebih mendalam dan akan mudah bagi para pemerannya untuk menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial. Pada artikel ini, penulis akan membahas sebuah cerita dongeng yang menurut penulis dapat mendukung usaha para pegiat pendidikan untuk membentuk dan mengembangkan karakter anak. Cerita dongeng tersebut adalah “Si Penggembala Tunkang Bohong”. Penulis memilih cerita tersebut karena mudah untuk diperankan oleh anak usia dini dan membahas mengenai karakter seorang anak yang tidak baik untuk diikuti. Selain itu, penulis juga berharap dengan keberadaan karakter tersebut maka anak-anak akan dapat semakin merasa tertarik untuk mendengarkan dan kemudian mempelajari peran tersebut. Penulis berharap para pegiat pendidikan dapat membantu anak didik mereka untuk tidak hanya dapat http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 103 Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 memerankan peran tersebut dengan baik , tetapi juga untuk dapat mengantarkan mereka pada tataran pemahaman yang lebih baik dan lebih mendalam terhadap makna yang terkandung di dalam sebuah cerita yang dilakoninya dalam role palaying. Kisah “Si Penggembala Tukang Bohong” Penggembala domba mencari perhatian tiba-tiba ia berteriak-teriak “tolong tolong ada serigala, domba-dombaku akan dimakannya”. Orang-orang segera datang untuk meberi bantuan tetapi mereka heran tidak ada domba yang dimangsa serigala. Penggembala itu tersenyum sambil berkata “kalian mudah sekali dibohongi”. Pada waktu yang lain penggembala itu kembali berteriak memimnta tolong, orang-orangpun kembali datang untuk memberi pertolongan. Penggembala itu berbohong lagi dan orang-orang pergi dengan kecewa. Tanpa disangka, pada suatu sore untuk anak gembala kembali membawa domba-dombanya pulang ke kandang. Tapi ketika dia mau menggiring dombanya, tiba-tiba segerobolan serigala datang dan mengejar domba-dombanya untu di mangsa. Tentu saja anak gembala itu ketakutan dan lari terbirit-birit ke perbatasan kampung. “ Tolong..!! ada seigala ada serigala..!!”. teriaknya. Tapi tak ada satu orang pun yang datang membantunya. Karena dia sering berbohong, maka kini tak ada lagi yang percaya padanya. Akhirnya, semua domba yang di gembalanya habis di mangsa oleh kawanan serigala. Dan Penggembala menangis menyesali diri, karena sikapnya yang suka berbohong sehingga orang lain tidak percaya lagi. (Sumber Kisah, Buku Membina Akidah dan Akhlak, 2015) Belajar Bersikap Jujur dan Menjauhi Sikap Dusta dan Mengembangkan Karakter Baik dan Rendah Hati Melalui Role Playing “Si Penggembala Tukang Bohong” Kisah “Si Penggembala Tukang Bohong” ini memiliki cerita yang sederhana yang terdiri dari beberapa kejadian serta melibatkan beberapa pemain dan memiliki dialog yang mudah diucapkan terkhusus bagi anak usia dini. Pada awal cerita yang menggambarkan anak nakal yang suka berbohong. Pada dialog pertama dan dialog kedua si penggembala ingin bermain-main dengan orang-orang disekitarnya, sehingga si penggembala membuat sebuah tipuan bahwa dombadombanya hendak diserang oleh serigala. Dan pada dialog cerita tersebut menunjukkan bahwa perilaku si anak sangat buruk. Merujuk kepada apa yang terdapat pada dialog pertama, maka anak-anak secara tidak langsung telah diberitahukan bahwa perilaku tersebut sangat buruk dan perilaku tersebut belum mencerminkan seorang anak yang memiliki kecerdasan moral. Karena seperti yang dikemukakan Borba (2008) bahwa kecerdasan moral adalah kemampuan seseorang untuk memahami hal yang benar dan yang salah, yaitu memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut sehingga ia bersikap benar dan terhormat. Pada dialog terakhir atau cerita penutup pada kisah tersebut, menggambarkan sebuah kejadian yang menimbulkan penyesalan mendalam pada si penggembala, karena selama ini si penggembala sering berbohong dan pada akhirnya kejadian yang benar-benar buruk terjadi. Tidak ada seorangpun yang percaya pada ucapan si penggembala. Pada dialog terakhir inilah anak-anak dapat belajar tentang manfaat dari kejujuran dan mengetahui makna dari setiap kejadian yang ada pada kisah tersebut, maka anak-anak dapat terasah karakternya terlebih lagi yang berkaitan dengan karakter mencintai kejujuran. Para pendidik/pendamping anak-anak usia dini yang mengajar dengan metode role playing ini dapat memberikan penjelasan dan penekanan pada makna yang terkandung pada setiap dialog dan alur cerita yang dilakoni. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak dapat belajar untuk bersikap jujur dan menjauhi sikap dusta. Karena dari kisah yang diperankan, bahwa perilaku dusta dan suka berbohong akan merugikan diri sendiri. Dengan cara ini, secara tidak lanagsung anak-anak kembali mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan karakter jujur dan kontrol diri sekaligus belajar untuk menumbuhkan rasa empati. Karena rasa empati merupakan inti emosi moral yang membantu anak memahami perasaan orang lain. Kebajikan ini membuatnya menjadi peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain, mendorongnya menolong orang yang kesusahan atau kesakitan, serta menuntutnya memperlakukan orang lain dengan kasih sayang (Marzuki, 2015). Berdasarkan kisah diatas, maka anak-anak dapat belajar tentang manfaat dari perilaku jujur bukan hanya untuk diri sendiri tetapi untuk semua orang. Oleh karena itu, dengan mengetahui makna dari cerita yang ada, maka anak-anak dapat terasah karakternya, terlebih lagi yang berkaitan dengan karakter jujur , empati dan kontrol diri. Ini merupakan cara yang paling utama untuk menumbuhkan karakter baik pada diri anak. SIMPULAN Membentuk karakter merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila sedari kecil mereka memiliki moral dan kepribadian yang baik. Oleh sebab itu, pembentukan dan pengembangan karakter sebaiknya dimulai sedini mungkin. Role Playing adalah salah satu metode dan model pembelajaran yang dapat digunakan oleh para pegiat pendidikan untuk dapat membentuk dan mengembangkan karakter anak, khususnya anak-anak usia dini. Role Playing secara umum dapat mendorong siswa mengekspresikan perasaannya. Terlebih lagi jika kisah yang diperankan dalam role playing memiliki makna yang mendalam namun menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak. Pada artikel ini penulis mengangkat sebuah kisah yang sarat akan pesan moral di dalamnya. Kisah yang diperankan dalam role playing tersebut, anak-anak dapat belajar mengenai kejurujuran dan akibat dari dusta. Serta belajar cara untuk http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 104 Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 menumbuhkan pendidikan karakter, seperti yang dikemukakan oleh Borba (2008). Beberapa cara tersebut adalah empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi dan keadilan. REFERENSI Borba, Michele. 2008. Membangun Kecerdasan Moral : Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi. Terjemah Oleh Lina Jusuf. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Dhieni. Nurbiana. 2009. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta : Universitas Terbuka Istarani. 2011. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan : Media Persada Lapsley, D.K. & Narvaez, D. 2008. Moral Development, Self, and Identity. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Majid. Abdul. 2015. Strategi Pembelajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya _________. 2016. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas & Peraturan Pemerintah R.I Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan serta Wajib Belajar. Bandung : Citra Umbara Marzuki. 2015. Pendidikan Karakter Islam. Jakarta : Amzah Nashir. Haedar. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Agama & Budaya. Yogyakarta : Multi Presindo Shoimin. Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatid dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media Wiyadi. 2015. Membina Akidah dan Akhlak. Solo : Aqila http://semnasfis.unimed.ac.id e-ISSN: 2549-5976 p-ISSN: 2549-435X 105