23 BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Organ – Organ Perseroan Terbatas 1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perseroan Terbatas yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 pada Pasal 1 ayat (2) menjelaskan bahwa terdapat 3 (tiga) organ perseroan antara lain Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris dan Direksi. Adapun pengertian Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menurut Pasal 1 ayat (4) UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.25 Dalam pelaksanaannya Direksi perseroan setiap tahun dan setiap waktu menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk kepentingan perseroan ataupun atas permintaan pemegang saham sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai wewenang eksklusif dalam arti bahwa kewenangan yang tidak dapat diserahkan kepada orang lain yang telah ditetapkan dalam Undang – Undang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar. Wewenang eksklusif yang ditetapkan dalam Undang – Undang Perseroan Terbatas akan ada selama Undang – Undang Perseroan Terbatas tidak diubah, sedangkan wewenang eksklusif dalam anggaran dasar yang disahkan oleh Menteri Hukum dan 25 Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hal. 91. 23 Universitas Sumatera Utara 24 HAM dapat diubah sewaktu – waktu melalui perubahan anggaran dasar dan sepanjang tidak bertentangan dengan Undang – Undang Perseroan Terbatas.26 Ada beberapa wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam Undang – Undang Perseroan Terbatas, antara lain sebagai berikut : 1. Penetapan perubahan anggaran dasar; 2. Penetapan perubahan modal; 3. Pemeriksaan, persetujuan, dan pengesahan laporan tahunan; 4. Penetapan penggunaan laba; 5. Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Dewan Komisaris; 6. Penetapan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan; 7. Penetapan pembubaran perseroan.27 Kekuasaan tertinggi di dalam perseroan dimiliki oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan memiliki hak serta segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Komisaris dalam batas yang ditentukan oleh Undang – Undang dan atau anggaran dasar, tentunya berhak mendapat semua keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan Komisaris.28 Adapun letak dari kedudukan adalah bertempat di kantor pusat dimana perseroan melakukan kegiatan usahanya maka Rapat Umum Pemegang Saham diadakan di tempat kedudukan perseroan, dalam anggaran dasar dapat ditetapkan bahwa RUPS dapat dilakukan di luar tempat 26 Mulhadi, Hukum Perusahaan (Bentuk – Bentuk Badan Usaha di Indonesia), (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hal. 100. 27 Ibid, hal. 101. 28 Handri Raharjo, Op. Cit, hal. 105. Universitas Sumatera Utara 25 kedudukan perseroan atau kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar tetapi harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia, macam – macam RUPS antara lain RUPS tahunan dan RUPS lainnya; 1. RUPS tahunan diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku dan dalam RUPS tahunan tersebut harus diajukan semua dokumen perseroan. 2. RUPS lainnya dapat diadakan sewaktu – waktu berdasarkan kebutuhan yang juga biasa disebut Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham. Sebagai penyelenggara RUPS adalah Direksi. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya, atau dapat juga dilakukan atas permintaan satu pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan. Permintaan pemegang saham tersebut diajukan kepada Direksi atau Komisaris dengan surat tercatat disertai alasannya dan RUPS seperti itu hanya dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan yang diajukan tersebut.29 Pengadilan Negeri dimana tempat kedudukan RUPS diadakan mempunyai peranan yaitu Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan dapat memberi izin kepada pemohon untuk : 29 I.G Rai Widjaya, Op. Cit, hal. 257. Universitas Sumatera Utara 26 1. Melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan atas permohonan pemegang saham, apabila Direksi atau Komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan 2. Melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya atas permohonan pemegang saham yang (bersama-sama) mewakili 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan, apabila Direksi atau Komisaris setelah lewat waktu 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak permintaan tidak melakukan pemanggilan RUPS lainnya. Ketua pengadilan negeri dalam hal ini tersebut diatas dapat menetapkan bentuk, isi dan jangka waktu pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 atau anggaran dasar, dalam hal ini RUPS diselenggarakan sebagaimana disebutkan diatas, ketua pengdilan negeri dapat memerintahkan Direksi atau Komisaris untuk hadir. Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin tersebut diatas merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir, yang dimaksudkan agar pelaksanaan RUPS tidak tertunda.30 Penyelenggaraan RUPS oleh Direksi dengan melakukan pemanggilan kepada pemegang saham, dalam hal – hal tertentu yang ditetapkan dalam anggaran dasar, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Komisaris. Pemanggilan RUPS adalah kewajiban Direksi, namun dalam hal Direksi berhalangan atau terdapat pertentangan 30 Ibid, hal. 259. Universitas Sumatera Utara 27 kepentingan antara Direksi dan perseroan, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Komisaris. Ketentuan yang harus dipenuhi dan hal – hal yang patut memperoleh perhatian dalam pemanggilan adalah sebagai berikut : 1. Pemanggilan RUPS dilakukan dengan surat tercatat paling lambat 14 (empatbelas) hari sebelum RUPS diadakan, maksudnya adalah untuk memastikan bahwa panggilan telah dilakukan dan ditujukan ke alamat pemegang saham. Pemanggilan RUPS untuk Perseroan Terbuka dilakukan dalam dua surat kabar harian. 2. Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor perseroan sejak hari pemanggilan RUPS dilakukan sampai dengan hari RUPS diadakan dan perseroan wajib memberikan salinan bahan yang akan dibicarakan kepada pemegang saham secara cuma – cuma. 3. Apabila waktu dan cara pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan, keputusan tetap sah asalkan RUPS dihadiri oleh seluruh pemegang saham dengan hak suara yang sah dan disetujui dengan suara yang bulat. Untuk perseroan terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dalam dua surat kabar harian dengan maksud untuk memberi kesempatan kepada pemegang saham untuk menyampaikan usul penambahan acara RUPS kepada Direksi dan pengumuman tersebut dilakukan paling lambat 14 (empatbelas) hari sebelum pemanggilan RUPS.31 31 Ibid, hal. 260 Universitas Sumatera Utara 28 Tentunya pemegang saham dengan hak suara yang sah baik sendiri maupun dengan kuasa tertulis mempunyai hak untuk menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya, dalam pemungutan suara anggota Direksi, anggota Komisaris dan karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham tersebut di atas. Setiap saham yang dikeluarkan oleh perseroan mempunyai satu hak suara kecuali anggaran dasar menentukan lain. Sejalan dengan ketentuan tentang saham yang menyatakan bahwa perseroan dapat mengeluarkan satu atau lebih kualifikasi saham, maka dimungkinkan untuk diberikan atau tidaknya hak suara pada saham yang diterbitkan, termasuk dalam hal ini variasi dan hak suara itu sendiri, dalam hal anggaran dasar tidak menentukan lain mengenai hal tersebut, maka dapat dianggap bahwa setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 72 ayat (1) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Adapun yang tidak mempunyai hak suara dan tidak dihitung dalam penentuan kuorum adalah saham perseroan yang dimiliki oleh perseroan baik secara langsung maupun tidak langsung termasuk juga saham untuk perusahaan yang dimiliki oleh anak perusahaannya juga tidak mempunyai suara. Ketentuan arti dari kuorum adalah batasan minimal persyaratan yang harus dipenuhi agar sesuatu menjadi sah.32 RUPS dapat dilangsungkan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili lebih dari ½ (setengah) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah kecuali 32 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan (Telaah Yuridis terhadap Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas), (Salatiga : Griya Media, 2011), hal. 161. Universitas Sumatera Utara 29 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar menentukan lain. Penyimpangan atas ketentuan tersebut hanya dimungkinkan dalam hal yang ditentukan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menyebutkan anggaran dasar tidak boleh menentukan kuorum yang lebih kecil dari kuorum, dalam hal kuorum sebagaimana dimaksudkan tersebut di atas tidak tercapai maka diadakan pemanggilan RUPS kedua, karena panggilan RUPS ini sebagai akibat dari tidak tercapainya kuorum dalam RUPS pertama maka acara RUPS kedua harus sama seperti acara RUPS pertama dan pemanggilan harus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua diselenggarakan. RUPS kedua kemudian tentunya diselenggarakan paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (duapuluh satu) hari dari RUPS pertama, dan RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/3 (satu per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, apabila kuorum RUPS kedua tidak tercapai maka atas permohonan perseroan kuorum ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri, bila ketua pengadilan negeri berhalangan maka penetapan dilakukan oleh pejabat lain yang mewakili ketua.33 Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat, apabila hal tersebut tidak tercapai maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah kecuali Undang – Undang Nomor 40 33 Ibid, hal. 163 Universitas Sumatera Utara 30 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar menentukan bahwa keputusan harus diambil berdasarkan suara yang lebih besar dari suara terbanyak biasa. Pada dasarnya semua keputusan RUPS harus dicapai melalui musyawarah untuk mufakat, apabila setelah diusahakan namun musyawarah untuk mufakat juga tidak bisa tercapai maka keputusan RUPS dapat diambil melalui pemungutan suara dengan suara terbanyak. Secara umum suara terbanyak yang diperlukan adalah suara terbanyak biasa yaitu jumlah suara yang lebih banyak dari kelompok suara lain tanpa harus mencapai jumlah yang lebih dari setengah dari keseluruhan suara dalam pemungutan suara tersebut. Namun demikian dalam hal-hal tertentu keputusan RUPS yang berkaitan dengan sesuatu yang sangat mendasar bagi keberadaan, kelangsungan atau sifat suatu perseroan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas atau anggaran dasar dapat menetapkan suara terbanyak yang lebih dari pada suara terbanyak biasa yaitu suara terbanyak mutlak (absolute majority) atau suara terbanyak khusus (qualified/special majority).34 Dalam suatu forum rapat perseroan suara yang mendominan suatu keputusan dapat diambil walau kurang dari setengah karena suatu keputusan didasari akan mendasar apabila berpedoman pada keberadaan yang menampakan sifat dari perseroan tersebut. Suara terbanyak mutlak adalah suara terbanyak yang lebh dari ½ (setengah) dari jumlah suara dalam pemungutan suara tersebut, sedangkan suara terbanyak khusus adalah suara terbanyak yang ditentukan secara pasti jumlahnya seperti 2/3 34 I.G Rai Widjaya, Op. Cit, hal. 263. Universitas Sumatera Utara 31 (dua per tiga), ¾ (tiga per empat), 3/5 (tiga per lima), dan sebagainya. Keputusan RUPS untuk mengubah anggaran dasar sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh suara tersebut. Apabila kuorum yang dimaksudkan tersebut tidak tercapai maka dalam RUPS kedua keputusan sah apabila dihadiri oleh 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh suara terbanyak dari jumlah suara tersebut. Seperti halnya dengan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, kepailitan dan pembubaran perseroan, keputusan RUPS dikatakan sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara tersebut. Keputusan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang, seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan, sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara tersebut. Pada setiap penyelenggaraan RUPS wajib dibuat risalah dan dibubuhi tanda tangan ketua rapat dan paling sedikit satu orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh RUPS. Bahwa arti pembuatan risalah dengan penandatanganan tersebut dimaksudkan adalah untuk menjamin kepastian dan kebenaran isi risalah RUPS tersebut, kalau risalah RUPS tersebut dibuat oleh Notaris maka kewajiban untuk menandatangani Universitas Sumatera Utara 32 sebagaimana dimaksudkan diatas tidak diperlukan. 35 Dalam Anggaran dasar perseroan dapat ditentukan bahwa keputusan RUPS dapat diambil dengan cara lain dari rapat, yaitu keputusan yang diambil dengan cara mengirimkan secara tertulis cara pengambilan keputusan dan usul tersebut. Perlu diperhatikan bahwa “cara lain ini” tidak berlaku bagi perseroan yang mengeluarkan saham atas tunjuk. Apabila anggaran dasar mengatur ketentuan seperti dimaksudkan tersebut, keputusan dapat diambil apabila semua pemegang saham dengan hak suara yang sah telah menyetujui secara tertulis baik mengenai cara maupun keputusan yang diambil. 2. Komisaris Perseroan Ketentuan yang mengatur tentang Dewan Komisaris terdapat dalam Pasal 1 ayat (6), Pasal 108 s/d Pasal 121 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa “Dewan Komisaris adalah Organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan.”36 Dewan Komisaris mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada Direksi, pengawasan tersebut ditujukan atas kebijakan pengurusan perseroan dan jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan.37 Pengawasan dan pemberian nasihat 35 Ibid, hal. 264. Handri Raharjo, Op. Cit, hal. 110. 37 Pasal 108 ayat 1 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756. 36 Universitas Sumatera Utara 33 tersebut dilakukan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.38 Pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Dewan Komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih dan terdiri atas lebih dari satu orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. Berbeda dengan perseroan biasa yang boleh memiliki satu orang atau lebih Dewan Komisaris, perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun atau mengelola dana masyarakat dan perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota Dewan Komisaris.39 Hal ini karena perseroan tersebut memerlukan pengawasan dengan jumlah anggota Dewan Komisaris yang lebih besar karena menyangkut kepentingan masyarakat. Persyaratan penting yang harus dipenuhi agar dapat diangkat menjadi Dewan Komisaris yaitu orang yang bersangkutan harus orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum dengan catatan bahwa yang bersangkutan dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatannya tidak pernah : 38 Pasal 108 ayat 2 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756. 39 Pasal 108 ayat 5 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756. Universitas Sumatera Utara 34 a. Dinyatakan pailit; b. Menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.40 Realisasinya disamping pemenuhan persyaratan di unsur – unsur atas, tidak tertutup kemungkinan juga instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang – undangan. Dewan Komisaris bertanggungjawab atas pengawasan perseroan dalam hal kebijakan pengurusan dan jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan. Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati – hatian dan bertanggungjawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Setiap anggota Dewan Komisaris juga ikut bertanggungjawab secara pribadi atau secara tanggung renteng (bila Dewan Komisaris terdiri atas dua anggota Dewan Komisaris atau lebih), atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Ketentuan yang mengatur pada ayat ini menegaskan bahwa apabila Dewan Komisaris bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga mengakibatkan 40 Pasal 110 ayat 1 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756. Universitas Sumatera Utara 35 kerugian pada perseroan karena pengurusan yang dilakukan oleh Direksi, anggota Dewan Komisaris tersebut ikut bertanggungjawab sebatas dengan kesalahan atau kelalaiannya. Namun dengan demikian anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dan kelalaiannya dalam menjalankan tugas apabila dapat membuktikan hal berikut : a. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati – hatian untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; b. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; c. Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. Beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh Dewan Komisaris yaitu sebagai berikut : a. Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya. Risalah rapat Dewan Komisaris memuat segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat tersebut, sedangkan yang dimaksud dengan salinannya adalah salinan risalah rapat Dewan Komisaris karena risalah asli tersebut dipelihara Direksi. b. Melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan saham atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain, demikian juga dengan setiap perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib juga dilaporkan. Universitas Sumatera Utara 36 c. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS, laporan Dewan Komisaris mengenai hal ini dicatat dalam daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2).41 Berbagai cara Dewan Komisaris melakukan kesalahan dalam perseroan karena sifat atas kelalaian dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas walau dalam hal pelaksanaannya tidak memasukan kepentingan pribadinya sehingga alpa dalam menasehati Direksi dalam menjalankan perseroan yang antara lain tidak membuat risalah rapat dan menyimpanan salinan rapat Dewan Komisaris dan juga tidak melaporkan tentang tugas-tugas yang diembannya. Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris punya kewajiban dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Dewan Komisaris yang dalam keadaan dan waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (1) berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga. Anggota Dewan Komisaris dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya, keputusan untuk memberhentikan anggota Dewan Komisaris diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. Apabila keputusan untuk memberhentikan anggota Dewan Komisaris dilakukan dengan keputusan di 41 Pasal 50 ayat 2 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756. Universitas Sumatera Utara 37 luar RUPS, anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan diberitahu terlebih dahulu tentang rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk membela diri sebelum diambil keputusan pemberhentian, namun pemberian kesempatan untuk membela diri tidak diperlukan jika yang bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian tersebut. Anggaran dasar perseroan tentunya dapat mengatur adanya satu orang atau lebih Komisaris independen dan satu orang Komisaris utusan. Komisaris independen diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris lainnya. Komisaris independen yang ada di dalam pedoman tatakelola perseroan yang baik Komisaris utusan merupakan anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris. Pemeriksaan terhadap perseroan yang melakukan kesalahan dalam menjalankan usaha dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga atau anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga. Pemeriksaan dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.42 42 Pasal 138 ayat 1 dan 2 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756. Universitas Sumatera Utara 38 Undang-Undang juga menetapkan bahwa tidak semua orang bisa mengajukan permohonan untuk melakukan pemeriksaan terhadap perseroan melainkan permohonan hanya bisa diajukan oleh pihak-pihak tertentu seperti ditetapkan oleh Undang-Undang yaitu : a. Satu pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit satu persepuluh bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah; b. Pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang – undangan, anggaran dasar perseroan atau perjanjian dengan perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; c. Kejaksaan untuk kepentingan umum.43 Ketua Pengadilan Negeri dapat menolak atau mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138, ketua pengadilan negeri menolak permohonan apabila permohonan tersebut tidak didasarkan atas alasan yang wajar atau tidak dilakukan dengan itikad baik, dalam hal permohonan dikabulkan ketua pengadilan negeri mengeluarkan penetapan pemeriksaan dan mengangkat paling banyak tiga orang ahli untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan yang diperlukan. Ahli yang diangkat tersebut berhak memeriksa semua dokumen dan kekayaan perseroan yang dianggap perlu oleh ahli tersebut untuk diketahui, setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan semua karyawan perseroan wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan 43 Pasal 138 ayat 3 dan 2 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756. Universitas Sumatera Utara 39 untuk pelaksanaan pemeriksaan dan ahli yang bertugas melakukan pemeriksaan tersebut wajib merahasiakan hasil pemeriksaan yang telah dilakukannya.44 Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana tersebut diatas wajib disampaikan oleh ahli pemeriksa kepada ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam penetapan pengadilan untuk pemeriksaan paling lambat sembilan puluh hari terhitung sejak tanggal pengangkatan ahli tersebut. Ketua pengadilan negeri memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan kepada pemohon dan perseroan yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat empat belas hari terhitung sejak tanggal laporan hasil pemeriksaan diterima.45 Perseroan tentunya memiliki Komisaris yang wewenang dan kewajibannya ditetapkan dalam anggaran dasar perseroan. Komisaris bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan. Fungsi kontrol dan pemberian nasihat ini bisa dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut : 1. Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi. 2. Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan (fiduciary duty). 44 Pasal 139 ayat (1) – (7) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756. 45 Pasal 140 ayat (1) – (2) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Nomor 106 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756. Universitas Sumatera Utara 40 3. Komisaris wajib melaporkan kepada perseroan mengenai pemilikan sahamnya dan atau keluarganya (suami, istri dan anak – anaknya) pada perseroan tersebut dan perseroan lainnya. Demikian juga setiap perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib pula dilaporkan. Laporan mengenai hal ini dicatat dalam daftar khusus yang merupakan salah satu sumber informasi mengenai besarnya kepemilikan dan kepentingan pengurus perseroan yang bersangkutan atau perseroan lain, sehingga pertentangan kepentingan yang mungkin timbul dapat ditekan sekecil – kecilnya.46 a. Pengangkatan dan Pemberhentian. 1. Komisaris diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali. Untuk pertama kali pengangkatan Komisaris dilakukan dengan mencantumkan susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan kewarganegaraan Komisaris dalam akta pendirian. 2. Anggota komisaris dapat diberhentikan atau diberhentikan sementara oleh RUPS dengan memberitahukan secara tertulis kepada anggota Komisaris yang bersangkutan. 3. Anggota komisaris yang diberhentikan sementara tersebut tidak berwenang mmelakukan tugasnya. 46 I.G Rai Widjaya, Op. Cit, hal. 254. Universitas Sumatera Utara 41 4. Dalam waktu paling lambat 30 (tigapuluh) hari setelah pemberhentian sementara, harus diadakan RUPS dan anggota Komisaris yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. 5. RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara tersebut atau memberhentikan anggota Komisaris yang bersangkutan. 6. Apabila dalam waktu 30 (tigapuluh) hari tidak diadakan RUPS sebagaimana disebutkan di atas pemberhentian sementara tersebut batal. 7. Anggota Komisaris dapat sewaktu – waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya, setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. 8. Dengan keputusan tersebut maka kedudukannya sebagai anggoata Komisaris berakhir.47 b. Kualifikasi atau Persyaratan. Orang yang dapat diangkat menjadi Komisaris harus memenuhi persyaratan sebagai berikut yaitu : 1. Orang perseorangan 2. Yang mampu melakukan perbuatan hukum 3. Tidak pernah :- dinyatakan pailit - Menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit 47 Handri Raharjo, Op. Cit, hal. 113. Universitas Sumatera Utara 42 - Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan Negara dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan, terhitung sejak yang bersangkutan dinyatakan pailit atau bersalah menyebabkan perseroan pailit atau apabila dihukum terhitung sejak dia selesai menjalani hukuman.48 c. Anggaran dasar Perseroan berisikan antara lain : 1. Ditetapkan wewenang dan kewajiban Komisaris 2. Diatur tata cara pencalonan, pengangkatan dan pemberhentian Komisaris tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan. 3. Dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melaksanakan perbuatan hukum tertentu. 4. Dapat diatur atau didasarkan pada keputusan RUPS, Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Ketentuan ini memberi wewenang kepada Komisaris untuk melakukan pengurusan perseroan, yang sebenarnya hanya dapat dilakukan oleh Direksi dalam hal Direksi tidak ada. Apabila ada Direksi, Komisaris hanya dapat melakukan tindakan tertentu yang secara tegas ditentukan dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007. Bagi Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan seperti tersebut di 48 I.G Rai Widjaya, Op. Cit, hal. 255. Universitas Sumatera Utara 43 atas berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga.49 Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (sepersepuluh) bagian dari seluruh saham dengan hak suara yang sah, dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri terhadap Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan (derivative action).50 3. Direksi Perseroan Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. 51 Direksi berwenang menjalankan pengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas dan/atau anggaran dasar. Direksi perseroan terdiri atas satu orang angggota Direksi atau lebih. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, atau perseroan terbuka wajib memiliki paling sedikit dua orang anggota Direksi. Jika Direksi terdiri dari dua orang atau lebih, pambagian tugas dan wewenang pengurusan diantara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS, namun jika RUPS tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi. 49 Mulhadi, Op. Cit, hal. 109. I.G Rai Widjaya, Op. Cit, hal. 257. 51 Frans Satrio Wicaksono, Tanggungjawab Pemegang Saham, Direksi, Dan Komisaris Perseroan Terbatas, (Jakarta : Visimedia, 2009), hal.78. 50 Universitas Sumatera Utara 44 Seorang yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatannya pernah : 1. Dinyatakan pailit; 2. Menjadi anggota Direksi atau anggota dewan komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; dan 3. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. Anggota Direksi diangkat oleh RUPS.52 Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian. Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut. Jika RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS. Pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi, maka Direksi wajib memberitahukan perubahan anggota Direksi kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut. Jika pemberitahuan belum dilakukan, 52 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 111. Universitas Sumatera Utara 45 Menteri menolak setiap permohonan yang diajukan untuk pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi yang belum tercatat dalam daftar perseroan. Pemberitahuan ini tidak termasuk pemberitahuan yang disampaikan oleh Direksi baru atas pengangkatan dirinya sendiri. Pengangkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi persyaratan menjadi batal demi hukum sejak saat anggota Direksi lainnya atau dewan komisaris mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.53 Dalam jangka waktu paling lambat tujuh hari terhitung sejak diketahui, anggota Direksi lainnya atau dewan komisaris harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Direksi yang bersangkutan dalam surat kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan. Untuk perbuatan hukum yang telah dilakukan untuk dan atas nama perseroan oleh anggota Direksi sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi tanggungjawab perseroan. Perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama perseroan oleh anggota Direksi setelah pengangkatannya batal adalah tidak sah dan menjadi tanggungjawab pribadi anggota Direksi yang bersangkutan. Ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. Kewenangan RUPS dapat dilimpahkan kepada dewan komisaris. Jika kewenangan RUPS dilimpahkan kepada dewan komisaris, besarnya gaji dan tunjangan ditetapkan berdasarkan keputusan rapat dewan komisaris. 53 Frans Satrio Wicaksono, Op. Cit, hal.80. Universitas Sumatera Utara 46 Direksi bertanggungjawab atas pengurusan perseroan dan wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab. Setiap anggota Direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan jika yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan. Jika Direksi terdiri atas dua anggota Direksi atau lebih, tanggungjawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. Anggota Direksi tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kerugian jika dapat membuktikan; 1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; 2. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati – hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; 3. Tidak mempunyai benturan kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan 4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.54 Ketentuan diatas tidak mengurangi hak anggota Direksi lain dan/atau anggota dewan komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama perseroan. 54 Tri budiyono, Op. Cit, hal. 83 Universitas Sumatera Utara 47 Direksi mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Hal ini tentunya jika anggota Direksi terdiri lebih dari satu orang, yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. Kewenangan Direksi untuk mewakili perseroan adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang – Undang ini, anggaran dasar, atau keputusan RUPS. Keputusan RUPS tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Undang – Undang perseroan dan/atau anggaran dasar perseroan. Anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan jika terjadi perkara di pengadilan antara perseroan dan anggota Direksi yang bersangkutan atau anggota Direksi yang bersangkutan memiliki benturan kepentingan dengan perseroan.55 Jika terdapat keadaan demikian, yang berhak mewakili perseroan adalah; 1. Anggota Direksi lainnya yang tidak memiliki benturan kepentingan dengan perseroan; 2. Dewan komisaris, jika seluruh anggota Direksi memiliki benturan kepentingan dengan perseroan, atau 3. Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS, jika seluruh anggota Direksi atau dewan komisaris memiliki benturan kepentingan dengan perseroan. Direksi wajib membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, risalah rapat Direksi, laporan tahunan, dan dokumen keuangan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang tentang dokumen perusahaan; serta memelihara seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan perseroan, dan dokumen 55 Ibid, hal. 84 Universitas Sumatera Utara 48 perseroan lainnya.56 Seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan perseroan, dan dokumen perseroan lainnya disimpan ditempat kedudukan perseroan. Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan laporan tahunan, serta mendapatkan salinan risalah RUPS dan salinan laporan tahunan. Anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam perseroan dan perseroan lain, untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. Anggota Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban dan menimbulkan kerugian bagi perseroan, bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian perseroan tersebut.57 Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bahwa Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS, Direksi dan Komisaris, maka menurut Pasal 1 ayat (5) Undang – undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa “Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Jadi disatu pihak Direksi 56 57 Handri Raharjo, Op. Cit, hal. 205. Ibid, hal. 85 Universitas Sumatera Utara 49 mempunyai tugas dan tanggungjawab dalam hal pengurusan perseroan, dan dipihak lain Direksi berwenang mewakili perseroan. Kepengurusan perseroan yang antara lain meliputi pengurusan sehari-hari, dilakukan oleh Direksi. Keberadaan Direksi dalam suatu perseroan merupakan suatu keharusan atau dengan kata lain perseroan wajib memiliki Direksi, karena perseroan sebagai “artificial person” tidak dapat berbuat apa – apa tanpa adanya bantuan dari anggota Direksi sebagai “natural person”, oleh karena itu Direksi mempunyai tugas dan tanggungjawab terhadap perseroan.58 Tugas dan tanggungjawab Direksi serta wewenangnya ditetapkan oleh Undang – Undang, dengan demikian keberadaan Direksi dalam suatu perseroan juga diatur berdasarkan Undang – Undang. Ketentuan lama yang berlaku berkenaan dengan hal tersebut yaitu sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa dalam perseron sekurang-kurangnya harus terdapat 1 (satu) orang anggota Direksi, hal ini sejalan dengan pemahaman atas Perseroan Terbatas sebagai badan hukum yang mau tidak mau memerlukan adanya pengurus atau seorang Direksi. Demikian pula berdasarkan Pasal 92 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, “suatu perseroan diwajibkan mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi apabila : a. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, misalnya seperti Bank dan Asuransi; b. Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang seperti obligasi; 58 I.G Rai Widjaya, Op. Cit, hal. 208. Universitas Sumatera Utara 50 c. Perseroan Terbuka.” Bila diperhatikan dengan baik peraturan yang berlaku selama ini, maka tidak ada suatu ketentuan yang mengatur tentang persyaratan bagi seseorang yang hendak diangkat menjadi anggota Direksi. Namun sekarang, menurut Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas justru persyaratan tersebut secara tegas ditetapkan bahwa untuk dapat diangkat menjadi anggota Direksi, seseorang itu harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, yaitu orang (perseorangan) yang mampu melaksanakan perbuatan hukum, dan tidak pernah dinyatakan pailit, atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melaksanakan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.59 Mengenai hal-hal tersebut diatas Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memberikan batas waktu yaitu dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan. Bagi yang dinyatakan pailit atau bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, waktu 5 (lima) tahun tersebut dihitung sejak yang bersangkutan dinyatakan pailit atau bersalah berdasarkan putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedang bagi yang melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara, batas waktu lima tahun itu dihitung sejak yang bersangkutan selesai menjalankan hukumannya. Apabila dalam batas waktu 5 (lima) tahun telah dilampaui maka seseorang dapat dicalonkan sebagai anggota Direksi, jadi bukan untuk seumur hidup melainkan hanya 5 (lima) tahun. Pembatasan 59 Ibid, hal. 211. Universitas Sumatera Utara 51 waktu 5 (lima) tahun seperti ini juga dianut oleh negara maju seperti Inggris. Orang yang bertindak selaku Direksi dari perusahaan yang dinyatakan tidak mampu membayar utangnya tidak diperkenankan untuk bertindak sebagai Direksi perusahaan baru, dengan nama yang sama atau serupa. Larangan atau pembatasan tersebut dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan perusahaan – perusahaan untuk tujuan “curang” yaitu dengan cara melikuidasi perusahaan yang satu dan meninggalkan utang – utang, kemudian mulai lagi dengan perusahaan baru. Menyinggung dari persyaratan anggota Direksi (atau Komisaris) bahwa orang tersebut juga harus “tidak pernah dinyatakan pailit atau bersalah meyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit”, artinya adalah apabila seseorang pernah mengalami atau dinyatakan pailit sebagaimana dimaksudkan di atas, maka ia tidak dapat diangkat sebagai anggota Direksi (ataupun Komisaris) dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak yang bersangkutan dinyatakan pailit. Melihat beberapa persyaratan untuk anggota Direksi, yaitu orang yang harus mampu melaksanakan perbuatan hukum”, dapat dikatakan dengan cara lain yaitu orang tersebut harus “cakap” dalam pengertian hukum yaitu memiliki legal power untuk bertindak. Persyaratan ini sudah memang dengan sendirinya harus diperhatikan apabila seseorang hendak membuat suatu perjanjian, jadi harus memenuhi persyaratan hukum (Pasal 1330 KUH Perdata). Dari contoh dan uraian tersebut menunjukkan bahwa persyaratan yang diberikan oleh Undang – Undang, tampaknya masih perlu “dipertajam” lagi, kecuali persyaratan tersebut dimaksudkan untuk orang yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dalam arti luas dan tidak hanya sekedar Universitas Sumatera Utara 52 dalam pengertian “cakap” atau bekwaam saja, melainkan misalnya harus mempunyai latar belakanag pendidikan atau profesi dan pengalaman, dedikasi serta moral yang baik.60 Anggota Direksi diangkat oleh RUPS, untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan dapat diangkat kembali. Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan dengan mencantumkan di dalam akta pendirian, tentang susunan dan nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan anggota Direksi yang bersangkutan. Tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian anggota Direksi diatur dalam anggaran dasar tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan.61 a. Pemberhentian sewaktu – waktu Anggota Direksi dapat sewaktu – waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. Dengan demikian kedudukannya sebagai anggota Direksi berakhir. b. Pemberhentian Sementara Anggota Direksi dapat diberhentikan sementara oleh RUPS atau oleh Komisaris dengan menyebutkan alasannya. Hal tersebut harus diberitahukan secara tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan, sehingga dengan demikian anggota Direksi yang bersangkutan tidak berwenang melakukan tugasnya. Pada dasarnya 60 61 Ibid, hal. 213. Tri Budiyono, Op. Cit, hal. 170. Universitas Sumatera Utara 53 pemberhentian hanya dapat dilakukan dalam RUPS, namun untuk melaksanakan maksud tersebut diperlukan waktu yang cukup. Demi kepentingan perseroan maka tidak dapat menunggu sampai diselenggarakan RUPS, oleh karena itu Komisaris sebagai organ perseroan yang mempunyai fungsi pengawasan wajar diberi kewenangan untuk melakukan pemberhentian sementara tersebut. Namun untuk itu perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut: 1) Paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pemberhentian sementara itu, harus diselenggarakan RUPS dan yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. Sedangkan panggilan RUPS harus dilakukan oleh organ perseroan yang melakukan pemberhentian sementara tersebut, dalam hal ini Komisaris. 2) Ada dua kemungkinan yang dapat ditempuh dalam RUPS yaitu RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara tersebut atau memberhentikan anggota Direksi yang bersangkutan. 3) Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari tidak diadakan RUPS, maka pemberhentian sementara tersebut batal. 4) Dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai pengisian sementara jabatan Direksi yang kosong, atau apabila Direksi diberhentikan untuk sementara atau berhalangan.62 Sebagaimana telah disebutkan, di samping bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan, Direksi juga mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar 62 I.G Rai Widjaya, Op. Cit, hal. 214. Universitas Sumatera Utara 54 pengadilan, karena perseroan menurut hukum adalah orang yaitu artificial person atau orang buatan, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, hanya saja perseroan tidak memiliki panca indera, tidak mempunyai jiwa dan raga serta tidak mempunyai otak, oleh karena itu perseroan tidak bisa berjalan, tidak bisa berbuat dan tidak bisa bekerja, perseroan juga tidak bisa berpikir dan tidak bisa bertindak sendiri, karena itu perseroan memerlukan manusia (natural person) yaitu dalam hal ini Direksi.63 Kewajiban Direksi/ Anggota Direksi antara lain yaitu : 1. Direksi wajib : a. Membuat dan memelihara Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS dan risalah rapat Direksi; dan b. Menyelenggarakan pembukuan perseroan yang semuanya disimpan di tempat kedudukan perseroan. Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapat salinan daftar pemegang saham, risalah dan pembukuan seperti tersebut pada huruf a dan b di atas. 2. Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang, seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan dan tidak boleh merugikan pihak ketiga yang beritikad baik serta mengumumkan dalam dua surat kabar paling lambat tiga puluh hari sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan. Keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham 63 Ibid, hal 217 Universitas Sumatera Utara 55 dengan hak suara yang sah dan sisetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara tersebut. 3. Direksi wajib mendaftarkan dalam daftar perusahaan sesuai dengan Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan jo. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 12 Tahun 1998: a. Akta Pendirian beserta surat pengesahan Menteri Kehakiman (yaitu setelah perseroan memperoleh status badan hukum); b. Akta Perubahan Anggaran dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman atas perubahan tertentu yang sifatnya mendasar seperti dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; c. Akta Perubahan Anggaran dasar beserta laporan kepada Menteri Kehakiman atas perubahan selain yang dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam waktu dekat paling lambat tiga puluh hari terhitung sejak pendaftaran, Direksi melakukan permohonan pengumuman perseroan dalam tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Selama pendaftaran dan pengumuman tersebut belum dilakukan, maka Direksi secara tanggung renteng bertanggungjawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan. Selain itu, anggota Direksi juga bertanggungjawab secara tanggung renteng atas semua kerugian yang diderita oleh pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat batal demi hukum karena perolehan saham oleh perseroan baik secara Universitas Sumatera Utara 56 langsung maupun tidak langsung bertentangan dengan ketentuan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 4. Anggota Direksi wajib dan atau keluarganya (istri/ suami dan anak-anaknya) melaporkan kepemilikan sahamnya pada perseroan tersebut dan perseroan lain. 5. Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham atas nama, tanggal dan hari pemindahan hak tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus. 6. Direksi wajib memberitahukan secara tertulis keputusan RUPS tentang pengurangan modal perseroan kepada semua kreditor dan mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia serta dua surat kabar harian paling lambat tujuh hari terhitung sejak tanggal keputusan. 7. Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan perseroan kepada akuntan publik untuk diperiksa apabila : a. Bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat (bank, asuransi, dan Dana Reksa) b. Perseroan mengeluarkan surat pengakuan utang (obligasi); atau c. Perseroan merupakan Perseroan Terbuka. 8. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelengarakan RUPS lainnya. Panggilan RUPS adalah kewajiban Direksi. 9. Terakhir yang merupakan ketentuan baru yang mewajibkan perusahaan untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada Menteri Perindustrian dan Universitas Sumatera Utara 57 Perdagangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan.64 B. Prinsip – Prinsip Hukum Perseroan dan Pengaturannya Dalam Undang – Undang Perseroan Terbatas Beberapa prinsip dalam hukum perseroan yang menjadi dasar dari tugas dan tanggungjawab Direksi perseroan, yang masing – masing diatur dengan jelas dalam Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas antara lain : 1. Fiduciary Duty prinsip ini diatur dalam Pasal 97 ayat (1) dan 98 ayat (1) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.65 Pasal 97 ayat (1) menyatakan : “Direksi bertanggungjawab atas pengurusan dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1)” perseroan sebagaimana Pasal 98 ayat (1) menyatakan : “Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan” 2. Corporate Opportunity prinsip ini diatur dalam Pasal 97 ayat (2) dan 99 ayat(1) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.66 Pasal 97 ayat (2) menyatakan : “Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab” Pasal 99 ayat (1) menyatakan : “Anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila: 64 Ibid, hal. 217. Ningrum Natasya Sirait, Modul Hukum Perusahaan I, (Medan : Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 1 66 Ibid. hal. 2. 65 Universitas Sumatera Utara 58 a. Terjadi perkara di pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; b. Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan;” 3. Bussiness Judgment Rule prinsip ini diatur dalam Pasal 97 ayat (5) huruf a, b, c, d, Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.67 Pasal 97 ayat (5) menyatakan : “Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan : a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati – hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian;dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut;” 4. Piercing the Corporate Veil prinsip ini diatur dalam Pasal 3 ayat (2) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.68 Pasal 3 ayat (2) menyatakan : “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila: a. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi; c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang 67 Bismar Nasution, Undang – Undang Nomor 40 tahun 2007 Dalam Perspektif Hukum Bisnis : Pembelaan Direksi Melalui Prinsip Business Judgment Rule, (Medan : Bahan Kuliah Program Pascasarjana , 2009), hal. 9 68 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 70. Universitas Sumatera Utara 59 mengakibatkan kekayaan peseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan;” 5. Derivative Action prinsip ini diatur dalam Pasal 61 ayat (1) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.69 Pasal 61 ayat (1) menyatakan : “Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan pereroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau dewan Komisaris.” 6. Perlindungan Saham Minoritas prinsip ini diatur dalam Pasal 97 ayat (6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.70 Pasal 97 ayat (6) menyatakan : “Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.” 7. Ultra Vires prinsip ini diatur dalam Pasal 97 ayat (3) dan Pasal 114 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.71 Pasal 97 ayat (3) menyatakan : “setiap anggota Direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).” Pasal 114 ayat (3) menyatakan : 69 Munir Fuady, Doktrin – Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Op. Cit, hal. 45. 70 Ningrum Natasya Sirait, Op. Cit, hal. 7. 71 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 69. Universitas Sumatera Utara 60 “setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimakud pada ayat (2).” 8. Self Dealing prinsip ini diatur dalam Pasal 97 ayat (5) huruf c Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.72 Pasal 97 ayat (5) huruf c menyatakan : “(5) anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan : c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian.” 9. Corporate Ratification prinsip ini diatur dalam Pasal 13 ayat (1) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.73 Pasal 13 ayat (1) menyatakan : “Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan perseroan yang belum didirikan, mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum apabila RUPS pertama perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya.” C. Wewenang Direksi Yang Ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas a. Tugas dan Wewenang Direksi Perseroan Terbatas Berbeda dengan RUPS yang sebagaimana kita lihat di atas adalah pembela kepentingan para pemegang saham, Direksi adalah organ yang mewakili kepentingan perseroan selaku subyek hukum mandiri. Sesungguhnya perseroan adalah sebab keberadaan Direksi, karena apabila tidak ada perseroan, juga tidak ada Direksi. Itu 72 73 Munir Fuady, Op. Cit, hal. 55. Ningrum Natasya Sirait, Op. Cit, hal. 9. Universitas Sumatera Utara 61 pula sebabnya bahwa Direksi sudah sepatutnya mengabdi kepada kepentingan perseroan (yaitu semua pemegang saham), bukan kepentingan satu atau beberapa pemegang saham. Direksi bukan wakil pemegang saham. Direksi adalah wakil perseroan selaku “persona standi in judicio” atau subyek hukum mandiri.74 Berdasarkan pasal 92 ayat (1) Undang – Undang Perseroan Terbatas, pengurusan perseroan dipercayakan kepada Direksi. Pengurusan bukan berarti bahwa Direksi hanya menjadi pelaksana kebijaksanaan dan rencana yang dibuat RUPS atau Dewan Komisaris. Lebih tepat bila istilah pengurusan diartikan sebagai Direksi ditugaskan dan oleh karena itu berwenang: a. mengatur dan menyelenggarakan kegiatan – kegiatan usaha perseroan; b. mengelola kekayaan perseroan; dan c. mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan. Sesungguhnya apa yang dikatakan pada huruf a dan b di atas tidak dapat dipisahkan dalam hal perseroan, karena pengelolaan kekayaan perseroan harus menunjang terlaksananya kegiatan usaha perseroan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa Direksi mempunyai 2 (dua) tugas yaitu pengutusan dan perwakilan perseroan. Sehubungan dengan kedua tugas dimaksud perlu diperhatikan bahwa pengurusan perseroan pada hakikatnya adalah tugas dari semua anggota Direksi tanpa kecuali, yang dapat dilakukan secara sah dan ini tidak jarang diatur dalam anggaran dasar perseroan adalah membatasi hak untuk mewakili perseroan terhadap pihak ketiga. Bahwa tugas dan wewenang untuk melakukan pengurusan perseroan adalah 74 I.G. Rai Widjaya, Op. Cit, hal. 216. Universitas Sumatera Utara 62 tugas dan wewenang setiap anggota Direksi ditegaskan dalam tanggungjawab pribadi secara tanggung renteng yang diatur dalam pasal 97 ayat (4) Undang – Undang Perseroan Terbatas dengan kemungkinan diskulpasi (bebas dari hukuman) sebagaimana diatur dalam Pasal 97 ayat (5) Undang – Undang Perseroan Terbatas. Selanjutnya konsep tanggungjawab terbatas pemegang saham sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang – Undang Perseroan Terbatas menuntut dari pemegang saham bahwa mereka, baik langsung maupun tidak langsung tidak ikut melakukan pengurusan perseroan. Pelanggaran sikap ini dapat berakibat bahwa pemegang saham yang bersangkutan kehilangan tanggungjawab terbatasnya. Kejadian dimaksud dikenal dengan sebutan “piercing the corporate veil”.75 Sesuai dengan apa yang telah disebutkan di atas hendaknya tidak diartikan bahwa anggaran dasar tidak dapat memuat pembatasan – pembatasan tertentu yang mengikat Direksi. Sudah lazim anggaran dasar mengatur bahwa perbuatan – perbuatan hukum tertentu dari perseroan hanya boleh dilakukan oleh Direksi setelah mendapat persetujuan RUPS atau Dewan Komisaris, akan tetapi hendaknya diperhatikan bahwa pembatasan – pembatasan dimaksud tidak boleh sedemikian rupa sehingga meniadakan kemandirian Direksi untuk menjalankan pengurusan dan mewakili perseroan secara wajar demi kepentingan perseroan itu sendiri. Singkatnya kewenangan Direksi dibatasi oleh: 1. peraturan perundang – undangan; 2. maksud dan tujuan perseroan; 75 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 71. Universitas Sumatera Utara 63 3. pembatasan – pembatasan dalam anggaran dasar. Sehubungan dengan hal-hal pembatasan – pembatasan yang mengikat Direksi tersebut di atas dengan tegas dan jelas mengatur bahwa pembatasan dimaksud pada dasarnya tidak mempunyai akibat keluar yaitu bahwa perbuatan hukum yang dilakukan Direksi tanpa persetujuan RUPS atau Dewan Komisaris tetap mengikat perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. Ini berarti bahwa pihak lain dimaksud dilindungi oleh "praduga itikad baik" (presumption of good faith) yang merupakan suatu asas dalam hukum perdata Indonesia. Direksi sebagai salah satu organ perseroan yang mengurus perseroan seharihari dapat mencapai prestasi terbesar untuk kepentingan perseroan maka ia harus diberi kewenangan-kewenangan tertentu untuk mencapai hasil yang optimal dalam mengurus perseroan, dari kewenangan yang diberikan ia perlu diberi tanggungjawab untuk mengurus perseroan, hal ini berarti dalam membicarakan kewenangan Direksi diperlukan pemahaman tentang tanggungjawabnya.76 Direksi kedudukannya dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus bertolak dari landasan bahwa tugas dan kedudukan yang diperoleh Direksi berdasarkan 2 (dua) prinsip dasar yaitu kepercayaan yang diberikan perseroan kepadanya (fiduciary duty) dan prinsip yang merujuk pada kemampuan serta kehati – 76 Nindyo Pramono, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 5 Nomor 3 Tahun 1997, hal. 15. Universitas Sumatera Utara 64 hatian dalam bertindak (duty of skill and care).77 Kedua prinsip ini menuntut Direksi untuk bertindak secara hati – hati dan disertai itikad baik semata – mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Pelanggaran terhadap kedua prinsip ini membawa konsekuensi yang berat bagi Direksi karena Direksi dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara pribadi. Perbuatan hukum sangat bergantung pada dipenuhi atau tidaknya kewenangan yang dimiliki oleh pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut. Kewenangan yang dimiliki oleh pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut, kewenangan ini digolongkan ke dalam kewenangan yang berdasarkan pada : 1. kapasitas diri sendiri sebagai individu pribadi. 2. Kapasitas sebagai pemegang kuasa yang bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa. 3. Kapasitas untuk bertindak dalam jabatan yang dalam hal ini bertindak selaku yang berwenang berdasarkan jabatannya tersebut.78 Konsep kewenangan bertindak tersebut menjadi sangat penting terutama apabila dihubungkan dengan konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya syarat subjektif sahnya suatu perjanjian. Hukum perjanjian pada lazimnya peraturan perundang-undangan yang berlaku mengancam setiap perbuatan hukum yang tidak memenuhi syarat subjektif ini dengan ancaman kebatalan (dapat dibatalkan) setiap saat selama masa daluarsa masih belum terlewati dan atau dalam perjanjian ini tidak 77 Chatamarrasjid Ais, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil) Kapita Selekta Hukum Perusahaan Indonesia,(Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 71. 78 Ibid, hal. 118. Universitas Sumatera Utara 65 diratifikasi lebih lanjut. Dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, hak untuk membatalkan perjanjian yang demikian diberikan kepada mereka yang syarat subjektifnya tidak terpenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 1331 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHP)79. Menurut Sutjipto sebagaimana yang dikutip oleh Rachmadi Usman yang menyatakan bahwa : “Pimpinan perseroan berikut usaha-usahanya berada di tangan Direksi. Kewenangan pengurusan meliputi semua perbuatan hukum yang tercakup dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan sebagaimana dimuat dalam anggaran dasarnya. Dengan demikian, direksi adalah organ melalui mana perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas hukum sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Ini pula yang menjadi sumber kewenangan Direksi untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan-perbuatan hukum dengan pihak ketiga atau dengan kata lain, mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan. Kepengurusan oleh Direksi ini tidak terbatas pada memimpin dan menjalankan kegiatan rutin sehari – hari. Direksi berwenang dan wajib mengambil inisiatif dan membuat rencana masa depan perseroan dalam rangka mewujudkan maksud dan tujuan perseroan. Sebagaimana diketahui maksud dan tujuan perseroan merupakan batas ruang lingkup kecakapan bertindak perseroan. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan bahwa kewenangan Direksi untuk melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan tidak terbatas pada perbuatan hukum yang secara tegas disebut dalam maksud dan tujuan perseroan, melainkan juga perbuatan – perbuatan lainnya, yakni perbuatan – perbuatan yang menurut kebiasaan, kewajaran, dan kepatutan dapat disimpulkan dari maksud dan tujuan perseroan serta berhubungan dengannya sekalipun perbuatan – perbuatan tersebut tidak secara tegas disebutkan di dalam rumusan maksud dan tujuan perseroan”.80 Dilihat dari tata cara dan prosedur bagaimana Direksi mendelegasikan kewenangan dalam mengurus perseroan, maka terdapat 3 (tiga) pendelegasian kewenangan, yaitu : 79 Ibid, hal. 118-119 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan terbatas, (Bandung : Alumni, 2004), hal. 166. 80 Universitas Sumatera Utara 66 1. Pendelegasian kewenangan Direksi kepada anggota Direksi lainnya; 2. Pendelegasian kepada pegawai perseroan; dan 3. Pendelegasian kepada pihak luar pegawai perseroan. Secara praktek, bahwa pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi perseroan tidak ditetapkan dalam keputusan rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) secara tersendiri, tetapi yang lazim Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menetapkan anggaran dasar dan dalam anggaran dasar tersebut antara lain diatur mengenai pembagian tugas dan wewenang Direksi perseroan. Dengan demikian secara umum pembagian tugas dan wewenang tersebut diusulkan oleh Direksi berdasarkan rapat Direksi dan tentunya memperhatikan struktur organisasi perseroan. Oleh karena itu, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi tersebut lazimnya disesuaikan dengan struktur organisasi perseroan.81 Wewenang Direksi yang lazim terdapat di dalam anggaran dasar perseroan, antara lain sebagai berikut : 1. Apabila pengeluaran saham-saham telah jatuh tempo dan masih diperlukan perpanjangan waktu, maka Direksi diberi wewenang untuk memohonkan perpanjangan waktu kepada pemerintah, dalam hal ini Menteri Kehakiman; 2. Apabila dalam waktu satu bulan setelah Direksi memberitahukan pengeluaran saham – saham tersebut tidak ada yang membelinya, maka Direksi dengan persetujuan komisaris mempunyai wewenang untuk menjual saham – saham itu kepada siapa saja; 81 Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2005), hal. 62. Universitas Sumatera Utara 67 3. Direksi bersama-sama dengan dewan komisaris berwenang untuk menandatangani surat-surat saham; 4. Bila ada surat saham atau talon yang rusak hingga tidak dapat dipakai lagi maka Direksi berwenang untuk mengeluarkan duplikatnya atas permintaan yang berkepentingan setelah aslinya dimusnahkan oleh Direksi di hadapan yang berkepentingan tersebut; 5. Demikian pula apabila surat saham atau talon yang asli tadi hilang, maka dengan bukti yang cukup serta jaminan – jaminan yang dianggap perlu, Direksi mempunyai wewenang untuk memberikan duplikatnya; 6. Direksi mempunyai wewenang untuk menahan keuntungan – keuntungan atas saham dan melarang mengeluarkan suara atas saham tersebut, jika ternyata dalam suatu pemindahan hak, tidak terpenuhi kewajiban – kewajibannya; 7. Direksi atas tanggungjawabnya sendiri diberi kewenangan untuk mengangkat seorang kuasa atau lebih dengan syarat – syarat dan kekuasaan yang ditentukan secara tertulis; 8. Direksi mempunyai wewenang mewakili perseroan di muka dan di luar pengadilan serta berhak untuk melakukan perbuatan pengurusan dan pemilikan atau penguasaan (beheer en beschkking) dengan batasan – batasan tertentu; 9. Mempunyai wewenang memimpin dan mengetuai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS); Universitas Sumatera Utara 68 10. Mempunyai wewenang untuk mengadakan rapat umum luar biasa pemegang saham setiap waktu bila dipandang perlu; 11. Mempunyai wewenang untuk menandatangani notulen rapat, jika notulen tidak dibuat dengan proses verbal notaris.82 Besarnya kewenangan yang diberikan kepada Direksi tidak berarti kewenangan Direksi tanpa batas. Kewenangan Direksi dibatasi oleh kewenangan bertindak secara intern, baik yang bersumber pada doktrin hukum maupun yang bersumber pada peraturan yang berlaku, termasuk anggaran dasar perseroan. Batasan tersebut diatas antara lain adalah adanya doktrin Ultra Vires, yang menyatakan bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan di luar kewenangan dari Direksi tersebut. Apabila Direksi telah melanggar ketentuan kewenangannya sebagaimana yang telah dinyatakan dalam anggaran dasar perseroan, maka Direksi telah melakukan pelanggaran terhadap prinsip Ultra Vires dan dengan demikian Direksi harus mempertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukannya sampai dengan mengikutsertakan harta pribadi Direksi tersebut. Pihak ketiga yang berhubungan usaha dengan perseroan tersebut tetap sah dan dilindungi tanpa memperhatikan ultra vires. Misalnya, terdapat suatu ketentuan yang disebutkan dalam anggaran dasar bahwa dalam melakukan suatu perbuatan hukum, seperti perjanjian kerjasama tertentu dengan pihak lain harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), 82 Agus Budiarto, Seri Hukum Perusahaan (Kedudukan hukum dan Tanggungjawab Pendiri Perseroan Terbatas), (Mataram : Ghalia Indonesia, 2009), hal. 68. Universitas Sumatera Utara 69 namun dalam kenyataan yang terjadi (prakteknya), Direksi tersebut telah melakukan perjanjian kerjasama tersebut tanpa meminta persetujuan tertulis atau memperoleh izin dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), maka akibat hukum yang ditimbulkan dari perbuatan yang dilakukan oleh Direksi tersebut secara intern telah melakukan pelanggaran asas ultra vires tersebut, namun perjanjian kerjasama dengan pihak lain tersebut tetap sah dan berlaku. Pembatasan – pembatasan kewenangan Direksi perseroan yang ditinjau dari Undang – Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas antara lain terdapat pada: 1. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu: “Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang – undangan, ketertiban umum, dan/ atau kesusilaan”; 2. Pasal 92 ayat (1) Undang – Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu : dalam menjalankan pengurusan perseroan, Direksi untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Ketentuan ini menugaskan Direksi untuk mengurus perseroan yang antara lain meliputi pengurusan sehari – hari dan perseroan; 3. Pasal 97 ayat (1) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu : Direksi bertanggungjawab atas pengurusan perseroan, artinya harus ada itikad baik dan bertanggungjawab dalam pengurusan perseroan; 4. Pasal 102 Undang – Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu : adanya perbuatan – perbuatan hukum tertentu yang harus mendapatkan Universitas Sumatera Utara 70 persetujuan terlebih dahulu dari Komisaris dan atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diatur dalam anggaran dasar; 5. Direksi tidak berwenang mewakili perseroan dalam hal terjadinya konflik kepentingan (conflict interest). Perbuatan hukum perseroan terbatas yang tidak sesuai dengan cakupan kewenangan yang telah diuraikan (perbuatan ultra vires), maka tanggungjawab pemegang saham, Direksi, dan komisaris menjadi tidak terbatas karena telah melampaui batas kewenangannya. Bagi pemegang saham, menjadi tidak terbatas dalam hal yang dinyatakan pada Pasal 3 ayat (2) Undang – Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan : “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila : a. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi; c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau d. Permegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan” Pasal ini mengandung suatu pernyataan bahwa dalam hal tertentu tidak tertutup kemungkinan terhapusnya tanggungjawab terbatas tersebut apabila terbukti terjadi hal-hal yang diuraikan dalam ketentuan pasal di atas. Tanggungjawab pemegang saham sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya kemungkinan hapus apabila terbukti, antara lain terjadi pencampuran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan perseroan sehingga perseroan didirikan semata- Universitas Sumatera Utara 71 mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya. Namun demikian, atas perbuatan – perbuatan Direksi tanpa persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau komisaris tetap sah dan mengikat pihak ketiga, namun tanpa mengurangi tanggungjawab Direksi atas potensi kerugian. Untuk melaksanakan pembuktian terhadap perbuatan ultra vires sangatlah tidak mudah. Dalam hal terjadi suatu perbuatan hukum Direksi yang demikian dan pemberi persetujuan (dalam hal ini Komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham) setuju atas tindakan Direksi tersebut, maka dapat dilakukan dengan cara ratifikasi atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh Direksi. Wewenang Direksi untuk mewakili perseroan di luar pengadilan, anggaran dasar memberikan pembatasan – pembatasan, antara lain sebagai berikut : 1. Direksi harus mendapat persetujuan tertulis dari dewan komisaris apabila ia akan melakukan tindakan-tindakan: a. Meminjam uang atas nama perseroan atau meminjamkan uang kepada pihak lain dalam jumlah tertentu; b. Mengikat perseroan sebagai penjamin utang; c. Membeli, menjual atau dengan cara lain memperoleh atau mengalihkan barang-barang tetap milik perseroan atau membebani barang – barang milik perseroan tersebut dengan utang; d. Menggadaikan barang-barang bergerak milik perseroan yang bernilai tinggi. 2. Dalam hal mengangkat dan memberhentikan seseorang, kuasa untuk Universitas Sumatera Utara 72 mewakili perseroan harus dilakukan oleh dua orang anggota Direksi atau apabila Direksi itu terdiri hanya seorang direksi, maka harus dilakukan bersama-sama dengan komisaris; 3. Direksi harus bekerja sesuai dengan rencana kerja yang teah disetujui oleh Dewan Komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS); 4. Tiap anggota Direksi wajib meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada anggota Direksi lainnya apabila akan melakukan tindakan yang menurut kebiasaan dalam dunia usaha dianggap sebagai hal yang penting bagi perseroan; 5. Pembagian pekerjaan Direksi dalam lingkungan perseroan antara para anggota Direksi diatur dan ditentukan sendiri oleh para anggota Direksi itu. D. Pelaksanaan Duty of Care dan Duty of Loyalty 1. Duty of Skill, Care and Diligence Duty of skill, care and diligence (tugas atau prinsip yang berdasarkan kecakapan, kehati-hatian dan ketekunan) atau sering disebut duty of care memiliki beberapa katagori yang dipakai oleh Direksi dan telah memenuhi unsur dari prinsip duty of skill, care and diligence. antara lain : 1. Tindakan Direksi dilakukan dengan itikad baik 2. Dalam kondisi yang sama, setiap orang dengan keahlian tertentu yang sama juga akan melakukan tindakan tersebut dalam posisi sebagai Direksi ataukah untuk kepentingan bisnis pribadinya. Universitas Sumatera Utara 73 3. Tindakan diambil dengan keyakinan bahwa hal itu semata – mata untuk kepentingan terbaik perseroan.83 Penerapan duty of skill, care and diligence ini dalam prakteknya adalah berbeda.84 Perbedaan ini terjadi sesuai dengan sifat dan jenis usaha ataupun cara pengurusan dari orang-orang yang terlibat dalam perseroan tersebut. Semakin usaha itu kompleks dan melibatkan banyak orang dan pengumpulan modalnya juga melibatkan pihak-pihak diluar perusahaan maka resiko Direksi tersebut akan semakin besar dan tentunya tugas dan tanggungjawabnya pun akan semakin besar. Dalam hal ini Direksi dituntut untuk menjalankan tugasnya harus lebih hati – hati dan penuh perhatian agar tidak membuat kesalahan yang dapat dimintai pertanggungjawaban kepadanya. Kelalaian atau kesalahan Direksi dalam melakukan tugasnya adalah bentuk nyata dari pelanggaran terhadap prinsip duty of skill and care.85 Dalam hal ini adanya sanksi yang diterapkan terhadap Direksi antara lain berupa administratif, perdata maupun pidana tergantung dari bentuk kesalahan dan kelalaian Direksi tersebut. Ketidaksengajaan dari Direksi selalu dipakai sebagai satu alasan bagi Direksi untuk membela diri, namun hal ini tidak selalu berhasil dalam melakukan pembelaan.86 Hal ini dikarenakan Direksi akan selalu diuji dengan mempertimbangkan kemampuannya untuk sepatutnya mengetahui bahwa ia telah 83 Ibid, hal. 201 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 51 85 Frans Satrio Wicaksono, Op Cit, hal. 119 86 Handri raharjo, Op. Cit, hal. 210. 84 Universitas Sumatera Utara 74 lalai atau membuat kesalahan dalam mengambil atau tidak mengambil suatu tindakan bagi kebaikan perseroan. Tentunya pendidikan dan pengalaman Direksi tersebut yang menjadi ukuran apakah Direksi itu mampu atau tidak. Apabila Direksi dalam bertindak berdasarkan informasi atau pendapat dari pihak lain dalam pengambilan keputusan, maka Direksi tersebut dituntut bertanggungjawab secara pribadi bila ternyata tindakan tersebut menimbulkan kerugian pada perseroan. Direksi dapat bersandar pada asumsi bahwa pemberi informasi/pendapat/laporan telah bersikap jujur terhadapnya sepanjang tidak ada informasi lain yang menunjukan fakta sebaliknya. 2. Duty of good faith and loyalty Penerapan duty of good faith and loyalty yang merujuk pada sikap Direksi untuk bertindak berdasarkan itikad baik dan semata – mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan ini pada dasarnya akan tampak jelas dalam kasus yang melibatkan adanya pertentangan kepentingan antara Direksi secara pribadi dengan perseroan. 87 Kewenangan pengurusan perseroan yang telah diberikan oleh undang – undang kepada Direksi agar Direksi dapat melakukan tindakan hukum yang diperlukan atau kewenangan pengurusan dipercayakan kepada Direksi agar Direksi dengan itikad baik senantiasa bertindak semata-mata demi kepentingan dan tujuan perseroan, namun demikian adakalanya dalam pengurusan perseroan dijumpai adanya pelanggaran atau kelalaian serta hal-hal yang membuat Direksi harus bertanggungjawab atas pelaksanaan duty of loyalty dan duty of care, antara lain : 87 Tri Budiyono, Op. Cit, hal. 220. Universitas Sumatera Utara 75 a. Direksi tidak boleh menggunakan kekayaan atau uang perseroan untuk membuat keuntungan bagi dirinya. Apabila terjadi demikian dia tidak hanya melanggar tugasnya (breach of his duty), tetapi keuntungan yang diperoleh akan menjadi milik perseroan. Direksi menyalahgunakan kekayaan perseroan untuk keuntungan diri sendiri bisa dituntut secara pidana karena harta perseroan hanya boleh digunakan untuk tujuan yang telah ditentukan. b. Direksi tidak boleh menggunakan informasi yang diperoleh atas dasar jabatan untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya. Maksudnya adalah menggunakan informasi tersebut guna memperoleh keuntungan bagi dirinya atau untuk orang lain yang mengakibatkan kerugian pada perseroan. Direksi mengetahui bahwa perusahaannya menghadapi resiko likuidasi dan menggunakan informasi tersebut untuk melindungi dirinya dan perusahaan lainnya yang juga dia sebagai Direksinya (interlocking directorate) sehingga terhindar dari konsekuensi dari likuidasi tersebut. c. Direksi tidak boleh menggunakan jabatannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Apabila Direksi menggunakan jabatannya untuk memperoleh keuntungan pribadi, maka dia harus bertanggungjawab kepada perusahaan, jadi apabila Direksi menerima suap karena jabatannya, dia secara jelas telah melanggar fiduciary duty beserta unsur – unsurnya yaitu duty of loyalty dan duty of care. d. Direksi tidak boleh menahan keuntungan yang dibuat dengan alasan dan di dalam “fiduciary of relationship” nya dengan perusahaan. Terhadap Direksi Universitas Sumatera Utara 76 yang melakukan atau “making a secret provit” perusahaan sangat keras, keuntungan atau manfaat tersebut harus dilaporkan kepada perusahaan dan disetujui, bila tidak maka Direksi harus bertanggungjawab.88 E. Batasan Kriteria Direksi Perseroan Terbatas Dalam Melaksanakan Duty of Loyalty dan Duty of Care Berdasarkan Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007. 1. Prinsip Business Judgement Rule Prinsip ini mengandung suatu hak yang berupa perlindungan bagi Direksi dalam menjalankan perseroan yaitu tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi atas tindakan yang telah dilakukan bila dapat membuktikan suatu tindakan yang dilakukan dengan jujur, itikad baik, dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.89 Adapun ketentuan yang mengandung prinsip Business Judgement Rule dalam Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, adalah : a. Pasal 97 ayat (5) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyebutkan : Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan : a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehatian – hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun atau tidak langsung atas tindakan kepengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. 88 I. G Ray Widjaya, Op. Cit, hal. 224 Bismar Nasution, Diktat Hukum Pasar Modal, Good Corporate Governance Perlindungan Lingkungan Hidup dan Insider Trading, (Medan : Universitas Sumatera Utara, 2002), hal. 4 89 Universitas Sumatera Utara 77 b. Pasal 104 ayat (5) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyebutkan : Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan: a. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalainnya; b. Telah melakukan kepengurusan dengan itikad baik, kehati – hatian dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan; c. Pasal 114 ayat (5) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyebutkan : Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan : a. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati – hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; b. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan c. Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. d. Pasal 115 ayat (3) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyebutkan : Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dapat membuktikan : a. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati – hatian untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; c. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan Universitas Sumatera Utara 78 d. Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.90 Prinsip Business Judgement Rule ini diterapkan dengan berbagai batasan – batasan, dan biasanya diterapkan dalam kasus – kasus tertentu. Misalnya, dalam hal pembagian atau kebijaksanaan tentang deviden. Prinsip yang berasal dari negara common law ini memberikan safe harbor bagi para Direksi yang mengambil calculated business decision untuk tidak di hukum apabila nantinya keputusan bisnisnya merugikan perusahaan.91 Hal ini penting untuk menetapkan apakah seorang Direksi dapat dimintai pertanggungjawabannya atau tidak. Karena perusahaan adalah (risk taker) yang bertujuan untuk mencari keuntungan dimana Direksi sebagai organ perusahaan dalam mengambil keputusan bisnis seringkali bersifat spekulatif yang bertendensi untuk mengalami kerugian. Disinilah sangat pentingnya standar mengenai pertanggungjawaban untuk dapat melihat keputusan bisnis manakah yang diambil sesuai dengan prosedur demi kepentingan perusahaan ataukah keputusan bisnis yang diambil untuk kepentingan si Direksi itu sendiri. Sehingga dalam prakteknya Undang – Undang Perseroan Terbatas Lama mempunyai berbagai hambatan untuk melindungi keputusan bisnis dari Direksi. Hal tersebut yang merupakan salah satu unsur penting dalam amandemen Undang-Undang Perseroan Terbatas Lama. Tanpa adanya standar yang jelas 90 Ibid, hal. 10. Bismar Nasution, Undang – Undang Nomor 40 tahun 2007 Dalam Perspektif Hukum Bisnis : Pembelaan Direksi Melalui Prinsip Business Judgment Rule, Op. Cit, hal. 9 91 Universitas Sumatera Utara 79 mengenai pertanggungjawaban Direksi maka dikhawatirkan Direksi tidak akan berani mengambil keputusan bisnis. Hal ini bertentangan dengan posisi perusahaan sebagai risk taker sehingga secara tidak langsung akan menghentikan continous improvement dari perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu, masuknya prinsip business judgment rule dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas adalah hal yang sangat positif untuk mendukung perkembangan iklim usaha di Indonesia.92 Dalam ketentuan Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas, seorang Direksi bebas dari tanggungjawab atas kerugian perusahaan apabila dapat membuktikan : 1. Kerugian yang timbul bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; 2. Direksi melakukan kepengurusan dengan beritikad baik dan hati – hati; 3. Kepengurusan dilakukan untuk kepentingan dan tujuan perusahaan; 4. Direksi tidak mempunyai conflict of interest; dan 5. Telah mengambil langkah – langkah untuk mencegah kerugian.93 Secara umum, ketentuan diatas merupakan prinsip business judgement rule yang biasa ditemukan di negara common law. Namun demikian ada sedikit perbedaan versi dengan ketentuan business judgment rule yang biasa di temui di negara – negara common law. Pertama, pada umumnya prinsip business judgment rule hanya berlaku pada keputusan bisnis saja. Dalam Undang – Undang Perseroan Terbatas, prinsip ini berlaku pada “pengurusan perseroan” yang merupakan aspek yang lebih luas di 92 Ibid, hal. 10. Bismar Nasution, Pengelolaan Stakeholder perusahaan, (Medan : Universitas Sumatera Utara Press, 2009), hal. 4. 93 Universitas Sumatera Utara 80 bandingkan dengan keputusan bisnis. Hal ini berarti Direksi dapat dibebaskan dari tanggungjawabnya bukan hanya dalam hal keputusan bisnis yang dia ambil, tetapi juga dalam aspek manajemen perusahaan jika Direksi tersebut dapat membuktikan kelima unsur diatas. Kedua, tidak ada kejelasan definisi mengenai “kesalahan” dan “kelalaian”. Akan sangat sulit untuk membuktikan bahwa tidak ada unsur kesalahan dan kelalaian dalam keputusan bisnis atau kepengurusan tanpa parameter yang jelas tentang apa yang dapat dikategorikan sebagai kesalahan atau kelalaian. Dalam struktur perusahaan yang semakin rumit tidak jarang Direksi mendelegasikan kewenangannya kepada bawahannya yang mungkin menyalahgunakan kewenangan tersebut. Hal yang sama juga terjadi dalam hal keputusan bisnis. Dalam iklim usaha yang semakin kompetitif, tidak jarang Direksi harus mengambil keputusan yang bersifat spekulatif untuk dapat bersaing dengan kompetitornya. Hal ini sedikit berbeda dengan negara common law yang pada umumnya tidak mencantumkan unsur ini dalam bunyi pasalnya. Standar yang dilakukan adalah standar kewajaran (reasonable) dimana pengadilan akan melihat keputusan yang diambil oleh Direksi dengan melihat apa yang akan dilakukan oleh orang lain yang mempunyai posisi dan dalam kondisi yang sama, maka keputusan bisnis tersebut dapat dikatakan merupakan keputusan bisnis yang wajar. Hal ini dilakukan untuk mendorong para Direksi untuk berani mengambil keputusan – keputusan yang bersifat inovatif. Tanpa adanya keberanian ini dikhawatirkan perkembangan ekonomi Universitas Sumatera Utara 81 dapat terhambat apalagi di masa globalisasi dimana para Direksi dihadapkan dengan pesaing dari berbagai negara. Ketiga, permasalahan ukuran “itikad baik” dan “kehati – hatian” masih juga terdapat di Undang-Undang Perseroan Terbatas. Seperti juga ketidakjelasan dalam definisi kesalahan dan kelalaian, tidak adanya unsur yang kelas dari ketentuan itikad baik dan kehati – hatian dapat mengakibatkan ketidakpastian bagi para Direksi. Oleh karena itu, para Direksi haruslah tetap berhati-hati dalam kepengurusan dan pengambilan keputusan bisnisnya agar dapat mendapat perlindungan dari UndangUndang Perseroan Terbatas. Keempat, Pasal 155 Undang-Undang Perseroan Terbatas juga mengatur bahwa ketentuan tanggungjawab Direksi tidak mengurangi kesalahan dan kelalaian yang diatur oleh Undang-Undang Hukum Pidana. Artinya walaupun menurut ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas ini seorang Direksi dapat dibebaskan dari tanggungjawabnya, tidak menutup kemungkinan Direksi tersebut masih dapat dituntut dengan ketentuan lain dalam perundang-undangan lainnya. Hal ini tentunya dapat mengaburkan dari penerapan prinsip business judgment rule itu sendiri. Di satu sisi ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan safe harbour kepada para Direksi. Namun di sisi lain Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak secara otomatis melindungi Direksi dari tanggungjawabnya terhadap eksposure Undang-Undang pidana lainnya. Mengingat masih barunya ketentuan prinsip business judgment rule dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan beberapa permasalahan ketentuan Undang- Universitas Sumatera Utara 82 Undang Perseroan Terbatas seperti dijelaskan di atas, para Direksi dapat melihat praktek-praktek yang biasa dilakukan oleh para pebisnis di negara common law. Hal ini disebabkan karena prinsip business judgment rule berasal dari sistem hukum common law. Selain itu, prinsip ini telah diuji beberapa kali dalam pengadilan disana, sehingga unsur-unsur atau pedoman pelaksanaan prinsip business judgment rule telah terbentuk.94 Oleh karena itu ada beberapa hal dan proses yang harus diperhatikan oleh para Direksi untuk mendapat perlindungan dari Undang – Undang Perseroan Terbatas.95 Adapun beberapa hal yang harus dilakukan oleh para Direksi adalah : Pertama, seorang direksi telah melakukan kepengurusan atau mengambil sebuah keputusan bisnis dengan secara rasional. Ukuran dari rasionalitas disini dapat merujuk pada tindakan apa yang akan dilakukan oleh para Direksi lainnya jika dihadapkan pada kondisi dan situasi yang sama. Selain itu untuk menghindari unsur kesalahan atau kelalaian dan menjamin terpenuhinya unsur kehati – hatian dalam keputusannya, seorang Direksi harus : 1. Mendapat informasi yang cukup mengenai kebijakan kepengurusan atau keputusan yang akan diambil. 2. Agenda dan dokumen pendukung mengenai aspek – aspek kepengurusan dan keputusan bisnisnya harus tersedia dalam proses pengambilan keputusan. 94 Ibid, hal. 13. Bismar Nasution, Undang – Undang Nomor 40 tahun 2007 Dalam Perspektif Hukum Bisnis : Pembelaan Direksi Melalui Prinsip Business Judgment Rule, Op. Cit, hal. 13 95 Universitas Sumatera Utara 83 3. Mengungkapkan pertanyaan atau pernyataan dengan pikiran yang tidak memihak dalam proses pengambilan keputusan. 4. Membuat catatan dan dokumen tentang partisipasi mereka dalam proses pengambilan keputusan. 5. Membentuk sebuah komite untuk menjamin hal – hal penting yang berkaitan dengan keputusan yang akan diambil telah diperiksa para ahli di bidang tersebut dalam hal yang tidak dapat ditangani atau dipahami oleh manajemen. Kedua, para Direksi harus menjamin tidak adanya benturan kepentingan atau conflict of interest untuk menjamin keputusan yang diambil dan pengurusan perusahaan semata-mata untuk kepentingan perusahaan tersebut. Disini para Direksi harus dapat menunjukkan bahwa mereka tidak punya kepentingan pribadi dalam keputusan bisnis atau kepengurusan yang dilakukan dan secara optimal memupuk keuntungan bagi perusahaan dan tidak mengambil keuntungan pribadi bagi perusahaan dengan pihak lain. Oleh karena itu setidak-tidaknya ada tiga hal jenis transaksi yang harus dihindari oleh para Direksi dalam mengambil keputusan bisnis. 1. Seorang Direksi melakukan transaksi dengan perusahaannya sendiri; 2. Dua perusahaan yang mempunyai satu orang Direksi yang sama melakukan perjanjian; 3. Sebuah induk perusahaan melakukan transaksi dengan cabang perusahaannya sendiri. Universitas Sumatera Utara 84 Selain itu Direksi tidak boleh membuat apa yang disebut dengan secret profitand benefits from office dan harus menggunakan kewenangannya untuk tujuan yang seharusnya (proper purpose). Seorang Direksi dalam melaksanakan fungsinya harus pula memperhatikan kepentingan pegawai, kepentingan pemegang saham dan kepentingan para kreditor. Ketiga, Undang-Undang Perseroan Terbatas mensyaratkan bahwa Direksi harus mengambil langkah untuk mencegah kerugian agar lepas dari tanggungjawab atas kerugian tersebut. Hal ini tidak ditemui secara eksplisit di negara common law. Namun demikian dapat dikatakan bahwa ketentuan ini secara implisit menuntut Direksi agar mengetahui aspek operasional dari perusahaan sehingga Direksi tersebut well-informed terhadap segala perkembangan yang terjadi di dalam perusahaannya. Sehingga apabila terjadi kerugian Direksi dapat mengetahuinya dan mengambil langkah-langkah untuk meminimalisirnya. Disinilah perlunya penerapan prinsip keterbukaan yang kuat dalam sebuah perusahaan.96 Oleh karena itu, perlu adanya sebuah pengawasan internal (internal control) dan prosedur keterbukaan yang dibentuk, dipelihara dan dievaluasi untuk menjamin bahwa semua informasi yang dibutuhkan untuk dimasukkan dalam laporan cukup dan akurat dan diserahkan pada waktu yang tepat. Pengawasan dan prosedur keterbukaan perusahaan harus dibentuk dengan hati-hati. Senior Manajemen harus ikut dalam pengawasan bentuk dan operasi dari prosedur tersebut. Prosedur tersebut harus dibuat secara tertulis dan mempunyai 96 Ibid, hal. 15. Universitas Sumatera Utara 85 petunjuk penggunaan, dan harus disesuaikan dengan struktur manajemen perusahaan, industri dan proses bisnis. Petugas atau komite pusat harus mengawasi prosedur tersebut dan senior manajemen harus secara formal meninjau dan mengevaluasi keefektivan prosedur tersebut. Adapun dokumen untuk prosedur harus mencakup halhal berikut ini: 1. Laporan yang dibuat sesuai dengan prosedur. 2. Orang yang bertanggungjawab pada tiap bagian dalam laporan. 3. Unit bisnis atau departemen yang terlibat. 4. Bagaimana unit dan departemen tersebut mengumpulkan informasi yang akan dibuka. 5. Bagaimana informasi yang terkumpul dikomunikasikan dengan pihak yang bertanggungjawab untuk menyiapkan laporan. 6. Ambang materialitas (Materiality Threshold) 7. Bagaimana hubungan proses dengan sistem laporan keuangan. 8. Bagaimana draft laporan ditinjau dan direvisi, termasuk tinjauan oleh para penasehat luar, seperti auditor, para ahli lainnya, konsultan luar, dan oleh Direksi atau komite audit.97 9. Checklist dan timeline atau tahapan – tahapan tersebut. 97 Ibid, hal. 16. Universitas Sumatera Utara