FILTER AKTIF SERI SEBAGAI KOMPENSASI HARMONISA

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Harmonisa
Sistem tenaga listrik AC yang handal, memiliki sumber daya yang
menghasilkan dan menyalurkan daya listrik hingga sampai ke pengguna dengan
kondisi yang ideal, yaitu:
a. Memiliki tegangan dan arus dengan bentuk gelombang sinus yang sempurna.
b. Besar tegangan yang konstan.
c. Besar frekuensi yang konstan pada nilai standard yang telah disepakati, yaitu
pada frekuensi 50 Hz. Frekuensi tersebut dikenal sebagai frekuensi
fundamental (frekuensi dasar).
Gambar 2.1. memperlihatkan bagaimana timbulnya distorsi tegangan pada
sumber AC sinusoidal setelah pemasangan beban non linier pada sumber tersebut.
IS
IL
Sinusoidal Murni
AC
Drop Tegangan
Distorsi
Tegangan
Distorsi Arus
Beban
Gambar 2.1. Tegangan dan Arus Harmonisa
6
Universita Sumatera Utara
7
Ketika beban non linear dihubungkan ke sebuah sumber tegangan sinusoidal
murni, akan menghasilkan arus yang tidak murni sinusoidal. Dengan adanya
gangguan pada sistem tenaga listrik menimbulkan penyimpangan bentuk tegangan
dan arus sinusioidal serta kenaikan besar frekuensi pada sisi pengguna.
Penyimpangan tersebut menggambarkan distorsi bentuk gelombang sinus yang sering
dinyatakan sebagai distorsi harmonisa.
Komponen harmonisa atau biasa disebut harmonisa pada sistem tenaga AC
didefenisikan sebagai komponen sinusoidal yang sempurna dengan bentuk
gelombang priodik yang memiliki frekuensi sama dengan perkalian antara bilangan
bulat (integer) dan frekuensi fundamental dari sistem [9]. Hal ini dapat dinyatakan
dalam Persamaan (2.1) berikut:
fn= n x F ………………………………
(2.1)
dimana : fn = frekuensi harmonisa ke – n, n = 2,3,4, ….. dst.
Gelombang dengan frekuensi dasar pada saat n=1 tidak dianggap
harmonisa, yang dianggap harmonisa adalah orde kedua hingga ke–n.
n = bilangan bulat yang menunjukkan orde harmonisa atau urutan
harmonisa.
F = frekuensi fundamental (dasar) dengan besar standar yang telah
disepakati adalah 50 Hz.
Sebagai contoh, frekuensi harmonisa ke-5 dengan frekuensi dasar 50 Hz yaitu:
𝑓5 = 5 × 50 𝐻𝑧 → 𝑓5 = 250 𝐻𝑧.
Gambar 2.2 memperlihatkan bentuk gelombang Sinus ideal, frekuensi 50Hz
dengan nilai puncak sekitar 100 A yang diambil sebagai nilai 1 per unit. Bentuk
Universita Sumatera Utara
8
gelombang lainnya masing-masing memiliki amplitude 1/7, 1/5 dan 1/3 dengan
frekuensi masing-masing adalah 7, 5 dan 3 kali dari frekuensi dasar (50 Hz).
100
75
50
25
I1
I5
0
-25
I7
I3
-50
-75
-100
Gambar 2.2. Bentuk Gelombang Sinus Frekuensi 50 Hz dan Gelombang Harmonisa
Pada sistem daya, komponen harmonisa memiliki besar amplitude yang
berbanding terbalik dengan orde harmonisanya [9]. Gambar 2.3. [5] memperlihatkan
gelombang distorsi diuraikan menjadi gelombang sinus yang sempurna dengan
frekuensi masing-masing yang merupakan kelipatan dari frekuensi dasar (frekuensi
h=1). Secara matematis dijelaskan dengan persamaan Deret Fourier pada Persamaan
(2.2).
𝑓 𝑑 = π‘Ž0 +
∞
𝑛=1
π‘Žπ‘› cos
2πœ‹π‘›π‘‘
𝑇
+ 𝑏𝑛 sin
2πœ‹π‘›π‘‘
𝑇
………
(2.2)
Persamaan (2.2) membentuk fungsi priodik domain frekuensi dengan priode
“T”= 2π dan disederhanakan menjadi Persamaan (2.3):
𝑓 𝑑 = π‘Ž0 +
∞
𝑛=1 𝐴𝑛
sin
2πœ‹π‘›π‘‘
𝑇
+ ∅𝑛
𝑓 𝑑 = 𝑓 𝑑 + 𝑇 → 𝑓 𝑑 = 𝑓 𝑑 + 2πœ‹
……………………
(2.3)
………………...
(2.4)
Universita Sumatera Utara
9
f = 50 Hz
h=1
f = 150 Hz
h=3
f = 250 Hz
h=5
f = 350 Hz
h=7
Gelombang
Harmonisa
f = 450 Hz
h=9
f = 550 Hz
h=11
Gelombang
Sinusoidal
f = 650 Hz
h=13
Gambar 2.3. Gelombang distorsi.
Vektor harmonisa orde ke-n adalah: 𝐴𝑛 ∠∅𝑛 = π‘Žπ‘› + 𝑏𝑛 , dimana 𝐴𝑛 π‘‘π‘Žπ‘› ∅𝑛
juga dikenal sebagai magnitude dan sudut fasa komponen harmonisa ke-n.
Dengan besar vektor:
𝐴𝑛 =
π‘Žπ‘›2 + 𝑏𝑛2 …………………………
(2.5)
Dan besar sudut fasa adalah:
∅𝑛 = π‘‘π‘Žπ‘›−1
𝑏𝑛
π‘Žπ‘›
…………………………….
(2.6)
Dimana, a0 = besaran komponen DC
Universita Sumatera Utara
10
𝐴𝑛 dan Øn merupakan besar dan sudut fasa dari komponen harmonisa orde
ke –n
2πœ‹π‘›
= fungsi priodik dari harmonisa orde ke-n, komponen n = 1 disebut
komponen fundamental.
𝑇
Plot bar dari besar harmonisa dihasilkan sebagai 𝐴𝑛 / A1 yang disebut dengan
spektrum harmonisa. Komponen deret fourier merupakan koefisien dari setiap
harmonisa yang dapat dihitung dengan persamaan berikut:
π‘Ž0 =
π‘Žπ‘› =
𝑏𝑛 =
2.2.
2
𝑇
2
𝑇
𝑇
2
𝑇
−
2
1
𝑇
𝑇
2
𝑇
−
2
𝑓 𝑑 cos(
𝑇
2
𝑇
−
2
𝑓 𝑑 sin (
𝑓 𝑑 𝑑𝑑 ………………………...
2πœ‹π‘›π‘‘
𝑇
2πœ‹π‘›π‘‘
𝑇
(2.7)
) 𝑑𝑑 , n = 1 ⟢ ∞ …………
(2.8)
) 𝑑𝑑 , n = 1 ⟢ ∞ …………
(2.9)
Sumber Harmonisa
Berdasarkan penggunaan beban non linier, sumber harmonisa dapat dibagi
menjadi dua bagian juga [5], yaitu:
a. Beban komersil
1. Sumber daya satu fasa, didominasi dengan beban konverter elektronika daya,
seperti adjustabel-speed motor drives, electronic power supplies, DC motor
drives, battery chargers, electronic ballasts, dan aplikasi penyearah lainnya
serta penggunaan inverter. Dari antara beban tersebut, yang dominan
digunakan pada gedung komersil adalah power supplies untuk peralatan
elektronik satu fasa yang menghasilkan arus harmonisa terbesar.
Universita Sumatera Utara
11
2. Fluorescent lamps, pilihan penerangan yang popular dalam rangka hemat
energi, terutama yang menggunakan electronic ballasat. Penggunaan ballast
elektronik lebih murah dibanding dengan ballast magnetik, tapi fluorescent
lamps yang menggunakan ballast electronic penghasil distorsi harmonisa
yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari bentuk arus dan spektrum arus yang
dihasilkan oleh fluorescent lamps yang menggunakan electronic ballasat pada
Gambar 2.4 [5].
Persen harmonisa yang diijinkan ANSI C82.11-1993 dihasilkan oleh ballast
adalah 10% s/d 32%. Biasanya filter pasif dapat digunakan untuk mengurangi
distorsi harmonisa hingga 20%.
(a) Gelombang arus yang dihasilkan fluorescent lamps
60
40
20
0
200
400
600
800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
Frekuensi (Hz)
(b) Spektrum Arus
Gambar 2.4. Bentuk gelombang dan spektrum arus dari fluorescent lamps
Universita Sumatera Utara
12
3. Adjustabel-Speed Drives (ASDs) for HVAC dan elevators
Penggunaan umum dari ASDs pada beban komersil dapat dijumpai pada motor
elevator, pompa dan kipas. Sebuah ASDs terdiri dari sebuah konverter
elektronika daya yang merubah tegangan dengan frekuensi dasar menjadi
tegangan dan frekuensi yang dapat diubah-ubah. Perubahan besar tegangan
dan frekuensi digunakan ASDs untuk mengontrol kecepatan motor agar sesuai
dengan yang diharapkan.
b. Beban Industri
1. Konverter daya tiga fasa.
Konverter daya tiga fasa berbeda dengan sebagaian besar konverter daya
satu fasa karena mereka tidak menghasilkan arus harmonik orde ketiga. Ini
keuntungan besar karena arus harmonik orde ketiga adalah komponen
terbesar dari harmonik. Tapi mereka masih menjadi sumber harmonik.
Konverter daya tiga fasa biasanya digunakan sebagai adjustabel speed
drive, baik untuk DC drive maupun AC drive.
Bentuk gelombang arus pada Adjustabel-speed drives berubah untuk
setiap kecepatan dan nilai torsi. Gambar 2.5. memperlihatkan dua
kecepatan yang dihasilkan PWM ASDs dan dua nilai arus yang dihasilkan,
dimana pada kecepatan 42% arus lebih disharmonik dari rated speed
(batas kecepatan yang telah ditentukan) [5].
Universita Sumatera Utara
13
I(t)
Ih
Ampers
Rated Speed
42% Speed
Gambar 2.5. Pengaruh kecepatan yang dihasilkan dari PWM ASDs pada
harmonik arus AC
2. Arcing Devices (Perangkat Busur Api)
Yang termasuk dalam kategori ini yaitu busur api las, busur api pemanas,
dan penerangan tipe discharging (pelepasan electron) seperti fluorescent,
sodium vapor, (mercury vapor) dengan ballasts magnetik.
Karateristik tegangan dan arus dari busur api listrik adalah non linear.
Tegangan akan menurun diikuti dengan kenaikan arus yang dibatasi oleh
impedansi dari sistem daya. Busur api listrik sebenarnya wakil terbaik dari
sumber tegangan harmonik, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.6.
spektrum arus dari busur api pemanas yang dikontrol oleh SPLC (Smart
Predictive Line Controller) untuk menstabilkan busur api dan mereduksi
flicker pada sumber AC dari busur api pemanas [9].
Universita Sumatera Utara
14
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15
Gambar 2.6. Spektrum arus dari Busur Api Pemanas (Tungku Listrik).
3. Saturable Devices
Peralatan yang termasuk dalam kategori ini adalah transformer dan
perangkat elektromagnetik lainnya dengan inti besi, termasuk motor listrik.
Untuk karakteristik arus dari transformer dapat dilihat pada Gambar 2.7.
dan spektrum arus pada Gambar 2.8 [5].
I (A)
Gambar 2.7. Arus dari Transformer
Time (s)
Universita Sumatera Utara
15
Gambar 2.8. Spektrum Arus Transformer
Berdasarkan perkembangan beban non linier, sumber harmonisa dapat dibagi
dalam dua bagian, yaitu:
a. Sumber Harmonisa Tradisional.
1. Transformer.
2. Mesin-Mesin Listrik.
3. Fluorescent Lamps.
4. Tungku Listrik.
b. Sumber harmonisa masa depan, seperti peralatan elektronik yang sensitif
untuk proses auto dalam industri, personal computer, dan multimedia.
Generator dengan sumber energi diperbarukan juga dapat menjadi sumber
harmonisa di masa depan.
Universita Sumatera Utara
16
2.3.
Pengaruh Distorsi Harmonisa
Arus harmonisa yang dihasilkan oleh beban non linear, disuntikkan kembali
ke saluran sumber daya listrik[5][9]. Arus harmonisa tersebut dapat berinteraksi dan
mengganggu sejumlah peralatan sistem daya yang terpasang dalam saluran sumber
daya listrik, sebagian besar yang paling dipengaruhi adalah kapasitor, transformer dan
motor yang menyebabkan bertambahnya rugi-rugi, overheating, dan kelebihan beban.
Arus harmonik juga dapat menyebabkan gangguan pada saluran komunikasi dan
kesalahan pengukuran pada alat ukur meter daya.
2.4.
Indeks Harmonisa
Indeks harmonisa yang sering digunakan, yaitu: THD (Total Harmonisa
Distortion), THD merupakan index penting yang digunakan secara luas untuk
menggambarkan kualitas daya dalam transmisi dan sistem distribusi. THD ini
menyatakan besarnya distorsi yang ditimbukan oeh semua komponen harmonisa, dan
didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah rms harmonisa dengan rms
frekuensi fundamental, persamaan matematika THD dinyatakan sebagai berikut:
𝑻𝐻𝐷 =
1
π‘˜ 𝑀2 2
2 𝑛
𝑀1
………………………………
(2.10)
Keterangan:
THD = Total Harmonc Distortion, dengan dikali 100% dapat dinyatakan dalam %.
Mn
= komponen harmonisaorde n, dimana nilai n dimulai dari 2 hingga k = ∞,
dan biasanya k bernilai komponen harmonisa maksimum yang diamati.
M1
= komponen fundamental.
Universita Sumatera Utara
17
Melalui rumus THD tersebut dapat kita hitung nilai RMS bentuk geombang
yang terdistorsi, yaitu dengan persamaan sebagai berikut:
π‘˜
2
𝑛=1 𝑀𝑛
𝑅𝑀𝑆 =
𝑅𝑀𝑆 =
𝑀12 +
…………………………...
π‘˜
2
𝑛=2 𝑀𝑛
…………………….
(2.11)
(2.12)
Dari Persamaan (2.10) dapat kita peroleh Persamaan (2.13):
π‘˜
2
𝑛=2 𝑀𝑛
𝑀1 . 𝑇𝐻𝐷 =
𝑀12 . 𝑇𝐻𝐷 2 =
π‘˜
2
𝑛=2 𝑀𝑛
pada kedua sisi ditambah 𝑀12
𝑀12 + 𝑀12 . 𝑇𝐻𝐷 2 = 𝑀12 +
π‘˜
2
𝑛=2 𝑀𝑛
………………... (2.13)
Substitusi Persamaan (2.13) ke dalam Persamaan (2.12) hingga diperoleh Persamaan
(2.14).
𝑅𝑀𝑆 =
𝑀12 +
π‘˜
2
𝑛=2 𝑀𝑛
= 𝑀12 + 𝑀12 . 𝑇𝐻𝐷2
𝑅𝑀𝑆 = 𝑀1 1 + 𝑇𝐻𝐷2 …………………...
(2.14)
THD ini dapat dihitung untuk tiap besaran tegangan maupun arus untuk
dibandingkan dengan batasan yang telah ditetapkan agar harmonisa tidak
mempengaruhi kinerja peralatan listrik. Batasan THD tidak sama untuk setiap negara
tergantung standar yang dipakai.
THD tegangan menggambarkan distorsi harmonisa tegangan, perubahan nilai
THD tegangan menunjukkan telah ada aktifitas beban non linear pada sistem. Untuk
menghitung THD tegangan dengan merubah komponen harmonisa Mn menjadi Vn,
dan rumusnya menjadi:
Universita Sumatera Utara
18
𝑇𝐻𝐷𝑣 =
1
π‘˜ 𝑉2 2
2 𝑛
𝑉1
……………………………
(2.15)
THD arus menunjukkan besar distorsi arus yang terjadi pada saluran
distribusi, pengaruh THD arus yang cukup tinggi dapat menurunkan faktor daya
masukan. THD arus didefinisikan sebagai perbandingan antara arus harmonisa total
dengan arus fundamentalnya.
𝑇𝐻𝐷𝐼 =
2.5.
1
π‘˜ 𝐼2 2
2 𝑛
𝐼1
. ………………………………
(2.16)
Standar Harmonisa
Sistem kelistrikan dunia telah mengalami perubahan dimana untuk menjaga
kualitas daya pada jaringan listrik
berlebih,
agar terhindar dari distorsi harmonisa yang
telah ditentukan batas harmonisa yang diijinkan berada pada jaringan
instalasi dan dituangkan dalam peraturan yg dikenal sebagai standar harmonisa.
Dengan adanya standar harmonisa ini, memaksa perancang peralatan listrik
menghasilkan peralatan dengan harmonisa yang telah ditentukan.
Ada beberapa standar harmonisa, yang sering digunakan sebagai aturan untuk
membatasi harmonisa yang dihasilkan beban elektronika daya satu fasa adalah: EN61000-3-2 (IEC 61000-3-2), IEC 1000-3-4 [10][11][12].
Batasan besar arus harmonisa untuk masing-masing kelas dapat dilihat pada
Tabel 2.1. dan khusus kelas D pada Tabel 2.2.
Universita Sumatera Utara
19
Tabel 2.1. Batas Harmonisa IEC-61000-3-2
Harmonik
Kelas A
Kelas B
Kelas C
Kelas D
[n]
[A]
[A]
[% sumber]
[mA/W]
Harmonisa Ganjil
3
5
7
9
11
13
15≤n≤39
2.3
1.14
0.77
0.4
0.33
0.21
0.15x15/n
3.45
1.71
1.155
0.6
0.495
0.315
0.225x15/n
Harmonisa Genap
30 x λ
10
7
5
3
3
3
3.4
1.9
1.0
0.5
0.35
3.85/13
3.85/n
2
4
6
8≤n≤40
1.08
0.43
0.3
0.23 x 8/n
1.62
0.645
0.45
0.345 x 8/n
2
-
-
Tabel 2.2. Batas Harmonisa perangkat Class D berdasarkan Standar EN-61000-3-2
Harmonik order
n
3
75 W < P < 600 W
Maximum permissible
Harmonik current [mA/W]
3.4
P > 600 W
Maximum permissible
Harmonik current [A]
2.3
5
1.9
1.14
7
1.0
0.77
9
0.5
0.4
11
0.35
0.33
13
0.296
0.21
15≤n≤39
3.85/n
2.25/n
Standar
EN-61000-3-2
atau
IEC61000-3-2
mengklasifikasikan
nilai
harmonisa untuk setiap beban elektronika daya menjadi empat kelas, yaitu:
Universita Sumatera Utara
20
a. kelas A: peralatan 3 fasa setimbang, dan semua peralatan lainnya kecuali
yang telah ditentukan pada klas yang berikutnya.
b. kelas B: peralatan portabel, seperti mesin las, batasan arus harmonisa
merupakan harga absolute maksimum dengan waktu kerja singkat.
c. kelas C: peralatan penerangan dengan daya aktif input > 25 Watt.
d. kelas D: 1 fasa dengan daya < 600 W, personal computer, PC Monitor, dan
TV receiver.
2.6.
Penyearah Satu Fasa Full bridge
Pada bagian ini membahas tori tentang penyearah satu fasa full bridge mulai
dari spesifikasi ideal dari suatu penyearah dan pengaruh pemasangan kapasitor perata,
beban R dan beban RL pada sisi output terhadap arus input dari penyearah tersebut.
a. Penyearah ideal
Sistem penyearah ideal merupakan tujuan dari sistem penyearah real dan akan
menjadi dasar pembanding dalam pembuat penyearah real. Penyearah memiliki dua
sisi, yaitu sisi input daya AC dan sisi output daya DC [13][14].
Sumber daya AC diasumsikan sebagai sumber tegangan sinus ideal untuk
penyearah ideal dengan loss yang sangat kecil. Seluruh daya AC pada sisi input
diubah menjadi daya DC pada sisi output. Karateristik penyearah Ideal [2][15]
adalah:
𝑃 𝑑𝑐
1.
Efeciency πœ‚ =
2.
Nilai efektif dari RMS komponen AC pada tegangan keluaran.
3.
π‘‰π‘Žπ‘ =
π‘ƒπ‘Žπ‘
= 100%.
2 − 𝑉 2 = 0 π‘£π‘œπ‘™π‘‘.
π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘ 
𝑑𝑐
Universita Sumatera Utara
21
π‘‰π‘Žπ‘
4.
Ripple Faktor ideal, (mengukur kandungan ripple), 𝑅𝐹 =
5.
TUF (Transformer utilization faktor), π‘‡π‘ˆπΉ =
6.
HF (Harmonisa Faktor) = THD (Total Harmonisa Distortion) = 0.
7.
Power Faktor (PF) juga dikenal dengan Displacement Power Faktor
(DPF) =1.
𝑃 𝑑𝑐
𝑉𝑠 𝐼𝑠
𝑉𝑑𝑐
= 0.
= 1.
b. Penyearah satu fasa full bridge beban resistif [15,16]
Gambar 2.9 merupakan rangkaian penyearah satu fasa full bridge, pada
rangkaian penyearah tersebut terdapat dua siklus sinyal dari sinyal input AC. Kedua
siklus tersebut adalah:
1.
Siklus positif (0 s/d π), D1 dan D3 mendapat bias maju sedangkan D2
dan D mendapat bias mundur, sehingga arus mengalir melalui D1, R dan
D3.
2.
Siklus negatif (π s/d 2π), D1 dan D3 mendapat bias mundur sedangkan
D2 dan D4 mendapat bias maju, sehingga arus mengalir melalui D2, R
dan D4, dimana π= T/2.
D4
D1
AC
D3
D2
R
Gambar 2.9 Rangkaian Penyearah satu fasa full bridge.
Bentuk gelombang tegangan input dan output dari penyearah diperlihatkan
pada Gambar 2.10.
Universita Sumatera Utara
22
Keterangan dari Gambar 2.10 adalah:
1.
Gelombang input: gelombang AC,𝑉𝑠 = π‘‰π‘š sin πœ”π‘‘, Gambar 2.10 a.
2.
Gambar 2.10.a. gambar gelombang output dari penyearah satu fasa full
bridge. Gelombang tegangan output terdiri dari tiga komponen, yaitu:
komponen gelombang DC, komponen gelombang AC dan harmonisa
tegangan output.
𝑉𝑆 = π‘‰π‘š sin πœ”π‘‘
(a)
VOut (t)
(b)
Gambar 2.10. Sinyal pada penyearah satu fasa full bridge (a) sinyal tegangan input
(b) sinyal arus output
Besarnya nilai dari tegangan output berdasarkan nilai komponen:
Universita Sumatera Utara
23
1.
Nilai komponen gelombang DC yang dihasilkan oleh penyearah full
bridge adalah:
𝑇
𝑣𝑅
0
𝑇
1
𝑉𝑑𝑐 =
Nilai𝑣𝑅 = π‘‰π‘š sin πœ”π‘‘ 𝑑𝑑
𝑑 𝑑𝑑 ………………………...
(2.17)
untuk 0<t<T/2 dan T/2<t<T. Oleh karena itu
nilai rata-rata tegangan keluaran (tegangan beban) adalah:
𝑉𝑑𝑐
𝑉𝑑𝑐
2π‘‰π‘š
=
𝑇
𝑉𝑑𝑐 = −
π‘‰π‘š sin πœ”π‘‘ 𝑑𝑑
0
𝑇/2
sin πœ”π‘‘ 𝑑𝑑
0
𝑑𝑒
𝑑𝑒
= πœ” → 𝑑𝑑 =
𝑑𝑑
πœ”
𝑒 = πœ”π‘‘ →
𝑉𝑑𝑐
𝑇/2
1
= 2π‘₯
𝑇
2π‘‰π‘š
=
𝑇
𝑇/2
sin 𝑒
0
2π‘‰π‘š
cos πœ”π‘‘
πœ”π‘‡
𝑇
0
2
𝑑𝑒
πœ”
→ 𝑉𝑑𝑐 = −
πœ” = 2πœ‹π‘“ → 𝑓 =
𝑉𝑑𝑐 = −
𝑉𝑑𝑐 = −
2π‘‰π‘š
2πœ‹
2π‘‰π‘š
πœ”π‘‡
2π‘‰π‘š
cos 2πœ‹π‘“π‘‘
πœ”π‘‡
𝑇
0
2
1
𝑇
cos 2πœ‹π‘“π‘‡/2 − cos 0
−2 → 𝑉𝑑𝑐 =
2π‘‰π‘š
πœ‹
= 0,6366π‘‰π‘š …………
(2.18)
Gambar 2.10.b nilai rata-rata arus keluaran (arus beban) adalah:
𝐼𝑑𝑐 =
𝑉𝑑𝑐
𝑅
→ 𝐼𝑑𝑐 =
0,6366 π‘‰π‘š
𝑅
……………………
(2.19)
Daya keluaran DC adalah:
Universita Sumatera Utara
24
𝑃𝑑𝑐 = 𝑉𝑑𝑐 𝐼𝑑𝑐 …………………………….
2.
(2.20)
Nilai tegangan komponen gelombang AC yang dihasilkan adalah :
Nilai root mean square (rms), Tegangan RMS :π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘  =
𝑇 2
𝑣
𝑇 0 𝑅
1
1
𝑑 𝑑𝑑
2
Gelombang output penyearah gelombang penuh memiliki priode T =2π.
𝑣𝑅 = π‘‰π‘š sin πœ”π‘‘ 𝑑𝑑 untuk 0 < t < T/2 dan T/2 < t < T.
𝑇 2
𝑣
𝑇 0 𝑅
1
π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘  =
𝑇
1
∴ π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘  = 2 𝑇
π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘  =
misalkan 𝑒 = πœ”π‘‘ →
0
1
2
𝑑 𝑑𝑑
1
2
π‘‰π‘š sin πœ”π‘‘
2π‘‰π‘š2
𝑇
𝑇
0
2
𝑑𝑑
1
2
sin πœ”π‘‘
2
𝑑𝑑
𝑑𝑒
𝑇
π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘  =
2π‘‰π‘š2
πœ”π‘‡
πœ”
………….…
(2.21)
ke dalam Persamaan (2.21)
1
2
2
sin 𝑒 2 𝑑𝑒
0
𝑇
2π‘‰π‘š2
1
1 − cos 2𝑒 → π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘  =
2
2πœ”π‘‡
π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘ 
2
𝑑𝑒
𝑑𝑒
= πœ” → 𝑑𝑑 =
𝑑𝑑
πœ”
Substitusi 𝑒 = πœ”π‘‘ π‘‘π‘Žπ‘› 𝑑𝑑 =
∴ 𝑠𝑖𝑛2 𝑒 =
2
2π‘‰π‘š2
sin 2πœ”π‘‘
=
πœ”π‘‘ −
2πœ”π‘‡
2
1
2
2
1 − π‘π‘œπ‘ 2𝑒 𝑑𝑒
0
𝑇
1
2
2
0
Universita Sumatera Utara
25
π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘ 
2π‘‰π‘š2
=
2.2πœ‹π‘“π‘‡
π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘ 
1
𝑇
𝑇 sin 2.2πœ‹π‘“ 2
sin 2.2πœ‹π‘“. 0
2πœ‹π‘“ −
− 2πœ‹π‘“. 0 −
2
2
2
2π‘‰π‘š2
=
4πœ‹
1
sin 2πœ‹
sin 0
πœ‹−
− 0−
2
2
π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘  =
π‘‰π‘š
2
2
2
= 0,707 π‘‰π‘š ………………………
(2.22)
Arus RMS:
πΌπ‘Ÿπ‘šπ‘  =
π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘ 
𝑅
……………………………...
(2.23)
Daya keluaran AC penyearah:
π‘ƒπ‘Žπ‘ = π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘  . πΌπ‘Ÿπ‘šπ‘  =
0,0707 π‘‰π‘š 2
𝑅
…………………..
(2.24)
Nilai effectif rms tegangan keluaran penyearah, π‘‰π‘Žπ‘ besarnya adalah:
2 − 𝑉2 → 𝑉 =
π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘ 
π‘Žπ‘
𝑑𝑐
π‘‰π‘Žπ‘ =
π‘‰π‘Žπ‘ =
π‘‰π‘š
2
πœ‹ 2 π‘‰π‘š2 − 8π‘‰π‘š2
π‘‰π‘š
→
𝑉
=
π‘Žπ‘
2πœ‹ 2
πœ‹
2
−
2π‘‰π‘š
πœ‹
2
πœ‹2 − 8
2
π‘‰π‘Žπ‘ = 0,3078 π‘‰π‘š …………………………
3.
(2.25)
Harmonisa Tegangan output.
Priode T = 2π …………………………..
(2.26)
Dimana f(t) = Vout = Vm sin ωt untuk 0 s.d π dan
Vout = Vm sin ωt untuk π s.d 2π ………………..
(2.27)
𝑓 𝑑 = 𝑓 𝑑 + 𝑇 → 𝑓 𝑑 = 𝑓 𝑑 + 2πœ‹ ………………
(2.28)
Universita Sumatera Utara
26
∞
𝑛 =1(π‘Žπ‘›
𝑓 𝑑 = π‘Ž0 +
π‘Ž0 =
1 2πœ‹
π‘‰π‘š
2πœ‹ 0
Substitusi πœ” =
2πœ‹
𝑇
cos
2πœ‹π‘›π‘‘
𝑇
2πœ‹π‘›π‘‘
𝑇
+ 𝑏𝑛 sin
sin πœ”π‘‘ 𝑑 𝑑 → π‘Ž0 = 2 ×
1 πœ‹
𝑉
2πœ‹ 0 π‘š
)
sin πœ”π‘‘ 𝑑 𝑑
(2.29)
ke Persamaan (2.29) diatas.
π‘Ž0 =
2π‘‰π‘š
2πœ‹πœ”
− cos
2πœ‹
𝑇
𝑑
πœ‹
………………………..
0
(2.30)
Substitusi T=2π ke dalam Persamaan (2.30)
π‘Ž0 =
π‘Ž0 =
π‘Žπ‘› =
2
𝑇
π‘‰π‘š
πœ‹
2π‘‰π‘š
− cos 𝑑
2πœ‹πœ”
πœ‹
0
− cos πœ‹ + cos 0 → π‘Ž0 =
𝑇
2
𝑓 𝑑 cos(
𝑇
2πœ‹π‘›π‘‘
) 𝑑𝑑 ,
𝑇
2π‘‰π‘š
πœ‹
………………
(2.31)
n =1 ⟢∞
−2
2
π‘Žπ‘› =
2πœ‹
2πœ‹
0
2πœ‹π‘›π‘‘
2
π‘‰π‘š sin πœ”π‘‘ cos(
) 𝑑𝑑 → π‘Žπ‘› =
2πœ‹
πœ‹
πœ‹
π‘‰π‘š sin 𝑑 . cos 𝑛𝑑 𝑑𝑑
0
∴ 2 sin 𝐴 πΆπ‘œπ‘  𝐡 = sin 𝐴 + 𝐡 + sin(𝐴 − 𝐡)
2π‘‰π‘š
π‘Žπ‘› =
πœ‹
π‘Žπ‘› =
π‘‰π‘š
πœ‹
πœ‹
0
πœ‹
0
1
sin 𝑑 + 𝑛𝑑 + sin 𝑑 − 𝑛𝑑 𝑑𝑑
2
sin 𝑑 + 𝑛𝑑 𝑑𝑑 +
Misal: x = t + nt →
𝑑π‘₯
Misal: y = t – nt →
𝑑𝑦
𝑑𝑑
𝑑𝑑
πœ‹
0
sin 𝑑 − 𝑛𝑑 𝑑𝑑 ………
= 𝑛 + 1 → 𝑑𝑑 =
= 1 − 𝑛 → 𝑑𝑑 =
(2.32)
𝑑π‘₯
𝑛 +1
𝑑𝑦
1−𝑛
Substitusi nilai dt ke Persamaan (2.32) untuk memperoleh Persamaan (2.33)
π‘‰π‘š
π‘Žπ‘› =
πœ‹
πœ‹
0
sin π‘₯ 𝑑π‘₯
+
1+𝑛
πœ‹
0
sin 𝑦 𝑑𝑦
π‘‰π‘š
cos π‘₯ cos 𝑦
→ π‘Žπ‘› =
−
−
1−𝑛
πœ‹
1+𝑛 1−𝑛
πœ‹
0
Universita Sumatera Utara
27
πœ‹
π‘‰π‘š
cos 𝑑 + 𝑛𝑑
cos 𝑑 − 𝑛𝑑
π‘Žπ‘› =
−
−
πœ‹
1+𝑛
1−𝑛
π‘Žπ‘› =
0
π‘‰π‘š
cos 1 + 𝑛 πœ‹ − 1
cos 1 − 𝑛 πœ‹ − 1
−
−
πœ‹
1+𝑛
1−𝑛
π‘Žπ‘› =
π‘Žπ‘› =
π‘‰π‘š
πœ‹
1 + cos π‘›πœ‹
1 + cos π‘›πœ‹
−
𝑛−1
𝑛+1
π‘‰π‘š −2 1+cos π‘›πœ‹
πœ‹
𝑇
2
2
𝑇
𝑏𝑛 =
→ π‘Žπ‘› =
𝑛 2 −1
𝑓 𝑑 sin (
𝑇
2
−2π‘‰π‘š 1+cos π‘›πœ‹
πœ‹ 𝑛 2 −1
2πœ‹π‘›π‘‘
) 𝑑𝑑 ,
𝑇
, 𝑛 ≠ 1 ……
(2.33)
n =1 ⟢∞
−
2
𝑏𝑛 =
2πœ‹
2πœ‹
0
2
2πœ‹π‘‘
2πœ‹π‘›π‘‘
sin
sin (
) 𝑑𝑑 → 𝑏𝑛 =
πœ‹
2πœ‹
2πœ‹
πœ‹
sin 𝑑 sin 𝑛𝑑 𝑑𝑑
0
∴ 2 sin 𝐴 sin 𝐡 = cos 𝐴 − 𝐡 − cos(𝐴 + 𝐡)
2
𝑏𝑛 =
πœ‹
πœ‹
0
1
sin 𝑑 sin 𝑛𝑑 𝑑𝑑 → 𝑏𝑛 =
πœ‹
1
𝑏𝑛 =
πœ‹
0
Misal : y = t – nt →
𝑑𝑦
0
0
cos 𝑑 − 𝑛𝑑 − cos 𝑑 + 𝑛𝑑 𝑑𝑑
𝑑π‘₯
πœ‹
cos 𝑑 − 𝑛𝑑 − cos 𝑑 + 𝑛𝑑 𝑑𝑑
πœ‹
Misal : x = t + nt →
1
𝑏𝑛 =
πœ‹
πœ‹
𝑑𝑑
𝑑𝑑
𝑑π‘₯
= 𝑛 + 1 → 𝑑𝑑 =
𝑛+1
= 1 − 𝑛 → 𝑑𝑑 =
𝑑𝑦
1−𝑛
1
1
(cos⁑𝑦 𝑑𝑦) −
cos π‘₯ 𝑑π‘₯
1−n
1+n
𝑏𝑛 =
1 sin 𝑑−𝑛𝑑
πœ‹
1−𝑛
−
sin 𝑑+𝑛𝑑
πœ‹
1+𝑛
0
= 0 ………………..
(2.34)
Universita Sumatera Utara
28
Dengan demikian persamaan untuk Vout adalah:
∞
𝑓 𝑑 = π‘Ž0 +
2πœ‹π‘›π‘‘
2πœ‹π‘›π‘‘
+ 𝑏𝑛 sin
)
𝑇
𝑇
(π‘Žπ‘› cos
𝑛=1
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ =
2π‘‰π‘š
πœ‹
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘ =
−
2π‘‰π‘š
2π‘‰π‘š
−
πœ‹
1+cos π‘›πœ‹
∞
𝑛=2
𝑛 2 −1
πœ‹
4π‘‰π‘š
cos 2πœ”π‘‘
πœ‹
22 −1
𝑉𝑅𝑀𝑆 =
𝑇𝐻𝐷 = 𝐻𝐹 =
+
cos
2πœ‹π‘›π‘‘
cos 4πœ”π‘‘
𝑇
cos 6πœ”π‘‘
(2.35)
+ β‹― ……..
(2.36)
𝑉12 + 𝑉22 + 𝑉32 + β‹― 𝑉𝑛2 …………………
(2.37)
4 2 −1
𝑉22 +𝑉32 +⋯𝑉𝑛2
𝑉1
+
, 𝑛 = 2,4,6,8,..
62 −1
→ 𝑇𝐻𝐷 =
2
𝑉𝑅𝑀𝑆
−𝑉12
𝑉1
……..
(2.38)
Catatan: Melalui Persamaan (2.38), dapat dilihat bahwa output penyearah
satu fasa full bridge mengandung harmonisa genap dan harmonisa kedua
lebih dominan dengan frekuensi 100 Hz.
c. Penyearah satu fasa full bridge dengan tapis kapasitor [16]
1.
Kerja penyearah satu fasa full bridge dengan kapasitor perata.
Penyearah dengan kapasitor perata seperti pada Gambar 2.11 dikenal juga
dengan penyearah pasif, dimana rangkaian penyearah hanya terdiri atas komponen
pasif kapasitor dan dioda. Kapasitor perata sebenarnya lebih menghasilkan masalah
daripada solusi, karena pada arus input dari filter banyak mengandung harmonisa.
Pada masa lalu, penggunaan kapasitor perata pada penyearah satu fasa full bridge
dibenarkan dalam perangkat yang beroperasi di kisaran daya rendah (sekitar beberapa
ratus watt), karena jumlah perangkat tersebut tidak besar. Beberapa tahun terakhir,
Universita Sumatera Utara
29
penggunaan kapasitor perata pada penyearah satu fasa full bridge dalam peralatan
elektronik semakin berkembang dan beroperasi pada saluran listrik yang sama dan
secara bersamaan. Oeh karena itu perlu dipertimbangkan kandungan harmonisa yang
ditimbulkan pada arus input penyearah, bahkan untuk penggunaan perangkat dengan
daya rendah.
D4
D1
AC
D3
D2
C1 R
Gambar 2.11.Rangkaian Penyearah satu fasa full bridge dengan kapasitor perata.
Dari Gambar 2.12 dapat dilihat perubahan yang terjadi pada sinyal keluaran
setelah kapasitor, adapun yang terjadi pada penyearah jembatan gelombang penuh
awalnya kapasitor tidak bermuatan, pengisian kapasitor (energized) pada 0 s/d t2
(πœ”π‘‘ = πœ‹/2) hingga mencapai Vm kemudian ketika tegangan sumber mulai turun,
kapasitor melepas muatan (discharge) ke beban R dan saat bersamaan dioda D1 dan
D3 juga off. Pada saat t2 s/d t3 semua dioda menjadi off. Pada waktu t3 s/d t4 D2 dan
D4 on dan kembali kapasitor diberikan muatan hingga mencapai Vmpada t4 (πœ”π‘‘ =
3
2
πœ‹) dan setelah itu kembali kapasitor melepas muatannya ke beban R.
Universita Sumatera Utara
30
Vm
p
2p
Vm
DVR
Gambar 2.12 Bentuk gelombang penyearah (a) Sinyal masukan tegangan penyearah
(b) Sinyal keluaran sebelum kapasitor (c) sinyal keluaran setelah
kapasitor.
2. Menentukan nilai kapasitas kapasitor perata.
Proses pengisian dan pengosongan kapasitor pada penyearah jembatan
gelombang penuh diatas sangat bergantung kepada besarnya nilai resistor dari beban
dan kapasitansi kapasitor yang terpasang pada rangkaian.
Tegangan charging kapasitor pada t1-t2:
𝑑
π‘‰π‘π‘•π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘–π‘›π‘” = π‘‰π‘š sin πœ”π‘‘ ≈ π‘‰π‘š 1 − 𝑒 −𝑅𝐢
……………
(2.39)
Tegangan discharging kapasitor pada t2-t3:
Universita Sumatera Utara
31
𝑑
𝑉𝑑𝑖𝑠𝑐 π‘•π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘’ = π‘‰π‘š 𝑒 −𝑅𝐢 ………………………
(2.40)
βˆ†VR dikenal sebagai tegangan ripple atau komponen sinyal AC yang effective,
besar ripple βˆ†VR dapat dihitung dengan estimasi Deret Taylor untuk tegangan
kapasitor saat discharge (Vout R minimal setelah pengosongan kapasitor).
Deret Taylor, untuk π‘₯ β‰ͺ 1 → 𝑒 −π‘₯ ≈ 1 − π‘₯. Bila nilai t (t3-t2) jauh lebih kecil
dari RC maka nilai t/RC jauh lebih kecil dari 1 dan nilai Vdischarge menjadi:
𝑑
𝑉𝑑𝑖𝑠𝑐 π‘•π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘’ = π‘‰π‘š 1 − 𝑅𝐢 ……………………
(2.41)
Bila besar t = t3 –t2 ≈ T/2 maka:
𝑉𝑑𝑖𝑠𝑐 π‘•π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘’ = π‘‰π‘š 1 −
1
𝑇
→ 𝑉𝑑𝑖𝑠𝑐 π‘•π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘’ = π‘‰π‘š 1 −
2𝑅𝐢
2𝑓𝑅𝐢
1
𝑉𝑑𝑖𝑠𝑐 π‘•π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘’ = π‘‰π‘š 1 − 2𝑓𝑅𝐢
…………………
(2.42)
Besarnya βˆ†π‘‰π‘… adalah:
βˆ†π‘‰π‘… = π‘‰π‘š − 𝑉𝑑𝑖𝑠𝑐 π‘•π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘’ → βˆ†π‘‰π‘… = π‘‰π‘š − π‘‰π‘š 1 −
βˆ†π‘‰π‘… =
π‘‰π‘š
2𝑓𝑅𝐢
→ βˆ†π‘‰π‘… =
π‘‰π‘š
2𝑓𝑅𝐢
1
2𝑓𝑅𝐢
……………………
(2.43)
Besarnya tegangan DC pada penyearah satu fasa full bridge dengan
menggunakan tapis kapasitor sebesar tegangan rata-rata pada beban, yaitu:
𝑉𝑑𝑐 = π‘‰π‘Žπ‘£π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘”π‘’ = π‘‰π‘š −
βˆ†π‘‰π‘…
2
1
𝑉𝑑𝑐 = π‘‰π‘š 1 − 4𝑓𝑅𝐢 π‘£π‘œπ‘™π‘‘ ………………
𝑉𝑒𝑓𝑓 = π‘‰π‘Žπ‘ =
βˆ†π‘‰π‘…
2 2
→ π‘‰π‘Žπ‘ =
π‘‰π‘š
4 2 𝑓.𝑅.𝐢
………….
(2.44)
(2.45)
Universita Sumatera Utara
32
π‘‰π‘š
π‘‰π‘Žπ‘
4 2 𝑓.𝑅.𝐢
𝑅𝐹 =
→ 𝑅𝐹 =
1
𝑉𝑑𝑐
π‘‰π‘š 1 − 4𝑓𝑅𝐢
𝑅𝐹 =
1
2 4𝑓.𝑅.𝐢−1
…………
(2.46)
Nilai C yang digunakan dapat ditentukan dengan terlebih dahulu menentukan
besar RF yang diharapkan dari penyearah dan besar R yang digunakan.
2 4𝑓. 𝑅. 𝐢 − 1 =
2 4𝑓. 𝑅. 𝐢 =
𝐢=
𝐢=
1
→ 2 4𝑓. 𝑅. 𝐢 −
𝑅𝐹
1
+ 2 →𝐢=
𝑅𝐹
1
𝑅𝐹. 2 4𝑓. 𝑅
1
4𝑓.𝑅
1+
+
1
𝑅𝐹. 2
1
+
𝑅𝐹
2=
1
𝑅𝐹
2
2 4𝑓.𝑅
2
2 4𝑓. 𝑅
π‘“π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘‘ …………………
(2.47)
3. Hubungan kapasitas kapasitor perata dengan harmonisa pada penyearah
satu fasa full bridge.
Pada rangakaian penyearah satu fasa full bridge, besar ripple berbanding
terbalik dengan harmonisa yang ditimbulkan pada saluran daya input. Bila
ripple yang dihasilkan rendah dengan pemakaian kapasitas kapasitor yang
tinggi akan menghasilkan kandungan harmonisa yang tinggi pada arus
input. Hal ini dapat kita lihat pada Gambar 2.13, 2.14 dan 2.15, hasil
simulasi penyearah satu fasa full bridge dengan menggunakan dua buah
nilai kapasitas kapasitor yang berbeda dan daya beban konstan [17].
Universita Sumatera Utara
33
Gambar 2.13 Simulasi teganan input dan gelombang arus input dari penyearah satu
fasa full bridge dengan kapasitas kapasitor perata CO = 68 µF dan
CO = 470 µF.
Gambar 2.14 bentuk gelombang tegangan yang dihasilkan oleh kapasitor perata.
Universita Sumatera Utara
34
(a)
(b)
Gambar 2.15 Spektrum arus pada saluran daya input penyearah satu fasa full bridge
dengan nilai kapasitas kapasitor perata CO = 68 µF dan CO = 470 µF.
e. Rangkaian full bridge dengan beban RL seri
Pada Gambar 2.16.a. menunjukkan adanya beban motor DC dengan beban
induktif yang sangat tinggi dan bekerja seperti sebuah filter dalam mengurangi arus
ripple dari beban.
Universita Sumatera Utara
35
D4
D1
D3
D2
AC
L
R
Gambar 2.16 (a).Penyearah satu fasa full bridge dengan beban RL Seri
(b). Bentuk gelombang tegangan dan arus
Dari bentuk gelombang tegangan dan arus pada Gambar 2.16.b, dengan deret
fourier persamaan arus input adalah:
∞
𝑛=1,3,…
𝑖𝑠 𝑑 = 𝐼𝐷𝐢 +
π‘Žπ‘› cos π‘›πœ”π‘‘ + 𝑏𝑛 sin π‘›πœ”π‘‘
……...
(2.48)
𝑑 πœ”π‘‘ = 0 ………...
(2.49)
dimana
𝐼𝐷𝐢 =
2πœ‹
𝑖𝑠
2πœ‹ 0
1
𝑑 𝑑 πœ”π‘‘ =
1
π‘Žπ‘› =
πœ‹
∴ π‘Žπ‘› =
2πœ‹
𝑖𝑠 𝑑 cos π‘›πœ”π‘‘ 𝑑 πœ”π‘‘
0
πœ‹
πΌπ‘Ž
0
πœ‹
2
1
𝑏𝑛 =
πœ‹
2πœ‹
πΌπ‘Ž
2πœ‹ 0
1
cos π‘›πœ”π‘‘ 𝑑 πœ”π‘‘ = 0 ………………
(2.50)
2πœ‹
𝑖𝑠 𝑑 sin π‘›πœ”π‘‘ 𝑑 πœ”π‘‘
0
Universita Sumatera Utara
36
∴ 𝑏𝑛 =
πœ‹
𝐼
πœ‹ 0 π‘Ž
2
sin π‘›πœ”π‘‘ 𝑑 πœ”π‘‘ =
4 πΌπ‘Ž
π‘›πœ‹
…………….
(2.51)
Substitusi Persamaan (2.50) dan Persamaan (2.51) ke dalam Persaman (2.48),
untuk menghasilkan nilai arus input.
𝑖𝑠 𝑑 =
4 πΌπ‘Ž
sin π‘›πœ”π‘‘
∞
𝑛=1,3,5,..
𝑛
πœ‹
……………………..
(2.52)
= 0,9 πΌπ‘Ž …………………………
(2.53)
Nilai RMS arus input, komponen fundamental adalah:
4πΌπ‘Ž
𝐼𝑠1 = πœ‹
2
Nilai RMS arus input adalah:
4πΌπ‘Ž
𝐼𝑠 = πœ‹
𝑇𝐻𝐷 =
𝐼𝑠
𝐼𝑠1
2
1 2
∞
𝑛=1,3,5,… 𝑛
1
2
2
− 1
1
πΌπ‘Ž
0,9 πΌπ‘Ž
=
2
= πΌπ‘Ž ………………….
1
2
− 1
(2.54)
2
= 0,4843
THD = 48,43% ………………………….
(2.55)
πœ‘ merupakan displacement angle yang dibentuk antara komponen
fundamental arus input dan tegangan. πœ‘ = 0, DF = Cos πœ‘ = 1 dan faktor daya
besarnya adalah:
𝑝𝑓 =
𝐼𝑠1
𝐼𝑠
cos πœ‘ =
0,9 πΌπ‘Ž
πΌπ‘Ž
= 0,9 (π‘™π‘Žπ‘”π‘”π‘–π‘›π‘”) …………….
(2.56)
Berdasarkan beban yang diterapkan pada output penyearah satu fasa full
bridge baik adanya kapasitor perata maupun pemasangan beban RL Seri akan
menghasilkan harmonisa pada sisi input. Dengan terjadinya distorsi harmonisa pada
gelombang input maka diperlukan filter harmonisa untuk mereduksi harmonisa yang
terjadi agar tidak mengganggu kualitas daya listrik input.
Universita Sumatera Utara
37
2.7.
Resonansi
Pada rangkaian listrik, resonansi terjadi bila rangkaian mengandung L dan C,
dimana besar reaktansi XL = XC [18].
𝑋𝐿 = 𝑋𝐢 → πœ”πΏ =
1
πœ”πΆ
…………………..
(2.57)
Frekuensi resonansi besarnya dapat ditentukan berdasarkan Persamaan (2.58)
berikut:
1
2πœ‹π‘“πΏ =
2πœ‹π‘“πΆ
→𝑓=
1
2πœ‹ 𝐿𝐢
……………..
(2.58)
Harmonisa pada frekuensi resonansi dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Resonansi Seri
Resonansi Seri untuk rangkaian RLC, dimana ketiga komponen terpasang
seri. Impedansi seri adalah:
π‘π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ = 𝑅 + π‘—πœ”πΏ +
1
π‘—πœ”πΆ
→ π‘π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ = 𝑅 + 𝑗 πœ”πΏ +
1
……….
(2.59)
…………………..
(2.60)
πœ”πΆ
Pada saat resonansi:
πœ”πΏ =
1
1
→ πœ”2 =
πœ”πΆ
𝐿𝐢
Frekuensi resonansi seri adalah:
πœ”=
1
𝐿𝐢
→𝑓=
1
2πœ‹ 𝐿𝐢
b. Resonansi Paralel,
Resonansi paralel pada rangkaian RLC, dimana ketiga komponen R,L dan C
terpasang shunt pada jaringan. Impedansi paralel adalah:
Universita Sumatera Utara
38
1
π‘π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™
π‘Œπ‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ =
1
𝑅
= π‘Œπ‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ =
1 1
1
+
+
𝑅 𝑍𝐢 𝑍𝐿
1
+ π‘—πœ”πΆ + π‘—πœ”πΏ → π‘Œπ‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ =
1
𝑅
1
+ 𝑗 πœ”πΆ + πœ”πΏ ……..
(2,61)
……………………...
(2.62)
Frekuanesi pada saat resonansi:
1
πœ”πΆ = πœ”πΏ → 𝑓 =
1
2πœ‹ 𝐿𝐢
Pada saat resonansi paralel, arus pada rangkaian minimum dan tegangannya
akan maksimum.
2.8.
Faktor Daya
a. Faktor daya dalam sistem daya dengan harmonisa
Konsep faktor daya berasal dari kebutuhan akan efisiensi beban menggunakan
arus yang ditarik dari sistem listrik AC [19].
Bila beban induktif yang dipasang pada sistem listrik AC seperti pada Gambar
2.17.
I rms
R
`
AC
Motor
Load
(Linear)
Vsin ωt
Gambar 2.17.Sistem Daya dengan Beban RL Seri.
Nilai tegangan dan arus beban pada frekuensi dasar adalah:
𝑣 𝑑 = π‘‰π‘šπ‘Žπ‘˜π‘  sin πœ”π‘œ 𝑑 + 𝛿1 …………………..
(2.63)
𝑖 𝑑 = πΌπ‘šπ‘Žπ‘˜π‘  sin πœ”π‘œ 𝑑 + πœƒ1 ……………………
(2.64)
Universita Sumatera Utara
39
True Power Faktorbeban dinyatakan pada Persamaan (2.65)
π‘ƒπ‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž −π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž
π‘‰π‘Ÿπ‘šπ‘  πΌπ‘Ÿπ‘šπ‘ 
π‘π‘“π‘‘π‘Ÿπ‘’π‘’ =
………………………….
(2.65)
Untuk sinus murni, True Power Faktor menjadi:
π‘π‘“π‘‘π‘Ÿπ‘’π‘’ = π‘π‘“π‘‘π‘–π‘ π‘π‘™π‘Žπ‘π‘’π‘šπ‘’π‘›π‘‘ =
π‘π‘“π‘‘π‘–π‘ π‘π‘™π‘Žπ‘π‘’π‘šπ‘’π‘›π‘‘ =
𝑉 π‘šπ‘Žπ‘₯ 𝐼 π‘šπ‘Žπ‘˜π‘ 
cos 𝛿 1 −πœƒ1
2
2
𝑉 π‘šπ‘Žπ‘₯ 𝐼 π‘šπ‘Žπ‘˜π‘ 
2
2
𝑉 π‘šπ‘Žπ‘₯ 𝐼 π‘šπ‘Žπ‘˜π‘ 
cos 𝛿 1 −πœƒ1
2
2
2
𝑃 +𝑄2
→ 𝑝𝑓𝑑𝑖𝑠𝑝 = cos 𝛿1 − πœƒ1 ….
(2.66)
Bila ∅ = 𝛿1 − πœƒ1 maka Displacement Power Faktor menjadi Persamaan (2.67)
𝑝𝑓𝑑𝑖𝑠𝑝 = cos ∅ …………………………..
(2.67)
Sistem daya yang mengandung beban non linear didalamnya, pada dasarnya memiliki
dua faktor daya, yaitu faktor daya komponen fundamental dan faktor daya komponen
harmonisa. Perhitungan daya beban didapat dengan persamaan berikut:
1. Daya nyata 𝑆 π‘˜π‘‰π΄ =
atau𝑆 π‘˜π‘‰π΄ =
𝑃2 + 𝑄 2 + 𝐷 2 =
∞
𝑕=1 𝑉𝑕 π‘Ÿπ‘šπ‘ 
π‘˜π‘Š 2 + π‘˜π‘‰π΄π‘Ÿ 2 + π‘˜π‘‰π΄π‘Ÿπ»2
. 𝐼𝑕 π‘Ÿπ‘šπ‘  = 𝑉1π‘Ÿπ‘šπ‘  . 𝐼1π‘Ÿπ‘šπ‘  . 1 + 𝑇𝐻𝐷𝑉2 . 1 + 𝑇𝐻𝐷𝐼2
𝑆 π‘˜π‘‰π΄ = 𝑆1 . 1 + 𝑇𝐻𝐷𝑉2 . 1 + 𝑇𝐻𝐷𝐼2 ……………
(2.68)
2. Daya aktif, daya yang dipakai untuk melakukan energi sebenarnya, satuannya
adalah watt
π‘ƒπ‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž −π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž =
∞
𝑕=1 π‘‰π‘•π‘Ÿπ‘šπ‘  . πΌπ‘•π‘Ÿπ‘šπ‘ 
cos ∅𝑕 = 𝑃1 +
∞
𝑕=2 𝑃𝑕 …..
(2.69)
3. Daya reaktif, daya yang diperlukan untuk pembentukan medan magnet,
satuannya Var
𝑄=
∞
𝑕=1 𝑉𝑕 π‘Ÿπ‘šπ‘  . 𝐼𝑕 π‘Ÿπ‘šπ‘ 
∞
𝑕=2 𝑄𝑕 …………..
(2.70)
𝑆 2 − (𝑃2 + 𝑄 2 )………………………….
(2.71)
. sin ∅𝑕 = 𝑄1 +
4. Faktor Distorsi
𝐷=
Universita Sumatera Utara
40
5. Faktor Daya
πΆπ‘œπ‘  ∅ =
Keterangan:
𝑃
𝑆
=
𝑃
𝑆1 . 1+ 𝑇𝐻𝐷𝑉2 . 1+𝑇𝐻𝐷𝐼2
= cos ∅𝑑𝑖𝑠𝑝 . cos ∅𝑑𝑖𝑠𝑑 ...
(2.72)
Øh = sudut fasa antara tegangan dan arus harmonisa individu.
P0 = Komponen DC dari daya aktif.
Beban resistif memiliki faktor daya = 1
Beban induktif memiliki faktor daya lagging (tertinggal)
Beban kapasitif memiliki faktor daya leading
Faktor daya minimal 0,85.
b. Perhitungan Perbaikan Faktor Daya [20][21]
Dari Gambar 2.18 dapat diketahui:
1.
Daya reaktif awal dengan faktor daya awal (total dengan distorsi) : Q1, P1
dan Ø1
2.
Daya reaktif dengan faktor daya telah diperbaiki (total dengan
penguranan distorsi) : Q2, P2, dan Ø2.
3.
βˆ†π‘„ = 𝑄1 − 𝑄2 → βˆ†π‘„ = 𝑃 tan ∅1 − tan ∅2 ………………
4.
Nilai kapasitor yang dipasang adalah
5.
𝑋𝐢 =
6.
𝐢=
𝑉2
βˆ†π‘„
βˆ†π‘„
πœ” 𝑉2
1
(2.73)
𝑉2
→ πœ”πΆ = βˆ†π‘„
……………………………………………………………
(2.74)
Universita Sumatera Utara
41
P
S1
Ø2
Ø1 S2
Q2
βˆ†Q
Q1
Gambar 2.18. Diagram Phasor Faktor Daya Lagging
2.9.
Filter Harmonisa
Pada dunia listrik, filter adalah rangkaian yang digunakan untuk mengalirkan
frekuensi yang diinginkan dan menahan atau menghilangkan frekuensi yang tidak
diinginkan. Filter harmonisa berguna untuk meredam frekuensi harmonisa yang
timbul pada jaringan listrik akibat penempatan beban non linier pada jaringan tersebut
hingga batas yang telah ditentukan [21][22][23][24]. Pada frekuensi fundamental
filter dapat mengkompensasi daya reaktif dan memperbaiki faktor daya sistem.
Kemampuan filter dalam meredam dinyatakan dalam % peredaman, dimana
besarnya dapat dihitung berdasarkan rumus berikut:
% π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘‘π‘Žπ‘šπ‘Žπ‘› =
𝑇𝐻𝐷 π‘ π‘’π‘π‘’π‘™π‘’π‘š −𝑇𝐻𝐷 π‘ π‘’π‘ π‘’π‘‘π‘Ž 𝑕
π‘‡π»π·π‘ π‘’π‘π‘’π‘™π‘’π‘š
Ρ… 100%
…………..
(2.75)
Universita Sumatera Utara
42
Dari segi jenis kerjanya, ada dua jenis filter yang dapat digunakan untuk
mereduksi harmonisa pada penyearah, yaitu:
a. Filter pasif: Filter
yang siap memfilter frekuensi tertentu dengan
menggunakan variasi komponen R, L dan C pada rangkaian. Dari
segi harga lebih ekonomis dari filter aktif.
b. Filter aktif: Filter yang menggunakan teknik elktronika daya yang canggih,
filter ini dapat bekerja secara independent dari karateristik
impedansi sistem. Dapat bekerja pada konsdisi yang sulit dengan
meredam lebih dari satu frekuesi pada sebuah waktu dan
mengatasi permasalahan kualitas daya lainnya, seperti flicker
sekaligus.
Dan dari segi penempatan filter terdapat dua posisi penempatan filter, yaitu
pada posisi masukan (sumber AC) dan pada posisi keluaran (tegangan DC).
Dari segi fungsinya, filter dapat dibedakan menjadi empat jenis filter, yaitu:
a. Low pass filter (LPF), filter yang melewatkan frekuensi rendah, dengan
memperlemah tegangan pada frekuensi diatas frekuensi rendah yang diijinkan
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.19.
Penguatan terjadi jika Vout >Vin dan dB = + dan
Pelemahan terjadi jika Vout <Vin dan dB = - .
Cut off frekeunsi merupakan frekuensi pancung, peralihan antara pass band
dan stop band, posisinya 3db dibawah penguatan maksimum.
Universita Sumatera Utara
43
Roll off adalah pelemahan yang terjadi akibat naik atau turunnya frekuensi.
Dalam grafik terlihat pada kemiringan garis setelah cut off yaitu pada daerah
stop band. Satuan Roll off yang digunakan pada umumnya terdiri dari dua
bagian, yaitu:
1.
Octave: luang antara dua frekuensi dengan perbandingan 2:1, 1 oktave ke
atas berarti melipat duakan frekuansi dan 1 oktave ke bawah berarti
membagi frekuensi dengan 2.
2.
Dekade: dalam hal ini adalah luang antara dua frekuensi yang memiliki
perbandingan 10:1
Gambar 2.19 Grafik cut off frequency low pass filter
Amplitude respon = 20 log10
𝑉𝑂𝑒𝑑
𝑉𝑖𝑛
dB (deci Bell)
Universita Sumatera Utara
44
Order dari suatu filter menyatakan tingkatan dari Roll off dari filter tersebut,
biasanya ada tiga orde (tingkatan) dari roll off suatu filter, yaitu:
1.
Orde I (1st order) : roll off = -6dB/oktaf atau -20dB/dekade.
2.
Orde II (2nd order) : roll off = -12dB/oktaf atau -40dB/dekade.
3.
Orde III (3rd order) : roll off = -18 dB/oktaf atau -60cB/dekade.
b. High Pass Filter (HPF),
Kerja filter ini kebalikan dari low pass filter. Filter ini melewatkan frekuensi
tinggi dan menahan atau meredam frekuensi rendah, Gambar 2.20.
75 Hz
Frekuensi (Hz)
Gambar 2.20. Grafik 75 Hz high pass filter.
c. Band PassFilter (BPF), filter yang melewatkan frekuensi dengan band (range)
tertentu dan tidak melewatkan arus dengan frekuensi diluar batas frekuensi
yang telah diset, Gambar 2.21.
Universita Sumatera Utara
45
Gambar 2.21. Grafik band pass filter
Keterangan:
fL
: Low frequency, frekuensi rendah, cut off frekuensi rendah.
fH : Upper frequency, frekuensi atas, cut off frekuensi tinggi.
fO : Centre frequency, frekuensi tengah, titik munculnya penguatan tegangan
maksimum.
B
: Bandwidth, lebar pita, dimana besarnya adalah 𝐡 = 𝑓𝐻 − 𝑓𝐿 .
fo sebenarnya bukan frekuensi tengah (centre frecuency), hanya terlihat di
tengah karena grafik digambar dengan skala log. Karena besar fo adalah rata-rata
geometrik yang dapat ditulis dengan persamaan berikut:
𝑓𝑂 = 𝑓𝐻 . 𝑓𝐿
𝑓𝐿 =
1
2 ………………………
−𝐡+ 𝐡 2 +4𝑓𝑂2
2
1
(2.76)
2
…………………
𝑓𝐻 = 𝑓𝐿 + 𝐡 ………………………………
(2.77)
(2.78)
Universita Sumatera Utara
46
Faktor kualitas Q memperlihatkan hubungan f O dan B, dimana Q adalah:
𝑄=
𝑓𝑂
𝐡
1
→𝑄=
𝑓 𝐻 .𝑓𝐿 2
𝑓 𝐻 − 𝑓𝐿
……………………...
(2.79)
Nilai Q merupakan indeks ketajaman lengkungan tanggap amplitude dan frekuensi
tengah. Penyempitan lebar pita meningkatkan nilai Q.
d. filter band stop/band rejection filter/band eliminasi filter/notch filter,
Kerja filter kebalikan dari filter band pass dengan melewatkan satu frekuensi
dan memperlemah frekuensi lainnya, Gambar 2.22.
HS
f (Hz)
fO L
f OC
f OH
Gambar 2.22. Grafik band stop filter
Dari segi teknik penempatan filter terdapat dua jenis filter yaitu :
a. Shunt Filter
Filter yang terpasang paralel dengan beban non linear pada saluran. Ada dua
jenis shunt filter, yaitu:
Universita Sumatera Utara
47
1.
Tuned Filter, dimana komponen R, L dan C terpasang seri dan dipasang
secara shunt ke beban. Ada beberapa jenis dari rangkaian tuned filter
seperti yang terlihat pada Gambar 2.23.
R
R
R
R
L
L
L
L
C
C
C
a. Single Tuned filter
b. Two Single Tuned filter
C
c. Double Tuned filter
Gambar 2.23 Rangkaian tuned filter
2.
Damped Filter
Gambar 2.24 berikut memberikan beberapa rangkaian damped filter.
(a)
(b)
v
v
(c)
(d)
Gambar 2.24. Damped filter (a) first order (b) second order
(c) third order (d) C-type. [22]
b. Series Filter,
Filter yang terpasang seri dengan beban non linier pada saluran. Filter ini
biasa digunakan untuk memblok arus harmonisa tunggal, seperti harmonisa ke-3, dan
Universita Sumatera Utara
48
digunakan khusus pada rangkaian satu fasa karena tidak bisa mengatasi permasalahan
karateristik urutan nol.
c. Kombinasi Shunt dan series filter
Dengan kombinasi filter ini digunakan untuk mendapatkan hasil filter yang
lebih baik, pada Gambar 2.25.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.25. Filter Pasif Kombinasi shunt dan serie (a) Low Pass Filter
(b) High Pass Filter (c) Band Pass Filter (d) Band EliminasiFilter
2.10.
Karateristik Komponen Filter Pasif
Komponen dari filter pasif yang utama [15][25] adalah:
a. Kapasitor,
Kapasitor dihubungkan secara seri dan/atau paralel untuk mencapai tegangan
yang diinginkan dan rating kVA. Faktor utama yang dipertimbangkan pada kapasitor:
suhu koefisien kapasitansi, daya reaktif, kehilangan daya, kehandalan dan biaya.
Daya reaktif kapasitor tinggi bila memiliki kehilangan daya yang rendah dan
dioperasikan pada tegangan tinggi. Penggunaan dengan waktu yang lama pada
tegangan maksimum harus dihindari untuk mencegah kerusakan thermal dari
dielectric; pada tegangan yang lebih tinggi dengan priode yang singkat juga dapat
menghasilkan ionisasi destruktif dari dielektrik.
Universita Sumatera Utara
49
Daya reaktif yang diperlukan dari kapasitor adalah jumlah daya reaktif dari
masing-masing frekuensi.
Kapasitor pada rangkaian AC, Gambar 2.26.
IC
Vm sinωt
C
AC
VO
(a)
(b)
Gambar 2.26. (a) Rangkaian kapasitor (b) bentuk gelombang tegangan dan arus
π‘ž = 𝐢 . π‘‰π‘š sin πœ”π‘‘ Coulumb ………………………………
𝑖=
π‘‘π‘ž
𝑖=
π‘‰π‘š
1
πœ”πΆ
𝑑𝑑
→𝑖=
𝑑 𝐢.π‘‰π‘š sin πœ”π‘‘
𝑑𝑑
cos πœ”π‘‘ → 𝑖 =
𝐼𝐢 = πΌπ‘š =
π‘‰π‘š
1
πœ”πΆ
𝑖 𝑑 = πΌπ‘š sin πœ”π‘‘ +
𝑋𝐢 =
1
πœ”πΆ
→ 𝑋𝐢 =
πœ‹
2
1
2πœ‹π‘“πΆ
= πœ”πΆ. π‘‰π‘š cos πœ”π‘‘
π‘‰π‘š
1
πœ”πΆ
→ πΌπ‘š =
(2.80)
π‘‰π‘š
𝑋𝑐
sin πœ”π‘‘ +
πœ‹
2
……………………………..
(2.81)
amper …………………………
(2.82)
ohm …………………………
(2.83)
Sifat kapasitor lainnya adalah:
1.
Nilai hambatan sangat besar untuk tegangan DC, membatasi arus DC
yang mengalir pada kapasitor.
2.
Nilai hambatan berubah-ubah untuk tegangan AC sesuai dengan
perubahan frekuensi, nilai f berbanding terbalik dengan nilai reaktansi
kapasitif.
Universita Sumatera Utara
50
3.
Pada tegangan AC menimbulkan pergeseran fasa, arus mendahului 90o
terhadap tegangan.
4.
Menyimpan energi listrik dalam bentuk medan listrik.
b. Induktor
Induktor pada rangkaian AC, Gambar 2.27
I
Vm sinωt
L
AC
(a)
VO
(b)
Gambar 2.27.(a) Rangkaian L (b) bentuk gelombang tegangan dan arus
Induktor adalah komponen elektronika pasif yang mampu menyimpan energi
pada medan magnet yang ditimbulkan arus listrik yang melewatinya, dimana
besarnya ditentukan besar induktansi (satuan Henry) yang dimiliki oleh induktor.
Dalam rangkaian filter, mengingat frekuensi tinggi yang terlibat maka nilai induktor
harus memperhitungkan efek kulit dan rugi-rugi histerisis. Sebagai alternatif, filter
induktor lebih baik didesain tanpa inti magnetik. Kualitas filter Q pada frekuensi
harmonisa yang dominan bisa dipilih antara 50 dan 150 untuk biaya yang terendah.
Namun nilai Q yang rendah biasayanya digunakan dan ini diperoleh dengan
pemasangan resistor seri. Rating induktor yang digunakan tergantung pada nilai arus
Universita Sumatera Utara
51
r.m.s maksimum dan pada tingkat isolasi yang diperlukan untuk menahan switching
surge (perpindahan gelombang).
Persamaan untuk rangkaian induktor adalah:
𝑣𝑂 = π‘‰π‘š sin πœ”π‘‘ …………………………………………….
𝑣𝑂 = 𝐿
𝑑𝑖 =
π‘‰π‘š
𝑖(𝑑) =
π‘‰π‘š
𝐿
𝐿
𝑑𝑖
𝑑𝑑
𝑑𝑖
→ π‘‰π‘š sin πœ”π‘‘ = 𝐿 𝑑𝑑
π‘‰π‘š
sin πœ”π‘‘ 𝑑𝑑 → 𝑖 =
𝐿
sin πœ”π‘‘ 𝑑𝑑 → 𝑖 =
𝑖(𝑑) =
(2,84)
π‘‰π‘š
sin πœ”π‘‘ 𝑑𝑑
π‘‰π‘š
πœ”πΏ
(− cos πœ”π‘‘)
πœ‹
sin πœ”π‘‘ − 2 ………………………
πœ”πΏ
(2.85)
𝑋𝐿 = πœ”πΏ = 2πœ‹π‘“πΏsubstitusi ke Persamaan (2.85) di atas, maka besar i menjadi:
𝑖(𝑑) =
π‘‰π‘š
𝑋𝐿
πœ‹
πœ‹
sin πœ”π‘‘ − 2
πΌπ‘š =
→ 𝑖 = πΌπ‘š sin πœ”π‘‘ − 2 ………
π‘‰π‘š
…………………………….
𝑋𝐿
(2.86)
(2.87)
c. Resistor
Resistor berfungsi sebagai penghambat arus, pembagi tegangan dan pembagi
arus. Nilai resistor pada filter single tuned mempengaruhi faktor kualitas Q yang
digunakan untuk mengukur ketajaman dari tuning. Adapun persamaan nilai Q untuk
rangkaian single tune filter adalah:
𝑄=
1
𝐿
𝑅
𝐢
……………………………
(2.88)
Berdasarkan Persamaan (2.88), untuk nilai Q yang besar maka sebaiknya nilai
R yang terpasang memiliki nilai yang tidak begitu besar.
Universita Sumatera Utara
52
2.11. Perancangan Filter Pasif RLC
Salah satu rangkaian RLC yang dapat digunakan adalah filter dengan teknik
band pass filter [26] seperti yang diperlihatkan rangkaian Gambar 2.28.
Z
L
C
Vin
R
VOut
Gambar 2.28. Rangkaian Band Pass Filter Passive RLC
a. Persamaan band pass filter passive RLC
Tegangan output, Persamaan (2.90)
Vπ‘œπ‘’π‘‘ =
R
V
Z+R in
………………………...
(2.89)
Impedansi seri, Persamaan (2.91)
𝑍=
1
𝑆𝐢
1
+ 𝑆𝐿 → 𝑍 =
𝑍=
1
𝑆𝐢
+
𝑆𝐢
𝑆𝐿.
1
+
𝑆𝐿.𝑆𝐢
𝑆𝐢
…………………………….
(2.90)
Impedansi total, Persamaan (2.91)
1
𝑍 + 𝑅 = 𝑆𝐢 + 𝑆𝐿 + 𝑅 → 𝑍 + 𝑅 =
𝑍+𝑅 =
1
𝑅
+𝑆 2 +𝑆
𝐿𝐢
𝐿
𝑆
𝐿
𝑆
1
+ 𝑆𝐿 + 𝑅 × π‘† 𝐿 …
𝑆𝐢
→ Vπ‘œπ‘’π‘‘ =
𝐿
R
1
𝑅
+𝑆 2 +𝑆
𝐿
𝐿𝐢
𝑆
𝐿
(2.91)
Vin
Universita Sumatera Utara
53
Fungsi transfer, Persamaan (2.92):
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘
𝐻 𝑆 =
𝑉𝑖𝑛
𝑅
𝐿
1
𝑅
𝑆 2 + +𝑆
𝐿𝐢
𝐿
𝑆
=
……………………..
(2.92)
Substitusi 𝑆 = π‘—πœ” ke Persamaan (2.92)
𝐻 π‘—πœ” =
𝐻 π‘—πœ” =
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘
𝑉𝑖𝑛
π‘‰π‘œπ‘’π‘‘
=
πœ”
=
𝑉𝑖𝑛
𝑅
𝐿
1
𝑅
𝑗 2 πœ” 2 + +π‘—πœ”
𝐿𝐢
𝐿
π‘—πœ”
1
−πœ” 2
𝐿𝐢
𝑅
𝐿
2
…………………
(2.93)
………………………..
(2.94)
+ πœ”
𝑅 2
𝐿
Ketika terjadi resonansi:
1
πœ”π‘œ =
𝐿. 𝐢
𝐻 π‘—πœ”π‘œ = π»π‘šπ‘Žπ‘₯
𝑅
𝐻 π‘—πœ”π‘œ =
πœ”π‘œ 𝐿
1
− πœ”π‘œ 2
𝐿𝐢
2
+ πœ”π‘œ
𝑅 2
𝐿
Nilai fungsi transfer pada saat resonansi, Persamaan (2.95):
1 𝑅
𝐿𝐢 𝐿
1
1 2
−
+
𝐿𝐢 𝐿𝐢
𝐻 π‘—πœ”π‘œ = π»π‘šπ‘Žπ‘₯ =
1 𝑅 2
𝐿𝐢 𝐿
= 1 …………
(2.95)
Untuk rangkaian RLC seri nilai Q dapat kita peroleh melalui persamaan
berikut [13]:
𝑄=
πœ”πΏ
𝑅
, π‘’π‘›π‘‘π‘’π‘˜ π‘Ÿπ‘’π‘ π‘œπ‘›π‘Žπ‘›π‘ π‘– πœ” =
1
𝐿𝐢
→ 𝑄=
1
𝐿
𝑅
𝐢
……………….
(2.96)
Jika rangkaian hanya memiliki L dan C akan menyebabkan terjadinya
resonansi, keberadaan R pada rangkaian akan mematikan osilasi yang disebabkan
Universita Sumatera Utara
54
oleh resonansi. Nilai R yang kecil, cendrung menghasilkan osilasi dan sebaliknya bila
nilai R besar, osilasi cendrung diredam. Pada Persamaan (2.97) bila nilai R kecil akan
menghasilkan nilai Q yang besar. Nilai Q yang tinggi berarti πœ” mendekati πœ”π‘šπ‘Žπ‘˜π‘  .
1
Frekuensi cut off, 𝐻 π‘—πœ”π‘ =
2
π»π‘šπ‘Žπ‘₯ karena 𝐻 π‘—πœ”π‘ drop pada saat
1
2
dari
nilai maksimum. Berdasarkan Persamaan (2.97) nilai π»π‘šπ‘Žπ‘₯ = 1, maka persamaan
frekuensi cut off adalah:
𝐻 π‘—πœ”π‘ =
1
2
𝑅
𝐿
2
πœ”π‘
=
1
−πœ” 𝑐 2
𝐿𝐢
1
Kita ketahui saat resonansi πœ”π‘œ =
+ πœ”π‘
𝑅 2
𝐿
……………….
dan nilai 𝑄 =
𝐿.𝐢
1
𝐿
𝑅
𝐢
.
(2.97)
Bila kedua
persamaan kita kuadratkan maka pertama diperoleh nilai C pada Persamaan (2.98):
1
πœ”π‘œ 2 = 𝐿.𝐢 → 𝐢 =
1
πœ” π‘œ2 .𝐿
……………………..
(2.98)
Substitusi nilai C dari Persamaan (2.98) ke Persamaan (2.99), Q yang dikuadratkan.
𝑄2 =
𝐿
↔ 𝑄2 =
1
𝐿.πœ” π‘œ2
. 𝑅2
πœ”π‘œ
𝑄
=
𝐿
𝐢.𝑅 2
…………………………..
πœ”π‘œ2 𝐿2
𝑅2
→ 𝑄2 =
𝑅
𝐿
(2.99)
……………………………
(2.100)
Substitusi Persamaan (2.100) ke Persamaan (2.97) untuk memperoleh frekuensi cut
off.
𝐻 π‘—πœ”π‘ =
1
=
2
πœ”
πœ”π‘ π‘œ
𝑄
πœ”
πœ” π‘œ 2 −πœ” 𝑐 2 2 + πœ” 𝑐 π‘œ
𝑄
2
Universita Sumatera Utara
55
1
2
=
πœ” 2
πœ”π‘ π‘œ
𝑄
πœ”
πœ” π‘œ 2 −πœ” 𝑐 2 2 + πœ” 𝑐 π‘œ
𝑄
→ πœ”π‘œ 2 − πœ”π‘ 2
2
πœ”π‘œ 2 − πœ”π‘ 2
2
= πœ”π‘
πœ”π‘œ 2
𝑄
2
πœ”π‘œ 2
+ πœ”π‘
𝑄
= 2 πœ”π‘
→ πœ”π‘œ 2 − πœ”π‘ 2 = ±πœ”𝑐
πœ”π‘œ
𝑄
πœ”π‘œ 2
𝑄
…
(2.101)
Dari Persamaan (2.101) diperoleh 2 persamaan, yaitu:
πœ”π‘œ 2 − πœ”π‘ 2 = πœ”π‘
πœ”π‘œ
𝑄
πœ”π‘œ 2 − πœ”π‘ 2 = −πœ”π‘
………………………… (2.102)
πœ”π‘œ
𝑄
………………….…
(2.103)
Dari Persamaan (2.102) dan Persamaan (2.103) dihasilkan empat solusi. Dari
kedua persamaan tersebut solusi yang digunakan untuk menentukan frekuensi cut off
diambil dari akar yang bernilai positif.
Untuk Persamaan (2.102), sisi kiri dan sisi kanan dikali negatif hingga
persamaan menjadi:
πœ”πΆ 2 − πœ”π‘œ 2 + πœ”π‘
πœ”π‘ 2 +
πœ”π‘ πœ”π‘œ
𝑄
πœ”π‘œ
𝑄
= 0 → πœ”πΆ 2 + πœ”π‘
− πœ”π‘œ 2 = 0 → πœ”π‘ 2 +
πœ”π‘œ
𝑄
− πœ”π‘œ 2 = 0 ……
2πœ” 𝑐 πœ” π‘œ
2𝑄
− πœ”π‘œ 2 = 0 ……
(2.104)
(2.105)
Jika
πœ”πΆ +
πœ”π‘œ 2
2𝑄
= πœ”πΆ2 +
2πœ” 𝑐 πœ” π‘œ
2𝑄
+
πœ” π‘œ2
4𝑄
……………..
(2.106)
maka agar Persamaan (2.106) sama dengan nol dan sama dengan Persamaan (2.105),
pada Persamaan (2.106) ditambahkan Persamaan (2.107) berikut:
πœ”2
−πœ”π‘‚2 − 4π‘„π‘œ …………………………..
(2.107)
Persamaan (2.106) menjadi:
Universita Sumatera Utara
56
πœ”π‘œ 2
πœ”πΆ +
2𝑄
πœ”2
−πœ”π‘‚2 − 4π‘„π‘œ = πœ”πΆ2 +
2πœ” 𝑐 πœ” π‘œ
2𝑄
πœ” π‘œ2
+
4𝑄
πœ”2
−πœ”π‘‚2 − 4π‘„π‘œ
Persamaan (2.106) telah sama dengan Persamaan (2.105)
πœ”π‘œ 2
πœ”πΆ +
2𝑄
πœ”2
↔ πœ”πΆ +
↔ πœ”πΆ +
πœ”π‘œ 2
2𝑄
=
πœ”π‘‚2
+
2πœ” 𝑐 πœ” π‘œ
2𝑄
−πœ”π‘‚2 − 4π‘„π‘œ = πœ”πΆ2 +
πœ” π‘œ2
4𝑄
πœ”π‘œ 2
2𝑄
−πœ”π‘‚2
πœ”2
−πœ”π‘‚2 − 4π‘„π‘œ = 0
→ πœ”πΆ +
πœ”π‘œ
πœ”π‘‚2
=±
2𝑄
+
πœ” π‘œ2
4𝑄
1
2
…..
(2.108)
Akar yang bernilai positif dari Persamaan (2.105) diperoleh nilai πœ”π‘1 , yaitu:
1
πœ”
πœ”π‘1 = − 2π‘„π‘œ + πœ”π‘œ 1 + 4𝑄 2
…………………
(2.109)
Untuk Persamaan (2.103), sisi kiri dan sisi kanan dikali negatif hingga persamaan
menjadi :
πœ”πΆ 2 − πœ”π‘œ 2 − πœ”π‘
πœ”π‘ 2 −
πœ”π‘ πœ”π‘œ
𝑄
πœ”π‘œ
𝑄
= 0 → πœ”πΆ 2 − πœ”π‘
− πœ”π‘œ 2 = 0 → πœ”π‘ 2 −
πœ”π‘œ
𝑄
− πœ”π‘œ 2 = 0 …….
2πœ” 𝑐 πœ” π‘œ
2𝑄
− πœ”π‘œ 2 = 0 ……
(2.110)
(2.111)
Jika
πœ”πΆ −
πœ”π‘œ 2
2𝑄
= πœ”πΆ2 −
2πœ” 𝑐 πœ” π‘œ
2𝑄
+
πœ” π‘œ2
4𝑄
………………
(2.112)
maka agar Persamaan (2.112) sama dengan nol, sama dengan Persamaan (2.111),
pada Persamaan (2.112) ditambahkan juga Persamaan (2.107). Persamaan (2.112)
menjadi:
πœ”πΆ −
πœ”πΆ2 −
2πœ” 𝑐 πœ” π‘œ
2𝑄
πœ”π‘œ
2𝑄
πœ”2
2
+
−πœ”π‘‚2 −
πœ”2
πœ”π‘œ2
2πœ”π‘ πœ”π‘œ
πœ”π‘œ2
πœ”π‘œ2
= πœ”πΆ2 −
+
+ −πœ”π‘‚2 −
4𝑄
2𝑄
4𝑄
4𝑄
+ 4π‘„π‘œ −πœ”π‘‚2 − 4π‘„π‘œ → πœ”πΆ2 −
2πœ” 𝑐 πœ” π‘œ
2𝑄
− πœ”π‘‚2 ; sama dengan Persamaan (2.111)
Universita Sumatera Utara
57
πœ”π‘œ 2
πœ”πΆ −
↔ πœ”πΆ −
πœ”π‘œ 2
2𝑄
=
πœ”π‘‚2
2𝑄
+
πœ” π‘œ2
4𝑄
πœ”2
+ −πœ”π‘‚2 − 4π‘„π‘œ = 0
→ πœ”πΆ −
πœ”π‘œ
=±
2𝑄
πœ”π‘‚2
+
πœ” π‘œ2
1
4𝑄
2
…… (2.113)
Akar yang bernilai positif dari Persamaan (2.111) diperoleh nilai πœ”π‘2 , yaitu:
πœ”π‘2 =
πœ”π‘œ
1
+ πœ”π‘œ 1 + 4𝑄 2
2𝑄
……………………
(2.114)
Besar bandwidth dapat kita tentukan dari Persamaan (2.115) berikut:
𝐡 = πœ”π‘2 − πœ”π‘1 → 𝐡 =
πœ”π‘œ
𝑄
𝑅
= 𝐿 …………………
(2.115)
Frekuensi centre ditentukan berdasarkan Persamaan (2.115) berikut:
πœ”π‘œ =
πœ”π‘2 . πœ”π‘1 ………………………….
(2.116)
Jika direncanakan frekuensi centre πœ”0 tepat berada ditengah πœ”πΆ1 dan πœ”πΆ2 maka nilai
πœ”πΆ1 harus memenuhi Persamaan (2.117) dibawah ini:
πœ”0 =
πœ” 𝐢1 + πœ” 𝐢2
2
…………………………..
(2.117)
Substitusi Persamaan (2.117) ke Persamaan (2.116) untuk memperoleh
Persamaan (2.118).
πœ” 𝐢1 + πœ” 𝐢2
2
=
πœ”πΆ1 + πœ”πΆ2
πœ”π‘2 . πœ”π‘1 →
2
πœ” 𝐢1 +πœ” 𝐢2 2
4
= πœ”πΆ2 . πœ”πΆ1
= 4πœ”πΆ2 . πœ”πΆ1 → πœ”πΆ1 − πœ”πΆ2
2
=0
πœ”πΆ1 = πœ”πΆ2 …………………………….
(2.118)
Dari Persamaan (2.118) diketahui bahwa untuk mendapatkan frekuensi tengah
πœ”0 tepat berada ditengah πœ”πΆ1 dan πœ”πΆ2 maka nilai πœ”πΆ1 = πœ”πΆ2 = πœ”0 dimana nilai B=0.
Universita Sumatera Utara
58
Hal ini tidak mungkin terjadi, dan frekuensi centre πœ”0 tidak pernah tepat ditengah
πœ”πΆ1 dan πœ”πΆ2 .
b. Langkah-langkah dalam menentukan nilai R, L dan C serta karateristik filter
pasif RLC adalah:
1. Menentukan daya reaktif yang diharapkan untuk memperbaiki faktor daya
dengan Persamaan (2.73).
2. Menentukan nilai kapasitor seri berdasarkan Persamaan (2.74).
3. Menentukan nilai L dengan menggunakan Persamaan (2.98).
4. Menentukan faktor Q yang diharapkan (diperkirakan).
5. Menentukan nilai R berdasarkan nilai Q yang telah ditentukan dengan
Persamaan (2.96).
6. Menentukan frekuensi fundamental, f = 50 Hz.
7. Menentukan frekuensi cut off frekuensi tinggi (frekuensi harmonisa setelah
frekuensi fundamental), Persamaan (2.114).
8. Menentukan frekuensi cut off frekuensi rendah dengan Persamaan (2.109).
9. Tentukan nilai B dengan Persamaan (2.115).
Universita Sumatera Utara
Download