korelasi antara motivasi belajar dan self regulated learning dengan

advertisement
KORELASI ANTARA MOTIVASI BELAJAR DAN SELF REGULATED
LEARNING DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK
PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING
(Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 3 Tasikmalaya)
Yuni Nurherliyani
e-mail: [email protected]
Program Studi Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi
Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya
ABSTRAK
YUNI NURHERLIYANI. 2015. “Korelasi Antara Motivasi Belajar dan Self Regulated
Learning dengan Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Peserta Didik Melalui
Model Problem Based Learning”. (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VII SMP
Negeri 3 Tasikmalaya Tasikmalaya). Program Studi Pendidikan Matematika. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Siliwangi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara motivasi belajar dan self
regulated learning dengan kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik melalui
model Problem Based Learning. Motivasi belajar dan self regulated learning merupakan
dua hal yang berpengaruh terhadap aktivitas belajar peserta didik. Keduanya dipercaya
mampu memberikan kontribusi terhadap kemampuan berpikir kritis matematik peserta
didik.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan korelasi. Instrumen yang
digunakan yaitu berupa soal tes kemampuan berpikir kritis matematik, angket motivasi
belajar dan angket self regulated learning dengan menggunakan model Problem Based
Learning. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VII SMP Negeri
3 Tasikmalaya dan sampel diambil satu kelas secara acak dari seluruh populasi.
Pengambilan sampel diundi menurut kelas dan keluar satu kelas sampel yaitu kelas VII-K
dengan jumlah peserta didik yaitu 42 orang yang kemudian diberikan pembelajaran
matematik dengan model Problem Based Learning. Teknik analisis data menggunakan uji
linearitas regresi dan uji korelasi ganda.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada korelasi positif antara motivasi belajar
dan self regulated learning dengan kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik
melalui model Probleam Based Learning dengan kontribusi motivasi belajar dan self
regulated learning terhadap kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik sebesar
92% dan sisanya sebesar 8% dipengaruhi oleh faktor lain. Simpulan kedua yaitu motivasi
belajar peserta didik terhadap penggunaan model Problem Based Learning terdapat pada
kategori tinggi.
Kata Kunci : Motivasi Belajar, Self Regulated Learning, Kemampuan Berpikir Kritis
Matematik, Model Problem Based Learning
1
ABSTRACT
YUNI NURHERLIYANI. 2015. “The Correlation between Learning Motivation and Self
Regulated Learning with the Students Mathematics Critical Thinking Capability through
Problem Based Learning Model”. (The research of students at grade VII in SMPN 3
Tasikmalaya). Mathematics Education Department. Faculty of Educational Sciences and Teachers‟
Training. Siliwangi University.
The aim of this research is to know the correlation between learning motivation and self
regulated learning with the students mathematics critical thinking capability through Problem Based
Learning model. Learning motivation and self regulated learning are two things which are
influential toward students learning activity. Both of them are trusted being able to give the
contribution toward mathematics critical thinking capabilty of students.
The method used in this research is descriptive method and correlation. The instrument
used is the test of mathematics critical thinking capability, learning motivation questionnare, and
self regulated learning questionnare toward the use of Problem Based Learning model. The
population of this research is all of the students at grade VII in SMPN 3 Tasikmalaya, and the
sample is acquired from one class randomly from the population. The sample is acquired by
drawing according to class and one class turns out – VII K which the total sample is 42 students,
then it was given mathematics learning with Problem Based Learning Model. The techniques of
analysing the data in this research are regression linearity test and double correlation test.
The consclusion of this research result is that there is a positive correlation between
learning motivation and self regulated learning with the students mathematics critical thinking
capability through problem based learning model, and learning motivation contribution and self
regulated learning toward students‟ mathematics critical thinking capability is about 92%, and the
residue which is about 8% is influenced by othe factors. The second conclusion is that students
learning motivation toward the use of Problem Based Learning model contains in high category.
Keywords : Learning Motivation, Self Regulated Learning, Mathematics Critical Thinking
Capability, Problem Based Learning Model
2
PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi selalu mengalami peningkatan yang sangat pesat sesuai dengan
perkembangan zaman. Kemajuan teknologi ini mengakibatkan perubahan diberbagai
bidang salah satunya yaitu bidang pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari tujuan pendidikan
yang dikemukakan oleh Mu‟minah (Jihad, Asep dan Abdul Haris 2012:9)
Pendidikan bertujuan mengembangkan atau mengubah tingkah laku siswa. Tingkah
laku siswa terdiri dari dua aspek, yaitu: aspek subjektif yang bersifat fungsional dari
tingkah laku, yakni aspek rohaniah dari tingkah laku dan aspek objektif yang
bersifat struktural, yakni aspek jasmaniah dari tingkah laku.
Sejalan dengan pendapat tersebut dapat dilihat bahwa pendidikan membentuk
peserta didik untuk mengalami perubahan tingkah laku yaitu memiliki dan meningkatkan
dua aspek yaitu aspek subjektif yang berupa soft skills dan aspek objektif yaitu berupa hard
skills. Dengan kata lain, perubahan dalam pendidikan menekan pada soft skills dan hard
skills yang harus dimiliki peserta didik.
Motivasi belajar merupakan aspek psikologis yang sangat mempengaruhi proses
kegiatan belajar mengajar sebagaimana dikemukakan A.M, Sardiman (2011:85) bahwa
fungsi motivasi yaitu mendorong manusia untuk berbuat, maka motivasi sebagai penggerak
atau motor yang melepaskan energi. Hal ini menunjukan pentingnya motivasi dalam
kegiatan belajar mengajar agar peserta didik memiliki dorongan atau penggerak untuk mau
meningkatkan kemampuan dan prestasi belajarnya secara optimal. Sebagai contohnya
peserta didik yang tidak memiliki motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan
aktivitas belajar, sebab motivasi merupakan daya penggerak dalam diri peserta didik yang
menimbulkan aktivitas, menjamin kelangsungan dan menimbulkan arah kegiatan belajar
sehingga peserta didik memiliki kemampuan dan keterampilan.
Uno, Hamzah B (2014:1) berpendapat “Motivasi adalah dorongan dasar yang
menggerakan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang untuk
melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya”. Dalam hal ini motivasi
merupakan penggerak untuk mau melakukan sesuatu, dan menunjukan bahwa motivasi
yang timbul dalam diri setiap orang berbeda-beda tergantung kebutuhan atau tujuan dalam
dirinya. Gagne (Kosasih, E, 2014:122) mengemukakan “Proses belajar yang baik diawali
dari fase dorongan atau motivasi”. Hal ini menunjukan bahwa motivasi merupakan
3
dorongan yang akan menimbulkan semangat yang tinggi agar tercapainya keberhasilan
belajar oleh peserta didik. Peserta didik yang memiliki motivasi dan semangat yang tinggi,
ada kemungkinan peserta didik tersebut akan berhasil dalam proses belajarnya. Sebaliknya,
jika peserta didik yang tidak memiliki motivasi dan semangat, peserta didik tersebut tidak
akan meraih hasil yang optimal. Dengan kata lain motivasi sebagai proses awal dalam
pembelajaran yang menentukan keberhasilan peserta didik dalam meraih hasil belajar.
Aktivitas yang dialami peserta didik dalam proses belajar ini akan mempengaruhi
hasil yang dicapai oleh peserta didik. Indikator-indikator motivasi belajar diantaranya yaitu
adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan alam belajar, adanya
harapan dan cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang
menarik dalam belajar, dan adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga
memungkinkan seseorang peserta didik dapat belajar dengan baik.
Aspek psikologis dipercaya mampu meningkatkan kemampuan soft skills yang
dimiliki peserta didik. Salah satunya yaitu self-regulated learning. merupakan kesadaran
berpikir secara mandiri untuk mencari solusi dalam menyelesaikan masalah. Selain itu, self
regulated
learning
menuntut
peserta
didik
untuk
aktif
dan
mengembangkan
kemampuannya secara mandiri.
Suryadi, Didi (2012:54) mengemukakan “Self Regulated Learning (SRL) mencakup
tiga karakteristik sentral yaitu kesadaran berfikir, penggunaan strategi, dan pemeliharaan
motivasi”. Pengembangan sifat ini menunjukan bahwa peserta didik dengan sifat self
regulated learning yaitu memiliki kemandirian dalam berpikir yang efektif serta memiliki
kemampuan mandiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi serta memiliki dan
memilih strategi belajar, untuk mengarahkan setiap rencana yang dimilikinya selain itu
selalu berusaha untuk memelihara motivasi untuk selalu semangat agar tujuan yang
dimilikinya tercapai.
Indikator-indikator self regulated learning diantaranya adanya inisiatif saat motivasi
belajar secara interistik, kebiasaan mendiagnosa kebutuhan belajar, menetapkan
tujuan/target belajar, memonitor, mengatur, dan mengkonrol belajar, memandang kesulitan
sebagai tantangan, memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan, memilih serta
4
menerapkan strategi belajar, mengevaluasi proses dan hasil belajar, dan
self
efficacy/konsep diri/kemampuan diri.
Sedangkan kemampuan hard skills, menuntut peserta didik untuk memiliki
kemampuan belajar salah satunya yaitu kemampuan berpikir dalam
menerima dan
mengolah berbagai informasi, karena kemajuan teknologi saat ini akan memudahkan
siapapun untuk mendapatkan berbagai informasi. Untuk itu peserta didik dituntut untuk
mampu berpikir kritis dalam mencari, memilih, menerima dan mengolah informasi.
Informasi-informasi yang semakin mudah didapatkan, menuntut kita untuk lebih
cerdas dalam mencari, menerima, mengolah, mengidentifikasi dan mengaplikasikan sebuah
informasi menjadi sebuah konsep. Banyaknya informasi tersebut bisa saja menjadi masalah
jika peserta didik tidak siap untuk menerima, dan mengolah informasi-informasi tersebut.
Oleh karena itu, dalam menerima dan mengolah informasi diperlukan kemampuan untuk
berpikir.
Kemampuan berpikir kritis sangatlah diperlukan, hal ini sejalan dengan pendapat
Glaser (Fisher, Alec, 2008:7)
Hampir setiap orang yang bergelut dalam bidang berpikir kritis telah menghasilkan
daftar keterampilan-keterampilan berpikir yang mereka pandang sebagai landasan
untuk berpikir kritis. Misalnya mendaftarkan kemampuan untuk: mengenal masalah;
menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu;
mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan; mengenal asumsiasumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan; memahami dan menggunakan bahasa
yang tepat, jelas, dan khas; menganalisis data; menilai fakta dan mengevaluasi
pernyataan-pernyataan; mengenal adanya hubungan yang logis antara masalahmasalah; menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang
diperlukan;
menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang
seseorang ambil; menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan
pengalaman yang lebih luas; dan membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan
kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian tersebut kemampuan berpikir kritis merupakan landasan kemampuan
untuk berpikir. Kemampuan berpikir inilah yang membedakan sikap-sikap individu atau
peserta didik dalam menangani permasalahan yang sedang dialaminya.
5
Sejalan dengan itu, Dhand (Suwarma, Dina Mayadiana, 2009:12) mengemukakan
Kemampuan individu dalam berpikir kritis dapat terlihat dari sikapnya sebagai
berikut: Memiliki gagasan yang baru; Tidak berargumen tentang permasalahan yang
ia ketahui; Mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan memerlukan banyak
informasi dalam memecahkan suatu permasalahan; Mengetahui permbedaan antara
kesimpulan yang benar dan salah; Memahami setiap orang memiliki gagasan yang
berbeda; Menghormati argumen orang lain; Bertanya tentang apa yang tidak
diketahuinya; Membedakan pikiran yang berdasarkan emosional dan logika;
Menggunakan bahasa yang dapat dimengerti dalam mengemukakan argumennya,;
(10) Membedakan mana fakta atau opini, antara pernyataan penting atau tidak;
Pendapat yang dikemukakan padat dan berisi; Mengajukan pertanyaan dan
kesimpulan yang penting; Membahas suatu permasalahan berdasarkan suara
terbanyak; dan Bisa mengartikan bentuk, hasil akhir, dan mengadakan penilaian.
Inch, Edward S and Barbara Warnick (2006:5) mengemukakan “Critical thinking is
a process in which a person tries to answer rationally those questions that cannot be easily
answered and for which all the relevant information is not avalible”. Dengan kata lain,
kemampuan berpikir kritis membantu peserta didik untuk menjawab pertanyaan yang tidak
biasa dijumpai. Kemampuan berpikir kritis ini merupakan output atau hasil yang dimiliki
peserta didik setelah mengalami pembelajaran.
Mengingat pentingnya kemampuan berpikir kritis dalam kehidupan, salah satu mata
pelajaran di sekolah yang memberikan fasilitas peserta didik memiliki kemampuan berpikir
kritis yaitu mata pelajaran matematika karena dalam matematika merupakan ilmu logis. Hal
ini sejalan dengan pendapat Suryadi, Didi (2012:36) mengemukakan bahwa
Matematika merupakan cara dan alat berpikir. Karena cara berpikir yang
dikembangkan dalam matematika menggunakan kaidah-kaidah penalaran yang
konsisten dan akurat, maka matematika dapat digunakan sebagai alat berpikir yang
sangat efektif untuk memandang berbagai permasalahan termasuk diluar
matematika sendiri.
Untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematik indikator pencapaian
kemampuan berpikir kritis yaitu elementery clarification (memberikan penjelasan
sederhana), basic support (membangun kemampuan dasar), inference (menyimpulkan),
advanced clarification (membuat penjelasan lebih lanjut), dan strategies and tactics
(mengatur strategi dan taktik).
6
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Sri Rahayu, Teni (2013) yang
dilaksanakan pada peserta didik kelas VII SMP Negeri 5 Tasikmalaya tentang kemampuan
berpikir kritis matematik peserta didik yang masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari ratarata skor tes kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik pada kelas kontrol sebesar
9,59 dengan skor maksimal idealnya 20. Dari skor diperoleh peserta didik mencapai KKM
sebanyak 13 dari 40 orang peserta didik atau sebesar 23,33%, hal ini menunjukan bahwa
kemampuan peserta didik untuk menerima, mengolah dan menyelesaikan sendiri masalah
matematika pada jenjang SMP masih perlu ditingkatkan.
Hasil penelitian di SMP Negeri 3 Tasikmalaya diperkuat dengan dilaksanakannya
observasi di awal penelitian yang dalam hal ini peneliti memberikan 5 soal tes kemampuan
berpikir kritis di kelas VII-A, yang hasilnya menunjukan hanya 60% dari 42 orang peserta
didik yang memperoleh skor diatas 15 artinya kemampuan berpikir kritis matematik yang
dimiliki peserta didik di SMP Negeri 3 Tasikmalaya masih belum optimal. Untuk itu,
peneliti akan melanjutkan penelitian terhadap kemampuan berpikir kritis matematik peserta
didik di SMP Negeri 3 Tasikmalaya dalam upaya meningkatkan kemampuan tersebut.
Selain itu, sebagai pelaksana pendidikan yaitu guru dituntut untuk mampu
menciptakan pembelajaran yang dapat mengembangkan peserta didik untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Huda, Miftahul (2014:5) menjelaskan
pembelajaran dalam dua definisi yaitu “Pembelajaran sebagai perubahan perilaku dan
pembelajaran sebagai perubahan kapasitas”. Perubahan perilaku dalam proses pembelajaran
ini menunjukan hasil belajar dari peserta didik, namun tidak semua perubahan itu
merupakan hasil belajar.
Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran merupakan suatu proses. Sebagai suatu proses, pembelajaran terdiri dari
tahapan atau fase-fase. Hal ini menunjukan bahwa dalam proses pembelajaran peserta didik
dituntut aktif untuk mengembangkan kemampuannya. Sama halnya menurut Huda,
Miftahul (2014:38) “Pembelajaran merupakan proses aktif. Pembelajaran dihasilkan
melalui keterlibatan aktif individu dalam merefleksikan pengalaman dan tindakan yang ia
praktikan di lingkungan tertentu”. Untuk itu dalam kegiatan pembelajaran, guru harus
7
memfasilitasi peserta didik yaitu menggunakan model pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik serta mampu mengembangkan kemampuan peserta didiknya.
Salah satu upaya guru tersebut yaitu dengan menggunakan model pengajaran
sebagai model pembelajaran. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Joyce dan Weill (Huda,
Miftahul, 2014:73) “Models of Teaching are really models of learning. As we helps
students acquire information, ideas, skills, values, way of thingking, and means of
expressing themselves, we are also teaching them how to learn”. Model pengajaran yang
digunakan yaitu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik untuk aktif
menerima informasi, ide, kemampuan dan cara untuk berpikir. Informasi-informasi tersebut
berupa bahan ajar yang diajukan sebagai masalah awal yang harus diidentifikasi atau diolah
dan diselesaikan oleh peserta didik.
Model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu Problem Based
Learning (PBL). Tan (Amir, M. Taufik 2013:12) mengemukakan bahwa
PBL yaitu pembelajaran yang dimulai dengan pemberian „masalah‟, biasanya
„masalah‟ memiliki konteks dengan dunia nyata, pemelajar secara berkelompok
aktif merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka,
mempelajari dan mencari sendiri materi yang terkait dengan „masalah‟,dan
melaporkan solusi dari „masalah‟. Sementara pendidik lebih banyak memfasilitasi.
Sejalan dengan itu, Kosasih, E (2014:89) menjelaskan bahwa
PBL merupakan suatu metode pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar
bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari
permasalahan dunia nyata.Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat
siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud.Masalah diberikan,
sebelum siswa mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah
yang harus dipecahkan.
Melalui model Problem Based Learning (PBL) ini siswa dapat aktif serta meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dalam mencari solusi pada masalah yang diberikan guru di awal
pembelajaran.
Berbagai model pembelajaran yang mendukung peserta didik untuk aktif mengolah
dan menyelesaikan masalah untuk membangun konsepnya sendiri, salah satunya yaitu
model Problem Based Learning. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan
mengutamakan peserta didik mengetahui pengertian, penemuan, proses, keakuratan dan
8
wawasan yang luas. Oleh karena itu, peneliti melakukan pembelajaran dengan model
Problem Based Learning yang memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk aktif,
memiliki motivasi belajar dan self regulated learning dalam mengungkapkan ide atau
gagasan matematik dan menyelesaikan permasalahan sehingga, memiliki kemampuan
berpikir kritis. Langkah-langkah model Problem Based Learning yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu peserta didik disajikan pada suatu masalah, peserta didik mendiskusikan
masalah dalam tutorial PBL dalam sebuah kelompok kecil, peserta didik terlibat dalam
studi independen untuk menyelesaikan masalah di luar bimbingan guru, peserta didik
kembali pada tutorial PBL, lalu saling sharing informasi, melalui peer teaching atau
cooperative learning atas masalah tertentu, peserta didik mereview apa yang mereka
pelajari selama proses pengerjaan selama ini.
Agar penelitian lebih terarah, maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut
yaitu penelitian dilaksanakan pada materi perbandingan dan aritmetika sosial. Dengan
standar kompetensi yaitu menggunakan bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan
linear satu variabel, dan perbandingan dalam pemecahan masalah, dengan menggunakan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada kelas VII SMP Negeri 3 Tasikmalaya
tahun pelajaran 2014/2015.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana korelasi antara motivasi belajar dan self regulated learning dengan
kemampuan berpikir kritis matematik yang dimiliki peserta didik melalui model Problem
Based Learning, serta untuk mengetahui motivasi belajar dan self regulated learning yang
dimiliki peserta didik selama mengikuti pembelajaran menggunakan model Problem Based
Learning.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif
dan metode penelitian korelasi. Menurut Sumanto (2014:14) mengemukakan
Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan
gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga menjawab pertanyaanpertanyaan sehubungan dengan status subjek penelitian pada saat ini, misalnya sikap
atau pendapat terhadap individu, organisasi dan sebagainya.
9
Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana motivasi belajar dan
regulated learning yang dimiliki peserta didik selama mengukuti pembelajaran dengan
model Problem Based Learning.
Sumanto (2014:14) mengemukakan juga “Penelitian korelasi bertujuan untuk
menentukan ada tidaknya hubungan, dan seberapa jauh suatu hubungan ada antara dua
variabel (yang dapat diukur) atau lebih”. Alasan metode penelitian korelasi yaitu untuk
mengetahui korelasi antara motivasi belajar dan self regulated learning dengan kemampuan
berpikir kritis matematik peserta didik melalui model Problem Based Learning.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VII SMP Negeri 3
Tasikmalaya tahun ajaran 2014/2015. Selanjutnya diambil sampel secara acak menurut
kelas alasannya setiap kelas memiliki karakteristik yang sama yaitu terdiri dari kelompok
peserta didik dengan kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta rata-rata dari masingmasing kelas tersebut relatif sama. Caranya dengan menuliskan nama masing-masing kelas
pada secarik kertas, selanjutnya secarik kertas tersebut digulung dan diambil satu kelas
untuk memperoleh sampel. Nama kelas yang tertera dalam gulungan secarik kertas ini akan
dijadikan sampel. Kelas sampel yang terpilih adalah kelas VII-K yang berjumlah 42 orang.
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes kemampuan berpikir
kritis matematik peserta didik, angket motivasi belajar dan self regulated learning yang
diberikan diakhir pertemuan setelah semua proses pembelajaran selesai dengan
menggunakan model Problem Based Learning. Soal tes kemampuan berpikir kritis
digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik setelah
melaksanakan pembelajaran melalui model Problem Based Learning. Angket motivasi
belajar dan self regulated learning digunakan untuk mengetahui bagaimana motivasi
belajar dan self regulated learning yang dimiliki peserta didik selama pembelajaran
menggunakan model Problem Based Learning.
Teknik analisis data yang digunakan yaitu uji linearitas regresi dan uji korelasi
ganda.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilaksanakan terhadap peserta didik kelas VII-K di SMP Negeri 3
Tasikmalaya pada materi perbandingan dan aritmetika sosial dengan menggunakan model
Problem Based Learning. Skor yang di peroleh disesuaikan dengan KKM (78) yang telah
ditetapkan oleh sekolah atau setara dengan 15,6. Berdasarkan skor akhir tes kemampuan
berpikir kritis matematik peserta didik maka diperoleh rata-rata skor kemampuan berpikir
kritis matematik peserta didik di kelas sampel sebesar 15,36 dengan skor maksimal
idealnya 20. Skor terbesarnya adalah 20 dan skor tekecilnya adalah 11. Berdasarkan kriteria
ketentuan nilai yang di interpretasikan dalam kategori sangat baik, baik, cukup, kurang dan
sangat kurang diperoleh bahwa sebanyak 6 orang peserta didik (14,29%) memiliki
kemampuan berpikir kritis yang sangat baik, 34 orang peserta didik (80,95%) memiliki
kemampuan berpikir kritis yang baik, dan sebanyak 2 orang peserta didik (4,76%) memiliki
kemampuan berpikir kritis yang cukup.
Berdasarkan hasil analisis tes kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik
diperoleh rata-rata yaitu sebesar 15,21, hal ini menunjukan bahwa kemampuan berpikir
kritis matematik peserta didik di kelas VII-K masih perlu dikembangkan dan digali lebih
lanjut agar kemampuan yang dimiliki peserta didik mencapai hasil yang maksimal.
Kemampuan berpikir kritis matematik memuat beberapa indikator diantaranya indikator
elementery clarification (memberikan penjelasan sederhana) rata-rata hasil tes kemampuan
berpikir kritis pada indikator ini yaitu sebesar 3,14, hal ini menunjukan bahwa sebagian
besar peserta didik telah mampu memberikan gambaran, alas an dan penjelasan dalam
menyelesaikan soal tes kemampuan berpikir kritis matematik pada diantaranya indikator
elementery clarification (memberikan penjelasan sederhana) namun masih ada peserta
didik yang memerlukan bimbingan guru dalam menyelesaikan soal tersebut.
Indikator basic support (membangun kemampuan dasar) rata-rata hasil tes
kemampuan berpikir kritis pada indikator ini yaitu sebesar 3,31 artinya peserta didik telah
mampu menguasai konsep dasar atau pengetahuan awal dalam menyelesaikan soal tes
kemampuan berpikir kritis matemak, namun agar peserta didik dapat menyelesaikan soal
matematik dengan mudah perlu adanya peningkatan lebih lanjut pada indikator basic
11
support (membangun kemampuan dasar) karena dalam indikator ini merupakan modal atau
dasar utama peserta didik dalam menyelesaikan masalah matematika.
Selanjutnya yaitu indikator inference (menyimpulkan) rata-rata hasil tes
kemampuan berpikir kritis pada indikator ini yaitu sebesar 2,79 artinya peserta didik telah
mampu menguasai kemampuan berpikir kritis pada indikator inference (menyimpulkan)
namun juga menunjukan bahwa hamper setengah dari jumlah peserta didik belum
menguasai kemampuan ini terlihat dari hasil jawaban peserta didik yang masih belum
maksimal dalam mengerjakan soal pada indikator inference (menyimpulkan) untuk itu
perlu bimbingan lebih lanjut agar peserta didik dapat menyimpulkan permsalahan yang
sedang dikerjakan.
Indikator advanced clarification (membuat penjelasan lebih lanjut) rata-rata hasil
tes kemampuan berpikir kritis pada indikator ini yaitu sebesar 3,19 artinya peseta didik
telah mampu memberikan gambaran, penjelasan dan menguasai konsep dasar atau
pengetahuan awal sehingga peserta didik mampu memberikan penjelasan atau pengerjaan
lebih lanjut dalam menyelesaikan masalah matematika, hal ini perlu dimiliki oleh masingmasing peserta didik untuk mampu menyelesaikan soal tes matematika.
Indikator strategies and tactics (mengatur strategi) rata-rata hasil tes kemampuan
berpikir kritis pada indikator ini yaitu sebesar 2,79 artinya peserta didik perlumemiliki
strategi dalam menyelesaikan permasalahan matematika agar peserta didik tidak mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematika. Hasil ini menunjukan bahwa peserta
didik masih perlu bimbingan dalam menuasai indikator strategies and tactics (mengatur
strategi).
Berdasarkan hasil rata-rata dari masing-masing indikator terlihat bahwa peserta
didik unggul pada indikator basic support (membangun kemampuan dasar) dengan rataratanya yaitu sebesar 3,31Sedangkan pada indikator inference (menyimpulkan) dan
strategies and tactics (mengatur strategi) rata-rata masing-masing indikatornya yaitu
sebesar 2,79, dianggap masih perlu adanya perlakuan lebih lanjut untuk mengembangkan
indikator tersebut. Hasil tes kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik tercermin
dari antusias peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran. Tercermin dari sikap
peserta didik yang belum menguasai pelajaran yaitu tidak memperhatikan penjelasan guru
12
dan teman peserta didik lainnya. Dalam hal ini guru berperan aktif dalam mengkondisikan
sikap peserta didik untuk aktif mencari tahu, menerima dan menyelesaikan masalah
matematika.
Hasil analisis angket motivasi belajar diperoleh rata-rata yaitu sebesar 74,48
diantaranya memuat enam indikator yaitu adanya hasrat dan keinginan belajar dengan ratarata 17,55 termasuk dalam kategori tinggi, adanya dorongan dan kebutuhan alam belajar
rata-ratanya 7 termasuk dalam kategori sedang, adanya harapan dan cita-cita masa depan
rata-ratanya 7,88 termasuk kategori tinggi, adanya penghargaan dalam belajar rata-ratanya
10,79 termasuk kategori sedang, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar rata-ratanya
17,33 termasuk kategori sedang dan adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga
memungkinkan seseorang peserta didik dapat belajar dengan baik rata-ratanya 13,91
termasuk kategori sedang. Secra keseluruhan motivasi belajar peserta didik selama
mengikuti pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning termasuk dalam
kategori tinggi.
Hasil analisis angket SRL diperoleh rata-ratanya yaitu sebesar 75,05 diantaranya
memuat adanya inisiatif saat motivasi belajar secara interistik rata-ratanya 13,81 termasuk
kategori tinggi, kebiasaan mendiagnosa kebutuhan belajar rata-ratanya 10,74 termasuk
kategori sedang, menetapkan tujuan/target belajar rata-ratanya 4,07 termasuk kategori
tinggi, memonitor, mengatur, dan mengkontrol belajar rata-ratanya 7,14 termasuk kategori
sedang, memandang kesulitan sebagai tantangan rata-ratanya 6,5 termasuk kategori sedang,
memanfaatkan dan mencari sumber yang relevan rata-ratanya 14,21 termasuk kategori
sedang, memilih serta menerapkan strategi belajar rata-ratanya 7,83 termasuk kategori
tinggi, mengevaluasi proses dan hasil belajar rata-ratanya 3,17 termasuk kategori sedang,
dan Self efficacy/konsep diri/kemampuan diri rata-ratanya 6,88 termasuk kategori sedang.
Secara keseluruhan angket SRL peserta didik selama mengikuti pembelajaran
menggunakan model Problem Based Learning termasuk dalam kategori tinggi.
Pembelajaran dengan model Problem Based Learning melalui lima langkah yaitu
peserta didik disajikan pada suatu masalah, peserta didik mendiskusikan masalah dalam
tutorial PBL dalam sebuah kelompok kecil, peserta didik terlibat dalam studi independen
untuk menyelesaikan masalah di luar bimbingan guru, peserta didik kembali pada tutorial
13
PBL, lalu saling sharing informasi, melalui peer teaching atau cooperative learning atas
masalah, peserta didik mereview apa yang mereka pelajari selama proses pengerjaan
selama proses pembelajaran.
Sebelum disajikan pada masalah, guru memberikan apersepsi terlebih dahulu pada
awal pembelajaran. Dalam apersepsi peneliti sebagai guru memberikan motivasi dan
gambaran terhadap masalah yang dipelajari baik dikaitkan dengan materi yang sebelumnya
yang telah dipelajari atau masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Guru
mengarahkan peserta didik untuk aktif dalam membangun pengetahuan awal peserta didik
untuk mengembangkan pengetahuan dalam materi yang akan dipelajari. Setelah itu guru
memotivasi peserta didik dengan menjelaskan kegunaan materi pada kehidupan sehari-hari
sehingga peserta didik termotivasi dalam belajar
PBL diawali dengan langkah pertama yaitu peserta didik disajikan dalam sebuah
masalah dengan cara mengajukan beberapa masalah dalam kehidupan sehari-hari yang
berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Langkah kedua yaitu peserta didik
mendiskusikan masalah dalam kelompok kecil yang terdiri dari 5- 6 orang anggota
kelompok. Guru membagi peserta didik dalam kelompok-kelompok secara heterogen,
tujuannya agar peserta didik dapat bertukar pikiran dan terjadi interaksi antara peserta didik
dalam menyelesaikan masalah. Pada kegiatan ini guru membagikan bahan ajar kepada
masing-masing kelompok.
Langkah ketiga yaitu peserta didik terlibat dalam studi independen untuk
menyelesaikan masalah di luar bimbingan guru. Guru memfasilitasi peserta didik untuk
aktif menyelesaikan bahan ajar dengan cara mendiskusikan masalah antar peserta didik.
Langkah keempat peserta didk kembali dalam tutorial PBL, guru membimbing
peserta didik dalam mengumpulkan informasi dan mendiskusikan dengan teman
kelompoknya, peserta didik yang terpilih menyajikan bahan ajar di depan kelas, dan peserta
didik lainnya menanggapi sehingga terjadi interaksi tanya jawab antara penyaji dan peserta
didik. Guru mengevaluasi hasil kerja kelompok peserta didik dengan memberikan konsep
yang kurang tepat. Selanjutnya, guru membagikan LKPD yang berisi masalah-masalah
mengenai materi yang sesuai dengan konsep yang telah dijelaskan pada diskusi. Guru
membimbing peserta didik untuk mengerjakan LKPD. Peserta didik yang terpilih
14
menuliskan penyelesaian LKPD di papan tulis dan menjelaskannya kepada peserta didik
lain dan peserta didik lainnya menanggapi sehingga terjadi interaksi tanya jawab antara
penyaji dan peserta didik. Guru memberikan klarifikasi dan umpan balik kepada peserta
didik dengan mengajukan pertanyaan yang mengacu pada bahan ajar.
Langkah kelima yaitu peserta didik mereview apa yang mereka pelajari selama
proses pengerjaan selama proses pembelajaran. Pesera didik dengan bimbingan guru
membuat rangkuman mengenai materi yang telah dipelajari. Guru dan peserta didik
melakukan refleksi. Selanjutnya, guru memberikan tugas individu atau PR kepada peserta
didik dan guru menginformasikan materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya.
Secara ilmiah melalui hasil pengujian menunjukkan bahwa hipotesis penelitian
diterima. Ini berarti secara umum terdapat korelasi positif antara motivasi belajar dan self
regulated learning baik satu-satu maupun secara bersama-sama terhadap kemampuan
berpikir kritis matematik peserta didik. Untuk lebih jelasnya hasil pengujian hipotesis
tersebut dapat dijelaskan melalui pembahasan berikut:
Korelasi antara motivasi belajar dan self regulated learning dengan kemampuan
berpikir kritis matematik peserta didik memiliki kekuatan korelasi sebesar 0,96.
Sumbangan yang diberikan oleh motivasi belajar dan self regulated learning terhadap
kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik secara bersama-sama adalah 92%,
sisanya sebesar 8% adalah faktor lain. Korelasi linear antara motivasi belajar dan self
regulated learning dengan kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik melalui
model Problem Based Learning tergolong sangat kuat. Hal ini dibuktikan dengan
dijawabnya hipotesis penelitian bahwa ada korelasi positif antara motivasi belajar dan self
regulated learning dengan kemampuan berpikir kritis matematik peserta didik melalui
model Problem Based Learning.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kelas VII SMP Negeri 3
Tasikmalaya dengan menggunakan dasar-dasar teori serta pembahasan yang dilakukan
sebelumnya, maka peneliti menarik simpulan yaitu ada korelasi positif antara motivasi
belajar dan self regulated learning dengan kemampuan berpikir kritis matematik peserta
15
didik melalui model Problem Based Learning. Besarnya kontribusi motivasi belajar dan
self regulated learning secara bersamaan terhadap kemampuan berpikir kritis matematik
peserta didik sebesar 92% dan sisanya sebesar 8% dipengaruhi faktor lain. Simpulan kedua
yaitu motivasi belajar dan self regulated learning peserta didik selama mengikuti
pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning termasuk pada kategori tinggi.
Berdasarkan simpulan hasil peneitian, peneliti menyarankan kepada peneliti
selanjutnya, diharapkan menjadi sarana belajar untuk mengintegrasikan pengetahuan dan
keterampilan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) yang dapat dijadikan
bahan acuan untuk pembelajaran di masa yang akan datang serta pentingnya menggali
motivasi belajar dan self regulated learning serta kemampuan berpikir kritis matematik
peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
A.M, Sardiman (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Amir, M.Taufiq (2013). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta:
Kencana.
Fisher, Alec. (2008). Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga
Huda, Miftahul. (2014). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Inch, Edward S and Barbara Warnick. (2006) Critical thinking and communication: the use
of reason in argument. Boston, MA: Allyn & Bacon
Jihad, Asep dan Abdul Haris. (2012) Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo
Kosasih, E. (2014). Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum 2013.
Bandung : Yrama Widya
Sumanto (2014). Teori dan Aplikasi Metode Penelitian. Yogyakarta: CAPS
Sumarmo, Utari. (2014). Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya.
Bandung:UPI
Suryadi, Didi (2012). Membangun Budaya Baru dalam Berpikir Matematika. Bandung:
Rizqi
16
Suwarma, Dina Mayadiana. (2009). Suatu Alternatif Pembelajaran untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Matematika. Jakarta: Cakrawala Maha Karya
Uno, Hamzah B. (2014). Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis Di Bidang
Pendidikan. Jakarta: Bumi Kencana.
17
Download