1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker adalah salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia dengan 12,6 juta kasus baru dan 7,6 juta kematian diperkirakan telah terjadi pada tahun 2008. Pada tahun 2030, diperkirakan akan terjadi 26,4 juta kasus kanker baru, 17 juta kematian karena kanker dan 75 juta pasien hidup dengan penyakit kanker. Lebih dari separuh kasus kanker dan sekitar 60 juta kematian karena kanker terjadi di negara berkembang. Kecenderungan ini lebih mencolok di negara Asia yang jumlah kematian per tahun pada tahun 2002 sebesar 3,5 juta dan diperkirakan akan meningkat menjadi 8,1 juta pada tahun 2020. Pada tahun 2008 tercatat 700.000 kasus kanker baru di negara-negara anggota ASEAN dan setengah juta kematian akibat kanker terjadi pada tahun yang sama (WHO 2008, Sutandyo, 2012). Menurut Prof. Tjandra Yoga Aditama, di Indonesia prevalensi tumor dan kanker adalah 4,3 per 1.000 penduduk. Kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke, TB, hipertensi, cedera, perinatal, dan DM (Riskesdas, 2007). Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia (16,85%) disusul kanker leher rahim (11,78%). Hal ini sama dengan estimasi Globocan (IARC) tahun 2002 (Depkes, 2012). Prevalensi tumor dan kanker tertinggi dilaporkan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yaitu 9,6 per 1.000 penduduk dan terendah di Provinsi Maluku, yaitu 1,5 per 1.000 penduduk. Prevalensi tumor dan kanker pada umumnya lebih tinggi pada wanita, sebesar 5,7 per 1.000 penduduk dibandingkan dengan pada pria, yaitu sebesar 2,9 per 1.000 penduduk (Depkes, 2012). Penyakit kanker menjadi beban ekonomi bagi individu, keluarga, dan negara. Pada tahun 2010, Program Jamkesmas mengeluarkan dana sebesar lebih dari Rp.143 miliar untuk rawat inap penderita kanker di kelas 3 rumah sakit. Data PT Askes tahun 2010 menunjukkan pengobatan kanker menempati urutan 1 2 ke-4 dalam penyerapan biaya. Pada tahun 2011 (Depkes 2012) terjadi lonjakan bermakna dalam pembiayaan kanker Program Jamkesmas sebesar 8%. Jenis kanker yang dibiayai didominasi oleh kanker payudara (30%) dan kanker serviks (24%). Kanker payudara merupakan jenis kanker yang sering ditemui di kalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan sebanyak 519.000 wanita dilaporkan mengalami kematian akibatnya pada tahun 2004. Setiap tahun terdapat lebih dari 1,15 juta kasus kanker payudara baru terdiagnosis di kalangan wanita dan 0,41 juta wanita akan meninggal akibat kanker ini (WHO, 2008). Kanker payudara merupakan kanker dengan insiden tertinggi ke-2 di Indonesia setelah kanker leher rahim dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insiden ini meningkat seperti halnya di negara barat. Belum ditemukannya vaksin untuk mencegah penyakit ini memungkinkan naiknya jumlah kasus dan semakin mudanya umur pengidap. Tidak menutup kemungkinan, kanker payudara menduduki peringkat pertama penyebab mortalitas dan morbiditas masyarakat di Indonesia. Angka kejadian kanker payudara di Amerika Serikat berjumlah 92/100.000 wanita per tahun dengan mortalitas yang cukup tinggi, sebesar 27/100.000 atau 18% dari kematian yang dijumpai pada wanita (Pasaribu, 2010). Data Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1986 menunjukkan bahwa kanker payudara menempati urutan kedua sesudah kanker leher rahim. Terdapat kenaikan jumlah penderita kanker yang dirawat di rumah sakit dengan jumlah kematian akibat kanker yang semakin bertambah pula. Penyakit kanker sendiri merupakan penyebab kematian ke-5 di Indonesia. Di Indonesia, kanker payudara masih menempati urutan ke-2 keganasan pada wanita setelah kanker leher rahim pada penelitian pathological based dengan frekuensi relatif 15,83% sesudah kanker leher rahim (25,57%), meskipun pada beberapa rumah sakit besar telah terlihat bahwa frekuensi relatif kanker payudara lebih tinggi dibandingkan dengan kanker leher rahim. Jumlah penderita kanker yang dirawat di rumah sakit di seluruh Indonesia bertambah dari tahun ke tahun. Demikian juga kematian yang semakin bertambah karena naiknya jumlah penderita. Diperkirakan, 33.000 dari 177.000 kasus baru setiap tahun terjadi di Indonesia (Aryandono, 2008). 3 Penelitian population-based tahun 1988 oleh Soeripto et al. (cit. Aryandono, 2008) di DIY mendapatkan ASR (age standardized incidence rate) di Kecamatan Srandakan Kabupaten Bantul sebesar 24,55, sedangkan di Kotamadya Yogyakarta dan Kabupaten Bantul sebesar 13,97. Data dari peneliti yang sama tahun 1982 mendapatkan ASR kanker payudara di DIY sebesar 6,19 dan ini merupakan urutan kedua setelah kanker leher rahim sebesar 7,69. Pada penelitian pathological-based di Bagian Patologi FK UGM tahun 1995, terdapat kenaikan frekuensi relatif kanker payudara menjadi 24,58%, diikuti kanker leher rahim sebesar 17,28% (Ghozali dan Soeripto, 1999 cit. Aryandono, 2008). Di Indonesia belum ada penelitian population-based yang terbaru, demikian pula data registrasi kanker nasional yang dapat diandalkan. Data dari Instalasi Kanker Terpadu Tulip di RS. Dr. Sardjito di Yogyakarta menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun terjadi kenaikan kasus kanker payudara. Pada tahun 2005, dari 1.269 kunjungan penderita di Instalasi Kanker Terpadu Tulip, terbanyak adalah kanker payudara (31,1%), disusul kanker leher rahim (4,9%). Usia penderita terbanyak antara 46–50 tahun (Aryandono, 2008). Pada penelitian tahun 2006, penderita kanker payudara yang datang di Bagian Bedah 3 rumah sakit di Yogyakarta (RSUP Dr Sardjito, Panti Rapih, dan Patmasuri), sebagian besar adalah stadium IIIB (33,86%), merupakan stadium lanjut lokal. Pada keseluruhan kasus, stadium III sebanyak 48,26%, sedangkan stadium IV didapatkan pada 7,1% subjek. Keadaan ini tidak banyak berbeda dengan keadaan di Malaysia (Hisham and Yip, 2004 cit. Aryandono, 2008) maupun Thailand (Thongsuksai et al., 2000 cit. Aryandono, 2008), dengan faktor ekonomi dan sosial budaya yang tidak banyak berbeda dengan Indonesia (Aryandono, 2008). Berbagai usaha telah dilakukan dunia medis untuk menurunkan angka kematian melalui usaha pengobatan yang terus berkembang seperti pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Di sisi lain, berkembang berbagai upaya terapi yang dilakukan masyarakat dalam upaya mencari kesembuhan. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada masyarakat Indonesia, tetapi juga terjadi di seluruh dunia. 4 Terapi alternatif telah berkembang sangat luas di masyarakat. Data menunjukkan bahwa pasien yang menggunakan pengobatan lebih banyak dibandingkan dengan yang datang ke dokter. Di Australia sebesar 48,5% dan di Taiwan sebesar 90% menggunakan terapi konvensional yang dikombinasikan dengan pengobatan tradisional Cina. Jika ditinjau dari segi jenis penyakit, diketahui bahwa penggunaan terapi pada penyakit kanker bervariasi antara 9% sampai dengan 45%. Penelitian di Cina menunjukkan bahwa 64% penderita kanker stadium lanjut menggunakan terapi (Turana, 2003). Susenas tahun 2008 menunjukan bahwa persentase penduduk yang memilih untuk mengobati sendiri keluhan kesehatan yang dialami selama sebulan yang lalu ternyata lebih besar dibandingkan dengan persentase penduduk yang berobat jalan. Sebanyak 65,59% penduduk yang memiliki keluhan kesehatan selama sebulan memilih untuk mengobati sendiri keluhannya, sedangkan yang memilih berobat jalan sebesar 44,37%. Dari penduduk yang mengobati sendiri, sebesar 90,49% di antaranya menggunakan obat modern, 22,26% menggunakan obat tradisional dan 5,53% menggunakan jenis obat lainnya (Depkes, 2008). Pengobatan alternatif menurut Depkes Republik Indonesia ada 16 jenis yaitu: 1) dukun bayi terlatih, 2) battra pijat/urut, 3) dukun bayi belum terlatih, 4) tukang jamu gendong, 5) battra ramuan, 6) battra dengan 5) ajaran agama/spiritual, 7) battra paranomal, 8) battra patah tulang, 9) battra sunat, 10) tabib, 11) tukang pangur gigi, 12) battra tenaga dalam, 13) battra pijat refleksi tabib, 14) Shinse, 15) battra tusuk jari/akupresur, 16) akupuntur. Pada tahun 1989 dicantumkan jenis yang ke 17, yaitu battra lain-lain yang jumlahnya ada 2,04% dari semua tempat praktik battra di Indonesia. Jumlah battra yang tercatat pada tahun 1989 sebanyak 112.994 buah dan angka ini meningkat hampir 200% di tahun 1995, sehingga sejumlah pelaku battra ini mencapai angka 281.492 buah (Depkes, 2007). Menurut Kuntari (2008), paradigma pemahaman tentang pengobatan alternatif sebenarnya merupakan ekspresi dari rasa frustrasi dan respon masyarakat terhadap tingginya biaya pengobatan dan kesehatan secara medis. Padahal, jika dikalkulasikan dengan cermat, upaya ikhtiar mencari kesembuhan 5 dengan berobat ke dukun, paranormal dan jasa penghusada lainnya, biayanya bisa jadi lebih mahal, jika dibandingkan dengan pengobatan medis secara ilmiah dan tidak sedikit juga yang berujung dengan hal-hal yang tidak diinginkan seperti penyakitnya bertambah parah dan kematian. Seringkali pasien baru kembali berobat medis ketika efek pengobatan tersebut menunjukkan gejala-gejala semakin berbahaya/memburuk. Banyak sekali dokter yang harus mau menerima pasien setelah tubuh si pasien menjalani dan menerima berbagai jenis terapi yang memberikan efek yang buruk bagi tubuh dan makin memperlambat pemberian terapi ilmiah (Kuntari, 2012). Di sisi lain, menurut merekomendasikan terapi Shealy alternatif (2005), lebih dari 60% dokter kepada pasiennya minimal 1 kali dalam 1 tahun, sebanyak 23% dari dokter-dokter ini telah menggabungkan terapi alternatif sebagai bagian dari praktik pengobatannya dan 47% menggunakan hanya terapi alternatif. Masalah kesehatan yang sering menggunakan terapi alternatif adalah nyeri kronik, kecemasan, kelelahan kronik, artritis, dan nyeri kepala (Shealy, 2005). Penggunaan terapi menurut Astin (1998) karena terapi lebih sejalan dengan nilai-nilai hidup, kepercayaan, dan berorientasi pada nilai-nilai filosofi kesehatan dan kehidupan (Astin, 1998). Menurut Aryandono (2008), terapi alternatif yang dipilih sebagai pengganti terapi medis akan selalu merugikan karena memperlambat terapi medis yang telah terbukti berguna dalam pengobatan kanker payudara (Aryandono, 2008). Terjadinya kondisi yang merugikan ini selain disebabkan kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakitnya juga disebabkan karena belum ada standar yang secara khusus mengatur pelayanan praktik pengobatan tradisional. Demikian juga dengan pengaturan iklan dan promosi jasa pengobatan tradisional yang berlebihan yang dapat memberikan persepsi yang salah terhadap dampak terapi. Masalah lain yang muncul adalah banyaknya mitos yang beredar tentang penyakit kanker payudara, antara lain; kanker payudara pasti menyebabkan penderitanya meninggal, wanita yang didiagnosis kanker payudara menurun dari keluarganya, hanya wanita tua yang akan terkena kanker payudara, setiap 6 benjolan yang ada di payudara adalah kanker, dan bra underwire dapat menyebabkan kanker payudara. Hal ini membuat penderitanya kebingungan hingga frustrasi. Ditambah lagi kurangnya informasi yang benar membuat mereka rentan terhadap korban iklan dan propaganda yang menjanjikan kesembuhan. Masalah ini biasanya dihadapi oleh wanita yang baru saja didiagnosis menderita kanker payudara atau seseorang yang mengkhawatirkan peluangnya untuk terserang kanker payudara. Perilaku penderita kanker payudara yang mencari upaya pelayanan kesehatan untuk menyembuhkan penyakitnya dipengaruhi oleh persepsi terhadap penyakit kanker payudara dan persepsi terhadap manfaat pengobatan . Persepsi sendiri diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengorganisasi suatu pengamatan, kemampuan tersebut berguna untuk membedakan, mengelompokkan dan memfokuskan suatu masalah. (Sarwono, 1983). Persepsi ini yang membentuk perilaku berobat pasien kanker payudara. Penelitian – penelitian mengenai persepsi terhadap pengobatan alternatif telah banyak dilakukan, di antaranya oleh; Trevena dan Reeder (2005) meneliti persepsi pasien dewasa yang menderita kanker di New Zealand terhadap alternative medicine (CAM), Aji dan Devy (2006) meneliti faktor predisposing, enabling, dan reinforcing pada pasien di pengobatan radiestesi medik metode Romo H. Loogman di Purworejo Jawa Tengah, dan Clement, et al. (2007) meneliti persepsi efikasi pengguna terapi herbal di Trinidad. B. Rumusan Masalah Tingginya kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan alternatif/ tradisional menyebabkan pengobatan tradisional masih dimanfaatkan masyarakat sebagai salah satu tempat penyembuhan dari suatu penyakit. Ada masyarakat yang menjadikan pengobatan tradisional sebagai pengobatan utama dan ada masyarakat yang menjadikan pengobatan ini sebagai pengobatan alternatif. Perilaku masyarakat ini dapat dipengaruhi oleh persepsi masyarakat tentang sehat dan sakit, pengetahuan tentang pengobatan tradisional, serta karakteristik masyarakat itu sendiri. 7 Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan masalah dari penelitian adalah: bagaimanakah persepsi pasien kanker payudara yang menggunakan terapi sebelum mencari upaya pengobatan medis? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pasien kanker payudara terhadap pengobatan alternatif. Tujuan khususnya adalah : 1. Untuk mengetahui persepsi pasien terhadap penyakit kanker yang mereka derita. 2. Untuk mengetahui persepsi pasien kanker payudara terhadap pengobatan alternatif dan faktor apa yang mendorong mereka untuk melakukan pengobatan alternatif. 3. Untuk mengetahui persepsi pasien kanker payudara terhadap manfaat pengobatan medis terhadap kanker payudara, faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan pengobatan medis. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Penelitian ini memberikan informasi ilmiah mengenai persepsi pasien penderita kanker payudara yang menggunakan terapi alternatif . b. Penelitian ini memberikan pengembangan keilmuan tentang perilaku dan promosi kesehatan sesuai teori Health Belief Model dari Rosenstock (1997). c. Penelitian ini memberikan manfaat pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat. d. Penelitian ini memberikan gambaran kepada peneliti dan peneliti lain berikutnya sehubungan dengan masalah yang akan diteliti. 8 2. Manfaat praktis a. Penelitian ini memberikan manfaat dalam bidang kesehatan sebagai informasi dalam pembuatan kebijakan dalam pengaturan penyelenggaraan pengobatan alternatif . b. Penelitian ini memberikan manfaat dalam bidang kesehatan sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan sarana kesehatan. c. Penelitian ini memberikan manfaat sebagai informasi penting dalam tatalaksana pasien kanker payudara bagi para praktisi kesehatan di rumah sakit. d. Penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat sebagai bahan masukan dalam melakukan upaya pengobatan komplementer yang tepat dan rasional. e. Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan wawasan dalam bidang penelitian promosi kesehatan. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pemilihan pengobatan alternatif pernah diteliti sebelumnya, antara lain : 1. Trevena dan Reeder (2005) meneliti persepsi pasien dewasa yang menderita kanker di New Zealand terhadap alternative medicine (CAM). Penelitian tersebut mengunakan metode deskriptif untuk mengetahui persepsi terhadap pernyataan (statement) bahwa terapi alternatif memiliki persamaan atau lebih baik daripada terapi medis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar reponden tidak tahu persamaan dan perbedaan terapi alternatif dibandingkan dengan terapi konvensional, tetapi percaya bahwa terapi bermanfaat pada pasien yang mendapatkan terapi konvensional. Perbedaan dengan penelitian ini adalah metode dan subjek penelitian. Metode penelitian tersebut adalah metode deskriptif dengan menggunakan kuesioner, sementara penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam. Subjek penelitian tersebut adalah semua penderita kanker, sementara penelitian yang akan dilakukan adalah kanker payudara. 9 2. Aji dan Devy (2006) meneliti faktor predisposing, enabling, dan reinforcing pada pasien di pengobatan radiestesi medik metode Romo H. Loogman di Purworejo Jawa Tengah. Penelitian tersebut mengidentifikasi faktor–faktor yang melatarbelakangi perilaku berobat pada pasien di pengobatan radiestesi medik. Penelitian tersebut bersifat deskriptif dengan pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif-kualitatif. Hasil penelitian yang ditemukan adalah adanya faktor predisposing, yaitu pengetahuan yang cukup baik, kepercayaan pada pengobatan radiestesi medik yang akan mendorong mereka untuk sembuh dan persepsi tentang keamanan pengobatan radiestesi medik dan konsep sehat. Faktor enabling adalah kemudahan akses, biaya pengobatan dinilai murah serta kondisi ruang praktik dan fasilitas penunjang yang baik. Sementara, faktor reinforcing adalah sikap staf pengobatan dan radiestet yang ramah dan cekatan dalam melayani pasien serta adanya kelompok referensi yaitu sumber informasi yang mayoritas adalah keluarga. Persamaan dengan penelitian ini adalah metode yang digunakan, yaitu penelitian kualitatif. Perbedaannya pada subjek penelitian. Pada penelitian tersebut, pasien tidak dikelompokkan berdasarkan penyakit tertentu. Sementara, subjek yang akan diteliti adalah kelompok penderita kanker payudara. 3. Clement, et al. (2007) meneliti persepsi efikasi pengguna terapi herbal di Trinidad. Metode penelitian adalah descriptive cross-sectional study yang dilakukan pada 16 pusat pelayanan kesehatan primer di Trinidad dengan menggunakan kuesioner dan interview. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa terapi herbal lebih efektif dibandingkan dengan terapi konvensional. Hal tersebut berkontribusi terhadap tingginya penggunakan terapi herbal di Trinidad. Persamaan dengan penelitian ini adalah mengenai persepsi terhadap terapi. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini dalam hal metode dan subjek penelitian. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam terhadap subjek penderita kanker payudara. 10 4. Boon, et al. (2000) meneliti prevalensi penggunaan complemenary alternative medicine (CAM) dan membandingkan karakteristik pengguna CAM dan non-CAM pada pasien kanker payudara di Ontario Kanada. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa sebagian besar subjek yang diteliti menggunakan CAM (66.7%). CAM yang digunakan untuk menguatkan daya tahan sistem imun, sebagian besar menggunakan vitamin dan produk herbal. Sebagian kecil mengunjungi praktisi CAM seperti chiropractors, herbalis, akupunkturis, dan lain-lain. Sebagian besar responden menginformasikan mengenai CAM yang mereka gunakan kepada dokter yang merawat mereka. Persaman dengan penelitian ini terletak pada subjek yang diteliti, yaitu penderita kanker payudara. Perbedaannya terletak pada metode penelitian dan teknik pengumpulan data. Metode ini mengumpulkan data melalui kuesioner yang diambil secara random, sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan wawancara. 5. Shen, et al. (2012) meneliti penggunaan terapi pada wanita penderita kanker payudara stadium lanjut. Penelitian tersebut bertujuan mendeskripsikan pola penggunaan CAM, mencari alasan utama penggunaan CAM, mengidentifikasi sumber informasi CAM dan pola komunikasi pasien dengan dokter yang merawat. Metode yang dilakukan adalah interview face to face terhadap penderita kanker payudara stadium lanjut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien kanker payudara stadium lanjut menggunakan terapi . Penggunaan obat yang diminum umumnya didiskusikan dengan dokter yang merawat. Media massa merupakan sumber informasi pasien yang dominan tentang CAM. Alasan penggunaan obat adalah untuk meningkatkan sistem imun tubuh dan terapi kanker. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada subjek penelitian, yaitu kanker payudara. Perbedaannya pada metode penelitian yang digunakan, yaitu penelitian kualitatif.