Perencanaan Sistem Transportasi Daerah Muara Sungai Ajkwa

advertisement
 Perencanaan Sistem Transportasi
Daerah Muara Sungai Ajkwa
I Gusti Ngurah Jupa Adriyana,S.T., Ir. Tri Achmadi, Ph.D.
Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Daerah Muara Sungai Ajkwa merupakan daerah penting yang menghubungkan antara
daerah timur Timika menuju Kota Timika dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk
sekitarnya. Dengan adanya pendangkalan pada Muara Sungai Ajkwa akibat tailings dari
penambangan maka berdampak pada kegiatan transportasi penduduk dari 4 (empat) Distrik dari
Kabupaten Timika. Penduduk dari 4 (empat) Distrik tersebut mengalami kesulitan dalam
mengakses Kota Timika.
Tugas Akhir ini bertujuan untuk menemukan solusi dari masalah pendangkalan pada Muara
Sungai Ajkwa dengan merencanakan sistem transportasi yang tepat, baik dalam pola operasi dan
moda transportasi yang digunakan dengan melakukan perbandingan alternatif.
Alternatif yang digunakan adalah teknologi Hovercraft dan teknologi kapal konvensional
dengan tujuan mencari biaya yang terkecil. Dari hasil perhitungan menggunakan moda Hovercraft
dimana penduduk dapat mengurangi total pengeluaran mereka sebesar 46% dari total sebelumnya.
Kata kunci: Muara Sungai Ajkwa, Pendangkalan, Alternatif Teknologi, Hovercraft, Kapal
Konvensional.
sangat cepat mencapai 40 meter dibawah
MSL.
Terdapat setidaknya 15 kampung yang
menggunakan Muara Sungai Ajkwa dalam
kehidupannya sehari-hari dan merupakan
akses transportasi menuju ke kota Timika.
Dengan meningkatnya tingkat sedimentasi
dari Muara Sungai Ajkwa karena adanya
Tailing dari penambangan PT Freeport
Indonesia yang secara terus-menerus turun
dari daerah penambangan ke muara sungai
maka akses menuju kota Timika dari daerah
sebelah timur Tailing menjadi terhambat.
Mereka harus menunggu air pasang terlebih
dahulu dan tentunya hal tersebut akan
memerlukan waktu yang lama.
Daerah muara sungai yang terlindung
dan kaya akan sumber daya hayati menjadi
tumpuan hidup para nelayan, sehingga tidak
dapat dihindari terjadinya pemukiman di
pinggiran muara sungai. Tidak hanya itu,
karena muara sungai ini juga menjadi
penghubung daratan dan lautan yang sangat
praktis, maka manusia menggunakannya
sebagai media perhubungan. Daerah yang
terlindung juga menjadi tempat berlabuh dan
1. Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Estuari berasal dari kata aetus yang
artinya pasang surut. Estuari didefinisikan
sebagai badan air di wilayah pantai yang
setengah tertutup (semi tertutup), yang
berhubungan dengan laut bebas sehingga air
laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur
dengan air tawar. Indonesia memiliki
beberapa daerah muara sungai yang besar,
salah satunya terdapat di Sungai Ajkwa,
Kabupaten Mimika, Papua. Muara Sungai
Ajkwa terletak di pantai selatan Provinsi Irian
Jaya Indonesia (Gambar 1.1). Kedalaman air
disepanjang daerah yang berhubungan dengan
mangrove, lebih dalam daripada daerah
tengah muara sungai. Pola batimetri ini
disebabkan oleh kontribusi arus yang cukup
besar dari mangrove sehingga endapan pada
daerah muara sungai yang berdekatan dengan
mangrove lebih kecil daripada daerah tengah
muara sungai. Tunggang pasang di Muara
Sungai Ajkwa sekitar 3,5 meter. Untuk daerah
8 km dari tepi pantai Muara Sungai Ajkwa,
kedalamannya berkisar antara 3-5 meter. Di
luar daerah tersebut, kedalaman laut turun
1 berlindung kapal, terutama ketika laut
berombak besar. Perkembangan industri
pantai menambah padatnya wilayah muara
sungai ini oleh kegiatan manusia karena
daratan muara sungai merupakan akses yang
baik dalam kegiatan industri itu sendiri,
khususnya tersedianya air yang melimpah,
baik itu untuk pendingin generator maupun
untuk pencucian alat-alat tertentu.
Pemukiman pada daerah muara sungai
tersebar di sepanjang aliran sungai secara
tidak merata. Wilayah di muara sungai juga
merupakan wilayah terbelakang yang
memerlukan pengembangan lebih lanjut.
Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
transportasi air (sungai) merupakan pilihan
utama. Namun diperlukan pola jaringan
operasi sistem transpotasi yang tepat dan
efisien dengan biaya transportasi yang
minimum untuk memenuhi semua kebutuhan
sehari-hari penduduk wilayah muara sungai
dan
wilayah
muara
sungai
dapat
dikembangkan dengan sistem transportasi
tersebut terutama dalam peningkatan sektor
ekonomi.
perencanaan jaringan. Terdapat juga tinjauan
lainnya yang sangat membantu yakni analisis
biaya manfaat, proses optimasi, permutasi, set
covering model, assignment model, dan
pembagian pembebanan biaya. Keseluruhan
teori tersebut dapat menyelesaikan masalah
yang timbul akibat adanya pendangkalan pada
Muara Sungai Ajkwa. Konsep perencanaan
jaringan, set covering dan assignment model
dapat merencanakan sistem transportasi yang
paling tepat pada Muara Sungai Ajkwa.
Analisis biaya manfaat, factor operasi kapal,
dan teori biaya transportasi dapat menentukan
moda yang paling optimum dalam sistem
transportasi ini. Sedangkan teori pembagian
pembebanan biaya dapat memberikan solusi
dalam pengembangan sistem transportasi ini
untuk masyarakat Papua dan Kabupaten
Timika pada khususnya.
2.1.1
Teori Transportasi
Pengadaan jasa transportasi yang
cukup dan memadai sangat dibutuhkan dalam
pembangunan daerah. Transportasi digunakan
sebagai dasar pembangunan ekonomi dan
pengembangan masyarakat serta pertumbuhan
industrialisasi. Dengan adanya transportasi
menyebabkan adanya spesialisasi pekerjaan
menurut keahlian sesuai dengan budaya dan
adat istiadat suatu bangsa/daerah. Tiap
negara, bagaimana pun perkembangan
ekonominya harus menentukan terlebih
dahulu
tujuan-tujuan
mana
yang
membutuhkan
jasa
transportasi
guna
menyusun sistem transportasi nasional
(sistranas)/kebijakan (policy) transportasi
nasional.
2.1.2
Faktor Operasi Kapal
Kapasitas
angkutan
merupakan
kemampuan suatu alat angkutan untuk
memindahkan muatan atau barang dari suatu
tempat ke tempat lain dalam waktu tertentu.
Unsur-unsur kapasitas angkutan terdiri dari
jumlah penumpang dan muatan, jarak yang
ditempuh, dan waktu yang dibutuhkan untuk
angkutan tersebut. Besarnya kapasitas
angkutan tergantung pada:
Gambar 1.1 Lokasi Muara Sungai Ajkwa
2. Tinjauan Pustaka
2.1
Teori Penunjang
Teori yang dipakai dalam penelitian
ini adalah teori transportasi, factor operasi
kapal, biaya transportasi dan konsep
2 -
Sifat barang yang diangkut
-
Jenis alat angkut
-
Jarak yang ditempuh
-
Secara umum, fungsi atau persamaan
dari suatu optimasi dapat dituliskan seperti
berikut :
Kecepatan rata-rata
2.1.3
Biaya-biaya Transportasi Laut
Pengoperasian kapal serta bangunan
apung laut lainnya membutuhkan biaya yang
biasa disebut dengan biaya berlayar kapal
(shipping cost) (Stopford, 1997) (Wijnolst,
1997). Secara umum biaya tersebut meliputi
biaya modal, biaya operasional, biaya
pelayaran dan biaya bongkar muat. Biaya–
biaya ini perlu diklasifikasikan dan dihitung
agar dapat memperkirakan tingkat kebutuhan
pembiayaan kapal untuk kurun waktu tertentu
(umur ekonomis kapal tersebut).
Max⁄Min (Z)= (X+Y)
Subject to :
x1 + x2 ≤ a
x2 ≤ b
}
Batasan
2.1.5
Konsep Perencanaan Jaringan
Perencanaan jaringan ini bertujuan
untuk menentukan pola jaringan transportasi
dan penentuan lokasi pelabuhan terminal pada
area studi Muara Sungai Ajkwa.
2.1.4
Proses Optimasi
Suatu proses untuk mendapatkan satu
hasil yang relatif lebih baik (maksimumkan /
minimumkan) dari beberapa kemungkinan
hasil yang memenuhi syarat berdasarkan
batasan-batasan yang diberikan atau tertentu.
Dalam melakukan suatu proses
optimasi terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan antara lain ; variabel, parameter,
konstanta, batasan, dan fungsi objektif.
Berbagai hal di atas nantinya berfungsi
sebagai acauan dalam melakukan proses
optimasi. Adapun penjelasannya adalah
sebagai berikut :
Variabel merupakan harga-harga yang
akan dicari dalam proses optimisasi.
Parameter adalah harga yang tidak
berubah besarnya selama satu kali proses
optimisasi karena adanya syarat-syarat
tertentu. Atau dapat juga suatu variabel yang
diberi harga. Data tersebut dapat diubah
setelah satu kali proses untuk menyelidiki
kemungkinan terdapatnya hasil yang lebih
baik.
Batasan adalah harga-harga atau nilainilai batas yang telah ditentukan baik oleh
perencana, pemesan, peraturan, atau syaratsyarat yang lain.
Fungsi Objectif merupakan hubungan
dari keseluruhan atau beberapa variabel serta
parameter yang harganya akan dioptimumkan.
Fungsi tersebut dapat berbentuk linear, non
linier, atau gabungan dari keduanya dengan
fungsi yang lain.
Daerah asal (origin)  Pelabuhan muat (port of loading) 
Pelabuhan bongkar (port of discharge)  Daerah tujuan Penerapan optimasi dalam perencanaan
jaringan dimulai dengan menentukan asumsi
dasar, yaitu:
m
= jumlah titik produsen
n
= jumlah titik permintaan
si
=jumlah unit yang diproduksi (supply)
dj
=jumlah
(demand)
unit
yang
dibutuhkan
cij
= biaya transportasi yang dikeluarkan
dari titik i ke titik j dalam satu jaringan
xij
= jumlah barang yang yang dikirimkan
dari titik i ke titik j dalam satu jaringan
objective function:
m
minimize
n
 
i 1
j 1
cij x ij constraints: n

xij  si
(i=1,…….,m) xij  dj (j=1,…….,m) j 1
n

j 1
xij  0
3 (i=1,…….,m) , (j=1,…….,m) pengumpulan data, penulis menggunakan
beberapa metode seperti pengumpulan data
secara langsung (primer) dan pengumpulan
data secara tidak langsung (sekunder).
2.2
Pembagian Pembebanan Biaya
Pengelolaan angkutan perintis tidak
dapat sepenuhnya menjadi tanggung jawab
pemerintah, akibat keterbatasan dana yang
dimiliki pemerintah. Sedangkan pengelolaan
angkutan
perintis
yang
sepenuhnya
diserahkan pada pihak privat juga tidak
memungkinkan karena secara ekonomis rute
perintis belum tentu menguntungkan. Oleh
karena itu, dalam studi ini diusulkan untuk
membagi beban pengelolaan angkutan
perintis antara pemerintah sebagai pemilik
proyek dengan sektor privat sebagai
pelaksananya dengan nilai kategori rute
sebagai acuan proporsi pembagian beban
penyelenggaraan
angkutan
perintis.
Diharapkan
angkutan
perintis
dapat
berkembang menjadi angkutan komersial
seiring dengan perkembangan sosial-ekonomi
daerah-daerah yang dihubungkan oleh rute
angkutan perintis tersebut.
3.1.1
Pengumpulan Data Secara Langsung
(Primer)
Pengumpulan data secara langsung
adalah penulis melakukan pengumpulan data
secara
langsung
berdasarkan
survei
dilapangan. Adapun pengumpulan data secara
langsung atau dapat disebut dengan
pengumpulan data primer dilakukan penulis
dengan melakukan wawancara langsung
dengan staff Departemen Social Local
Development and Community Relation PT.
Freeport Indonesia. Survey lapangan juga
dilakukan dengan penelusuran rute di
sepanjang sungai dari Dermaga Nusantara
Paumako hingga ke Otakwa (Ohotya),
wawancara dengan penduduk asli di daerah
Paumako, Otakwa, Timika, dll, dan survey di
pelabuhan Paumako dan terminal kota di kota
Timika.
Berdasarkan
hasil
penggolongan
angkutan perintis yang telah dilakukan
sebelumnya, nilai kategori rute perintis dapat
digambarkan dalam garis kategori rute
angkutan komersial. Hubungan antara nilai
kategori rute (n), porsi keterlibatan sektor
pemerintah (Xpem), dan porsi partisipasi
sektor privat (Ypriv) dapat ditulis dalam
bentuk persamaan berikut ini:
3.1.2
Pengumpulan Data Secara Tidak
Langsung (Sekunder)
Selain data yang terkumpul melalui
pengumpulan data primer, penulis juga
melakukan pengumpulan data sekunder.
Karena perencanaan ini merupakan suatu
studi yang baru maka pengumpulan data
sekunder dilakukan dengan melihat studi lain
yang memiliki kemiripan situasi dan kondisi.
Selain
itu
penulis
juga
melakukan
pengumpulan data sekunder dengan membuat
kuisioner yang nantinya akan memberikan
data mengenai kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang kegiatan hidupnya berkaitan
dengan Muara Sungai Ajkwa serta dampak
yang terjadi akibat pendangkalan Sungai
Ajkwa.
Xpem  1 n dan Ypriv  n 3. METODOLOGI PENELITIAN
Secara umum tahapan pengerjaan
Tugas Akhir ini terdiri dari:
1. Tahap Studi Pendahuluan
2. Tahap Tinjauan Pustaka dan Studi
Literatur
3. Tahap Pengumpulan Data
4. Tahap Pengolahan Data
5. Tahap Analisis Data
6. Tahap Perencanaan
7. Tahap Analisis Biaya dan Optimasi
8. Kesimpulan dan Saran
3.2
Analisis Data
Selama pengerjaan tugas akhir ini,
penulis membagi pengerjaan tugas ini dalam
beberapa tahapan pengolahan data. Tahapan
pengerjaan tugas akhir ini antara lain:
3.1
Tahap Pengumpulan Data
Selama penulisan tugas akhir ini,
penulis melakukan pengumpulan data untuk
pengerjaan tugas akhir. Dalam melakukan
4 3.2.1 Identifikasi Supply Demand
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada tahap ini dilakukan identifikasi
dari supply demand yang ada, serta penulis
akan melihat permintaan dari penduduk yang
terkena dampak dari pendangkalan Sungai
Ajkwa. Data ini diperoleh dari kuisioner
survey dan terjun langsung ke lapangan.
4.1
3.2.2 Identifikasi Sosial Ekonomi Penduduk
Pada tahap ini dilakukan identifikasi
terhadap keadaaan sosial dan ekonomi dari
penduduk yang tersebar di Muara Sungai
Ajkwa hingga kampung-kampung yang
terkena pengaruh dari pendangkalan Muara
Sungai Ajkwa.
Perencanaan Transportasi Muara
Sungai Ajkwa
Gambar 4.1. Proses Design
Network Design dan Ship Design
dalam perencanaan transportasi Muara Sungai
Ajkwa dapat dilakukan berdasarkan 3 faktor
yakni hasil survei, transportasi yang
dibutuhkan (transport requirement), dan
parameter transportasi.
Pada Gambar 4.2 dapat dilihat peta
area Muara Sungai Ajkwa dan design jaringan
yang dapat dilakukan.
3.2.3 Identifikasi Pola Operasional Saat Ini
Identifikasi terhadap pola operasi saat
ini yang dipergunakan oleh penduduk untuk
menentukan asal (origin) dan tujuan
(destination) dan titik-titik transit atau shelter
point.
3.2.4 Analisa dan Perbandingan Alternatif
Teknologi Transportasi Air
Pada tahap ini penulis akan melakukan
analisa teknologi transportasi yang tepat
untuk Muara Sungai Ajkwa menurut kondisi
dari muara tersebut yang mengalami
pendangkalan dan menentukan alternatif
teknologi yang paling tepat dengan biaya
yang minimum.
3.2.5 Analisa Perbandingan Investasi
Teknologi Transportasi Air dan Jalan
Pada tahap ini penulis akan melakukan
perbandingan investasi transportasi sungai
dan jalan sehingga dapat diketahui bahwa
pembangunan jalan tidak tepat untuk kondisi
wilayah di pesisir selatan Papua.
Gambar 4.2. Peta Area
3.2.6 Pembagian Pembebanan Biaya dan
Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Sebagai sistem transportasi perintis
maka akan dilakukan perhitungan pembagian
pembebanan biaya antara sektor privat dan
pemerintah. Dan dengan biaya transportasi
yang lebih rendah maka akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang terkena
dampak pendangkalan Muara Sungai Ajkwa.
Gambar 4.3. Bentuk Jaringan
Hasil
Permutasi
dari
jaringan
transportasi terdapat 64 rute dapat dilihat pada
Gambar 4.3 adalah sebagai berikut:
5
Tabel 4.1. Permutasi 1
Rute
Rute1
Rute2
Rute3
Rute4
Rute5
Rute6
Rute7
Rute8
Rute9
Rute10
Rute11
Rute12
Rute13
Rute14
Rute15
Route from HUB to Village
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
H
F
L
N
H
F
H
L
H
N
F
L
F
N
L
B
B
B
B
F
H
L
H
N
H
L
F
N
F
N
Tabel 4.3. Permutasi 3
Rute
Rute31
Rute32
Rute33
Rute34
Rute35
Rute36
Rute37
Rute38
Rute39
Rute40
Rute41
Rute42
Rute43
Rute44
Rute45
Rute46
Rute47
Route from HUB to Village
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
L
L
N
N
F
F
L
L
N
N
H
H
H
H
H
H
F
H
N
H
L
L
N
F
N
F
L
F
F
L
L
N
N
H
N
H
L
H
N
L
N
F
L
F
L
N
F
N
F
L
L
Rute
Rute16
Rute17
Rute18
Rute19
Rute20
Rute21
Rute22
Rute23
Rute24
Rute25
Rute26
Rute27
Rute28
Rute29
Rute30
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
N
L
N
F
L
F
N
B
B
B
B
B
B
B

Tabel 4.2. Permutasi 2
Route from HUB to Village
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
N
H
H
F
F
L
L
H
H
F
F
N
N
H
H
L
F
L
H
L
H
F
F
N
H
N
H
F
L
N
B
L
F
L
H
F
H
N
F
N
H
F
H
N
L

B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
Tabel 4.4. Permutasi 4
Rute
Rute48
Rute49
Rute50
Rute51
Rute52
Rute53
Rute54
Rute55
Rute56
Rute57
Rute58
Rute59
Rute60
Rute61
Rute62
Rute63
Rute64
Route from HUB to Village
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
F
F
F
F
F
L
L
L
L
L
L
N
N
N
N
N
N
H
L
L
N
N
H
H
F
F
N
N
H
H
F
F
L
L
N
H
N
H
L
F
N
H
N
H
F
F
L
H
L
H
F
L
N
H
L
H
N
F
N
H
F
H
L
F
L
H
F
H
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B

.
4.2
Dasar Pemilihan Moda
4.2.1
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak pada daerah
Muara Sungai Ajkwa Kabupaten Mimika.
Diketahui pada daerah muara sungai ini
terjadi pengendapan akibat sisa tailing dari
penambangan PT. Freeport Indonesia. Hasil
pencitraan gambar satelit tahun 2000,
menunjukkan setidaknya seluas 84.158 ha
wilayah laut dangkal akibat sedimentasi oleh
tailing, meliputi muara Sungai Mawati hingga
muara Sungai Kamoro. Radius penyebaran
sedimentasi tailing di laut dari muara Ajkwa
adalah sejauh 6 km dari garis pantai menuju
laut lepas, sementara dari muara Sungai
Ajkwa Barat sejauh lebih kurang 10 km dari
garis pantai menuju laut lepas.
Beberapa hal yang menjadi dasar
pemikiran perlunya Hovercraft pada daerah
muara sungai Ajkwa adalah:
4.2.2
Keunggulan Teknologi
Tabel 4.5. Keunggulan dan Kekurangn Teknologi
Hovercraft
Keunggulan
Mobilitas Tinggi
Dapat digunakan di
Sungai, Rawa dan
medan lainnya
Digunakan sebagai
pembuka daerah
terisolir/tertinggal
Kekurangan
Kapasitas bahan
bakar yang kurang
maksimal
Kapasitas
penumpang yang
kurang maksimal
Pembiayaan dan
perawatan yang
memerlukan biaya
tinggi
Tingkat kenyamanan
tinggi
Kecepatan tinggi
Hovercraft merupakan teknologi yang
sangat cocok untuk dapat diimplementasikan
pada wilayah yang terpilih sebagai
wilayah/kawasan yang terisolir antara lain :
6 Terjadinya perbedaan pasang surut air
sungai di wilayah pedalaman yang
menghambat aksesibilitas pergerakan.
Luasnya areal tanah gambut dan hutan
bakau, dengan kondisi tersebut akan
membuat biaya konstruksi jalan
melambung tinggi. Areal tanah
gambut merupakan kawasan yang
sangat sensitif, dimana analisa awal
dampak lingkungan, sosial dan analisa
kendala teknis mengarah kepada
kesimpulan bahwa pembangunan jalan
yang melintasi kawasan gambut
membutuhkan biaya konstruksi sangat
mahal dan menimbulkan dampak
lingkungan dan sosial yang besar
akibat terganggunya kawasan tersebut.
Peningkatan aksesibilitas di lokasi ini
dapat diperankan Hovercraft sebagai
moda alternatif.
Adanya
missing
link
yakni
ruas/daerah yang tidak dapat diakses
karena adanya suatu halangan atau
penghambat antara Mimika bagian
Tengah dengan Mimika bagian Timur
yang membuat Mimika bagian Timur
terisolasi dan menjadi wilayah
tertinggal. 

Dengan hasil diatas yakni Rute yang paling
optimal dengan biaya yang paling optimum
adalah Rute 1, Rute 2, Rute 3, dan Rute 4
maka hasil tersebut tidak berbeda dengan
hasil yang didapatkan dengan menggunakan
moda Hovercraft. Namun biaya yang
dihabiskan yang memiliki nilai berbeda yakni
sebesar US$ 3849,718 atau Rp 34.647.465,54.
Namun terdapat satu poin yang penting disini,
jika menggunakan moda kapal konvensional
memerlukan
investasi
lebih
pada
pemeliharaan rute yakni pengerukan pada
jalur transportasi yang dilalui.
Panjang jalur yang perlu melakukan
pengerukan adalah sepanjang 14,607 Km,
sedangkan biaya pengerukan berdasarkan
Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK yang
digunakan perbandingan adalah HPSK dari
Provinsi Kalimantan Selatan) adalah sebesar
Rp 17.600,-. Jadi total biaya pengerukan yang
dilakukan adalah sebesar :
14607 m x Rp 17.600,- = Rp 257.078.651,69
Maka
dengan
ditambah
biaya
pengerukan tersebut biaya untuk kapal
konvensional menjadi sangat besar. Jadi
untuk perbandingan biaya Moda Teknologi
Transportasi yang digunakan jauh lebih
murah menggunakan moda Hovercraft karena
tidak memerlukan proses pengerukan jalur
transportasi akibat adanya pendangkalan pada
Muara Sungai Ajkwa.
Dapat merupakan aspek wisata
Penanggulangan bencana alam
atau
emergency
situation
(orang sakit, evakuasi)
Dapat
digunakan
sebagai
teknologi strategis pertahanan
dan keamanan.

4.3
Perhitungan Model
Dari 64 rute yang didapatkan dengan
menggunakan permutasi selanjutnya dicari
unit cost dari 2 alternatif moda yakni
Hovercraft dan kapal Konvensional untuk
mendapatkan rute yang paling optimal dengan
biaya yang paling rendah. Dengan
menggunakan bantuan program solver
hasilnya adalah:
Tabel 4.6. Hasil Solver Hovercraft
Rute
Rute2
Rute3
Rute4
Rute5
Rute6
Rute7
Rute8
Rute9
Rute10
Rute11
Rute12
Rute13
Rute14
Rute15
Route from HUB to Village
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
H
F
L
N
H
F
H
L
H
N
F
L
F
N
L
B
B
B
B
F
H
L
H
N
H
L
F
N
F
N
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
Ship Compatible
1=Y 0=N
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Total Cost Desc Var
USD
1257
1
560
1
449
1
1698
1
2119
0
2119
0
3154
0
3154
0
4303
0
4303
0
1874
0
1874
0
3154
0
3154
0
2948
0
Jadi, kombinasi rute yang paling
optimum dan dapat mengakses seluruh titik
yang mana merupakan kampung-kampung
yang terkena dampak dari pendangkalan
Muara Sungai Ajkwa adalah Rute 1, Rute 2,
Rute 3, dan Rute 4 dengan keseluruhan biaya
operasional sebesar US$ 3963,753 atau Rp
35.673.774,75.
4.4
Perencanaan berdasarkan Fakta di
Lapangan
Tabel 4.7. Hasil Solver Kapal Konvensional
Rute
Rute1
Rute2
Rute3
Rute4
Rute5
Rute6
Rute7
Rute8
Rute9
Rute10
Rute11
Rute12
Rute13
Rute14
Rute15
Route from HUB to Village
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
H
F
L
N
H
F
H
L
H
N
F
L
F
N
L
B
B
B
B
F
H
L
H
N
H
L
F
N
F
N
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
Total Cost Desc Var
USD
1222
1
545
1
435
1
1648
1
2061
0
2061
0
3063
0
3063
0
4179
0
4179
0
1820
0
1820
0
3063
0
3063
0
2862
0
Otakwa merupakan Terminal (transit
point) yang mengumpulkan seluruh komoditi
yang ada pada daerah timur pendangkalan
untuk dibawa menuju ke Paumako. Dan
transportasi
yang
diperlukan
adalah
transportasi yang menghubungkan antara
Otakwa dan Paumako.
7
Tabel 4.8. Perhitungan Biaya Jalur Otakwa - Paumako
TC per trip
Dalam skema ini partisipasi privat
lebih besar daripada yang diberikan
oleh pemerintah.
c) Moderate
Dalam skema ini partisipasi yang
diberikan kedua belah pihak, baik
privat maupun publik sama besar dan
sama rata (50:50).
d) Less
Dalam
skema
ini,
partisipasi
pemerintah lebih besar dibandingkan
dengan partisipasi privat dalam
pendanaan transportasi ini. Partisipasi
yang diberikan pemerintah biasanya
berupa subsidi tarif.
e) Least
Dalam skema ini, pendanaan sistem
transportasi dilakukan oleh pemerintah
seutuhnya tanpa campur tangan sektor
publik. Biasanya dalam transportasi
perintis
pemerintah
memberikan
subsidi penuh karena masyarakat
sebagai
pengguna
transportasi
merupakan masyarakat pedalaman
atau masyarakat pada daerah yang
terisolasi.
USD 220.04
USD
220.04
USD/Pax.km
0.09
IDR/Pax.km
808
IDR/Hour
35,895
USD/pax
7.33
Passenger
TC per passenger
Total Cost
IDR/pax
Comparison
Tariff of Ferry (ASDP)
Tariff of Batam - Singapura
USD/Pax.mile
0.08
IDR/ Pax.mile
725
0.41
3,723
Land Transport Cost
Rp
20,000.00
131.741573
652.89
Land Transport Cost
Distance
TOTAL
66,012.16
Total Cost to Timika
Rp
86,012.16
km
IDR/Pax.km
Total Pengeluaran/Bulan
Saving dari Transportasi
46%
54%
Total Pengeluaran/Bulan saat ini
Gambar 4.4. Total Pengeluaran Masyarakat/Bulan
Dari hasil perhitungan menggunakan
moda Hovercraft dimana penduduk dapat
mengurangi total pengeluaran mereka sebesar
46% dari total sebelumnya.
Dari
hasil
perhitungan
maka
didapatkan hasil pembagian pembebanan
biaya sebagai berikut:
4.5
Pembagian Pembebanan Biaya
Karena merupakan sebuah sistem
transportasi yang baru dan membuka kawasan
yang terisolasi maka diperlukan pembagian
biaya antara pemerintah dan privat dalam
menjalankan sistem transportasi di Muara
Sungai Ajkwa. Tingkatan pembagian tersebut
ditentukan berdasarkan skema investasi yang
digunakan. Adapun tingkatan pembagian
partisipasi pemerintah dan privat tersebut
antara lain:
a) Most
Dalam
skema
ini,
pendanaan
transportasi dilakukan oleh privat
seutuhnya (100%). Jadi tidak ada
campur tangan pemerintah dalam
skema ini. Biasanya rute yang
memberi keuntungan yang besar dan
padat akan penumpang yang sering
menggunkan skema ini
b) More
Investment
Financing
COST
Total Cost
(IDR)
Priv
Pem
Priv
Pem
Priv
Pem
Most
Full Commercial
Priv
Pem
0%
100%
25%
75%
50%
50%
75%
25%
100%
0%
66,012
16,503
49,509
33,006
33,006
49,509
16,503
66,012
-
-
Murni Pemerintah
Less
More
Varian
Gambar 4.5. Hasil Pembagian Pembebanan Biaya
Dan Ekspektasi Masyarakat dari hasil
Survei menginginkan subsidi setidaknya 70%
dalam biaya transportasi yang mereka
tanggung. Dengan kondisi seperti diatas maka
akan didapatkan grafik sebagai berikut:
8 Invesment
Kriteria
Moderate
Least
Full Subsidi
Priv
Pem
Murni Privat
5. Kesimpulan dan Saran
5.1
Gambar 4.6. Grafik Pembagian Pembebanan Biaya
Dengan biaya transportasi sebesar Rp
66.012,- untuk satu penumpangnya jika
mendapatkan subsidi dari pemerintah sebesar
70%, maka besar biaya yang ditanggung oleh
penumpang dikurangi Rp 46.108,00 dari total
biaya menjadi Rp 19.803,00 untuk satu
penumpang dalam sistem transportasi Muara
Sungai Ajkwa.
Dengan adanya subsidi ini maka
pengeluaran
penduduk
akan
semakin
berkurang.
Semakin
berkurangnya
pengeluaran
ini
akan
menimbulkan
penambahan pendapatan penduduk yang
semakin lama akan mengangkat taraf hidup
dari penduduk pada kawasan ini.
Gambar 4.7. Grafik Penambahan Pendapatan
Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa
terjadi penambahan pendapatan (garis biru)
dari pendapatan sebelumnya (garis hijau)
dimana penambahan tersebut meningkat
perbulannya. Pada lebih dari bulan ke 5
(lima), penambahan pendapatan melewati
garis batas kemiskinan (garis merah) yang
menandakan bahwa taraf hidup masyarakat
meningkat dengan adanya transportasi ini.
9 Kesimpulan
1) Rute yang paling optimal dalam
jaringan transportasi Muara Sungai
Ajkwa adalah
- Rute 1 : Paumako – Omawita –
Paumako
- Rute 2 : Paumako – Aramsolki
– Paumako
- Rute 3 : Paumako – Wapu –
Paumako
- Rute 4 : Paumako – Otakwa –
Paumako
2) Hasil perhitungan antara moda
Hovercraft
dan
moda
Kapal
Konvensional menunjukkan bahwa
Hovercraft menghabiskan biaya yang
lebih murah yaitu US$ 3963,753 atau
Rp 35.673.774,75 sedangkan Kapal
Konvensional US$ 3849,718 atau Rp
34.647.465,54
namun
perlu
ditambahkan
biaya
pengerukan
sebesar Rp 257.078.651,69.
3) Agar tidak menghilangkan perilaku
penduduk yang mencari nafkah di
sepanjang sungai pada daerah timur
pendangkalan Muara Sungai Ajkwa,
maka digunakan skema transportasi
antara Paumako dan Otakwa, dimana
komoditi dari seluruh daerah timur
kota Timika dikumpulkan terlebih
dahulu di Otakwa sebelum menuju
Paumako.
4) Biaya
yang
diperlukan
untuk
perjalanan dari Paumako – Otakwa
adalah sebesar Rp 66.012,16. Jauh
lebih murah dibandingkan dengan
biaya sebelumnya yang mencapai Rp
200.000,00. Jadi penduduk dapat
menyimpan
sisa
dari
Biaya
Transportasi sebesar Rp 116.000,00.
Dan total pengeluaran penduduk
berkurang hingga 46% dari total
pengeluaran sebelumnya.
5) Dalam pembagian pembebanan biaya,
penduduk mengharapkan bantuan
pemerintah sebesar 70% dari biaya
transportasi yang ada, maka biaya
yang harus dikeluarkan penduduk
hanya sebesar Rp 19.803,00.
Melalui Laut – Edisi Ketiga Jakarta :
Argya Putra
8. Taha, H.A. 1982. Operation Research An
Introduction Fourth Edition. New York.
Macmillan Publishing
9. Setijoprajudo. 1999. Diktat Metode
Optimasi. Surabaya. ITS
10. Prasetyawan, Y. (1999). Perencanaan
Penjadwalan Kendaraan Pelayanan
Pengambilan Sampah Kotamadya
Surabaya. Surabaya: ITS.
11. Raditya, A. (2009). Penggunaan Metode
Heuristik dalam Permasalahan Vehicle
Routing Problem dan Implementasinya di
PT Nippon Indosari Corpindo. Bogor:
ITB.
12. Raharjo, A. P. (2009). Penjadwalan
Armada Pengangkutan Sampah Liar
Wilayah Surabaya Timur. Surabaya: ITS.
13. Suharyo, O. S. (2008). Model Optimasi
Penempatan Armada Studi Kasus Kapal
Patroli TNI AL di Kawasan Timur
Indonesia. Surabaya: ITS.
14. Tarigan, D. (2008). Pemodelan Vehicle
Routing Problem Terbuka dengan
Keterbatasan Waktu. Medan: Sekolah
Pasca Sarjana USU.
15. Hillier, F. S., & Hillier, M. S. (2008).
Introduction to Management Science: A
Modelling and Case Studies Approach
with Spreadsheet (3rd ed.). New York:
Mc Graw-Hill.
16. Stopford, M. (1997). Maritime
Economics 2nd Edition. London:
Rouledge.
6) Dalam
perbandingan
teknologi,
Hovercraft
jauh
lebih
baik
dibandingkan dengan moda kapal
konvensional
karena
tidak
memerlukan
pengerukan
dan
menghabiskan biaya yang lebih
murah.
7) Dan dalam perbandingan dengan
Transportasi Darat, Transportasi Air
(sungai) menghabiskan investasi yang
jauh
lebih
murah
(54
kali)
dibandingkan dengan transportasi
darat (pembangunan jalan raya).
5.2
Saran
1) Dalam
penelitian
ini
hanya
memperhitungkan investasi saat ini
saja,
belum
memperhitungkan
investasi jangka panjang hingga 5 – 10
tahun kedepan.
2) Untuk penggunaan moda Hovercraft
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
karena tergolong teknologi yang
masih baru di Indonesia dan
diperlukan seorang ahli Hovercraft
dalam pengoperasiannya.
6. Daftar Pustaka
1. BPS Mimika. (2009). Mimika dalam
Angka. Timika: BPS Mimika.
2. P3MD SLDCR PT FREEPORT
INDONESIA. 2008. Ringkasan Fakta
Sosial “Pendangkalan Muara Sungai
Ajkwa”. Timika : PT FREEPORT
INDONESIA
3. BAPPEDA Provinsi Kalimantan Selatan.
(2010). HSPK Tahun 2010 KALSEL :
BAPPEDA KALSEL
4. Tamin, O.Z. 2000. Perencanaan dan
Permodelan Transportasi Jilid 1.
Bandung : ITB
5. Tamin, O.Z. 2000. Perencanaan dan
Permodelan Transportasi Jilid 2.
Bandung : ITB
6. Suyono, R.P. 2005. Shipping,
Pengangkutan Intermoda Eksport Import
Melalui Laut – Edisi Keempat Jakarta :
Argya Putra
7. Suyono, R.P. 2001. Shipping,
Pengangkutan Intermoda Eksport Import
10 
Download