Perencanaan Sistem Transportasi Daerah Muara Sungai Ajkwa I Gusti Ngurah Jupa Adriyana,S.T., Ir. Tri Achmadi, Ph.D. Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS E-mail : [email protected] ABSTRAK Daerah Muara Sungai Ajkwa merupakan daerah penting yang menghubungkan antara daerah timur Timika menuju Kota Timika dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk sekitarnya. Dengan adanya pendangkalan pada Muara Sungai Ajkwa akibat tailings dari penambangan maka berdampak pada kegiatan transportasi penduduk dari 4 (empat) Distrik dari Kabupaten Timika. Penduduk dari 4 (empat) Distrik tersebut mengalami kesulitan dalam mengakses Kota Timika. Tugas Akhir ini bertujuan untuk menemukan solusi dari masalah pendangkalan pada Muara Sungai Ajkwa dengan merencanakan sistem transportasi yang tepat, baik dalam pola operasi dan moda transportasi yang digunakan dengan melakukan perbandingan alternatif. Alternatif yang digunakan adalah teknologi Hovercraft dan teknologi kapal konvensional dengan tujuan mencari biaya yang terkecil. Dari hasil perhitungan menggunakan moda Hovercraft dimana penduduk dapat mengurangi total pengeluaran mereka sebesar 46% dari total sebelumnya. Kata kunci: Muara Sungai Ajkwa, Pendangkalan, Alternatif Teknologi, Hovercraft, Kapal Konvensional. sangat cepat mencapai 40 meter dibawah MSL. Terdapat setidaknya 15 kampung yang menggunakan Muara Sungai Ajkwa dalam kehidupannya sehari-hari dan merupakan akses transportasi menuju ke kota Timika. Dengan meningkatnya tingkat sedimentasi dari Muara Sungai Ajkwa karena adanya Tailing dari penambangan PT Freeport Indonesia yang secara terus-menerus turun dari daerah penambangan ke muara sungai maka akses menuju kota Timika dari daerah sebelah timur Tailing menjadi terhambat. Mereka harus menunggu air pasang terlebih dahulu dan tentunya hal tersebut akan memerlukan waktu yang lama. Daerah muara sungai yang terlindung dan kaya akan sumber daya hayati menjadi tumpuan hidup para nelayan, sehingga tidak dapat dihindari terjadinya pemukiman di pinggiran muara sungai. Tidak hanya itu, karena muara sungai ini juga menjadi penghubung daratan dan lautan yang sangat praktis, maka manusia menggunakannya sebagai media perhubungan. Daerah yang terlindung juga menjadi tempat berlabuh dan 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Estuari berasal dari kata aetus yang artinya pasang surut. Estuari didefinisikan sebagai badan air di wilayah pantai yang setengah tertutup (semi tertutup), yang berhubungan dengan laut bebas sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Indonesia memiliki beberapa daerah muara sungai yang besar, salah satunya terdapat di Sungai Ajkwa, Kabupaten Mimika, Papua. Muara Sungai Ajkwa terletak di pantai selatan Provinsi Irian Jaya Indonesia (Gambar 1.1). Kedalaman air disepanjang daerah yang berhubungan dengan mangrove, lebih dalam daripada daerah tengah muara sungai. Pola batimetri ini disebabkan oleh kontribusi arus yang cukup besar dari mangrove sehingga endapan pada daerah muara sungai yang berdekatan dengan mangrove lebih kecil daripada daerah tengah muara sungai. Tunggang pasang di Muara Sungai Ajkwa sekitar 3,5 meter. Untuk daerah 8 km dari tepi pantai Muara Sungai Ajkwa, kedalamannya berkisar antara 3-5 meter. Di luar daerah tersebut, kedalaman laut turun 1 berlindung kapal, terutama ketika laut berombak besar. Perkembangan industri pantai menambah padatnya wilayah muara sungai ini oleh kegiatan manusia karena daratan muara sungai merupakan akses yang baik dalam kegiatan industri itu sendiri, khususnya tersedianya air yang melimpah, baik itu untuk pendingin generator maupun untuk pencucian alat-alat tertentu. Pemukiman pada daerah muara sungai tersebar di sepanjang aliran sungai secara tidak merata. Wilayah di muara sungai juga merupakan wilayah terbelakang yang memerlukan pengembangan lebih lanjut. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari transportasi air (sungai) merupakan pilihan utama. Namun diperlukan pola jaringan operasi sistem transpotasi yang tepat dan efisien dengan biaya transportasi yang minimum untuk memenuhi semua kebutuhan sehari-hari penduduk wilayah muara sungai dan wilayah muara sungai dapat dikembangkan dengan sistem transportasi tersebut terutama dalam peningkatan sektor ekonomi. perencanaan jaringan. Terdapat juga tinjauan lainnya yang sangat membantu yakni analisis biaya manfaat, proses optimasi, permutasi, set covering model, assignment model, dan pembagian pembebanan biaya. Keseluruhan teori tersebut dapat menyelesaikan masalah yang timbul akibat adanya pendangkalan pada Muara Sungai Ajkwa. Konsep perencanaan jaringan, set covering dan assignment model dapat merencanakan sistem transportasi yang paling tepat pada Muara Sungai Ajkwa. Analisis biaya manfaat, factor operasi kapal, dan teori biaya transportasi dapat menentukan moda yang paling optimum dalam sistem transportasi ini. Sedangkan teori pembagian pembebanan biaya dapat memberikan solusi dalam pengembangan sistem transportasi ini untuk masyarakat Papua dan Kabupaten Timika pada khususnya. 2.1.1 Teori Transportasi Pengadaan jasa transportasi yang cukup dan memadai sangat dibutuhkan dalam pembangunan daerah. Transportasi digunakan sebagai dasar pembangunan ekonomi dan pengembangan masyarakat serta pertumbuhan industrialisasi. Dengan adanya transportasi menyebabkan adanya spesialisasi pekerjaan menurut keahlian sesuai dengan budaya dan adat istiadat suatu bangsa/daerah. Tiap negara, bagaimana pun perkembangan ekonominya harus menentukan terlebih dahulu tujuan-tujuan mana yang membutuhkan jasa transportasi guna menyusun sistem transportasi nasional (sistranas)/kebijakan (policy) transportasi nasional. 2.1.2 Faktor Operasi Kapal Kapasitas angkutan merupakan kemampuan suatu alat angkutan untuk memindahkan muatan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dalam waktu tertentu. Unsur-unsur kapasitas angkutan terdiri dari jumlah penumpang dan muatan, jarak yang ditempuh, dan waktu yang dibutuhkan untuk angkutan tersebut. Besarnya kapasitas angkutan tergantung pada: Gambar 1.1 Lokasi Muara Sungai Ajkwa 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Teori Penunjang Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori transportasi, factor operasi kapal, biaya transportasi dan konsep 2 - Sifat barang yang diangkut - Jenis alat angkut - Jarak yang ditempuh - Secara umum, fungsi atau persamaan dari suatu optimasi dapat dituliskan seperti berikut : Kecepatan rata-rata 2.1.3 Biaya-biaya Transportasi Laut Pengoperasian kapal serta bangunan apung laut lainnya membutuhkan biaya yang biasa disebut dengan biaya berlayar kapal (shipping cost) (Stopford, 1997) (Wijnolst, 1997). Secara umum biaya tersebut meliputi biaya modal, biaya operasional, biaya pelayaran dan biaya bongkar muat. Biaya– biaya ini perlu diklasifikasikan dan dihitung agar dapat memperkirakan tingkat kebutuhan pembiayaan kapal untuk kurun waktu tertentu (umur ekonomis kapal tersebut). Max⁄Min (Z)= (X+Y) Subject to : x1 + x2 ≤ a x2 ≤ b } Batasan 2.1.5 Konsep Perencanaan Jaringan Perencanaan jaringan ini bertujuan untuk menentukan pola jaringan transportasi dan penentuan lokasi pelabuhan terminal pada area studi Muara Sungai Ajkwa. 2.1.4 Proses Optimasi Suatu proses untuk mendapatkan satu hasil yang relatif lebih baik (maksimumkan / minimumkan) dari beberapa kemungkinan hasil yang memenuhi syarat berdasarkan batasan-batasan yang diberikan atau tertentu. Dalam melakukan suatu proses optimasi terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain ; variabel, parameter, konstanta, batasan, dan fungsi objektif. Berbagai hal di atas nantinya berfungsi sebagai acauan dalam melakukan proses optimasi. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut : Variabel merupakan harga-harga yang akan dicari dalam proses optimisasi. Parameter adalah harga yang tidak berubah besarnya selama satu kali proses optimisasi karena adanya syarat-syarat tertentu. Atau dapat juga suatu variabel yang diberi harga. Data tersebut dapat diubah setelah satu kali proses untuk menyelidiki kemungkinan terdapatnya hasil yang lebih baik. Batasan adalah harga-harga atau nilainilai batas yang telah ditentukan baik oleh perencana, pemesan, peraturan, atau syaratsyarat yang lain. Fungsi Objectif merupakan hubungan dari keseluruhan atau beberapa variabel serta parameter yang harganya akan dioptimumkan. Fungsi tersebut dapat berbentuk linear, non linier, atau gabungan dari keduanya dengan fungsi yang lain. Daerah asal (origin) Pelabuhan muat (port of loading) Pelabuhan bongkar (port of discharge) Daerah tujuan Penerapan optimasi dalam perencanaan jaringan dimulai dengan menentukan asumsi dasar, yaitu: m = jumlah titik produsen n = jumlah titik permintaan si =jumlah unit yang diproduksi (supply) dj =jumlah (demand) unit yang dibutuhkan cij = biaya transportasi yang dikeluarkan dari titik i ke titik j dalam satu jaringan xij = jumlah barang yang yang dikirimkan dari titik i ke titik j dalam satu jaringan objective function: m minimize n i 1 j 1 cij x ij constraints: n xij si (i=1,…….,m) xij dj (j=1,…….,m) j 1 n j 1 xij 0 3 (i=1,…….,m) , (j=1,…….,m) pengumpulan data, penulis menggunakan beberapa metode seperti pengumpulan data secara langsung (primer) dan pengumpulan data secara tidak langsung (sekunder). 2.2 Pembagian Pembebanan Biaya Pengelolaan angkutan perintis tidak dapat sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah, akibat keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah. Sedangkan pengelolaan angkutan perintis yang sepenuhnya diserahkan pada pihak privat juga tidak memungkinkan karena secara ekonomis rute perintis belum tentu menguntungkan. Oleh karena itu, dalam studi ini diusulkan untuk membagi beban pengelolaan angkutan perintis antara pemerintah sebagai pemilik proyek dengan sektor privat sebagai pelaksananya dengan nilai kategori rute sebagai acuan proporsi pembagian beban penyelenggaraan angkutan perintis. Diharapkan angkutan perintis dapat berkembang menjadi angkutan komersial seiring dengan perkembangan sosial-ekonomi daerah-daerah yang dihubungkan oleh rute angkutan perintis tersebut. 3.1.1 Pengumpulan Data Secara Langsung (Primer) Pengumpulan data secara langsung adalah penulis melakukan pengumpulan data secara langsung berdasarkan survei dilapangan. Adapun pengumpulan data secara langsung atau dapat disebut dengan pengumpulan data primer dilakukan penulis dengan melakukan wawancara langsung dengan staff Departemen Social Local Development and Community Relation PT. Freeport Indonesia. Survey lapangan juga dilakukan dengan penelusuran rute di sepanjang sungai dari Dermaga Nusantara Paumako hingga ke Otakwa (Ohotya), wawancara dengan penduduk asli di daerah Paumako, Otakwa, Timika, dll, dan survey di pelabuhan Paumako dan terminal kota di kota Timika. Berdasarkan hasil penggolongan angkutan perintis yang telah dilakukan sebelumnya, nilai kategori rute perintis dapat digambarkan dalam garis kategori rute angkutan komersial. Hubungan antara nilai kategori rute (n), porsi keterlibatan sektor pemerintah (Xpem), dan porsi partisipasi sektor privat (Ypriv) dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut ini: 3.1.2 Pengumpulan Data Secara Tidak Langsung (Sekunder) Selain data yang terkumpul melalui pengumpulan data primer, penulis juga melakukan pengumpulan data sekunder. Karena perencanaan ini merupakan suatu studi yang baru maka pengumpulan data sekunder dilakukan dengan melihat studi lain yang memiliki kemiripan situasi dan kondisi. Selain itu penulis juga melakukan pengumpulan data sekunder dengan membuat kuisioner yang nantinya akan memberikan data mengenai kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang kegiatan hidupnya berkaitan dengan Muara Sungai Ajkwa serta dampak yang terjadi akibat pendangkalan Sungai Ajkwa. Xpem 1 n dan Ypriv n 3. METODOLOGI PENELITIAN Secara umum tahapan pengerjaan Tugas Akhir ini terdiri dari: 1. Tahap Studi Pendahuluan 2. Tahap Tinjauan Pustaka dan Studi Literatur 3. Tahap Pengumpulan Data 4. Tahap Pengolahan Data 5. Tahap Analisis Data 6. Tahap Perencanaan 7. Tahap Analisis Biaya dan Optimasi 8. Kesimpulan dan Saran 3.2 Analisis Data Selama pengerjaan tugas akhir ini, penulis membagi pengerjaan tugas ini dalam beberapa tahapan pengolahan data. Tahapan pengerjaan tugas akhir ini antara lain: 3.1 Tahap Pengumpulan Data Selama penulisan tugas akhir ini, penulis melakukan pengumpulan data untuk pengerjaan tugas akhir. Dalam melakukan 4 3.2.1 Identifikasi Supply Demand 4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada tahap ini dilakukan identifikasi dari supply demand yang ada, serta penulis akan melihat permintaan dari penduduk yang terkena dampak dari pendangkalan Sungai Ajkwa. Data ini diperoleh dari kuisioner survey dan terjun langsung ke lapangan. 4.1 3.2.2 Identifikasi Sosial Ekonomi Penduduk Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap keadaaan sosial dan ekonomi dari penduduk yang tersebar di Muara Sungai Ajkwa hingga kampung-kampung yang terkena pengaruh dari pendangkalan Muara Sungai Ajkwa. Perencanaan Transportasi Muara Sungai Ajkwa Gambar 4.1. Proses Design Network Design dan Ship Design dalam perencanaan transportasi Muara Sungai Ajkwa dapat dilakukan berdasarkan 3 faktor yakni hasil survei, transportasi yang dibutuhkan (transport requirement), dan parameter transportasi. Pada Gambar 4.2 dapat dilihat peta area Muara Sungai Ajkwa dan design jaringan yang dapat dilakukan. 3.2.3 Identifikasi Pola Operasional Saat Ini Identifikasi terhadap pola operasi saat ini yang dipergunakan oleh penduduk untuk menentukan asal (origin) dan tujuan (destination) dan titik-titik transit atau shelter point. 3.2.4 Analisa dan Perbandingan Alternatif Teknologi Transportasi Air Pada tahap ini penulis akan melakukan analisa teknologi transportasi yang tepat untuk Muara Sungai Ajkwa menurut kondisi dari muara tersebut yang mengalami pendangkalan dan menentukan alternatif teknologi yang paling tepat dengan biaya yang minimum. 3.2.5 Analisa Perbandingan Investasi Teknologi Transportasi Air dan Jalan Pada tahap ini penulis akan melakukan perbandingan investasi transportasi sungai dan jalan sehingga dapat diketahui bahwa pembangunan jalan tidak tepat untuk kondisi wilayah di pesisir selatan Papua. Gambar 4.2. Peta Area 3.2.6 Pembagian Pembebanan Biaya dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Sebagai sistem transportasi perintis maka akan dilakukan perhitungan pembagian pembebanan biaya antara sektor privat dan pemerintah. Dan dengan biaya transportasi yang lebih rendah maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terkena dampak pendangkalan Muara Sungai Ajkwa. Gambar 4.3. Bentuk Jaringan Hasil Permutasi dari jaringan transportasi terdapat 64 rute dapat dilihat pada Gambar 4.3 adalah sebagai berikut: 5 Tabel 4.1. Permutasi 1 Rute Rute1 Rute2 Rute3 Rute4 Rute5 Rute6 Rute7 Rute8 Rute9 Rute10 Rute11 Rute12 Rute13 Rute14 Rute15 Route from HUB to Village B B B B B B B B B B B B B B B H F L N H F H L H N F L F N L B B B B F H L H N H L F N F N Tabel 4.3. Permutasi 3 Rute Rute31 Rute32 Rute33 Rute34 Rute35 Rute36 Rute37 Rute38 Rute39 Rute40 Rute41 Rute42 Rute43 Rute44 Rute45 Rute46 Rute47 Route from HUB to Village B B B B B B B B B B B B B B B B B L L N N F F L L N N H H H H H H F H N H L L N F N F L F F L L N N H N H L H N L N F L F L N F N F L L Rute Rute16 Rute17 Rute18 Rute19 Rute20 Rute21 Rute22 Rute23 Rute24 Rute25 Rute26 Rute27 Rute28 Rute29 Rute30 B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B N L N F L F N B B B B B B B Tabel 4.2. Permutasi 2 Route from HUB to Village B B B B B B B B B B B B B B B N H H F F L L H H F F N N H H L F L H L H F F N H N H F L N B L F L H F H N F N H F H N L B B B B B B B B B B B B B B Tabel 4.4. Permutasi 4 Rute Rute48 Rute49 Rute50 Rute51 Rute52 Rute53 Rute54 Rute55 Rute56 Rute57 Rute58 Rute59 Rute60 Rute61 Rute62 Rute63 Rute64 Route from HUB to Village B B B B B B B B B B B B B B B B B F F F F F L L L L L L N N N N N N H L L N N H H F F N N H H F F L L N H N H L F N H N H F F L H L H F L N H L H N F N H F H L F L H F H B B B B B B B B B B B B B B B B B . 4.2 Dasar Pemilihan Moda 4.2.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak pada daerah Muara Sungai Ajkwa Kabupaten Mimika. Diketahui pada daerah muara sungai ini terjadi pengendapan akibat sisa tailing dari penambangan PT. Freeport Indonesia. Hasil pencitraan gambar satelit tahun 2000, menunjukkan setidaknya seluas 84.158 ha wilayah laut dangkal akibat sedimentasi oleh tailing, meliputi muara Sungai Mawati hingga muara Sungai Kamoro. Radius penyebaran sedimentasi tailing di laut dari muara Ajkwa adalah sejauh 6 km dari garis pantai menuju laut lepas, sementara dari muara Sungai Ajkwa Barat sejauh lebih kurang 10 km dari garis pantai menuju laut lepas. Beberapa hal yang menjadi dasar pemikiran perlunya Hovercraft pada daerah muara sungai Ajkwa adalah: 4.2.2 Keunggulan Teknologi Tabel 4.5. Keunggulan dan Kekurangn Teknologi Hovercraft Keunggulan Mobilitas Tinggi Dapat digunakan di Sungai, Rawa dan medan lainnya Digunakan sebagai pembuka daerah terisolir/tertinggal Kekurangan Kapasitas bahan bakar yang kurang maksimal Kapasitas penumpang yang kurang maksimal Pembiayaan dan perawatan yang memerlukan biaya tinggi Tingkat kenyamanan tinggi Kecepatan tinggi Hovercraft merupakan teknologi yang sangat cocok untuk dapat diimplementasikan pada wilayah yang terpilih sebagai wilayah/kawasan yang terisolir antara lain : 6 Terjadinya perbedaan pasang surut air sungai di wilayah pedalaman yang menghambat aksesibilitas pergerakan. Luasnya areal tanah gambut dan hutan bakau, dengan kondisi tersebut akan membuat biaya konstruksi jalan melambung tinggi. Areal tanah gambut merupakan kawasan yang sangat sensitif, dimana analisa awal dampak lingkungan, sosial dan analisa kendala teknis mengarah kepada kesimpulan bahwa pembangunan jalan yang melintasi kawasan gambut membutuhkan biaya konstruksi sangat mahal dan menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang besar akibat terganggunya kawasan tersebut. Peningkatan aksesibilitas di lokasi ini dapat diperankan Hovercraft sebagai moda alternatif. Adanya missing link yakni ruas/daerah yang tidak dapat diakses karena adanya suatu halangan atau penghambat antara Mimika bagian Tengah dengan Mimika bagian Timur yang membuat Mimika bagian Timur terisolasi dan menjadi wilayah tertinggal. Dengan hasil diatas yakni Rute yang paling optimal dengan biaya yang paling optimum adalah Rute 1, Rute 2, Rute 3, dan Rute 4 maka hasil tersebut tidak berbeda dengan hasil yang didapatkan dengan menggunakan moda Hovercraft. Namun biaya yang dihabiskan yang memiliki nilai berbeda yakni sebesar US$ 3849,718 atau Rp 34.647.465,54. Namun terdapat satu poin yang penting disini, jika menggunakan moda kapal konvensional memerlukan investasi lebih pada pemeliharaan rute yakni pengerukan pada jalur transportasi yang dilalui. Panjang jalur yang perlu melakukan pengerukan adalah sepanjang 14,607 Km, sedangkan biaya pengerukan berdasarkan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK yang digunakan perbandingan adalah HPSK dari Provinsi Kalimantan Selatan) adalah sebesar Rp 17.600,-. Jadi total biaya pengerukan yang dilakukan adalah sebesar : 14607 m x Rp 17.600,- = Rp 257.078.651,69 Maka dengan ditambah biaya pengerukan tersebut biaya untuk kapal konvensional menjadi sangat besar. Jadi untuk perbandingan biaya Moda Teknologi Transportasi yang digunakan jauh lebih murah menggunakan moda Hovercraft karena tidak memerlukan proses pengerukan jalur transportasi akibat adanya pendangkalan pada Muara Sungai Ajkwa. Dapat merupakan aspek wisata Penanggulangan bencana alam atau emergency situation (orang sakit, evakuasi) Dapat digunakan sebagai teknologi strategis pertahanan dan keamanan. 4.3 Perhitungan Model Dari 64 rute yang didapatkan dengan menggunakan permutasi selanjutnya dicari unit cost dari 2 alternatif moda yakni Hovercraft dan kapal Konvensional untuk mendapatkan rute yang paling optimal dengan biaya yang paling rendah. Dengan menggunakan bantuan program solver hasilnya adalah: Tabel 4.6. Hasil Solver Hovercraft Rute Rute2 Rute3 Rute4 Rute5 Rute6 Rute7 Rute8 Rute9 Rute10 Rute11 Rute12 Rute13 Rute14 Rute15 Route from HUB to Village B B B B B B B B B B B B B B B H F L N H F H L H N F L F N L B B B B F H L H N H L F N F N B B B B B B B B B B B Ship Compatible 1=Y 0=N 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Total Cost Desc Var USD 1257 1 560 1 449 1 1698 1 2119 0 2119 0 3154 0 3154 0 4303 0 4303 0 1874 0 1874 0 3154 0 3154 0 2948 0 Jadi, kombinasi rute yang paling optimum dan dapat mengakses seluruh titik yang mana merupakan kampung-kampung yang terkena dampak dari pendangkalan Muara Sungai Ajkwa adalah Rute 1, Rute 2, Rute 3, dan Rute 4 dengan keseluruhan biaya operasional sebesar US$ 3963,753 atau Rp 35.673.774,75. 4.4 Perencanaan berdasarkan Fakta di Lapangan Tabel 4.7. Hasil Solver Kapal Konvensional Rute Rute1 Rute2 Rute3 Rute4 Rute5 Rute6 Rute7 Rute8 Rute9 Rute10 Rute11 Rute12 Rute13 Rute14 Rute15 Route from HUB to Village B B B B B B B B B B B B B B B H F L N H F H L H N F L F N L B B B B F H L H N H L F N F N B B B B B B B B B B B Total Cost Desc Var USD 1222 1 545 1 435 1 1648 1 2061 0 2061 0 3063 0 3063 0 4179 0 4179 0 1820 0 1820 0 3063 0 3063 0 2862 0 Otakwa merupakan Terminal (transit point) yang mengumpulkan seluruh komoditi yang ada pada daerah timur pendangkalan untuk dibawa menuju ke Paumako. Dan transportasi yang diperlukan adalah transportasi yang menghubungkan antara Otakwa dan Paumako. 7 Tabel 4.8. Perhitungan Biaya Jalur Otakwa - Paumako TC per trip Dalam skema ini partisipasi privat lebih besar daripada yang diberikan oleh pemerintah. c) Moderate Dalam skema ini partisipasi yang diberikan kedua belah pihak, baik privat maupun publik sama besar dan sama rata (50:50). d) Less Dalam skema ini, partisipasi pemerintah lebih besar dibandingkan dengan partisipasi privat dalam pendanaan transportasi ini. Partisipasi yang diberikan pemerintah biasanya berupa subsidi tarif. e) Least Dalam skema ini, pendanaan sistem transportasi dilakukan oleh pemerintah seutuhnya tanpa campur tangan sektor publik. Biasanya dalam transportasi perintis pemerintah memberikan subsidi penuh karena masyarakat sebagai pengguna transportasi merupakan masyarakat pedalaman atau masyarakat pada daerah yang terisolasi. USD 220.04 USD 220.04 USD/Pax.km 0.09 IDR/Pax.km 808 IDR/Hour 35,895 USD/pax 7.33 Passenger TC per passenger Total Cost IDR/pax Comparison Tariff of Ferry (ASDP) Tariff of Batam - Singapura USD/Pax.mile 0.08 IDR/ Pax.mile 725 0.41 3,723 Land Transport Cost Rp 20,000.00 131.741573 652.89 Land Transport Cost Distance TOTAL 66,012.16 Total Cost to Timika Rp 86,012.16 km IDR/Pax.km Total Pengeluaran/Bulan Saving dari Transportasi 46% 54% Total Pengeluaran/Bulan saat ini Gambar 4.4. Total Pengeluaran Masyarakat/Bulan Dari hasil perhitungan menggunakan moda Hovercraft dimana penduduk dapat mengurangi total pengeluaran mereka sebesar 46% dari total sebelumnya. Dari hasil perhitungan maka didapatkan hasil pembagian pembebanan biaya sebagai berikut: 4.5 Pembagian Pembebanan Biaya Karena merupakan sebuah sistem transportasi yang baru dan membuka kawasan yang terisolasi maka diperlukan pembagian biaya antara pemerintah dan privat dalam menjalankan sistem transportasi di Muara Sungai Ajkwa. Tingkatan pembagian tersebut ditentukan berdasarkan skema investasi yang digunakan. Adapun tingkatan pembagian partisipasi pemerintah dan privat tersebut antara lain: a) Most Dalam skema ini, pendanaan transportasi dilakukan oleh privat seutuhnya (100%). Jadi tidak ada campur tangan pemerintah dalam skema ini. Biasanya rute yang memberi keuntungan yang besar dan padat akan penumpang yang sering menggunkan skema ini b) More Investment Financing COST Total Cost (IDR) Priv Pem Priv Pem Priv Pem Most Full Commercial Priv Pem 0% 100% 25% 75% 50% 50% 75% 25% 100% 0% 66,012 16,503 49,509 33,006 33,006 49,509 16,503 66,012 - - Murni Pemerintah Less More Varian Gambar 4.5. Hasil Pembagian Pembebanan Biaya Dan Ekspektasi Masyarakat dari hasil Survei menginginkan subsidi setidaknya 70% dalam biaya transportasi yang mereka tanggung. Dengan kondisi seperti diatas maka akan didapatkan grafik sebagai berikut: 8 Invesment Kriteria Moderate Least Full Subsidi Priv Pem Murni Privat 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Gambar 4.6. Grafik Pembagian Pembebanan Biaya Dengan biaya transportasi sebesar Rp 66.012,- untuk satu penumpangnya jika mendapatkan subsidi dari pemerintah sebesar 70%, maka besar biaya yang ditanggung oleh penumpang dikurangi Rp 46.108,00 dari total biaya menjadi Rp 19.803,00 untuk satu penumpang dalam sistem transportasi Muara Sungai Ajkwa. Dengan adanya subsidi ini maka pengeluaran penduduk akan semakin berkurang. Semakin berkurangnya pengeluaran ini akan menimbulkan penambahan pendapatan penduduk yang semakin lama akan mengangkat taraf hidup dari penduduk pada kawasan ini. Gambar 4.7. Grafik Penambahan Pendapatan Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa terjadi penambahan pendapatan (garis biru) dari pendapatan sebelumnya (garis hijau) dimana penambahan tersebut meningkat perbulannya. Pada lebih dari bulan ke 5 (lima), penambahan pendapatan melewati garis batas kemiskinan (garis merah) yang menandakan bahwa taraf hidup masyarakat meningkat dengan adanya transportasi ini. 9 Kesimpulan 1) Rute yang paling optimal dalam jaringan transportasi Muara Sungai Ajkwa adalah - Rute 1 : Paumako – Omawita – Paumako - Rute 2 : Paumako – Aramsolki – Paumako - Rute 3 : Paumako – Wapu – Paumako - Rute 4 : Paumako – Otakwa – Paumako 2) Hasil perhitungan antara moda Hovercraft dan moda Kapal Konvensional menunjukkan bahwa Hovercraft menghabiskan biaya yang lebih murah yaitu US$ 3963,753 atau Rp 35.673.774,75 sedangkan Kapal Konvensional US$ 3849,718 atau Rp 34.647.465,54 namun perlu ditambahkan biaya pengerukan sebesar Rp 257.078.651,69. 3) Agar tidak menghilangkan perilaku penduduk yang mencari nafkah di sepanjang sungai pada daerah timur pendangkalan Muara Sungai Ajkwa, maka digunakan skema transportasi antara Paumako dan Otakwa, dimana komoditi dari seluruh daerah timur kota Timika dikumpulkan terlebih dahulu di Otakwa sebelum menuju Paumako. 4) Biaya yang diperlukan untuk perjalanan dari Paumako – Otakwa adalah sebesar Rp 66.012,16. Jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya sebelumnya yang mencapai Rp 200.000,00. Jadi penduduk dapat menyimpan sisa dari Biaya Transportasi sebesar Rp 116.000,00. Dan total pengeluaran penduduk berkurang hingga 46% dari total pengeluaran sebelumnya. 5) Dalam pembagian pembebanan biaya, penduduk mengharapkan bantuan pemerintah sebesar 70% dari biaya transportasi yang ada, maka biaya yang harus dikeluarkan penduduk hanya sebesar Rp 19.803,00. Melalui Laut – Edisi Ketiga Jakarta : Argya Putra 8. Taha, H.A. 1982. Operation Research An Introduction Fourth Edition. New York. Macmillan Publishing 9. Setijoprajudo. 1999. Diktat Metode Optimasi. Surabaya. ITS 10. Prasetyawan, Y. (1999). Perencanaan Penjadwalan Kendaraan Pelayanan Pengambilan Sampah Kotamadya Surabaya. Surabaya: ITS. 11. Raditya, A. (2009). Penggunaan Metode Heuristik dalam Permasalahan Vehicle Routing Problem dan Implementasinya di PT Nippon Indosari Corpindo. Bogor: ITB. 12. Raharjo, A. P. (2009). Penjadwalan Armada Pengangkutan Sampah Liar Wilayah Surabaya Timur. Surabaya: ITS. 13. Suharyo, O. S. (2008). Model Optimasi Penempatan Armada Studi Kasus Kapal Patroli TNI AL di Kawasan Timur Indonesia. Surabaya: ITS. 14. Tarigan, D. (2008). Pemodelan Vehicle Routing Problem Terbuka dengan Keterbatasan Waktu. Medan: Sekolah Pasca Sarjana USU. 15. Hillier, F. S., & Hillier, M. S. (2008). Introduction to Management Science: A Modelling and Case Studies Approach with Spreadsheet (3rd ed.). New York: Mc Graw-Hill. 16. Stopford, M. (1997). Maritime Economics 2nd Edition. London: Rouledge. 6) Dalam perbandingan teknologi, Hovercraft jauh lebih baik dibandingkan dengan moda kapal konvensional karena tidak memerlukan pengerukan dan menghabiskan biaya yang lebih murah. 7) Dan dalam perbandingan dengan Transportasi Darat, Transportasi Air (sungai) menghabiskan investasi yang jauh lebih murah (54 kali) dibandingkan dengan transportasi darat (pembangunan jalan raya). 5.2 Saran 1) Dalam penelitian ini hanya memperhitungkan investasi saat ini saja, belum memperhitungkan investasi jangka panjang hingga 5 – 10 tahun kedepan. 2) Untuk penggunaan moda Hovercraft perlu dilakukan penelitian lebih lanjut karena tergolong teknologi yang masih baru di Indonesia dan diperlukan seorang ahli Hovercraft dalam pengoperasiannya. 6. Daftar Pustaka 1. BPS Mimika. (2009). Mimika dalam Angka. Timika: BPS Mimika. 2. P3MD SLDCR PT FREEPORT INDONESIA. 2008. Ringkasan Fakta Sosial “Pendangkalan Muara Sungai Ajkwa”. Timika : PT FREEPORT INDONESIA 3. BAPPEDA Provinsi Kalimantan Selatan. (2010). HSPK Tahun 2010 KALSEL : BAPPEDA KALSEL 4. Tamin, O.Z. 2000. Perencanaan dan Permodelan Transportasi Jilid 1. Bandung : ITB 5. Tamin, O.Z. 2000. Perencanaan dan Permodelan Transportasi Jilid 2. Bandung : ITB 6. Suyono, R.P. 2005. Shipping, Pengangkutan Intermoda Eksport Import Melalui Laut – Edisi Keempat Jakarta : Argya Putra 7. Suyono, R.P. 2001. Shipping, Pengangkutan Intermoda Eksport Import 10