PROSPEK PEMANFAATAN METABOLISME SEKUNDER PADA TANAMAN PENGHASIL BIOPESTISIDA SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF UNTUK PERLAKUAN KARANTINA TUMBUHAN Oleh Ir. Azwin Amir, MM. ( Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Belawan) Lenny Hartati Harahap, SP. MSi (POPT Ahli Muda Pada Balai Besar Karantina Pertanian Belawan) I. Pendahuluan 1. Latar Belakang Dalam alur 8 Tindakan Karantina Tumbuhan(8P) yaitu Pemeriksaan, yaitu tindakan untuk mengetahui kelengkapan dan kebenaran isi dokumen serta mendeteksi OPTK/ HPHK; Pengasingan dan; Pengamatan, yaitu untuk tindakan mendeteksi lebih lanjut OPTK/ HPHK tertentu yang karena sifatnya memerlukan waktu lama, sarana dan kondisi khusus; Perlakuan, yaitu tindakan untuk membebaskan media pembawa dari OPTK/ HPHK yang dilakukan secara fisik, kimia, biologi dll; Penahanan, yaitu tindakan yang dilakukan karena belum dipenuhinya persyaratan karantina untuk pemasukan; Penolakan adalah tindakan menolak pemasukan terhadap media pembawa yang tidak bebas dari OPTK/HPHK tertentu, busuk, rusak atau yang tidak memenuhi persyaratan sampai batas waktu yang telah ditentukan; Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan media pembawa yang tertular / tidak bebas OPTK/ HPHK tertentu, busuk, rusak atau merupakan jenis yang dilarang pemasukannya, serta media pembawa yang setelah penolakan tidak segera dibawa keluar wilayah negara RI; Pembebasan adalah tindakan karantina yang mencakup pembebasan keluar atau masuknya media pembawa OPTK/ HPHK dari dan atau ke dalam wilayah negara RI. Perlakuan pada media pembawa dilakukan apabila ditemukan terbawanya OPT/OPTK setelah dilakukan pemeriksaan. Perlakuan adalah tindakan pembebasan media pembawa dari suatu Organisme Penggganggu Tumbuhan karantina atau membunuh 100 % Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina yang ada pada media pembawa dengan metode perlakuan karantina yang baku/Standard Perlakuan Karantina. Fumigasi sebagai perlakuan karantina tumbuhan bertujuan untuk membebaskan media pembawa dari organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Sesuai dengan maksud dan tujuan penyelenggaraan kegiatan karantina tumbuhan yaitu mencegah masuk dan tersebarnya OPT maka fumigasi sebagai perlakuan karantina harus dapat membunuh OPT keseluruhan. Pemilihan jenis fumigan dalam pelaksanaan fumigasi untuk keperluan tindakan karantina tumbuhan tergantung kepada OPT sasaran, jumlah waktu yang tersedia, jenis komoditas yang akan difumigasi, biaya dan tingkat kesulitan aplikasi, kemungkinan reaksi dengan material lain, dan persyaratan negara tujuan. Jenis fumigan yang umum digunakan dalam pelaksanaan perlakuan karantina tumbuhan dan pra-pengapalan adalah Metil Bromida dan Fosfin dengan formulasi padat. Metil Bromida memang perusak ozon, tetapi perlu tindakan perlakuan karantina dan perlakuan pra-pengapalan.Tujuannya adalah untuk membebaskan media pembawa, orang, alat angkut, peralatan, dan pembungkus dari Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) atau Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK). Perlakuan Pra-pengapalan adalah tindakan Fumigasi untuk komoditas pertanian, kemasan atau alat angkut untuk memenuhi persyaratan karantina yang ditetapkan negara tujuan ekspor. Guna mendukung perlindungan bumi dari perusak lapisan ozon, Badan Karantina Pertanian melakukan pengawasan penggunaan dan pembatasan Metil Bromida. Adapun pembatasan dan pengurangan Metil Bromida dilakukan dengan: Mendorong perlakuan dengan metode atau bahan lain. Kebijakan Badan Karantina Pertanian penyelenggaraan perkarantinaan selalu berorientas pada keselamatan lingkungan mengingat tugas dan fungsi Badan Karantina Pertanian adalah melindungi keselamatan sumberdaya alam hayati dan ancaman organisme pengganggu dan keselamatan manusia dari ancaman cemaran pangan. Dengan pengurangan pemakaian MBr maka Badan Karantina Pertanian termasuk lembaga pemerintah yang ikut membantu mencegah rusaknya lapisan ozon dan juga mencegah terjadinya pemanasan. Badan Karantina Pertanian juga menargetkan pada tahun 2020 tidak lagi menggunakan bahan MBr sebagai perlakuan karantina. Selain itu Menteri Pertanian juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian No.37/Permentan/OT.140/7/2009 tentang penggunaan pestisida berbahan aktif Metil bromide untuk tindakan karantina tumbuhan dan perlakuan pra pengapalan yang berisi tentang pembatasan penggunaan MBr, Pengurangan penggunaan MBr dan mengurangi emisi MBr. Fumigasi Fosfin dengan formulasi padat memerlukan waktu papar yang cukup panjang dan sangat berisiko apabila diaplikasikan terhadap komoditas yang kadar airnya tinggi. Penggunaan Fosfin formulasi cair harus memperhatikan aspek keselamatan kerja karena Fosfin formulasi cair adalah fumigan yang sangat beracun terhadap manusia. Keracunan Fosfin formulasi cair dapat berakibat fatal (kematian) bagi manusia. Pengaruh dari paparan (exposure) gas tergantung pada konsentrasi gas jangka waktu dan seringnya terkena paparan. Pengaruh yang buruk dapat terjadi tidak hanya oleh paparan pada konsentrasi yang tinggi, tapi juga paparan yang terus menerus atau berulang-ulang walaupun dalam konsentrasi rendah. Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbedabeda antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda, bahkan mungkin satu jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu spesies dalam suatu kingdom. Senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu. Fungsi metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator, dan sebagai molekul sinyal. Singkatnya, metabolit sekunder digunakan organisme untuk berinteraksi dengan lingkungannya. 2. Tujuan Tujuan penulisan ini untuk mengetahui prospek pemanfaatan metabolisme sekunder pada tanaman penghasil biopestisida sebagai salah satu alternatif untuk perlakuan karantina tumbuhan II. METABOLISME SEKUNDER PADA TANAMAN PENGHASIL BIOPESTISIDA Senyawa metabolit sekunder diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama, yaitu: Terpenoid (Sebagian besar senyawa terpenoid mengandung karbon dan hidrogen serta disintesis melalui jalur metabolisme asam mevalonat.) Contohnya monoterpena, seskuiterepena, diterpena, triterpena, dan polimer terpena. Fenolik (Senyawa ini terbuat dari gula sederhana dan memiliki cincin benzena, hidrogen, dan oksigen dalam struktur kimianya.) Contohnya asam fenolat, kumarina, lignin, flavonoid, dan tanin. Senyawa yang mengandung nitrogen. Contohnya alkaloid dan glukosinolat. Sebagian besar tanaman penghasil senyawa metabolit sekunder memanfaatkan senyawa tersebut untuk mempertahankan diri dan berkompetisi dengan makhluk hidup lain di sekitarnya. Tanaman dapat menghasilkan metabolit sekunder (seperti: quinon, flavonoid, tanin, dll.) yang membuat tanaman lain tidak dapat tumbuh di sekitarnya. Hal ini disebut sebagai alelopati. Berbagai senyawa metabolit sekunder telah digunakan sebagai obat atau model untuk membuat obat baru, contohnya adalah aspirin yang dibuat berdasarkan asam salisilat yang secara alami terdapat pada tumbuhan tertentu. Manfaat lain dari metabolit sekunder adalah sebagai pestisida dan insektisida, contohnya adalah rotenon dan rotenoid. Beberapa metabolit sekunder lainnya yang telah digunakan dalam memproduksi sabun, parfum, minyak herbal, pewarna, permen karet, dan plastik alami adalah resin, antosianin, tanin, saponin, dan minyak volatil. Beberapa contoh dari metabolit sekunder adalah: Kelas Contoh Senyawa Contoh Sumber Efek dan kegunaan Nikotin, kokain, teobromin Tembakau, coklat Mempengaruhi neurotransmisi dan menghambat kerja enzim SENYAWA MENGANDUNG NITROGEN Alkaloid TERPENOID Tumbuhan mint Mempengaruhi dan banyak neurotransmisi, tumbuhan menghambat transpor ion, lainnya anestetik Monoterpena Mentol, linalool Diterpena Gossypol Kapas Menghambat fosforilasi, toksik Triterpena, glikosida kardiak (jantung) Digitogenin Digitalis (Foxglove digitalis sp.) Stimulasi otot jantung, memengaruhi transpor ion Sterol spinasterol Bayam Mempengaruhi kerja hormon hewan FENOLIK Menyebabkan kerusakan oksidatif, timbulnya warna Semua tanaman coklat pada buah dan wine. Asam fenolat Kafeat, klorogenat Tannins gallotanin, tanin terkondensasi oak, kacangkacangan Mengikat protein, enzim, menghambat digesti, antioksidan. Lignin Lignin Semua tanaman darat Struktur, serat Biopestisida adalah bahan yang berasal dari alam, seperti tumbuhtumbuhan yang digunakan untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman atau juga disebut dengan pestisida hayati. Biopestisida merupakan salah satu solusi ramah lingkungan dalam rangka menekan dampak negatif akibat penggunaan pestisida non hayati yang berlebihan. Saat ini Biopestisida telah banyak dikembangkan di masyarakat khususnya para petani. Namun belum banyak petani yang menjadikan biopestisida sebagai penangkal dan pengedali hama penyakit untuk tujuan mempertahankan produksi. Upaya pengendalian hama pencegahan dan pemberantasan. maupun penyakit Pencegahan biasanya berupa (preventive) artinya suatu tindakan yang dilakukan agar tanaman yang masih sehat terhindar dari penyakit, sedangkan pengendalian (control) artinya kita mengusahakan atau melakukan tindakan – tindakan terhadap tanaman yang sudah terserang hama /penyakit, dengan harapan agar tanaman akan sembuh dan tumbuh normal kembali (Anggraeni dan Lelana, 2011). Dalam prakteknya tindakan pengendalian lebih sering dilakukan daripada pencegahan, karena upaya tersebut harus dilakukan untuk mencegah kerugian secara ekonomis. Pengendalianan serangan hama/penyakit biasa dilakukan dengan menggunakan pestisida kimia sintetik. Hal ini karena pestisida ini mempunyai cara kerja yang relatif cepat dalam menekan populasi hama sehingga dapat menekan kerugian hasil akibat serangan hama, lebih efektif dalam memberantas hama dan mudah didapatkan di pasaran (dijual bebas). Namun, penggunaan pestisida kimia secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan seperti : merusak ekosistem, menimbulkan keracunan pada manusia, membunuh musuh alaminya dan lain sebagainya. Banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan pestisida kimia, maka telah dibuat kesepakatan internasional untuk memberlakukan pembatasan penggunaan bahan-bahan kimia pada proses produksi pestisida kimia sintetik. Berdasarkan kebijakan internasioanl, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan ditingkat nasional dalam perlindungan tanaman dengan menggalakkan program Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1995 menyatakan bahwa pemanfaatan agens pengendali hayati atau biopestisida termasuk pestisida nabati sebagai komponen utama dalam sistem PHT. Tindakan lainnya tertera dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 473/Kpts/Tp.270/06/1996 yaitu dengan mengurangi peredaran beberapa jenis pestisida dengan bahan aktif yang dianggap persisten (Asmaliyah et al, 2010). Salah satu bentuk dukungan terhadap kebijakan tersebut, penggunaan pestisida nabati dalam kegiatan perlindungan tanaman perlu disosialisasikan dan dipromosikan kepada masyarakat. Pestisida nabati merupakan pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Tumbuhan banyak mengandung bahan kimia yang digunakan sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu. Bahan kimia yang terkandung biasa disebut sebagai metabolit sekunder yang berupa flavonoid, alkaloid, saponin, tanin dan lain-lain. Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak essensial bagi pertumbuhan organisme, yang ditemukan dalam bentuk unik atau berbeda-beda antara spesies satu dengan spesies lainnya. Berbagai senyawa metabolit sekunder telah digunakan sebagai obat atau bahan untuk membuat obat, pestisida dan insektisida (Zuraida et al, 2010). Metabolit sekunder tidak mempunyai peranan yang terlalu penting pada proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, namun pada jumlah yang sangat besar mampu melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit (Dadang dan Prijono, 2008). Penggunaan biopestisida ini telah lama dikenal dan diterapkan oleh nenek moyang kita sebagai salah satu kearifan lokal. Sangat disayangkan bahwa kearifan lokal ini sudah banyak dilupakan oleh masyarakat kita, padahal keuntungan dari penerapannya dapat dirasakan dalam jangka panjang. Bahanbahan pembuatannya pun mudah dan relatif murah, bahkan terkadang melimpah di alam. Dalam kaitannya dengan program penerapan Sistem Pertanian Berkelanjutan pun, biopestisida merupakan salah satu komponen teknologi yang direkomendasikan oleh banyak ahli. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan biopestisida berasal dari bahan hidup seperti tumbuh-tumbuhan (empon-empon, jarak, jengkol, biji srikaya, tembakau, nimba, dll) dan mikroba (cendawan, bakteri, virus dan protozoa). Berdasarkan penelitian, sebagian tumbuhan mengandung bahan kimia yang dapat membunuh, menarik dan menolak serangga, sebagian juga menghasilkan racun, mengganggu siklus pertumbuhan serangga, sistem pencernaan atau mengubah perilaku serangga. Berikut ini beberapa keuntungan yang diperoleh apabila kita menggunakan biopestisida atau pestisida hayati dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman : 1. Murah dan mudah didapat, terkadang jumlahnya melimpah di alam. 2. Penggunaannya dalam jumlah yang terbatas dan mudah busuk sehingga tidak menimbulkan residu pada tanaman. 3. Aman bagi manusia, hewan, dan ramah lingkungan karena bahan aktif yang digunakan mudah terurai di alam (biodegradable)/tidak menyebabkan residu dan pencemaran. 4. Pemakaian dengan dosis tinggi sekalipun masih relatif aman, selama perlakuan yang diberikan tepat. 5. Produk pertanian yang dihasilkan lebih sehat. 6. Tidak mudah menyebabkan resistansi hama. 7. Kesehatan tanah lebih terjaga dan dapat meningkatkan bahan organik tanah. 8. Mikroba/species tertentu yang digunakan relatif aman. 9. Biopestisida yang menggunakan mikroba mengandalkan senyawa biokimia potensial yang disintesis oleh mikroba. 10. Dapat mempertahankan keberadaan musuh alami. Di samping keunggulan biopestisida, tentu juga ada kelemahannya, yaitu sebagai berikut : 1. Kurang praktis, karena perlu membuat/meramu terlebih dahulu. 2. Tidak langsung membunuh sasaran sehingga daya kerjanya lebih lambat. 3. Terkadang perlu dilakukan penyemprotan secara berulang-ulang. 4. Tidak tahan dalam penyimpanan jangka panjang. Memperhatikan kondisi lingkungan saat ini yang semakin memprihatinkan, biopestisida merupakan alternatif yang dapat ditempuh untuk menekan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas budidaya pertanian. Teknologi sederhana pembuatan biopestisida yang merupakan kearifan local ini perlu kita gali dan kembangkan kembali di tengah masyarakat kita. Penelitianpenelitian yang berkait dengannya pun masih perlu dilanjutkan. III. PROSPEK BIOPESTISIDA SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF UNTUK PERLAKUAN KARANTINA TUMBUHAN Perlakuan pada media pembawa dilakukan apabila ditemukan terbawanya OPT/OPTK setelah dilakukan pemeriksaan. Perlakuan adalah tindakan pembebasan media pembawa dari suatu Organisme Penggganggu Tumbuhan karantina yang ada pada media pembawa dengan metode perlakuan karantina yang baku/Standard Perlakuan Karantina. Prospek biopestisida sebagai salah satu alternatif untuk perlakuan karantina perlu dipertimbangkan guna mendukung perlindungan bumi dari perusak lapisan ozon, Badan Karantina Pertanian melakukan pengawasan penggunaan dan pembatasan Metil Bromida. Adapun pembatasan dan pengurangan Metil Bromida dilakukan dengan mendorong perlakuan dengan metode atau bahan lain. Salah satunya adalah dengan mengembangkan perlakuan dengan tanaman penghasil metabolisme sekunder sebagai biopestisida yang ramah lingkungan. Cara pembuatan pestisida nabati dari berbagai jenis tumbuhan tidak dapat dijelaskan secara khusus atau distandarisasi karena memang sifatnya tidak berlaku umum. Suatu ramuan pestisida nabati yang berhasil baik atau bersifat efektif di suatu tempat belum tentu berhasil dengan baik pula di tempat lainnya karena ramuan pestisida nabati bersifat site specific ( khusus lokasi ). Salah satu penyebabnya adalah pada tumbuhan yang sama, tetapi jika tumbuh di lingkungan yang berbeda maka kandungan bahan aktifnya pun dapat berbeda pula. Oleh karenanya, dosis atau konsentrasi bahan aktif yang digunakannya pun berbeda pula. Berkaitan dengan masalah ini maka ramuan pestisida akan tergantung kepada hasil pengujian lokasi setempat dan mungkin tidak berlaku di tempat lain (tidak berlaku umum). Secara garis besar pembuatan pestisida nabati dibagi menjadi dua cara, yaitu secara sederhana dan secara laboratorium. Cara sederhana (jangka pendek) dapat dilakukan oleh petani dan penggunaan ekstrak biasanya dilakukan sesegera mungkib setelah pembuatan ekstrak dilakukan. Cara laboratorium (jangka panjang) biasanya dilakukan oleh tenaga ahli yang sudah terlatih. Hasil kemasannya memungkinkan untuk disimpan lama. Pembuatan pestisida cara sederhana berorientasi kepada penerapan usaha tani berinput rendah, sedangkan pembuatan cara laboratorium berorientasi industri. Pembuatan pestisida nabati secara laboratorium membutuhkan alat dan bahan kimia khusus serta harus dilakukan tenaga ahli . Hal ini menyebabkan produk pestisida nabati menjadi mahal, bahkan seringkali lebih mahal daripada pestisida sistetis yang sekarang sudah banyak beredar. Selain biaya yang mahal, proses pembuatan cara laboratorium memerlukan penanganan khusus karena sifat pestisida nabati mudah terdegradasi. Oleh karena itu, pembuatan dan penggunaan pestisida nabati lebih diarahkan dan dianjurkan kepada cara sederhana , untuk luasan terbatas dan dalam jangka waktu penyimpanan terbatas (biasanya langsung dipakai). Namun lain halnya apabila penggunaannnya diarahkan pada kegiatan organic farming (pertanian organik) yang menghindari penggunaaan bahan-bahan kimia sistetis, bisa jadi harga yang mahal tidak menjadi masalah karena produk organic farming memang relatif mahal. Bahan dan Cara Umum Pengolahan Bahan mentah berbentuk tepung (nimbi, kunyit, dll) Ekstrak tanaman/resin dengan mengambil cairan metabolit sekunder dari bagian tanaman tertentu Bagian tanaman dibakar untuk diambil abunya dan dipakai sebagai insektisida (serai, tembelekan/Lantana camara) Untuk menghasilkan bahan pestisida nabati dapat dilakukan babarapa teknik berikut : 1. Penggerusan, penumbukan, pembakaran, atau menghasilkan produk berupa tepung, abu, atau pasta pengepresan untuk 2. Rendaman untuk produk ekstrak. 3. Ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut disertai perlakukan khusus oleh tenaga yang terampil dan dengan peralatan khusus. Ramuan pestisida yang dapat digunakan adalah : 1. Daun mimba 8 kg, daun lengkuas 6 kg, daun serai 6 kg. Bahan-bahan ini dihaluskan kemudian diaduk dalam 20 L air dan direndam selama 24 jam. Keesokan harinya larutan disaring dengan kain halus. Larutan hasil penyaringan diencerkan dengan 60 liter air sambil dicampur dengan 20 g detergen dan dapat digunakan untuk menyemprot lahan seluas 1 Ha (Kardinan, 2000 dalam Novizan, 2002). Beberapa ramuan pestisida nabati : 1. Ekstrak Nimba OPT sasaran: wereng batang coklat, penggerek batang, dan nematode Bahan dan alat: Air 1 liter Alcohol 70% 1 cc Biji nimbi 50 gr Penumbuk/penghalus Baskom/ember Sprayer Cara membuat 1. Biji nimba ditumbuk halus dan diaduk dengan alcohol 2. Encerkan dengan 1 liter air 3. Larutkan diendapkan semalam lalu disaring 4. Larutan siap diaplikasikan ke tanaman 5. Serangga akan mati setelah 2 – 3 hari 2. Ekstrak Daun Sirsak OPT sasaran: wereng batang coklat Bahan: 1. 50 lembar daun sirsak 2. Satu gemgam (100 gr) rimpang jaringau 3. Satu suing bawang putih 4. Sabun colek 20 gr Cara membuat: 1. Daun sirsak, jaringau, dan bawang putih di haluskan 2. Seluruh bahan dicampur dan direndam dengan air selama 2 hari 3. Larutan disaring 4. Untuk aplikasi 1 liter larutan dicampur dengan 10 – 15 liter air 5. Larutan siap diaplikasikan 3. Ekstrak Sirtem (Sirih dan Tembakau) OPT sasaran: Belalang dan ulat Bahan: 1. 50 lembar daun sirsak 2. 5 lembar daun tembakau atau satu genggam tembakau 3. 20 liter air 4. 20 gr sabun colek/detergen Cara membuat: 1. Daun sirsak dan daun tembakau ditumbuk halus 2. Bahan dicampur dengan air dan diaduk hingga rata 3. Bahan didiamkan selama satumalam 4. Larutan disaring kemudian diencerkan (ditambah dengan 50 – 60 air) 5. Larutan siap digunakan 4. Ekstrak Belengse (Nimba, Lengkuas, Serai) OPT sasaran: hama/penyakit secara umum Bahan: 1. 8 kg daun nimba 2. 6 kg lengkuas 3. 6 kg serai 4. 20 gr sabun colek /detergen 5. 20 liter air Cara membuat: 1. Daun nimbi,lengkuas dan serai dihaluskan 2. Bahan yang telah halus dilarutkan dalam 20 liter air 3. Didiamkan selama satu malam 4. Larutan disaring dan diencerkan dengan 60 liter air 5. Larutan siap diaplikasikan untuk 1 ha lahan 5. Ekstrak Gatem (Gadung dan Tembakau) OPT sasaran: wereng hijau, wereng batang coklat Bahan: 1. 1 kg gadung 2. 1 ons tembakau 3. Air secukupnya Cara membuat: 1. Gadung dikupas, dicuci dan diparut. 2. Hasil parutan ditamban dengan 3 gelas air dan dibiarkan selama 12 sampai 24 jam 3. Tembakau direndam dalam 2 gelas air dan dibiarkan selama 12 sampai 24 jam 4. Kedua bahan dicampur dan diaduk hingga tercampur merata 5. Bahan disaring 6. Ekstrak Gatem diencerkan dengan dosis 2 – 2.5 gelas untuk 1 tangki sprayer. 6. Ekstrak Gadung OPT sasaran: walang sangit dan ulat-ulat hama padi Bahan: 1. 1 kg gadung 2. Air secukupnya Cara membuat: 1. Gadung dikupas, dicuci, dan diparut lalu diperas dengan kain bersih 2. Air perasan itulah yang mengandung racun dengan dosis 5 – 10 ml /liter air. 3. Kocok terlebih dahulu sebelum digunakan. 4. Larutan disemprotkan ke lahan. 5. Serangga mati dalam 1 – 2 jam, ulat mati dalam 5 – 6 jam 7. Ekstrak Gatubrotemsi (Gadung, Tuba, Brotowali, Sirih) OPT sasaran: ulat-ulat padi, walang sangit, dan kepinding tanah Bahan: 1. 1 kg gadung 2. 1 ons tembakau 3. 1 potong akar tuba/jenu 4. 1 genggam daun sirih Cara membuat: 1. Gadung dikupas, dicuci dan diparut 2. Tuba dan brotowali dipotong dan ditumbuk 3. Daun sirih diremas-remas dan ditambah dengan 3 liter air 4. Tembakau dipotong-potong dan ditumbuk 5. Semua bahan dicampur, dimasukkan ke dalam panci dan direbus hingga mendidih, didinginkan dan disaring. 6. Larutan siap digunakan dengan dosis 50-60 cc/tangki (14 liter). 8. Pestisida Nabati 1 untuk Walang Sangit, Pengerek Batang, dan Ganjur Bahan: 1.Daun mimba 1 genggam 2.Daun mindi 1 genggam 3.Daur sirsak 1 genggam 4.Daun tembakau 1 genggam 5.Cabai merah 1 genggam 6.Umbi gadung racun 1 kepal tangan 7.Garam dapur 150 gr 8.Kapur 500 gr 9.Pupuk kandang 4 kg 10.Air 50 liter Cara Pembuatan: Semua bahan direndam dan diaduk-aduk dalam air kemudian dibiarkan selama 2 – 4 minggu. Air rendaman tersebut digunakan sebagai pestisida. Cara Aplikasi: Setiap liter air rendaman diencerkan dengan 9 liter air. Larutan kemudian disemprotkan ke seluruh permukaan tanaman. 9. Pestisida Nabati untuk Wereng Bahan: 1. Daun sirsak 1 genggam 2. Rimpang Jeringau 1 genggam 3. Bawang putih 20 siung 4. Sabun colek 20 gr 5. Air 20 liter Cara Pembuatan: Daun sirsak, rimpang jeringau, dan bawang putih ditumbuk sampai halus, kemudian dicampur dengan sabun colek. Campuran tersebut kemudian direndam dalam air 20 liter selama dua hari. Larutan selanjutnya disaing dengan kain halus. Cara Aplikasi: Setiap 1 liter air saringan diencerkan dalam 15 literr air, kemudian disemprotkan merata ke bagian bawah tanaman padi. 10. Pestisida Nabati untuk wereng Bahan: 1. Paitan 2 – 3 batang 2. Air 10 liter 3. Garam dapur 200 gr Cara Pembuatan: Seluruh bagian tanaman paitan direndam dalam air selama kurang lebih 2 minggu sampai membusuk. Air rendaman tersebut diambil dan ditaburi dengan garam dapur. Cara Aplikasi: Larutan ini tidak perlu diencerkan. Disemprokan secara merata ke bagian bawah batang padi. 11. Pestisida Nabati 2 untuk Walang Sangit, Pengerek Batang, dan Ganjur Bahan: 1.Daun mimba 8 kg 2.Lengkuas 6 kg 3.Sereh 6 kg 4.Sabun colek 20 gr 5.Air 20 liter Cara Pembuatan: Daun mimba, lengkuas, dan sereh ditumbuk hingga halus sambil dicampur sabun colek. Ramuan yang telah halus selanjutnya dicampur dengan air 20 liter, diaduk hingga tercampur merata, dan didiamkan selama 24 jam. Larutan selanjutnya disaring dengan kain halus. Cara Applikasi: Setiap liter larutan diencerkan dalam tiga liter air. Disemprotkan secara merata ke tanaman padi. 12. Pestisida Nabati untuk Walang Sangit, Pengerek Batang, dan Ganjur Bahan: 1. Daun mimba 1 kg 2. Daun mindi 1 kg 3. Sereh 2 batang 4. Bawang putih 10 siung 5. Bawang merah 10 siung 6. Jahe 1 jari jempol 7. Kunyit 1 jari jempol 8. Kencur 1 jari jempol 9. Alkohol 100 cc 10. Cuka 100 cc 11. Air cucian beras 1 liter Cara Pembuatan: Daun mimba, daun mindi, bawang putih, bawang merah, jahe, kencur, kunyit, dan sereh ditumbuk hingga halus. Hasil tumbukan bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam air cucian beras yang sudah dicampur dengan alkohol dan cuka. Campuran tersebut dibiarkan selama dua minggu. Kemudian airnya disaring. Cara Aplikasi: Setiap 0.25 liter air diencerkan dengan 10 liter air, kemudian disemprotkan ke tanaman padi. 13. Mimba (Azadiracta indica) Cara pembuatannya dapat dilakukan dengan mengambil 2 genggam bijinya, kemudian ditumbuk. Campur dengan 1liter air, kemudian diaduk sampai rata. Biarkan selama 12 jam, kemudian disaring. Bahan saringan tersebut merupakan bahan aktif yang penggunaannya harus di tambah dengan air sebagai pengencer.Cara lainnya adalah dengan menggunakan daunnya sebanyak 1 kg yang direbus dengan 5 liter air. Rebusan ini diamkan selama 12 jam, kemudian saring. Air saringannya merupakan bahan pestisida alami yang dapat digunakan sebagai pengendali berbagai hama tanaman. 14. Tembakau (Nicotium tabacum) Tembakau diambil batang atau daunnya untuk digunakan sebagai bahan pestisida alami. Caranya rendam batang atau daun tembakau selama 3 - 4 hari, atau bisa jugadengan direbus selama 15 menit. Kemudian biarkan dingin lalu saring. Air hasil saringan ini bias digunakan untuk mengusir berbagai jenis hama tanaman. 15. Tuba, Jenu (Derriseleptica) Bahan yang digunakan bisa dari akar dan kulit kayu. Caranya dengan menumbuk bahan tersebut sampai betul-betul hancur. Kemudian campur dengan air untukdibuat ekstrak. Campur setiap 6 (enam) sendok makan ekstrak tersebut dengan 3 liter air. Campuran ini bisa digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis hama tanaman. 16. Temu-temuan (Temu Hitam, Kencur, Kunyit) Bahan diambil dari rimpangnya, yang kemudian ditumbuk halus dengan dicampur urine (air kencing) sapi. Campuran ini diencerkan dengan air dengan perbandingan1 : 2 - 6 liter. Gunakan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga penyerang tanaman. 17. Kucai (Allium schonaoresum) Kalau menggunakan kucai, cara meramunya adalah dengan menyeduhnya, yang kemudian didinginkan. Kemudian saring. Air saringannya ini mampu untuk memberantas hama yang biasanya menyerang tanaman mentimun. 18. Bunga Camomil (Chamaemelum spp) Bunga yang sudah kering diseduh, kemudian dinginkan dan saring. Gunakan air saringan tersebut untuk mencegah damping off atau penyakit rebah. 19. Bawang Putih (Allium sativum) Bawang putih, begitu juga dengan bawang bombai dan cabai, digiling, tambahkan air sedikit, dan kemudian diamkan sekitar 1 jam. Lalu berikan 1 sendok makan deterjen, aduk sampai rata, dan kemudian ditutup. Simpan di tempat yang dingin selama 7 - 10 hari. Bila ingin menggunakannya, campur ekstrak tersebut dengan air. Campuran ini berguna untuk membasmi berbagai hama tanaman, khususnya hortikultura. 20. Abu Kayu Abu sisa bakaran kayu ditaburkan di sekeliling perakaran tanaman bawang bombay, kol atau lobak dengan tujuan untuk mengendalikan root maggot. Abu kayu inibisa juga untuk mengendalikan serangan siput dan ulat grayak. Caranya, taburkan di sekeliling parit tanaman. 21. Mint (Menta spp) Daun mint dicampur dengan cabai, bawang daun dan tembakau. Kemudian giling sampai halus untuk diambil ekstraknya. Ekstrak ini dicampur dengan airsecukupnya. Dari ekstrak tersebut bisa digunakan untuk memberantas berbagai hama yang menyerang tanaman. 22. Kembang Kenikir (Tagetes spp) Ambil daunnya 2 genggam, kemudian campur dengan 3 siung bawang putih, 2 cabai kecil dan 3 bawang bombay. Dari ketiga bahan tersebut dimasak dengan airlalu didinginkan. Kemudian tambahkan 4 - 5 bagian air, aduk kemudian saring. Air saringan tersebut dapat digunakan untuk membasmi berbagai hama tanaman. 23. Cabai Merah (Capsium annum) Cara pembuatannya dengan mengeringkan cabai yang basah dulu. Kemudian giling sampai menjadi tepung. Tepung cabai tersebut kalau dicampur dengan air dapat digunakan untuk membasmi hama tanaman. 24. Sedudu Sedudu (sejenis tanaman patah tulang) diambil getahnya. Getah ini bisa dimanfaatkan untuk mengendalikan berbagai hama tanaman. 25. Kemanggi (Ocimum sanetu) Cara pembuatannya: kumpulkan daun kemangi segar, kemudian keringkan. Setelah kering, baru direbus sampai mendidih, lalu didinginkan dan disaring. Hasil saringan ini bisa digunakan sebagai pestisida alami. 26. Dringgo (Acarus calamus) Akar dringgo dihancurkan sampai halus (menjadi tepung), kemudian dicampur dengan air secukupnya. Campuran antara tepung dan air tersebut dapat digunakan sebagai bahan pembasmi serangga. 27. Tembelekan (Lantara camara) daun dan cabang tembelekan dikeringkan lalu dibakar. Abunya dicampur air dan dipercikkan ke tanaman yang terserang hama, baik yang berupa kumbang maupun pengerek daun. 28. Rumput Mala (Artimista vulgaris) Caranya bakar tangkai yang kering dari rumput tersebut. Kemudian manfaatkan asap ini untuk mengendalikan hama yang menyerang suatu tanaman. 29. Tomat (Lycopersicum eskulentum) Gunakan batang dan daun tomat, dan dididihkan. Kemudian biarkan dingin lalu saring. Air dari saringan ini bisa digunakan untuk mengendalikan berbagai hama tanaman. 30. Gamal (Gliricidia sepium) Daun dan batang gamal ditumbuk, beri sedikit air lalu ambil ekstraknya. Ekstrak daun segar ini dan batang gamal ini dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis hama tanaman, khususnya jenis serangga. 31. Bunga Mentega (Nerium indicum) Gunakan daun dan kulit kayu mentega dan rendamlah dalam air biasa selama kurang lebih 1 jam, kemudian disaring. Dari hasil saringan tadi dapat digunakan untuk mengusir semut. 32. Ubi Gadung Alat dan bahan : -ubi gadung -deterjen -alkohol 70% -air -botol aqua bekas -parutan CARA PEMBUATAN : Parut ubi gadung dan sirami air, lalu peras hingga sari ubi gadung tersebut terbawa oleh air. masukkan ke dalam aqua bekas dan campurkan dengan 1gr deterjen, 1gr alkohol 70%. setelah itu diamkan hingga 1hari 1 malam. UJI COBA :Semprotkan pestisida yang sudah di diamkan pada lalat atau ulat, maka beberapa menit kemudian lalat atau ulat tersebut akan mati. Bahan dan Alat: 2 kg gadung. 1 kg tembakau. 2 ons terasi. ¼ kg jaringao (dringo). 4 liter air. 1 sendok makan minyak kelapa. Parutan kelapa. Saringan kelapa (kain tipis). Ember plastik. Nampan plastik. Cara Pembuatan: Minyak kelapa dioleskan pada kulit tangan dan kaki (sebagai perisai dari getah gadung). Gadung dikupas kulitnya dan diparut. Tembakau digodok atau dapat juga direndam dengan 3 liter air panas Jaringao ditumbuk kemudian direndam dengan ½ liter air panas Tembakau, jaringao, dan terasi direndam sendiri-sendiri selama 24 jam. Kemudian dilakukan penyaringan satu per satu dan dijadikan satu wadah sehingga hasil perasan ramuan tersebut menjadi 5 liter larutan. Dosis: 1 gelas larutan dicampur 5-10 liter air. 2 gelas larutan dicampur 10-14 liter air. Kegunaan: Dapat menekan populasi serangan hama dan penyakit. Dapat menolak hama dan penyakit. Dapat mengundang makanan tambahan musuh alami. Sasaran: Wereng batang coklat, Lembing batu, Ulat grayak, ulat hama putih palsu. Catatan: Meskipun ramuan ini lebih akrab lingkungan, penggunaannya harus memperhatikan batas ambang populasi hama. Ramuan ini hanya digunakan setelah polulasi hama berada atau di atas ambang kendali. Penggunaan di bawah batas ambang dan berlebihan dikhawatirkan akan mematikan musuh alami hama yang bersangkutan. PENUTUP 1. Kesimpulan 1. Biopestisida mempunyai prospek sebagai tindakan perlakuan karantina tumbuhan 2. Sumber bahan baku biopestida cukup banyak yaitu terdapat 37.000 spesies flora Indonesia yang telah diidentifikasi, dan baru sekitar satu persen yang dimanfaatkan. 3. Pembuatan biopestisida dan aplikasinya di lapang cukup mudah dilakukan. 2. Saran Biopestisida selain mudah didapatkan bahan bakunya, aman untuk komoditi juga tidak membawa dampak negatif bagi lingkungan sekitar. DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2008. Biopestisida Dari Tanaman sinartani.com/mimbarpenyuluh/biop Biofarmaka http://www estisida-tanaman-biofarmaka- 1225683995. htm Arinafril, 1999, , Ekstrak Tanaman untuk Atasi Hama.Laboratorium Toksikologi Pestisida. Universitas Sriwijaya. Palembang. Indonesia. Khetan, S.K. 2001. Microbial Pest Control. http://www.cplbookshop. com/ contents/C155.htm Novizan, 2002. Membuat & Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan . Agro Media Pustaka Pratomo, Dj. 2008 . Biopestisida Sebagai Pengendali Hama dan Penyakit Tanaman Hias. Laboratorium Biokontrol, Balai Penelitian Tanaman Hias.Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian Sastroutomo, S. S. 1992. Pestisida. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 186 hal. Wahyudi, P. 2001 Biopestisida Alternatif Pestisida Masa Depan . Pusat Pengkajian dan Pene rapan Teknologi Bioindustri, BPPT.