II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manfaat tanaman kelapa sawit Minyak

advertisement
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manfaat tanaman kelapa sawit
Minyak yang berasal dari kelapa sawit ada 2 macam yaitu dari daging
buah yang dikeluarkan melalui perebusan dan pemerasan (pressan) dan dikenal
dengan minyak kasar atau Crude Palm Oil (CPO), sedangkan minyak yang
berasal dari inti sawit dikenal dengan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil
(PKO) (Fauzi, dkk, 2008).
Kandungan minyak akan bertambah sesuai tingkat kematangan buah.
Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas akan meningkat
dan buah akan rontok dengan sendirinya.
Buah terdiri dari 3 lapisan, yaitu eksoscarp atau bagian kulit buah
berwarna kemerahan dan licin, Mesoscarp atau serabut buah dan endoscarp atau
cangkang pelindung inti. Inti sawit terdiri dari endosperm dan embrio dengan
kandungan minyak inti berkualitas tinggi.
Pemanfaatan produk kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan manusia
dapat dikelompokkan dalam :
a.
Bahan Makanan
Minyak kelapa sawit mengandung kalori yang cukup tinggi dan
mengandung sejumlah vitamin, antara lain pro-vitamin A (β-karotena),
tokoferol sebagai sumber pro-vitamin E dan tokotrienol (Mangoensoekarjo
dan Semangun, 2005).
Kenyataan menunjukkan bahwa banyak industrialis dan konsumen
yang cenderung menyukai dan menggunakan minyak sawit.
Dari aspek
ekonomis, harganya relatif murah dibandingkan minyak nabati lain. Dari
6
aspek kesehatan, kandungan kolesterolnya rendah. Sebagai bahan baku
untuk minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk
minyak goreng, mentega (margarine), butter, shortening dan bahan untuk
membuat kue-kue. Keunggulan minyak sawit dibandingkan minyak goreng
seperti mengandung karoten, berfungsi sebagai anti kanker, mengandung
tokoferol, berfungsi sebagai sumber vitamin E, mengandung asam linoleat
yang rendah sehingga tidak mudah teroksidasi.
b.
Bukan Bahan Makanan (Oleochemical)
Minyak kelapa sawit dapat dipakai untuk bahan industri berat
ataupun ringan, antara lain untuk industri penyamakan kulit agar menjadi
lebih lembut dan fleksibel.
Dalam industri tekstil, minyak sawit dipakai
sebagai minyak pelumas yang tahan terhadap tekanan dan suhu tinggi;
pada industri kawat dipakai dalam cold rolling dan fluxing agent; pada
industri perak sebagai bahan flotasi pada pemisahan bijih tembaga dan
cobalt. Pada industri ringan, minyak kelapa sawit dipakai sebagai sabun,
deterjen, semir sepatu, lilin, tinta cetak dan lain-lain (Mangoensoekarjo dan
Semangun, 2005).
c.
Bahan Kosmetik dan Farmasi
Minyak kelapa sawit juga mempunyai potensi yang cukup besar
untuk industri kosmetik dan farmasi karena mempunyai sifat sangat mudah
diabsorpsi oleh kulit yang banyak dipakai untuk pembuatan shampo, krim
(cream), minyak rambut, sabun cair, lipstik dan lain-lain (Mangoensoekarjo
dan Semangun, 2005).
Minyak kelapa sawit mengandung β-karotena yang cukup tinggi.
Karotena ini banyak dipakai untuk obat kanker paru-paru dan kanker
7
payudara.
Tokoferol dan tokotrienol berfungsi sebagai antioksidan dan
bertindak sebagai bahan proteksi (Mangoensoekarjo dan Semangun,
2005).
d.
Bahan bakar alternatif (palm biodiesel)
Palm biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang sama dengan
minyak bumi (petroleum diesel) sehingga dapat digunakan langsung untuk
mesin diesel atau dicampur dengan petroleum diesel (Mangoensoekarjo
dan Semangun, 2005).
Keunggulannya antara lain : merupakan bahan bakar yang lebih
bersih dan lebih mudah ditangani karena tidak mengandung sulfur dan
senyawa benzene yang karsinogenik.
Bahan bakar ini dibuat dengan
menggunakan bahan baku minyak sawit (CPO) maupun produk turunannya
atau minyak inti sawit (PKO).
Dilakukan melalui transsterifikasi minyak
sawit dengan metanol. Proses ini dianggap lebih efisien dan ekonomis bila
dibandingkan
dengan
cara
esterifikasi
hidrolisis
dengan
metanol
(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
2.2. Sistematika Tanaman Kelapa sawit.
Metode pemberian nama ilmiah (Latin) dikembangkan oleh Carolus
Linnaeus. Menurut Pahan (2008) tanaman kelapa sawit dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Ordo
: Monocotyledonae
Famili
: Arecaceae
8
Subfamili
: Cocoidae
Genus
: Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensis Jacq
2.3. Morfologi Tanaman Kelapa sawit.
Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian
vegetatif dan bagian generatif.
Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar,
batang dan daun, sedangkan bagian generatif terdiri dari bunga dan buah
(Pahan, 2008).
2.3.1.
Akar
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman berkeping satu dengan
sistem perakaran serabut. Akar pertama yang muncul dari biji saat telah tumbuh
adalah radikula (bakal akar) yang panjangnya mencapai 15 cm. Akar terutama
sekali berfungsi untuk menunjang struktur batang di atas tanah, menyerap air
dan unsur hara dari dalam tanah, dan sebagai salah satu alat respirasi.
Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem perakaran serabut,
terdiri dari akar primer, akar sekunder, tertier, dan akar kuarter. Akar primer
umumnya berdiameter 6-10 mm, keluar dari pangkal batang dan menyebar
secara horizontal.
Akar primer bercabang membentuk akar sekunder yang
berdiameter 2– 4 mm, akar sekunder bercabang membentuk akar tertier yang
berdiameter 0,7 – 1,2 mm dan umumnya bercabang lagi membentuk akar
kuarter. Pertumbuhan dan percabangan akar dapat terangsang bila konsentrasi
hara dalam tanah tercukupi (Pahan, 2008).
9
2.3.2. Batang
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil yaitu tanaman berkeping
satu yang batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang.
Batang tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai struktur yang mendukung daun,
bunga, dan buah, sebagai sistem pembuluh yang mengangkut air dan hara
mineral dari akar ke atas serta hasil fotosintesis (fotosintat) dari daun ke bawah
serta kemungkinan juga berfungsi sebagai organ penimbun zat makanan. Batang
tanaman berbentuk silinder dengan diameter 20 cm–75 cm. Tanaman kelapa
sawit yang masih muda, batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah
daun. Pertambahan batang tanaman kelapa sawit terlihat jelas setelah tanaman
berumur empat tahun (Pahan, 2008).
Tinggi batang tanaman kelapa sawit bertambah 25 cm–45 cm/tahun.
Jika kondisi lingkungan sesuai, pertambahan tinggi batang kelapa sawit dapai
mencapai 100 cm/tahun. Tinggi maksimum tanaman kelapa sawit yang ditanam
di perkebunan antara 15 meter–18 meter, sedangkan di alam mencapai 30
meter.
Pertumbuhan batang tanaman kelapa sawit tergantung pada jenis
tanaman, kesuburan lahan dan iklim setempat (Pahan, 2008).
2.3.3. Daun.
Kelapa sawit memiliki daun yang tersusun menyerupai bulu burung atau
ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat
tajam dan keras di kedua sisinya. Anak – anak daun tersusun berbaris dua
hingga ujung daun. Di tengah – tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai
tulang daun (Sunarko, 2009).
10
Kelapa sawit dewasa mempunyai 30 – 40 pelepah daun, kadang hingga
48 pelepah. Produksi daun rata – rata 24 – 26 pelepah/tahun, dihitung mulai dari
pelepah yang telah membuka. Berdasarkan data publikasi helai, sewaktu umur
10 tahun jumlahnya mencapai 280 – 300 helai (Sunarko, 2009).
Filotaksis adalah pola susunan daun-daun pada batang dan sangat
menarik untuk tanaman kelapa sawit, karena polanya sangat jelas dan dapat
diamati dari bekas (Rumpang) daun yang dapat bertahan lama di batang.
Primordia dalam pola spiral mulai dari titik tumbuh ( apex).
Umumnya spiral
genetik tanaman kelapa sawit memutar ke kanan dan hanya sejumlah kecil yang
memutar ke kiri (Pahan, 2008).
Daun mempunyai rumus kedudukan dengan rumus 3/8 artinya 8 buah
pelepah daun berurutan terdapat pada 3 lingkaran spiral dimana daun
kesembilan akan segaris dengan daun pertama.
Daun pertama adalah daun
termuda dengan kondisi yang telah membuka sempurna. Lingkaran ada yang
berputar kekiri dan ada yang berputar kekanan tetapi kebanyakan berputar
kekanan. Pengenalan ini penting untuk diketahui agar dapat mengetahui letak
daun ke-9, ke-17 dan lain-lain yang dipakai sebagai standar pengukuran
pertumbuhan maupun pengambilan contoh daun dan pengamatan lainnya.
Produksi pelepah daun selama setahun dapat mencapai 20–30, kemudian akan
berkurang sesuai dengan umur menjadi 18-25 atau kurang (Fauzi, dkk, 2008).
Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 1.
11
Phylotaksis daun kelapa sawit adalah 3/8 dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1.Rumus kedudukan daun (phylotaksis) kelapa sawit
Panjang cabang daun diukur dari pangkalnya mencapai 9 meter pada
tanaman dewasa. Panjang pelepah dapat bervariasi tergantung pada tipe varitas
dan kesuburan tanahnya. Jumlah anak daun pada setiap sisinya dapat mencapai
125-200. Anak daun pada tengah pelepah dapat mencapai 1,2 meter. Pada satu
pohon dijumpai 40-50 pelepah (Fauzi, dkk, 2008).
2.3.4. Bunga
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya
bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masingmasing terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan
bunga betina.
Setiap rangkian bunga muncul dari pangkal pelepah daun.
Sebelum bunga mekar dan masih diselubungi seludang, bunga dapat dibedakan
antara
bunga
jantan
dan
bunga
betina
dengan
melihat
bentuknya
(Fauzi, dkk, 2008).
Tanaman kelapa sawit akan berbunga pada umur ± 14-18 bulan. Pada
mulanya keluar bunga jantan kemudian secara bertahap akan muncul bunga
12
betina. Terkadang ditemui bunga banci yaitu bunga jantan dan bunga betina
ada pada satu rangkain (Lembaga Pendidikan Perkebunan, 2004 ).
Tandan bunga betina dibungkus oleh seludang yang akan pecah 15–30
hari sebelum anthesis. Satu tandan bunga betina memiliki 100–200 spikelet dan
setiap spikelet 15–20 bunga betina dan yang akan diserbuki tepung sari. Pada
tandan tanaman dewasa dapat diperoleh 600–2000 buah tergantung pada
besarnya
tandan
dan
setiap
pokok
dapat
menghasilkan
15–25
tandan/pokok/tahun (Lembaga Pendidikan Perkebunan, 2004).
Bunga jantan bentuknya lonjong memanjang dengan ujung kelopak agak
meruncing dan garis tengah bunga lebih kecil. Letak bunga jantan yang satu
dengan yang lainnya sangat rapat dan membentuk cabang bunga yang
panjangnya antara 10–12 cm. Pada tanaman dewasa satu tandan mempunyai ±
200 cabang bunga. Setiap cabang bunga mengandung 700–1200 bunga jantan.
Bunga jantan terdiri dari 6 helai benang sari dan 6 perhiasan bunga.
Hari
pertama kelopak terbuka dan mengeluarkan tepung sari dari ujung tandan
bunga, pada hari kedua bagian tengah dan hari ketiga di bagian bawah tandan
yang akan keluar serbuk sari. Serbuk sari berwarna kuning pucat dan berbau
spesifik. Satu tandan bunga jantan dapat menghasilkan 25–50 gram tepung sari.
Setiap bunga akan dibuahi dengan serbuk sari yang menghasilkan buah tersusun
pada tandan (Fauzi, dkk, 2008).
Untuk lebih jelasnya perbedaan bunga jantan dan bunga betina dapat di
lihat pada Gambar 2.
13
Seludang bunga jantan
Seludang bunga betina
Gambar 2. Seludang Bunga jantan dan bunga betina kelapa sawit
2.3.5. Buah
Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe), menempel dan
bergerombol pada tandan buah. Jumlah per tandan dapat mencapai 1.600,
berbentuk lonjong sampai membulat.
gram.
Panjang buah 2-5 cm, beratnya 15-30
Bagian-bagian buah terdiri atas kulit buah (exocarp), sabut dan biji
(mesocarp). Eksokarp dan mesokarp disebut perikarp (pericarp). Biji terdiri atas
cangkang (endocarp) dan inti (kernel), sedangkan inti sendiri terdiri atas
endosperm atau putih lembaga dan embrio. Dalam embrio terdapat bakal daun
(plumula), bakal akar (radicula) dan haustorium ( Mangoensoekarjo dan
Semangun, 2005 ).
Buah yang ditanam untuk dijadikan benih umumnya adalah varietas
nigrescens dengan warna buah ungu kehitaman saat mentah dan buah akan
matang 5-6 bulan setelah penyerbukan.
Buah yang matang dibedakan atas
matang morfologis yaitu buah telah sempurna bentuknya serta kandungan
minyaknya sudah optimal sedangkan matang fisiologis adalah buah yang sudah
matang sempurna yaitu telah siap untuk tumbuh dan berkembang. Untuk lebih
dapat di lihat pada Gambar 3. (Lembaga Pendidikan Perkebunan, 2004).
14
Kernel
Eksocarp
Endocarp
Mesocarp
Gambar 3. Bentuk Bagian - bagian buah kelapa sawit
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah
tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul
dari tiap pelepah. Berdasarkan warna kulit buah dapat dikelompokkan dalam 3
tipe yaitu : (Pahan ,2008)
a)
Nigrescens
Buah nigrescens berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda dan
berubah menjadi jingga kehitam-hitaman pada waktu matang. Tipe buah
nigrescens hampir dominan ditemukan pada varietas tenera yang ditanam
secara komersial di Indonesia.
b)
Virescens
Pada waktu muda, buah virescens berwarna hijau dan ketika matang
warnanya berubah menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap
kehijau-hijauan.
c)
Albescens
Pada waktu muda, buah albescens berwarna keputih-putihan,
sedangkan setelah matang berubah menjadi kekuning-kuningan dan
ujungnya berwarna ungu kehitam-hitaman.
15
2.4. Varietas Tanaman Kelapa Sawit
Berdasarkan tebal tipisnya tempurung, kelapa sawit dibedakan
menjadi 3 ( Tiga ), yaitu : (Fauzi, dkk, 2008).
a.
Dura
Varietas ini memiliki tempurung yang cukup tebal yaitu antara 2 - 8
mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar cangkang. Daging
buah relatif tipis yaitu 35 – 50 % terhadap buah, kernel (daging biji) lebih
besar dengan kandungan minyak sedikit.
b.
Pisifera
Ketebalan cangkang sangat tipis, bahkan hampir tidak ada tetapi
daging buahnya tebal, lebih tebal dari buah Dura, daging biji sangat tipis,
tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan dipakai
sebagai pohon induk jantan.
c.
Tenera
Berdasarkan tebal tipisnya cangkang sebagai faktor homozygote
tunggal yaitu Dura bercangkang tebal jika dikawinkan dengan Pisifera
bercangkang tipis maka akan menghasilkan varietas baru
yaitu Tenera.
Untuk melihat perbedaan dari vaietas tersebut maka dapat dilihat pada
gambar 4.
(A)
(B)
(C)
Gambar 4. Varietas dura (A), pisifera (B), dan tenera (C)
Sumber : Dermawan (2009)
16
Perbedaan ketebalan daging buah mempengaruhi terjadinya perbedaan
jumlah rendemen minyak sawit yang dikandungnya.
Varietas yang memiliki
daging yang tebal yaitu varietas dura dan varietas tenera, namun varietas tenera
memiliki rendemen minyak lebih tinggi yaitu 22-24% dibandingkan varietas dura
yang memiliki rendemen minyak sekitar 16-18% (Fauzi, dkk, 2008).
2.5. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit memiliki persyaratan tertentu untuk dapat tumbuh
dan berproduksi optimal.
Di antara kondisi lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah faktor iklim dan tanah.
A.
Iklim
Faktor-faktor iklim yang penting adalah curah hujan, suhu (temperatur),
intensitas penyinaran dan angin. Faktor-faktor ini sepintas lalu tampak berbeda
jelas satu sama lain, tetapi pada kenyataannya berkaitan erat dan saling
mempengaruhi.
1)
Curah Hujan
Kelapa sawit memerlukan curah hujan sekitar 2.000 mm yang
merata sepanjang tahun tanpa adanya bulan kering (defisit air) yang
nyata. Hujan yang tidak turun selama 3 bulan menyebabkan pertumbuhan
kuncup daun terhambat sampai hujan turun (anak daun atau janur tidak
dapat memecah). Hujan yang lama tidak turun juga berpengaruh terhadap
produksi buah, karena buah yang telah cukup umur tidak mau masak
sampai turun hujan. Hujan yang terlalu banyak (lebih dari 5.000 mm per
tahun) tidak berpengaruh jelek terhadap produksi buah kelapa sawit,
17
asalkan drainase tanah dan penyinaran matahari cukup baik (Fauzi, dkk,
2008).
2)
Suhu
Tanaman kelapa sawit di perkebunan komersial dapat tumbuh
dengan baik pada kisaran suhu 24-280 C. Di daerah sekitar garis
khatulistiwa, tanaman sawit liar masih dapat menghasilkan buah pada
ketinggian 1.300 m dpl. Dengan demikian, tanaman kelapa sawit
diperkirakan masih dapat tumbuh dengan baik sampai kisaran suhu 20 0 C,
tetapi pertumbuhannya sudah mulai terhambat pada suhu 12-220C.
Produksi TBS yang tertinggi didapatkan dari daerah yang rata-rata suhu
tahunannya berkisar 25-270 C (Fauzi, dkk, 2008).
3)
Intensitas Penyinaran
Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari
yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis, kecuali pada kondisi
juvenile di pre- nursery. Pada kondisi langit cerah di daerah zona
khatulistiwa, intensitas cahaya matahari bervariasi 1.410-1.540 J/cm2/hari.
Intensitas cahaya matahari sebesar 1.410 terjadi pada bulan Juni dan
Desember, sedangkan 1.540 terjadi pada bulan Maret dan September.
Dengan semakin jauhnya suatu daerah dari khatulistiwa misalnya pada
daerah 100 LU intensitas cahaya akan turun dan berkisar 1.218-1500
J/cm2/hari. Intensitas 1.218 terjadi pada bulan Desember, sedangkan 1.500
terjadi pada periode Maret-September ( Pahan, 2006 ).
Fotosintesis pada daun kelapa sawit akan meningkat pada kondisi
langit berawan karena intensitas cahaya matahari dapat berkurang.
Produksi bahan kering bibit umur 13 minggu yang diberi naungan ternyata
18
berkurang. Penurunan berat kering tersebut meliputi penurunan pada
bagian tajuk dan pada bagian akar.
Produksi TBS/tahun juga dipengaruhi oleh jumlah jam efektif
penyinaran matahari. Penyinaran efektif didefinisikan sebagai total jumlah
jam penyinaran yang diterima sepanjang periode kelembaban air tanah
yang mencukupi ditambah selama periode stres air dan dikurangi dengan
lamanya stress air tanah yang terjadi. Pengaruh lamanya penyinaran
terhadap peningkatan produksi yaitu 5,7 kg per kenaikan 100 jam
penyinaran efektif per pohon. Pada kondisi di daerah khatulistiwa yang
menerima lebih dari 2.400 jam penyinaran efektif sepanjang tahun maka
rata-rata setiap pohon dapat menghasilkan minimal 125 kg TBS atau 18
ton/ha/tahun. Panjang penyinaran yang diperlukan kelapa sawit yaitu 5-12
jam/hari dengan kondisi kelembaban udara 80% (Pahan, 2008)
4)
Angin
Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu
penyerbukan kelapa sawit. Angin yang terlalu kencang dapat menyebabkan
tanaman baru menjadi miring, bahkan pada kasus angin puting beliung
dapat menghancurkan perkebunan kelapa sawit di daerah yang agak jauh
dari khatulistiwa, seperti Thailand (Pahan, 2008).
B.
Tanah
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di banyak jenis tanah,
yang penting tidak kekurangan air pada musim kemarau dan tidak tergenang air
pada musim hujan. Di lahan yang permukaan airnya tinggi atau tergenang, akar
akan busuk. Selain itu, pertumbuhan batang dan daunnya tidak mengindikasikan
19
produksi buah yang baik. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada tanah
latosol dan aluvial akan tetapi Kesuburan tanah bukan syarat mutlak bagi
perkebunan kelapa sawit.` Sifat fisik tanah yang baik untuk tanaman kelapa
sawit seperti tebal solum 80 cm, solum yang tebal merupakan media yang baik
bagi perkembangan akar sehingga efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih
baik, tekstur ringan, dikendaki memiliki pasir 20-60%, debu 10-40%, liat 2050%, perkembangan struktur baik, konsistensi gembur sampai agak teguh, pH
tanah sangat terkait pada ketersediaan hara yang dapat diserap oleh akar,
kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4-6 namun yang terbaik adalah pH 5–6,
tanah yang mempunyai pH rendah dapat dinaikkan dengan pengapuran, namun
membutuhkan biaya yang tinggi (Pahan, 2008).
2.6. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit.
Untuk menghasikan buah kelapa sawit dengan jumlah dan mutu yang baik
perlu memperhatikan teknik budidaya yang meliputi pembukaan lahan,
penanaman, dan perawatan tanaman yang benar (Fauzi, dkk, 2008).
2.6.1. Pembukaan lahan
Pembukaan lahan adalah kegiatan yang dilakukan mulai dari perencanaan
tata ruang dan tata letak lahan sampai dengan pembukaan lahan secara fisik.
Membuka lahan adalah pekerjaan teknis yang mudah dilakukan, asalkan tersedia
peralatan dan sumber daya yang dibutuhkan. Adapun hal yang harus
diperhatikan dalam pembukaan lahan diantaranya kesesuaian lahan yang akan
dibuka tersebut untuk budidaya tanaman kelapa sawit (Pahan, 2006).
20
Tahap awal pekerjaan pembukaan lahan khususnya pada hutan dimulai
dengan pengimasan. Pengimasan adalah pekerjaan memotong dan menebas
semua jenis kayu maupun semak belukar yang ukuran diameternya kurang dari
10 cm. Pemotongan kayu dilakukan serapat mungkin dengan permukaan tanah,
pengimasan dilakukan secara manual dengan menggunakan parang dan kapak.
Setelah pengimasan selesai dilanjutkan dengan pekerjaan penumbangan
batang – batang kayu yang diameternya lebih dari 10 cm. Penumbangan
dilakukan dengan menggunkan gergaji mesin ( chain saw) dengan arah yang
sejajar artinya jika penumbangan awal dilakukan dari arah Utara – Selatan maka
penumbangan selanjutnya juga dilakukan dengan arah yang sama agar kayu
hasil tebangan tersebut tidak tumpang tindih. Setelah penumbangan selesai
dilakukan perumpukan kayu oleh alat berat, sebelum perumpukan dilakukan
sebaiknya batang–batang kayu yang terlalu panjang dan besar dipotong –
potong hingga panjang rata–rata menjadi 6–8 m. Sedangkan batang–batang
yang kecil dan pendek tidak perlu di potong lagi (Fauzi, dkk, 2008).
a.
Pembuatan jalan
Pembuatan jaringan jalan di kebun berarti membuat blok. Hal ini
disebabkan karena setiap blok dipisahkan dengan blok yang lain oleh
jaringan jalan. Sejauh keadaan memungkinkan, penanaman kelapa sawit
sebaiknya dilakukan dalam blok yang berukuran sama. Batas-batas blok
tersebut diusahakan lurus, walaupun hal ini sukar diterapkan pada areal
yang berbukit. Pada kebanyakan areal kebun, batas-batas blok tersebut
tidak bisa lurus karena berbatasan denga tepian sungai, perkampungan
penduduk, dan areal lainnya yang tidak bisa ditanami. Keteraturan bentuk
21
dan ukuran blok ini sangat penting karena akan memudahkan dalam
operasional pekerjaan di lapangan (Pahan, 2008).
Jaringan jalan dalam perkebunan dapat dibagi atas 3 kelas, yaitu :
1) Jalan utama (main road)
Jalan utama dibangun dan dirancang untuk tahan dilalui
kendaraan pengangkut TBS setiap hari. Jalan utama merupakan muara
dari setiap jalan pengumpul. Jalan utama dibuat dengan arah utaraselatan setiap jarak 1.000 m atau 2.000 m (lebar 9 m).
2) Sub jalan utama (submain road)
Sub jalan utama merupakan jalan pengumpul yang sering dilewati
kendaran pengangkut TBS. Hal ini biasanya disebabkan kondisi jalan
tersebut lebih bagus dari jalan pengumpul yang lain.
3)
Jalan pengumpul
Jalan pengumpul dibangun dan dirancang untuk dilalui kendaraan
pengangkut TBS seminggu sekali (mengikuti rotasi panen). Jalan ini
dibuat dengan arah Utara-Selatan setiap 300 m (lebar 7 m) dan tegak
lurus dengan jalan utama.
b. Pembuatan saluran air
Pembuatan saluran air dimaksudkan untuk mengendalikan tata air di
dalam wilayah perkebunan. Metode pengendalian tata air yang umum
digunakan yaitu irigasi dan draenase. Irigasi merupakan usaha untuk
menambah air ke dalam wilayah, sedangkan draenase kebalikannya. Hal ini
perlu disadari agar tidak terjadi kekeliruan dalam pemakaian terminologi
irigasi untuk tata nama draenase karena kedua sistem ini saling berlawanan
22
dan tidak mungkin digabung menjadi satu kesatuan. Untuk mencegah
timbulnya kerancuan dalam tatanama sistem draenase, berikut dijelaskan
tipe dan ukuran saluran.
1) Draenase lapangan
Berfungsi menyekap air yang ada dan mengalirkannya di
permukaan tanah. Dalam keadaan tertentu berfungsi menurunkan
permukaan air tanah dan merupakan parit buatan.
2) Draenase Pengumpul
Berfungsi mengumpulkan air dari suatu areal tertentu dan
mengalirkannya ke pembuangan. Draenase pengumpul merupakan
buatan manusia dan dapat berbentuk saluran (parit), kolam, waduk, dan
lainnya. Draenase pengumpul juga berupa teras bersambung dan
benteng,
dimana
bentuk
pengumpulannya
berdiri
sendiri
dan
pembuangannya melalui peresapan tanah.
3) Draenase pembuangan
Berfungsi mengeluarkan air dari suatu areal tertentu. Umumnya
memanfaatkan kondisi alam yang ada, seperti sungai, jurang, rendahan,
dan lainnya. Jika tidak dapat memanfaatkan kondisi alam juga dapat
berupa saluran buatan, sistem pompa, dan lain-lain.
c.
Pengajiran (pemancangan)
Pengajiran sebaiknya dilakukan setelah kegiatan pembersihan lahan
dilakukan. Jarak tanam yang dipakai tergantung pada kerapatan tanaman.
Kerapatan tanaman adalah jumlah tanaman yang ditanam dalam luas
23
tertentu dan sangat dipengaruhi oleh faktor bahan tanaman, lingkungan dan
sistem tanam (Pahan, 2006).
2.6.2. Persiapan bahan tanam
Pada umumnya tanaman kelapa sawit di Indonesia berasal dari bibit yang
dikembangbiakan dengan cara generatif yaitu dengan biji. Namun sejalan
dengan perkembangan teknologi, pengadaan bibit kelapa sawit dapat dilakukan
dengan menggunakan kultur jaringan (Fauzi, dkk, 2008).
Pada dasarnya dikenal dua sistem pembibitan yaitu sistim pembibitan
satu tahap (single stage) dan sistem pembibitan dua tahap (double stage). Pada
penerapan sistem tahap ganda penanaman bibit dilakukan sebanyak dua kali
yaitu tahap pertama kecambah ditanam dikantong plastik kecil dan dipelihara
selama 3 bulan, dan tahap kedua ditanam pada polibag besar dan dipelihara
selama 9–10 bulan. Pada prinsipnya, sistem pembibitan ini memiliki tujuan yang
sama yaitu untuk menghasilkan bibit yang berkualitas dengan daya tahan tinggi
dan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan lebih baik sehingga faktor
kematian bibit pembibtan dan di lapangan dapat ditekan sekecil mungkin
(Fauzi, dkk, 2008).
2.6.3. Tanaman penutup tanah (Leguminosa cover crop)
Penanaman kacang-kacangan sebagai penutup tanah dimaksudkan untuk
menutupi pemukaan tanah sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan dan
mengurangi kompetisi hara dengan tanaman kelapa sawit kelak. Kacangkacangan dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit karena berfungsi menghasilkan
bahan organik, di samping dapat mengikat unsur nitrogen dari udara
(Pahan, 2006).
24
Tumbuhan penutup tanah dari jenis kacang-kacangan yang sering di
tanam di perkebunan kelapa sawit yaitu Calopogonium caerulium, Pueraria
javanica,
Calapogonium
mucunoides,
Centrosema
pubescens,
Mucuna
cochinchinensis, dan Mucuna bracteata. Secara umum, status tumbuhan penutup
tanah di perkebunan kelapa sawit dapat digolongkan sebagai tumbuhan yang
pada umumnya bermanfaat. Manfaat kacang-kacangan dalam pengusahaan
tanaman kelapa sawit yaitu sebagai berikut :

Menambah bahan organik sehingga memperbaiki struktur tanah.

Memperbaiki status hara tanah, terutama nitrogen

Memperbaiki sifat-sifat tanah akibat pembakaran (pembukaan lahan).

Melindungi permukaan tanah dan mengurangi bahaya erosi, terutama
pada tanah yang curam.

Mengurangi biaya pengendalian gulma.

Mendorong pertumbuhan tanamn dan meningkatkan produksi.
2.6.4. Penanaman kelapa sawit
Umumnya, pola tanam kelapa sawit berbentuk segitiga sama sisi pada
areal rata/datar sampai bergelombang. Sementara, pada areal berbukit dengan
sudut kemiringan lebih dari 120, perlu dibuat teras kontur dengan jarak tanam
sesuai dengan ketentuan. Panjang sisi (jarak tanam) harus dibuat seoptimal
mungkin sehingga setiap individu tanaman mendapat ruang lingkungan serta
sinar matahari yang memadai dan seragam untuk mendapatkan produksi per ha
yang maksimal selama satu tahun (Pahan, 2006).
Menurut Pahan (2006), teknis pekerjaan lubang tanam secara manual
dilakukan dengan tata urutan sebagai berikut :
25

Lubang tanaman telah dipersiapkan sebelum tanam.

Pancang tidak boleh diangkat sebelum diberi tanda untuk pembuatan
lubang tanam (90 x 90) cm di atas permukaan tanah sehingga pancang
tepat berada di tengah-tengah pola tersebut.

Ukuran lubang tanam adalah (90 x 90 x 60) cm.

Tanah hasil galian dipisahkan antara top soil dan sub soil. Top soil
diletakkan di sebelah selatan dan sub soil di sebelah utara secara teratur
dan seragam. Setelah lubang selesai, pancang dikembalikan ke posisi
semula.

Untuk menjamin keseragaman ukuran lubang tanam, setiap pekerja
dilengkapi dengan mal/patron yang berukuran 90 cm dan 60 cm.

Dinding lubang tanaman harus tegak lurus dan tidak boleh berbentuk
lain.

Pada saat penanaman, hal yang terlebih dulu ditimbunkan yaitu top soil
dengan kedalaman sekitar 25 cm dari dasar lubang kemudian sub soil
pada kedalaman sisanya.
2.6.5. Pemeliharaan tanaman kelapa sawit
a.
Penyulaman
Penyulaman bertujuan untuk mengganti tanaman yang mati atau
pertumbuhanya kurang baik dengan tanaman yang baru. Kematian atau
kurang baiknya pertumbuhan dapat disebabkan beberapa hal yaitu
penanaman yang kurang teliti, kekeringan, terendam air dan terserang hama
penyakit. Penanaman dikatakan berhasil jika jumlah sulaman maksimal 2–3
% dari bibit yang ditanam. Saat yang baik melakukan penyulaman adalah
26
12–14 bulan. Cara penyulaman pun sama dengan penanaman sebelumnya
(Fauzi, dkk, 2008).
b.
Penyiangan gulma
Gulma yang tumbuh di sekitar tanaman perlu dikendalikan sebab
dapat merugikan dan menurunkan hasil atu produksi. Pada dasarnya ada 3
cara pengendalian gulma yaitu cara mekanis (manual), kimiawi dan biologis.
Pengendalian
dengan
cara
mekanis
adalah
pengendalian
dengan
menggunakan alat dan tenaga secara langsung dan dengan cara penyiangan
bersih
pada
daerah
piringan.
Pengendalian
secara
kimiawi
adalah
pengendalian dengan menggunakan hebisida dan pengendalian secara
biologi adalah pengendalian dengan menggunakan tumbuh – tumbuhan
yang
bertujuan
untuk
mengurangi
pengaruh
buruk
dari
gulma
(Fauzi, dkk, 2008).
a.
Kastrasi
Kastrasi adalah pemotongan atau pembuangan secara menyeluruh
bunga jantan dan bunga betina, tujuan dari kastrasi ini selain dari sanitasi
juga konsentrasi penyerapan zat–zat hara bagi pertumbuhan vegatatif
tanaman. Kastrasi dilakukan sejak tanaman mengeluarkan bunga yang
pertama (12 bulan setelah tanam) sampai tanaman berumur 33 bulan atau
selambat–lambatnya 6 bulan sebelum panen pertama. Kastrasi dilakukan 1
bulan sekali atau sebanyak 10-12 kali selama masa TBM dengan
menggunakan alat dodos (Fauzi, dkk, 2008).
27
b. Pemupukan
Pemupukan kelapa sawit dilakukan pada 3 tahap perkembangan
tanaman, yaitu pada tahap pembibitan dan TBM yang mengacu pada dosis
baku, tahap TM yang ditentukan berdasarkan perhitungan faktor-faktor
dasar, serta konsep neraca hara.
Kebutuhan hara tanaman kelapa sawit dapat diketahui melalui analisis
jaringan tanaman. Untuk blok-blok yang potensi produksi kurang dari 25
ton/ha/tahun, jumlah unsur hara yang diserap untuk pembentukan/pengisian
TBS dapat diproporsikan dengan mengalikan faktor yang mempengaruhi
kehilangan unsur hara. Sebagai contoh blok dengan potensi produksi 20
ton/ha/tahun maka unsur hara yang terangkat melalui panen TBS sebagai
berikut.

N = 20/25 x 73,2 = 58,56 kg/ha = 0,40 kg/pokok

P = 20/25 x 11,6 = 9,28 kg/ha = 0,06 kg/pokok

K = 20/25 x 93,4 = 74,72 kg/ha = 0,51 kg/pokok

Mg = 20/25 x 20,8 = 16,64 kg/ha = 0,11 kg/pokok
Tabel 1. kebutuhan pupuk pada tanaman kelapa sawit
N
Komponen
Bahan untuk
perumbuhan
vegetative
Pelepah
yang di
tunas
Tandan buah
segar (25
ton/ha)
Bunga
jantan
Total
P
K
Mg
kg/
ha
kg/
pokok
kg/
ha
kg/
pokok
Kg/
Ha
kg/
pokok
kg/
ha
kg/
pokok
40,90
0,28
3,10
0,02
55,70
0,38
11,50
0,08
67,20
0,45
8,90
0,06
86,20
0,58
22,40
0,15
73,20
0,49
11,60
0,08
93,40
0,63
20,80
0,14
11,20
192,5
0
0,08
2,40
26,.0
0
0,02
16,10
251,4
0
0,11
6,60
0,04
1,70
61,30
0,41
Sumber : Pahan , (2006)
1,30
0,18
28
c.
Penunasan
Tujuan penunasan adalah mempermudah pekerjaan potong buah
(melihat dan memotong buah masak), menghindari tersangkutnya brondolan
pada ketiak pelepah, dan memperlancar proses penyerbukan alami. Selain
itu, penunasan dilakukan untuk sanitasi (kebersihan) tanaman sehingga
menciptakan lingkungan yang tidak sesuai bagi perkembangan hama dan
penyakit (Pahan, 2006).
Pada
tanaman
muda,
pelaksanaan
tunas
pasir/sanitasi
dapat
mempermudah pemupukan, semprot piringan, dan pengutipan brondolan.
Untuk mencapai tujuan penunasan dan tetap mempertahankan produksi
yang maksimal maka harus dihindari terjadinya over prunning. Over
prunning adalah terbuangnya sejumlah pelepah produktif secara berlebihan
yang akan mengakibatkan penurunan produksi. Penurunan produksi ini
terjadi karena berkurangnya areal fotosntesis dan pokok mengalami stres
yang terlihat melalui peningkatan gugurnya bunga betina, penurunan seks
rasio (peningkatan bunga jantan), dan penurunan BJR (berat janjang ratarata). Untuk menghindari terjadinya over prunning, perlu dilakukan pelatihan
dan simulasi pekerjaan, pengawsan yang ketat, dan penggunaan alat yang
tepat (Pahan, 2006).
29
Tabel 2. Jumlah pelepah yang dipertahankan berdasarkan umur tanaman.
Umur
Tanaman
(tahun)
<3
Kebijakan
Pemotongan
pelepah
tidak
diperbolehkan.
Prioritas
untuk
Jumlah
Songgo
JumlahPelepah/
-
-
Spiral
permulaan panen dengan cara
memotong pelepah-pelepah tua
dan kering.
4-7
Dipertahankan 48-56 pelepah
3
6-7
8-14
Dipertahankan 40-48 pelepah
2
5-6
> 15
Maksimum
1
4
dipertahankan
32
pelepah
Sumber : Pahan , (2006)
f.
Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian
hama
dan
penyakit
tanaman
pada
hakikatnya
merupakan upaya untuk mengendalikan suatu kehidupan. Oleh karena itu,
konsep pengendaliannya dimulai dari pengenalan dan pemahaman terhadap
siklus hidup hama dan penyakit itu sendiri. Pengetahuan terhadap bagian
paling lemah dari seluruh siklus hidup mata rantai sangat berguna di dalam
pengendalian hama dan penyakit yang efeltif. Bagian yang dinilai paling
lemah dari siklus hama dan penyakit merupakan titik kritis karena akan
menjadi dasar acuan untuk pengambilan keputusan pengendaliannya
(Pahan, 2006).
Pemilihan jenis, metode (biologi, mekanik, kimia, dan terpadu), serta
waktu pengendalian yang dianggap paling cocok akan dilatarbelakangi oleh
pemahaman atas siklus hidup hama/penyakit tersebut. Usaha mendeteksi
30
hama/penyakit pada waktu yang lebih dini mutlak harus dilaksanakan. Selain
akan memudahkan tindakan pencegahan dan pengendalian, keuntungan
deteksi dini juga bertujuan agar tidak terjadi ledakan serangan yang tidak
terkendali/terduga. Secara ekonomis, biaya pengendalian melalui deteksi dini
dipastikan jauh lebih rendah daripada pengendalian serangan hama/penyakit
yang sudah menyebar luas (Pahan, 2006).
Hama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit di antaranya ulat
api, dan ulat kantong, tikus, rayap, Adoretus dan
Apogonia, serta babi
hutan. Adapun penyakit yang menjadi masalah pada tanaman kelapa sawit
di antaranya yaitu penyakit-penyakit daun pada pembibitan. Penyakit busuk
pangkal batang (Ganoderma), penyakit busuk tandan buah (Marasmius), dan
penyakit busuk pucuk (spear rot) (Pahan, 2006).
2.6.6. Panen kelapa sawit
Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu
pemanen agar memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen
ditentukan pada saat kandungan minyak maksimal dan kandungan ALB minimal.
Pada saat ini, kriteria umum yang banyak dipakai adalah berdasarkan jumlah
brondolan, yaitu tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun jumlah brondolan
kurang dari 10 butir dan umur tanaman lebih dari 10 tahun jumlah brondolan
sekitar 15–20 butir. Namun secara praktis digunakan kriteria umum yaitu pada
setiap 10 kg terdapat 2 brondolan (Fauzi, dkk, 2008).
Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan untuk panen terakhir sampai
panen berikutnya. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada umumnya
31
memakai rotasi panen 7 hari, artinya satu areal panen harus dimasuki oleh
pemetik tiap 7 hari.
Menurut Fauzi, dkk, (2008), ada 2 sistem ancak panen yaitu :
a. Sistem ancak giring, apabila suatu ancak telah dipanen maka pindah ke ancak
berikutnya yang telah ditunjuk oleh mandor, sistem ini memudahkan dalam
pengawasan pekerjaan dan hasil panen lebih cepat sampai ke TPH dan pabrik
namun pemanen cenderung memanen buah yang mudah dipanen sehingga
ada tandan buah dan brondolan yang tertinggal di lapangan.
b. Sistem ancak tetap, pemanen diberi ancak dengan luasan tertentu dan tidak
berpindah–pindah. Hal ini menjamin diperolehnya TBS dengan kematangan
yang optimal namun kelemahan sitem ini adalah buah lambat keluar sehingga
lambat sampai ke pabrik.
Cara panen adalah, tandan yang matang dipotong sedekat mungkin
dengan pangkalnya, maksimal 2 cm kemudian diletakan teratur di piringan dan
brondolan dikumpulkan terpisah dari tandan. Pelepah dipotong menjadi 2 bagian
dan diletakan pada gawangan mati. Selanjutnya tandan buah dan brondolan
dibawa ke TPH (Pahan, 2006).
2.7. Pengolahan Hasil Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 30
bulan setelah ditanam dilapangan. Buah yang dihasilkan disebut tandan buah
segar (TBS) atau fresh fruit bunch (FFB). Produktivitas tanaman kelapa sawit
meningkat mulai umur 3-14 tahun dan akan mulai menurun kembali setelah
umur 15-25 tahun. Setiap pohon sawit dapat menghasilkan 10-15 TBS per tahun
dengan berat 3-40 kg per tandan, tergantung umur tanaman. Dalam satu
32
tandan, terdapat 1.000-3.000 brondolan dengan berat brondolan berkisar 10-20
gr (Pahan, 2006).
TBS diolah di pabrik kelapa sawit untuk diambil minyak dan intinya.
Minyak dan inti yang dihasilkan dari PKS merupakan produk setengah jadi.
Minyak mentah atau crude palm oil (CPO) dan inti (kernel) harus diolah lebih
lanjut untuk dijadikan produk jadi lainnya (Pahan, 2006).
Stasiun proses pengolahan TBS menjadi CPO dan kernel umumnya terdiri
dari stasiun utama dan stasiun pendukung. Stasiun utama berfungsi sebagai
penerimaan buah, rebusan, pemipilan, pencacahan, pengempaan, pemurnian
dan pemisahan biji dan kernel. Sementara stasiun pendukung berfungsi sebagai
pembangkit tenaga, laboratorium, pengolahan air, penimbunan produk dan
bengkel.
2.7.1. Penerimaan buah
Sebelum diolah dalam PKS, tandan buah segar (TBS) yang berasal dari
kebun pertama kali diterima di stasiun penerimaan buah untuk ditimbang di
jembatan timbang (weight bridge ) dan ditampung sementara di penampungan
buah (loading ramp).
Buah yang telah sampai kepabrik setelah diangkut dengan truk segera
melakukan penimbangan panen di pabrik.
jembatan timbang.
Penimbangan dilakukan di atas
Sesudah itu ditimbang lagi dalam keadaan kosong
(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
Kandungan asam lemak bebas (ALB) buah yang tidak segera diangkut
untuk diolah semakin meningkat. Untuk menghindari hal tersebut, maksimal 8
jam setelah panen tandan buah segar harus segera diolah (Fauzi, dkk, 2008).
33
Truk buah setelah ditimbang kemudian dibongkar di loading ramp. Pada
kesempatan ini ± 5% dari jumlah truk buah disortasi untuk penilaian mutu.
Selanjutnya buah dipindahkan ke keranjang lori rebusan yang berkapasitas lebih
kurang 2,5 ton (Fauzi, dkk, 2008).
2.7.2. Perebusan buah
TBS mengandung sejumlah zat yang harus dimusnahkan terlebih dahulu
untuk mencapai pengolahan yang efisien. Suasana lembab dengan suhu tinggi
dalam rebusan akan menginaktifkan enzim-enzim lipase dan lipoksidase yang
terdapat dalam buah sehingga proses hidrolisis minyak menjadi asam lemak
bebas dan proses oksidasi minyak dapat dihentikan.
Oleh karena itu, tandan
yang dipanen harus diusahakan dapat direbus secepatnya (Mangoensoekarjo dan
Semangun, 2005).
Lori-lori yang telah berisi TBS dimasukkan ke ketel rebusan.
TBS
dipanaskan dengan uap air bertekanan 2,8 - 3 kg/cm2 dengan suhu 130 0C dan
lamanya perebusan berkisar 90 menit (Fauzi, dkk, 2008).
Perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak dan
pemucatan kernel.
Sebaliknya perebusan dengan waktu yang terlalu pendek
menyebabkan semakin banyak buah yang tidak rontok dari tandannya. Tujuan
perebusan menurut Fauzi, dkk, (2008) adalah sebagai :
 Merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB.
 Mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang.
 Memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses pemerasan.
 Untuk mengkoagulasi (mengendapkan) protein sehingga memudahkan
pemisahan minyak.
34
2.7.3. Penebahan
Penebahan adalah untuk melepaskan buah dan kelopak dari tandan yang
sudah direbus. Penebah adalah suatu alat berbentuk teromol mendatar yang
sedikit miring dengan kisi-kisi yang bercelah sedikit lebih besar daripada ukuran
brondolan.
Tandan setelah terjatuh kembali (terbanting) akan melepaskan
buahnya, demikian terjadi berkali-kali sampai tandan kosong akhirnya terlempar
dari ujung teromol (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005).
Lori rebusan ditarik keluar yang kemudian diangkut ke atas dengan
Hoisting Crane setelah perebusan. Dengan alat pengangkut lori yang berisi buah
rebusan dibalikkan di atas mesin penebah (stripping) yang berfungsi melepaskan
buah dari tandan.
Buah yang lepas (brondolan) jatuh ke bawah melalui
conveyor serta elevator menuju ke ketel adukan (digester) (Fauzi, dkk, 2008).
2.7.4. Pencacahan
Buah diaduk dalam suatu bejana silindris tegak (ketel) selama beberapa
waktu sementara dipanaskan pada suhu yang tinggi. Bejana dilengkapi dengan
beberapa pasang lengan atau pisau pengaduk sehingga buah yang diaduk
didalamnya menjadi hancur karena diremas akibat gesekan yang timbul antara
sesama buah dan diantara massa remasan dengan pengaduk serta dinding ketel.
Tujuan peremasan adalah meremas buah sehingga daging buah lepas dari biji
dan menghancurkan sel-sel yang mengandung minyak agar dapat diperas
sebanyaknya pada proses pengempaan (Mangoensoekarjo dan Semangun,2005).
35
2.7.5. Pengempaan
Pada pabrik kelapa sawit umumnya digunakan screw press sebagai alat
pengempaan untuk memisahkan minyak dari daging buah. Proses pemisahan
minyak terjadi akibat putaran screw mendesak bubur buah, sedangkan dari arah
yang berlawanan tertahan oleh sliding cone. Screw dan sliding cone ini berada di
dalam sebuah selubung baja yang disebut press cage, dimana dindingnya
berlubang-lubang diseluruh permukaannya. Dengan demikian, minyak dari bubur
buah yang terdesak ini akan keluar melalui celah antara sliding cone dan press
cage (Fauzi, dkk, 2008).
2.7.6. Pemurnian
Tujuan dari pemurnian adalah minyak kasar yang diperoleh dari hasil
pengempaan perlu dibersihkan dari kotoran, baik yang berupa padatan (solid),
lumpur (sludge), maupun air. Tujuan dari pembersihan/pemurnian minyak kasar
yaitu agar diperoleh minyak dengan kualitas sebaik mungkin dan dapat
dipasarkan dengan harga yang layak (Fauzi, dkk, 2008).
Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan dialirkan menuju
saringan getar untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar tersebut
dialirkan ke tangki penampung minyak kasar (crude oil tank). Minyak kasar yang
terkumpul di COT dipanaskan hingga 95-1000 C. Menaikkan temperatur minyak
kasar sangat penting artinya, yaitu untuk memperbesar perbedaan berat jenis
(BJ) antara minyak, air, dan sludge sehingga sangat membantu dalam proses
pengendapan. Selanjutnya, minyak dari COT dikirim ke tangki pengendap
(clarifier tank) (Fauzi, dkk, 2008).
36
Di COT minyak kasar terpisah menjadi minyak dan sludge karena proses
pengendapan. Minyak dari COT selanjutnya dikirim ke oil tank, sedangkan sludge
dikirim ke sludge tank. Sludge merupakan fasa campuran yang masih
mengandung minyak. Di PKS, sludge diolah untuk dikutip kembali pada minyak
yang masih terkandung di dalamnya dan kemudian di proses kembali di COT dan
selanjutnya ke COT (Fauzi, dkk, 2008).
2.7.7. Pemisahan biji dan kernel
Pemisahan inti dari tempurungnya berdasarkan berat jenis (BJ) antara inti
sawit dan tempurung.
Alat yang digunakan disebut Hidrocyclone Separator.
Dalam hal ini, inti dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam
sebuah tabung (Fauzi, dkk, 2008).
Untuk menghindari kerusakan akibat mikroorganisme, maka inti sawit
harus segera dikeringkan dengan suhu 80 oC dan setelah kering inti sawit dapat
dipakai atau diolah lebih lanjut, yaitu diekstraksi sehingga dihasilkan minyak inti
sawit Palm Kernel Oil (PKO) (Fauzi, dkk, 2008).
2.8. Manajemen Perusahaan Perkebunan
Manajemen dalam arti umum adalah pengelolaan atau ketatalaksanaan
yang merupakan
suatu
proses
yang
khas,
yang terdiri
dari
tindakan
perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan yang dilakukan
untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
Berhasil atau
tidaknya suatu perusahaan perkebunan kelapa sawit biasanya ditentukan oleh
37
kemampuan dari pengusaha dalam mengelola dan melaksanakan manajemen
tersebut.
Manajemen yang baik harus dilengkapi 4 (empat) unsur manajemen
diantaranya :
-
Perencanaan ( Planning )
-
Organisasi perusahaan ( Organitation )
-
Penggerak ( Actuating )
-
Pengawasan dan evaluasi ( Controlling )
Bila semua unsur manajemen dapat dilakukan dengan sebaik - baiknya
maka sasaran tujuan dari perusahaan dapat tercapai.
Download