PEMBERIAN TERAPI DZIKIR TERHADAP PENURUNAN KADAR

advertisement
PEMBERIAN TERAPI DZIKIR TERHADAP PENURUNAN
KADAR GLUKOSA DARAH PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. N DENGAN
DIABETES MELITUS TIPE II
DI RSUD SALATIGA
DI SUSUN OLEH :
ELIN ROHAYANTI
P-13084
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PEMBERIAN TERAPI DZIKIR TERHADAP PENURUNAN
KADAR GLUKOSA DARAH PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Ny. N DENGAN
DIABETES MELITUS TIPE II
DI RSUD SALATIGA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH:
ELIN ROHAYATI
NIM. P.13 084
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Elin Rohayanti
Nim
: P13084
Program Study
: D III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : Pemberian Terapi Zikir terhadap Penurunan Kadar
Glukosa Darah pada Asuhan Keperawatan Ny. N
dengan Diabetes Militus Type II.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta Jum’at , 13 Mei 2016
Yang Membuat Pernyataan
ELIN ROHAYANTI
NIM. P13084
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang maha kuasa karena
berkat, rahmat dan karunianya, sehingga penulis mampu menyelesaikan karya
tulis ilmiah yang berjudul “Pemberian Terapi Zikir terhadap Penurunan Kadar
Glukosa Darah pada Asuhan Keperawatan Ny. N dengan Diabetes Militus Tipe
II”.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya
kepada yang terhormat:
1. Ns. Wahyu Rima Agustin M. Kep, selaku Ketua STIkes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di STIkes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Okatriani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk menimba di STIKes Kusuma
Husada Surakarta.
3. Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Ns. Galih Setia Adi, M. Kep selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji kedua yang telah membimbing penulis dengan cermat, memberikan
masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta
memfasilitasi penulis demi kesempurnaan studi kasu sini.
5. Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M. Kep selaku dosen penguji satu yang telah
membimbing
memberikan
dengan
cermat,
masukan-masukan
membimbing
,
inspirasi,
penulis
perasaan
dengan
nyaman
cermat,
dalam
membimbing serta memfasilitasi penulis demi kesempurnaan studi kasus ini.
iv
6. Semua dosen program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakara yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Direktur
RSUD Kota Salatiga yang telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. N di RSUD Kota
Salatiga.
8. Sri Uut, S. Kep, Ns selaku pembimbing lahan di RSUD Kota Salatiga yang
telah memberikan banyak masukan dan membimbing penulis dalam
menyelesaikan asuhan keperawatan selama di RSUD Kota Salatiga
9. Kedua orang tuaku (Muhammad Ngarobi dan Mamik Riyani) dan kedua Adik
(Ahmad Dwi Fani dan Evelin Nurlita E) yang selalu memberikan kasih
sayang, dukungan dan do’a serta menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan DIII Keperawatan.
10. Teman-teman mahasiswa satu angkatan khususnya kelas 3B Program DIII
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang
tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan dukungan moril
dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta,
Penulis
v
Mei 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................
i
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
DAFTAR ISI .................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................
4
C. Manfaat Penulisan .................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ........................................................................
7
1. Diabeter Melitus Tipe 2 ...................................................
7
2. Diagnosa Keperawatan ....................................................
24
3. Intervensi .........................................................................
25
4. Implementasi ...................................................................
35
5. Evaluasi ...........................................................................
36
6. Pengertian Kadar Gula Darah..........................................
36
7. Dzikir ...............................................................................
37
B. Kerangka Teori ......................................................................
41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek aplikasi riset ...............................................................
42
B. Tempat dan Waktu .................................................................
42
C. Media dan alat yang digunakan ..............................................
42
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset .........................
42
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan
riset .........................................................................................
vi
44
BAB IV LAPORAN KASUS
BAB V
A. Identitas Pasien .......................................................................
45
B. Pengkajian ..............................................................................
45
C. Perumusan Masalah ................................................................
55
D. Prioritas Diagnosa ..................................................................
56
E. Intervensi keperawatan ...........................................................
56
F. Impementasi Keperawatan .....................................................
58
G. Evaluasi ..................................................................................
63
PEMBAHASAN
A. Pengkajian ..............................................................................
67
B. Diagnosa keperawatan ............................................................
71
C. Intervensi keperawatan ...........................................................
74
D. Impementasi Keperawatan .....................................................
77
E. Evaluasi ..................................................................................
80
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................
86
B. Saran .......................................................................................
91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori ........................................................................... 41
Gambar 3.1 Rentan Optimal GDS Normal ................................................... 44
Gambar 4.1 Genogram Ny. N ........................................................................ 47
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Usulan Judul Aplikasi Jurnal
Lampiran 2 Lembar Konsultasi
Lampiran 3 Surat Pernyataan
Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 5 Jurnal
Lampiran 6 Asuhan Keperawatan
Lampiran 7 Format Pendelegasian Pasien
Lampiran 8 Look Book
Lampiran 9 Lembar Observasi
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes militus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolism
menahun / kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemi) yang disebabkan karena jumlah insulin cukup bahkan kadangkadang lebih akan tetapi kurang efektif, kondisi ini disebut dengan resistensi
insulin (Waspadji, 2012). Berbagai penelitian epidimologi menunjukan
adanya kecenderungan peningkatan angka ensidensi dan prevalensi DM di
berbagai penjuru dunia termasuk juga di Indonesia (Parkeni, 2011).
Meningkatnya jumlah penderita DM dapat disebabkan oleh banyak faktor,
diantaranya adalah faktor keturunan / genetik, obesitas, perubahan gaya
hidup, pola makan yang salah, kurangnya aktifitas fisik, proses menua,
kehamilan, perokok dan stress (Soegondo dll, 2011).
Berdasarkan perolehan data International Diabetes Federation (IDF)
tingkat prevelensi global penderita DM tipe II pada taun 2012 sebesar 8,4
persen dari populasi penduduk dunia, dan mengalami peningkatan menjadi
382 kasus padataun 2013 (IDF, 2013). Indonesia merupakan Negara urutan
ke 4 dengan kejadian diabetes militus tipe II tertinggi dengan jumlah 8,5 juta
penderita. Dari rata-rata kejadian DM tipe II di Indonesia Dinas kesehatan
jawa tengah melaporkan bahwa provinsinya menempati urutan pertama
tertinggi penderita DM tipe II kususnya wilayah semarang sebanyak 509,319
1
2
Jiwa (Profil Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2011). Dan menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi jumlah penderita DM tipe II akan
meningkat menjadi 21,3 juta pada taun 2030 (WHO, 2009).
Menurut Smeltzer dan Bare (2008) DM tipe II yaitu diabetes yang
tidak tergantung oleh insulin atau bisa disebut NIDDM (non-insulin
dependent diabetes mellitus). DM tipe II merupakan keadaan hiperglikemik
kronik yang ditandai oleh gangguan metabolic ganda progresif yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin oleh sel beta pangkreas
(Soegondo dll, 2011).
Diabetes mellitus sering dikatakan penyakit yang tidak bisa
disembuhkan karena merupakan penyakit komplikasi paling banyak yang
berkaitan dengan
peningkatan glukosa darah sehingga berakibat pada
rusaknya pembuluh darah, saraf, dan struktur internal lainnya. Hal inilah yang
membuat para penderita DM mengalami stress karena mereka selalu dihadap
kan dengan rasa takut akan cacat fisik bahkan kematian (Tandra, 2009).
Stress erat hubungannya dengan timbulnya diabetes. Penelitian nugroho
(2011) menyatakan ada hubungannya antara tingkat stress terhadap kadar
gula darah pada penderita diabetes mellitus. Selama stress hormon-hormon
yang mengarah pada kadar gula darah akan meningkat seperti epineprin,
kartisol, glucagon, ACTH, kartikosteroid, dan tiroid.
Penatalaksanaan non medis pada penderita DM tipe II untuk
mencegah peningkatan kadar glukosa darah akibat stress yang dialaminya
adalah dengan menghindari atau mengurangi stressor serta mengembangkan
3
ketrampilan koping pada penderita DM yang bersifat adaptif. Pada penderita
DM perlu dilakukan pengelolaan terhadap stress yang dikenal dengan istilah
manajemen stres. Secara umum manajemen stress mencangkup kebiasaan
promosi kesehatan yang dapat mengurangi dampak stress pada kesehatan
fisik dan mental, dengan cara olahraga teratur, humor, nutrisi, diet yang baik,
istirahat yang cukup dan menekankan tehnik relaksasi yang tepat
(Moyad, 2009).
Ada beberapa jenis tehnik terapi antara lain adalah terapi nafas
dalam, meditasi, visualisasi, pijat, tawa, yoga, biofeedback, dan taichi
(Complementary and Alternative Medicine/CAM). Dari berbagai jenis terapi
tersebut tehnik terapi dzikir merupakan salah satu tehnik yang paling mudah
untuk dilaksanakan. Terapi dzikir merupakan salah satu bentuk mind-body
medicine yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar gula darah dan
dapat membuat pasien menjadi lebih tenang dan nyaman (Lorentz, 2006).
Terapi dzikir juga akan membuat individu merasa rileks dan dapat
meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mengurangi
stress fisik maupun emosional pada individu, dan apabila kondisi sudah rileks
maka psikisnya juga akan merasa tenang (Smelzer & bare, 2008).
Penelitian Purnawinandi (2012) menentukan adanya hubungan yang
signifikan antara intervensi perawatan spiritual dengan pasien, baik secara
fisiologis maupun psikologis. Salah satu bentuk aktivitas spiritual adalah
dzikir (Yosep, 2007). Dzikir termasuk komponen dari doa yang dimaknai
dengan mengingat Allah, dalam bentuk lisan, gerakan hati atau gerakan
4
anggota tubuh. Dzikir akan membuat seseorang merasa tenang sehingga
kemudian menekan system saraf simpatis dan mengaktifkan kerja system
saraf pasimpatis (Saleh, 2010). Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa
praktik spiritual seperti dzikir dan doa akan menimbulkan emosi yang positif,
dan akan membantu menurunkan stress seseoran gatau klien untuk selalu
merasa sehat (Zamry, 2012).
Peran perawat sebagai educator adalah berperan besar dalam
manajemen stress pada penderita DM. Salah satu menejemen stres yang akan
diambil pada penelitian ini yaitu dengan memberikan dzikir terhadap kadar
gula darah. Proses pemberian terapi dzikir ini dilakukan 2 kali sehari pada
pagi dan sore hari selama 4 hari berturut-turut dengan waktu 15 menit
B. Tujuan penulisan
1.
Tujuan umum
Mengetahui pengaruh pemberian terapi dzikir terhadap kadar gula darah
pada Ny.N dengan diabetes mellitus tipe II di Rumah Sakit Umum
daerah Salatiga
2.
Tujuan kusus
a.
Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Diabetes
mellitus tipe II
b.
Penulis mampu merumuskan diagnose keperawatan pada pasien
dengan Diabetes mellitus tipe II
5
c.
Penulis mampu menyusun intervensi pada pasien Diabetes mellitus
tipe II
d.
Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien Diabetes
mellitus tipe II
e.
Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan Diabetes
mellitus tipe II
f.
Penulis mampu menganalisa hasil pemberian terapi dzikir terhadap
penurunan kadar gula darah pada Ny. X dengan Diabetes mellitus
tipe II
C. Manfaat penulisan
Dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat
bagi :
1.
Institusi Rumah Sakit
Agar hasil penelitian ini dapat dijadikan intervensi tindakan serta
pelayanan dalam pemberian terapi dzikir terhadap kadar gula darah pada
pasien diabetes mellitus tipe II
2.
Institusi Pendidikan
Menjadi
rujukan
untuk
meningkatkan
tindakan
terapi
mandiri
keperawatan dalam proses pembelajaran asuhan keperawatan pasien
dengan Diabetes mellitus tipe II
6
3.
Profesi keperawatan
Memberikan sumbangan pemikiran, wawasan dan informasi keperawatan
tentang Asuhan Keperawatan dengan diabetes mellitus tipe II
4.
Pembaca
Sebagai sumber informasi mengenai pemberian terapi dzikir terhadap
penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe II
5.
Penulis
Untuk mengetahui tindakan pemberian terapi dzikir serta memberikan
wawasan yang luas mengenai pengelolaan pasien khususnya dengan
diabetes mellitus tipe II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1.
Diabetes melitus
a.
Definisi
Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar gula dalam darah atau
hiperglikemia (Smeltzer & Bare 2008). Diabetes melitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketiadaan absolut
insulin atau penurunan relatif isensitivitas sel terhadap insulin.
Hiperglikemia biasa disebabkan karna difisiensi insulin, seperti yang
dijumpai pada diabetes tipe I, atau karena penurunan responsivitas
sel terhadap insulin, seperti yang dijumpai pada diabetes melitus tipe
II (Corwin, 2009).
Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang
kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak (Sujono, 2008). Diabetes Melitus adalah suatu
sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai oleh adanya
hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek
kerja insulin atau keduanya serta keadaan dimana tubuh tidak
menghasilkan atau memakai insulin sebagaimana mestinya (Sudoyo,
2007).
7
8
b.
Klasifikasi
Menurut Smeltzer (2008), klasifikasi diabetes melitus adalah:
1) Tipe I : IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Masa awitan kurang dari 30 tahun, berat badan normal, kadar
insulin darah rendah, sel-sel beta dari pankreas yang normal
menghasilkan insulin, dihancurkan oleh pankreas autoimun.
2) Tipe II : NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
Masa awitan lebih dari 30 tahun, obesitas, kadar insulin
darah normal atau meningkat diakibatkan oleh penurunan
sensitivitas terhadap insulin (resisten terhadap insulin) atau
akibat menurunnya jumlah pembentukan insulin.
3) Diabetes Melitus yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom
lain.
Bergantung
pada
kemampuan
pankreas
untuk
menghasilkan insulin. Pasien mungkin memerlukan terapi
dengan obat oral atau insulin.
4) Diabetes Mellitus Gestasional (GDM)
Awitan selama kehamilan, biasanya terjadi pada
trimester kedua atau ketiga, disebabkan oleh hormon yang
disekresikan plasenta dan menghambat kerja insulin.
Risiko
terjadinya komplikasi perinatal diatas normal, khususnya
makrosomia (bayi yang secara abnormal berukuran besar).
Diatasi dengan diit dan insulin (jika diperlukan), untuk
mempertahankan secara ketat kadar glukosa darah normal.
9
Faktor risiko mencakup: obesitas, usia diatas 30 tahun, riwayat
diabetes dalam keluarga, pernah melahirkan bayi yang besar
(lebih dari 4 ½ kg).
c.
Etiologi
Menurut Smeltzer (2008), penyebab diabetes Melitusyaitu sebagai
berikut:
1) Diabetes Melitus tipe I, disebabkan oleh:
a) Faktor genetik.
Penderita diabetik tidak mewarisi tipe I itu sendiri,
tapi
mewarisi
suatu
kecenderungan
genetik
kearah
terjadinya Diabetes Melitus tipe I, kecenderungan genetik
ini ditemukan pada individu yang memiliki antigen Human
Leucocyite Antigen (HLA). HLA merupakan kumpulan gen
yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses
imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes melitus tipe I dari
kedua tipe HLA ini.
b) Faktor lingkungan (Non Genetik)
Karena distribusi sel β, contoh: virus atau toksin
tertentu dapat terproses autoimun yang menimbulkan
distribusi sel β.
10
2) Diabetes Mellitus tipe II, disebabkan oleh:
a) Faktor genetik
b) Diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.
c) Usia
d) Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diabetes
yaitu 65 tahun.
e) Obesitas
Obesitas merupakan pancetus diabetes terpenting. Pada
kegemukan, tubuh akan mengalami gangguan dalam
menggunakan insulin yang dibuat tubuh itu sendiri.
Keadaan ini yang dinamakan “resisten insulin”.
f)
Riwayat keluarga
Apabila salah satu anggota dalam keluarga ada yang
menderita diabes tipe II maka anggota keluarga lainnya
akan lebih besar kemungkinannnya untuk mendapatkan
diabetes.
Akan tetapi biasanya ada sesuatu yang
mencetuskannya menjadi diabetes.
g) Kurang olahraga
Kurang olahraga merupakan faktor pemicu terjadinya
penyakit dibetes pada seseorang, setelah terjadinya faktor
utama seperti riwayat keluarga.
11
h) Diet
Pemasukan kalori, karbohidrat dan gula yang diproses
secara berlebihan yang dapat merubah fungsi sel β sehingga
terdapat gangguan sekresi insulin.
Sedangkanmenurut (Riyadi, 2008), etiologi dari diabetes melitus tipe
II antara lain:
1) Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun silsilah keluarga yang mengidap
diabetes. Kelainan genetik ini terjadi karena Deoksiribo Nukleat
Asam (DNA) pada orang diabetes mellitus tipe II ikut
diinformasikan pada gen berikutnya.
2) Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis
yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40
tahun. Penurunan ini yang akan berisiko pada penurunan fungsi
endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
3) Gaya hidup stress
Stress juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan
meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat
pada kenaikan kerja pankreas.
12
4) Pola makan yang salah
Malnutrisi dapat merusak pankreas, serta pola makan
yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperan
pada ketidakstabilan kerja pankreas.
5) Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel β pankreas mengalami
hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan insulin
6) Infeksi
Masuknya bakteri atau virus kedalam pankreas akan
berakibat rusaknya sel-sel β pankreas sehingga terjadi
penurunan fungsi penkreas.
d.
Patofisiologi
Pada diabetes melitus tipe 1 terdapat ketidak mamuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah
dihancurkan oleh autoimun. Hiperglikemia terjadi akibat produksi
glukosa yang tidak teratur oleh hati, disamping itu glukosa yang
berasal dari makanan tidak bisa disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia.
Jika konsentrasi glukosa darah cukup tinggi maka ginjal
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar.
Akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosoria). Ketika
glukosa yang berlebihan diekskresikan dalam urine, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit dalam yang berlebihan.
13
Keadaan ini dinamakan diorisis osmotic. Sebagian akibat dari
kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (Poliuria) dan rasa haus yang berlebih (Polidipsia).
Definisi insulin juga dapat mengganggu metabolism protein
dan lemak yang dapat mengakibatkan penurunan berat badan,
mengakibatkan kenaikan pola makan (polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala yang lainnya adalah kelelahan dan
kelemahan, rasa lemah dan lelah dalam tubuh akibat katabolisme
protein di otot dan ketidak mampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi (Corwin, 2009).
Dalam
keadaan
normal
insulin
mengendalikan
glikogenolisis dan glukoneogenesis, namun pada penderita defisiensi
insulin proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang disebut ketogenesis yang menimbulkan tanda gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak segera ditangani akan menimbulkan penurunan
kesadaran atau coma, bahkan kematian (Corwin, 2009).
Pada diabetes mellitus tipe 2 sering kali memperlihatkan
gejala yang tidak spesifik sehingga pemeriksaan pada penderita
diabetes mellitus tipe 2 sering kali terlambat. Terdapat 2 masalah
utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan
sekresi insulin. Resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2
14
disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan
jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu keaadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal.
Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi akan
kebutuhan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah
diabetes melitus tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin
yang merupakan ciri khas diabetes melitus tipe 2, namun masih
terdapat jumlah insulin yang cukup adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Meskipun demikian Diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkontrol
akan dapat menimbulkan masalah akut lainnya ( Corwin, 2009).
e.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis diabetes melitus tipe II adalah rasa haus
yang berlebihan, sering kencing terutama pada malam hari, banyak
makan serta berat badan yang turun dengan cepat.
Selain itu
terdapat keluhan lain yaitu kelemahan, kesemutan pada jari tangan
dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks
menurun, luka sulit untuk sembuh. Bahkan ada pasien yang sama
sekali tidak merasakan adanya keluhan (Suyono,2007).
15
Sedangkan menurut Corwin, (2009) manifestasi klinis dari
diabetes melitus tipe II antara lain :
1) Poliuria adalah peningkatan pengeluaran urin.
2) Polidipsia adalah peningkatan rasa haus akibat pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan.
3) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot
dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan
glukosa sebagai energi.
4) Polifagia adalah peningkatan rasa lapar akibat keadaan pasca
absortif yang kronik, katabolisme protein dan lemak, kelaparan
relatif sel-sel.
5) Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi
glukosa di sekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan
aliran darah pada penderita diabetes kronik.
f.
Penatalaksanaan Klinik
Tujuan utama terapi diabetes melitus tipe II adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya
untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati.
Tujuan
terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa
darah normal (Smeltzer, 2008).
16
Terdapat lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes
menurut Smeltzer (2008) antara lain :
1) Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan DM dengan tujuan :
a) Memberikan semua unsur makanan essensial
b) Mencapai dan mempertahankan BB yang sesuai
c) Memenuhi kebutuhan energi
d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya
e) Menurunkan kadar kemak darah jika meningkat.
2) Latihan
Efek latihan dapat menurunkan kadar glukosa darah dan
mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler.
3) Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara
mandiri, penderita DM dapat mengukur terapinya untuk
mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini
memungkinkan deteksi dini dan pencegahan hipoglikemi serta
hiperglikemia lainnya.
4) Terapi (jika diperlukan)
Pada DM tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk
memproduksi insulin.
Dengan demikian insulin eksogeneus
harus diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada DM tipe II,
17
insulin mungkin diperlukan terapi jangka panjang untuk
mengendalikna kadar glukosa darah jika diet dan obat
hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya.
5) Pendidikan
Pendidikan mengenai penyuntikan insulin perlu diberikan
kepada klien dan keluarganya.
g.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges (2006), pemeriksaan diagnostik diabetes melitus
tipe II, antara lain:
1) Glukosa darah menunjukkan peningkatan, dengan nilai 200-100
mg/dl atau lebih.
2) Aseton plasma (keton) menunjukkan hasil yang positif secara
mencolok.
3) Asam lemak bebas menunjukkan hasil kadar lipit atau kolesterol
meningkat.
4) Osmolalitas serum menunjukkan peningkatan, akan tetapi
biasanya kurang dari 330 mOsm/L.
5) Elektrolit :
a) Natrium kemungkinan normal, meningkat atau menurun.
b) Kalium
biasanya
normal
atau
peningkatan
(perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.
c) Fosfor menunjukksn hasil lebih sering menurun.
semu
18
6) Hemoglobin Glikosilat menunjukan peningkatan, kadarnya
meningkat 2-3 kali lipat dari normal yang mencerminkan
kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir dan karenanya
sangat bermanfaat dalam membedakan DKA dengan kontrol
tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden.
7) Gas Darah Arteri biasanya menunjukkan pH rendah dan
penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik), dengan kompensasi
alkalosis respiratorik.
8) Trombosit darah menunjukkan hasil Ht mungkin meningkat
(dehidrasi); leokositosis, hemokonsentrasi, merupakan respon
terhadap stress atau infeksi.
9) Ureum/Kreatinin
kemungkinan
meningkat
atau
normal
(dehidrasi atau penurunan fungsi ginjal).
10) Amilase darah kemungkinan meningkat yang mengindikasikan
adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
11) Insulin darah kemungkinan menurun atau bahkan sampai tidak
ada (pada tipe I), yang mengindikasikan insufisiensi insulin atau
gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen).
12) Resisten
insulin
dapat
berkembang
sekunder
terhadap
pembentukan antibodi (autoantibodi).
13) Pemeriksaan fungsi tiroid menunjukkan peningkatan aktivitas
hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan
akan insulin.
19
14) Urin menunjukkan gula dan aseton positif; berat jenis dan
osmolaritas mungkin meningkat.
15) Kultur dan sensifitas kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksipernapasan dan infeksi pada luka.
h.
Komplikasi
Menurut Corwin (2008), komplikasi dari diabetes melitus
antara tipe I dan II antara lain :
1) Komplikasi Akut Diabetes melitus tipe II
a) Hipoglikemia
Merupakan kadar glukosa darah yang abnormal rendah.
Gejala hipoglikemi dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
(1) Hipoglikemia Ringan, gejalanya meliputi perspirasi,
tremor, takikardia, palpitasi, kegelisahan dan rasa
lapar.
(2) Hipoglikemia
Sedang,
gejalanya
meliputi
ketidakmampuan berkonsentrasi, penurunan daya ingat,
patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan
tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku
tidak rasional, penglihatan ganda dan perasaan ingin
pingsan.
(3) Hipoglikemia Berat, gejalanya meliputi disorientasi,
serangan kejang, sulit dibangunkan saat tdur atau
bahkan kehilangan kesadaran.
20
b) Diabetes ketoadosis
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata. Gejala klinis pada keadaan ini
adalah dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
c) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik
Merupakan
keadaan
yang
didominasi
oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan
tingkat kesadaran. Keadaan ini paling sering terjadi pada
individu yang berusia 50-70 tahun dan tidak memiliki
riwayat diabetes atau hanya menderita diabetes tipe II yang
ringan. Gejala klinis pada keadaan ini adalah hipotensi,
dehidrasi berat, takikardi dan tanda – tanda neurologis
bervariasi (perubahan sensori, kejang–kejang, hemiparesis).
2) Komplikasi Kronis (Jangka Panjang) Diabetes melitus tipe II
a) Komplikasi Makrovaskuler
Mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung
dan pembuluh darah otak. Yang dapat terjadi pada Arteri
Koroner, Serebrovaskuler dan vaskuler perifer.
b) Komplikasi Mikrovaskuler
Mengenai pembuluh darah kecil, yang dapat terjadi
Retinopati diabetik, komplikasi oftalmologi yang lain
(katarak, perubahan lensa, hipoglikemia, kelumpuhan otot
ekstraokuler dan glaukoma), serta nefropati.
21
c) Neuropati Diabetes
Merupakan penyakit yang menyerang semua tipe saraf,
termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom dan spinal.
i.
Asuhan Keperawatan Diabetes melitus tipe II
1) Pengkajian
Pengkajian adalah adalah pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi
atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien,
baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan (Dermawan, 2012)
Hal yang perlu dikaji pada klien dengan diabetes melitus tipe II
antara lain :
a) Aktivitas dan istirahat
Gejala :
Lemah, letih, susah berjalan/bergerakKram
otot, tonus otot menurun,gangguan istirahat
dan tidur.
Tanda
:
takhicardi/takhipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan koma.
b) Sirkulasi
Gejala :
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti
Infark
Miokard
kaludikasi,kebas,
dan
Akut
kesemutan
(IMA),
pada
22
ekstremitas
bawah,
ulkus
pada
kaki,
penyembuhan yang lama.
Tanda
:
Takikardia,hipertensi, nadi yang menurun,
disritmia, kulit kering, merah, dan bola mata
cekung.
c) Integritas Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain.
Tanda
: Ansietas, peka rangsang.
d) Eliminasi
Gejala :
Poliuri,
nokturia,
nyeri,
rasa
terbakar,
kesulitan berkemih, nyeri tekan abdomen,
diare.
Tanda
:
Urin encer, pucat, kuning, poliuri, urin
berkabut, bau busuk, abdomen keras, adanya
acites, bising usus lemah dan menurun.
e) Makanan/Cairan
Gejala :
Hilangnya nafsu makan, mual/muntah, tidak
mengikuti diet, penurunan berat badan lebih,
haus, penggunaan diuretik.
Tanda
:
Kulit kering/bersisik, turgor kulit jelek,
distensiabdomen,
mual/muntah.
f)
Neurosensori
pembesaran
tiroid,
23
Gejala :
Pusing, sakit kepala, kesemutan, parestesia,
gangguan penglihatan.
Tanda
:
disorientasi, mengantuk, letargi, gangguan
memori, kacau mental, koma, aktivitas
kejang.
g) Nyeri/Kenyamanan
Gejala :
Abdomen yang tegang/nyeri
Tanda
Wajah meringis dengan palpitasi, tampak
:
sangat berhati-hati.
h) Pernapasan
Gejala :
Merasa
kekurangan
oksigen,
batuk
dengan/tanpa sputum purulen.
Tanda
:
Lapar udara, batuk, takhipnea, ronchi,
wheezing dan sesak nafas.
i)
Keamanan
Gejala :
Kulit kering, gatal, lesi/ulkus kulit.
Tanda
Demam,
:
diaforesis,
kulit
rusak,
lesi,
menurunnya kekuatan umum/rentang gerak,
parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot
pernapasan.
24
j)
Seksualitas
Gejalan :
Adanya peradangan pada daerah vagina,
serta orgasme menurun pada wanita dan
terjadi impoten pada pria.
2.
Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2012) diagnosa keperawatan diabetes mellitus
tipe II antara lain :
a.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
(hiperglikemia), polidipsia, poliuria.
b.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk menggunakan glukosa, yang menyebabkan
kehilangan berat badan, ketidakcukupan insulin (penurunan dan
penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan
metabolisme protein atau lemak), mual atau muntah, defisiensi
protein dalam tubuh.
c.
Nyeri berhubungan dengan asidosis metabolik yang menyebabkan
nyeri abdomen.
d.
Infeksi berhubungan dengan komplikasi kronik DM: ulkus.
e.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan insufisiensi insulin,
kehilangan kalori, peningkatan energi.
f.
Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fungsi/struktur
tubuh.
25
3.
Intervensi
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah
yang merupakan kemutusan awal tentang apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan tindakan
keperawatan (Dermawan, 2012). Menurut Wilkinson (2006) perencanaan
asuhan keperawatan dibuat sesuai dengan ONEC yaitu O (Observation),
N (Nursing), E (Education), C (Colaboration).
Penulisan hasil dan tujuan harus berdasarkan “SMART” meliputi
specifik, yaitu tujuan yang harus dicapai harus spesifik dan tidak
menimbulkan arti ganda, Measurable, yaitu dimana tujuan keperawatan
harus dapat diukur, kususnya tentang prilaku pasien (dapat dilihat,
didengar, dirasakan, dan dibau), Achiveble, yaitu tujuan harus dapat
dicapai dan hasil yang diharapkan ditulis oleh perawat sebagai standar
mengukur
respon
klien
terhadap
Reasonable/Realistis,
yaitu
dimana
asuhan
tujuan
keperawatan,
harus
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, tujuan dan hasil diharapkan
singkat dan realistis dan dapat memberikan pada perawat serta klien rasa
pencapaian, , Time yaitu batas pencapaian harus mempunyai waktu yang
jelas.
Berdasarkan
diagnosa keperawatan menurut NANDA (2012)
yang muncul pada pasien diabetes melitus tipe II meliputi :
a.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
(hiperglikemia), polidipsia, poliuria.
26
1) Tujuan
: Mencapai keseimbangan cairan serta elektrolit
dalam tubuh, mengendalikan kadar glukosa
darah yang optimal.
2) Kriteria hasil
: Mendemonstrasikan
hidrasi
adekuat
dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer
teraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
haluaran urine tepat secara individu, dan kadar
elektrolit dan basa dalam batas normal.
3) Intervensi
:
a) Pantau tanda-tanda vital pasien.
Rasional
: hipovolemia
hipotensi
dapat
dan
dimanifestasikan
takikardi.
Perkiraan
oleh
berat
ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika
tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari
10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi
duduk atau berdiri.
b) Observasibalance cairan dan pengeluaran.
Rasional
: membantu dan memperkirakan kekurangan
volume total, tanda dan gejala mungkin sudah
ada pada beberapa waktu sebelumnya.
c) Ukur berat badan setiap hari.
Rasional
: memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari
status cairan yang sedang berlangsung dan
27
selanjutnya
dalam
memberikan
cairan
pengganti.
d) Pertahankan pemberian cairan kurang lebih 2500 ml/hari
dalam batas yang dapat ditoleransi oleh jantung jika
pemasukan cairan melalui oral sudah dapat diberikan.
Rasional :
pertahankan hidrasi, volume sirkulasi
e) Kolaborasiberikan terapi cairan sesuai indikasi; Normal
salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa
dekstrosa
Rasional :
tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada
derajat kekurangan cairan dan respon
pasien secara individual.
b.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk menggunakan glukosa, yang menyebabkan
kehilangan berat badan, ketidakcukupan insulin (penurunan dan
penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan
metabolisme protein atau lemak), mual atau muntah, defisiensi
protein dalam tubuh.
1) Tujuan
: Mengendalikan kadar glukosa darah yang
optimal, meningkatkan kembali berat badan,
mencapai keseimbangan metabolik.
2) Kriteria Hasil
: Mencerna jumlah kalori atau nutrien yang
tepat,
menunjukkan
tingkat
energi
28
sebelumnya, mendemonstrasikan berat badan
stabil atau penambahan ke arah rentang
biasanya atau yang diinginkan dengan hasil
laboratorium normal.
3) Intervensi
:
a) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi
Rasional :
Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
(termasuk absorbsi dan utilisasinya)
b) Tentukan program diit dan pola makan pasien dan
bandingkan dengan dengan makanan yang dapat dihabiskan
pasien.
Rasional :
Mengidentifikasi
kekurangan
dan
penyimpangan kebutuhan terapeutik
c) Observasi tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat
kesadaran, kulit lembab atau dingin, denyut nadi cepat,
lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing,
sempoyongan.
Rasional :
Karena metabolisme karbohidrat terjadi (gula
darah akan berkurang) dan sementara tetap
diberikan insulin maka hipoglikemia dapat
terjadi.
d) Kolaborasi pengobatan insulin secara teratur dengan metode
IV secara kontinu.
29
Rasional :
Insulin reguler memiliki awitan cepat dan
karenanya
dengan
cepat
pula
dapat
membantu memindahkan glukosa ke dalam
sel.
e) Kolaborasi berikan kira-kira 60% karbohidrat, 20% protein
dan 20% lemak dalam penataan makan/pemberian makanan
tambahan.
Rasional :
Komplek karbohidrat (seperti jagung, wortel,
brokoli, buncis, gandum dll) menurunkan
kadar
glukosa
kolesterol
darah
dan
meningkatkan rasa kenyang.
c.
Nyeri berhubungan dengan asidosismetabolik yang menyebabkan
nyeri abdomen.
1) Tujuan
: Nyeri dapat terkontrol
2) Kriteria Hasil : Mengungkapkan nyeri hilang atau terkontrol,
mempu mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi
dan distraksi yang dapat mengurangi rasa nyeri.
3) Intervensi
:
a) Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun nonverbal,
catat lokasi, intensitas dan lamanya.
Rasional
:
Bermanfaat
menentukan
dalam
pilihan
efektifitas terapi.
mengevaluasi
intervensi,
nyeri,
menentukan
30
b) Letakkan pasien dalam posisi semifowler.
Rasional
: mengurangi rasa nyeri serta posisi semifowler
dapat mengurangi tegangan otot abdominal
c) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi dan
distraksi.
Rasional
: membantu memfokuskan kembali dan membantu
pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman
secara lebih efektif.
d) Berikan kompres dingin jika diindikasikan.
Rasional
: menurunkan edema jaringan dan menurunkan
persepsi terhadap nyeri.
e) Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik.
Rasional
: menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman serta
meningkatkan istirahat.
d.
Infeksi berhubungan dengan komplikasi kronik DM: ulkus.
1) Tujuan
: tanda-tanda
infeksi
akan
hilang
dengan
dibuktikan oleh keadaan status imun pasien,
pengetahuan yang penting: pengendalian infeksi
dan pengendalian resiko.
2) Kriteria Hasil :
a) Mengidentifikasi
intervensi
menurunkan risiko infeksi.
untuk
mencegah
atau
31
b) Mendemonstrasikan tehnik, perubahan gaya hidup untuk
mencegah terjadinya infeksi.
3) Intervensi :
a) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti
demam, kemerahan adanya pus pada luka, sputum purulen,
urine warna keruh atau berkabut.
Rasional
: Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang
biasanya
telah
mencetuskan
keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
nosokomial.
b) Pertahankan tehnik aseptik pada prosedur invasif (seperti
pemasangan infus, kateter Folley dan sebagainya).
Rasional
: Kadar glukosa tinggi dalam darah menjadi
media tumbuh kuman.
c) Berikan perawatan kulit yang teratur dan massase daerah
tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering
dan tetap kencang (tidak berkerut).
Rasional
: Sirkulasi
perifer
bisa
terganggu
yang
menempatkan pasien pada peningkatan risiko
terjadinya kerusakan pada kulit / iritasi kulit
dan infeksi.
d) Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan
indikasi.
32
Rasional
: untuk mengidentifikasi organisme sehingga
dapat memilih/memberikan antibiotik terapi
yang terbaik.
e) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional
: Penanganan awal dapat membantu mencegah
timbulnyasepsis.
e.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan insufisiensi insulin,
kehilangan kalori, peningkatan energi.
1) Tujuan
: Kelemahan
fisik
pasien
kurang,
pasien
mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
2) Kriteria Hasil
: Keadaan umum pasien membaik, pasien tidak
merasa
lemah,
aktivitasnya
pasien
secara
dapat
melakukan
mandiri
dapat
menunjukkan perbaikan untuk berpartisipasi
pada aktivitas yang di inginkan.
3) Intervensi
:
a) Kaji respon pasien terhadap aktivitas, pertahankan adanya
kelemahan dan keletihan.
Rasional : Endokarditis
dapat
terjadi
sehingga
mempengaruhi curah jantung.
b) Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan irama jantung
sebelum atau sesudah aktivitas.
33
Rasional : Membantu menurunkan derajat dekompensasi
jantung dan tekanan darah.
c) Ubah posisi miring di tempat tidur, bantu latihan gerak pasif
atau aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi atau menurunkan waktu
satu area yang mengganggu aliran darah.
d) Berikan bantuan dalam aktivitas atau ambulasi bila perlu ,
memungkinkan untuk melakukannya sebanyak mungkin.
Rasional : Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan
bila pasien melakukan sesuatu sendiri.
e) Anjurkan
pasien
untuk
menghentikan
aktivitas
bila
palpitasi, nyeri dada, nafas pendek, kelemahan, atau pusing
terjadi.
Rasional : Regangan/stres
dapat
kardiopulmonal
menimbulkan
berlebihan
dekompensasi
atau
kegagalan.
f.
Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fungsi/struktur
tubuh.
1) Tujuan
: pasien dapat mengembalikan rasa percaya
dirinya, anggota tubuh tidak mengalami
perubahan fungsi.
2) Kriteria Hasil
: mengungkapkan
keadaan
diri
penerimaan
sendiri,
terhadap
menunjukkan
kemampuan adaptasi terhadap perubahan
34
yang terjadi dengan merencanakan tujuan
yang realistik dan berpartisipasi aktif dengan
orang lain.
3) Intervensi
:
a) Atur periode singkat untuk bicara tanpa diganggu dan
dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keadaanya.
Rasional :
membina
hubungan
dan
meningkatkan
keterbukaan dengan pasien serta membantu
dalam mengevaluasi berapa banyak masalah
yang dapat diubah oleh pasien.
b) Anjurkan
pasien
untuk
menggunakan
ketrampilan
manajemen stres, misal : relaksasi.
Rasional :
meminimalkan
perasaan
meningkatkan,
kemampuan
meningkatkan
stress,
frustasi,
koping
kemampuan
dan
untuk
mengendalikan diri.
c) Dorong pasien untuk membuat daftar bantuan orang
terdekat dalam menghadapi stress.
Rasional :
pasien tidak akan merasa sendirian jika dia
bercerita pada orang lain dan meminta
bantuan dalam memecahkan masalahnya
serta dapat menumbuhkan rasa berguna
dalam berhubungan dengan orang lain.
35
d) Dorong pasien untuk membuat pilihan dan berpartisipasi
dalam perawatan diri sendiri.
Rasional :
dapat
membantu
meningkatkan
tingkat
kepercayaan diri, memperbaiki harga diri,
menurunkan pikiran terus menerus terhadap
perubahan,
dan
meningkatkan
perasaan
terhadap pengendalian diri.
e) Sarankan untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya
telah terkontrol dan gejalanya telah berkurang.
Rasional :
dapat menolong pasien untuk melihat hasil
dari pengobatan yang telah dilakukan.
4.
Implementasi
Implementasi adalah pelaksana rencana keperawatan oleh
perawat dan pasien, merupakan proses keempat dari tahap keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Fokus
utama dari komponen inplementasi adalah pemberian
asuhan
keperawatan yang aman. Implementasi perencanaan berupa penyelesaian
tindakan yang diperlukan untuk memenuhi kriteria hasil seperti yang
digambarkan dalam rencana tindakan, tindakan dapat dilaksanakan oleh
perawat, anggota keluarga, tim kesehatan lain, atau kombinasi dari tim
yang disebutkan diatas (Dermawan, 2012).
36
5.
Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap mengukur pencapaian tujuan klien
dan menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang
terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (Nursalam, 2009).
Tipe pernyataan tahapan evaluasi dapat dilakukan secara evaluasi
formatif (evaluasi yang dilakukan selama proses keperawatanaa) dan
evaluasi sumatif (evaluasi akhir) serta penulisan evaluasi keperawatan
berdasarkan SOAP, S (Subjective data atau data subjektif), O (Objective
data atau data objektif), A (Analsis atau Analisis), P (Plan of care atau
rencana tindak lanjut asuhan keperawatan) (Dermawan, 2012).
6.
Pengertian kadar glukosa darah
a.
Definisi
Glukosa merupakan bentuk bikarbonat yang paling sederhana
yang di absobsi kedalam cairan darah melalui sistem pencernaan.
Kadar glukosa darah ini biasanya akan meningkat setelah makan dan
biasanya akan turun pada pagi hari sebelum orang makan.
Kadar
glukosa
darah
untuk
mempertahankan
diatur
melalui
keseimbangan
umpan
balik
negatif
di
dalam
tubuh
(Price & Wilson, 2006).
Kadar glukosa didalam darah dimonitor oleh pangkreas, bila
konsentrasi glukosa menurun karena dikonsumsi untuk memenuhi
kebutuhan energi tubuh, pangkreas melepas glukagon, hormon yang
menargetkan sel- sel dihati kemudian sel- sel ini mengubah glikogen
menjadi glukosa (proses ini disebut glikogenesis). Glukosa
37
dilepaskan kedalam aliran darah, hingga meningkatkan kada glukosa
darah (Ignatavicius & Walkman, 2006 dalam mashudi, 2011).
Konsentrasi glukosa darah sangat penting dipertahankan pada
kadar yang ckup tinggi dan setabil sekitar 70 – 120 mg/dl untuk
mempertahankan fungsi otak dan suplai jaringan secara obtimal.
Kadar glukosa darah juga perlu dijaga agar tidak meningkat terlalu
tinggi (Hiperglikemia) peningkatan glukosa juga berpengaruh
terhadap tekanan osmotik cairan ekstra seluler (Waspadji, 2009
dalam mashudi 2011).
7.
Dzikir
a.
Pengertian
Dzikir adalah mengingat Allah dengan segala sifat-sifatNya,
pengertian dzikir tidak terbatas pada bacaan dzikir itu sendiri (dalam
arti sempit), melainkan meliputi segala bacaan sholat maupun
prilaku kebaikan lainnya sebagaimana yang diperintahkan dalam
agama (Hawari, 2008).
b.
Manfaat Dzikir
Diantara manfaat dzikir antara lain :
1) Mampu mengusir setan
2) Mendapatkan Ridho dari Allah SWT
3) Menyelamatkan kegelisahan dan kecemasan kalbu
4) Menghidupkan mahabbah dengan Allah
38
5) Kesibukan lisan karna dzikir yang berkesinambungan dapat
menghindarkan kita dari dosa
6) Melenyapkan rasa cemas dalam hati karna persoalan dunia yang
tidak terpecahkan.
c.
Diantara manfaat Dzikir
d.
Langkah-langkah melakukan dzikir
Langkah-langkah pemberian dzikir ini merupakan modifikasi
pemberian relaksasi dari benson dengan melibatkan faktor keyakinan
pada pasien, yaitu :
1) Memilih kata sesuai keyakinan dan kata tersebut digunakan
sebagai fokus pengantas meditasi, dan kata tersebut sebaiknya
memiliki arti terutama kata yang dapat menimbulkan munculnya
kondinsitransen-densi, diharapkan kata tertentu tersebut dapat
meningkatkan respon relaksasi pasien dengan memberikan
kesempatan untuk memilih faktor keyakinan tertentu yang dapat
memberikan pengaruh, contoh : dengan beristigfar atau
melafadzkan takbir. Pemilihan kata untuk meditasi dzikir
sebaiknya dipilih kata yang singkat agar bisa diucapkan dalam
hati ketika menghembuskan nafas secara normal, metode dzikir
yang digunakan kali ini adalah kata istigfar “Astagfirullah”
karena kata ini sangat singkat dan dapat langsung menuju
kepada objek transendensi.
39
2) Atur posisi tubuh yang nyaman sebelum memulai relaksasi
dzikir, carilah posisi yang nyaman dan sehingga posisi tidak
mengganggu pikiran, posisi bisa dilakukan degan setengah
duduk di tempat tidur, bersila, ataupun berbaring ditempat tidur.
Lingkungan diatur sedemikian rupa agar tidak mengganggu
proses dzikir misalnya kebisingan, bau-bauan yang tidak sedap
atau pakaian yang terlalu ketat.
3) Kemudian
pejamkan
mata
secara
perlahan
dan
secara
wajar,karna pemejaman secara paksaan akan membuat otot-otot
menjadi tidak rileks.
4) Lemaskan otot-otot dimulai dari kaki, betis, paha, perut dan
seterusnya hingga kepala. Caranya dengan merasakan otot yang
akan dirilekan kemudian otot tersebut diperintahkan untuk
dirilekskan, contoh : kita akan melemaskan kaki, maka kita
memerintahkan kaki kita untuk “Lemas..Lemas..”, sambil
merasakan dan membiarkan otot kaki perlahan melemas dan
rileks.
5) Perhatikan nafas kemudian mulailah menggunakan kata yang
berfokus pada keyakinan. Bernafaslah perlahan dengan wajar
dan jangan memaksakan iramanya dan ditahap ini mulai
mengulang-ulang kata yang dipilih diawal sambil mengeluarkan
nafas.
40
6) Pertahankan sikap karena ini penting untuk membangkitkan
respon relaksasi. Saat mulai duduk dan mengulang kata yang
dipilih untuk dzikir, bermacam-macam fikiran akan muncul
yang akan mengalihkan fikiran dzikir kita. Tehnik untuk
menghindarinya adalah dengan tidak memikirkannya dan tidak
memaksa untuk menghilangkan gangguan tersebut.
41
B. Kerangka Teori
Penyebab
Diabetes
Melitus Tipe II:
- Gaya Hidup
- Kebiasaan merokok
- Stress
- Faktr usia
- Mengkonsumsi
alkohol
Penyakit Diabetes
Militus
Kadar Glukosa Darah
Meningkat
Pemberian terapi
dzikir
Kadar Glukosa
Darah Menurun
Gambar 2.1 Kerangka teori
Parkeni, 2011
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Subjek aplikasi riset adalah pemberian terapi dzikir terhadap penurunan kadar
glukosa darah pada pasien Ny.N dengan diabetes mellitus tipe II .
B. Tempat Dan Waktu
Aplikasi riset ini dilakukan di RSUD Salatiga diruang penyakit dalam wanita
flamboyan 3 pada tanggal 4 – 17 januari 2016
C. Media Dan Alat Yang Digunakan
Dalam aplikasi riset ini bahan yang digunakan adalah tempat tidur dan
glukometer.
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset
Langkah-langkah pemberian dzikir ini merupakan kombinasikan tehnik
relaksasi dengan melibatkan factor keyakinan dari benson (2006) ,yaitu :
1.
Memilih kata sesuai keyakinan dan kata tersebut digunakan sebagai focus
pengantar meditasi, dan kata tersebut sebaiknya memiliki arti terutama
kata yang dapat menimbulkan munculnya kondinsitransen-densi,
diharapkan kata tertentu tersebut dapat meningkatkan respon relaksasi
pasien dengan memberikan kesempatan untuk memilih faktor keyakinan
tertentu
yang
dapat
memberikan
42
pengaruh,
contoh
:
dengan
43
Beristigfar atau melafadzkan takbir. Pemilihan kata untuk meditasi dzikir
sebaiknya dipilih kata yang singkat agar bias diucapkan dalam hati ketika
menghembuskan nafas secara normal, metode dzikir yang digunakan kali
ini adalah kata istigfar “Astagfirullah” karena kata ini sangat singkat dan
dapat langsung menuju kepada objek transendensi.
2.
Atur posisi tubuh yang nyaman sebelum memulai relaksasi dzikir, carilah
posisi yang nyaman dan sehingga posisi tidak mengganggu pikiran,
posisi bias dilakukan degan setengah duduk di tempat tidur, bersila,
ataupun berbaring ditempat tidur. Lingkungan diatur sedemikian rupa
agar tidak mengganggu proses dzikir misalnya kebisingan, bau-bauan
yang tidak sedap atau pakaian yang terlalu ketat.
3.
Kemudian pejamkan mata secara perlahan dan secara wajar, karna
pemejaman secara paksaan akan membuat otot-otot menjadi tidak rileks.
4.
Lemaskan otot-otot dimulai dari kaki, betis, paha, perut dan seterusnya
hingga kepala. Caranya dengan merasakan otot yang akan dirilekan
kemudian otot tersebut diperintahkan untuk dirilekskan, contoh : kita
akan melemaskan kaki, maka kita memerintahkan kaki kita untuk
“Lemas..Lemas..”, sambil merasakan dan membiarkan otot kaki perlahan
melemas dan rileks.
5.
Perhatikan nafas kemudian mulailah menggunakan kata yang berfokus
pada keyakinan. Bernafaslah perlahan dengan wajar dan jangan
memaksakan iramanya dan ditahap ini mulai mengulang-ulang kata yang
dipilih diawal sambil mengeluarkan nafas.
44
6.
Pertahankan sikap karena ini penting untuk membangkitkan respon
relaksasi. Saat mulai duduk dan mengulang kata yang dipilih untuk
dzikir, bermacam-macam fikiran akan muncul yang akan mengalihkan
fikiran dzikir kita. Tehnik untuk menghindarinya adalah dengan tidak
memikirkannya dan tidak memaksa untuk menghilangkan gangguan
tersebut.
E. ALAT UKUR
Glukometer dan gambar table rentan normal GDS.
Gambar 3.1 Rentan Optimal GDS Normal
Gammadynacare labs 2011
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Pasien seorang perempuan berusia 49 tahun dengan inisial Ny.N
beragama Islam, bertempat tinggal di Mangunsari Salatiga, pendidikan
SMTA dengan diagnosa medis Diabetes Mellitus 2, masuk rumah sakit pada
tanggal 31 Desember 2015 jam 14:22, selama sakit yang bertanggung jawab
atas nama Tn.M 44 tahun pekerjaan petani, pendidikan SMA bertempat
tinggal di Mangunsari Salatiga hubungan dengan pasien adalah saudara.
B. Pengkajian
Pengkajian pada tanggal 06 Januari 2016 jam 07.30 WIB dengan
metode Autoanamnesa dan Alloanamnesa melalui pengamatan, observasi
langsung, pemeriksaan fisik, memahami catatan medis, dan catatan perawat.
Keluhan yang utama yang di rasakan pasien adalah sesak nafas tampak
pernafasan cuping hidung, ada otot bantu nafas diafragma dan intercosta,
respirasi 26 x/menit. Dengan riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan
sesak nafas selama 2 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengatakan
nafsu makan meningkat (cepat lapar, lemas) saat makan terkadang merasa
mual, aktivitas dibantu keluarga, pasien juga mengatakan mempunyai riwayat
diabetes mellitus dan tidak pernah memeriksakan kadar glukosa darahnya
secara rutin sehingga keluarga membawa pasien ke IGD RSUD kota Salatiga
45
46
di IGD pasien di periksa oleh Dokter dan dilakukan pengkajian oleh perawat
didapatkan keadaan umum baik kesadaran Composmentis, akral hangat,
diberi oksigen 0,2 liter, dan didapatkan tanda tanda vital : tekanan darah
130/80 mmHg, respirasi 26 kali/menit, Suhu 36,5Co, nadi 80kali/menit, dan
di cek gula darah sewaktu360mg/dl. Pasien terpasang infus RL 20 tpm,
injeksi IV cefriaxsone 1 gram. Kemudian oleh dokter dianjurkan rawat inap
di rumah sakit. Setelah keluarga setuju pasian di pindah ke bangsal
flamboyan 3 dan mendapatkan perawatan.
1.
Pengkajian Riwayat Keperawatan
Riwayat Penyakit dahulu, pasien mengatakan pernah di rawat di
rumah sakit dengan penyakit Diabetes Mellitus ditahun 2011, dan saat
anak-anak pasien pernah sakit flu,batuk, dan demam tetapi tidak sampai
di rawat inap dirumah sakit pasien tidak pernah mengalami kecelakaan
ataupun operasi. Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat dan makanan.
Riwayat kesehatan lingkungan, merupakan lingkungan yang bersih
terdapat ventilasi, air bersih dan cukup.
Riwayat
kesehatan
keluarga
pasien
mengatakan
didalam
keluarganya ada yang menderita penyakit seperti dirinya yaitu almarhum
ibunya dan pasien juga mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang
menderita penyakit menurun maupun menular seperti asma, TBC,
Hepatitis, Hipertensi dll.
47
keterangan:
: Perempuan / Laki-laki
: Meninggal
: Menikah
: Pasien
: Tinggal Satu Rumah
2.
Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional
Pola presepsi dan pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan
kesehatan sangat berarti, dan paling berharga dibanding apapun, pasien
juga mengatakan jika ada salah satu keluarga yang sakit selalu
memeriksakan ke puskemas atau dokter.
Pola nutrisi, pasien mengatakan sebelum sakit makan 3 kali
sehari makanan yang di konsumsi sayur, lauk, nasi, satu porsi habis
minum air putih dan teh dan tidak ada keluhan, selama sakit makan 3 kali
48
sehari makanan yang di konsumsi nasi, sayur, lauk, habis setengah porsi
minum susu dan air putih dari RS keluhanya tidak ada.
Pola eliminasi BAB sebelum sakit pasien mengatakan biasanya
BAB 1 sampai 2 kali sehari dengan konsistensi lunak, berbau khas warna
kuning kecoklatan dan selama sakit pasien mengatakan BAB 1 kali
sehari dengan konsistensi lunak, berbau khas berwarna kuning
kecoklatan.
Pola eliminasi BAK sebelum sakit mengatakan kira kira BAK 5
sampai 6 kali sehari, berjumlah kurang lebih 1200cc sampai 1600cc
berwarna kuning dan tidak ada keluhan, selama sakit mengatakan BAK 9
sampai 10 kali sehari berjumlah kurang lebih 1800cc sampai 1900cc
berbau khas berwarna kuning tidak ada keluhan.
Pola aktifiktas dan latihan, sebelum sakit pasien bisa melakukan
makan atau minum, mandi, toleting, berpakaian, mobilisasi di tempat
tidur, berpindah dan ROM semuanya bisa pasien lakukan secara mandiri,
sedangkan selama sakit pasien dalam melakukan aktivitas atau latihan
harus dibantu orang lain ataupun alat.
Pola kognitif dan perceptual, pasien mengatakan sebelum sakit
pengliatan jelas, pendengaran normal, indra perasa (pengecapan) normal,
perabaan serta penciuman masih normal dan tetepa berkomunikasi
dengan baik, selama sakit fungsi dari panca indra masih normal sama
seperti sebelum pasien sakit.
49
Pola istirahat dan tidur, sebelum sakit pasien mangatakan tidak
pernah tidur siang, dan tidur malam selama kurang lebih 8 jam dan tidak
mengalami gangguan. Selama sakit kurang lebih pasien tidur malam 6
sampai 7 jam dan tidak bisa tidur siang dan pasien mengatakan kurang
nyaman dengan lingkungan rumah sakit karena banyak pengunjung
sehingga pasien merasa terganggu.
Pola presepsi dan konsep diri, pasien mengatkan sebelum sakit
dapat melakukan aktivitasnya secara mandiri dan tidak tergantung pada
orang lain, dan selama sakit pasien melakukan aktivitas di bantu alat dan
orang lain (keluarga).
Pola seksual dan reproduksi, pasien mengatakan sebelum sakit
tidak memiliki gangguan reproduksi ataupun gangguan seksual dengan
suaminya dan sudah mempunyai 3 orang anak, dan selama sakit pasien
tidak pernah melakukan hubungan dengan suaminya dan tidak ada
gangguan reproduksi.
Pola mekanisme koping, pasien mengatakan sebelum sakit tidak
pernah mempunyai masalah dengan keluarganya, jikapun ada masalah
selalu di selesaikan dan dimusyawarahkan dengan keluarga secara baik,
dan selama sakit pasien mengatakan tidak pernah ada masalah dengan
keluarganya jikapun ada keluhan ataupun masalah segera cerita kepada
anak perempuanya.
50
Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit pasien mengatakan jarang
melakukan sholat 5 waktu dan selama sakit pasien mengatakan hampir
tidak pernah melakukan sholat 5 waktu.
3.
Hasil Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh penulis pada pasien,
didapatkan data yaitu : keadaan umum baik, kesadaran composmetis,
GCS (E;4, V:5, M:6). Pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah
130/80 mmHg, suhu tubuh 36,50C, denyut nadi 80 x/menit irama teratur,
pernafasan 26 x/menit irama teratur.
Pemeriksaan head to toe pada pemeriksa kepala didapatkan
bentuk mesochepal, kondisi rambut dan kulit kepala kotor dan lembab,
rambut berwarna hitam sedikit beruban dan pendek. Pemeriksaan mata
didapatkan sclera tidak ikterik, simetris antara kanan dan kiri,
konjungtiva tidak anemis, reflek terhadap cahaya +/+, pupil isokor dan
tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pada pemeriksaan telinga
didapatkan bahwa keadaan bersih, simetris kanan dan kiri, ketajaman
pendengaran tidak ada gangguan, dan tidak menggunakan alat bantu
pendengaran. Pada pemeriksaan hidung didapatkan hidung dalam
keadaan bersih, tidak ada secret di dalam hidung, tidak ada polip. Pada
leher bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada
distensi vena leher, nadi karotis terada kuat, reflek menelan baik tidak
ada gangguan, dan tidak ada kaku kuduk. Warna bibir merah, keadaan
51
bibir bersih, lidah bersih, mukosa bibir tidak kering, bentuk simetris dan
tidak ada stomatitis.
Pada pemeriksaan jantung dengan teknik Inspeksi (melihat) yaitu
bentuk dada terlihat simetri tidak ada pembesaran pada dada sebelah kiri,
tidak ada jejas.Palpasi (meraba) didapatkan hasil ictuscordis tidak
tampak, ictusordis teraba kuat di ICS 4 dan 5. Pekusi (mengetuk)
didapatkan suara jantung terdengar pekak. Auskultasi (mendengarkan)
yaitu hasilnya bunyi jantung regular I (Lub) dan bunyi jantung II (Dub)
dan tidak terdengar bunyi tambahan.
Pemeriksaan fisik paru-paru dengan teknik Inspeksi (melihat)
didapatkan hasil yaitu paru-paru terlihat ada hasil yaitu paru-paru terlihat
simetris kanan dan kiri, tidak terlihaat ada luka dan jejas. Palpasi
(meraba) di dapatkan vocal fremitus kanan dan kiri sama, ekspansi paru
kanan dan kiri sama, pengembangan dada kanan dan kiri sama. Perkusi
(mengetuk) didapatkan terdengar suara sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi (mendengarkan) yaitu bunyi nafas vesikuler (inspirasi lebih
besar dari ekspirasi), terdengar suara tambahan wheezing.
Pemeriksaan Abdomen dengan teknik Inspeksi (melihat) yaitu
bentuk perut terlihat simetris tidak buncit, warnna terlihat kecoklatan
sawo matang, tidak ada luka, tidak ada penonjolan umbilicus. Pada
pemeriksaan yang menggunkan taknik auskultasi (mendengarkan)
didapaktan bahwa peristaltic usus 16 x/menit. Pada pemeriksaan dengan
teknik perkusi (mengetuk) terdapat pada kuadran I suara redup, pada
52
kuadran II suara timpani, dan pada kuadran III dan IV terdengar suara
timpani. Kemudian pemeriksaan dengan teknik palpasi (meraba) yaitu
tidak ada pembesaran hati dan tidak ada nyeri takan.
Pemeriksaan genetalia hasilnya bersih, tidak terpasang selang
kateter. Pemeriksaan anus bersih, tidak ada hemoroid. Pemeriksaan
ekstermitas atas dan bawah kekuatan otot kanan dan kiri 4, terpasang
infuse di tangan kanan, tidak ada cacat ataupun luka, capillaryrefile
kurang dari 2 detik, peradapan akral hangat. Pemeriksaan Integumen
tidak ada oedema, tidak ada jejas,warna kulit kecoklatan sawo matang,
turgor kulit kembali dalam 2 detik.
4.
Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 06 Januari 2016
didapatkan Glukosa darah sewaktu 360 mg/ dl (nilai normal 70-150 mg/
dl), hemoglobin 11.8 gr/dl (nilai normal 14.00-18.00 gr/dl), Hematokrit
32.2 % (nilai normal 40.00 – 54.00%), leokosit 4.37 (nilai normal 4,511gr/dl), trombosit 383% (nilai normal 150-450%), MCV 82,3 FL(nilai
normal 86-108 FL). MCH 27,3 Pg (nilai normal 28.0-31.0 Pg, MCHC
33,2 g/dl (nilai normal 30.0-35.00 g/dl), eritrosit 2,89 % (nilai normal
4,50-5,50%), ureum 97mg/dl (nilai normal 10-50mg/dl), creatinin
1,8mg/dl (nilai normal 1,0-1,3mg/dl), Hdl cholesterol 42mg/dl (nilai
normal > 45), cholesterol total 181mg/dl (nilai normal < 200), SGOT 17
(nilai normal < 37 ), SGPT 8 (nilai normal <42)
53
Dari hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 07 Januari 2016
didapatkan Glukosa darah sewaktu 279 mg/ dl (nilai normal 70-150 mg/
dl), hemoglobin 11.8 gr/dl (nilai normal 14.00-18.00 gr/dl), Hematokrit
32.2 % (nilai normal 40.00 – 54.00%), leokosit 4.37 (nilai normal 4,511gr/dl), trombosit 383% (nilai normal 150-450%), MCV 82,3 FL(nilai
normal 86-108 FL). MCH 27,3 Pg (nilai normal 28.0-31.0 Pg, MCHC
33,2 g/dl (nilai normal 30.0-35.00 g/dl), eritrosit 2,89 % (nilai normal
4,50-5,50%), ureum 97mg/dl (nilai normal 10-50mg/dl), creatinin
1,8mg/dl (nilai normal 1,0-1,3mg/dl), Hdl cholesterol 42mg/dl (nilai
normal > 45), cholesterol total 181mg/dl (nilai normal < 200), SGOT 17
(nilai normal < 37 ), SGPT 8 (nilai normal <42)
Dari hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 08 Januari 2016
didapatkan Glukosa darah sewaktu 259 mg/ dl (nilai normal 70-150 mg/
dl), hemoglobin 11.8 gr/dl (nilai normal 14.00-18.00 gr/dl), Hematokrit
32.2 % (nilai normal 40.00 – 54.00%), leokosit 4.37 (nilai normal 4,511gr/dl), trombosit 383% (nilai normal 150-450%), MCV 82,3 FL(nilai
normal 86-108 FL). MCH 27,3 Pg (nilai normal 28.0-31.0 Pg, MCHC
33,2 g/dl (nilai normal 30.0-35.00 g/dl), eritrosit 2,89 % (nilai normal
4,50-5,50%), ureum 97mg/dl (nilai normal 10-50mg/dl), creatinin
1,8mg/dl (nilai normal 1,0-1,3mg/dl), Hdl cholesterol 42mg/dl (nilai
normal > 45), cholesterol total 181mg/dl (nilai normal < 200), SGOT 17
(nilai normal < 37 ), SGPT 8 (nilai normal <42)
54
5.
Terapi
Terapi obat yang diberikan pada tanggal 06 januari 2016 dengan
jenis obat : novorapid diberikan dengan dosis 14 unit pada pagi, 14 unit
pada siang, fungsi novorapid dapat memperlambat absobsi makanan atau
meningkatkan kebutuhan insulin, Metformin di berikan 500mg, 3x1 atau
/8 jam fungsi dari metformin adalah sebagai terapi pendamping insulin
bagi penderita diabetes mellitus, infus RL diberikan 20 tpm fungsi dari
RL adalah pengganti cairan tubuh yang hilang, ceftriaxone diberikan
1gram/8jam. Fungsi dari ceftriaxone adalah penyembuhan untuk gram
positif dan negative pada saluran nafas.
Terapi obat yang diberikan pada tanggal 08 januari 2016 dengan
jenis obat : novorapid diberikan dengan dosis 14 unit pada pagi, 14 unit
pada siang, fungsi novorapid dapat memperlambat absobsi makanan atau
meningkatkan kebutuhan insulin, metformin di berikan 500mg, 3x1 atau
/8 jam fungsi dari metformin adalah sebagai terapi pendamping insulin
bagi penderita diabetes mellitus, infus RL diberikan 20 tpm fungsi dari
RL adalah pengganti cairan tubuh yang hilang, ceftriaxone diberikan
1gram/8jam. Fungsi dari ceftriaxone adalah penyembuhan untuk gram
positif dan negative pada saluran nafas.
Terapi obat yang diberikan pada tanggal 08 jnuari 2016 dengan
jenis obat : novorapid diberikan dengan dosis 14 unit pada pagi, 14 unit
pada siang, fungsi novorapid dapat memperlambat absobsi makanan atau
meningkatkan kebutuhan insulin, metformin di berikan 500mg, 3x1 atau
55
/8 jam fungsi dari metformin adalah sebagai terapi pendamping insulin
bagi penderita diabetes mellitus, infus RL diberikan 20 tpm fungsi dari
RL adalah pengganti cairan tubuh yang hilang, ceftriaxone diberikan
1gram/8jam. Fungsi dari ceftriaxone adalah penyembuhan untuk gram
positif dan negative pada saluran nafas.
C. Perumusan masalah
Perencanaan masalah keperawatan pada tanggal 06 januari 2016 jam
07:45, penulis menegakkan diagnose keperawatan ketidakefektifitan pola
nafas berhubungan dengan hiperventilasi. Diagnosa tersebut di tunjang
dengan data subjektif pasien mengatakan sesak nafas, data obyektif
pernafasan cuping hidung, ada otot bantu nafas intercosta dan diafragma,
respirasi 26 x/menit. Jam 08:15 WIB di dapat data subjektif pasien
mengatakan lemas, aktifitas masih dibantu keluarganya, data objektif ADL
masih di bantu keluarga, pasien berbaring di tempat tidur, TD 130/80 mmHg,
suhu 36,50C. Nadi 80 x/menit ,RR 26 x/menit, sehinggi penulis dapat
menegakan diagnose keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan umum, jam 08:35 WIB data subjektif pasien mengatakan tidak
mengerti bagaimana cara memeriksa atau mengetahui kadar glukosa darah,
data objektif pasien bingung, GDS 360 mg/ dl, kulit pasien baik tidak ada
luka, penulis dapat menegakkan diagnose keperawatan resiko ketidak stabilan
kadar glukosa darah berhubungan dengan glukosa darah tidak adekuat.
56
D. Prioritas Diagnosa
Berdasarkan analisa data diatas penulis dapat memprioritaskan
diagnose keperawatan, yaitu prioritas diagnose keperawatan yang utama
adalah ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi,
prioritas ke dua adalah intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
umum, prioritas ketiga adalah resiko ketidak stabilan kadar glukosa darah
berhubungan dengan pemantauan glukosa darah tidak adekuat.
E. Intervensi keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil pada diagnosa utama adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan pola nafas
pasien menjadi efektif dengan kriteria hasil RR 16-20 x/menit, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak menggunakan otot bantu nafas, pasien
terlihat tenang. Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis
membuat
perencanaan
tindakan
keperawatan
yaitu
observasi
status
pernafasan, rasional untuk mengetahui seberapa kebutuhan oksigen pasien,
ajarkan teknik relaksasi nafas dalam : rasional agar pasien dapat mengurangi
atau mengontrol sesak nafas, memberikan informasi mengenai pentingnya
oksigen bagi tubuh : rasional agar pasien mengerti bahwa oksigen sangat
penting bagi tubuh dan dapat meningkatkan kinerja otak, monitor aliran
oksigen sesuai kebutuhan pasien 2-3 liter : rasional untuk membantu
memenuhi kebutuhan oksigen sesuai kebutuhan pasien, posisikan setengah
duduk(semi fowler) : rasional untuk mengurangi sesak nafas, kolaborasikan
57
dengan dokter untuk pemberian oksigen 2 sampai 3 liter : rasional untuk
memberikan oksigen sesuai kebutuhan pasien,.
Tujuan dan kriteria hasil pada prioritas diagnos keperawatan yang
kedua adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan intoleransi aktivitas dapat teratasi dengan kriteria hasil TTV
dalam batas normal Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 60-80 x/menit, Suhu
36,50-37.50C, Respirasi 16-20 x/menit, pasien mampu melakukan aktifitas
secara mandiri, pasien tidak lemas. Berdasarkan tujuan dan criteria hasil
tersebut penulis membuat perencanaan tindakan keperawatan antara lain
monitor TTV ; rasional untuk mengetahui keadaan umum pasien, kaji adanya
faktor yang menyebabkan kelelahan : rasional untuk mengetahui penyabab
kelelahan dan untuk melakukan tindakan selanjutnya, anjurkan pasien berlatih
aktivitas secara mandiri seperti berjalan ke kamar mandi sendiri : rasional
untuk melatih pasien dapat beraktivitas secara mandiri.
Tujuan dan kriteria hasil pada prioritas diagnosa keperawatan yang
tiga adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kadar glukosa darah pasien dapat normal dengan kriteria hasil
GDS dalam batas normal 70-150 mg/dl, pasien dapat mempertahankan kadar
glukosa dasar tetap stabil. Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut
penulis membuat perencanaan tindakan keperawatan anatara lain cek kadar
glukosa darah rutin: rasional untuk mengetahui perkembangan kadar glukosa
darah, berikan informasi dan pengetahuan tentang tehnik terapi dzikir sebagai
penurun kadar glukosa darah dengan cara menyakinkan pasien terhadap terapi
dzikir : rasional untuk memberikan pasien informasi agar pasien mengerti
mengenai terapi dzikir sebagai penurun kadar glukosa darah, ajarkan teknik
58
terapi dzikir dengan cara : rasional agar pasien mengerti atau memahami
gerakan teknik terapi dzikir yang diajarkan, kolaborasi dengan tim dokter
untuk pemberikan obat injeksi insulin 14 unit 2x1: rasional utuk
mempertahankan kadar glukosa darah pasien tetap stabil, dan untuk
pemberian obat sesuai dosis berikan diit yang tepat : rasional untuk
mempertahankan kadar glukosa darah tetap seimbang.
F. Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada hari rabu
Tanggal 06 januari 2016
jam 07:45 penulis melakukan implementasi
berdasarkan intervensi yang telah dibuat. Pada prioritas diagnosa keerawatan
ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, tindakan
yang dilakukan pada tanggal 06 Januari 2016, jam 07:45 adalah mengajarkan
teknik relaksasi nafas dalam, respon subyektif : pasien mengatakan bersedia
diajarkan tehnik relaksasi nafas dalam, respon objektif : pasien tampak
mampu mendemonstrasikan dan kooperatif. Jam 08:00 memberikan informasi
mengenai
pentingnya oksigen bagi tubuh, respon subjektif: pasien
mengatakan bersedia menerima informasi dari perawat respon objektif :
pasien tampak mengerti dan menganggukan kepalanya. Jam 08:15
memberikan posisi setengah duduk : respon subjektif : pasien mengatakan
bersedia di posisikan setengah duduk, pasien mengatakan lebih nyaman
dengan posisi setengah duduk, respon objektif : pasien tampak rileks dengan
posisi setengah duduk, respirasi 26x/menit.
59
Diagnosa yang kedua, intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan tindakan keperawatan yang penulisan berikan pada tanggal 06
januari 2016 jam 09:00 adalah mengukur tanda tanda vital : respon subjektif :
pasien mengatakan bersedia dipriksa dan pasien mengatakan lemas, ADL
(Actvity Dealy Living) makan, minum, berpakaian dantoileting di bantu
keluarga, respon objektif : tekanan darah : 130/70 mmHg. Nadi : 82 x/menit ,
Respirasi : 26x/menit, Suhu : 360C. jam 09:15 mengkaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelaha respon subjektif: pasien mengatakan bolak-balik ke
kamar mandi, aktivitasnya masih di bantu keluargnya, respon objektif : pasien
tampak lemas. Jam 09:45 mengajarkan pasien untuk berlatih aktivitas secara
mandiri seperti berjalan ke kamar mandi sendiri respon subjektif : pasien
mengatakan bersedia diajarkan cara beraktivitas secara mandiri, respon
objektif : pasien masih tampak lemas dan belum bisa berlatih secara mandiri.
Diagnosa yang ketiga resiko ketidak stabilan kadar glukosa darah
berhubungan dengan pemantauan glukosa darah tidak adekuat tindakan
keperawatan yang penulis berikan pada tanggal 06 januari 2016 jam 10:00
memeriksa kadar glukosa darah sewaktu, respon subjektif : pasien bersedia di
periksa kadar glukosanya, respon objektif : GDS pasien 360mg/dl. Jam 10:15
memberikan informasi dan pengetahuan tentang tehnik terapi dzikir sebagai
penurun kadar glukosa darah, respon subjektif : pasien mengatakan bersedia
diberi pengetahuan dan informasi tehnik terapi dzikir oleh perawat, respon
objektif : pasien tampak mengerti dengan penjelasan yang diberikan perawat.
Jam 10:30 mengajarkan cara melakukan terapi dzikir untuk penurunan kadar
glukosa darah, respon subjektif : pasien mengatakan bersedia diberi dan
diajarkan terapi dzikir, respon objektif : pasien tampak mengerti dan bias
60
mengaplikasikannya. Jam 12:00 kolaborasi tim dokter untuk memberikan
injeksi insulin 14 unit, respon subjektif : pasien bersedia di injeksi insulin,
respon objektif : obat masuk melalui injeksi IM, tidak terjadi alergidi bagian
yang di injeksi. Jam 13:00 menganjurkan pasien untuk melakukan diit sesuai
ketentuan dari rumah sakit, respon subjektif : pasien mengatakan mengerti
tentang anjuran diit dari rumah sakit, respon objektif : pasien tampak
menganggukkan kepalanya. Jam 14:15 memeriksa kembali kadar glukosa
darah pasien, respon subjektif : pasien mengatakan bersedia dipriksa, respon
objektif GDS 343mg/dl .
Pada tanggal 07 januari 2016 tindakan keperawatan yang penulis
berikan pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan hiperventilasi. Jam 07:30 mengobservasi status pernafasan pasien
responsubjektif : pasien mengatakan sesak nafas sedikit berkurang, respon
objektif : pasien terpasang oksigen 2 liter respirasi 24 x/menit. Jam 07:45
mengukur tanda-tanda vital respon subjektif :pasien bersedia di TTV, respon
objektif : tekanan darah 120/80 mmHg. Nadi 80 x/menit, suhu 360C, Jam
08:00 Memberikan posisi setengah duduk, respon subjektif : pasien
mengatakan bersedia dan mengerti posisi setengah duduk, respon objektif :
pasien tampak rileks oksigen terpasang 2 liter, respirasi 23 x/menit.
Diagnosa ke dua intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
tindakan keperawatn tindakan keperawatan yang penulis berikan pada tanggal
07 januari 2016 Jam 08:45 mencegah terjadinya kelelahan, respon subjektif :
pasien mengatakan masih sering bolak balik kamar mandi tetapi sesekali
sudah bisa secara mandiri, respon objektif pasien tampak lebih terlihat sehat
dan tidak lemas. Jam 09:00 menganjurkan pasien untuk sering berlatih
61
beraktivitas secara mandiri dengan bertahap, respon subjektif pasien
mengatakan mengerti dengan anjuran dari perawat, respon objektif pasien
tampak sesekali beraktivitas dan kekamar mandi secara mandiri.
Dignosa yang ketiga resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
berhubungan dengan pemantauan glukosa darah tidak adekuat tindakan
keperawatan yang penulis berikan pada tanggal 07 januari 2015 jam 10:00
adalah memeriksa kadar glukosa darah pasien, respon subjektif : pasien
mengatakan bersedia di periksa, respon objektif : kadar glukosa darah
sewaktu pasien 306 mg/dl. Jam 10:30 menganjurkan pasien untuk melakukan
terapi dzikir yang telah diajarkan, respon subjektif pasien mengatakan
bersedia melakukan terapi dzikir yang telah diajarkan, respon objektif pasien
nampek sudah bisa melakukan terapi dzikir secara mandiri. Jam 11:00
menganjurkan pasien tetap mematuhi diit yang diberikan dari rumah sakit,
respon subjektif pasien mengatakan bersedia dan selalu patuh dengan diit dari
rumah sakit, respon objektif pasien tampak mengerti dan mau meminum susu
deabetasol dari program rumah sakit. Jam 12:00 mengkolaborasikan dengan
tim dokter untuk pemberian injeksi insulin 14 unit, respon subjektif : pasien
bersedia di injeksi IM, respon objektif : obat masuk melalui IM, pada area
yang di injeksi tidak mengalami alergi. Jam 13:00 mengecek / memeriksa
kembali kadar glukosa darah pasien, respon subjektif pasien mengatakan
bersedia dipriksa kadar glukosa darahnya, respon objektif GDS 279 mg/dl.
Jam 13:30 menganjurkan pasien untuk menerapkan terapi dzikir secara
mandiri dan rutin dipagi dan sore hari, respon subjektif pasien mengatakan
bersedia melakukan terapi dzikir secara mandiri, respon objektif pasien
tampak kooperatif dan bisa mengaplikasikannya secara mandiri.
62
Pada tanggal 08 januari 2016 tindakan keperawatan yang penulis
berikan pada dignosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan hierventilasi, jam 07:45 Mengobsevasi status pernafasan respon
subjektif pasien mengatakan sudah tidak sesak nafas,respon objektif pasien
nampak lebih rileks dan tidak terpasang selang oksigen, respirasi 22 x/menit.
Diagnosa kedua intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
tindakan keperawatan yang penulis berikan pada tanggal 08 januari 2016 Jam
08:00 mengukur tanda-tanda vital, respon subjektif pasien bersedia di TTV
respon objektif tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 80x/menit, Respirasi 20
x/menit, Suhu 360C.
Diagnosa yang ketiga resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
berhuungan dengan pemantauan glukosa darah tidak adekuat tindakan
keperawatan yang penulis berikan berikan pada tanggal 08 januari 2016 Jam
09:30 Memeriksa kadar glukosa darah pasien, respon subjektif pasien
mengatakan bersedia dipriksa kadar glukosa darah, respon objektif kadar
glukosa darah pasien 305 mg/dl. Jam 10:30 menganjurkan pasien untuk
melakukan terapi dzikir secara mandiri dipagi dan sore hari rutin, respon
subjektif pasien mengatakan bersedia dan sudah melakukan terapi dzikir
dipagi dan sore hari secara mandiri, respon objektif pasien tampak sudah bisa
mengaplikasikan terapi dzikir secara mandiri dan tanpa dampingan perawat.
Jam 11:10 menganjurkan pasien selalu mematuhi diit yang dianjurkan rumah
sakit, respon subjektif pasien mengatakan mengerti anjuran diit dari rumah
sakit, respon objektif pasien masi nampak rutin minum susu deabetasol dari
rumah sakit. Jam 12:00 memberikan injeksi insulin 14 unit, respon subjektif
pasien mengatakan bersedia di injeksi insulin, respon objektif injeksi insulin
63
masuk 14 unit melalui IM, tidak ada alergi di area yang di injeksi. Jam 13:00
memeriksa da mengecek kadar glukosa darah pasien, respon subjektif pasien
mengatakan bersedia dipriksa gula darahnya, respon objektif GDS 259 mg/dl.
Jam 14:05 menganjurkan pasien tetap melakukan terapi dzikir secara mandiri
yang telah diajarkan perawat, respon subjektif pasien mengatakan bersedia
melakukan terapi dzikir, respon objektif pasien tampak sudah bisa melakukan
dan mengaplikasikan terapi dzikir dipagi dan sore hari secara mandiri,pasien
juga nampak terlihat lebih segar dan rileks.
G. Evaluasi
Setelah
dilakukan
perencanaan
keperawatan
dan
tindakan
keperawatan, evaluasi hasil dari masalah keperawatan pertama, ketidak
efektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, pada hari rabu
tanggal 06 januari 2016 Jam 14:00 Adalah subjektif : pasien mengatakan
mengalami sesak nasaf kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit,
Objektif : nafas pasien tidak teratur , respirasi 26 x/menit, pasien terpasang
oksigen 2 liter, analisa : masalah belum teratasi, rencana : lanjutan
interventasi, observasi status pernafasan, ajarkan relaksasi nafas dalam,
posisikan setengah duduk, kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian
terapi oksigen 2-3 liter.
Evaluasi hasil dari masalah keperawatan yang kedua, intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan pada hari rabu 06 januari 2016 jam
14:00 adalah subjektif: pasien mengatakan badannya lemas karena bolakbalik ke kamar mandi, aktifitas dan latihan di bantu keluarga, objektif :
64
tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, Respirasi 26 x/menit, Suhu
360C. analisa : masalah belum teratasi. Planning : lanjutkan intervensi,
observasi TTV, kaji adanya factor penyebab kelelahan, ajarkan pasien
berlatih aktivitas secara mandiri.
Evalusi hasil dari masalah keperawatan yang ketiga, resiko
ketidakstabilan kabar glukosa darah berhubungan dengan pemantauan
glukosa darah tidak adekuat pada hari rabu tanggal 06 januari 2016 Jam 14:00
adalah subjektif : pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit mengalami
nafsu makan meningkat, cepat lapar, dan pasien juga mengatakan jika
mempunyai peyakit diabetes mellitus tetapi jarang memeriksakan kadar
glukosa darahnya secara rutin, Objektif : pasien nampak terlihat bingung,
turgor kulit baik, tidak nampak luka GDS 360 mg/dl. Analisa : masalah
belum teratasi, rencana : lanjutan intervensi, kaji kadar glukosa darah
sewaktu, beri pengetahuan tentang tehnik terapi dzikir untuk penurunan kadar
glukosa darah, ajarkan bagaimana cara mengaplikasikan terapi dzikir,
pemeberian diit yang tepat, kolaborasi dengan tim dokter mengenai
pemberian obat insulin sesuai dosis.
Setelah
keperawatan,
dilakukan
evaluasi
perencanaan
hasil
dari
keperawatan
masalah
dan
tindakan
keperawatan
pertama,
ketidakefektifitas pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi pada hari
kamis tanggal 07 januari 2016 adalah Subjektif : pasien mengatakan sesak
nafas sedikit berkurang, Objektif : pasien masih terpasang O2 liter, Tekanan
darah : 120/80 mmHg, Nadi 82 x/menit, respirasi 24 x/menit, Suhu 360C.
Analisa : masalah teratasi sebagian, rencana : lanjutan intervensi, observasi
65
status pernafasan, ajarkan relaksasi nafas dalam, posisikan setelah duduk,
kolaborasikan dengan dokter mengenai pemberian terapi oksigen 2-3 liter.
Evaluasi hasil dari masalah keperawatan yang kedua, intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan pada hari kamis tanggal 07 januari
2016 Jam 14:00 Adalah subjektif : pasien mengatakan masih sering bolakbalik ke kamar mandi tetapi sesekali pasien sudah secara mandiri, pasien juga
mengatakan masi sedikit merasa lemas. Objektif : pasien tampak masi sedikit
lemas dan berbaring ditempat tidur, tekanan darah 120/80 mmHg, respirasi
24x/menit, Nadi 82x/meni, Suhu 360C. Analisa : Masalah belum teratasi.
Rencana : lanjutkan intervensi TTV, anjurkan pasien berlatih dalam aktivitas
secara mandir.
Evaluasi hasil dari masalah keperawatan yang ketiga, resiko
ketidakstabilan kadarglukosa darah berhubungan dengan pemantauan glukosa
darah tidak adekuat pada hari kamis tanggal 07 januari 2016 jam 14:00
subjektif: pasien mengatakan mempunyai penyakit diabetes mellitus dan
jarang memeriksakan gula darahnya pasien mengatakan bersedia di periksa,
Objektif : GDS jam 10:00 306 mg/dl dan jam 13:00 279 mg/dl, masalah
belum teratasi, rencana : lanjutakan intervensi, periksa kadar glukosa darah,
anjurkan pasien melakukan terapi dzikir secara mandiri dan rutin dipagi dan
sore hari , anjurkan pasien mematuhi diit sesuai ketentuan rumah sakit,
kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian obat insulin.
Setelah
keperawatan,
dilakukan
evaluasi
perencanaan
hasil
dari
keperawatan
masalah
dan
tindakan
keperawatan
pertama,
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi pada hari
jumat tanggal 08 januari 2016 Jam 14:00 Subjektif :pasien mengatakan sudah
66
tidak sesak nafas, Objektif : oksigen sudah tidak terpasang, Tekanan darah
130/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, Respirasi 20 x/menit, Suhu 360C. Analisa :
masalah teratasi, rencana intervensi dipertahankan.
Evaluasi hasil dari masalah keperawatan yang kedua, intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan pada hari jumat tanggal 08 januari
2016 jam 14:00 Subjektif : pasien mengatakan badannya sudah enakan,
aktivitas dan latihan : mandiri, Objektif : pasien sehat, TD 130/80 mmHg,
Nadi 80x/menit, Respirasi, 20x/menit, Suhu 360C. analisa : masalah teratasi .
Rencana : Intervensi dipertahankan.
Evaluasi hasil dari masalah keperawatan yang ketiga hari jumat,
resiko ketidakstabilan kada glukosa darah nerhubungan dengan pemantauan
glukosa darah tidak adekuat tanggal 08 januari 2016 Jam 14:00 Adalah
Subjektif : pasien mengatakan mempunyai penyakit diabetes mellitus dan
jarang memeriksakan kadar glukosa darahnya pasien juga mengatakan
bersedia diajarkan dan diberi terapi dzikir, Objektif : pasien sangat antusias
dan mampu melakukan terapi dzikir secara mandiri, pasien nampak rileks,
hasil GDS 259 mg/dl. Analisa : masalah belum teratasi, Rencana : lanjutkan
intervensi, periksa kadar glukosa darah rutin, pemberian diit yang tepat dan
sesuai, anjurkan pasien berterapi dzikir rutin dipagi dan sore hari secara
mandiri, kolaborasikan dengan dokter mengenai pemberian obat insulin.
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tetang aplikasi jurnal pemberian
terapi nonfarmakologi yaitu ”Pemberian Terapi Zikir” teradap penurunan kadar
glukosa darah pada pasien diabetes milletus pada asuhan keperawatan Ny.N
dengan diabetes milletus tipe II di RSUD kota salatida bangsal flamboyan III.
Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun
kesenjangan antara teori dengan kasus.
A. Pengkajian
Langkah pertama dari proses keperawatan yaitu pengkajian, dimulai
perawat dengan menerapkan pengetahuan. Pengkajian keperawatan adalah
proses sistematis dari pengumpulan, verikasi dan komunikasi data tentang
klien. Fase proses keperawatan ini mencakup dua langkah pengumpulan data
yaitu pengumpulan data primer (klien) dan sumber sekunder keluarga,
kesehatan, dan analisis data sebagai dasar unutuk diagnosa keperawatan
(Potter dan Perry, 2006).
Hasil pengkajian pada Ny.N dilakukan pada hari rabu tanggal 06
Januari 2016 pukul 07.30 WIB, didapat data subjektif pasien mengatakan
sesak nafas mempunyai riwayat diabetes milletus, data objektif pernapasan
cuping hidung, ada otot bantu nafas terpasang oksigen 2 liter, respirasi 26
kali/menit. Pada pasien dibetesmiletus adalah pasien merasa kekurangan
oksigen, batuk dengan atau tanpa seputum, frekuensi nafas meningkat
67
68
(Rikesdas, 2013). Keluhan Ny.N sesak nafas, frekunsi nafas meningkat
adalah sesuai teori tersebut.
Hasil pengkajian data fokus yang terdapat pada teori dan ditemukan
pada kasus adalah sebagai berikut. Riwayat penyakit dahulu, pasien
mengatakan pernah dirawat di rumah sakit dengan penyakit diabetes miletus.
Hal tersebut sesuai dengan teori (Arisman, 2011) yang mengatakan bahwa
meningkatnya glukosa darah merupakan faktor resiko terhadap penyakit
diabetes melitus.
Riwayat kesehatan keluarga, pasien mengatakan didalam angota
keluarganya menpunyai penyakit menurun yaitu dibetes miletus. Hal tersebut
sesuai dengan teori (Arisman, 2011) yang menyatakan bahwa saudara
kandung mengidap penyakit yang sama, terbukti sekitar 40% penderita
diabetes terlahir dari keluarga yang juga menderita penyakit diabetes milletus.
Pola eliminasi BAK pasien mengatakan kira – kira BAK 9 -10 kali
sehari,pancarannya kuat, berjumah kurang lebih 1800 cc – 1900 cc, berbau
khas, berwarna kuning, dan tidak ada keluhan. Poliuria terjadi karena kadar
glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap
glukosa sehingga terjadi diuresis osmotik yang mana gula banyak menarik
cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing (Smeltzer,
2002). Data ini terdapat pada kasus dan sesuai keluahan Ny. N bahwa pasien
mengatakan sering berkemih.
Pemeriksaan laboraturium yang dilakukan pada Ny. N hasilnya pada
tanggal 06 januari 2016 didapatkan glukosa darah sewaktu 360 mg/dl (nilai
69
normal 80 – 150 mg/dl), sedangkan hasil pemeriksaan laboraturium tgl 07
januari 2016 didapatkan glukosa darah sewaktu 279 mg/dl (nilai normal 80 –
150 mg/dl) dan hasil pemeriksaan pada tanggal 08 januari 2015 didapatkan
glukosa darah sewaktu 259 mg/dl (nilai normal 80 – 150 mg/dl).
Pasien dapat dikatakan diabetes apabila kadar glukosa darah lebih
tinggi dari kondisi normal : (80 -150 mg/dl). Dari hasil pemeriksaan
laboraturium tersebut hasil pemeriksaan GDS pada tanggal 06 januari 2016
didapatkan 360 mg/dl (nilai normal 80 – 150 mg/dl), sedangkan tanggal 07
januari 2016 didapatkan hasil GDS 279 mg/dl (nilai normal 80 – 150 mg/dl),
dan tanggal 08 januari 2016 didapatkan hasil GDS 259 mg/dl (niali normal 80
-150 mg/dl). Dapat dikatakan diabetes apabila kadar glukosa darah lebih
tinggi dari kondisi normal : ( 80 -150 mg/dl)(Susanto, 2009). Data yang
didapat pada Ny. N sesuai dengan teori diatas yang menyatakan bahwa kadar
glukosa darah pasien melebihi batas normal.
Pada pengkajian didapatkan bahwa Ny. N dengan diagnosa diabetes
melitus tipe 2, diabetes melitus tipe 2 disebabkan gagal relatif sel beta dan
resistensi insulin . Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin
untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Faktor resiko yang berhubungan
dengan proses terjadinya diabetes melitus tipe 2 adalah usia, obesitas riwayat
dan keluarga (Nurarif, 2013).
70
Terapi Ny.N tanggal 06 Januari 2016 dengan jenis obat : novorapid
diberikan dengan dosis 14 unit pada pagi, 14 unit pada sore, fungsi novorapid
dapat memperlambat absobsi makan atau meningkatkan kebutuhan insulin,
Metformin diberikan 500mg, 3x1 atau/8jam fungsi dari Metformin adalah
sebagai terapi pendamping insulin, infus RL diberikan 20 tpm fungsi dari RL
adalah pengganti cairan tubuh yang hilang, ceftriaxone untuk gram positif
daan negative pada saluran nafas.
Terapi Ny.N tanggal 07 Januari 2016 dengan jenis obat : novorapid
diberikan dengan dosis 14 unit pada pagi, 14 unit pada sore, fungsi novorapid
dapat memperlambat absobsi makan atau meningkatkan kebutuhan insulin,
Metformin diberikan 500mg, 3x1 atau/8jam fungsi dari metformin adalah
sebagai terapi pendamping insulin, infus RL diberikan 20 tpm fungsi dari RL
adalah pengganti cairan tubuh yang hilang, ceftriaxone untuk gram positif
daan negative pada saluran nafas.
Terapi Ny.N tanggal 08 Januari 2016 dengan jenis obat : novorapid
diberikan dengan dosis 6 unit pada pagi, 6 unit pada siang, 4 unit pada sore,
fungsi novorapid dapat memperlambat absobsi makan atau meningkatkan
kebutuhan insulin, metformin diberikan 500mg, 3x1 atau/8jam fungsi dari
metformin adalah sebagai terapi pendamping insulin, infus RL diberikan 20
tpm fungsi dari RL adalah pengganti cairan tubuh yang hilang, ceftriaxone
untuk gram positif daan negative pada saluran nafas.
Insulin mutlak diperlukan oleh penderita diabetes tipe 1 karena sel-sel
beta pankreasnya telah rusak sehingga tidak mampu lagi memproduksi
71
insulin. Dosis yang diperlukan umumnya bekisar antara 0,6 – 0,9 Ul/kg/hari .
Penderita diabetes tipe 1 tidak dianjurkan meminum obat antibiotika oral.
Sedangkan untuk penderita diabetes melitus tipe 2, suntikan insulin
sering kali diperlukan bila obat antibiotika oral sudah tidak memberikan efek
yang diinginkan. Saat ini kombinasi menggunakan obat terapi pendamping
insulin seperti metformin dengan insulin semakin banyak digunakan
(Subroto, 2006).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan
dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual
dan risiko tinggi (Darmawan, 2012).
Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung gugat perawat
yang secara legal dapat mengidentifikasi dan dapat memberikan intervensi
secara pasti untuk mengurangi, mencegah perubahan setatus kesehatan
(Darmawan, 2012).
Diagnosa yang ditemukan atau yang muncul pada pasien pada hasil
pengkajian yang pertama yaitu, ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan hiperventilasi, kedua intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan umum, ketiga resiko ketidak stabilan kadar glukosa darah
berhubungan dengan pemantauan glukosa darah yang tidak tepat (adekuat).
72
Penulis memprioritaskan diagnosa yang utama adalah ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi karena data subjektif pasien
mengatakan sesak nafas kurang lebih 2 minggu sebelum dirawat dirumah
sakit, data objektif pasien terpasang oksigen , ada pernafasan cuping hidung
dan ada otot bantu nafas respirasi 26x/menit. Ketidak efektifan pola nafas
adalan inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat
(Wilkinson, 2012).
Hiperventilasi merupakan suatu kodisi ventilasi yang berlebih, yang
dibutuhkan untuk mengeliminasi karbon dioksida normal divena, yang
diproduksi melalui metabolisme seluler. Hiperventilasi dapat disebabkan oleh
ansietas, infeksi, obat- obatan, hipoksia. Tanda dan gejalanya dari
hiperventilasi adalah : nafas pendek, takikardi, penglihatan kabur, sakit
kepala ringan (Potter & Perry, 2006). Batasan karakteristiknya adalah
perubahan kedalaman pernafasan, pernafasan cuping hidung, penggunaan otot
bantu pernafasan (Nurarif, 2013).
Intoleransi aktivitas adalah ketidak cukupan energi psikologis atau
fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas kehidupan seharihari yang harus atau yang ingin dilakukan (Herdman, 2012). Batasan
karakteristiknya respon tekanan darah abnormal , frekuensi jantung abnormal
terhadap aktivitas, ketidaknyamanan setelah beraktivitas, menyatakan merasa
letih, merasakan merasa lemah (Rikesdas, 2013). Sehingga keluhan yang
terdapat pada Ny. N sesuai dengan teori yang ada.
73
Ketiga resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
pemantauan kadar glukosa darah tidak tepat (adekuat), karena didapatkan
data subjektif pasien mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus tetapi
jarang memeriksakan kadar gula darahnya, data objektifnya pasien nampak
terlihat bingung, kulit pasien baik dan tidak ada luka. Pemeriksaan
laboraturium didapatkan GDS 360 mg/dl, 279 mg/dl, 259 mg/dl (nilai normal
80 – 150 mg/dl). Dapat dikatakan diabetes jika kadar gula darah sewaktu >
200 mg/dl .dan karena pasien tidak pernah memeriksakan kadar gula
darahnya dengan rutin maka terjadilah resiko ketidak stabilan kadar glukosa
darah, resiko ketidak stabilan kadar glukosa darah adalah resiko variasi kadar
glukosa darah dalam rentan normal. Sedangkan batasan karakteristiknya
adalah pemantauan glukosa darah tidak tepat, kurang pengetauan tentang
manajemen diabetes, asupan diit, dan stress ( Nurarif, 2013). Sehingga
keluhan yang terdapat pada Ny. N sesuai dan tidak jauh dari teori yang ada.
Alasan penulis memprioritaskan masalah ketidak efektifan pola nafas
berhubungan
dengan
hiperventilasi
sebagai
prioritas
utama,
karena
berdasarkan keaktualan maslah yang sesuai dengan tipe-tipe diagnose
keperawatan, menurut Herarki maslow bahwa terdapat 5 tipe diagosa yaitu
actual, resiko, kemungkinan, kesejahteraan dan sindrom. Diagnosa actual
adalah menyajikan keadaan yang secara klinis divalidasi melalui batasan
karakteristik yang dapat diidentifikasi, karena sesak nafas dapat mengganggu
rasa aman dan nyaman serta masalah yang utama maka harus didahulukan
74
daripada maslah yang lain yang merupakan kebutuhan paling dasar yang
harus diprioritaskan (Potter dan Perry, 2006).
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang
merupakan kemutusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana
dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan tindakan keperawatan
(Dermawan, 2012). Menurut Wilkinson (2006) perencanaan asuhan
keperawatan dibuat sesuai dengan ONEC yaitu O (Observation), N (Nursing),
E (Education), C (Colaboration). Tujuan keperawatan adalan pernyataan yang
menjelaskan suatu tidakan yang dapat diukur berdasarkan kemampuan
perawat (Dernawan, 2012).
Penulisan hasil dan tujuan harus berdasarkan “SMART” meliputi
specifik, yaitu tujuan yang harus dicapai harus spesifik dan tidak
menimbulkan arti ganda, Measurable, yaitu dimana tujuan keperawatan harus
dapat diukur, kususnya tentang prilaku pasien (dapat dilihat, didengar,
dirasakan, dan dibau), Achiveble, yaitu tujuan harus dapat dicapai dan hasil
yang diharapkan ditulis oleh perawat sebagai standar mengukur respon klien
terhadap asuhan keperawatan, Reasonable/Realistis, yaitu dimana tujuan
harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, tujuan dan hasil
diharapkan singkat dan realistis dan dapat memberikan pada perawat serta
klien rasa pencapaian, Time yaitu batas pencapaian harus mempunyai waktu
yang jelas.
75
1.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
ketidak efektifan pola nafas teratasi dengan kriteria hasil: RR 16-20
x/menit, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak menggunakan otot
bantu nafas, pasien terlihat tenang. Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil
tersebut
penulis
membuat
perencanaan
tindakan
keperawatan
berdasarkan ONEC (Observation, Nursing Intervantion, Education,
Colaboration): Observation:observasi status pernafasan, rasional untuk
mengetahui seberapa kebutuhan oksigen pasien, monitor aliran oksigen
sesuai kebutuhan pasien 2-3 liter : rasioal untuk membantu memenuhi
kebutuhan oksigen sesuai kebutuhan pasien, Nursing Intervantion :
ajarkan teknik relaksasi nafas dalam : rasional agar pasien dapat
mengurangi atau mengontrol sesak nafas, posisikan setengah duduk (semi
fowler) : rasional untuk mengurangi sesak nafas, Education :memberikan
informasi mengenai pentingnya oksigen bagi tubuh : rasional agar pasien
mengerti bahwa oksigen sangat penting bagi tubuh dan dapat
meningkatkan kinerja otak, Colaboration : kolaborasikan dengan dokter
untuk pemberian oksigen 2-3liter : rasional untuk memberikan oksigen
sesuai kebutuhan pasien.
2.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan intoleransi aktivitas dapat teratasi dengan kriteria hasil
berdasarkan NOC (Nursing Outcomes Classification): TTV dalam batas
76
normal Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 60-80 x/menit, Suhu 36,5037.50C, Respirasi 16-20 x/menit, pasien mampu melakukan aktifitas
secara mandiri, pasien tidak lemas. Berdasarkan tujuan dan criteria hasil
tersebut penulis membuat perencanaan tindakan keperawatan sesuai
ONEC (Observation, Nursing Intervantion, Education, Colaboration):
Observation:monitoring TTV ; rasional untuk mengetahui keadaan
umum pasien,Nursing Intervantion:kaji adanya factor yang menyebabkan
kelelahan : rasional untuk mengetahui penyabab kelelahan dan untuk
melakukan tindakan selanjutnya, Education: Ajarkan pasien berlatih
aktivitas secara mandiri : rasional untuk melatih pasien dapat beraktivitas
secara mandiri.
3.
Resiko ketidak stabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
pemantauan kadar glukosa darah yang tidak tepat (adekuat) Tujuan dan
kriteria hasil pada prioritas diagnosa keperawatan yang tiga adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kadar glukosa darah pasien dapat normal dengan kriteria GDS dalam
batas normal 70-150 mg/dl, pasien dapat mempertahankan kadar glukosa
dasar tetep stabil. Berdasarkan tujuan dan kriteria hasiltersebut penulis
membuat perencanaan tindakan keperawatan sesuai ONEC (Observation,
Nursing Intervantion, education, Colaboration) anatara lain Observation:
cek kadar glukosa darah rutin: rasional untuk mengetahui perkembangan
kadar glukosa darah, Nursing Intervantion: Berikan teknik terapi dzikir
dengan caranya : rasional agar pasien mengerti atau memahami geraka
77
teknik terapi dzikir, Education: berikan informasi dan pengetahuan
tentang tehnik terapi dzikir sebagai penurun kadar glukosa darah :
rasional untuk memberikan pasien informasi agar pasien mengerti
mengenai terapi dzikir sebagai penurun kadar glukosa darah,
Colaboration: kolaborasi dengan tim dokter untuk pemebrikan obat :
rasional utuk mempertahankan kadar glukosa darah pasien tetap stabil,
dan untuk pemberian obat sesuai dosis berikan diit yang tepat : rasional
untuk mempertahankan kadar glukosa darah tetap seimbang.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah pelaksana rencana keperawatan oleh perawat dan
pasien, merupakan proses keempat dari tahap keperawatan yang dimulai
setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Fokus utama dari komponen
implementasi adalah pemberian
asuhan keperawatan
yang aman.
Implementasi perencanaan berupa penyelesaian tindakan yang diperlukan
untuk memenuhi kriteria hasil seperti yang digambarkan dalam rencana
tindakan, tindakan dapat dilaksanakan oleh perawat, anggota keluarga, tim
kesehatan lain, atau kombinasi dari tim yang disebutkan diatas (Dermawan,
2012).
Pembahasan ini penulis berusaha menerangkan hasil aplikasi riset
keperawatan pemberian terapi dzikir terhadap Ny. N dengan Diabetes melitus
tipe 2. Penulis melakukan implementasi berdasarkan dari intervensi yang
telah disusun dengan memperhatikan aspek tujuan dan kriteria hasil dalam
78
rentang normal yang diharapkan. Tindakan keperawatan yang penulis lakukan
selama tiga hari kelolaan pada asuhan keperawatan Ny. N dengan Diabetes
melitus yaitu:
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis pada hari Rabu
Tanggal 06 Januari 2016 penulis melakukan implementasi berdasarkan
intervensi yang telah dibuat. Pada prioritas diagnose keperawatan
ketidakefektifitan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, tindakan
yang dilakukan adalah mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, tindakan
tehnik relaksasi nafas dalam dapat memberi efek yang baik dalam tubuh yaitu
penurunan nadi, tekanan darah, pernfasan, penurunan konsumsi oksigen,
penurunan ketegangan otot, penurunan metabolism (Andarmoyo, 2013)
memberikan informasi mengenai pentingnya oksigen bagi tubuh, oksigen
merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam proses metabolisme untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh,maka ari itu
pemberiaan informasi tentang ogsigen terhadap pasien sangat perlu diberikan
agar pasien mengetahui pentingnya ogsigen bagi tubuh (Tarwanto, 2006).
memberikan posisi setengah duduk (semi fowler), untuk mempertahankan
kenyamanan pasien dan membantu mengurangi sesak nafas (Bare, 2010).
Penulis menggunakan teknik non farmakologis untuk mengatasi
ketidak efektifan pola nafas untuk mencapai hasil sesuai dengan intervensi
yang penulis susun. Teknik non farmakologis yang penulis lakukan yaitu
dengan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, dengan penggunaan teknik
relaksasi maka saraf simpatis akan dihambat, sementara saraf parasimpatis
79
meningkat sehingga mengakibatkan ketegangan otot bantu pernafasan akan
berkurang, Aktifnya saraf-saraf parasimpatis akan menyebabkan pasien
mearasakan ketenangan sehingga pola nafas lebih teratur (Solehati dan
Kosasih, 2015).
Diagnosa yang kedua, intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan tindakan keperawatan yang penulisan berikan pada tanggal 06, 07,
08 Januari 2016 adalah mengukur tanda tanda vital, tanta-tanda vital
merupakan bagian dari pengkajian fisik terlengkap sebagai cara tepat untuk
melihat kondisi klien atau menentukan setatus kesehatan seseorang dan
sebagai cara yang tepat dan efesien untuk memantau kondidi klien (Potter and
Perry,2006) mengkaji adanya faktor yang menyebabkan kelelaha,kelelahan
merupakan keadaan yang disertai dalam penurunan beraktivitas (Sumaamur,
2006), mengajarka pasien untuk berlatih aktivitas secara mandiri.
Diagnosa yang ketiga resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
berhubungan dengan pemantauan glukosa darah tidak adekuat tindakan
keperawatan yang penulis berikan selama 3 hari dan dimulai pada tanggal 06
Januari 2016 memeriksa kadar glukosa darah sewaktu, memberikan informasi
dan pengetahuan tentang tehnik terapi dzikir sebagai penurun kadar glukosa
darah, mengajarkan cara melakukan terapi dzikir untuk penurunan kadar
glukosa darah, menurut (Suhaimie, 2005) terapi dzikir merupakan bentuk
mint body medicine yang dilskuksn melalui do’a dengan cara mengingat
Allah dan rosulnya, hati merasa tenang dan rileks. Saat pasien merasa rileks
maka hormon-hormon yang memicu peningkatan kadar glukosa darah akan
80
menurun dan melakukan perbaikan, kolaborasi dengan tim dokter untuk
memberikan
injeksi
insulin
14
unit,
pemberian
nevorapid
dapat
memperlambat absorbs makanan atau meningkatkan kebutuhan insulin
(Kasim, 2012), menganjurkan pasien untuk melakukan diit sesuai ketentuan
dari rumah sakit, diet diabetes mellitus merupakan pengaturan pola makanan
bagi penderita diabetes mellitus berdasarkan jumlah, jenis dan jadwal
pemberian makanan (Sulistyowati, lilis, 2011), memeriksa kembali kadar
glukosa darah pasien, Pasien atau seseorang dapat dikatakan menderita
diabetes mellitus apabila kadar gula darahnya melebihi normal 80 – 150
mg/dl (Suirauka IP, 2012).
Hari pertama pemberian terapi dzikir hasil yang didapat penulis
adalah, GDS 343 mg/dl. Sebelum dilakukan terapi dzikir GDS pasien 360
mg/dl, hal ini menandakan bahwa terapi dzikir dapat memberikan pengaruh
penurunan terhadap kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus
E. Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap mengukur pencapaian tujuan klien dan
menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang terkumpul
dengan tujuan dan pencapaian tujuan (Nursalam, 2009).
Tipe pernyataan tahapan evaluasi dapat dilakukan secara evaluasi
formatif (evaluasi yang dilakukan selama proses keperawatanaa) dan evaluasi
sumatif (evaluasi akhir) serta penulisan evaluasi keperawatan berdasarkan
SOAP, S (Subjective data atau data subjektif), O (Objective data atau data
81
objektif), A (Analsis atau Analisis), P (Plan of care atau rencana tindak lanjut
asuhan keperawatan) (Dermawan, 2012).
Obyektif adalah data obyektif, data berdasarkan hasil pengukuran atau
observasi perawat secara langsung kepeada klien dan yang dirasakan klien
setelah dilakukan tindakan keperawatan. Analisis adalah interpretasi dari data
subyektif dan data obyektif, merupakan suatu masalah atau diagnosis
keperawtan yang masih terjadi atau juga dapat dituliskan masalah/diagnosis
baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang telah
teridentifikasi datanya dalam data subyekstif dan obyektif. Planning adalah
perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi,
atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya (Rohmah, 2009).
Evaluasi hari pertama setelah dilakukan perencanaan keperawatan dan
tindakan keperawatan dari masalah keperawatan pertama, ketidak efektifan
pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, pada hari rabu tanggal 06
januari 2016 Jam 14:00 Adalah subjektif : pasien mengatakan mengalami
sesak nasaf kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, Objektif :
nafas pasien tidak teratur, respirasi 26 x/menit, pasien terpasang oksigen 2
liter, analisa : masalah belum teratasi, rencana : lanjutan interventasi,
observasi status pernafasan, ajarkan relaksasi nafas dala, posisikan setengah
duduk, kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian oksigen 2-3 liter.
Evaluasi hasil dari masalah keperawatan yang kedua, intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan pada hari rabu 06 januari 2016 jam
82
14:00 adalah subjektif: pasien mengatakan badannya lemas karena bolakbalik ke kamar mandi, aktifitas dan latihan di bantu keluarga, objektif :
tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, Respirasi 26 x/menit, Suhu
360C. analisa : masalah belum teratasi. Planning : lanjutkan intervensi,
observasi TTV, kaji adanya factor penyebab kelelahan, ajarkan pasien
berlatih aktivitas secara mandiri
Evalusi hasil dari masalah keperawatan yang ketiga, resiko
ketidakstabilan kabar glukosa darah berhubungan dengan pemantauan
glukosa darah tidak adekuat pada hari rabu tanggal 06 januari 2016 Jam 14:00
adalah subjektif : pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit mengalami
nafsu makan meningkat, cepat lapar, dan pasien juga mengatakan jika
mempunyai peyakit diabetes mellitus tetapi jarang memeriksakan kadar
glukosa darahnya secara rutin, Objektif : pasien nampak terlihat bingung,
turgor kulit baik, tidak nampak luka GDS 360 mg/dl. Analisa : masalah
belum teratasi, rencana : lanjutan intervensi, kaji kadar glukosa darah
sewaktu, beri pengetahuan tentang tehnik terapi dzikir untuk penurunan kadar
glukosa darah, ajarkan bagaimana cara mengaplikasikan terapi dzikir,
pemeberian diit yang tepat, kolaborasi dengan tim dokter mengenai
pemberian obat nevorapid 14 unit.
Setelah
keperawatan,
dilakukan
evaluasi
perencanaan
hasil
dari
keperawatan
masalah
dan
keperawatan
tindakan
prtama,
ketidakefektifitas pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi pada hari
kamis tanggal 07 januari 2016 adalah Subjektif : pasien mengatakan sesak
83
nafas sedikit berkurang, Objektif : pasien masih terpasang O2 liter, Tekanan
darah : 120/80 mmHg, Nadi 82 x/menit, respirasi 24 x/menit, Suhu 360C.
Analisa : masalah teratasi, rencana : lanjutan intervensi, observasi status
pernafasan, ajarkan relaksasi nafas dalam, posisikan setelah duduk,
kolaborasikan dengan dokter mengenai pemberian oksigen 2-3 liter/menit.
Evaluasi hasil dari masalah keperawatan yang kedua, intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan pada hari kamis tanggal 07 januari
2016 Jam 14:00 Adalah subjektif : pasien mengatakan masih sering bolakbalik ke kamar mandi tetapi sesekali pasien sudah secara mandiri, pasien juga
mengatakan masi sedikit merasa lemas. Objektif : pasien tampak masi sedikit
lemas dan berbaring ditempat tidur, tekanan darah 120/80 mmHg, respirasi
24x/menit, Nadi 82x/meni, Suhu 360C. Analisa : Masalah teratasi. Rencana :
lanjutkan intervensi TTV, anjurkan pasien berlatih dalam aktivitas secara
mandiri.
Evaluasi hasil dari masalah keperawatan yang ketiga, resiko
ketidakstabilan kadarglukosa darah berhubungan dengan pemantauan glukosa
darah tidak adekuat pada hari kamis tanggal 07 januari 2016 jam 14:00
subjektif: pasien mengatakan mempunyai penyakit diabetes mellitus dan
jarang memeriksakan gula darahnya pasien mengatakan bersedia di periksa,
Objektif : GDS jam 10:00 306 mg/dl dan jam 13:00 279 mg/dl, masalah
belum teratasi : lanjutakan intervensi, periksa kadar glukosa darah, anjurkan
pasien melakukan terapi dzikir secara mandiri dan rutin dipagi dan sore hari ,
84
anjurkan pasien mematuhi diit sesuai ketentuan rumah sakit, kolaborasi
dengan dokter mengenai pemberian obat nevorapid 14 unit.
Setelah
keperawatan,
dilakukan
evaluasi
perencanaan
hasil
dari
keperawatan
malasah
dan
tindakan
keperawatan
pertama,
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi pada hari
jumat tanggal 08 januari 2016 Jam 14:00 Subjektif :pasien mengataka sudah
tidak sesak nafas, Objektif : oksigen sudah tidak terpasang, Tekanan darah
130/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, Respirasi 20 x/menit, Suhu 360C. Analisa :
masalah teratasi, rencana intervensi dipertahankan.
Evalusi hasil dari masalah keperawatan yang kedua, intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan pada hari jumat tanggal 08 januari
2016 jam 14:00 Subjektif : pasien mengatakan badannya sudah enakan,
aktivitas dan latihan : mandiri, Objektif : pasien sehat, TD 130/80 mmHg,
Nadi 80x/menit, Respirasi, 20x/menit, Suhu 360C. analisa : masalah teratasi .
Rencana : Intervensi dipertahankan.
Evaluasi hasil dari masalah keperawatan yang ketiga hari jumat, resiko
ketidakstabilan kada glukosa darah nerhubungan dengan pemantauan glukosa
darah tidak adekuat tanggal 08 januari 2016 Jam 14:00 Adalah Subjektif :
pasien mengatakan mempunyai penyakit diabetes mellitus dan jarang
memeriksakan kadar glukosa darahnya pasien juga mengatakan bersedia
diajarkan dan diberi terapi dzikir, Objektif : pasien sangat antusias dan
mampu melakukan terapi dzikir secara mandiri, pasien nampak rileks, hasil
GDS 259 mg/dl. Analisa : masalah teratasi sebagian. Rencana : lanjutkan
85
intervensi, periksa kadar glukosa darah rutin, pemberian diit yang tepat dan
sesuai, anjurkan pasien berterapi dzikir rutin dipagi dan sore hari secara
mandiri, kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian terapi insulin 14 unit
pada pagi, dan 14 unit pada sore hari.
Berdasarkan jurnal yang dipakai oleh penulis dengan judul Pemberian
terapi dzikir terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes
mellitus tipe 2, hal ini efektif dan sesuai dengan teori yang dilakukan selama
2 minggu. Setelah dilakukan tindakan terapi dzikir sebanayak 2 kali sehari
selama 3 hari dihasilkan kadar gula darah paling rendah 259 mg/dl dan paling
tinggi 360 mg/dl. Dan hasil yang didaat penulis selama penelitian 3 hari
meunjukan adanya penurunan gula darah yang signifikan, walaupun hasil
yang penulis dapat mengalami penurunan dan kenaikan kadar glukosa darah
dikarenakan ketidak aktifan pasien dalam beribadah terutama sholat 5 waktu,
sehingga membuat pasien tampak ragu dengan terapi dzikir yang diberikan
terhadap pasien.
BAB VI
KESIMPILAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1.
Pengkajian
Pasien mengatakan sesak nafas selama 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit, pasien mengatakan napsu makan meningkat (cepat lapar,
lemas) saat makan terkadang merasa mual, merasa lemas, aktivitas
dibantu keluarga, tanda tanda vital : tekanan darah 130/80 mmHg,
respirasi 26 kali/menit, Suhu 36,5Co, nadi 80kali/menit, pasien juga
mengatakan mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus dan tidak
pernah secara rutin memeriksakan kadar gula darahnya karna tidak tau.
Hasil pemeriksaan GDS 360 mg/dl, kulit pasien baik dan tidak terdapat
luka.
2.
Diagnosa
Berdasarkan perumusan diagnosa keperawatan Ny. N penulis
dapat memprioritaskan diagnosa keperawatan, yaitu prioritas diagnosa
keperawatan yang pertama adalah ketidak efektifan pola nafas
berhubungan dengan hiperventilasi, prioritas kedua adalah intoleransi
aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, prioritas ketiga adalah
resiko ketidak setabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
pemantauan glukosa darah tidak adekuat.
86
87
3.
Intervensi
Tujuan dan kriteria hasil pada diagnosa pertama adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan pola nafas
pasien menjadi efektif dengan kriteria hasil RR 16-20 x/menit, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak menggunakan otot bantu nafas, pasien
terlihat tenang. Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis
membuat perencanaan tindakan keperawatan yaitu observasi status
pernafasan, rasional untuk mengetahui seberapa kebutuhan oksigen
pasien, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam : rasional agar pasien dapat
mengurangi atau mengontrol sesak nafas, memberikan informasi
mengenai pentingnya oksigen bagi tubuh : rasional agar pasien mengerti
bahwa oksigen sangat penting bagi tubuh dan dapat meningkatkan
kinerja otak, monitor aliran oksigen sesuai kebutuhan pasien 2-3 liter :
rasioal untuk membantu memenuhi kebutuhan oksigen sesuai kebutuhan
pasien, posisikan setengah duduk (semi fowler) : rasional untuk
mengurangi sesak nafas, kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian
oksigen : rasional untuk memberikan oksigen sesuai dosis dan kebutuhan
pasien.
Tujuan dan kriteria hasil pada prioritas diagnose keperawatan
yang kedua adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan intoleransi aktivitas dapat teratasi dengan kriteria hasil
TTV dalam batas normal Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 60-80
x/menit, Suhu 36,50-37.50C, Respirasi 16-20 x/menit, pasien mampu
88
melakukan aktifitas secara mandiri, pasien tidak lemas. Berdasarkan
tujuan dan kriteria hasil tersebut penulis membuat perencanaan tindakan
keperawatan antara lain monitoring TTV ; rasional untuk mengetahui
keadaan umum pasien, kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan :
rasional untuk mengetahui penyabab kelelahan dan untuk melakukan
tindakan selanjutnya, anjurkan pasien berlatih aktivitas secara mandiri :
rasional untuk melatih pasien dapat beraktivitas scara mandiri.
Tujuan dan kriteria hasil pada prioritas diagnosa keperawatan
yang tiga adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan kadar glukosa darah pasien dapat normal dengan kriteria
hasil
GDS
dalam
batas
normal
70-150
mg/dl,
pasien
dapat
mempertahankan kadar glukosa dasar tetep stabil. Berdasarkan tujuan
dan kriteria hasil tersebut penulis membuat perencanaan tindakan
keperawatan anatara lain cek kadar glukosa darah rutin: rasional untuk
mengetahui perkembangan kadar glukosa darah, berikan informasi dan
pengetahuan tentang tehnik terapi dzikir sebagai penurun kadar glukosa
darah : rasional untuk memberikan pasien informasi agar pasien mengerti
mengenai terapi dzikir sebagai penurun kadar glukosa darah, ajarkan
teknik terapi dzikir dengan caranya : rasional agar pasien mengerti atau
memahami geraka teknik terapi dzikir yang diajarkan, kolaborasi dengan
tim dokter untuk pemebrikan obat : rasional utuk mempertahankan kadar
glukosa darah pasien tetap stabil, dan untuk pemberian obat nevorapid 14
89
unit, berikan diit yang tepat : rasional untuk mempertahankan kadar
glukosa darah tetap seimbang
4.
Implementasi
implementasi diagnosa keperawatan yang pertama ketidak
efektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi : mengobsevasi
pernafasan, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, memberikan
informasi mengenai pentingnya oksigen bagi tubuh, memberikan posisi
setengah duduk.
Diagnosa yang kedua, intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan tindakan keperawatan yang penulis berikan : adalah
mengukur tanda-tanda vital, mengkaji adanya faktor yang menyebabkan
kelelaha, mengajarka pasien untuk berlatih aktivitas secara mandiri.
Diagnosa yang ketiga resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
berhubungan dengan pemantauan glukosa darah tidak adekuat tindakan
keperawatan yang penulis berikan : memeriksa kadar glukosa darah
sewaktu, memberikan informasi dan pengetahuan tentang tehnik terapi
dzikir sebagai penurun kadar glukosa darah, mengajarkan cara
melakukan terapi dzikir untuk penurunan kadar glukosa darah, kolaborasi
tim dokter untuk memberikan injeksi insulin 14 unit, menganjurkan
pasien untuk melakukan diit sesuai ketentuan dari rumah sakit,
memeriksa kembali kadar glukosa darah pasien.
90
5.
Evaluasi
Hasil evaluasi malasah keperawatan pertama, ketidak efektifan
pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi Subjektif :pasien
mengataka sudah tidak sesak nafas, Objektif : oksigen sudah tidak
terpasang, Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, Respirasi 20
x/menit, Suhu 360C. Analisa : masalah teratasi, rencana intervensi
dipertahankan
Evaluasi hasil dari masalah keperawatan yang kedua, intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum Subjektif : pasien
mengatakan badannya sudah enakan, aktivitas dan latihan : mandiri,
Objektif : pasien sehat, TD 130/80 mmHg, Nadi 80x/menit, Respirasi,
20x/menit, Suhu 360C. analisa : masalah teratasi . Rencana : Intervensi
dipertahankan.
Evaluasi hasil dari masalah keperawatan yang ketiga resiko
ketidakstabilan kadar glukosa darah nerhubungan dengan pemantauan
glukosa darah tidak adekuat adalah Subjektif : pasien mengatakan
mempunyai penyakit diabetes melitus dan jarang memeriksakan kadar
glukosa darahnya pasien juga mengatakan bersedia diajarkan dan diberi
terapi dzikir, Objektif : pasien sangat antusias dan mampu melakukan
terapi dzikir secara mandiri, pasien nampak rileks, hasil GDS 259 mg/dl.
Analisa : masalah teratasi sebagian. Rencana : lanjutkan intervensi,
periksa kadar glukosa darah rutin, pemberian diit yang tepat dan sesuai,
91
anjurkan pasien berterapi dzikir rutin dipagi dan sore hari secara mandiri,
kolaborasikan dengan dokter mengenai pemberian obat.
6.
Analisa Hasil Tindakan
Berdsarkan hasil yang diaplikasikan penulis diketahui bahwa
kadar glukosa darah pada Ny. N mengalami penurunan dan kenaikan hal
ini dikarenakan pasien sebagai responden tidak terlalu baik dalam
masalah keagamaan atau keimanannya, terutama dalam beribadah sholat
5 waktu. Sehingga hasil yang didapat kurang maksimal, bila saja pasien
baik dalam ibadahnya terutama sholatnya, maka kemungkinan hasil yang
didapatkan akan lebih maksimal.
B. SARAN
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. N dengan
Diabetes mellitus tipe 2, penulis akan memberikan usulan dan masukan yang
positif khususnya dibidang kesehaatan antara lain:
1.
Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan rumah sakit khusunya RSUD kota Salatiga dalam hal
ini cermat dan teliti dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
klien, mempertahankan hubungan kerjasama yang baik antara tim
kesehatan dan klien sehingga dapat meningkatkan mutu dan kualitas
pelayanan kesehatan Rumah Sakit khususnya pada pasien Diabetes
mellitus tipe 2.
92
2.
Bagi tenaga kesehatan kususnya bagi bidang keperawatan
Hendaknya perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan
yang lebih dan selalu memperbarui pengetahuan serta keterampilannya,
kususnya pada pemberian terapi non farmakologi yang dilakukan secara
mandiri.
3.
Bagi institusi pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
berkualitas dengan mengupayakan aplikasi riset dalam setiap tindakan
keperawatan yang dilakukan sehingga mampu menghasilkan perawat
yang professional, terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik
keperawatan.
4.
Bagi penulis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan
diabetes melitus tipe 2 diharapkan penulis akan dapat lebih mengetahui
cara pengaplikasian terapi dzikir yang baik dan benar terutama pada
pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengalami kenaikan kadar glukosa
darah yang berlebih dan diharapkan akan menambah wawasan dalam
menangani masalah keperawatan diabetes melitus tipe 2.
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2011. Buku Ajar Ilmu Gizi, Obesitas, Diabetes Mellitus, dan
Disipidemia. jakarta : Buku Kedokteran EGC
Benson H. 2006. Trancesolutions The Relaxation Response.
Corwin, Elizabeth J., 2009, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta : EGC
Darmawan, D. 2012. Proses Keperawatan Perencaan Konsepdan Kerangka
Kerja. Yogyakarta : Gosyen Publishing
Darmawan. 2012. Hiperglikemia & Aterosklerosis Arteri Karotis Internal pada
Penderita Stroke Iskesmik. Media Medika Indonesia
Doenges, M.E, Moorhouse M.F dan Geissler A.C, 2006, Rencana Asuhan
Keperawatan,
Hawari. 2008. Do’a dan Dzikir sebagai Pelengkap Terapi Medis. Jakarta: Diana
Bakti Primayasa
Herdman, T Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2009-2010. Jakarta : EGC
IDF. 2013. IDF Di’abetes Atlas Sixth Edition, International Diabetes Federation.
Ignatavicius & Workman. 2006. Medical Surgical Nursing Critical Thingking For
Collaborative Care. Elsevier Sauders : Ohia
ISO. 2011. Informasi Spesialitel Obat. Jakarta : PT. ISSFI
Jakarta : EGC Smeltzer, S.C dan Bare G.D, 2008, Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah, Jakarta : EGC
Kasim. 2012. Terapi Insulin untuk Pasien Diabetes Rawat Inap. Dinkes
Lorenz., Medeline. 2006. Stress and psychoneuroimmunoiogy revisited : using
mind body interventions to reduce stress, alternative journal of nursing.
Mansjoer, Arifet all, 2005, Kapita Selekta Kedokteran Edisi III, Penerbit Media
Aesculapius, FKUI, Jakarta
Moyad, M. D. 2009. Complementary and Alternative Therapies, dalam Black, J.
M., Medical-Surgical Nursing ; Clinical Management For Positive
Outcomes. 8 th edition. Elservier Saunders
Nugroho, S. A. 2011. Hubungan Antara Tingkat Stress terhadap Kadar Gula
Darah Penderita Diabetes Mellitus di wilayah kerja Puskesmas
Sukoharjo 1 kabupaten Sukoharjo
Nurarif.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan bedasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Mediaction
Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodelogi Ilmu Keperawatan. Jakarta :
PT. Rineka Cipta
Parkeni. 2011. Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2
di Indonesia : PB. Parkeni
Potter, Patricia, A, 2006, Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses,
dan Praktik, Penerbit EGC, Jakarta.
Price, Sylvia A., 2006, Patofisiologi :Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit,
Jakarta : EGC
Purnawinandi, I. G. 2012. Intervensi Perawatan Spiritual dan Tingkat Stress
Pasien Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Prof. R.D. Kandau Manado.
Universitas Klabat : JKU
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). 2012. Jakarta: Badan Penelitian &
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Riyadi, Sujono. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Jakarta : EGC
Riyadi. 2008. Diabetes edisi I. Jakarta : PT Dian Rakyat
Rohmah, Nikmatur. 2009. Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Ar-Ruzz
Media, Yogyakarta
Saleh, A. Y. 2010. Berdzikir Untuk Kesehatan Syaraf. Jakarta : Penerbit Zaman
Soegondho, Sidartawan, 2011, Diabetes Mellitus, Kencing Manis, Sakit Gula,
Jakarta : FKUI
Subroto. 2006. Anti Diabetika Oral dalam Pengobatan Diabetes Mellitus Tipe II.
Jakarta: BPOM
Suhaimie, M.Y. 2005. Dzikir dan Do’a. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang
Sulistyowati, Lilis. 2011. Diit Dibetes Mellitus. Kediri : Jurnal STIKES
Suraoka, Ip. 2012. Penyakit Degenerativf. Yogyakarta : Nurhamedika
Suyono, Slamet. 2002. Pedoman Diit Diabetes Mellitus. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Tandra. 2009. Kiss Diabetes Goodbye. Surabaya : Jaring Pena
Tjokroprawiro, Askandar. 2003. Diabetes Mellitus ; Klasifikasi, Diagnosis,
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Umum
Waspadji, S., Soebekti, I., Yuniar EM., & Sukardji, K. 2012. Petunjuk Praktis
bagi Penyandang Diabetes Tipe II. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Wilkinson, M.J. 2006, Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC (alih bahasa), Penerbit EGC, Jakarta
Zamri, A. M. 2012. Cara Islami Meraih Kesehatan Jasmmmani & Rohani.
Bandung: Marja
Download