Volume 17, Nomor 1, Hal. 55-66 Januari – Juni 2015 ISSN: 0852-8349 ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA SMA/SEDERAJAT DI KECAMATAN SUNGAI MANAU TAHUN 2014 Asparian, Desi Andriani, Tri Lestari Prodi IKM, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Merangin (STIKES Merangin) ABSTRACT Sexual behaviors on teenagers especially the unmarried teenagers trend to increase. Approximately. The knowledge about risky sexual behavior can be improved by sex educations which is started from the teenage period. Teenager perception about risky sexual behaviors will be significantly influenced by the unstableness period and big curiosity of the teenagers. The factors of parenting aspect have been singnificant contribution on the children’s personality development. This research was a analytical survey research by cross sectional approach. Based on the previous research at Senior High Schools in Sungai Manau subdistrict, the data showed cases o f sexual risk in 2013. Population in the research was 324 students of Senior High Schools at tenth and eleventh grade students and the sample was found 76 students. Data collected by the proportional stratified sampling. The result showed that the students who had good knowledge was 57.9%, less than 42,1%. Whereas, the students with positive perception was 53,9% and with negative perception was 46,1%. While, the number of good parenting was 50,0% and bad parenting was 50,0%. Keywords : Knowledge, sex, puberty age, perception, parenting, risky sexual behaviors. PENDAHULUAN Sumber daya manusia merupakan salah satu komponen terpenting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat. Remaja sebagian dari komponen sumber daya manusia, adalah aset yang sangat berharga bagi bangsa pada masa yang akan datang (SKRRI, 2007). Menurut World Health Organization (WHO) dalam Soetjiningsih (2007), sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun dan sekitar 900 juta orang berada di negara berkembang. Data demografi di Amerika Serikat (1999) menunjukkan bahwa jumlah remaja berumur 10-19 tahun sekitar 15% dari populasi. Di Asia Pasifik dimana pendududuknya merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlimanya adalah remaja umur 10 - 19 tahun. Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (1999) kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 22%, yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan. Masa remaja merupakan suatu tahap dengan perubahan yang cepat dan penuh tantangan yang sulit. Tantangan ini kadang-kadang sulit 55 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains diatasi sebab kedewasaan secara fisik belum sejalan dengan kedewasaan secara psikologis. Pada era globalisasi permasalahan remaja semakin meningkat dan semakin kompleks. Permasalahan yang mungkin timbul diantaranya seperti perilaku seksual berisiko, tawuran antara pelajar, mencuri, merampas, melakukan pembunuhan dan pemakaian obat-obatan terlarang (SKRRI, 2007). Di Amerika Latin anak muda berusia 15-24 tahun melakukan intercrouse (hubungan seksual) ratarata pada usia 15 tahun dan usia 17 tahun bagi perempuan. Di Indonesia satu dari lima anak pertama yang dilahirkan oleh wanita yang menikah pada usia 20-24 tahun merupakan anak hasil hubungan seksual belum menikah. Banyak pemberitaan di media massa yang menyatakan bahwa perilaku seksual remaja saat ini sudah sangat memprihatinkan. Tidak tepat dan tidak benarnya informasi seksual dan reproduksi yang mereka terima akan semakin membuat runyam masalah perilaku seksual pranikah pada remaja (Notoatmodjo, 2007). Perilaku seksual di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Sekitar 1 juta remaja (5%) dan 200 ribu remaja wanita (1%) secara terbuka menyatakan bahwa mereka pernah melakukan hubungan seksual. Usia remaja pertama kali melakukan hubungan seksual aktif menurut bervariasi antara usia 14-23 tahun dan usia terbanyak adalah antara 17-18 tahun. Perilaku seksual pada remaja ini berakibat pada kehamilan luar nikah, penyakit menular seksual dan maraknya kasus aborsi (Sarwono, 2012). Perilaku seksual remaja berisiko di Indonesia dari tahun ke tahun 66 semakin mengkhawatirkan. Hal ini terbukti dari hasil survei Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN, 2008) yang menyebutkan bahwa setiap harinya 100 remaja indonesia telah melakukan aborsi, kehamilan diluar nikah dan Penyakit Menular Seksual, data ini memperlihatkan bahwa setiap tahun ada 36 ribu janin yang dibunuh, untuk hamil diluar nikah karena diperkosa sebanyak 3,2 %, samasama mau sebanyak 12,9%, dan tidak terduga sebanyak 45% serta seks bebas sendiri mencapai 22,6% (http://www. depkes. go.id /hg.web. Diakses tanggal 14 April 2014). Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) pada tahun 2002-2003 menemukan bahwa perilaku remaja umur 14-19 tahun yang pernah melakukan hubungan seksual (perempuan 34,7% dan laki-laki 30,9%), sedangkan usia 20-24 tahun (perempuan 48,6% dan laki-laki 46,5%). Hasil penelitian yang dilakukan Sitomorang tahun 2011 diberbagai kota besar menyatakan bahwa sekitar 20 hingga 30 persen remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah (http://www.skripsistikes.wordpress.c om. Diakses tanggal 17 april 2014). Penelitian yang dilakukan oleh berbagai institusi di Indonesia selama kurun waktu tahun 1993-2003, menemukan bahwa lima sampai sepuluh persen wanita dan delapan belas sampai tiga puluh delapan persen pria muda berusia 16-24 tahun telah melakukan hubungan seksual pranikah dengan pasangan yang seusia mereka. Temuan-temuan tersebut mengindikasikan bahwa 5%-10% pria muda usia 15-24 tahun yang belum menikah, telah melakukan aktivitas seksual yang berisiko (Suryoputro, Nurul Fatimah, Asparian., dkk: Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Beresiko Pada Remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau Tahun 2014 dkk, 2006). Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (PPK-UI) (2006) dalam Taufik dkk (2008) menyatakan bahwa 2,8% Pelajar SMA wanita dan 7% dari pelajar SMA laki-laki baik di desa maupun dikota melaporkan ada gejala-gejala penyakit menular seksual. Arif Merdeka Sirait selaku ketua Komnas Perlindungan Anak dalam forum Diskusi Anak Remaja (2011) mengungkapkan bahwa kecende rungan remaja untuk melakukan tindakan yang membahayakan kesehatan reproduksi remaja semakin meningkat. Berbagai informasi yang mereka peroleh tentang pendidikan seks kebanyakan bukan berasal dari ahli dibidangnya, mereka memperoleh justru dari sumber informasi yang menyesatkan (http://.inilah common.go.id/hg.web. diakses tanggal 14 april 2014 ). Pemahaman masyarakat tentang perilaku seksual masih sangat kurang sampai saat ini. Kurangnya pemahaman ini cukup jelas yaitu dengan berbagai ketidaktahuan yang ada di masyarakat tentang seksualitas yang seharusnya dipahami. Sebagian masyarakat masih banyak yang tidak tahu tentang seksual. Pemahaman tentang perilaku seksual remaja merupakan salah satu hal yang penting diketahui sebab masa remaja merupakan peralihan dari perilaku anak-anak menjadi perilaku seksual dewasa (http://www. skripsistikes.wordpress.com. diakses tanggal 17 april 2014). Menurut Pangkhalia dalam Soetjiningsih (2007), kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual remaja amat merugikan bagi remaja itu sendiri termasuk kelurganya, sebab masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting dari sisi konginitif, emosi, sosial, dan seksual. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nursal (2008), ada beberapa faktor yang mempengaruhi seorang remaja untuk melakukan hubungan seksual sehingga pemerintah harus mengeluarkan kebijakan untuk meminimalisasi perilaku seksual berisiko. Faktorfaktor tersebut meliputi jenis kelamin, usia pubertas, pengetahuan, sikap, status perkawinan orang tua, pola asuh orang tua, jumlah pacar, lama pertemuan dengan pacar, paparan media elektronik dan media cetak (Gaster vol. 10 No.2 Agustus 2013). Penelitian Darmayanti Rita, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia meneliti 8.941 pelajar dari 119 SMA/sederajat di Jakarta dimana perilaku remaja lakilaki dan perempuan hingga ciuman bibir masih sama, akan tetapi perilaku laki-laki menjadi lebih agresif dibanding remaja perempuan mulai dari tingkatan meraba-raba bagian tubuh tertentu. Seks pranikah yang dilakukan remaja laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan remaja perempuan. Yayasan Sentra Informasi dan Komunikasi Orang Kito (SIKOK) Jambi, menyebutkan bahwa dalam dua tahun terakhir (2010-2012) sebanyak 164 remaja (berstatus pelajar) diketahui hamil luar nikah, SIKOK meyakini bahwa perilaku seks pranikah yang dilakukan remaja dan pelajar sangat tinggi. Sekolah memiliki peranan sangat tinggi. Untuk memberikan pendidikan yang benar tentang kesehatan reproduksi bagi pelajar (BKKBN Jambi, 2013). Pengetahuan tentang perilaku seksual berisiko ini dapat 65 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains ditingkatkan dengan pendidikan kesehatan reproduksi yang dimulai usia remaja. Pendidikan kesehatan reproduksi bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi saja, tetapi juga bahaya akibat pergaulan bebas seperti penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak diharapkan atau kehamilan beresiko tinggi (BKKBN, 2007). Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun perannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan tidak lagi valid sebagai patokan atau bahkan untuk pengkategorian remaja, sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (14-18 tahun) kini terjadi lebih awal belasan tahun sebelum usia 11 tahun, karena pada usia ini anak lebih berfikir ingin tahu dan coba-coba (Kartika, PKRR, 2012). Persepsi remaja tentang perilaku seksual beresiko akan sangat dipengaruhi oleh usia remaja yang masih mencari jati diri dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi serta dengan gejolak yang besar, persepsi merupakan proses yang aktif dari manusia dalam memilih, mengelompok, serta memberi makna pada informasi yang diberikan. Remaja yang berada pada fase meningkatnya dorongan seksual selalu mencari lebih banyak informasi mengenai seks atau mengadakan percobaan dengan masturbasi, bercumbu, atau bahkan bersenggama (Sarwono, 2012). Beberapa faktor yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian adalah faktor pengetahuan tentang khususnya kesehatan reproduksi dan faktor pola 66 asuh orang tua.. Keadaan kehidupan keluarga bagi seorang anak dapat dirasakan melalui sikap orang tua yang sangat dekat dan berarti bagi dirinya. Dengan kata lain, pola asuh orang tua akan mempengaruhi perilaku anaknya (Medtek, volume 2, Nomor 1, April 2010). Di Kabupaten Merangin sejak tiga tahun terahir 2011, 2012 dan 2013 terdapat beberapa kasus perilaku seksual berisiko di kalangan remaja yang cenderung meningkat. salah satunya kasus asusila anak ABG usia 14 tahun siswa SMA dan siswa dikeluarkan dari sekolah karena hamil diluar nikah. Menurut WHO, kesehatan reproduksi adalah suatu kedaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistim reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau keadaan di mana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman (Psikologi Kespro, 2010). Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistim, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak sematamata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural (Fauzi, 2008). Sekitar 1 milyar manusia atau 1 dari 6 manusia di bumi adalah remaja dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang (UNFPA, 2000). Banyak sekali remaja yang sudah aktif secara seksual meski bukan atas pilihannya sendiri. Kegiatan seksual menempatkan remaja pada tantangan resiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi seperti Asparian., dkk: Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Beresiko Pada Remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau Tahun 2014 kehamilan remaja, penyakit menular seksual dan HIV/AIDS. Jenis-jenis penyakit yang menyerang Reproduksi Remaja diantaranya adalah Gonorrhea (GO, Sifilis (Raja Singa), Herpes Genetalis, Trikomoniasis Vaginali, Chancroid, Klamidia, Kondiloma Akuminata, (Widyastuti dkk, 2009). Masalah kesehatan remaja mencakup aspek fisik biologis dan mental, sosial. Perubahan fisik yang pesat dan perubahan endokrin/hormonal yang sangat dramatic merupakan pemicu masalah kesehatan remaja serius karena timbulnya dorongan motivasi seksual yang menjadikan remaja rawan terhadap penyakit dan masalah kesehatan reproduksi, kehamilan remaja dengan segala konsekuensinya yaitu: hubungan seks pranikah, aborsi, PMS & HIV-AIDS serta narkotika. Permasalahan remaja seringkali berakar dari kurangnya informasi dan pemahaman serta kesadaran untuk mencapai sehat secara reproduksi. Perubahan yang terjadi pada setiap orang itu berbeda-beda, karena setiap orang memiliki perbedaan saat kematang seksual. Biasanya perempuan mengalami pubertas lebih awal pada usia 11 – 12 tahun, sedangkan laki-laki pada usia 13 – 15 tahun (Bunga, 2012). Beberapa pengertian tentang batasan perilaku seksual, aktivitas seksual, hubungan seksual dan perilaku seksual berisiko, yaitu Perilaku seksual yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis. Perilaku seksual juga merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri. Aktivitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin melalui berbagai perilaku. Hubungan seksual merupakan kontak seksual yang dilakukan berpasangan dengan lawan jenis atau sesama jenis. Sementara itu perilaku seksul berisiko adalah perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum ataupun agama dan kepercayan masing-masing individu (Makara, Kesehatan, Vol. 10, No 1, Juni 2006). Menurut Soetjiningsih (2004), perilaku seks pranikah pada remaja adalah segala tingkah laku remaja yang didorong oleh hasrat baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis yang dilakukan sebelum adanya hubungan resmi sebagai suami istri. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri. Menurut Tjiptanigrum, dalam Suryoputro,dkk (2008) perilaku seksual tidak berisiko mencakup : 1) menaksir; 2) pergi berkencan, 3) mengkhayal, 4) berpegangan tangan, 5) berciuman ringan (kening, pipi), 6) saling memeluk, Sedangkan yang termasuk kategori berisiko adalah : 1) Berciuman bibir/mulut dan lidah, 2) meraba dan mencium bagian sensitive seperti payudara, alat kelamin, 3) menempelkan alat kelamin, 4) oral seks, 5) berhubungan seksual (senggama). Faktor yang juga diasumsikan sangat mendukung remaja untuk melakukan hubungan seksual adalah teman sebaya yang dilihat dari konformitas remaja pada kelompoknya dimana konformitas tersebut memaksa seorang remaja harus melakukan hubungan seksual. 65 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains Santrock (2003) mengatakan bahwa konformitas kelompok bisa berarti kondisi di mana seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari orang lain dalam kelompoknya karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang diberikan oleh kelompoknya tersebut. Apabila lingkungan peer remaja tersebut mendukung untuk dilakukan perilaku seksual, serta konformitas remaja yang juga tinggi pada peer-nya, maka remaja tersebut sangat berpeluang untuk melakukan hubungan seksual pranikah (Jurnal Makara Kesehatan, Vol 10, No 1 Juni 2006 ). Jenis perilaku seksual dan pola pacaran yang dilakukan oleh remaja dalam pergaulan sehari-hari yang mengindikasikan potensi perilaku seksual berisiko terlihat pada tabel 1 berikut: 1 Ngobrol, curhat Perem puan (%) 97,1 2 Pegangan tangan 70,5 65,8 69,9 3 Berangkulan 49,8 48,3 49,0 4 Berpelukan 37,3 38,6 38,0 5 Berciuman pipi 43,2 38,1 40,4 6 Berciuman bibir 27,0 31,8 20,5 7 Meraba-raba dada 5,8 20,3 13,5 8 Meraba-raba alat kelamin 3,1 10,9 7,2 9 Mengesek-gesekkan alat Kelamin 2,2 6,5 4,5 10 Oral seks 1,8 4,5 3,3 11 Melakukan hubungan seksual 1,8 4,3 3,2 No Perilaku Pola Pacaran Laki-laki (%) 94,5 Total (%) 95,7 Sumber : Penelitian Rita Darmayanti Tabel di atas menunjukkan kecenderungan perbedaan proporsi perilaku seksual berisiko antara remaja perempuan dan laki-laki, dengan proporsi perilaku seksual berisiko lebih besar pada remaja lakilaki dibandingkan pada remaja perempuan. Menurut Sarwono (2007) bentuk tingkah laku seks bermacam- macam mulai dari perasaan tertarik, pacaran, kissing, Necking, Petting sampai Intercrouse. Secara garis besar perilaku seksual pada remaja disebabkan oleh meningkatnya libido seksual, penundaan usia perkawinan, 66 Tabu/larangan, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduki dan pergaulan semakin bebas. Gejala ini banyak terjadi di kota-kota besar, diantaranya adalah kebebasan pergaulan antara jenis kelamin beberapa pada remaja dan semakin rendah kemungkinan perilaku menyimpang pada remaja. Oleh karena itu disamping komunikasi yang baik dengan anak, orang tua juga perlu mengembangkan pola pendidikan yang lebih kooperatif. Menurut Soetjiningsih (2004) ada Beberapa hal yang perlu dilakukan Asparian., dkk: Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Beresiko Pada Remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau Tahun 2014 agar perilaku seksual remaja tidak mengalami permasalahan, yaitu : a. Pendidikan seks secara histologik dan terpadu perlu diberikan kepada anak sedini mungkin dan juga kepada orang tua dan konselor. b. Perlu adanya perubahan pemahaman masyarakat terhadap seksualitas yaitu dari pemahaman yang kaku menjadi fleksibel. c. Kepedulian masyarakat terhadap seks yang aman dan sehat perlu ditingkatkan. Menurut Nursal (2008), ada beberapa faktor yang mempengaruhi seorang remaja untuk melakukan hubungan seksual sehingga pemerintah harus mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi perilaku seks bebas, faktor-faktor tersebut meliputi jenis kelamin, usia pubertas, pengetahuan, sikap, status perkawinan orang tua, pola asuh orang tua, jumlah pacar, lama pertemuan dengan pacar, paparan media elektronik dan media cetak. Berdasarkan analisa (WHO) pada berbagai literature kesehatan reproduksi dari seluruh dunia yang menyatakan bahwa pola asuh adalah merupakan faktor risiko tinggi perilaku seksual. Interaksi antar remaja dengan orang tua menunda bahkan mengurangi perilaku hubungan seksual pada remaja. Pengawasan dari orang tua yang kurang akan mempercepat remaja melakukan hubungan seksual. Pengawasan orang tua merupakan faktor penting yang mempengaruhi perilaku seksual remaja. Remaja yang diawasi orang tuanya akan menunda bahkan menghindari hubungan seksual sedangkan pada remaja tanpa pengawasan orang tua akan melakukan hubungan seksual pertama pada usia lebih dini. Persepsi remaja tentang perilaku seksual berisiko akan sangat dipengaruhi oleh usia remaja yang masih berusaha mencari jati diri dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, serta dengan gejolak seksual yang besar, karena persepsi merupakan sebuah proses yang aktif dari manusia dalam memilih, mengelompok, serta memberikan makna pada informasi yang diberikannya. Remaja yang berada pada fase meningkatnya dorongan seksual selalu mencari lebih banyak informasi mengenai seks, atau mengadakan percobaan dengan masturbasi, bercumbu atau bersenggama (Sumanto, MA, 2014, hal : 245). METODE PENELITIAN Penelitian merupakan penelitian Analitik, dengan desain yang digunakan yaitu Cross Sectional. yang bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko pada remaja di SMA sederajat Kecamatan Sungai Manau tahun 2014. Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas (Pengetahuan, Jenis kelamin, Usia pubertas, Persepsi dan Pola asuh orang tua) sedangkan variabel terikat (Perilaku berisiko). Pendekatan yang digunakan adalah metode Cross Sectional sementara populasi dalam penelitian ini adalah siswa/siswi kelas X dan kelas XI SMA sederajat di Kecamatan Sungai Manau tahun 2014 yang berjumlah 324 siswa. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional stratified sampling, besar sampel dihitung dengan rumus 65 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains Slovin sehingga diperoleh 76 responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Sistematic Random Sampling. Penelitian ini menggunakan data primer yaitu merupakan data yang diperoleh dari hasil pengisian angket oleh responden dengan menggunakan kuesioner/angket yang berisi sejumlah pertanyaan untuk memperoleh informasi dari responden meliputi pengetahuan, jenis kelamin, usia, persepsi, pola asuh orang tua tentang perilaku seksual berisiko pada remaja. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi data, persentase dan analisa persentase, sedangkan analisis bivariat digunakan untuk menguji hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji X2 (Chi–Square) dengan derajat No Pengetahuan 1 Baik 2 Kurang Jumlah Tabel 1 diatas memperlihatkan bahwa dari 76 responden terdapat 44 orang (57,9%), remaja yang berpengetahuan baik tentang perilaku seksual berisiko, sementara yang berpengetahuan kurang sebanyak 32 orang (42,1%). Berdasarkan usia pubertas responden dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu remaja akhir 43 orang (56,6%) dan remaja tengah 33 orang (43,4%). Untuk persepsi responden diperoleh data bahwa mereka yang berpersepsi positif sebanyak 41 orang (53,9%) dan yang persepsi negatif sebanyak 35 orang (46,1%) tentang perilaku seksual berisiko. 66 kepercayaan 95%, batas kemaknaan α (0,05). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini berjumlah 76 orang remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau Tahun 2014 yang terdiri dari perempuan sebanyak 44 orang (57,9%) dan yang laki-laki sebanyak 32 orang (42,1%), berdasarkan pengetahuan tentang perilaku seksual berisiko diperoleh data sebagai berikut: Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Tentang Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau Tahun 2014 f 44 32 76 % 57,9 42,1 100 Berdasarkan pola asuh orang tua pada remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau Tahun 2014 sebagian besar adalah pola asuh demokratis sebanyak 43,4%, pola asuh permisif sebanyak 36,9% dan selebihnya pola asuh otoriter sebanyak 19,7%. Hasil penelitian memperlihatkan besaran jumlah perilaku seksual berisiko pada remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau Tahun 2014 yaitu sebagian besar dari mereka 78,9% berperilaku seksual berisiko dan hanya 21,1% saja yang tidak berperilaku seksual berisiko. Sebagian besar perilaku seksual berisiko disebabkan karena Asparian., dkk: Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Beresiko Pada Remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau Tahun 2014 kurangnya pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi maka akan perilaku seksual berisiko dan semakin baik pula perilaku adanya sikap permisif terhadap seksualnya. perilaku seksual pada remaja Hasil analisis statistik bivariate (Soetijiningsih, 2004 hal : 133). menemukan dari 57,9% remaja yang Handayani (2001) dalam memiliki pengetahuan baik ternyata penelitiannya mengungkapkan bahwa 51,3,% diantaranya menyatakan adanya pengetahuan tentang manfaat pernah melakukan perilaku seksual sesuatu hal dapat mempengaruhi berisiko dan hanya 6,6% remaja niat untuk ikut dalam suatu pernah melakukan perilaku seksual kegiatan, sehingga semakin baik tidak berisiko. pengetahuan responden tentang Tabel 3. Hubungan pengetahuan Remaja SMA/Sederajat Dengan Perilaku Seksual BerisikoPada Remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau Tahun 2014 Perilaku Seksual Berisiko No Pengetahuan Jumlah pvalue Tidak Berisiko Berisiko F % f % f % 1 Baik 39 51,3 5 6,6 44 57,9 0,032 2 Kurang 21 27,6 11 14,5 32 42,1 Jumlah 60 78,9 16 21,1 76 100 Remaja yang memiliki pengetahuan kurang berjumlah 42,1% orang, 27,6% diantaranya menyatakan pernah melakukan perilaku seksual berisiko dan 14,5% pernah melakukan perilaku seksual tidak berisiko, dengan pvalue 0,032 berarti ada hubungan bermakna antara pengetahuan dan perilaku seksual berisiko pada Remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau Tahun 2014. Untuk usia pubertas, dari 76 sampel remaja yang diteliti ada diperoleh 56,6% usia remaja akhir. Sebanyak 33 orang (43,4%) dinyatakan pernah melakukan perilaku seksual berisiko dan 10 orang (13,2%) pernah melakukan perilaku seksual tidak berisiko. Usia remaja tengah berjumlah 33 orang (43,4%), 27 orang (35,5%) diantaranya menyatakan pernah melakukan perilaku seksual berisiko dan 6 orang (7,9%) pernah melakukan perilaku seksual tidak berisiko. Dengan nilai pvalue 0,800 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara usia pubertas dan perilaku seksual berisiko hal ini menunjukkan bahwa faktor usia tidaklah menjadi penghalang bagi remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau Tahun 2014 untuk melakukan perilaku seksual berisiko. Pada masa pubertas perkembangan organ seksual amat nyata dibandingkan dengan masa anak-anak. Pematangan secara fisik dan pada masa pubertas hanya merupakan salah satu proses pada remaja sebab variasi pematangan pada remaja bervariasi sesuai dengan perkembangan psikososial. Pada saat pubertas terjadi perkembangan tanda-tanda seks sekunder, salah satu tanda adanya pematangan fisik ini ialah anak 65 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains perempuan mulai haid dan anak lakilaki mulai mimpi malam atau ejakulasi dan pada saat ini mereka telah mempunyai kemampuan fertilitas (Soetijiningsih, 2004). Analisis hubungan antara persepsi dengan perilaku seksual berisiko pada remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau Tahun 2014 menemukan bahwa, 41 orang (53,9%) remaja memiliki persepsi positif, 47,4% diantaranya dinyatakan pernah melakukan perilaku seksual berisiko dan 6,6% pernah melakukan perilaku seksual tidak berisiko. Remaja yang memiliki persepsi negatif berjumlah 35 orang (46,1%), 24 orang (31,6%) diantaranya menyatakan pernah melakukan perilaku seksual berisiko dan 11 orang (14,5%) pernah melakukan perilaku seksual tidak berisiko. Dengan nilai pvalue 0,077 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara persepsi dan perilaku seksual berisiko pada remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau Tahun 2014, ini berarti bahwa semakin tinggi persepsi remaja terhadap kesehatan reproduksi tidak berbanding lurus dengan peningkatan perilaku seksual berisiko. Analisis hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku seksual berisiko pada remaja menemukan bahwa terdapat 38 orang remaja (50,0%) yang pengasuhan orang tuanya dalam keadaan wajar. Dari jumlah tersebut 35 orang (46,1%) menyatakan pernah melakukan perilaku seksual berisiko dan 3 orang (3,9%) yang menyatakan pernah melakukan perilaku seksual tidak berisiko. Terdapat 38 orang (50,0%) yang pengasuhan orang tuanya dalam keadaan tidak wajar. Dari jumlah tersebut, 25 orang (32,9%) menyatakan pernah melakukan perilaku seksual berisiko dan 13 orang (17,1%) yang lain menyatakan pernah melakukan perilaku seksual tidak berisiko. Dengan nilai pvalue 0,011 maka terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh orang tua dan perilaku seksual berisiko pada remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau Tahun 2014. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pola asuh demokrasi juga mempunyai peluang untuk menyebabkan seorang remaja melakukan perilaku seksual berisiko. Selengkapnya tampak pada tabel berikut. Tabel 4. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau Tahun 2014 Perilaku Seksual Berisiko Jumlah pPola asuh orang No. Tidak value tua Berisiko Berisiko F % F % f % 1 Wajar 35 46, 3 3,9 38 50,0 0,011 1 2 Tidak wajar 25 32, 13 17,1 38 50,0 9 Jumlah 60 78, 16 21,1 76 100 Penyebab seorang remaja 9 saja, mungkin ada faktor lain yang melakukan perilaku seksual berisiko mempengaruhi yaitu pengetahuan dalam penelitian ini bukan tentang kesehatan reproduksi, usia disebabkan oleh pola asuh orang tua pubertas, sikap terhadap berbagai 66 Asparian., dkk: Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Beresiko Pada Remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau Tahun 2014 perilaku seksual, status perkawinan orang tua, jumlah pacar yang pernah dimiliki, lama pertemuan dengan pacar, dan paparan media pornografi elektronik dan cetak (Jurnal Kesehatan masyarakat, Vol 2 No 2, Maret 2008, Hal 175-180). Pola asuh yang tidak sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak, misalnya orang tua yang permisif, otoriter dan masa bodoh. Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya orang tua sebagai figure tauladan bagi anak. Suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak nyaman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja. Menurut pendapat Sarwono (2008) dalam Taufik dan Anganthi (2005), bahwa perilaku yang tidak sesuai dengan tugas perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi orang tua. Orang tua yang mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seksual kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan orang tuanya. Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah diberikan oleh orang tua sendiri dan dapat pula diwujudkan melalui cara hidup orang tua dalam keluarga sebagai suamiistri yang bersatu dalam perkawinan. KESIMPULAN 1. K arakteristik responden terbanyak adalah perempuan 57,9%, berpengetahuan baik 57,9%, kelompok remaja akhir 56,6%, berpersepsi positif sebanyak 53,9%, pola asuh orang tua demokratis sebanyak 43,4% dan yang berperilaku seksual berisiko 78,9%. 2. Sebagain besar perilaku seksual berisiko terjadi pada remaja putri yaitu sebanyak 57,9%. 3. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan pola asuh orang tua dengan perilaku seksual berisiko pada remaja SMA/Sederajat di Kecamatan Sungai Manau. DAFTAR PUSTAKA BKKBN, 2007. Kepala BKKBN: Mau dikemanakan Remaja Saat Ini. Available online at http://www. depkes. go.id /hg.web. Diakses tanggal 14 April 2014. BKKBN, 2012. Survei SKRRI 2012. Perilaku Pacaran Remaja Memperhatinkan. Available online at http://www.inilah comon.go.id/hg.web. Diakses tanggal 14 April 2014. BKKBN, 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Depkes RI, 2003. Profil Kesehatan Reproduksi 2003, Jakarta : x + 412 hlm. Hurlock, EB, 2007. Psikologi Perkembangan edisi kelima. Ahli bahasa: dr.M ed.Meitasari Tjandrasa. Jakarta: Erlangga. Lubis, NM, 2013. Psikologi Kesehatan Reproduksi, Penerbit Kencana Group. Jakarta Pertiwi, KR, 2010. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Permasalahannya. Available online at http://www.soliddocument.com. Diakses tanggal 20 April 2014. Pitogo, AJ dkk, 2005. Keluarga 65 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains Berencana dan kesehatan Reproduksi, Jakarta: Pustaka belajar. Riwidikno, H, 2012. Statistik Kesehatan, Penerbit Nuha Medika, Yogyakarta Riyanto, A, 2005. Aplikasi Metodelogi Penelitian, Penerbit Nuha Medika, Jakarta Sarwono, S, 2007. Psikologi Remaja Edisi Revisi. Rajawali Pers. Jakarta Sarwono, 2012. Psikologi Remaja Edisi Revisi. Penerbit Rajawali Pers. Jakarta Sumanto, MA, 2014. Psikologi Perkembanagan Fungsi dan Teori, Jakarta: CAPS. 66 Soetijiningsih, 2007. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya, Penerbit Sagung Seto. Jakarta Taufik,Anganthi NRN, 2008. Seksualitas Remaja: Perbedaan Seksualitas antara Remaja yang Melakukan tidak Hubungan Seksual dan Remaja yang Melakukan Hubungan Seksual dan Reproduksi. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol 6, No 2, 2005: 115-129. Widiastuti, Yani, SsiT Kesehatan Reproduksi Remaja, Penerbit Fitra Maya, Yogyakarta.