BAB III PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA

advertisement
41
BAB III
PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA
3.1
Pengamanan Terhadap Transformator Tenaga
Sistem pengaman tenaga listrik merupakan sistem pengaman pada peralatan -
peralatan yang terpasang pada sistem tenaga listrik, seperti generator, busbar,
transformator, saluran udara tegangan tinggi, saluran kabel bawah tanah, dan lain
sebagainya yang bertujuan untuk mengamankan peralatan terhadap kondisi adanya
gangguan. Fungsi sistem pengamanan, yaitu untuk :
1. Memisahkan bagian yang terganggu dari bagian sistem yang masih beroperasi
dengan cara relai memerintahkan trip kepada pemutus tenaga (PMT).
2. Merasakan dan menentukan bagian sistem yang sedang terganggu serta
memisahkan secepatnya sehingga sistem lainnya yang tidak terganggu dapat
beroperasi secara normal.
3. Mengurangi bahaya bagi manusia.
4. Mendeteksi adanya gangguan pada bagian sistem yang diamankannya.
5. Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan yang terganggu.
42
3.2
Syarat – Syarat Sistem Proteksi
3.2.1
Dapat Diandalkan (reliable)
Dalam keadaan normal jika tidak ada gangguan relai tidak bekerja, Tetapi bila
pada suatu saat terjadi suatu gangguan, maka relai harus bekerja untuk mengatasi
gangguan tersebut.
Kegagalan kerja relai dapat mengakibatkan kerusakan yang berat bagi alat
yang diamankan atau gangguan menjadi meluas sehingga daerah yang mengalami
pemadaman meluas. Disamping itu relai tidak boleh salah kerja, maksudnya adalah
seharusnya relai tidak bekerja tetapi malah bekerja, sehingga timbul pemadaman yang
tidak seharusnya terjadi.
Keandalan relai pengaman ditentukan mulai dari rancangan, pengerjaan,
beban yang digunakan dan perawatannya. Oleh karena itu untuk mendapatkan
keandalan yang tinggi diperlukan perawatan, dalam hal ini perlu adanya pengujian
secara periodik, untuk menentukan apakah karakteristik relai masih tetap atau
memerlukan penyetelan kembali. Hal ini untuk menentukan karakteristik relai apakah
stabil atau tidak, sehingga dapat menentukan keandalan relai.
3.2.2
Selektif
Relai bertugas mengamankan peralatan atau bagian sistem dalam daerah
pengamannya. Maka tugas relai adalah mendeteksi adanya gangguan yang terjadi
pada daerah pengamannya dan memberikan perintah kepada pemutus beban (PMT)
untuk memisahkan bagian sistem yang terganggu. Dengan demikian bagian sistem
43
lainnya yang tidak terganggu jangan sampai terputus aliran listriknya dan masih
beropersi secara normal, sehingga tidak terjadi pemadaman yang secara luas.
Dengan kata lain pengaman dinyatakan selektif bila relai dan PMT yang
bekerja hanyalah pada daerah yang terganggu saja.
3.2.3
Waktu Kerja Relai Cepat
Relai pengaman harus dapat bekerja dengan cepat dikarenakan ada kerusakan
peralatan yaitu yang disebabkan oleh rusaknya isolasi karena terjadinya tegangan
lebih terlalu lama ataupun karena dialiri arus gangguan yang terlalu lama. Dengan
demikian relai pengaman harus bekerja dengan cepat. Dan relai harus cepat
menangani gangguan seperti hubung singkat yang tetap akan menyebabkan tegangan
jatuh dan mengganggu. Namun demikian relai tidak boleh bekerja terlalu cepat
(kurang dari 10 ms). Hal ini untuk mencegah relai salah kerja karena transient oleh
sebab surja petir, dalam hal ini arester diberi kesempatan kerja lebih dulu.
3.2.4
Peka (sensitif)
Relai dikatakan peka apabila memiliki suatu sensitifitas atau kepekaan yang
tinggi, agar ganggguan dapat di deteksi sedini mungkin sehingga bagian yang
terganggu dapat diminimalkan, atau kemungkinan terjadinya kerusakan menjadi
sekecil mungkin. Hal ini memberikan keuntungan dimana kerusakan peralatan yang
diamankan akibat gangguan menjadi kecil.
44
3.2.5
Faktor Biaya
Dalam merencanakan perencanaan suatu sistem proteksi, maka perlu
memperhatikan faktor biaya. Karena faktor biaya memegang peranan penting. Untuk
mendapatkan syarat – syarat sistem proteksi/ relai, seperti : dapat diandalkan
(reliable), selektif, waktu kerja relai cepat, dan peka (sensitif), maka diusahakan relai
tersebut direncanakan faktor biayanya agar pengeluaran dapat diminimalkan atau
dengan kata lain biaya bisa ditekan (tidak mahal).
3.3
Penyebab Kegagalan Pengaman
Berikut ini adalah hal-hal yang dapat menimbulkan kegagalan pengaman
adalah :
1. Kerusakan pada relainya akibat umur relai yang sudah melewati batas waktu.
2. Kegagalan suplai arus dan atau suplai tegangan ke relai. Hal ini dapat disebabkan
trafo arus atau trafo tegangannya rusak.
3. Kegagalan pada pemutus tenaga (PMT). Kegagalan ini dapat disebabkan karena
kondisi baterai lemah atau rusak dan juga karena rusaknya PMT sehingga pemutus
tenaga tidak bekerja dengan baik.
3.4
Macam – Macam Tipe Proteksi
Ada dua macam tipe proteksi yang dikenal yaitu sebagai proteksi utama (main
protection) dan proteksi cadangan (backup protection), dimana setiap tipe ini
45
mempunyai fungsi dan cara kerja masing-masing. Dengan demikian pengaman
menurut fungsinya dapat di kelompokan menjadi dua, yaitu :
3.4.1
Pengaman Utama
Pengaman utama adalah pengaman yang bekerja pertama kali pada saat
adanya gangguan pada alat – alat seperti generator, busbar, transformator,
transmisi, motor listrik.
3.4.2 Pengaman cadangan
Ada kemungkinan suatu sistem proteksi utama gagal bekerja karena
kegagalan komponennya. Misalnya dikarenakan kerusakan pada battere, gangguan
mekanis pada pemutus tenaga (PMT) dan kerusakan relai utama. Oleh karena itu
sistem proteksi dilengkapi dengan pengaman cadangan disamping pengaman
utamanya.
Karena pengaman cadangan baru diharapkan bekerja jika pengaman utamanya
gagal bekerja maka pengaman-pengaman cadangan disertai dengan waktu tunda (time
delay) untuk memberi kesempatan kepada pengaman utama untuk bekerja lebih
dahulu.
3.5.
Transformator untuk pengukuran
Transformator instrument adalah alat yang di gunakan untuk mengukur
besaran arus dan tegangan yang kapasitasnya terlalu besar untuk langsung ke alat
ukur. Transformator instrument terdiri dari 2 macam yaitu sebagai berikut :
46
3.5.1
Transformator arus
Transformator arus di gunakan untuk pengukuran arus yang besaranya ratusan
ampere atau bahkan ribuan ampere. Selain digunakan untuk pengukuran arus,
transformator arus juga di pergunakan untuk memperkecil arus yang masuk ke relai
untuk keperluan proteksi, dengan demikian arus yang masuk ke relai tidak terlalu
besar. Kumparan primer transformator arus di hubungkan seri dengan jaringan atau
peralatan yang akan di ukur arusnya, sedangkan kumparan sekundernya di hubungkan
ampere meter atau relai proteksi. Pada umumnya peralatan ukur dan relai proteksi
membutuhkan arus 1 atau 5 ampere.
3.5.2
Transformator tegangan.
Transformator tegangan merupakan peralatan listrik yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan tinggi ke tegangan yang rendah sesuai dengan setting relai.
Transformator tegangan juga memiliki perbandingan lilitan tegangan primer dan
sekunder untuk menunjukan kelasnya.
3.6
Prinsip Kerja Relai differensial
Prinsip kerja relai differensial adalah dengan cara membandingkan dua
besaran arus pada transformator arus (CT) atau dengan cara membandingkan selisih/
perbedaan arus yang masuk ke relai differensial dari kedua trasformator arus (CT).
Apabila ada gangguan pada transformator seperti gangguan hubung singkat, maka
47
akan akan menimbulkan arus yang tidak normal atau tidak seimbang, maka relai akan
bekerja. Kerja relai differensial dibantu oleh dua buah trasformator arus (CT) dan
penggunaan CT 1 dan CT 2 harus menggunakan rasio yang sama, sehingga sekunder
kedua transformator arus tersebut sama besar. Pada relai differensial ada 3 kondisi,
yaitu :
3.6.1
Kondisi Relai Differensial Pada Saat Tidak Ada Gangguan (Normal)
Pada saat tidak ada gangguan (normal) pada Transformator, relai differensial
tidak akan bekerja, karena I1 dan I2 sama besar atau seimbang (I1 = I2), seperti yang
ditunjukkan oleh Gambar 3.1
I1
I2
Gambar 3.1. Kondisi relai differensial pada saat tidak ada gangguan (normal)
Keterangan :
I1 = Arus dari CT 1 yang masuk ke relai differensial.
48
I2 = Arus dari CT 2 yang masuk ke relai differensial.
3.6.2
Kondisi relai differensial pada saat ada gangguan diluar (Eksternal)
daerah pengaman (Transformator)
I1
I2
Gambar 3.2 Kondisi relai differensial pada saat ada gangguan diluar (Eksternal)
daerah pengaman Transformator
Keterangan :
I1 = Arus dari CT 1 yang masuk ke relai differensial
I2 = Arus dari CT 2 yang masuk ke relai differensial
Pada saat ada gangguan diluar (Eksternal) daerah pengaman transformator
maka arus yang mengalir diluar transformator akan bertambah besar, tetapi arus di
dalam daerah proteksi transformator akan tetap sama, karena pada saat ada gangguan
49
diluar (Eksternal) daerah proteksi transformator, misalnya seperti ada gangguan
akibat petir atau gangguan hubung singkat pada transmisi maka yang bekerja adalah
pengaman di daerah transmisi tersebut atau dengan kata lain apabila ada gangguan di
luar daerah transformator, maka yang bekerja adalah pengaman di luar daerah
transformator. Jadi I1 dan I2 sama besar atau arus seimbang (I1 = I2), dengan demikian
relai differensial tidak akan bekerja.
3.6.3
Kondisi Relai Differensial Pada Saat Ada Gangguan Didalam (Internal)
Daerah Pengaman (Transformator)
I1
I2
Gambar 3.3 Kondisi relai differensial pada saat ada gangguan didalam (Internal)
daerah pengaman (Transformator)
50
Keterangan :
I1 = Arus dari CT 1 yang masuk ke relai differensial
I2 = Arus dari CT 2 yang masuk ke relai differensial
Pada saat ada gangguan didalam (Internal) daerah pengaman transformator,
maka secara otomatis menyebabkan ketidakseimbangan arus antara sisi primer dan
sisi sekunder yang masuk ke relai differensial, hal itu meyebabkan arus yang masuk
ke relai differensial tidak sesuai dengan nilai yang seharusnya atau adanya selisih
(perbedaan) arus antara I1 dan I2 yang masuk ke relai, dan relai differensial
merasakan adanya gangguan pada transformator, kemudian relai differensial
memerintahkan pemutus tenaga (PMT) untuk memutuskan aliran arus atau energi
listrik. Sehingga aliran arus listrik akan terputus, maka transformator tenaga yang
diamankan bebas dari pengaruh gangguan yang ada.
3.7
Sifat Pengaman Dengan Relai Differensial
 Digunakan hanya sebagai pengaman utama dan tidak dapat digunakan sebagai
pengaman cadangan.
 Pada daerah pengamannya menggunakan trafo arus.
 Sangat cepat dan tidak memerlukan time delay atau waktu tunda.
51
3.8
Fungsi Relai Differensial
Pengaman relai differensial merupakan alat pengaman utama untuk
mengamankan transformator daya terhadap hubung singkat yang terjadi didalam
transformator. Terjadinya gangguan hubung singkat biasanya disebabkan oleh adanya
kerusakan pada isolasi kawat/ penghantar transformator. Relai differensial
mengamankan gangguan hubung singkat seperti:
1. Gangguan hubung singkat antara fasa dengan fasa.
2. Gangguan hubung singkat antara fasa ke tanah.
3. Gangguan hubung singkat antara fasa ke body trafo.
4. Gangguan hubung singkat pada lilitan atau kumparan trafo.
3.9
Penyetelan Relai Differensial
Langkah – langkah dalam melakukan penyetelan relai differensial harus
memperhatikan hal-hal berikut ini yaitu :
3. 9.1 Menghitung Nilai Arus Pada Trafo Daya Dan Untuk Menentukan Rasio
Primer CT
Berikut ini adalah rumus untuk menentukan nilai arus pada transformator daya
sisi 11,5 kV dan sisi 150 kV, dan sekaligus menentukan nilai rasio primer CT, yaitu
dapat di hitung sebagai berikut :
52
Keterangan :
Ip
=
Arus pada trafo daya sisi 11,5 kV
Is
=
Arus pada trafo daya sisi 150 kV
S
=
Daya Transformator (MVA).
Tegangan sistem (kV) =
Tegangan pada sisi tegangan 11,5 kV atau pada sisi
tegangan 150 kV transformator daya (kV).
Apabila hasil atau nilai arus pada transformator daya sudah diketahui
hasilnya, maka langkah selanjutnya adalah menentukan nilai rasio primer CT.
Contoh: Pada analisa hasil perhitungan ini, sisi 11,5 kV menggunakan persamaan
(3.1), nilai arus pada Transformator daya sisi 11,5 kV (Ip) dan pada primer CT sisi
11,5kV (ICT P1) adalah 7028 A. Kemudian dipilih rasio primer CT pada sisi 11,5 kV
(CT P1) yaitu 8000 A. Pemilihan rasio primer CT 8000 A tersebut berdasarkan nilai
CT yang ada dipasaran.
Dan pada perhitungan sisi 150 kV menggunakan persamaan (3.2), nilai arus
pada transformator daya sisi 150 kV (Is) dan pada Primer CT sisi 150 kV (ICT S1)
adalah 538 A. Kemudian dipilih rasio primer CT pada sisi 150 kV (CT S1) yaitu
53
600A. Pemilihan rasio primer CT 600 A tersebut berdasarkan nilai CT yang ada
dipasaran.
Keterangan :
ICT P1
= Arus Primer CT sisi 11,5 kV atau Arus dari Generator masuk ke
sisi Primer CT 1
ICT S1
= Arus Primer CT sisi 150 kV atau Arus dari Trafo daya sisi 150 kV
masuk ke sisi Primer CT 2.
CT P1
= Ratio primer CT sisi 11,5 kV.
CT S1
= Ratio primer CT sisi 150 kV.
3.9.2
Perhitungan Nilai Arus Pada Sekunder CT Dan Untuk Menentukan
Rasio Sekunder CT Disisi 11,5 kV dan 150 kV
Transformator arus (CT) yang digunakan oleh relai differensial harus
mempunyai nilai perbandingan pada sekunder CT 1 dan CT 2 yang sama, contohnya
8000/ 5 A dan 600/ 5 A sehingga arus yang masuk ke relai differensial dari sisi
sekunder CT 1 dan sisi sisi sekunder CT 2 sama (Ip = Is). Jika tidak sama pada ratio
sekunder CT 1 dan CT 2 maka akan terjadi kesalahan kerja pada kondisi normal relai
differensial, dikarenakan arus yang masuk dari kedua sisi tidak mempunyai nilai yang
sama di sisi tegangan tinggi dan sisi tegangan rendah.
54
Berikut ini adalah rumus untuk menghitung nilai arus pada sekunder CT dan
sekaligus untuk menentukan rasio sekunder CT pada sisi 11,5 kV dan 150 kV adalah
sebagai berikut :
Apabila hasil atau nilai arus pada sekunder CT sudah diketahui hasilnya,
maka langkah selanjutnya adalah menentukan nilai rasio sekunder CT. Contoh : Pada
analisa hasil perhitungan ini, sisi 11,5 kV menggunakan persamaan (3.3) dan nilai
arus pada sekunder CT sisi 11,5kV (ICT P2) adalah 4,39 A. Kemudian dipilih rasio
sekunder CT pada sisi 11,5 kV (CT P2) yaitu 5 A. Pemilihan rasio sekunder CT 5 A
tersebut berdasarkan nilai CT yang ada dipasaran.
Dan pada perhitungan sisi 150 kV menggunakan persamaan (3.4) dan nilai
arus pada Sekunder CT sisi 150 kV (ICT S2) adalah 4,48 A. Kemudian dipilih rasio
Sekunder CT pada sisi 150 kV (CT S2) yaitu 5 A. Pemilihan rasio sekunder CT 5 A
tersebut berdasarkan nilai CT yang ada dipasaran.
Keterangan :
ICT P2
=
Arus sekunder CT sisi 11,5 kV atau Arus dari Sekunder CT 1
masuk ke ACT sisi 11,5 kV (A).
55
ICT S2
=
Arus sekunder CT sisi 150 kV atau Arus dari Sekunder CT 2
masuk ke ACT sisi 150 kV (A).
Ip
=
Arus pada trafo daya di sisi 11,5 kV (A)
Is
=
Arus pada trafo daya di sisi 150 kV (A)
CT P1
=
Ratio primer CT sisi 11,5 kV
CT S1
=
Ratio primer CT sisi 150 kV
In diff
=
Arus nominal relai differensial (A)
CT P2
=
Ratio dari sekunder CT sisi 11,5 kV
CT S2
=
Ratio dari sekunder CT sisi 150 kV
3.9.3
Menentukan Rasio ACT Pada Sisi 11,5 kV Dan 150 kV
Untuk menentukan Rasio ACT yaitu dengan cara melihat nilai arus pada
sekunder CT 1 dan sekunder CT 2. Kemudian setelah di ketahui nilai arus pada
sekunder CT, Langkah selanjutnya yaitu menentukan rasio ACT dengan melihat
data rasio ACT yang digunakan sebagai patokan untuk menghitung Tap ACT (Lihat
Tabel 4.3) dan dengan memperhatikan nilai In (Arus nominal) pada relai (lihat tabel
4.2).
3.9.4
Menghitung Nilai Tap Auxirally Current Trafo (Trafo Arus Bantu)
Pada Sisi 11,5 kV Dan Sisi 150 kV
Auxiliary CT atau Trafo arus bantu yang berfungsi untuk menyesuaikan
besaran arus yang masuk dari masing – masing CT ke relai differensial. Didalam
56
pemasangan relai differensial pada transformator daya, sering mengalami kesulitan
ketepatan kerja relai, sehingga pada akhirnya relai akan mengalami salah kerja pada
kondisi normal. Salah kerja pada relai differensial disebabkan oleh arus dari masing –
masing sisi sekunder CT1 dan sisi sekunder CT2 yang masuk ke relai differensial
berbeda atau adanya selisih nilai arus. Solusinya adalah dengan menggunakan ACT
atau trafo arus bantu yang berguna untuk menyamakan atau mencocokkan arus yang
masuk ke relai differensial pada kondisi normal.
Berikut ini adalah rumus untuk menghitung tap belitan sekunder ACT pada
sisi tegangan 11,5 kV dan sisi tegangan 150 kV adalah sebagai berikut :
TS11,5 ACT = Tap sekunder ACT pada sisi 11,5kV adalah S1 dan S2 (karena pada
sisi sekunder ACT di sisi 11,5kV menggunakan hubungan
bintang)……….............................................................................(3.5)
TS150 ACT = Tap sekunder ACT pada sisi 150kV adalah S1 dan S2 (karena pada
sekunder
ACT
disisi
150kV
menggunakan
hubungan
bintang).........................................................................................(3.6)
Berikut ini adalah rumus untuk menghitung tap belitan primer ACT pada
transformator sisi tegangan 11,5 kV dan pada sisi 150 kV adalah sebagai berikut :
57
Keterangan :
TP11,5 ACT
=
Tap belitan primer ACT pada sisi11,5 kV
TP150 ACT
=
Tap belitan primer ACT pada sisi150 kV
In diff
=
Arus nominal relai differensial (A)
ICT P2
=
Arus sekunder CT pada sisi 11,5 kV (A)
ICT S2
=
Arus sekunder CT pada sisi 150 kV (A)
TS11,5 ACT =
Penjumlahan tap belitan sekunder ACT pada sisi 11,5 kV
TS150 ACT
Penjumlahan tap belitan sekunder ACT pada sisi 150 kV
3.9.5
=
Perhitungan Nilai Arus Yang Masuk Ke Relai Dari ACT Disisi 11,5 kV
Dan sisi 150 kV :
3.9.5.1 Perhitungan Nilai Arus Yang Masuk Ke Relai Dari ACT Disisi 11,5 kV
Dibawah ini adalah rumus untuk menghitung arus yang masuk ke relai dari
sisi 11,5 kV, adalah sebagai berikut :
Keterangan :
58
Ir11,5
=
Arus yang masuk ke relai dari sisi 11,5 kV (A)
ICT P2
=
Arus sekunder CT pada sisi 11,5 kV (A)
TP11,5 ACT =
Tap belitan primer ACT pada sisi 11,5 kV
TS11,5 ACT =
Tap belitan sekunder ACT pada sisi 11,5 kV
3.9.5.2 Perhitungan Nilai Arus Yang Masuk Ke Relai Dari ACT di Sisi 150 kV
Dibawah ini adalah rumus untuk menghitung arus yang masuk ke relai dari
sisi 150 kV, adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Ir150
=
Arus yang masuk ke relai dari sisi 150 kV
ICT S2
=
Arus sekunder CT pada sisi 150 kV (A)
TP150 ACT =
Tap belitan primer ACT pada sisi150 kV
TS150 ACT =
Tap belitan primer ACT pada sisi 150 kV
3.9.6
Menghitung Persentase ( % ) Error Relai Differensial
Yang dimaksud error relai differensial adalah kesalahan dalam membaca nilai
arus yang masuk ke relai differensial dari CT 1 dan CT 2 pada saat kondisi normal,
dikarenakan arus yang masuk ke relai differensial terdapat selisih atau perbedaan
59
arus. Nilai error relai diferensial dalam penggunaanya tidak boleh lebih dari 5%.
Syarat ini ditentukan oleh SPLN (Standar Perusahaan Listrik Negara) agar relai
differensial berfungsi dengan baik dalam mengamankan sistem tenaga listrik dari
gangguan.
Berikut ini adalah rumus untuk mencari nilai persentase ( % ) error relai
differensial yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Keterangan :
% Error
=
Persentase error relai differensial
Ir11,5
=
Arus yang masuk ke relai dari sisi tegangan 11,5 kV (A)
Ir150
=
Arus yang masuk ke relai pada sisi tegangan 150 kV (A)
Download