PENDAHULUAN Perilaku keuangan adalah ilmu yang menyajikan kumpulan dari alternatif yang dicapai untuk memperbaiki definisi keuangan klasik dari rasional ekonomi (Chira,Inga;dkk, 2008). Perilaku keuangan menggambarkan aspek psikologis yang meneliti mengapa individu dalam mengambil keputusan sering menyimpang dari pilihan yang rasional. Dalam studi tentang perilaku, asumsi yang dibangun adalah bahwa perilaku seseo rang dalam pengambilan keputusan sebenarnya tidak sepenuhnya rasional (Supramono, 2007). Seringkali perilaku seseorang dalam mengambil keputusan seperti pada masalah keuangan dilatar belakangi oleh emosi atau pengaruh orang lain di sekitarnya. Menurut Bass (1983) sebagaimana dikutip Wardhani (2001) menyatakan bahwa kualitas keputusan merupakan ukuran dari efektifitas pengambil keputusan. Pengambilan keputusan yang efektif merupakan suatu proses yang komplek dan tergantung pada keterampilan dalam pengambilan keputusan yang diberikan kepada para pengambil keputusan. Keputusan dari seorang pengusaha yang tidak tepat akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup perusahaan dan karir, yang bahkan tidak bisa diperbaiki lagi (Daryanto,1990: 24). Keputusan yang tidak tepat sering kali dikaitkan pada proses pembuatan keputusan, misalnya: alternative – alternative dalam pembuatan keputusan yang tidak ditentukan dengan jelas, informasi yang tepat tidak bisa diperoleh, atau biaya dan keuntungan tidak dipertimbangkan secara cermat. Namun kadangkala kesalahannya bukan terletak pada keputusan yang diambil, tetapi pada proses pembuatan keputusan tersebut. Aspek psikologis merupakan faktor yang turut berperan dalam pengambilan keputusan. Menurut Shefrin (2007) aspek-aspek psikologis tersebut dikategorikan menjadi tiga aspek, yaitu: bias, heuristic, dan framming effect. Seperti yang didefinisikan oleh Shefrin (2007) bias adalah “kecenderungan kesalahan prediksi (error)”. Dalam kata lain bias adalah prasangka terhadap suatu keputusan yang telah terpengaruh oleh suatu keyakinan tertentu. 1 Heuristic yang diartikan sebagai kriteria, metode, atau prinsip untuk menentukan solusi yang paling efektif untuk mencapai tujuan. Heuristic digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dan memilih yang efektif dari beberapa solusi. (Pearl 1984) Sedangkan framming effects yang didefinisikan sebagai keputusan seseorang yang dipengaruhi oleh gaya, dimana latar belakang untuk membuat keputusan itu sudah terbentuk sebelumnya. Bias merupakan aspek yang turut berperan dalam pengambilan keputusan kredit. Menurut Dewi (2010) aspek bias merupakan aspek yang cenderung menghasilkan keputusan yang tidak menjamin ketepatan secara mutlak. Pengambil keputusan memiliki kemungkinan untuk mengambil keputusan yang salah atau perkiraan yang melenceng. Kondisi ini membahayakan karena tidak dapat dilihat dan terkait langsung dengan proses pemikiran. Bias mengakibatkan kesalahan prediksi, karena dapat membuat orang salah dalam memperhitungkan resiko yang dapat terjadi. Hal ini yang menjadi ketertarikan untuk membahas mengenai aspek bias. Bias dibagi menjadi empat macam: (1) excessive optimism, (2) overconfidence, (3) confirmation, dan (4) illusion of control. Dalam proses pengambilan keputusan sering kali pelaku usaha tidak me nyadari bahwa faktor psikologis yang ada pada diri masing- masing turut berperan penting dalam pengambilan keputusan. Seringkali perilaku seseorang dalam mengambil keputusan dalam masalah keuangan dilatar belakangi oleh emosi. Sebagai contoh pada usaha mikro kecil menengah (UMKM), seperti para pengusaha makanan ringan yang berada di kota Salatiga, salah satu hal yang menghambat usahanya adalah keterbatasan modal. Tambahan modal sangat diperlukan untuk memulai usaha atau memperluas usaha yang dimiliki. Dengan kecilnya modal yang dimiliki pengusaha skala kecil ini membuat para pelaku usaha tersebut harus berhati – hati dalam mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah kekurangan modal. Supramono (2008) juga menyebutkan bahwa usaha kecil menengah sering mengalami kesulitan pendanaan pada saat membutuhkan tambahan modal kerja, dan 2 terpaksa menjual asset pribadi atau mencari pendanaan melalui kredit. Para pengusaha makanan ringan dapat memperoleh kredit melalui bank atau lembaga perkreditan lainnya. Disinilah psikologis mereka diuji, keputusan kredit yang diambil oleh para pelaku usaha ini harus tepat agar usaha yang dijalankannya dapat berkembang dengan baik, karena apabila keputusan yang diambil tidak tepat dapat merugikan usaha yang dijalankannya. Dengan adanya kredit, seorang pelaku usaha dapat mengembangkan usahanya dengan tambahan modal yang didapat dari kredit. Banyak sekali pengusaha-pengusaha kecil sampai menengah keatas yang melakukan kredit untuk menjalankan usahanya. Dalam pengambilan kredit seorang pengusaha memiliki berbagai pertimbangan dalam melakukan kredit. Apabila seorang pengusaha dapat memilih keputusan kredit dengan tepat maka usahanya akan berhasil, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini mengangkat fenomena yang terjadi pada para pengusaha makanan ringan yang sebagian besar adalah usaha kecil dan menengah, terutama para pengusaha makanan ringan yang berada di kota Salatiga untuk memecahkan masalah dan mencari solusi yang terbaik dalam menyelesaikan masalah tersebut. Industri makanan ringan di kota Salatiga memiliki potensi untuk dikembangakan dengan laba yang cukup tinggi, terbukti dengan adanya data yang diperoleh dari CEMSED bahwa populasi industri makanan ringan yang berada di kota Salatiga cukup besar. De ngan adanya kredit dapat membantu pelaku usaha dalam memperoleh tambahan modal untuk membuka usaha ataupun mengembangkan usahanya dalam bidang industri makanan ringan. Namun dalam pengambilan kredit tersebut dimungkinkan terdapat faktor bias yang mempengaruhi seseorang dalam pengambilan kredit. 3 Penelitian ini dilakukan untuk mengukur pengaruh bias dalam pengambilan keputusan kredit yang dilakukan para pengusaha makanan ringan di kota Salatiga. Dari masalah masalah penelitian tersebut, rumusan persoalan penelitian ini adalah: Apakah excessive optimism dapat memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan kredit pada industri makanan ringan di kota Salatiga? Apakah overconfidence dapat memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan kredit pada industri makanan ringan di kota Salatiga? Apakah confirmation dapat memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan kredit pada industri makanan ringan di kota Salatiga? Apakah illusion of control dapat memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan kredit pada industri makanan ringan di kota Salatiga? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membantu para pengusaha makanan ringan dalam mengambil keputusan kredit dan mengetahui apakah seorang pelaku usaha cenderung mengalami bias dalam pengambilan keputusan kredit. Sehingga, manfaat dari penelitian ini bagi para pengusaha makanan kering di kota Salatiga adalah untuk membantu mereka dalam mengidentifikasi faktor psikologis yang ada dalam diri mereka, terutama aspek bias yang dapat menyebabkan mereka salah dala m mengambil keputusan. Disamping itu berguna juga sebagai masukan bagi para pengusaha makanan ringan yang berada di kota Salatiga agar dapat mengambil keputusan kredit dengan baik dan mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan. 4 LANDASAN TEORI Keputusan Kredit Robbins (2007) mendefinisikan keputusan sebagai pilihan yang diambil dari dua atau lebih alternatif. Keputusan yang diambil tentunya akan didukung dengan berbagai faktor yang melatarbelakangi pengambilan keputusan. Keputusan yang tepat biasanya adalah keputusan yang bersifat rasional, sesuai dengan hati nurani, dan didukung oleh fakta-fakta yang ada sehingga dapat dipertanggung jawabkan. Terdapat tiga keputusan di bidang manajemen keuangan, yaitu: keputusan investasi, keputusan pendanaan dan keputusan modal kerja. Mengambil suatu keputusan adalah memilih satu dari berbagai macam alternative yang ada. Kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu “Credere” yang mengandung arti kepercayaan. Oleh karena itu pada dasarnya pemberian kredit adalah kepercayaan. Karena itu dasar dari kata kredit adalah kepercayaan bahwa seseorang atau penerima kredit akan memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan terlebih dahulu pada masa yang akan datang. Jadi seseorang sebagai pihak pemberi kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah disepakati bersama. Dalam melakukan kredit, seorang pengusaha harus dapat menganalisis dan memilih secara tepat mana kredit yang akan digunakan. Kemudian menerapkan pe ngambilan keputusan kredit secara tepat. Dalam melakukan keputusan kredit seorang pengusaha harus dapat mempertimbangkan apakah kredit yang digunakan cukup bermanfaat dengan sedikitnya bunga yang sudah ditentukan. 5 Aspek bias Menurut Shefrin (2007), aspek bias dibagi menjadi 4 jenis kategori yaitu: (1) excessive optimism, (2) overconfidence, (3) confirmation, dan (4) illusion of control. Excessive optimism (optimism yang berlebihan) berkaitan dengan terlalu tinggi hasil yang menguntungkan daripada hasil yang tidak menguntungkan (Shefrin, 2007). Yaitu jenis penyimpangan yang menyebabkan seberapa seringnya orang menaksir terlalu tinggi terhadap hasil yang baik dan menganggap remeh hasil yang kurang baik dari pengalaman yang mereka dapat. Meinert (1991) telah menunjukkan bahwa “alasan utama adanya masalah utang hari ini adalah optimisme masa lalu yang berlebihan dari seorang pelaku usaha. Optimis merupakan sikap yang diharapkan dimiliki oleh semua investor disebabkan pengaruhnya terhadap perilaku yang selalu berusaha mencapai hasil yang ditargetkan, namun apabila optimis menjadi berlebihan maka akan membuat seseorang menjadi tidak realistis dengan keadaan rill yang dihadapi atau menyepelekan resiko yang akan terjadi (Bratvold, Begg, & Campbell, 2005). Overconfidence (percaya diri yang berlebihan), yaitu suatu jenis penyimpangan yang menyebabkan seberapa seringnya seseorang membuat kesalahan karena rasa percaya diri yang berlebihan. Overconfidence menurut Shefrin (2007) berkaitan dengan seberapa baik orang mengerti kemampuan mereka sendiri dan batas pengetahuan mereka. Penyebab dari overconfidence yaitu kepercayaan diri yang berlebihan bahwa informasi yang diperoleh mampu dimanfaatkan dengan baik karena memiliki kemampuan analisis yang akurat dan tepat, namun hal ini sebenarnya merupakan suatu ilusi pengetahuan dan kemampuan dikarenakan adanya beberapa alasan seperti pengalaman yang kurang dan keterbatasan keahlian mengintepretasi informasi (Baker & Nofsinger 2002). Confirmation bias yaitu suatu penyimpangan yang menyebabkan seseorang lebih suka mendengar pendapat orang yang sejalan dengan pemikiranya. Dimana seseorang seringkali 6 hanya ingin mendengar apa yang mereka ingin dengar (Shefrin, 2007). Sedangkan menurut Joutsen, (2009) Confirmation bias diartikan sebagai mengabaikan informasi yang tidak mendukung pandangan kita dan mengambil terlalu banyak informasi yang sesuai dengan pandangan kita. Atau dengan kata lain individu akan memiliki kebiasaan mendengar apa yang disukai, selain itu juga individu yang berperilaku confirmation bias akan menghabiskan banyak waktu untuk mencari alasan yang mendukung mengapa alasannya tepat dan sebaliknya. Seseorang yang mengalami confirmation bias cenderung lebih mendengarkan pendapat orang yang sejalan dengan pemikirannya dan mengabaikan pendapat orang yang bertentangan dengan pemikirannya. Penyimpangan konfirmasi sering terjadi karena adanya kesalahan sewaktu melakukan konfirmasi terhadap informasi yang didapatkan. (Joutsen, 2009) Illusion of control adalah kecenderungan manusia percaya bahwa mereka dapat mengontrol atau paling tidak mempengaruhi hasil tetapi pada kenyataannya mereka tidak dapat. Dimana pada umumnya seseorang merasa mampu mengendalikan hasil dari keputusan yang diambilnya. Kepercayaan pengusaha dapat memiliki pengaruh terhadap hasil, sehingga investor menaksir terlalu tinggi kontrol yang mereka miliki terhadap hasil (Nofsinger, 2005) Sedangkan menurut Shefrin (2007) mengemukakan bahwa ketika seorang manajer membuat suatu keputusan, hasil yang diperoleh merupakan kombinasi dari ketrampilan yang dipunya dan keberuntungan. Aspek Bias dalam Pengambilan Keputusan Kredit Psikologis yang ada dalam diri seseorang dapat ditunjukkan melalui perilaku. Perilaku tersebut akan nampak sewaktu ia mengeluarkan pendapat atau pandangan dan dapat ditunjukkan melalui sikap dalam kehidupan sehari- hari. Dalam studi tentang perilaku asumsi 7 yang dibangun bahwa perilaku seseorang dalam pengambilan keputusan sebenarnya tidak sepenuhnya rasional (Supramono, 2007). Stoner (1995) mengatakan bahwa setiap keputusan mengandung unsur ketidakpastian dan memiliki resiko yang sangat besar dan bertujuan untuk membendung penyimpangan yang ada. Sering kali individu berperilaku tidak rasional dam membuat kesalahan sistematis dari peramalan yang dilakukan. Setiap keputusan yang diambil individu masih dipengaruhi oleh aspek bias yang membuat individu bisa gagal dalam mengambil keputusan kredit. Aspek bias dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. Terdapat kemungkinan kesalahan atau perkiraan yang melenceng dalam pengambilan keputusan. Aspek psikologis merupakan faktor yang turut berperan dalam pengambilan keputusan seseorang. Setiap individu memiliki aspek psikologis yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam pengambilan keputusan kredit, dimana keputusan kredit tersebut dapat dipengaruhi oleh adanya bias. Aspek bias memiliki 4 jenis kategori yaitu: (1) excessive optimism, (2) overconfidence, (3) confirmation, dan (4) illusion of control. Excessive optimism adalah sikap optimis yang berlebihan. Biasanya pengenalan produk baru di pasar tidak lepas dari adanya bias. Hal ini tidak mengherankan karena banyak perusahaan yang mungkin tidak sengaja terlibat dalam optimisme yang berlebihan,terutama jika mereka sedang dihadapkan pada perkiraan yang menguntungkan. Nofsinger (2001) mengemukakan bahwa rasa optimis yang berlebihan dapat membuat manajer menghasilkan kualitas pengambilan keputusan yang buruk, dan tingkat akurasi dalam pembuatan perkiraanperkiraan perolehan keuntungan yang realisasinya jauh dari apa yang direncanakan. Rasa optimis yang berlebihan sering kali membuat manajer menyusun perkiraan-perkiraan yang terlalu positif, tanpa memperhitungkan kendala, kerugian, dan tantangan yang mungkin menghadang. Akibatnya, jika terjadi masalah didepan maka para manajer yang terlalu 8 optimistis tersebut menjadi tidak siap, dan cenderung melakukan kesalahan dalam pengambilan keputusan karena berada di bawah tekanan atau kepanikan. Dalam hal keputusan kredit diartikan bahwa pengusaha yang memiliki excessive optimism mempunyai keyakinan yang tinggi akan kemajuan usahanya dimasa yang akan datang, sehingga mereka yakin bahwa kredit yang diambil dapat dibayar sesuai jangka waktu yang ditentukan, selain itu dana yang didapat dari kredit bisa dikembangkan untuk memperlancar usahanya. H1: terdapat pengaruh positif dari excessive optimism terhadap pengambilan keputusan kredit. Overconfidence terjadi ketika seseorang yang mempunyai keyakinan yang terlalu berlebih mengenai kemampuan aslinya. Pada umumnya, orang cenderung melebih- lebihkan kemampuan mereka untuk melakukan sesuatu dengan baik. Sikap percaya diri yang berlebihan ini sangat membantu para pelaku usaha dalam membuat keputusan pada situasi yang belum pasti. Seseorang yang mempunyai rasa percaya diri optimal biasanya mampu menangani situasi yang sulit dengan baik. Pengusaha yang memiliki overconfidence merasa yakin dengan kemampuan yang dimilikinya, menganggap dirinya lebih baik daripada pengusaha lain, dan yakin akan memperoleh keuntungan ya ng tinggi dengan resiko yang rendah dengan menggunakan kredit sebagai tambahan modal usaha. Overconfidence juga akan mengesampingkan informasi yang didapat karena dia terlalu percaya pada keyakinan sendiri H2 : terdapat pengaruh positif dari overconfidence terhadap pengambilan keputusan kredit. Confirmation bias. Seorang pengusaha akan banyak meluangkan waktu untuk mencari informasi yang memperkuat pandangan pengusaha tetapi mengabaikan informasi yang tidak sesuai dengan pandangannya meskipun informasi te rsebut sebenarnya dapat membantu pengusaha untuk mengambil keputusan yang lebih baik. Sehingga akan lebih mempertimbangkan informasi yang sesuai dengan pendapat pribadi. Dalam pengambilan 9 keputusan kredit, seorang pengusaha yang mengalami confirmation bias akan mendengarkan informasi yang ingin didengar saja. Membuat alasan yang membenarkan pendapatnya tentang keputusan kredit yang diambil dan mengabaikan informasi yang tidak mendukung pendapatnya. Semakin banyak informasi yang mendukung pendapatnya, seorang pengusaha akan semakin berani untuk mengambil kredit. Sehingga pengusaha akan berpendapat bahwa kredit merupakan hal yang wajar untuk memajukan usahanya dalam penambahan modal dan cenderung mengabaikan informasi – informasi yang negatif tentang kredit. H3: terdapat pengaruh positif dari confirmation bias terhadap pengambilan keputusan kredit. Illusion of control. Seorang pengusaha akan mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan yang dimiliknya, dan membuat ia merasa memiliki kendali terhadap hasil keputusannya sendiri. Padahal kenyataannya tidak demikian, sebagian besar hasil keputusan apakah mendatangkan keuntungan atau kerugian adalah diluar kendali pengambil keputusan (Supramono, 2008). Pengusaha yakin bahwa akan mampu mengelola usaha dengan baik apabila usaha tersebut dikendalikan sendiri oleh pengusaha, dengan demikian pengusaha juga yakin bahwa dapat mengontrol dengan baik kredit yang akan digunakan. Beberapa hal yang mendorong terjadinya illusion of control adalah pilihan, urutan hasil, kefamiliaran, kesuksesan masa lalu, informasi, dan keterlibatan aktif (Nofsinger, 2005). Penentuan pilihan secara aktif dapat menimbulkan kontrol yang baik. Hal ini berarti semakin aktif pengusaha dalam membuat pilihan tentang keputusan kredit, maka pengusaha akan se makin yakin memperoleh keberhasilan dari apa yang telah dipilihnya. Cara atau proses mendapatkan hasil (urutan hasil) mempengaruhi illusion of control. Urutan hasil yang diperoleh pengusaha akan mempengaruhi illusion of control. Jika mendapat hasil yang positif terlebih dahulu, maka akan meningkatkan illusion of control dari seorang pengusaha. Jika yang terjadi sebaliknya maka akan membawa dampak yang negatif. Semakin familiar pengusaha dengan kredit, maka semakin besar kontrol pengusaha terhadap keputusan kredit yang diambil. Semakin banyak 10 kesuksesan masa lalu yang dialami seorang pengusaha, maka mereka akan semakin percaya dengan kemampuan yang mereka miliki, bahkan meskipun faktor keberuntunganlah yang terlibat. Jika pengusaha memiliki informasi yang banyak mengenai kredit maka akan berdampak positif terhadap illusion of control, semakin aktif pula pengusaha dalam mengambil keputusan kredit dalam penambahan modal kerja. Pengusaha yang sebelumnya pernah melakukan pengambilan keputusan kredit dan berhasil dalam pengelolaan kredit maka akan memiliki illusion of control apabila melakukan pengambilan keputusan kredit kembali. H4: terhadap pengaruh positif dari illusion of control terhadap pengambilan keputusan kredit. Berdasarkan penjelasan mengenai hubungan antara berbagai variable diatas, kemudian dirumuskan dalam model penelitian, bahwa variabel excessive optimism, overconfidence, confirmation, dan illusion of control berpengaruh terhadap pengambilan keputusan kredit. Oleh karena itu kerangka model penelitian yang dimaksud adalah sebagai berikut: Excessive optimism Overconfidence H1 + H2 + Pengambilan keputusan kredit H3 + Confirmation H4 + Illusion of control 11 METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi diartikan sebagai objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah Usaha Mikro Kecil Menengah industri makanan ringan di kota Salatiga dengan jumlah populasi 295 responden. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, dengan kriteria pemilik sekaligus pengelola industri makanan ringan di kota Salatiga yang bersedia menjadi responden. Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli. Data primer diperoleh dengan cara penyebaran kuisioner dan wawancara kepada beberapa UMKM industri makanan ringan yang terletak di kota Salatiga. Indikator Empirik Indikator empirik ini disusun berdasarkan dan disesuaikan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Santoso (2009) sehingga diperoleh rumusan indikator empirik sebagai berikut: 12 Bias Excessive optimism Definisi Indikator Jenis penyimpangan yang - menyebabkan seberapa seringnya orang menaksir keuntungan yang tinggi. - Berkeyakinan bahwa kredit yang terlalu tinggi terhadap hasil dilakukan akan bermanfaat bagi yang baik dan menganggap usahanya. remeh hasil yang kurang baik Overconfidence Berkeyakinan akan mendapatkan - Berkeyakinan bahwa kredit yang dari pengalaman yang mereka dilakukan dapat berjalan dengan dapat. lancar. Jenis penyimpangan yang - menyebabkan seberapa seringnya orang membuat sendiri - kesalahan karena kepercayaan diri yang terlalu berlebihan Percaya degan kemampuan diri Terlalu percaya diri akan mendapatkan hasil yang optimal. - dan menganggap kemampuan Tidak memperdulikan pendapat dari orang lain. diri sendiri yang paling baik. Confirmation Jenis penyimpangan yang - Tidak suka mendengar pendapat menyebabkan seseorang lebih orang yang bertentangan dengan suka mendengar pendapat dari pemikirannya. orang lain yang sejalan - Menggunakan informasi yang dengan pemikirannya. diberikan oleh orang yang sejalan Sehingga akan lebih dengan pemikirannya sebagai mempertimbangkan informasi bahan pertimbangan. yang sesuai dengan pendapat - pribadi. Lebih memperhatikan pendapat orang yang sesuai dengan pendapatnya. - Cenderung mengesampingkan informasi yang tidak sesuai dengan pemahamannya. 13 Bias Illusion of Control Definisi Indikator Suatu penyimpangan yang - Berkeyakinan dapat mengatasi menyebabkan seseorang semua masalah yang terjadi merasa seakan – akan ia dapat kedepannya dengan baik. mengendalikan - Berkeyakinan dapat melakukan lingkungannya, padahal antisipasi jika terjadi masalah di sebenarnya tidak. tengah jalan. - Beranggapan bahwa akan ada yang membantu jika terjadi masalah di tengah jalan. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, alat analisis yang dipakai adalah analisis dengan logistic regression. Analisis ini digunakan untuk menganalisis pengaruh antara variabel independen (x) terhadap variabel dependen (y), dengan syarat bahwa variabel dependen merupakan variabel dummy yang hanya memiliki dua alternative dan variabel independen memiliki skala data interval atau ratio.. Variabel independen dalam penelitian ini adalah excessive optimism, overconfidence, confirmation, dan illusion of control. Sedangkan variabel dependennya adalah pengambilan keputusan kredit. Dengan model regresi : 𝑝 Ln 1−𝑝 = b0 + b1 x1 + b2 x2 + b3 x3 + b4 x4 Keterangan : p : peluang seorang pengusaha mengambil kredit b0 : konstanta dari model regresi logistik b1 : koefisien regresi dari varabel bebas x1 : excessive optimism x2 : overconfidence x3 : confirmation x4 : illusion of control 14 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan bersama – sama dengan penelitian “Pengaruh Personality Traits terhadap Pengambilan Keputusan Kredit UMKM pada Industri Makanan Ringan di Kota Salatiga” yang dilakukan oleh Darmawan (2012). Pengambilan sampel yang dilakukan di kota Salatiga ini dilakukan dengan cara membagikan kuisioner kepada pedagang – pedagang kecil di pasar raya I, pasar raya II, pasar pagi serta menitipkan kuisioner lewat toko yang menjual makanan di kota Salatiga. Penyebaran kuisioner ini juga didukung oleh CEMSED FEB UKSW yaitu dengan memfasilitasi penulis mengikuti pertemuan rutin paguyuban UMKM yang diadakan setiap satu bulan sekali, yaitu pada hari selasa, 21 Febuari 2012. Disamping itu kuisioner ini juga mendapat bantuan lewat kepala cabang Bank Mandiri Salatiga sebagai fasilitator dalam mendapatkan tambahan responden. Melalui kepala cabang Bank Mandiri ini diperoleh informasi mengenai data beberapa responden di kota Salatiga yang pernah a mbil kredit. Kemudian pihak Bank Mandiri memberikan kenalan salah satu pengusaha makanan ringan dan kue yang juga tergabung dalam salah satu anggota paguyuban UMKM di kota Salatiga. Dari pengusaha tersebut diperoleh informasi mengenai acara “Peringatan Har i Pers Nasional (HPN) tahun 2012 dan Hari Ulang Tahun ke-66 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tingkat Jawa Tengah”, yang diadakan pada tanggal 16 Maret 2012 di Lapangan Pancasila, Salatiga. Dalam acara tersebut terdapat beberapa UMKM yang menjual produk mereka dalam bentuk stand – stand. Melalui acara tersebut, dapat membantu penulis untuk menyebarkan kuisioner. 15 Karakteristik Responden Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 60 responden, dari 60 responden terdapat sebanyak 49 orang responden yang pernah mengambil kredit dan 11 responden yang belum pernah mengambil kredit. Berdasarkan kuisioner yang disebarkan kepada para UMKM di kota Salatiga, diperoleh karakteristik responden mengenai pernah atau belum pernah ambil kredit, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan jumlah tenaga kerja. Dalam penelitian ini juga diperoleh informasi tentang dimana kredit tersebut diambil, baik melalui bank, pinjaman saudara, maupun ke lembaga keuangan lainnya. Lembaga keuangan yang cukup sering disebutkan oleh responden sebagai sumber kredit mereka adalah BRI. Selain itu terdapat pula beberapa lembaga keuangan lainnya yang diakses oleh responden antara lain BNI, Bank Mandiri, Bank Danamon, BPR, koperasi, dan Bank Jateng. Distribusi Responden Berdasarkan Pernah atau Belum Pe rnah Ambil Kredit Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Pernah atau Belum Pernah Ambil Kredit Jumlah (orang) Presentase Pernah Ambil Kredit 49 81,67 Belum Pernah 11 18,33 Total 60 100 Sumber : data primer (2012) Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa presentase responden yang pernah mengambil kredit jauh lebih besar dibandingkan dengan presentase responden yang belum pernah mengambil kredit, yakni sebanyak 49 orang (81,67%), sedangkan yang belum pernah mengambil kredit sebanyak 11 orang (18,33%). Sebagian besar pengusaha kecil di kota Salatiga membutuhkan tambahan modal untuk memulai atau memperluas usaha mereka. Dengan adanya kredit pengusaha dapat memperoleh tambahan moda untuk usaha mereka. Bagi yang tidak menggunakan kredit bisa dikarenakan pengusaha tersebut sudah memiliki modal atau meneruskan usaha dari orang tua mereka. 16 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Pernah Ambil Kredit Belum Pernah Total 20- 29 8 2 30-39 12 4 10 16 Usia (tahun) 40-49 15 3 18 50-59 11 2 60-69 3 0 Jumlah / Presentase 49 11 13 3 60 Sumber : data primer (2012) Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa presentase terbesar responden yang pernah ambil kredit terletak pada usia 40-49 tahun sebesar 18 orang (30,61%) dari total presentase responden yang pernah ambil kredit sebesar 49 orang, sedangkan presentase terkecil responden yang pernah ambil kredit terletak pada usia 60-69 tahun yaitu sebesar 3 orang (6,12%) dari total presentase responden yang pernah ambil kredit sebesar 49 orang. Disamping itu presentase terbesar responden yang belum pernah ambil kredit terletak pada usia 30-39 tahun sebesar 4 orang (36,36%) dari total presentase responden 11, dan presentase terkecil responden yang belum pernah ambil kredit sebesar 0 pada usia 60-69 tahun dari total presentase responden yang belum pernah ambil kredit 11 orang. Faktor usia juga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan kredit pengusaha makanan ringan di kota Salatiga. Responden dengan usia 20-29, 30-39 hingga usia 40-49 memiliki semangat yang semakin tinggi, karena pada saat mereka hendak berkeluarga ataupun sudah berkeluarga pasti semakin bersemangat untuk meningkatkan perekonomian mereka. Untuk responden berusia 50-59 sampai 60-69, cenderung memiliki semangat dan tenaga yang semakin berkurang. Mereka juga sudah tidak memiliki tanggungan keluarga, sehingga kebutuhan untuk memulai usaha atau memperluas usaha juga semakin berkurang. 17 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki - Laki Perempuan 17 32 Jumlah Pernah Ambil 49 Kredit Belum Pernah 6 5 11 Total 23 37 60 Sumber : data primer (2012) Dalam tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah presentase responden perempuan yang pernah ambil kredit lebih besar daripada presentase jumlah responden laki – laki, yaitu sebesar 32 orang (65%) untuk jumlah presentase responden perempuan dari total presentase responden yang pernah ambil kredit 49 orang, dan 17 orang (35%) untuk jumlah responden laki – laki dari total presentase responden yang pernah ambil kredit 49 orang. Sedangkan presentase responden laki – laki yang belum pernah ambil kredit lebih besar sebesar 6 orang (55%) dari total presentase responden yang belum ernah ambil kredit sebesar 11 orang, dan 5 orang (45%) untuk jumlah presentase perempuan dari total presentase responden sebesar 11 orang yang belum pernah ambil kredit. Sifat dari laki – laki dan perempuan berbeda. Laki – laki lebih berani mengambil resiko dalam pengambilan keutusan kredit. Sedangkan seorang wanita lebih hati – hati dalam mengambil kredit dan mempunyai pemikiran yang panjang. Oleh karena itu, perempuan lebih matang dalam pengambilan keputusan kreditnya. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir SD Pernah Ambil Kredit 3 Belum Pernah 1 Total 4 Sumber : data primer (2012) Tingkat Pendidikan SMA/ Diploma/ SMP sederajat Sarjana 12 19 14 1 6 1 13 25 15 18 Tidak Diketahui 1 2 Jumlah 48 9 57 Berdasarkan tabel diatas, terdapat 3 responden yang tidak memberikan informasi mengenai pendidikan terakhirnya. Dapat diketahui bahwa sebanyak 19 responden (39,58%) dari 25 responden lulusan SMA lebih banyak mengambil kredit, dapat diketahui juga sebesar 14 responden (29,17%) dari 15 responden lulusan diploma atau sarjana yang cukup banyak mengambil kredit. Sedangkan, terdapat pula 3 responden yang tidak memberikan informasi mengenai pendidikan terakhirnya. Faktor pendidikan sangat berperan terhadap pengambilan keputusan kredit. Dengan pendidikan yang dimiliki pengusaha membuat pengusaha memiliki kemauan untuk mencari informasi sebanyak – banyaknya, dan menyadari bahwa perlunya informasi yang dibutuhkan untuk mengambil kredit. Disrtibusi Responden Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja Tabel 5. Disrtibusi Responden Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja Jumlah Tenaga Kerja (orang) Jumlah 0-2 3-5 6-8 9-11 Ambil Kredit 24 17 6 2 49 Belum Pernah 7 4 0 0 11 Total 31 21 6 2 60 Sumber : data primer (2012) Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang pernah ambil kredit dengan jumlah tenaga kerja 0-2 orang (termasuk pemilik usaha) merupakan kelompok responden paling banyak, yaitu sebesar 24 orang (48,98%) dari total respoden yang pernah ambil kredit sebesar 49 orang. Sedangkan responden yang belum pernah ambil kredit dengan jumlah tenaga kerja 0-2 orang (termasuk pemilik usaha) juga merupakan kelompok responden paling banyak, yaitu sebesar 7 orang (63,64%) dari total responden yang belum pernah ambil kredit sebesar 11 orang. Jumlah tenaga kerja juga berperan terhadap pengambilan keputusa kredit, terutama bagi pengusaha yang memiliki sedikit tenaga kerja. Pengambilan keputusan kredit sangat berperan apabila mereka ingin memperluas usaha mereka dan menambah tenaga kerja dibutuhkan modal yang cukup. Berikut akan dipaparkan aspek bias pada diri responden terkait dengan karakteristiknya. Dalam penelitian ini, seorang responden dianggap memiliki aspek bias 19 tertentu jika memberikan jawaban “setuju” dan “sangat setuju” pada kuisioner untuk semua indikator aspek bias tertentu. Dengan demikian, setiap responden dapat memiliki aspek bias lebih dari satu variabel. Berikut adalah jumlah responden untuk setiap aspek bias: Tabel 6. Jumlah Responden untuk Setiap Aspek Bias Aspek Bias Jumlah Responden (orang) Excessive optimism 46 Overconfidence 13 Confirmation 4 Illusion of control 15 Sumber : data primer (2012) Dari tabel di atas, nampak bahwa sebagian besar responden (46 orang) memiliki aspek bias excessive optimism yang berarti memiliki sikap optimis yang cenderung berlebihan. 13 responden memiliki aspek bias overconfidence atau memiliki rasa percaya terhadap diri sendiri yang cenderung berlebihan. 4 responden memiliki aspek bias confirmation yang berarti cenderung mengesampingkan pendapat dari orang lain yang tidak sejalan dengan pemikirannya dan hanya mendengar pendapat dari orang lain yang sejalan dengan pemikirannya. Sebagian responden juga merasa bahwa dirinya mampu mengendalikan sepenuhnya usaha yang dijalankan dimasa mendatang ( illusion of control), yaitu berjumlah 15 orang. Aspek bias yang melekat pada setiap individu responden tersebut diduga dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri. Selanjutnya akan disajikan tabulasi distribusi aspek bias individu responden berdasarkan karakteristiknya. Tabel 7. Distribusi Aspek Bias Responden Berdasarkan Usia Aspek bias Excessive optimism Overconfidence Confirmation Illusion of control 20–29 7 2 0 1 Total Jumlah responden 10 per kelompok usia Sumber : data primer (2012) Usia (tahun) 30-39 40-49 50-59 11 15 10 2 5 3 0 3 1 1 6 5 16 18 20 13 60-69 3 1 0 2 3 Jumlah 46 13 4 15 78 Responden dengan rasa optimism berlebihan (excessive optimism) paling banyak terjadi pada kelompok usia antara 40-49 tahun, yaitu sebanyak 15 orang. Hal itu sejalan dengan kenyataan bahwa berdasarkan usia, memang paling banyak responden berasal dari kelompok usia tersebut yaitu 18 orang (lihat tabel 2). Kondisi yang cukup menarik adalah untuk responden dari kelompok usia 60-69 tahun yang hanya berjumlah tiga orang ternyata seluruhnya mengalami bias excessive optimism. Mereka memiliki rasa optimisme yang tinggi bisa jadi karena mereka merasa sudah memiliki pengalaman yang banyak. Jumlah responden berdasarkan aspek bias dan karakteristik jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 8. Distribusi Aspek Bias Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Aspek bias Excessive optimism Overconfidence Confirmation Illusion of control Jenis Kelamin Laki - laki Perempuan 17 29 6 7 1 3 7 8 Jumlah 46 13 4 15 Total 78 Jumlah responden per 23 37 kelompok usia Sumber : data primer (2012) Presentase responden laki- laki dan perempuan yang mengalami excessive optimism tidak jauh berbeda, yaitu sekitar 70%. Dari 23 responden laki- laki, 17 orang diantaranya (73,9%) mengalami excessive optimism. Sedangkan untuk responden perempuan, 29 dari 37 responden (78,4%) mengalami excessive optimism. Kondisi yang hampir sama terjadi untuk aspek overconfidence dan illusion of control. Untuk aspek bias confirmation, terlihat empat orang responden mengalaminya, dan ternyata tiga orang diantara nya adalah responden perempuan. Responden perempuan cenderung lebih suka menerima / mendengarkan pendapat yang sesuai dengan pendapat pribadinya. Sedangkan responden pria cenderung tidak terlalu mementingkan pendapat orang lain. 21 Aspek bias diduga juga dipengaruhi oleh karakteristik tingkat pendidikan responden. Tabulasi aspek bias responden dan tingkat pendidikannya, disajikan pada tabel berikut : Tabel 9. Distribusi Aspek Bias Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Aspek bias SD SMP Excessive optimism Overconfidence Confirmation Illusion of control 3 1 0 0 8 4 1 6 Total Jumlah responden per kelompok usia 4 13 Tingkat Pendidikan SMA/ Diploma/ sederajat Sarjana 18 15 3 4 1 1 5 2 Tidak diketahui 2 1 1 2 Jumlah 46 13 4 15 78 25 15 3 Sumber : data primer (2012) Berdasarkan tabel diatas nampak bahwa responden dengan tingkat pendidikan diploma atau sarjana yang berjumlah 15 orang (100%) seluruhnya mengalami excessive optimism. Sedangkan untuk tingkat pendidikan yang lain yaitu SD, SMP, dan SMA berturutturut 75%; 61,5%; dan 72%. Latar belakang pendidikan diploma atau sarjana yang sering disebut dengan pendidikan tinggi dan berperan dalam pembentukan karakter seseorang termasuk membentuk keyakinan terhadap hal- hal yang akan dilakukan. Dengan kata lain, pendidikan tinggi diduga mempengaruhi cara berpikir dan pembentukan rasa optimis seseorang. Dari 13 orang responden yang mengalami bias illusion of control, tidak ada satu orang pun yang berlatar belakang pendidikan SD. Hal ini mengindikasikan bahwa responden dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah, merasa tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan kondisi masa depan terkait dengan keterbatasan pengetahuan mereka. Hal ini didukung dengan sedikitnya responden dengan la tar belakang SD yang memiliki rasa overconfidence, yaitu hanya satu orang. Namun, perasaan tidak mampu mengendalikan kondisi masa mendatang ini juga dialami oleh responden dengan latar belakang pendidikan tinggi. Hal tersebut diduga karena dengan semakin luasnya pengetahuan akan menimbulkan kesadaran bahwa kondisi di masa yang akan datang adalah tidak pasti. 22 Selanjutnya untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh aspek bias terhadap pengambilan keputusan kredit, dilakukan analisis dengan bantuan alat analisis regresi logistik. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut : Tabel 10. Koefisien Hasil Regresi Logistik B Step 1a Excessive S.E. Wald df Sig. Exp(B) 0.460 0.255 3.238 1 0.072 1.583 Overconfidence -0.335 0.292 1.312 1 0.252 0.715 Confirmation Bias -0.141 0.183 0.594 1 0.441 0.868 Illusion of Control 0.095 0.189 0.254 1 0.614 1.100 Constant 0.161 3.107 0.003 1 0.959 1.175 Optimism Sumber : Data diolah dari SPSS. Dari tabel diatas dapat dituliskan persamaan regresi: 𝑝 Ln 1−𝑝 = 0.161 + 0.460 X1 - 0.335 X2 - 0.141 X3 + 0.095 X4 Atau 𝑝 1−𝑝 = 𝑒 (0.161 +0.460 𝑥 1 − 0.335 𝑥 2 −0.141 𝑥 3 + 0.095 𝑥 4 ) = 𝑒 0.161 x 𝑒0.460 𝑥 1 x 𝑒−0.335 𝑥 2 x 𝑒−0.141 𝑥 3 x 𝑒 0.095 𝑥 4 Dari persamaan tersebut, dapat diinterpretasikan : Variabel excessive optimism menunjukan arah yang searah dengan hipotesis yang telah diajukan. Variabel excessive optimism memiliki koefisien sebesar 1.583 (𝑒 0.460 ), yang berarti setiap kenaikan skor excessive optimism, maka peluang terhadap pengambilan keputusan kredit akan naik. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan sebelumnya, karena dengan keyakinan yang dimiliki responden mengenai keuntungan yang didapat melalui kredit akan memberikan pengaruh positif terhadap pengambilan keputusan kredit tersebut. Variabel excessive optimism tidak terbukti signifikan dengan nilai signifikansi 0.072. 23 Sedangkan untuk variabel overconfidence menunjukan arah yang berlawanan dengan hipotesis yang telah diajukan. Variabel overconfidence memiliki koefisien sebesar 0.715 (𝑒 −0.335 ), yang berarti setiap kenaikan skor overconfidence, maka peluang mengambil kredit akan turun. Hal ini bertolak belakang dengan hipotesis yang telah diajukan sebelumnya, karena responden tidak memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap kredit. Variabel overconfidence tidak terbukti signifikan dengan nilai signifikansi 0.252 Untuk variabel confirmation menunjukan arah yang berlawanan dengan hipotesis yang telah diajukan. Variabel confirmation memiliki koefisien sebesar 0.868 (𝑒 −0.141 ), yang berarti setiap kenaikan skor confirmation, maka peluang terhadap pengambilan keputusan kredit akan turun. Hal ini bertolak belakang dengan hipotesis yang telah diajukan sebelumnya, karena responden terbuka dengan masukan atau pendapat dar i orang lain, maka tidak memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan kredit. Variabel confirmation tidak terbukti signifikan dengan nilai signifikansi 0.441. Dan untuk variabel illusion of control menunjukan arah yang searah engan hipotesis yang telah diajukan. Variabel illusion of control memiliki koefisien sebesar 1.100 (𝑒 0.095 ), yang berarti setiap kenaikan skor variabel illusion of control, maka peluang mengambil kredit akan naik. Hal ini sesuai dengan hipoteis yang telah diajukan sebelumnya, semakin tinggi kontrol pengusaha terhadap pengambilan keputusan kredit, maka akan memberikan pengaruh positif terhadap pengambilan keputusan kredit tersebut. Variabel illusion of control tidak terbukti signifikan dengan nilai signifikansi 0.614. Sedangkan nilai Nagelkerke R² dalam penelitian ini sebesar 0,152 yang berarti variabel dependen yaitu pengambilan keputusan kredit dapat dijelaskan oleh variabilitas dari variable Excessive Optimism, Overconfidence, Confirmation Bias, Illusion of Control sebesar 15,2%, sedangkan sisanya 84,8% dijelaskan oleh variabel – variabel lain. 24 Omnibus Tests digunakan untuk menguji pengaruh dari seluruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Nilai 𝜒2 Goodness of fit test dalam penelitian ini sebesar 5,809 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,214. Jika dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5%, nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar sehingga mengindikasikan seluruh variabel independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengusaha industri makanan ringan di kota Salatiga cenderung tidak mengalami bias dalam pengambilan keputusan kredit. Masing – masing aspek bias tidak berpengaruh signifikan dengan tingkat signifikansi sebesar 5% dalam pengambilan keputusan kredit yang dilakukan oleh pengusaha. Hasil perolehan tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar pengusaha cenderung tidak memiliki excessive optimism, overconfidence, confirmation bias, dan illusion of control dalam pengambilan keputusan kreditnya. Excessive optimism merupakan jenis penyimpangan yang menyebabkan seberapa seringnya orang menaksir terlalu tinggi terhadap hasil yang baik dan menganggap remeh hasil yang kurang baik dari pengalaman yang mereka dapat, sedangkan overconfidence yaitu suatu jenis penyimpangan yang menyebabkan seberapa seringnya seseorang membuat kesalahan karena rasa percaya diri yang berlebihan, confirmation bias yaitu suatu penyimpangan yang menyebabkan seseorang lebih suka mendengar pendapat orang yang sejalan dengan pemikiranya, dan illusion of control yang merupakan kecenderungan manusia percaya bahwa mereka dapat mengontrol atau paling tidak mempengaruhi hasil tetapi pada kenyataannya mereka tidak dapat. Keempat variabel tersebut tidak berpengaruh bagi pengusaha makanan ringan di kota Salatiga dalam proses pengambilan kredit mereka. Hal ini disebabkan oleh cukup baiknya pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki pengusaha terhadap kredit yang diambil, hal ini 25 dapat dibuktikan dari data yang diperoleh melalui kuisoner. Dari 48 responden yang pernah ambil kredit terdapat 33 orang diantaranya telah mencapai tingkat pendidikan SMA, Diploma, maupun Sarjana. Juga tercatat bahwa terdapat beberapa responden yang telah mengambil kredit lebih dari satu kali, sehingga pengusaha dapat lebih bijaksana dalam mengambil kredit untuk usahanya. Pengusaha memiliki rasa optimis (excessive optimisim) dan percaya diri (overconfidence) yang cukup bagus namun tidak berlebihan, sehingga dapat melakukan perhitungan yang cermat dan matang. Dalam pengambilan keputusan kredit pengusaha tidak hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri (illusion of control), tetapi juga mau mendengarkan masukkan atau informasi dari orang lain (confirmation bias) sebagai bahan pertimbangan agar keputusan yang diambil nantinya dapat tepat dan dapat dipertanggung jawabkan. Hasil penelitian ini berkontradiksi dengan penelitian yang yang dilakukan oleh Marbun (2007). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Marbun (2007) menemukan bahwa pengusaha industri tempe dan kripik tempe di kabupaten Ngawi ini cenderung mengalami bias psikologis dalam pengambilan keputusan hutangnya. Masing- masing aspek bias psikologis berperan dalam pengambilan keputusan hutang yang dilakukan oleh pengusaha dan termasuk dalam kategori tinggi. Hasil perolehan tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar pengusaha cenderung memiliki excessive optimism, overconfidence, confirmation bias, serta illusion of control yang tinggi dalam pengambilan keputusan hutangnya. Sedangkan dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa ke empat aspek bias tersebut tidak berpengaruh terhadap pengusaha roti kering dan kue basah yang berada di kota Salatiga. 26 KESIMPULAN Penelitian ini menguji tentang pengaruh bias dalam pengambilan keputusan kredit pada usaha mikro kecil dan menengah di kota Salatiga dengan sampel sebanyak 60 pengusaha roti kering dan kue basah di kota Salatiga yang menggunakan kredit untuk usahanya. Dari hasil penelitian ini terdapat 49 responden yang menggunakan kredit dan 11 responden yang tidak mengunakan kredit. Dari hasil uji regresi logistik terhadap beberapa hipotesis yang diajukan menunjukkan bahwa excessive optimism, overconfidence, confirmation bias, dan illusion of control tidak berpengaruh signifikan dengan tingkat signifikan sebesar 5% terhadap bias dalam pengambilan keputusan kredit pada pengusaha makanan ringan di kota Salatiga. Penelitian ini bermanfaat baik bagi para pengusaha makanan ringan, pengusaha yang akan mengambil keputusan kredit, maupun bagi masyarakat yang akan memulai usaha baru. Para pengusaha dapat mengerti hal – hal apa yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan kredit, sehingga pada saat pengambilan keputusan dapat menghindari aspek – aspek apa saja yang dapat membuat keputusan menjadi bias. Misalnya terlalu yakin bahwa kredit yang dilakukan akan bermanfaat bagi usahanya, terlalu percaya diri, tidak mau mendengarkan pendapat dari orang lain, dan beranggapan bahwa semua masalah dalam usahanya dapat diatasi sendiri. Hal ini sangat bermanfaat terutama bagi pengusaha yang akan memulai usahanya dan bagi pengusaha yang akan mengambil keputusan kredit. 27 Keterbatasan Penelitian dan Saran Keterbatasan dalam penelitian ini adalah masih belum dapat mengukur ada atau tidaknya bias dalam pengambilan keputusan kredit. Penelitian ini hanya membahas mengenai bias dalam diri responden, belum spesifik terkait dengan pengambilan keputusan kredit. Disamping itu juga terdapat faktor lain, yaitu kurangnya informasi yang diperoleh dari kuisioner. Ada beberapa responden yang pada saat pengisian kuisioner sedang bekerja, maka pengisian kuisioner tidak dapat dilakukan dengan optimal, dan juga ada beberapa kuisioner yang hanya dititipkan pada beberapa toko yang menjual makanan ringan, karena ada produsen yang tidak bersedia mengisi kuisioner saat itu dan minta untuk dititipkan di toko makanan kecil tersebut. Hal ini membuat penulis kesulitan untuk mendapatkan informasi secara mendalam dan pada saat pengisian tidak bisa dikontrol secara langsung oleh penulis. Oleh karena itu disarankan untuk penelitian selanjutnya sebaiknya kuisioner tidak hanya ditipkan toko saja, kemudian mencari tambahan data lewat lembaga lain yang mencatat data pengusaha UMKM makanan kecil yang berada di kota Salatiga. 28 DAFTAR PUSTAKA Chira, Inga; Michael Adams; dan Barry Thornton, (2008). Behavioral Bias Within The Decision Making Process, Journal of Business and Economic Research, Vol. 6, No.8. Dewi, Ericha Kusuma, (2010). Aspek Bias dalam Pengambilan Keputusan Investasi, Thesis Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana Marbun, Linceria Roseline, (2010). Aspek Bias Psikologis dalam pengambilan Keputusan Hutang Studi pada Industri Tempe dan Kripik Tempe di Desa KarangTengah Prandon Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur, Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana. Meinert, Jhon, (1991). Financial Advice from a Business Veteran. Journal of Accountancy, vol 17. New York. Nofsinger, John R, (2001). Investment Madness : How Psychology Affects Investing and What to do About It, FinancialTimes Prentice Hall Books, Singapore. Nofsinger, John R, (2005). The Psichology of Investing. Second Edition. Pearson Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey. Pompian, Michael M, (2006). Behavioral Finance and Wealth Management, John Wiley & Sons, Inc, New York. Robbins, S.P; dan Judge, T.A, (2007), Organizational Behavior, Pearson Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey. Santoso, Jeni Sumi, (2009). Aspek Bias dalam Pengambilan Keputusan Investasi Pengusaha Tekstil di Pekalongan. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana. Shefrin, Hersh, (2007). Behavioral Corporate Finance: Decision that Create Value, McGrwall- Hill/Irwin, NewYork. 29 Stoner, James A.F; Freeman R. Edward; Gilbert J.R; dan Daniel R, (1996), Manajemen, Jilid 2, PT Prendhallindo, Jakarta. Sugiyono, 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dsn R&D, Alfabeta, Bandung. Supramono, (2007). “Sebuah Catatan : Peluang dan Domain Situasi Perilaku Pengelolaan Keuangan”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. XIII, No. 1. Supramono, (2008). Dari Keuangan Keperilakuan Menuju Studi Perilaku Pengelolaan Keuangan, Universitas Satya Wacana, Salatiga Supramono, (2010). Dari Keuangan Keprilakuan menuju Studi Perilaku Pengelolaan Keuangan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Wiharjo, Katarina Kumalasari, (2012). Faktor Demografis dan Mental Accounting : Penggunaan Kartu Kredit pada Karyawan Bank Bumi Arta Tbk. Cabang Surakarta, Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana. http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/1971084-pengertian-kredit/ 30