KEANEKARAGAMAN SERANGGA HAMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI DESA TAOSU KECAMATAN POLI-POLIA KABUPATEN KOLAKA TIMUR SULAWESI TENGGARA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Oleh: ARNITA F1D1 13 059 PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI APRIL 2017 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Arnita Tempat/Tanggal Lahir : Poli-polia, 05 Desember 1995 Alamat : Jln. Lumba-lumba Alamat Instansi : No Telp/HP : 085394536055 E-mail : [email protected] Nama Ayah : Tatusman Nama Ibu : Sumarni, S.Pd Alamat 3 X 4Tenggara cm : Kec.Poli-polia, Kab.Kolaka Timur Sulawesi Terbaru Riwayat pendidikan : 1. SD Negeri 1 Poli-polia, masuk tahun 2001 dan lulus tahun 2007. 2. SMP Negeri 1 Poli-polia, masuk tahun 2007 dan lulus tahun 2010. 3. SMA Negeri 1 Poli-polia, masuk tahun 2010 dan lulus tahun 2013. 4. Perguruan Tinggi/Akademi Universitas Halu Oleo, masuk tahun 2013. iii KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Keanekaragaman Serangga Hama pada Perkebunan Kelapa Sawit Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara” dapat terselesaikan dengan baik dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat Sarjana (S1) pada Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo. Berbagai kesulitan dan hambatan telah dilalui dalam penulisan skripsi ini, namun atas rahmat Allah SWT serta dorongan, tekat dan kemauan yang keras terutama adanya bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada ayahanda Tatusman dan ibunda tercinta Sumarni, S.Pd. yang telah memberikan motivasi, kasih sayang dan doa yang tulus serta materi. Ucapan terimakasih kepada saudara-saudariku Gitalis, Febby wahyudin, Fidun Angkasa dan Dita jelita yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan studi. v Dengan segala kerendahan hati penulis juga menyampaikan ucapan rasa syukur, terimakasih dan rasa bangga yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Hj. Suriana, M.Si. selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Amirullah, M.Si. selaku pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan arahan sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan jazakumullahkhoiron dan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada : 1. Rektor Universitas Halu Oleo. 2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo. 3. Wakil Dekan I Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo. 4. Wakil Dekan II Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo. 5. Wakil Dekan III Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo. 6. Ibu Wa ode Harlis, S.Si, M.Si., selaku penasehat akademik yang telah memberikan pengarahan bimbingan dalam memprogramkan mata kuliah. 7. Ketua Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo, Bapak Muhsin, S.Pd., M.Si. dan Sekretaris Jurusan Biologi ibu Dr. Hj. Sitti Wirdhana Ahmad, S.Si., M.Si vi 8. Kepala Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Halu Oleo, ibu Dra. Sri Ambardini, M.Si. dan Laboran Rahmat Hasan, A.Md. 9. Kepala Perpustakaan FMIPA Universitas Halu Oleo, Ibu Dra. Hj. Indrawati, M.Si beserta seluruh stafnya. 10. Seluruh Dosen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Halu Oleo yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan berguna. 11. Tim penguji Bapak Drs. Nasaruddin, M.Si. Bapak Muhsin, S.Pd., M.Si. dan Ibu Wa Ode Harlis, S.Si., M.Si. yang telah banyak memberikan ide dan saran yang bersifat membangun. 12. Kakak senior Biologi yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama melaksanakan penelitian. 13. Sahabat tercinta Hestin Wulandari, Sukmawati Badwin, Fergita Reyninggrum, Umrahtul Hasanah K, Anang Gusianang, Harmawati ane dan Kartika Dwi yang selama ini telah menjadi sahabat yang baik yang selalu memberikan dukungan kepada penulis 12. Teman-teman Biologi terkhusus KBK Zoologi Keslin Adi, Muslimin , Adam, Niartin, Arjuni, Astria Ramdhani, Salwinda, Irmawati, Suci Fitrianingsih, Nufrianti, Tri Widya Astuti, Asfiani dan Dewi Satria yang telah memberikan doa dan dukungan serta membantu penulis selama dalam menyelesaikan proses penelitian. 13. Kakak-kakak senior Biologi angkatan 2010, 2011, 2012 dan adik-adikku angkatan 2013, 2014 dan 2015 atas perhatian doa dan dukungannya. vii 14. Kakak-kakak Asisten di Biologi: Adi Karya, S.Si., M.Sc., Izal, S.Si., Wa Ode Desi, S.Si., Sulastri S.Si., LD. Adi Parman, S.Si., La Riadi, S.Si.,Fatma Cahya Putri, S.Si., Wa Ode Rafiuddarajat, S.Si.,dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, sangat banyak kendala dan kekurangan, namun dengan bantuan berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Penulis berharap semoga segala jenis bantuan yang telah diberikan bernilai ibadah dan mendapat pahala dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat menjadi sumber tambahan informasi ilmiah, Amin YaaRabbal „Alaamin. Kendari, April 2017 Penulis viii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL I HALAMAN PERSETUJUAN Ii DAFTAR RIWAYAT HIDUP Iii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Iv KATA PENGANTAR V DAFTAR ISI Ix DAFTAR TABEL Xi DAFTAR GAMBAR Xii DAFTAR LAMPIRAN Xiii ABSTRAK Xiv ABSTRACT Xv BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 4 C. Tujuan Penelitian 4 D. Manfaat Penelitian 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensiis Jacq.) 6 B. Morfologi Kelapa sawit 7 C. Hama 11 D. Teknologi penendalian hama secara biologis 11 E. Serangga hama 13 F. Keanekaragaman serangga hama pada perkebunan kelapa sawit 15 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian 18 B. Lokasi Penelitian 18 ix C. Alat Penelitian 19 D. Bahan Penelitian 20 E. Jenis Penelitian 20 F. Populasi dan Sampel 20 G. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Indikator Penelitian 21 H. Prosedur Penelitian 22 I. Identifikasi Sampel 29 J. Analisis Data 29 K. Penyajian Data 30 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan B. Keanekaragaman Serangga hama yang ditemukan pada Lokasi Penelitian C. Indeks Keanekaragaman (H') dan Kemerataan (E') Jenis Serangga Permukaan Tanah pada Perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara D. Deskripsi Jenis Serangga hama yang Terdapat pada Perkebunan Kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara BAB V. PENUTUP 31 34 36 39 A. Simpulan 49 B. Saran 50 DAFTAR PUSTAKA 51 LAMPIRAN 57 x DAFTAR TABEL Tabel Teks Halaman 1 Alat yang digunakan pada penelitian 19 2 Bahan yang di gunakan pada penelitian 20 3 Rata-Rata Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan di Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Taosu Kecamatan Polipolia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara Jenis-jenis Serangga Hama yang ditemukan pada Plot Pengamatan di Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara 4 xi 31 34 DAFTAR GAMBAR Gambar Teks Halaman 1 Pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) 7 2 Buah kelapa sawit 10 3 Morfologi Kumbang tanduk 14 4 5 Tipe-tipe mulut serangga Lokasi penelitian 15 18 6 23 7 Skema Pemasangan letak transek pengamatan dengan kuadrat sampling Jaring ayun (sweep net) 8 9 Yellow pan trap Perangkap cahaya (light trap) 27 28 10 36 11 Indeks Keanekaragaman (H') dan Kemerataan (E') Jenis Serangga hama pada Tiap Plot yang Ditemukan pada Perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Rhynchophorus ferrugineus 12 Oryctes rhinoceros 40 13 Coptotermes 41 14 Tirathaba 42 15 Setora nitens 43 16 Ostrinia 44 17 Cnaphalocrocis 45 18 Melanoplus 46 19 Valanga 47 20 Scudderia 48 xii 26 39 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Teks Halaman 1 Dokumentasi Penelitian 57 2 Keanekaragaman Serangga Hama yang ditemukan pada Lokasi Penelitian Indeks Keanekaragaman (H') dan Kemerataan (E') Jenis Serangga hama pada Tiap Plot yang Ditemukan pada Perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu 66 3 xiii 67 Keanekaragaman Serangga Hama pada Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara Oleh: Arnita F1D1 13 059 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan kemerataan jenis serangga hama yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesai Tenggara. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi. Dibuat transek sepanjang 100 m dan 5 plot berukuran 10x10 m dengan jarak anatar plot 10 m, kemudian dalam setiap plot diletakan 5 perangkap yellow pan trap dan light trap untuk menangkap serangga yang tertarik dengan warna dan cahaya. Serangga yang terbang di siang hari ditangkap menggunakan jaring ayun sedangkan larva diambil dengan pingset dan sarung tangan. Sampel serangga diidentifikasi di Laboratorium Zoologi FMIPA UHO, selanjutnya ditentukan indeks keanekaragaman dan indeks kemerataannya. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 284 individu yang terdiri dari 6 ordo, 8 famili, 7 genus dan 10 spesies. Indeks keanekaragaman jenis serangga pada perkebunan kelapa sawit yang ditemukan pada tiap plot tergolong dalam kriteria sedang yaitu H' = 1-3. Indeks keanekaragaman jenis serangga yang ditemukan pada plot I (1,11), plot II (1,29), plot III (1,20), plot IV (1,07), dan plot V (1,10). Kemerataan jenis serangga pada perkebunan kelapa sawit tergolong dalam kondisi stabil yaitu 0,75 < E ≤ 1,00, hal ini menunjukkan bahwa indeks kemerataan jenis serangga pada plot I (0,53), plot II (0,56), plot III (0,62), plot IV (0,77), dan plot V (0,68). Kata Kunci: Keanekaragaman, Kemerataan, Serangga hama, Perkebunan Kelapa sawit xiv Diversity of Insect Pests in Oil Palm Plantations at the Taosu Village, District of Poli-polia, East Kolaka, Southeast of Sulawesi Oleh: Arnita F1D1 13 059 ABSTRACT The present research was aimed to determine the diversity and evennes of the kind of insect pests that were found in oil palm plantations at the Taosu village, district of Poli-polia, East kolaka, Southeast Sulawesi. This Research used exploration method. Transek was 100 m and 5 plots have measurement of 10x10 m with the distance of each plots was 10 m. Then, The in each plots there were 5 nets of yellow pan trap and light trap to catch the insect that interest in color and light. The insect flied in the afternoon and catched by sweep net, whereas the larva were catched by tweezer and gloves. The insect sample were identified in Zoologi laboratory, Mathematic and Science faculty, Halu Oleo University, then the diversity and evennes indexes were measured. The results showed that there were found 284 individual consist of 4 ordos, 8 familis, 7 genus, and 10 species. The diversity of insect in oil palm plantations that were found in each plots classified to moderate criteria with H' = 1-3. The diversity insect that were found in plot 1 (1,11), plot 2 (1,29), plot 3 (1,20), plot 4 (1,07) and plot 5 (1,10). The evennes of insect in oil palm plantations classified in to stable conditions that was 0,75 < E' ≤ 1,00. This showed that evennes index of insect in plot 1 (0,53), plot 2 (0,56), plot 3 (0,62), plot 4 (0,77) and plot 5 (0,68). Key words: Diversity, Evenness, Pests Insects, oil palm. xv I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan produksi minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Minyak kelapa sawit diproduksi untuk tujuan komersial yaitu banyak digunakan sebagai bahan industri pangan, sabun, kosmetik, tekstil, dan bahan bakar alternatif. Kelapa sawit merupakan tanaman yang mengalami perkembangan produksi yang cukup pesat dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kelapa sawit 2015, perkebunan kelapa sawit tahun 2013-2015 mengalami perkembangan produksi yaitu sebesar 5.556 juta ton pada tahun 2013 menjadi 6.189 juta ton pada tahun 2015. Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang penting karena peranannya bagi perekonomian nasional khususnya sebagai sumber devisa bagi negara, penyedia lapangan kerja, pengembangan wilayah dan pengembangan industri serta sebagai sumber penghasilan bagi petani maupun masyarakat lainnya. Sektor pertanian Sulawesi Tenggara memberikan kontribusi 38% pada pertumbuhan ekonomi di daerah Sulawesi Tenggara yaitu dari komoditas kakao, kopi, kelapa, cengkeh, kacang mete dan lada termasuk kelapa sawit. Kelapa sawit adalah salah satu tanaman yang mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara. Produksi kelapa sawit di 1 2 Sulawesi Tenggara berkonsentrasi di Kabupaten Kolaka yang mencakup sekitar 21.033 ha dengan produksi mencapai sekitar 7220 ton (Janudianto, dkk., 2013). Perkebunan kelapa sawit merupakan sistem monokultur yang rentan terhadap serangan hama. Serangan hama merupakan salah satu kendala utama dalam budidaya tanaman kelapa sawit yang mengakibatkan produktivitas tandan menurun. Salah satu upaya yang dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kelapa sawit adalah pengendalian hama. Upaya tersebut akan membawa perubahan khususnya perbaikan hasil ekonomi yang diperoleh masyarakat (Yustina, dkk., 2011). Hama tanaman didefinisikan sebagai binatang yang memakan tanaman dan secara ekonomis merugikan. Hama merupakan semua organisme pengganggu tanaman budidaya. Kelas Insekta merupakan bagian yang terbesar hama yang diketahui. Insekta sangat mudah berpindah dan mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan baru, selain itu insekta berkembangbiak dengan cepat terutama pada kondisi yang menguntungkan (Sembiring, dkk., 2013). Ordo lepidoptera merupakan ordo yang paling banyak berperan sebagai hama pada perkebunan kelapa sawit. Tipe mulut pada pada ordo ini yaitu penghisap (sponging). Serangga dari ordo ini menghisap makannnya pada tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan maupun tanaman yang belum menghasilkan. Family dari ordo lepidoptera yang tergolong sebagai serangga hama pada kelapa sawit diantaranya yaitu Amatidae, Crambinae, Geometridae, Lymantriidae, Noctuidae, Nymphalidae dan Pyralidae (Arifin, dkk., 2016) 3 Hama perusak tanaman kelapa sawit dan tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia hingga Asia Tenggara, Pasifik dan daerah sentra perkebunan kelapa sawit lainnya yaitu Oryctes rhinoceros. Hama Oryctes rhinoceros terutama menyerang tanaman kelapa sawit yang kurang terawat dan dapat menyebabkan kerusakan yang sangat serius. Gejala tanaman yang terserang nampak daunnya membentuk potongan segitiga akibat dimakan hama ini (Badan Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2011). Ulat pemakan daun kelapa sawit terdiri dari ulat api (Setothosea asigna), ulat kantong (Mahasena corbatti) dan ulat bulu (Dasychira inclusa) merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk daerah tertentu, ulat api dan ulat kantong sudah menjadi endemik sehingga sangat sulit dikendalikan. Kejadian yang sering terjadi di perkebunan kelapa sawit adalah terjadi suksesi hama ulat bulu dari ulat api atau ulat kantong apabila kedua hama ini dikendalikan secara ketat. Meskipun tidak mematikan tanaman, hama ini sangat merugikan secara ekonomi. Daun yang habis akan sangat mengganggu proses fotosintesis tanaman kelapa sawit, yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kelapa sawit. Biasanya produksi akan turun 2 tahun setelah terjadi serangan ulat api maupun ulat kantong (Sinaga, dkk., 2015). Salah satu sentra produksi kelapa sawit di Kabupaten Kolaka Timur yaitu Kecamatan Poli-polia yang meliputi Desa Poli-polia, Taosu, Tokai, Andowengga, Pangi-pangi, Pole Maju Jaya dan Inotu Mewao. Berdasarkan survei lokasi perkebunan kelapa sawit (2016) pada desa-desa tersebut, desa 4 Taosu merupakan desa yang mengalami persoalan serangan hama kelapa sawit yang lebih tinggi dibandingkan desa lain. Hal ini akan menjadi dasar pentingnya dilakukan penelitian dengan judul Keanekargaman Serangga Hama pada Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara. B. Rumusan Masalah Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana keanekaragaman serangga hama yang terdapat pada perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara? 2. Bagaimana kemerataan serangga hama yang terdapat pada perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui keanekaragaman serangga hama yang terdapat pada perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara. 5 2. Mengetahui keanekaragaman serangga hama yang terdapat pada perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan informasi untuk mengetahui keanekaragaman serangga hama pada perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara. 2. Memberikan masukan terhadap petani kelapa sawit bahwa terdapat serangga hama yang merugikan pada perkebunan kelapa sawit sehingga dapat membantu petani mengoptimalkan produksi kelapa sawitnya. 3. Dapat memperoleh informasi dan keterampilan yang terkait dalam penelitian ini. 4. Sebagai bahan perbandingan bagi calon-calon penelitian berikutnya khususnya yang meneliti masalah-masalah serangga hama. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dalam sistematika (taksonomi) menurut Pahan (2008) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi Subdivisi Kelas Subkelas Ordo Famili Subfamili Genus Spesies : Embryophyta Siphonagama : Pteropsida : Angiospermae : Monocotyledonae : Palmales : Arecaceae : Cocoideae : Elaeis : Elaeis guineensis Jacq. Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 berdasarkan pengamatan pohon-pohon kelapa sawit yang tumbuh di Martinique, kawasan Hindia Barat dan Amerika Tengah. Kata Elaeis (Yunani) berarti minyak, sedangkan kata Guineensis dipilih berdasarkan keyakinan Jacquin bahwa kelapa sawit berasal dari Guinea (Apryaldi, 2015). Kelapa sawit mempunyai habitus yang agak mirip dengan pohon salak, hanya saja kelapa sawit mempunyai duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti berkas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelepah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Tinggi tanaman kelapa sawit dapat mencapai 24 meter (Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, 2013). 6 7 B. Morfologi Kelapa sawit Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil ; tidak memiliki akar tunggang. Radikula (bakal akar) pada bibit terus tumbuh memanjang ke arah bawah selama enam bulan terus-menerus dan panjang akarnya mencapai 15 meter. Susunan akar kelapa sawit terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Serabut primer ini akan bercabang menjadi akar sekunder ke atas dan ke bawah. Cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit bisa mencapai 8 meter hingga 16 meter secara vertikal. Gambar 1 menunjukan habitus kelapa sawit yang belum menghasilkan (buah) (Pahan, 2008). Gambar 1. Pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) (Sumber : Foto langsung dari lokasi penelitian) Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil yaitu dengan batang tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Pada tanaman muda, batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh daun. Batang kelapa sawit berbentuk 8 silinder dengan diameter 20-75 cm. Pertumbuhan tinggi batang kelapa sawit adalah 25-45 cm/tahun. Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman, kesuburan lahan dan iklim setempat. Ketebalan batang tergantung pada kekuatan pertumbuhan daun-daunnya. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan (Frans, 2008). Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5m-9m. Jumlah anak daun disetiap pelepah berkisar antara 250-400 helai, daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga semakin efektif melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis berlangsung, semakin banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga produksi akan meningkat. Jumlah pelepah, panjang pelepah dan jumlah anak daun tergantung pada umur tanaman. Tanaman yang berumur tua, jumlah pelepah dan anak daun lebih banyak. Begitu pula pelepahnya akan lebih panjang dibandingkan dengan tanaman yang masih muda (Wardiana & Zaenal, 2003). Daun pertama yang keluar pada stadia bibit berbentuk lanset (lanceolate), beberapa minggu kemudian terbentuk daun terbelah dua (bifurcate) dan setelah beberapa bulan terbentuk daun seperti bulu (pinnate). Misalnya bibit berumur 12 bulan susunan daun terdiri atas 5 lanceolate, 4 bifurcate dan 10 pinnate. Pangkal pelepah daun (petiole) adalah tempat duduknya helaian daun (leaf let) dan terdiri 9 dari rachis (basis foli), tangkai daun (petiole) dan duri (spine), helaian anak daun (lamina), ujung daun (apex foli), lidi (nervatio), daun (margo folii) dan daging daun (intervenium) (Rosalyn, 2009). Organ bunga betina kelapa sawit tersusun pada enam lingkaran bunga yaitu satu daun pelindung bagian luar berbentuk setengah lingkaran dan sisi lainnya melekat pada spikelet, bentuknya bulat panjang dengan ujung sangat runcing. Pada lingkaran kedua terdapat dua stamen di posisi kiri dan kanan yang layu kemudian gugur sejalan dengan perkembangan bunga. Selanjutnya lingkaran ketiga terdapat dua pelindung bunga berwarna putih mengkilap agak transparan. Lingkaran bunga keempat dan kelima terdiri dari tiga perhiasan bunga dengan bentuk dan warna sama dengan pelindung bunga pada lingkaran ketiga. Pada lingkaran keenam, terdapat pistil tiga karpel berwarna putih yang merupakan karpel utama dengan irisan melintang pistil. Bunga mekar ditandai dengan mekarnya stigma tiga cuping (Hetharie, dkk., 2007). Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monocieus) artinya bunga jantan dan bunga betina berada pada pohon tetapi tidak pada satu tandan yang sama. Tanaman kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12-14 bulan, sebagian dari bunga akan gugur (aborsi) sebelum atau sesudah antesis. Rangkaian bunga terdiri dari batang poros dan cabang-cabang meruncing yang disebut spiklet. Jumlah spiklet dalam rangkaian bunga dapat mencapai 200 buah. Jumlah bunga pada suatu spiklet pada bunga jantan dapat mencapai 700-1.200 buah, 10 tetapi pada bunga betina dalam setiap spikletnya hanya terdapat ± 20 bunga betina (Putri, dkk., 2013). Buah kelapa sawit umumnya memiliki panjang 2 hingga 5 cm dan berat 3 hingga 30 gram, berwarna ungu hitam pada saat muda dan berwarna kuning merah pada saat tua dan matang. Daging buah berwarna putih kuning ketika masih muda dan berwarna jingga setelah matang. Buah kelapa sawit tersusun atas beberapa bagian yaitu perikarp yang meliputi epikarpium, yaitu kulit buah yang keras dan licin, Mesokarpium yaitu bagian buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi, menghasilkan minyak sawit kasar/Crude Palm Oil (CPO). Buah kelapa sawit juga memiliki Biji yang meliputi endokarpium (kulit biji= tempurung), berwarna hitam dan keras, Endosperm (kernel = daging biji) berwarna putih yang menghasilkan minyak inti sawit/Palm Kernel Oil (PKO) (Gambar 2) (Ayustaningwarno, 2012). 1 2 3 4 Gambar 2. Buah kelapa sawit, 1. Kernel, 2. Endocarp, 3. Mesocarp, 4.Eksocarp. (Sumber : Setyamidja, 2003) 11 C. Hama Hama adalah perusak tanaman pada bagian akar, batang, daun atau bagian lainya pada tanaman budidaya sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan sempurna atau mati. Ciri-ciri hama antara lain yaitu kebanyakan dapat dilihat oleh mata telanjang, umumnya dari golongan hewan (tikus, burung, serangga, ulat dan sebagainya). Hama cenderung merusak bagian tanaman budidaya tertentu sehingga tanaman menjadi mati atau tanaman tetap hidup tetapi tidak banyak memberikan hasil (Sunarya & Destiani, 2016). D. Teknologi Pengendalian Hama Secara Biologi Salah satu pendorong meningkatnya serangga pengganggu adalah tersedianya makanan terus menerus sepanjang waktu dan di setiap tempat. Budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem pertanian rentan terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT). Untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan maka tindakan mengurangi serangan OPT melalui pemanfaatan serangga khususnya musuh alami dan meningkatkan diversitas tanaman seperti penerapan tanaman tumpang sari, rotasi tanaman dan penanaman lahan-lahan terbuka dapat dilakukan karena meningkatkan stabilitas ekosistem serta mengurangi resiko gangguan OPT. Mekanisme-mekanisme alami seperti predatisme, parasitisme, patogenisitas, persaingan intraspesies dan interspesies, suksesi, produktivitas, stabilitas dan keanekaragaman hayati dapat dimanfaatkan untuk mencapai pertanian berkelanjutan (Sinaga, dkk., 2015). 12 Salah satu komponen PHT adalah pengendalian dengan menggunakan musuh alami. Teori mendasar dalam pengelolaan hama adalah mempertimbangkan komponen musuh alami dalam strategi pemanfaatan dan pengembangannya. Taktik pengelolaan hama melibatkan musuh alami untuk mendapatkan penurunan status hama disebut pengendalian hayati. Pemanfaatan musuh alami tidak menimbulkan pencemaran, dari segi ekologi tetap lestari dan untuk jangka panjang relatif murah. Pengendalian dengan memanfaatakan musuh alami untuk secara biologis adalah kerja dari faktor biotis seperti parasitoid, predator dan patogen terhadap mangsa atau inang, sehingga menghasilkan suatu keseimbangan umum yang lebih rendah daripada keadaan yang ditunjukkan apabila faktor tersebut tidak ada atau tidak bekerja (Joko & Sulistio, 2007). Hama kelapa sawit adalah ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) salah satunya ulat kantung (Mahasenna corbetti). Gejala serangan hama ini biasanya menyerang atau memakan daun dimulai dari daun bagian bawah. Daun-dauan yang terserang biasanya berlubang atau sobek hingga tinggal tulang-tulang daunnya. Pengendalian UPDKS dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) yaitu berdasarkan monitoring populasi kritis, mengutamakan pelestarian dan pemanfaatan musuh alami. Beberapa tumbuhan yang bermanfaat bagi perkebunan kelapa sawit yakni untuk pengendalian UPDKS : Euphorbia heterophylla L (patik emas), Borreria alata L (Setawar/Jukut minggu/Emprah/Goletrak), Cassia tora L dan Turnera subulata L (Dwinanda, 2014). 13 E. Serangga Hama Serangga hama adalah semua jenis serangga yang menimbulkan kerusakan pada tanaman dan menurunkan kualitas maupun kuantitasnya sehingga menimbulkan kerugian ekonomi bagi manusia. Salah satunnya kelompok serangga hama adalah kelompok hama utama yaitu serangga hama yang selalu menyerang tanaman dengan intensitas serangan yang berat sehingga diperlukan pengendalian. Hama utama itu akan selalu menimbulkan masalah setiap tahunnya dan menimbulkan kerugian cukup besar. Biasanya ada satu atau dua spesies serangga hama utama di suatu daerah. Hama utama untuk tiap daerah dapat sama atau berbeda dengan daerah lain pada tanaman yang sama. Sebagai contoh hama utama pada tanaman kelapa sawit yaitu hama ulat api dan ulat kantung, karena serangan hama tersebut dapat menimbukan kerugian yang cukup besar sehingga diperlukan strategi pengendaliannya (Suhunan, dkk., 2015). Kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros L.) adalah hama penting pada pertanaman kelapa sawit dan kelapa karena menggerek pangkal tajuk tanaman dan serangan berat dapat mematikan tanaman. Kumbang ini berukuran 40-50 mm, berwarna coklat kehitaman, pada bagian caput terdapat tanduk kecil. Pada ujung abdomen yang betina terdapat bulu-bulu halus, sedangkan pada yang jantan tidak berbulu. Kumbang dewasa akan menggerek pucuk kelapa sawit. Gerekan tersebut dapat menghambat pertumbuhan dan jika sampai merusak titik tumbuh akan dapat mematikan tanaman. Kumbang menggerek pupus yang belum terbuka 14 mulai dari pangkal pelepah, terutama pada tanaman muda yang belum menghasilkan (TBM). Kumbang dewasa terbang ke tajuk kelapa pada malam hari dan mulai bergerak ke bagian salah satu ketiak pelepah daun paling atas (Gambar 3) (Ucina, 2008). Perut (Abdomen) Kepala (Caput) Kaki (Poda) Dada (Thoraks) Gambar 3. Morfologi kumbang tanduk (Sumber : Data primer, 2017) Bagian-bagian mulut serangga dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe umum yaitu mandibulat (pengunyah) dan haustelat (penghisap). Pada bagian mulut pengunyah, mandibel-mandibel bergerak secara transversal, artinya dari sisi ke sisi dan serangga biasaya mampu menggigit dan mengunyah makanannya. Seranggaserangga dengan bagian-bagian mulut penghisap tidak mempunyai mandibel dari tipe ini dan tidak dapat mengunyah makana. Bagian mulut mereka ada dalam bentuk seperti probosis yang panjang atau paruh melalui alat itu makanan cair dihisap. Mandibel pada bagian mulut penghisap mungkin memnjang dan berbentuk stilet atau tidak ada ( Borror et al., 1992). 15 Tipe mulut paada serngga merupakan salah satu alat untuk identifikasi (Gambar 4). Gambar 4. Tipe-tipe mulut serangga (Sumber: Kurniati, 2014) F. Keanekaragaman Serangga Hama Pada Perkebunan Kelapa Sawit Budidaya kelapa sawit pada saat ini menghadapi berbagai kendala, salah satu diantaranya yaitu adanya gangguan hama. Beberapa jenis hama penting yang menyerang tanaman kelapa sawit misalnya hama tikus, kumbang tanduk, maupun hama ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS). Tanaman kelapa sawit dapat diserang oleh berbagai hama tanaman sejak di pembibitan hingga di kebun pertanaman. Hama pada umumnya yang paling merugikan dan merusak pada fase tanaman yang sudah menghasilkan (TM). Oleh karena itu, pengendalian terhadap hama dan penyakit perlu dilaksanakan secara baik dan benar (Susniahti, dkk., 2005). 16 Hama ulat pemakan daun yang sering menyerang tanaman kelapa sawit adalah ulat api yaitu Setora nitens, Thosea asigna, Thoseabisura, Darna trima, Ploneta diducta dan ulat kantong yaitu Mahasena corbetti, Metisa plana. Hama ini dapat menyerang tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM) dan merupakan hama yang bersifat permanen, sehingga setiap saat populasinya siap meledak. Akibat serangan ini daun kelapa sawit menjadi berlubang dan jika serangan berat, daun yang diserang akan tinggal lidinya, sehingga proses asimilasi akan terganggu dan produksi akan menurun sampai 5% dari total produksi per tahun. Kumbang tanduk (Oryctes rhinocheros Linn.) merupakan kumbang yang sering menggerek pucuk kelapa sawit sejak tanaman ditanam sampai tanaman berumur 3 tahun. Serangan ini biasanya terjadi di daerah pengembangan karena banyak 23 sisa batang tanaman yang telah lapuk dan yang merupakan medium paling baik untuk perkembangbiakan kumbang tersebut. Pada tanaman yang terserang terlihat adanya bekas gerekan pada bagian pangkal batang membusuk atau kering. Tanaman akan mati apabila titik tumbuhnya habis termakan oleh kumbang tanduk (Simangunsong, 2011). Ulat kantung (Metisa plana) ialah hama ulat pemakan daun penting tanaman kelapa sawit. Serangan Metisa plana pada kondisi 10-13% dapat menyebabkan penurunan produksi sekitar 30-40% selama dua tahun kedepan. Pengendalian hama Metisa plana pada lanskap perkebunan kelapa sawit telah mengalami perubahan dan menuju kearah Pengendalian Hama Terpadu (PHT). 17 Serangan hama M. plana pada lanskap perkebunan kelapa sawit merupakan masalah serius yang dapat menjadi faktor pembatas bagi produktifitas minyak sawit, selain itu keanekaragaman serangga pada lanskap perkebunan kelapa sawit yang diduga berperan sebagai parasitoid M.plana sangat tinggi dan belum teridentifikasi (Pamuji, dkk., 2013). Kelapa sawit merupakan komoditi utama tanaman perkebunan Indonesia yang memiliki hambatan produksi diantaranya disebabkan oleh gangguan hama yaitu dari famili Rhinotermitidae genus Coptotermes. Coptotermes sulit dikendalikan karena berada di dalam tanah dan sisa kayu mati. Pemberantasan hama umumnya ditanggulangi dengan insektisida sintetik yang menimbulkan efek negatif seperti resistensi hama, munculnya hama sekunder yang lebih berbahaya, berkurangnya musuh alami, tercemarnya air dan bahaya keracunan pada manusia. Salah satu alternatif yang cukup potensial adalah penggunaan bioinsektisida, seperti fungi entomopatogen (Sintawati, dkk., 2016). Belalang (Valanga sp.) merupakan salah satu jenis serangga yang menyerang tanaman kelapa sawit. Gejala serangan dari jenis serangga ini yaitu daun muda berlubang-lubang kecil dan tepi daun membusuk. Apabila tingkat serangannya tinggi, maka akan menyebabkan daun yang berlubang menjadi kering. Pencegahan dapat dilakukan dengan mengendalikan semak di sekitar tanaman. Secara kimia menggunakan insektisida yang sudah terdaftar dan mendapatkan izin Menteri Pertanian (Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 18/Permentan/Kb.330/5/2016) III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2017. Lokasi pengambilan sampel bertempat pada perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara (Gambar 5). Identifikasi dilakukan di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Halu Oleo Kendari. B. Lokasi Penelitian Gambar 5. Lokasi Penelitian Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur. 18 19 C. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Alat yang digunakan serta fungsinya No Alat Satuan Fungsi 1 2 3 4 1. Lup Mengamati bentuk morfologi serangga 0 2. Hygrothemometer C Mengukur suhu dan kelembaban udara 3. Kamera digital Mendokumentasikan hasil pengamatan 4. Alat tulis menulis Mendata sampel yang berhasil ditangkap 5. Yellow pan trap Sebagai wadah untuk menjebak serangga 6. Light trap Sebagai perangkap untuk menjebak serangga malam hari 7. Kotak serangga Menyimpan serangga yang tertangkap 8. Kertas Lakmus Mengukur pH tanah 9. Roll meter Mengukur panjang garis transek dan luas M plot 10. Buku Panduan Mengidentifikasi serangga Pengenalan Serangga (Borror et al., 1992), buku Kunci Determinasi Serangga (Lilies, 1992) dan Jurnal Pusat Peneltian Kelapa Sawit (2011) 11. Sweep net Menangkap serangga 12. Pinset Mengambil serangga yang terdapat pada perangkap 14. Lux meter Mengukur intensitas cahaya 15. GPS Menentukan titik koordinat lokasi pengambilan sampel 16. Pipet tetes Memipet larutan 17. Sarung tangan Mengambil serangga 18. Mistar Mengukur morfologi serangga 19. Gelas aqua Wadah untuk mengukur pH tanah 20 D. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Bahan yang digunakan serta fungsinya No Bahan Satuan Fungsi 1. Alkohol 70 % mL Bahan untuk mengawetkan serangga 2. Gliserin mL Mengurangi penguapan pada alkohol spesimen penelitian Melarutkan sampel tanah penelitian 3. Air mL E. 4. 5. 6. Serangga Tali rapia Patok 7. Detergen 8. Daun Nangka kering (Artocarpus heterophyllus) mL Sampel penelitian Membuat plot Mematok atau membatasi setiap sudut plot Bahan untuk menahan serangga agar tidak terbang Untuk menarik serangga - Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksplorasi untuk melihat jenis serangga hama yang ditemukan pada kawasan perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara. F. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis serangga hama yang ada pada kawasan perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara. Sampel dalam penelitian ini adalah jenis-jenis serangga hama yang terjebak dalam perangkap yang diambil pada tiap-tiap plot pengamatan di lokasi penelitian. 21 G. Variabel Penelitian, Defenisi Operasional dan Indikator Penelitian 1. Variabel Penelitian Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah keanekaragaman jenis serangga hama di kawasan perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara. 2. Definisi Operasional Untuk menghindari adanya kekeliruan maka dijelaskan beberapa definisi yang dianggap penting yaitu: a. Keanekaragaman serangga hama yang ada pada perkebunan kelapa sawit adalah jumlah dan jenis serangga hama yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit dan dihitung dengan rumus indeks Shannon dan Wiener yaitu H' = – Σ pi ln pi. b. Serangga hama didefinisikan sebagai serangga yang menggangu dan merusak tanaman baik kualitas maupun kuantitas dari kelapa sawit yang secara ekonomis merugikan petani dan secara kasat mata tampak jelas di di area perkebunan kelapa sawit dengan menimbulkan gejala serangan pada bagian-bagian tanaman kelapa sawit sampai pada tandan kelapa sawit (Sasmita, 2012). c. Perkebunan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perkebunan pribadi milik masyarakat yaitu milik Bpk. Alwi dengan luas areal 2 ha, tidak terawat dimana terakhir penyemprotan herbisida untuk 22 mengendalikan gulma yaitu bulan Januari 2016 dengan gejala-gejala serangan hama yang tinggi di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. 3. Indikator Penelitian Indikator penelitian ini meliputi jumlah dan jenis serangga yang berperan sebagai hama dalam plot pengamatan pada kawasan perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara. H. Prosedur Penelitian 1. Penentuan lokasi pengamatan Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu telah dilakukan survey lapangan untuk mengamati secara lansung kondisi lapangan sesuai kebutuhan penelitian. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam menetapkan tempat dari lokasi pengamatan. Lokasi pengambilan sampel yaitu perkebunan kelapa sawit dengan luas 2 ha di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara. Pengambilan sampel dilakukan pada titik koordinat S:04°12‟26,0” E:121°53‟350,6” dengan garis transek sepanjang 100 meter di perkebunan kelapa sawit dimana dibuat 5 plot dengan ukuran 10 x 10 meter dengan jarak antar plot adalah 10 meter yang ditempatkan di sepanjang transek untuk mewakili 23 panjang transek secara keseluruhan. Skema pemasangan transek disajikan pada Gambar 6. 10 m 10 meter 10 m 1 10 meter 100 meter Garis Transek Gambar 6. Skema letak Transek Pengamatan dengan Kuadrat Sampling Keterangan: 10 meter = Jarak antar plot = Plot (10x10 m) 2. Pengukuran Faktor Lingkungan Pengambilan data faktor lingkungan dilakukan pada tiap pengamatan. Data yang diambil meliputi suhu udara, suhu tanah, kelembaban, pH dan intensitas cahaya matahari. a. Suhu Suhu yang diukur adalah suhu udara di tempat pemasangan perangkap dengan menggunakan Hygrothermometer. Pengukuran suhu udara dilakukan dengan cara mengaktifkan alat Hygrothermometer kemudian membiarkan selama ± 5 detik dan membaca skalanya. Pengukuran suhu pada pagi hari dilakukan pukul 06.00 WITA, 24 pengukuran suhu pada sore hari dilakukan pukul 15.00 WITA dan pada malam hari yaitu pukul 20.00 WITA. b. Kelembaban Pengukuran kelembaban di tempat pemasangan perangkap dilakukan dengan menggunakan Hygrothermometer yaitu dengan cara mengaktifkan alat Hygrothermometer kemudian membiarkan selama ± 5 detik dan membaca skalanya. Pengukuran kelembaban pada pagi hari dilakukan pukul 06.00 WITA, pengukuran kelembaban pada sore hari dilakukan pukul 15.00 WITA dan pada malam hari dilakukan pada pukul 20.00 WITA. c. Derajat Keasaman (pH) Pengukuran derajat keasaman (pH) dilakukan dengan mengambil sampel tanah pada pagi, sore dan malam hari di lokasi penelitian kemudian mengukur dengan menggunakan kertas lakmus yang dilakukan di laboratorium. d. Intensitas Cahaya Matahari Cahaya matahari sangat penting untuk kehidupan serangga. Intensitas cahaya matahari diukur dengan menggunakan Lux meter. Lux meter akan diletakkan di atas tanah kemudian menunggu beberapa saat sampai nilai pada layar alat konstan dan dicatat nilai intensitas cahayanya. Pengukuran intensitas cahaya dilakukan pada pagi hari yaitu pukul 08.00 25 WITA dan pada sore yaitu 14.00 WITA dengan asumsi bahwa pada rentang waktu tersebut penerimaan cahaya pada perkebunan berada pada tingkat yang tinggi (Sarmiati, 2015). 3. Pengambilan sampel a. Pengambilan langsung Metode pengambilan langsung yaitu metode yang digunakan untuk mengambil sampel serangga pada stadia larva ataupun pada stadia imago yang memungkinkan diambil langsung dengan tangan menggunakan bantuan sarung tangan dan pingset pada masing-masing plot pengamatan pada perkebunan kelapa sawit yang dilakukan selama 3 hari pengamatan dimulai pada pagi hari pukul 08.00 -10.00 WITA dan sore hari jam 15.00 – 17.00 WITA. b. Jaring ayun (Sweep net) Alat ini memiliki tangkai yang ringan dan panjang ± 2 m , jaringnya terbuat dari kain kasa yang berdiameter 30 cm (Gambar 7). Jaring diayunkan kedepan sebanyak 3 kali begitupun dengan di belakang dan di samping. Serangga yang tertangkap kemudian dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam botol sampel. Lokasi penangkapan serangga dilakukan pada lahan perkebunan kelapa sawit. Pengambilan sampel dilakukan 2 kali sehari, pada pagi hari pukul 08.00 -10.00 WITA dan sore 26 hari jam 15.00 – 17.00 selama 3 hari. Serangga yang tertangkap pada jaring kemudian dimasukkan kedalam botol dan plastik penyimpanan. Gambar 7. Jaring ayun (Sweep net) c. Yellow pan trap Selain penangkapan serangga dengan jaring ayun (Sweep net), penangkapan serangga juga menggunakan yellow pan trap yaitu berupa wadah bulat berwarna kuning yang digantung di pohon kelapa sawit berisi deterjen dan daun nangka kering untuk menarik serangga (Gambar 8). Yellow pan trap dipasang pukul 08.00 WITA kemudian dilakukan pengamatan dan pengambilan sampel yang terjebak pada pukul 16.00 WITA. Setiap plot di letakan sebanyak 4 yellow pan trap dengan posisi diagonal sudut. Pengumpulan serangga dengan yellow pan trap dilakukan selama tiga hari dengan pengamatan setiap hari. 27 Gambar 8. Yellow pan trap c. Perangkap cahaya (Light trap) Perangkap cahaya digunakan untuk menangkap serangga yang aktif pada malam hari (nokturnal). Alat ini terdiri dari lampu, wadah plastik tebal berbentuk corong dan baskom yang berisi air detergen sebagai tempat serangga terperangkap (Gambar 9). Alat ini di letakan sebanyak 5 buah pada masing-masing plot pengamatan. Serangga yang jatuh ke dalam baskom dikumpulkan, dihitung dan dimasukan kedalam botol untuk diidentifikasi. Alat ini dipasang pada pukul 18.00 WITA dan diamati pada pukul 07.00 WITA yang dilakukan selama tiga hari dengan pengamatan setiap hari. 28 Gambar 9. Perangkap cahaya (Light trap) Setiap serangga yang tertangkap baik dengan metode pengambilan langsung, metode jaring ayun (Sweep net), yellow pan trap maupun metode light trap selanjutnya digabung dan dicatat jumlah jenis setiap spesies serta dicatat ciri morfologinya (warna dan bentuk), kemudian difoto dengan kamera. Selanjutnya disimpan dengan dimasukkan ke dalam botol koleksi yang telah diisi alkohol secukupnya untuk diidentifikasi lebih lanjut di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Halu Oleo Kendari. Serangga yang tertangkap selanjutnya diidentifikasi langsung bentuk morfologinya menggunakan buku Panduan Pengenalan Serangga (Borror et al., 1992), buku Kunci Determinasi Serangga (Lilies, 1992) dan Jurnal Pusat Peneltian Kelapa Sawit, 2011. 29 0 I. Identifikasi Sampel Identifikasi sampel didasarkan pada buku Panduan Pengenalan Serangga (Borror et al., 1992), buku Kunci Determinasi Serangga (Lilies, 1992) Donnaria, dkk., (2011) dan Agus, dkk., (2011) . J. Analisis Data Data dari jenis-jenis serangga yang telah diperoleh, kemudian dianalisis secara kualitatif dan deskriptif serta ditampilkan dalam bentuk grafik, tabel dan foto. Jenis-jenis serangga yang diperoleh, kemudian dianalisis berdasarkan parameter keanekaragaman Indeks Shannon-Wiener, dalam Rahim (2011) dengan rumus : H’ = - (𝑃𝑖 )Ln(𝑃𝑖) dimana : Dimana Pi = ni/N H´ = Indeks keanekaragaman = Jumlah jenis yang terangkap Pi = Jumlah jenis (ni/N) ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu seluruh jenis Kriteria penilaian berdasarkan keanekaragaman jenis : H´ ≤ 1, : keanekaragaman rendah 1 < H´ ≤ 3, : keanekaragaman sedang H´ > 3, : Keanekaragaman tinggi (Saragih, 2008). 30 Indeks kemerataan dihitung menurut rumus Pielou (1966). Indeks ini menggambarkan perataan penyebaran individu dari spesies organisme yang menyusun komunitas. H' E = ln S Dimana : E H' S = = = Indeks Kemerataan (Eveness) Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener Jumlah genus Kriteria penilaian berdasarkan kemerataan jenis: E < 0.50 = Komunitas berada pada kondisi rendah 0.50 < E ≤ 0,75 = Komunitas berada pada kondisi sedang 0,75 < E ≤ 1,00 = Komunitas berada pada kondisi tinggi K. Penyajian Data Data yang diperoleh dari hasil identifikasi akan disajikan dalam bentuk gambar serta hasil analisis serangga akan disajikan dalam bentuk tabel (dilampirkan). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Faktor Lingkungan Hasil pengukuran faktor lingkungan pada perkebunan kelapa sawit di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 . Tabel 3. Rata-rata Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan pada Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara. Pengukuran Parameter Lingkungan Suhu Kelembaban Waktu udara Udara (%) pH Intensitas cahaya (Cd) 0 ( C) Pagi 26 70 6,1 786 Sore 30 80 6,2 1600 Malam 25 69 6,2 - Berdasarkan hasil pengukuran faktor-faktor lingkungan pada Tabel 3 diketahui bahwa, suhu udara, kelembaban, pH dan intensitas cahaya relatif berbeda. 1. Suhu Suhu merupakan faktor Iingkungan yang menentukan aktivitas hidup serangga. Pada suhu tertentu aktivitas hidup serangga tinggi (sangat aktif), sedangkan pada suhu yang lain aktivitas serangga rendah (kurang aktif). Ratarata pengukuran suhu di lokasi pengamatan suhu udara relatif sama, yang masih dalam kisaran suhu untuk serangga berkembang dengan baik. 31 32 Suhu udara di lokasi penelitian pada pagi hari, siang hari dan malam hari di perkebunan kelapa sawit termasuk dalam kisaran suhu optimal yaitu 25°-30° C. Hal ini sesuai dengan pernyataan Child (2007) bahwa suhu optimal untuk perkembangan serangga hama adalah 20°-35° C. Jika suhu < 15° maka perkawinan jadi terbatas, sebab serangga kurang aktif terbang untuk kawin pada suhu tersebut, sementara pada suhu > 35° serangga dapat mati karena dehidrasi. 2. Kelembaban Kelembaban udara bisa mempengaruhi aktifitas serangga. Sarmiati (2015) menjelaskan bahwa kelembaban udara berperan sangat besar terhadap kadar air tubuh serangga dan siklus hidup serangga sehingga mengatur aktivitas organisme dan penyebaran serangga. Umumnya semakin tinggi tempat maka kelembaban udara semakin rendah untuk daerah tropis. Pengukuran kelembaban udara pada lokasi penelitian di perkebunan kelapa sawit cenderung sama yaitu berkisar 70% - 80%. Ukuran kelembaban masih dalam ukuran normal yaitu berkisar 50% - 90% yang masih dapat ditolerir oleh serangga untuk hidup dan berkembang biak pada tempat tersebut. 3. Derajat Keasamaan (pH) Keberadaan serangga juga dipengaruhi oleh pH tanah. Nilai pH tanah berpengaruh terhadap indeks keanekaragaman, karena pH yang terlalu asam atau terlalu basa dapat mengakibatkan kematian pada serangga. Rata-rata pengukuran pH pada lokasi pengamatan hampir sama, yaitu berkisar 6,1-6,2, ukuran pH ini masih dalam batas toleransi yang dapat memungkinkan serangga 33 hidup dan berkembang biak pada permukaan tanah tersebut. PH optimum yang ditolerir oleh serangga berkisar 5-7 (Desi, 2015) Menurut Heddy dan Kurniati (1994) bahwa nilai pH tanah berpengaruh terhadap jumlah spesies serangga, karena pH yang terlalu asam atau terlalu basa dapat mengakibatkan kematian pada serangga karena ada beberapa serangga tidak dapat bertahan hidup pada pH tertentu. Keasaman (pH) tanah merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme baik flora maupun fauna. Kondisi pH yang terlalu asam atau basa akan menjadikan organisme mengalami kehidupan yang tidak sempurna atau bahkan mengalami kematian. 4. Intensitas Cahaya Intensitas cahaya juga dapat mempengaruhi kepadatan suatu organisme. Hasil pengukuran intensitas cahaya yaitu pada pagi hari berkisar 786 Cd dan pada siang hari berkisar 1600 Cd. Hal ini disebabkan karena tinggi rendahnya suatu intensitas cahaya matahari yang diterima ekosistem merupakan salah satu faktor penentu produktivitas primer yang dapat mempengaruhi keanekaragaman spesies dan unsur hara. Cahaya berhubungan erat dengan kehidupan serangga atau cahaya mempengaruhi kegiatan biota yaitu mempengaruhi distribusi dan aktivitas organisme (Hakim, dkk., 1986). Umumnya serangga tertarik dengan cahaya dan untuk kebutuhan hidupnya memerlukan energi yang bersumber dari cahaya matahari. Penyesuian serangga terhadap kondisi cahaya selain dalam bentuk karakteristik/kebiasaan 34 hidup juga dalam hal fisiologi, anatomi, morfologi, indra penglihatan dan warna tubuh, panjang dan pendeknya periodesitas radiasi matahari akan berpengaruh pada suhu udara dan kelembaban udara (Tjasyono, 1999). B. Jenis-Jenis Serangga Hama yang ditemukan pada Plot Pengamatan di Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Ko laka Timur, Sulawesi Tenggara Jumlah dan jenis serangga hama pada perkebunan kelapa sawit yang ditemukan pada setiap plot dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah dan Jenis Individu Serangga Hama yang ditemukan pada Setiap Plot di Perkebunan Kelapa Sawit Jenis Serangga No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ordo Coleoptera Coleoptera Isoptera Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Orthoptera Orthoptera Orthoptera Family Curculionidae Scarabaeidae Rhinotermitidae Pyralidae Limacodidae Noctuidae Crambinae Acrididae Acrididae Genus/Spesies Rhynchophorus ferrugineus Oryctes rhinoceros Coptotermes Tirathaba Setora nitens Ostrinia Cnaphalocrocis Melanoplus Valanga Scudderia Tettigoniidae Jumlah Total Jumlah Individu (Ni) 5 15 178 7 8 12 9 18 20 12 284 Tabel 4 menunjukkan bahwa pada perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu ditemukan 284 individu serangga yang menjadi hama pada perkebunan kelapa sawit. Serangga-serangga hama tersebut ditemukan pada garis transek sepanjang 100 meter pada 5 plot pengamatan. Jumlah individu serangga hama yang ditemukan pada lokasi penelitian sebanyak 284 individu dari 10 Spesies serangga hama yang terdiri dari 4 Ordo, 8 Famili dan 7 Genus. 4 Ordo yaitu 35 Coleoptera, Isoptera, Lepidoptera dan Orthoptera. Famili yang ditemukan adalah Curculionidae, Scarabaeidae, Rhinotermitidae, Pyralidae, Limacodidae, Noctuidae, Crambinae, Acrididae dan Tettigoniidae. Genus yang ditemukan adalah Coptotermes, Ostrinia, Tirathaba, Cnaphalocrocis, Melanoplus, Valanga dan Scudderia Rhynchophorus ferrugineus, Oryctes rhinoceros dan Setora nitens. Perkebunan kelapa sawit di lokasi penelitian mengalami gejala serangan hama yang cukup besar yang disebabkan oleh serangga. Hal tersebut sesuai dengan ditemukannya 10 jenis serangga yang teridentifikasi sebagai hama dengan gejala-gejala serangan yang ditimbulkannya. Gejala-gejala serangan serangga hama antara lain pada daun kelapa sawit yang banyak tersobek-sobek, tergulung dan bertotol, buah menjadi busuk dan pada bunga menjadi gugur. Hal demikian sejalan dengan jenis seraangga yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu dari Ordo Coleoptera, imago dan larva Lepidoptera serta dari Ordo Ortoptera, dimana menurut Borror et al (1992), ketiga ordo tersebut merupakan jenis serangga pengunyah dan penghisap yang merupakan hama pada tanaman budidaya. Berdasarkan hasil pengamatan serangga hama yang ditemukan pada 5 plot pengamatan di lokasi penelitian didominasi oleh serangga hama yaitu dari Ordo Isoptera, Famili Rhinotermitidae dan Genus Coptotermes. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Aditia, dkk., (2015) bahwa Genus Coptotermes termasuk dalam kelompok Rayap yang merupakan salah satu jenis serangga dalam Ordo Isoptera selain sebagai dekomposer, Rayap juga dapat dikategorikan 36 0 sebagai hama dimana rayap merupakan serangga yang hidup secara berkoloni sehingga jumlah individu Coptotermes yang ditemukan sebanyak 178 individu yaitu pada plot I dan II ditemukan masing-masing pada 1 tanaman muda sedangkan pada plot III dan IV ditemukan masing-masing pada tanaman kelapa sawit berbuah. Plot V tidak ditemukan spesies Coptotermes dan plot V didominasi oleh Ordo Ortoptera, Famili Acrididae dan Genus Valanga. Hal demikian juga sesuai dengan pernyataan Borror et al (1992) bahwa kebanyakan Ordo Ortoptera adalah pemakan tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar merupakan hama-hama yang penting pada tanaman budidaya. C. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Kemerataan (E) Jenis Serangga Hama pada Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis serangga hama yang ditemukan pada tiap plot di perkebunan kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 10. 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 1,29 1,11 0,53 Plot 1 0,56 Plot 2 1,20 0,62 Plot 3 H' E' 1,07 0,77 Plot 4 1,10 0,68 Plot 5 Gambar 10. Indeks Keanekaragaman (H') dan Kemerataan (E') Jenis Serangga Hama pada Tiap Plot yang Ditemukan pada Perkebunan Kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur 37 Hasil perhitungan indeks Keanekaragaman (H‟) dan Kemerataan (E) jenis serangga hama yang ditemukan pada tiap plot pengamatan pada perkebunan kelapa sawit cukup bervariasi yaitu Keanekaragaman jenis serangga tertinggi berada pada plot plot II sebesar 1,29, plot III sebesar 1,20, plot I sebesar 1,11, diikuti plot V sebesar 1,10 dan paling rendah yaitu plot IV yaitu sebesar 1,07. Menurut Saragih (2008) ada 3 kriteria nilai indeks keanekaragaman jenis yaitu, bila H' < 1 berarti keanekaragaman tergolong rendah, bila H' = 1-3 berarti keanekaragaman tergolong sedang, bila H` > 3 berarti keanekaragaman tergolong tinggi. Berdasarkan kriteria tersebut maka indeks keanekaragaman jenis serangga hama pada perkebunan kelapa sawit yang ditemukan pada setiap plot tergolong kategori sedang (1-3). Indeks keanekaragaman merupakan suatu penggambaran secara matematik untuk mempermudah dalam menganalisis informasi mengenai jumlah jenis indvidu serta berapa banyak jumlah jenis individu yang ada dalam suatu area. Dalam menilai potensi keanekaragaman hayati, seringkali keanekaragaman jenis menjadi pusat perhatian untuk diamati dibandingkan dengan keanekaragaman genetik (Odum, 1971). Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi. Komunitas yang tua dan stabil akan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi. Sedangkan suatu komunitas yang sedang berkembang pada tingkat suksesi mempunyai jumlah jenis rendah daripada komunitas yang sudah mencapai klimaks. Komunitas yang memiliki 38 keanekaragaman yang tinggi lebih tidak mudah terganggu oleh pengaruh lingkungan. Jadi dalam suatu komunitas dimana keanekaragamannya tinggi akan terjadi interaksi spesies yang melibatkan transfer energi, predasi, kompetisi dan niche yang lebih kompleks (Umar, 2013). Hasil perhitungan indeks kemerataan (E') jenis serangga hama pada perkebunan kelapa sawit yang ditemukan bervariasi pada tiap plot. Indeks kemerataan serangga pada plot I sebesar 0,53, plot II sebesar 0,56, plot III sebesar 0,62, plot IV sebesar 0,77 dan plot V sebesar 0,68. Kemerataan pada tiap plot berbeda tapi secara keseluruhan kemerataan serangga pada perkebunan kelapa sawit tergolong kemerataan dalam kondisi stabil. Menurut Azis (2015), ada 3 kriteria komunitas lingkungan berdasarkan nilai kemerataan, yaitu bila E' < 0,50 maka komunitas berada pada kondisi tertekan. Bila 0,50 < E' ≤ 0,75 maka komunitas berada dalam kondisi stabil sedangkan 0,75 < E' ≤ 1,00 maka komunitas berada dalam kondisi yang labil. Nilai indeks kemerataan (E') dapat menggambarkan kestabilan suatu komunitas. Semakin kecil nilai E' atau mendekati nol, maka semakin tidak merata penyebaran organisme dalam komunitas tersebut yang didominansi oleh jenis tertentu dan sebaliknya semakin besar nilai E' atau mendekati satu, maka organisme dalam komunitas akan menyebar secara merata. 39 D. Deskripsi Jenis Serangga Hama pada Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara Deskripsi dan identifikasi jenis serangga hama pada perkebunan kelapa sawit menggunakan buku Panduan Pengenalan Serangga (Borror et al., 1992), buku Kunci Determinasi Serangga (Lilies, 1992), Donnaria, dkk., (2011) dan Agus, dkk., (2011) adalah sebagai berikut: 1. Rhynchophorus ferrugineus Klasifikasi : Gambar 1. Rhynchophorus ferrugineus Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus Speises : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleptera : Curculionidae : Rhynchophorus : Rhynchophorus ferrugineus Speises ini umumnya dikenal dengan kumbang sagu dan masuk dalam famili Curculionidae yaitu kumbang-kumbang bermoncong. Rhynchophorus ferrugineus ditemukan sebanyak 5 individu pada 2 plot yaitu plot 1 sebanyak 2 individu dan plot 2 sebanyak 3 individu. Spesies ini mempunyai ukuran tubuh 3-5 cm, moncong pada spesies ini kurang berkembang, terdapat dua titik hitam dikiri dan kanannya dan garis hitam di moncongnya, dua sungut berada diantara moncong dan membengkok seperti siku, mata majemuk. Spesies ini memiliki ciriciri tubuh berwarna coklat kemerahan atau hitam, kepala kecil berwarna coklat kehitaman, kulit berkerut, sayap depan keras, tidak banyak berambut dan 40 mempunyai tipe mulut pengunyah. Menurut Efendi (2012) Serangga ini merupakan serangga hama pada kelapa sawit. Spesies ini merupakan salah satu hama yang berbahaya pada tanaman kelapa dan tanaman palma lainnya salah satunya pada kelapa sawit. Imago kumbang menggerek bagian pangkal daun pucuk kelapa sawit bahkan sampai ke titik tumbuh sehingga daun yang keluar menjadi lebih pendek, patah dan bentuknya berubah. Imago menggerek untuk mendapatkan cairan dari jaringan bekas gereken. 2. Orycetes rhinoceros Klasifikasi : Gambar 2. Orycetes rhinoceros Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus Speises : Animalia : Arthropoda : Insecta : Celeoptera : Scarabaeidae : Orycetes : Orycetes rhinoceros Spesies ini tergolong dalam famili Scarabaeidae yaitu kumbang-kumbang yang cembung. Pada lokasi penelitian ditemukan sebanyak 15 individu yaitu pada plot 1 sebanyak 3 individu, plot 2 sebanyak 6 individu, plot 3 sebanyak 5 individu dan plot 5 hanya ditemukan 1 individu. Spesies ini memiliki ciri-ciri tubuh berwarna coklat gelap hingga kehitaman, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus pada bagian kepala, terdapat satu tanduk dan tedapat cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas dibelakang kepala, sayap depan keras, 41 panjangnya berkisar 3-5 cm dan mempunyai tipe mulut pengunyah. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perkebunan (2011) menyatakan Spesies ini tergolong serangga hama pada kelapa sawit dimana Orycetes rhinoceros merusak daun kelapa sawit dengan cara memakan daun sampai pada pucuk tanaman. Gejala kerusakannya yaitu pada daun kelapa sawit akan membentuk potongan segitiga. 3. Genus Coptotermes Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Isoptera : Rhinotermitidae : Coptotermes Gambar 3.Genus Coptotermes Spesies ini tergolong dalam kelompok rayap. Coptotermes merupakan rayap serdadu. Pada lokasi penelitian ditemukan sebanyak 178 individu yaitu pada plot 1 sebanyak 50 individu, plot 2 sebanyak 58 individu, plot 3 sebanyak 38 individu dan plot 4 sebanyak 32 individu. Spesies ini memiliki ciri-ciri tubuh yang lunak, kecil dan berwarna putih, rayap dewasa memilki panjang 6-8 mm. Memiliki kepala sangat bersklerotisasi, memanjang, kuning kecoklatan, mandibel panjang, mempunyai kait dan termodifikasi untuk memotong seperti gunting. Toraks berhubungan langsung dengan abdomen yang ukuran lebih besar. Menurut Aditia, 42 dkk., (2015), Spesies ini merupakan serangga sosial yang hidup berkoloni, Tipe mulut penggigit-pengunyah. Rayap dari jenis Coptotermes bertindak sebagai hama berbagai macam tanaman budidaya salah satunya kelapa sawit yang menyerang tanaman muda dan buah kelapa sawit. 4. Genus Tirathaba Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Pyralidae : Tirathaba Gambar 4. Imago dan Larva Tirathaba Spesies ini masuk dalam kelompok ngengat dalam famili Pyralidae yang aktif dimalam hari (nokturnal) dan mudah terpancing oleh cahaya. Serangga ini ditemukan sebanyak 7 individu dengan imago sebanyak 5 individu dan larva sebanyak 2 individu pada 3 plot yaitu plot 1 sebanyak 4 individu, plot 2 sebanyak 2 individu sedangkan pada plot 5 hanya di temukan 1 individu .Stadia dewasa spesies ini mempunyai sungut dan mempunyai sayap depan dan belakang yang mempunyai bentuk berbeda, warna coklat dan ukurannya berkisar 3-5. Stadia larva mempunyai panjang tubuh mencapai 2-3 cm, berwarna hitam dan ditumbuhi dengan rambut-rambut yang jarang. Menurut Mustakim (2013), Imago Tirathaba dikenal sebagai hama yang merusak bunga jantan dan bunga betina pada kelapa sawit. Bunga yang terserang akan jatuh atau tidak berkembang menjadi buah 43 sedangkan Menurut Agus, dkk., (2011), Larva Tirathaba merusak dengan memakan bagian ujung buah kelapa sawit yang masih kecil (bakal buah) dan menggerek ke dalam. Gejala serangannya berupa bekas gerekan yang ditemukan pada permukaan buah. 5. Spesies Setora nitens Klasifikasi : Gambar 5. Spesies Setora nitens Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Limacodidae : Setora : Setora nitens Spesies ini merupakan salah satu jenis ulat api. Pada lokasi penelitian ditemukan sebanyak 8 individu yaitu pada plot 1 sebanyak 2 individu, plot 2 yaitu 1 individu dan plot 3 sebanyak 5 individu. Ciri-ciri tubuh yaitu ulat berwarna hijau kekuningan dan mempunyai rambut yang bercabang-cabang dan mempunyai ukuran 3-5 cm. Ulat ini dicirikan dengan adanya satu garis membujur di tengah punggung yang berwarna biru keunguan. Spesies ini merupakan salah satu jenis ulat api pemakan daun kelapa sawit yang paling sering menimbulkan kerugian di perkebunan kelapa sawit sehingga dapat di kategorikan sebagai hama. Menurut Donnarina, dkk.,2011, Serangan spesies ini mengakibatkan daun kelapa sawit 44 habis dengan sangat cepat. Tanaman tidak dapat menghasilkan tandan selama 2-3 tahun jika serangan yang terjadi sangat berat. Gejala serangan dimulai dari daun bagian bawah hingga akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian yang tersisa hanya tulang daun saja. 6. Genus Ostrinia Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus . : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae : Ostrinia Gambar 6. Genus Ostrinia Serangga ini termasuk dalam kelompok ngengat dalam famili Noctuidae. Pada lokasi penelitian ditemukan sebanyak 12 individu yaitu pada plot 1 sebanyak 2 individu, plot 2 sebanyak 2 individu, plot 3 sebanyak 2 individu dan plot 4 sebanyak 6 individu. Ciri-ciri tubuh yaitu sayap depan agak segitiga dan sayap belakang agak membulat dan lebih lebar, bentang sayap berkisar 20 mm dengan warna coklat kekuningan disertai garis-garis kecoklatan, mempunyai sungut bertipe drasteria yaitu mengembung dibagian ujung, tipe mulut pengisap. Spesies ini aktif pada malam hari. Menurut Adnan (2009), Ostrinia merupakan hama utama pada tanaman jagung dimana pada stadia larva spesies 45 menyerang bagian batang tanaman jagung namun setelah dewasa spesies ini dapat menjadi hama potensial pada tanaman budidaya lain salah satunya kelapa sawit. 7. Genus Cnaphalocrocis Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus Gambar 7. Genus Cnaphalocrocis : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Crambinae : Cnaphalocrocis Cnaphalocrocis Cnaphalocrocis Serangga ini termasuk dalam Ordo Lepidoptera Famili Crambinae yang aktif pada malam hari. Pada lokasi penelitian ditemukan sebanyak 9 individu yaitu pada plot 1 sebanyak 4 individu, plot 2 sebanyak 2 individu, plot 3 sebanyak 2 individu dan plot 5 hanya 1 individu. Ciri-ciri tubuh serangga ini berwarna coklat kekuningan dengan dua garis bergelombang yang vertikal di sayap depan dan satu baris yang berbeda bergelombang di sayap belakang. Panjang spesies ini berkisar 2-3 cm dan mempunyai tipe mulut penghisap. Menurut Arifin (2016), Ordo Lepidoptera merupakan ordo yang paling banyak berperan sebagai hama pada perkebunan kelapa sawit salah satunya dari Famili Crambinae. Tipe mulut pada pada ordo ini yaitu penghisap (sponging). Serangga 46 dari ordo ini menghisap cairan pada bagian-bagin tanaman pada kelapa sawit yang sudah menghasilkan maupun yang belum menghasilkan. 8. Genus Melanoplus Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Orthoptera : Acrididae : Melanoplus Gambar 8. Genus Melanoplus Spesies ini tergolong dalam Famili Acrididae yang ditemukan sebanyak 18 Gambar 8. Genus individu yaitu pada plot 2 sebanyak 7 individu, plot 3 hanya 1 individu, plot 4 Melanoplus sebanyak 5 individu dan plot 5 sebanyak 5 individu. Spesies ini memiliki Spesies ini memiliki punggung coklat kemerahan, perut greeny-kuning dan kaki merah sehingga disebut punggung coklat perut greenyjuga kemerahan, femur rubrum. Ukuran tubuhnya sekitar 5 cm. Bagian-bagian tubuh lainnya kuning, dan kaki me rah sama dengan spesies yang lainnya. Sayap muka mempunyai venasi dari bahan maka disebut juga femur perkamen danUkuran sayaptubuhnya belakang melipat seperti kipas, mempunyai tipe mulut rubrum. sekitar 5 cm. kaki Bagianpenggigit pengunyah, belakang besar untuk meloncat dengan tarsus lima ruas. bagian tubuh yang Menurut Boror, dkk., 1992, Spesies ini menjadi hama potensial pada tanaman lainnya sama dengan budidaya karena spesies yangtergolong lainnya.dalam Ordo Ortoptera Famili Acrididae dimana Sayapbesar mukamerupakan mempunyai sebagaian hama pada tanaman budidaya salah satunya kelapa venasi dari bahan sawit. perkamen dan sayap belakang melipat seperti kipas, alat mulut tipe menggigit, kaki belakang besar untuk meloncat 47 9. Genus Valanga Klasifikasi : Gambar 9. Genus Valanga Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Orthoptera : Acrididae : Valanga Spesies ini tergolong dalam Famili Acrididae yang ditemukan sebanyak 20 individu yaitu pada plot 2 sebanyak 3 individu, plot 3 sebanyak 5 individu, plot dan plot 5 sebanyak 12 individu. Spesies ini disebut juga Belalang kayu yang memiliki tiga bagian tubuh yaitu caput, torax, dan abdomen. Pada bagian torax terdapat tida pasang kaki dan dua pasang sayap. Sayap depan memiliki venasi dari bahan perkamen dan sayap belakang melipat seperti kipas. Spesies betina di bagian posterior memiliki ovipositor untuk memposisikan telur pada tempat yang tepat, sehingga posterior betina terlihat lebih tumpul daripada spesies jantannya. Panjangnya 2-4 cm, tipe mulut penggigit pengunyah dan berwarna kecoklatan berbintik-bintik. Menurut Mawardi (2015), Valanga tergolong serangga hama pada perkebunan kelapa sawit dimana spesies ini menyerang daun pada tanaman kelapa sawit. 48 10. Genus Scudderia Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Orthoptera : Tettigoniidae : Scudderia Gambar 10. Genus Scudderia Spesies ini tergolong dalam Famili Tettigoniidae yang ditemukan sebanyak 12 individu yaitu pada plot 1 sebanyak 2 individu, plot 2 sebanyak 2 individu dan plot 4 sebanyak 8 individu. Spesies ini memiliki tiga bagian tubuh yaitu caput, torax, dan abdomen. Pada bagian torax terdapat tiga pasang kaki dan dua pasang sayap. Ciri-ciri tubuh berwarna hijau dan sayapnya lebar dan besar, sayapnya condong kebelakang dan mengarah keatas. Panjang kaki belakangnya sekitar 2 cm dan ramping sehinggga memungkinkan melompat sangat jauh. Panjang spesies ini sekitar 5-10 cm. Panjang antenya sekitar 2 cm dan tipis. Menurut Lilies (1992), serangga dari Famili Tettigoniidae disebut juga belalang bertanduk panjang sebagian besar merupakan hama pada tanaman budidaya salah satunya kelapa sawit kelapa sawit. V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka simpulan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Terdapat 284 individu dengan 10 spesies serangga hama yang tergolong dalam 4 Ordo, 8 Famili dan 7 genus yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara. 2. Indeks keanekaragaman (H’) jenis serangga hama pada perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara pada tiap plot tergolong pada kriteria sedang yaitu H‟ = 13. Pada plot I sebesar 1,11, plot II sebesar 1,29, plot III sebesar 1,20, plot IV yaitu sebesar 1,07 dan plot V sebesar 1,10. 3. Indeks kemerataan (E’) jenis serangga hama pada perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara pada tiap plot relatif dalam kondisi stabil yaitu 0,50 < E ≤ 0,75 dimana pada plot I sebesar 0,53, plot II sebesar 0,56, plot III sebesar 0,62, plot IV sebesar 0,77 dan plot V sebesar 0,68. 49 50 B. Saran Saran yang diajukan penulis pada penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai keanekaragaman jenis serangga hama pada perbedaan tingkat perkembangan kelapa sawit. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan apakah ada perbedaan komposisi spesies serangga hama pada perkebunan mandiri dengan perkebunan industri. DAFTAR PUSTAKA Aditia, E.T., Syahrial, O., Lahmudin, L., 2015, Uji Daya Hidup Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) dalam Berbagai Media Kayu di Laboratorium, Jurnal Online Agroekoteaknologi, 3(3) : 864 – 869 Adnan, A,M., 2009, Teknologi Penanganan Hama Utama Tanaman Jagung, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Agus. S., Sudarto., Rozziansha, T.A., 2011, Organisme Pengganggu Tanaman Penggerek Tandan Kelapa Sawit “Tirathaba Mundella Walker”, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Jl. Bridgen Katamso No. 51, Medan 20158. Jl Apryaldi, R., 2015, Analisis Intensitas Serangan Hama Kumbang Tanduk (Oryctes rhynocheros) pada Kelapa Sawit di PTPN V SEI, Galuh Kabupaten Kampar Provinsi Riau, Skripsi, Program Studi Manajemen Produksi Pertanian Jurusan Budidaya Tanaman Pangan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. Arifin, L., Irfan, M., Permanasari, I., Rani, A,N., Taufik, A., 2016, Keanekaragaman Serangga pada Tumpangsari Tanaman Pangan sebagai Tanaman Sela di Pertanaman Kelapa Sawit belum Menghasilkan, Jurnal Agroteknologi, 7(1) : 33 – 40 Ayustaningwarno, F., 2012, Proses Pengolahan dan Aplikasi Minyak Sawit Merah pada Industri Pangan , Jurnal Vitashere, 2(2): 1-11 Azis, D., 2015, Keanekaragaman Jenis Serangga Diurnal pada Perkebunan Kelapa Sawit, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Skripsi, Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Halu Oleo, Kendari. Borror, D.J., Triplehorn, C.A., dan Johson, N.F., 1992, Pengenalan Pelajaran Serangga, Edisi ke-enam, Diterjemahkan oleh Soetiyono Partosoedjono, Msc, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2011, Tanggap Ledakan Hama Penting Tanaman Perkebunan, Jakarta. Badan Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kelapa Sawit, 2015, Kelapa Sawit (Palm Oil), Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. 51 52 Child, R.E., 2007, Insect Demage As Function Of Climate, Nasional Museum Of Denmark. Desi,W., 2015, Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah pada Komunitas Mangrove di Pulau Hoga Kawasan Taman Nasional Wakatobi, Skripsi, Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Halu Oleo, Kendari. Donnarina, S., Perdana, R., Priwiratama, H., Sudarto., 2011, Organisme Pengganggu Tanaman “Setora nitens Walker”, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Jl. Bridgen Katamso No. 51, Medan 20158. Jl. B rignd Katamso Dwinanda, L., dan Nuraeni, R., 2014, Pengelolaan Bahan Baku Biodiesel, Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri/ TEDC, Bandung. Efendi, W., Ernawati, D., 2012, Perkembangan Serangan Hama Rhynchophorus Sp. pada Tanaman Kelapa, Propinsi Jawa Timur. Frans, A.M., 2008, Pengaruh Hujan terhadap Produktivitas dan Pengelolaan Air di Kebun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Mustika Estate, PT. Sajang Heulang, Minamas Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Skripsi, Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hakim, N. M. Y., Nyakpa, A. M., Lubis, S. G., Nugroho, M. A., Dika, G. B. H., Bailley, H. H., 1986, Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Universitas Lampung, Lampung. Heddy, S., dan Kurniati, M., 1994, Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi suatu Bahasan Tentang Kaidah Ekologi dan Penerapannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hetharie, H., Wattimena, G. A., Thenawidjaya, M., Aswidinnoor, H., Toruan, N.M., dan Ginting, G., 2007, Karakterisasi Morfologi Bunga dan Buah Abnormal Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Hasil Kultur Jaringan, Jurnal Bul. Agrohort, 35(1): 50-57 Janudianto, Khususiyah, N., Isnurdiansyah., Suyanto dan Roshetko., 2013, Seri Agroforestri dan Kehutanan di Sulawesi: Strategi Mata Pencaharian dan Dinamika Sistem Penggunaan Lahan di Sulawesi Tenggara, Working paper 165., Bogor, Indonesia. 53 Joko, S., dan Sulistyo, J., 2007, Peranan Musuh Alami Hama Utama Padi pada Ekosistim Sawah, Jurnal Inovasi Pertanian, 6(1): 1- 10 Jumar, 2000, Entomologi Pertanian, Rineka Cipta, Jakarta. Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, 2013, Market Brief; Kelapa Sawit dan Olahannya, ITPC Hamburg, Jerman. Kurniati,R.A., 2014, Inventarisasi Jenis-Jenis Serangga pada Bunga Kelapa Sawit di Perkebunan Kelapa Sawit PT Agri Andalas (Persero) Pasar Ngalam Kecamatan Air Periukan Kabupaten Seluma dan Implementasinyap Pembelajaran Biologi SMAN 3 Seluma Kelas X.B, Skripsi, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Lilies, S. C., 1992, Kunci Determinasi Serangga, Kanisius, Jakarta. Mawardi, M., Yolanda, R., Antonius, A.P., 2015, Jenis-Jenis Belalang (Orthoptera: Caelifera) di Dusun II Desa Tambusai Timur Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu, Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasir Pengaraian. Mustakim, K., 2013, Aplikasi Sistem Pakar Untuk Diagnosa Hama Dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit Menggunakan Naive Bayes (Study Kasus : PT. Perkebunan Nusantara V), Skripsi, Jurusan Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Odum, E. P., 1998, Dasar-Dasar Ekologi, Edisi Ketiga, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Pahan, I., 2008, Kelapa sawit, Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir, Penebar Swadaya, Jakarta. Pamuji, R., Tri B.R., dan Tarno, H., 2013, Populasi dan Serangan Hama Ulat Kantung Metisa Plana Walker (Lepidoptera; Psychidae) serta Parasitoidnya di Perkebunan Kelapa Sawit Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Jurnal HPT, 1(2): 35-54 Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 18/Permentan/Kb.330/5/2016 Tentang Pedoman Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit, Menteri Pertanian Republik Indonesia. 54 Pielou, C.E., 1966, The Measurement Of Diversity In Different Type Of Biological Collections. Jurnal Theoret, 7(13): 131-144.an 20158 Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2013, Komoditas Perkebunan, Jl. Harsono, Jakarta Selatan. Informasi Ringkas Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2011, Tanggap Ledakan Hama Penting Tanaman Perkebunan, Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Putri, A.K.W., dan Widiawati, D., 2013, Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Material Tekstil dengan Pewarna Alam untuk Produk Kriya, Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Senirupa dan Desain,1(2): 23-33 Rahim, S., 2011, Analisis Keanekaragaman Beta Karang di Perairan Pulau Kholifano Desa Oenggumoro Kecamatan Pasir Putih Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara, Skripsi, Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Halu Oleo, Kendari. Rosalyn, I., 2009, Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis giineensis Jacq.) di Kebun Tanah Raja Perbaungan PT. Perkebunan Nusantara III, Skripsi, Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Saragih, A., 2008, Indeks keragaman Jenis serangga pada tanaman stroberi (Fragaria Sp), Skripsi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Sarmiati, B., 2015, Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah pada Perkebunan Kakao (Theobroma cacao L.) di Desa Poleonro Kecamatan Poleang Tengah Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara, Skripsi, Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Halu Oleo, Kendari. Sasmita, K., 2012, Sistem Pakar Identifikasi Hama Pada Tanaman Kelpa Dan Kelapa Sawit, Skripsi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Sembiring, N., Uly, M.T., dan Lisnawita, 2013, Tingkat Serangan Ulat Kantong Metisa Plana Walker (Lepidoptera: Psychidae) terhadap Umur Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Matapao PT. Socfin Indonesia, Jurnal Agroekoteknologi, 1(4): 2337- 6597 Setyamidja, S., 2003, Oil Palm Cultivation, Data of CPO Production from Dept. of Agriculture. 55 Simangunsong, Z., 2011, Konservasi Tanah dan Air pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis giineensis Jacq.) PT. Sari Lembah Subur, Pelalawan, Riau, Institut Pertanian Bogor. Sinaga, M., Syahrial, O., dan Lisnawita, 2015, Efektifitas beberapa Teknik Pengendalian Setothosea asigna pada Fase Vegetatif Kelapa Sawit di Rumah Kaca, Jurnal Agroekoteaknologi, 3(2): 634- 641 Sintawati, R., Martina, A., dan Marta, T.L., 2016, Uji Patogenisitas Fungi Entomopatogen Lokal Riau sebagai Agen Biokontrol Hama Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren), Jurnal Riau Biologia, 1(12): 73-79 Sudrajat, dan Fitriya, 2015, Optimasi Dosis Pupuk Dolomit pada Tanaman, Jurnal Agrovigor, 8 (1): 20-28 Suhunan, M.S., Djaya, L., Santosa, E., Hidayat, R.S., Daradjat, W.N., dan Priandi,M.B., 2015, Indeks Keragaman Serangga Hama pada Tanaman Padi (Oryza sativa L.) di Lahan Persawahan Padi Dataran Tinggi Desa Sukawening, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jurnal Bioma, 17(1): 9-15 Sunarya, R,. dan Destiani, D., 2016, Pengembangan Sistem Pakar Diagnosis Hama dan Penyakit pada Tanaman Bawang Merah Berbasis Android, Jurnal Algoritma Sekolah Tinggi Teknologi Garut, 1(13): 2302-7339 Susniahti, N., Sumeno, dan Sudrajat, 2005, Bahan Ajar Ilmu Hama Tumbuhan, Universitas Padjadjaran, Bandung. Tjasyono, B., 1999, Klimatologi Umum, FMIPA ITB, Bandung. Ucina, R.S., 2008, Kajian Musuh Alami Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaisdobius kamerunicus faust. (Coleoptera : curculionidae) pada Tanaman Kelapa Sawit, Skripsi, Fakultas pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Umar, R., 2013, Penuntun Praktikum Ekologi Umum, Universitas Hasanuddin, Makassar. Wardiana, E., dan Zainal, M.,2003, Tanaman Sela Diantara Pertanaman Kelapa Sawit, Loka Penelitian Tanaman Sela Perkebunan, Parung Kuda, Jawa Barat. 56 24 Yustina, Yuslim, F., dan Rika S., 2011, Struktur Populasi Kumbang Tanduk (Orycetes rhynocheros) di Area Perkebunan Kelapa Sawit Masyarakat Desa Kenantan Kabupaten Kampar-Riau, Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Fmipa Universitas Riau Pekan Baru. 57 Lampiran Gambar 1 Gambar pemasangan garis transek dan pembuatan plot pengamatan 58 Lampiran Gambar 2 Gambar pengukuran faktor lingkungan 59 Lampiran Gambar 3 Gambar proses pengambilan serangga dwengan Sweep net, Yellow pan trap dan Light trap 60 Lampiran Gambar 4 Gambar beberapa serangga hama pada kelapa sawit 61 Lampiran Gambar 5 Gambar proses identifikasi serangga 62 Lampiran Tabel 1 Jumlah dan Jenis Individu Serangga Hama yang ditemukan pada Setiap Plotdi Perkebunan Kelapa Sawi Jenis Serangga No. Ordo Family 1 Coleoptera Curculionidae 2 Coleoptera Scarabaeidae 3 4 5 6 7 8 9 10 Isoptera Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Lepidoptera Orthoptera Orthoptera Orthoptera Rhinotermitidae Pyralidae Limacodidae Noctuidae Crambinae Acridae Acridae Acridae Jumlah Total Jumlah Individ u (Ni) Plot Genus/spesies Rhynchophorus ferrugineus Oryctes rhinoceros Coptotermes Tirathaba Setora nitens Ostrinia Cnaphalocrocis Melanoplus Valanga Scudderia I II III IV V 2 3 - - - 5 3 6 5 - 1 15 50 4 2 2 4 2 69 58 2 1 2 2 7 3 2 86 38 5 2 2 1 5 58 32 6 5 8 51 1 1 5 12 20 178 7 8 12 9 18 20 12 284 63 Lampiran Tabel 2. Indeks Keanekaragaman (H‟) Dan Kemerataan (E‟) Jenis Serangga Hama Pada Setiap Plot di Perkebunan Kelapa Sawit. Jenis Serangga Family Genus/Spesies Ni Pi lnPi PiLn Pi H' E' -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 1,11 0,53 Coleoptera Curculionidae Rhynchophorus ferrugineus 2 0,03 -3,54 -0,10 Coleoptera Scarabaeidae Oryctes rhinoceros 3 0,04 -3,14 -0,14 Isoptera Rhinotermitidae Coptotermes 50 0,72 -0,32 -0,23 Lepidoptera Notodontidae Tirathaba 4 0,06 -2,85 -0,17 Lepidoptera Limacodidae Setora nitens 2 0,03 -3,54 -0,10 Lepidoptera Noctuidae Ostrinia 2 0,03 -3,54 -0,10 Lepidoptera Crambinae Cnaphalocrocis 4 0,06 -2,85 -0,17 Ortoptera Tettigoniidae Scudderia 2 0,03 -3,54 -0,10 69 1,00 -23,32 -1,11 1,29 0,56 1,20 0,62 1,07 0,77 Plot Ordo -1 Plot 1 Total plot 2 Coleoptera Curculionidae Rhynchophorus ferrugineus 3 0,03 -3,36 -0,12 Coleoptera Scarabaeidae Oryctes rhinoceros 6 0,07 -2,66 -0,19 Isoptera Rhinotermitidae Coptotermes 58 0,67 -0,39 -0,27 Lepidoptera Notodontidae Tirathaba 2 0,02 -3,76 -0,09 Lepidoptera Limacodidae Setora nitens 1 0,01 -4,45 -0,05 Lepidoptera Noctuidae Ostrinia 2 0,02 -3,76 -0,09 Lepidoptera Crambinae Cnaphalocrocis 2 0,02 -3,76 -0,087 Orthoptera Acridae Melanoplus 7 0,08 -2,51 -0,20 Orthoptera Acridae Valanga 3 0,03 -3,36 -0,12 Orthoptera Tettigoniidae Scudderia 2 0,02 -3,76 -0,09 86 1,00 -31,78 -1,29 Coleoptera Scarabaeidae Oryctes rhinoceros 5 0,09 -2,45 -0,21 Isoptera Rhinotermitidae Coptotermes 38 0,58 -0,54 -0,31 Lepidoptera Limacodidae Setora nitens 5 0,08 -2,56 -0,20 Lepidoptera Noctuidae Ostrinia 2 0,03 -3,48 -0,11 Lepidoptera Crambinae Cnaphalocrocis 2 0,03 -3,48 -0,11 Orthoptera Acridae Melanoplus 1 0,02 -4,17 -0,06 Orthoptera Acridae Valanga 5 0,08 -2,56 -0,20 58 0,90 -19,25 -1,20 Total plot 3 Total Plot 4 Isoptera Rhinotermitidae Coptotermes 32 0,63 -0,47 -0,29 Lepidoptera Noctuidae Ostrinia sp. 6 0,12 -2,14 -0,25 Orthoptera Acridae Melanoplus 5 0,10 -2,32 -0,23 Orthoptera Tettigoniidae Scudderia 8 0,17 -1,79 -0,30 Total Plot 5 51 1,01 -6,72 -1,07 Coleoptera Scarabaeidae Oryctes rhinoceros 1 0,05 -3,00 -0,15 Lepidoptera Notodontidae Tirathaba 1 0,05 -3,00 -0,15 Lepidoptera Crambinae Cnaphalocrocis 1 0,05 -3,00 -0,15 Orthoptera Acridae Melanoplus 5 0,25 -1,39 -0,35 Orthoptera Acridae Valanga 12 0,60 -0,51 -0,31 20 1,00 -10,88 -1,10 Total 1,10 0,68