keanekaragaman serangga hama pada perkebunan

advertisement
KEANEKARAGAMAN SERANGGA HAMA PADA PERKEBUNAN KELAPA
SAWIT DI DESA TAOSU KECAMATAN POLI-POLIA KABUPATEN
KOLAKA TIMUR SULAWESI TENGGARA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S-1)
Oleh:
ARNITA
F1D1 13 059
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
APRIL 2017
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Arnita
Tempat/Tanggal Lahir
: Poli-polia, 05 Desember 1995
Alamat
: Jln. Lumba-lumba
Alamat Instansi : No Telp/HP
: 085394536055
E-mail
: [email protected]
Nama Ayah
: Tatusman
Nama Ibu
: Sumarni, S.Pd
Alamat
3 X 4Tenggara
cm
: Kec.Poli-polia, Kab.Kolaka Timur Sulawesi
Terbaru
Riwayat pendidikan :
1. SD Negeri 1 Poli-polia, masuk tahun 2001 dan lulus tahun 2007.
2. SMP Negeri 1 Poli-polia, masuk tahun 2007 dan lulus tahun 2010.
3. SMA Negeri 1 Poli-polia, masuk tahun 2010 dan lulus tahun 2013.
4. Perguruan Tinggi/Akademi Universitas Halu Oleo, masuk tahun 2013.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi dengan judul “Keanekaragaman Serangga Hama pada
Perkebunan Kelapa Sawit Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten
Kolaka Timur Sulawesi Tenggara” dapat terselesaikan dengan baik dalam
rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat Sarjana (S1) pada
Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Halu Oleo.
Berbagai kesulitan dan hambatan telah dilalui dalam penulisan skripsi ini,
namun atas rahmat Allah SWT serta dorongan, tekat dan kemauan yang keras
terutama adanya bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang tak terhingga kepada ayahanda Tatusman dan ibunda tercinta Sumarni, S.Pd.
yang telah memberikan motivasi, kasih sayang dan doa yang tulus serta materi.
Ucapan terimakasih kepada saudara-saudariku Gitalis, Febby wahyudin, Fidun
Angkasa dan Dita jelita yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk
menyelesaikan studi.
v
Dengan segala kerendahan hati penulis juga menyampaikan ucapan rasa
syukur, terimakasih dan rasa bangga yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Hj.
Suriana, M.Si. selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Amirullah, M.Si. selaku
pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga dan pikiran dalam
memberikan bimbingan dan arahan sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
Ucapan jazakumullahkhoiron dan terimakasih yang tak terhingga penulis
sampaikan kepada :
1. Rektor Universitas Halu Oleo.
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo.
3. Wakil Dekan I Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Halu Oleo.
4. Wakil Dekan II Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Halu Oleo.
5. Wakil Dekan III Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Halu Oleo.
6. Ibu Wa ode Harlis, S.Si, M.Si., selaku penasehat akademik yang telah
memberikan pengarahan bimbingan dalam memprogramkan mata kuliah.
7. Ketua Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo, Bapak Muhsin,
S.Pd., M.Si. dan Sekretaris Jurusan Biologi ibu Dr. Hj. Sitti Wirdhana Ahmad,
S.Si., M.Si
vi
8.
Kepala Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Halu Oleo, ibu Dra. Sri
Ambardini, M.Si. dan Laboran Rahmat Hasan, A.Md.
9.
Kepala Perpustakaan FMIPA Universitas Halu Oleo, Ibu Dra. Hj. Indrawati,
M.Si beserta seluruh stafnya.
10. Seluruh Dosen Jurusan Biologi FMIPA Universitas Halu Oleo yang telah
memberikan banyak ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan berguna.
11. Tim penguji Bapak Drs. Nasaruddin, M.Si. Bapak Muhsin, S.Pd., M.Si. dan Ibu
Wa Ode Harlis, S.Si., M.Si. yang telah banyak memberikan ide dan saran yang
bersifat membangun.
12. Kakak senior Biologi yang telah banyak membantu dan membimbing penulis
selama melaksanakan penelitian.
13. Sahabat tercinta Hestin Wulandari, Sukmawati Badwin, Fergita Reyninggrum,
Umrahtul Hasanah K, Anang Gusianang, Harmawati ane dan Kartika Dwi yang
selama ini telah menjadi sahabat yang baik yang selalu memberikan dukungan
kepada penulis
12. Teman-teman Biologi terkhusus KBK Zoologi Keslin Adi, Muslimin , Adam,
Niartin, Arjuni, Astria Ramdhani, Salwinda, Irmawati, Suci Fitrianingsih,
Nufrianti, Tri Widya Astuti, Asfiani dan Dewi Satria yang telah memberikan doa
dan dukungan serta membantu penulis selama dalam menyelesaikan proses
penelitian.
13. Kakak-kakak senior Biologi angkatan 2010, 2011, 2012 dan adik-adikku
angkatan 2013, 2014 dan 2015 atas perhatian doa dan dukungannya.
vii
14. Kakak-kakak Asisten di Biologi: Adi Karya, S.Si., M.Sc., Izal, S.Si., Wa Ode
Desi, S.Si., Sulastri S.Si., LD. Adi Parman, S.Si., La Riadi, S.Si.,Fatma Cahya
Putri, S.Si., Wa Ode Rafiuddarajat, S.Si.,dan semuanya yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan
skripsi ini, sangat banyak kendala dan kekurangan, namun dengan bantuan
berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya.
Penulis berharap semoga segala jenis bantuan yang telah diberikan bernilai ibadah
dan mendapat pahala dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat menjadi sumber
tambahan informasi ilmiah, Amin YaaRabbal „Alaamin.
Kendari, April 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
I
HALAMAN PERSETUJUAN
Ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Iv
KATA PENGANTAR
V
DAFTAR ISI
Ix
DAFTAR TABEL
Xi
DAFTAR GAMBAR
Xii
DAFTAR LAMPIRAN
Xiii
ABSTRAK
Xiv
ABSTRACT
Xv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
4
C. Tujuan Penelitian
4
D. Manfaat Penelitian
5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensiis Jacq.)
6
B. Morfologi Kelapa sawit
7
C. Hama
11
D. Teknologi penendalian hama secara biologis
11
E. Serangga hama
13
F. Keanekaragaman serangga hama pada perkebunan kelapa sawit
15
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Tempat Penelitian
18
B. Lokasi Penelitian
18
ix
C. Alat Penelitian
19
D. Bahan Penelitian
20
E. Jenis Penelitian
20
F. Populasi dan Sampel
20
G. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Indikator Penelitian
21
H. Prosedur Penelitian
22
I. Identifikasi Sampel
29
J. Analisis Data
29
K. Penyajian Data
30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan
B. Keanekaragaman Serangga hama yang ditemukan pada Lokasi
Penelitian
C. Indeks Keanekaragaman (H') dan Kemerataan (E') Jenis Serangga
Permukaan Tanah pada Perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu
Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi
Tenggara
D. Deskripsi Jenis Serangga hama yang Terdapat pada Perkebunan
Kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten
Kolaka Timur Sulawesi Tenggara
BAB V. PENUTUP
31
34
36
39
A. Simpulan
49
B. Saran
50
DAFTAR PUSTAKA
51
LAMPIRAN
57
x
DAFTAR TABEL
Tabel
Teks
Halaman
1
Alat yang digunakan pada penelitian
19
2
Bahan yang di gunakan pada penelitian
20
3
Rata-Rata Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan di
Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Taosu Kecamatan Polipolia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara
Jenis-jenis Serangga Hama yang ditemukan pada Plot
Pengamatan di Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Taosu
Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi
Tenggara
4
xi
31
34
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Teks
Halaman
1
Pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
7
2
Buah kelapa sawit
10
3
Morfologi Kumbang tanduk
14
4
5
Tipe-tipe mulut serangga
Lokasi penelitian
15
18
6
23
7
Skema Pemasangan letak transek pengamatan dengan
kuadrat sampling
Jaring ayun (sweep net)
8
9
Yellow pan trap
Perangkap cahaya (light trap)
27
28
10
36
11
Indeks Keanekaragaman (H') dan Kemerataan (E') Jenis
Serangga hama pada Tiap Plot yang Ditemukan pada
Perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu
Rhynchophorus ferrugineus
12
Oryctes rhinoceros
40
13
Coptotermes
41
14
Tirathaba
42
15
Setora nitens
43
16
Ostrinia
44
17
Cnaphalocrocis
45
18
Melanoplus
46
19
Valanga
47
20
Scudderia
48
xii
26
39
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Teks
Halaman
1
Dokumentasi Penelitian
57
2
Keanekaragaman Serangga Hama yang ditemukan pada
Lokasi Penelitian
Indeks Keanekaragaman (H') dan Kemerataan (E') Jenis
Serangga hama pada Tiap Plot yang Ditemukan pada
Perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu
66
3
xiii
67
Keanekaragaman Serangga Hama pada Perkebunan Kelapa Sawit di Desa
Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara
Oleh:
Arnita
F1D1 13 059
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan kemerataan
jenis serangga hama yang ditemukan pada perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu
Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesai Tenggara. Penelitian ini
menggunakan metode eksplorasi. Dibuat transek sepanjang 100 m dan 5 plot
berukuran 10x10 m dengan jarak anatar plot 10 m, kemudian dalam setiap plot
diletakan 5 perangkap yellow pan trap dan light trap untuk menangkap serangga
yang tertarik dengan warna dan cahaya. Serangga yang terbang di siang hari
ditangkap menggunakan jaring ayun sedangkan larva diambil dengan pingset dan
sarung tangan. Sampel serangga diidentifikasi di Laboratorium Zoologi FMIPA
UHO, selanjutnya ditentukan indeks keanekaragaman dan indeks kemerataannya.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 284 individu yang terdiri dari 6 ordo, 8 famili,
7 genus dan 10 spesies. Indeks keanekaragaman jenis serangga pada perkebunan
kelapa sawit yang ditemukan pada tiap plot tergolong dalam kriteria sedang yaitu H'
= 1-3. Indeks keanekaragaman jenis serangga yang ditemukan pada plot I (1,11), plot
II (1,29), plot III (1,20), plot IV (1,07), dan plot V (1,10). Kemerataan jenis serangga
pada perkebunan kelapa sawit tergolong dalam kondisi stabil yaitu 0,75 < E ≤ 1,00,
hal ini menunjukkan bahwa indeks kemerataan jenis serangga pada plot I (0,53), plot
II (0,56), plot III (0,62), plot IV (0,77), dan plot V (0,68).
Kata Kunci: Keanekaragaman, Kemerataan, Serangga hama, Perkebunan Kelapa
sawit
xiv
Diversity of Insect Pests in Oil Palm Plantations at the Taosu Village, District of
Poli-polia, East Kolaka, Southeast of Sulawesi
Oleh:
Arnita
F1D1 13 059
ABSTRACT
The present research was aimed to determine the diversity and evennes of the
kind of insect pests that were found in oil palm plantations at the Taosu village,
district of Poli-polia, East kolaka, Southeast Sulawesi. This Research used
exploration method. Transek was 100 m and 5 plots have measurement of 10x10 m
with the distance of each plots was 10 m. Then, The in each plots there were 5 nets of
yellow pan trap and light trap to catch the insect that interest in color and light. The
insect flied in the afternoon and catched by sweep net, whereas the larva were catched
by tweezer and gloves. The insect sample were identified in Zoologi laboratory,
Mathematic and Science faculty, Halu Oleo University, then the diversity and
evennes indexes were measured. The results showed that there were found 284
individual consist of 4 ordos, 8 familis, 7 genus, and 10 species. The diversity of
insect in oil palm plantations that were found in each plots classified to moderate
criteria with H' = 1-3. The diversity insect that were found in plot 1 (1,11), plot 2
(1,29), plot 3 (1,20), plot 4 (1,07) and plot 5 (1,10). The evennes of insect in oil
palm plantations classified in to stable conditions that was 0,75 < E' ≤ 1,00. This
showed that evennes index of insect in plot 1 (0,53), plot 2 (0,56), plot 3 (0,62), plot
4 (0,77) and plot 5 (0,68).
Key words: Diversity, Evenness, Pests Insects, oil palm.
xv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan produksi minyak kelapa
sawit terbesar di dunia. Minyak kelapa sawit diproduksi untuk tujuan komersial
yaitu banyak digunakan sebagai bahan industri pangan, sabun, kosmetik, tekstil,
dan bahan bakar alternatif. Kelapa sawit merupakan tanaman yang mengalami
perkembangan produksi yang cukup pesat dibandingkan dengan tanaman
perkebunan lainnya di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Statistik
Perkebunan Indonesia Komoditas Kelapa sawit 2015, perkebunan kelapa sawit
tahun 2013-2015 mengalami perkembangan produksi yaitu sebesar 5.556 juta ton
pada tahun 2013 menjadi 6.189 juta ton pada tahun 2015. Kelapa sawit
merupakan tanaman perkebunan yang penting karena peranannya bagi
perekonomian nasional khususnya sebagai sumber devisa bagi negara, penyedia
lapangan kerja, pengembangan wilayah dan pengembangan industri serta sebagai
sumber penghasilan bagi petani maupun masyarakat lainnya.
Sektor pertanian Sulawesi Tenggara memberikan kontribusi 38% pada
pertumbuhan ekonomi di daerah Sulawesi Tenggara yaitu dari komoditas kakao,
kopi, kelapa, cengkeh, kacang mete dan lada termasuk kelapa sawit. Kelapa sawit
adalah salah satu tanaman yang mempunyai kontribusi yang cukup besar
terhadap pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara. Produksi kelapa sawit di
1
2
Sulawesi Tenggara berkonsentrasi di Kabupaten Kolaka yang mencakup sekitar
21.033 ha dengan produksi mencapai sekitar 7220 ton (Janudianto, dkk., 2013).
Perkebunan kelapa sawit merupakan sistem monokultur yang rentan
terhadap serangan hama. Serangan hama merupakan salah satu kendala utama
dalam budidaya tanaman kelapa sawit yang mengakibatkan produktivitas tandan
menurun. Salah satu upaya yang dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kelapa
sawit adalah pengendalian hama. Upaya tersebut akan membawa perubahan
khususnya perbaikan hasil ekonomi yang diperoleh masyarakat (Yustina, dkk.,
2011).
Hama tanaman didefinisikan sebagai binatang yang memakan tanaman dan
secara ekonomis merugikan. Hama merupakan semua organisme pengganggu
tanaman budidaya. Kelas Insekta merupakan bagian yang terbesar hama yang
diketahui. Insekta sangat mudah berpindah dan mempunyai daya adaptasi tinggi
terhadap lingkungan baru, selain itu insekta berkembangbiak dengan cepat
terutama pada kondisi yang menguntungkan (Sembiring, dkk., 2013).
Ordo lepidoptera merupakan ordo yang paling banyak berperan sebagai
hama pada perkebunan kelapa sawit. Tipe mulut pada pada ordo ini yaitu
penghisap (sponging). Serangga dari ordo ini menghisap makannnya pada
tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan maupun tanaman yang belum
menghasilkan. Family dari ordo lepidoptera yang tergolong sebagai serangga
hama pada kelapa sawit diantaranya yaitu Amatidae, Crambinae, Geometridae,
Lymantriidae, Noctuidae, Nymphalidae dan Pyralidae (Arifin, dkk., 2016)
3
Hama perusak tanaman kelapa sawit dan tersebar luas di seluruh wilayah
Indonesia hingga Asia Tenggara, Pasifik dan daerah sentra perkebunan kelapa
sawit lainnya yaitu Oryctes rhinoceros. Hama Oryctes rhinoceros terutama
menyerang tanaman kelapa sawit yang kurang terawat dan dapat menyebabkan
kerusakan yang sangat serius. Gejala tanaman yang terserang nampak daunnya
membentuk potongan segitiga akibat dimakan hama ini (Badan Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan, 2011).
Ulat pemakan daun kelapa sawit terdiri dari ulat api (Setothosea asigna),
ulat kantong (Mahasena corbatti) dan ulat bulu (Dasychira inclusa) merupakan
hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk daerah tertentu, ulat api
dan ulat kantong sudah menjadi endemik sehingga sangat sulit dikendalikan.
Kejadian yang sering terjadi di perkebunan kelapa sawit adalah terjadi suksesi
hama ulat bulu dari ulat api atau ulat kantong apabila kedua hama ini
dikendalikan secara ketat. Meskipun tidak mematikan tanaman, hama ini sangat
merugikan secara ekonomi. Daun yang habis akan sangat mengganggu proses
fotosintesis tanaman kelapa sawit, yang pada akhirnya akan menurunkan
produktivitas kelapa sawit. Biasanya produksi akan turun 2 tahun setelah terjadi
serangan ulat api maupun ulat kantong (Sinaga, dkk., 2015).
Salah satu sentra produksi kelapa sawit di Kabupaten Kolaka Timur yaitu
Kecamatan
Poli-polia
yang
meliputi
Desa
Poli-polia,
Taosu,
Tokai,
Andowengga, Pangi-pangi, Pole Maju Jaya dan Inotu Mewao. Berdasarkan
survei lokasi perkebunan kelapa sawit (2016) pada desa-desa tersebut, desa
4
Taosu merupakan desa yang mengalami persoalan serangan hama kelapa sawit
yang lebih tinggi dibandingkan desa lain. Hal ini akan menjadi dasar pentingnya
dilakukan penelitian dengan judul Keanekargaman Serangga Hama pada
Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten
Kolaka Timur Sulawesi Tenggara.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana keanekaragaman serangga hama yang terdapat pada perkebunan
kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur
Sulawesi Tenggara?
2. Bagaimana kemerataan serangga hama yang terdapat pada perkebunan kelapa
sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi
Tenggara?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui keanekaragaman serangga hama yang terdapat pada perkebunan
kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur
Sulawesi Tenggara.
5
2. Mengetahui keanekaragaman serangga hama yang terdapat pada perkebunan
kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur
Sulawesi Tenggara.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Sebagai bahan informasi untuk mengetahui keanekaragaman serangga hama
pada perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia
Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara.
2.
Memberikan masukan terhadap petani kelapa sawit bahwa terdapat serangga
hama yang merugikan pada perkebunan kelapa sawit sehingga dapat
membantu petani mengoptimalkan produksi kelapa sawitnya.
3.
Dapat memperoleh informasi dan keterampilan yang terkait dalam penelitian
ini.
4.
Sebagai bahan perbandingan bagi calon-calon penelitian berikutnya
khususnya yang meneliti masalah-masalah serangga hama.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dalam sistematika
(taksonomi) menurut Pahan (2008) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi
Subdivisi
Kelas
Subkelas
Ordo
Famili
Subfamili
Genus
Spesies
: Embryophyta Siphonagama
: Pteropsida
: Angiospermae
: Monocotyledonae
: Palmales
: Arecaceae
: Cocoideae
: Elaeis
: Elaeis guineensis Jacq.
Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763
berdasarkan pengamatan pohon-pohon kelapa sawit yang tumbuh di Martinique,
kawasan Hindia Barat dan Amerika Tengah. Kata Elaeis (Yunani) berarti minyak,
sedangkan kata Guineensis dipilih berdasarkan keyakinan Jacquin bahwa kelapa
sawit berasal dari Guinea (Apryaldi, 2015).
Kelapa sawit mempunyai habitus yang agak mirip dengan pohon salak,
hanya saja kelapa sawit mempunyai duri yang tidak terlalu keras dan tajam.
Batang tanaman diselimuti berkas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12
tahun pelepah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip
dengan kelapa. Tinggi tanaman kelapa sawit dapat mencapai 24 meter
(Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, 2013).
6
7
B. Morfologi Kelapa sawit
Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil ; tidak memiliki akar tunggang.
Radikula (bakal akar) pada bibit terus tumbuh memanjang ke arah bawah selama
enam bulan terus-menerus dan panjang akarnya mencapai 15 meter. Susunan akar
kelapa sawit terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan
horizontal ke samping. Serabut primer ini akan bercabang menjadi akar sekunder
ke atas dan ke bawah. Cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar
tersier, begitu seterusnya. Kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit bisa
mencapai 8 meter hingga 16 meter secara vertikal. Gambar
1 menunjukan
habitus kelapa sawit yang belum menghasilkan (buah) (Pahan, 2008).
Gambar 1. Pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
(Sumber : Foto langsung dari lokasi penelitian)
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil yaitu dengan batang tidak
mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Pada tanaman muda,
batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh daun. Batang kelapa sawit berbentuk
8
silinder dengan diameter 20-75 cm. Pertumbuhan tinggi batang kelapa sawit
adalah 25-45 cm/tahun. Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman,
kesuburan lahan dan iklim setempat. Ketebalan batang tergantung pada kekuatan
pertumbuhan daun-daunnya. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta
menyimpan dan mengangkut bahan makanan (Frans, 2008).
Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun
majemuk, bersirip genap dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu
pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5m-9m. Jumlah anak daun
disetiap pelepah berkisar antara 250-400 helai, daun muda yang masih kuncup
berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga
semakin efektif melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis
dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis berlangsung, semakin
banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga produksi akan meningkat. Jumlah
pelepah, panjang pelepah dan jumlah anak daun tergantung pada umur tanaman.
Tanaman yang berumur tua, jumlah pelepah dan anak daun lebih banyak. Begitu
pula pelepahnya akan lebih panjang dibandingkan dengan tanaman yang masih
muda (Wardiana & Zaenal, 2003).
Daun pertama yang keluar pada stadia bibit berbentuk lanset (lanceolate),
beberapa minggu kemudian terbentuk daun terbelah dua (bifurcate) dan setelah
beberapa bulan terbentuk daun seperti bulu (pinnate). Misalnya bibit berumur 12
bulan susunan daun terdiri atas 5 lanceolate, 4 bifurcate dan 10 pinnate. Pangkal
pelepah daun (petiole) adalah tempat duduknya helaian daun (leaf let) dan terdiri
9
dari rachis (basis foli), tangkai daun (petiole) dan duri (spine), helaian anak daun
(lamina), ujung daun (apex foli), lidi (nervatio), daun (margo folii) dan daging
daun (intervenium) (Rosalyn, 2009).
Organ bunga betina kelapa sawit tersusun pada enam lingkaran bunga
yaitu satu daun pelindung bagian luar berbentuk setengah lingkaran dan sisi
lainnya melekat pada spikelet, bentuknya bulat panjang dengan ujung sangat
runcing. Pada lingkaran kedua terdapat dua stamen di posisi kiri dan kanan yang
layu kemudian gugur sejalan dengan perkembangan bunga. Selanjutnya lingkaran
ketiga terdapat dua pelindung bunga berwarna putih mengkilap agak transparan.
Lingkaran bunga keempat dan kelima terdiri dari tiga perhiasan bunga dengan
bentuk dan warna sama dengan pelindung bunga pada lingkaran ketiga. Pada
lingkaran keenam, terdapat pistil tiga karpel berwarna putih yang merupakan
karpel utama dengan irisan melintang pistil. Bunga mekar ditandai dengan
mekarnya stigma tiga cuping (Hetharie, dkk., 2007).
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monocieus) artinya
bunga jantan dan bunga betina berada pada pohon tetapi tidak pada satu tandan
yang sama. Tanaman kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12-14 bulan,
sebagian dari bunga akan gugur (aborsi) sebelum atau sesudah antesis. Rangkaian
bunga terdiri dari batang poros dan cabang-cabang meruncing yang disebut
spiklet. Jumlah spiklet dalam rangkaian bunga dapat mencapai 200 buah. Jumlah
bunga pada suatu spiklet pada bunga jantan dapat mencapai 700-1.200 buah,
10
tetapi pada bunga betina dalam setiap spikletnya hanya terdapat ± 20 bunga betina
(Putri, dkk., 2013).
Buah kelapa sawit umumnya memiliki panjang 2 hingga 5 cm dan berat 3
hingga 30 gram, berwarna ungu hitam pada saat muda dan berwarna kuning
merah pada saat tua dan matang. Daging buah berwarna putih kuning ketika
masih muda dan berwarna jingga setelah matang. Buah kelapa sawit tersusun atas
beberapa bagian yaitu perikarp yang meliputi epikarpium, yaitu kulit buah yang
keras dan licin, Mesokarpium yaitu bagian buah yang berserabut dan mengandung
minyak dengan rendemen paling tinggi, menghasilkan minyak sawit kasar/Crude
Palm Oil (CPO). Buah kelapa sawit juga memiliki Biji yang meliputi
endokarpium (kulit biji= tempurung), berwarna hitam dan keras, Endosperm
(kernel = daging biji) berwarna putih yang menghasilkan minyak inti sawit/Palm
Kernel Oil (PKO) (Gambar 2) (Ayustaningwarno, 2012).
1
2
3
4
Gambar 2. Buah kelapa sawit, 1. Kernel, 2. Endocarp, 3. Mesocarp, 4.Eksocarp.
(Sumber : Setyamidja, 2003)
11
C. Hama
Hama adalah perusak tanaman pada bagian akar, batang, daun atau bagian
lainya pada tanaman budidaya sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan
sempurna atau mati. Ciri-ciri hama antara lain yaitu kebanyakan dapat dilihat
oleh mata telanjang, umumnya dari golongan hewan (tikus, burung, serangga,
ulat dan sebagainya). Hama cenderung merusak bagian tanaman budidaya
tertentu sehingga tanaman menjadi mati atau tanaman tetap hidup tetapi tidak
banyak memberikan hasil (Sunarya & Destiani, 2016).
D. Teknologi Pengendalian Hama Secara Biologi
Salah satu pendorong meningkatnya serangga pengganggu adalah
tersedianya makanan terus menerus sepanjang waktu dan di setiap tempat.
Budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem pertanian rentan
terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT). Untuk mewujudkan pertanian
berkelanjutan maka tindakan mengurangi serangan OPT melalui pemanfaatan
serangga khususnya musuh alami dan meningkatkan diversitas tanaman seperti
penerapan tanaman tumpang sari, rotasi tanaman dan penanaman lahan-lahan
terbuka dapat dilakukan karena meningkatkan stabilitas ekosistem serta
mengurangi resiko gangguan OPT. Mekanisme-mekanisme alami seperti
predatisme, parasitisme, patogenisitas, persaingan intraspesies dan interspesies,
suksesi, produktivitas, stabilitas dan keanekaragaman hayati dapat dimanfaatkan
untuk mencapai pertanian berkelanjutan (Sinaga, dkk., 2015).
12
Salah satu komponen PHT adalah pengendalian dengan menggunakan
musuh
alami.
Teori
mendasar
dalam
pengelolaan
hama
adalah
mempertimbangkan komponen musuh alami dalam strategi pemanfaatan dan
pengembangannya. Taktik pengelolaan hama melibatkan musuh alami untuk
mendapatkan penurunan status hama disebut pengendalian hayati. Pemanfaatan
musuh alami tidak menimbulkan pencemaran, dari segi ekologi tetap lestari dan
untuk jangka panjang relatif murah. Pengendalian dengan memanfaatakan musuh
alami untuk secara biologis adalah kerja dari faktor biotis seperti parasitoid,
predator dan patogen terhadap mangsa atau inang, sehingga menghasilkan suatu
keseimbangan umum yang lebih rendah daripada keadaan yang ditunjukkan
apabila faktor tersebut tidak ada atau tidak bekerja (Joko & Sulistio, 2007).
Hama kelapa sawit adalah ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) salah
satunya ulat kantung (Mahasenna corbetti). Gejala serangan hama ini biasanya
menyerang atau memakan daun dimulai dari daun bagian bawah. Daun-dauan
yang terserang biasanya berlubang atau sobek hingga tinggal tulang-tulang
daunnya. Pengendalian UPDKS dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama
terpadu (PHT) yaitu berdasarkan monitoring populasi kritis, mengutamakan
pelestarian dan pemanfaatan musuh alami. Beberapa tumbuhan yang bermanfaat
bagi perkebunan kelapa sawit yakni untuk pengendalian UPDKS : Euphorbia
heterophylla
L
(patik
emas),
Borreria
alata
L
(Setawar/Jukut
minggu/Emprah/Goletrak), Cassia tora L dan Turnera subulata L (Dwinanda,
2014).
13
E. Serangga Hama
Serangga hama adalah semua jenis serangga yang menimbulkan kerusakan
pada tanaman dan menurunkan kualitas maupun kuantitasnya sehingga
menimbulkan kerugian ekonomi bagi manusia. Salah satunnya kelompok
serangga hama adalah kelompok hama utama yaitu serangga hama yang selalu
menyerang tanaman dengan intensitas serangan yang berat sehingga diperlukan
pengendalian. Hama utama itu akan selalu menimbulkan masalah setiap tahunnya
dan menimbulkan kerugian cukup besar. Biasanya ada satu atau dua spesies
serangga hama utama di suatu daerah. Hama utama untuk tiap daerah dapat sama
atau berbeda dengan daerah lain pada tanaman yang sama. Sebagai contoh hama
utama pada tanaman kelapa sawit yaitu hama ulat api dan ulat kantung, karena
serangan hama tersebut dapat menimbukan kerugian yang cukup besar sehingga
diperlukan strategi pengendaliannya (Suhunan, dkk., 2015).
Kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros L.) adalah hama penting pada
pertanaman kelapa sawit dan kelapa karena menggerek pangkal tajuk tanaman
dan serangan berat dapat mematikan tanaman. Kumbang ini berukuran 40-50 mm,
berwarna coklat kehitaman, pada bagian caput terdapat tanduk kecil. Pada ujung
abdomen yang betina terdapat bulu-bulu halus, sedangkan pada yang jantan tidak
berbulu. Kumbang dewasa akan menggerek pucuk kelapa sawit. Gerekan tersebut
dapat menghambat pertumbuhan dan jika sampai merusak titik tumbuh akan
dapat mematikan tanaman. Kumbang menggerek pupus yang belum terbuka
14
mulai dari pangkal pelepah, terutama pada tanaman muda yang belum
menghasilkan (TBM). Kumbang dewasa terbang ke tajuk kelapa pada malam hari
dan mulai bergerak ke bagian salah satu ketiak pelepah daun paling atas (Gambar
3) (Ucina, 2008).
Perut (Abdomen)
Kepala (Caput)
Kaki (Poda)
Dada (Thoraks)
Gambar 3. Morfologi kumbang tanduk (Sumber : Data primer, 2017)
Bagian-bagian mulut serangga dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe
umum yaitu mandibulat (pengunyah) dan haustelat (penghisap). Pada bagian mulut
pengunyah, mandibel-mandibel bergerak secara transversal, artinya dari sisi ke sisi
dan serangga biasaya mampu menggigit dan mengunyah makanannya. Seranggaserangga dengan bagian-bagian mulut penghisap tidak mempunyai mandibel dari
tipe ini dan tidak dapat mengunyah makana. Bagian mulut mereka ada dalam
bentuk seperti probosis yang panjang atau paruh melalui alat itu makanan cair
dihisap. Mandibel pada bagian mulut penghisap mungkin memnjang dan
berbentuk stilet atau tidak ada ( Borror et al., 1992).
15
Tipe mulut paada serngga merupakan salah satu alat untuk identifikasi (Gambar
4).
Gambar 4. Tipe-tipe mulut serangga (Sumber: Kurniati, 2014)
F. Keanekaragaman Serangga Hama Pada Perkebunan Kelapa Sawit
Budidaya kelapa sawit pada saat ini menghadapi berbagai kendala, salah
satu diantaranya yaitu adanya gangguan hama. Beberapa jenis hama penting yang
menyerang tanaman kelapa sawit misalnya hama tikus, kumbang tanduk, maupun
hama ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS). Tanaman kelapa sawit dapat
diserang oleh berbagai hama tanaman sejak di pembibitan hingga di kebun
pertanaman. Hama pada umumnya yang paling merugikan dan merusak pada fase
tanaman yang sudah menghasilkan (TM). Oleh karena itu, pengendalian terhadap
hama dan penyakit perlu dilaksanakan secara baik dan benar (Susniahti, dkk.,
2005).
16
Hama ulat pemakan daun yang sering menyerang tanaman kelapa sawit
adalah ulat api yaitu Setora nitens, Thosea asigna, Thoseabisura, Darna trima,
Ploneta diducta dan ulat kantong yaitu Mahasena corbetti, Metisa plana. Hama
ini dapat menyerang tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman
menghasilkan (TM) dan merupakan hama yang bersifat permanen, sehingga
setiap saat populasinya siap meledak. Akibat serangan ini daun kelapa sawit
menjadi berlubang dan jika serangan berat, daun yang diserang akan tinggal
lidinya, sehingga proses asimilasi akan terganggu dan produksi akan menurun
sampai 5% dari total produksi per tahun.
Kumbang tanduk (Oryctes rhinocheros Linn.) merupakan kumbang yang
sering menggerek pucuk kelapa sawit sejak tanaman ditanam sampai tanaman
berumur 3 tahun. Serangan ini biasanya terjadi di daerah pengembangan karena
banyak 23 sisa batang tanaman yang telah lapuk dan yang merupakan medium
paling baik untuk perkembangbiakan kumbang tersebut. Pada tanaman yang
terserang terlihat adanya bekas gerekan pada bagian pangkal batang membusuk
atau kering. Tanaman akan mati apabila titik tumbuhnya habis termakan oleh
kumbang tanduk (Simangunsong, 2011).
Ulat kantung (Metisa plana) ialah hama ulat pemakan daun penting
tanaman kelapa sawit. Serangan Metisa plana pada kondisi 10-13% dapat
menyebabkan penurunan produksi sekitar 30-40% selama dua tahun kedepan.
Pengendalian hama Metisa plana pada lanskap perkebunan kelapa sawit telah
mengalami perubahan dan menuju kearah Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
17
Serangan hama M. plana pada lanskap perkebunan kelapa sawit merupakan
masalah serius yang dapat menjadi faktor pembatas bagi produktifitas minyak
sawit, selain itu keanekaragaman serangga pada lanskap perkebunan kelapa sawit
yang diduga berperan sebagai parasitoid M.plana sangat tinggi dan belum
teridentifikasi (Pamuji, dkk., 2013).
Kelapa sawit merupakan komoditi utama tanaman perkebunan Indonesia
yang memiliki hambatan produksi diantaranya disebabkan oleh gangguan hama
yaitu dari famili Rhinotermitidae genus Coptotermes. Coptotermes sulit
dikendalikan karena berada di dalam tanah dan sisa kayu mati. Pemberantasan
hama umumnya ditanggulangi dengan insektisida sintetik yang menimbulkan efek
negatif seperti resistensi hama, munculnya hama sekunder yang lebih berbahaya,
berkurangnya musuh alami, tercemarnya air dan bahaya keracunan pada manusia.
Salah satu alternatif yang cukup potensial adalah penggunaan bioinsektisida,
seperti fungi entomopatogen (Sintawati, dkk., 2016).
Belalang (Valanga sp.) merupakan salah satu jenis serangga yang
menyerang tanaman kelapa sawit. Gejala serangan dari jenis serangga ini yaitu
daun muda berlubang-lubang kecil dan tepi daun membusuk. Apabila tingkat
serangannya tinggi, maka akan menyebabkan daun yang berlubang menjadi
kering. Pencegahan dapat dilakukan dengan mengendalikan semak di sekitar
tanaman. Secara kimia menggunakan insektisida yang sudah terdaftar dan
mendapatkan izin Menteri Pertanian (Peraturan Menteri Pertanian Republik
Indonesia Nomor: 18/Permentan/Kb.330/5/2016)
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2017. Lokasi
pengambilan sampel bertempat pada perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu
Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara (Gambar 5).
Identifikasi dilakukan di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Halu Oleo
Kendari.
B. Lokasi Penelitian
Gambar 5. Lokasi Penelitian Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten
Kolaka Timur.
18
19
C. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Alat yang digunakan serta fungsinya
No
Alat
Satuan
Fungsi
1
2
3
4
1. Lup
Mengamati bentuk morfologi serangga
0
2. Hygrothemometer
C
Mengukur suhu dan kelembaban udara
3. Kamera digital
Mendokumentasikan hasil pengamatan
4. Alat tulis menulis
Mendata sampel yang berhasil ditangkap
5. Yellow pan trap
Sebagai wadah untuk menjebak serangga
6. Light trap
Sebagai perangkap untuk menjebak
serangga malam hari
7. Kotak serangga
Menyimpan serangga yang tertangkap
8. Kertas Lakmus
Mengukur pH tanah
9. Roll meter
Mengukur panjang garis transek dan luas
M
plot
10. Buku Panduan
Mengidentifikasi serangga
Pengenalan
Serangga (Borror et
al., 1992), buku
Kunci Determinasi
Serangga (Lilies,
1992) dan Jurnal
Pusat Peneltian
Kelapa Sawit
(2011)
11. Sweep net
Menangkap serangga
12. Pinset
Mengambil serangga yang terdapat pada
perangkap
14. Lux meter
Mengukur intensitas cahaya
15. GPS
Menentukan titik koordinat lokasi
pengambilan sampel
16. Pipet tetes
Memipet larutan
17. Sarung tangan
Mengambil serangga
18. Mistar
Mengukur morfologi serangga
19. Gelas aqua
Wadah untuk mengukur pH tanah
20
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Bahan yang digunakan serta fungsinya
No
Bahan
Satuan
Fungsi
1. Alkohol 70 %
mL
Bahan untuk mengawetkan serangga
2. Gliserin
mL
Mengurangi penguapan pada alkohol
spesimen penelitian
Melarutkan sampel tanah penelitian
3. Air
mL
E.
4.
5.
6.
Serangga
Tali rapia
Patok
7.
Detergen
8.
Daun Nangka
kering (Artocarpus
heterophyllus)
mL
Sampel penelitian
Membuat plot
Mematok atau membatasi setiap sudut
plot
Bahan untuk menahan serangga agar
tidak terbang
Untuk menarik serangga
-
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksplorasi untuk melihat jenis
serangga hama yang ditemukan pada kawasan perkebunan kelapa sawit di Desa
Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara.
F. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis serangga hama yang ada
pada kawasan perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia
Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara. Sampel dalam penelitian ini
adalah jenis-jenis serangga hama yang terjebak dalam perangkap yang diambil
pada tiap-tiap plot pengamatan di lokasi penelitian.
21
G. Variabel Penelitian, Defenisi Operasional dan Indikator Penelitian
1. Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah keanekaragaman
jenis serangga hama di kawasan perkebunan kelapa sawit di Desa Taosu
Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara.
2. Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya kekeliruan maka dijelaskan beberapa
definisi yang dianggap penting yaitu:
a. Keanekaragaman serangga hama yang ada pada perkebunan kelapa sawit
adalah jumlah dan jenis serangga hama yang ditemukan pada perkebunan
kelapa sawit dan dihitung dengan rumus indeks Shannon dan Wiener
yaitu H' = – Σ pi ln pi.
b. Serangga hama didefinisikan sebagai serangga yang menggangu dan
merusak tanaman baik kualitas maupun kuantitas dari kelapa sawit yang
secara ekonomis merugikan petani dan secara kasat mata tampak jelas di
di area perkebunan kelapa sawit dengan menimbulkan gejala serangan
pada bagian-bagian tanaman kelapa sawit sampai pada tandan kelapa
sawit (Sasmita, 2012).
c. Perkebunan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perkebunan
pribadi milik masyarakat yaitu milik Bpk. Alwi dengan luas areal 2 ha,
tidak
terawat
dimana
terakhir
penyemprotan
herbisida
untuk
22
mengendalikan gulma yaitu bulan Januari 2016 dengan gejala-gejala
serangan hama yang tinggi di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia
Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.
3. Indikator Penelitian
Indikator penelitian ini meliputi jumlah dan jenis serangga yang
berperan sebagai hama dalam plot pengamatan pada kawasan perkebunan
kelapa sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur
Sulawesi Tenggara.
H.
Prosedur Penelitian
1. Penentuan lokasi pengamatan
Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu telah dilakukan survey
lapangan untuk mengamati secara lansung kondisi lapangan sesuai
kebutuhan penelitian. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam
menetapkan tempat dari lokasi pengamatan. Lokasi pengambilan sampel
yaitu perkebunan kelapa sawit dengan luas 2 ha di Desa Taosu Kecamatan
Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara. Pengambilan
sampel dilakukan pada titik koordinat S:04°12‟26,0” E:121°53‟350,6”
dengan garis transek sepanjang 100 meter di perkebunan kelapa sawit
dimana dibuat 5 plot dengan ukuran 10 x 10 meter dengan jarak antar plot
adalah 10 meter yang ditempatkan di sepanjang transek untuk mewakili
23
panjang transek secara keseluruhan. Skema pemasangan transek disajikan
pada Gambar 6.
10 m
10 meter
10 m
1 10 meter
100 meter
Garis Transek
Gambar 6. Skema letak Transek Pengamatan dengan Kuadrat Sampling
Keterangan:
10 meter
= Jarak antar plot
= Plot (10x10 m)
2. Pengukuran Faktor Lingkungan
Pengambilan
data
faktor
lingkungan
dilakukan
pada
tiap
pengamatan. Data yang diambil meliputi suhu udara, suhu tanah,
kelembaban, pH dan intensitas cahaya matahari.
a. Suhu
Suhu yang diukur adalah suhu udara di tempat pemasangan
perangkap dengan menggunakan Hygrothermometer. Pengukuran suhu
udara dilakukan dengan cara mengaktifkan alat Hygrothermometer
kemudian membiarkan selama ± 5 detik dan membaca skalanya.
Pengukuran suhu pada pagi hari dilakukan pukul 06.00 WITA,
24
pengukuran suhu pada sore hari dilakukan pukul 15.00 WITA dan pada
malam hari yaitu pukul 20.00 WITA.
b. Kelembaban
Pengukuran kelembaban di tempat pemasangan perangkap
dilakukan dengan menggunakan Hygrothermometer yaitu dengan cara
mengaktifkan alat Hygrothermometer kemudian membiarkan selama ± 5
detik dan membaca skalanya. Pengukuran kelembaban pada pagi hari
dilakukan pukul 06.00 WITA, pengukuran kelembaban pada sore hari
dilakukan pukul 15.00 WITA dan pada malam hari dilakukan pada pukul
20.00 WITA.
c. Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran derajat keasaman (pH) dilakukan dengan mengambil
sampel tanah pada pagi, sore dan malam hari di lokasi penelitian
kemudian mengukur dengan menggunakan kertas lakmus yang dilakukan
di laboratorium.
d. Intensitas Cahaya Matahari
Cahaya matahari sangat penting untuk kehidupan serangga.
Intensitas cahaya matahari diukur dengan menggunakan Lux meter. Lux
meter akan diletakkan di atas tanah kemudian menunggu beberapa saat
sampai nilai pada layar alat konstan dan dicatat nilai intensitas cahayanya.
Pengukuran intensitas cahaya dilakukan pada pagi hari yaitu pukul 08.00
25
WITA dan pada sore yaitu 14.00 WITA dengan asumsi bahwa pada
rentang waktu tersebut penerimaan cahaya pada perkebunan berada pada
tingkat yang tinggi (Sarmiati, 2015).
3. Pengambilan sampel
a.
Pengambilan langsung
Metode pengambilan langsung yaitu metode yang digunakan untuk
mengambil sampel serangga pada stadia larva ataupun pada stadia imago
yang memungkinkan diambil langsung dengan tangan menggunakan
bantuan sarung tangan dan pingset pada masing-masing plot pengamatan
pada perkebunan kelapa sawit yang dilakukan selama 3 hari pengamatan
dimulai pada pagi hari pukul 08.00 -10.00 WITA dan sore hari jam 15.00
– 17.00 WITA.
b.
Jaring ayun (Sweep net)
Alat ini memiliki tangkai yang ringan dan panjang ± 2 m , jaringnya
terbuat dari kain kasa yang berdiameter 30 cm (Gambar 7). Jaring
diayunkan kedepan sebanyak 3 kali begitupun dengan di belakang dan di
samping.
Serangga
yang
tertangkap
kemudian
dikumpulkan
dan
dimasukkan ke dalam botol sampel. Lokasi penangkapan serangga
dilakukan pada lahan perkebunan kelapa sawit. Pengambilan sampel
dilakukan 2 kali sehari, pada pagi hari pukul 08.00 -10.00 WITA dan sore
26
hari jam 15.00 – 17.00 selama 3 hari. Serangga yang tertangkap pada jaring
kemudian dimasukkan kedalam botol dan plastik penyimpanan.
Gambar 7. Jaring ayun (Sweep net)
c.
Yellow pan trap
Selain penangkapan serangga dengan jaring ayun (Sweep net),
penangkapan serangga juga menggunakan yellow pan trap yaitu berupa
wadah bulat berwarna kuning yang digantung di pohon kelapa sawit berisi
deterjen dan daun nangka kering untuk menarik serangga (Gambar 8).
Yellow pan trap dipasang pukul 08.00 WITA kemudian dilakukan
pengamatan dan pengambilan sampel yang terjebak pada pukul 16.00
WITA. Setiap plot di letakan sebanyak 4 yellow pan trap dengan posisi
diagonal sudut. Pengumpulan serangga dengan yellow pan trap dilakukan
selama tiga hari dengan pengamatan setiap hari.
27
Gambar 8. Yellow pan trap
c. Perangkap cahaya (Light trap)
Perangkap cahaya digunakan untuk menangkap serangga yang aktif
pada malam hari (nokturnal). Alat ini terdiri dari lampu, wadah plastik
tebal berbentuk corong dan baskom yang berisi air detergen sebagai tempat
serangga terperangkap (Gambar 9). Alat ini di letakan sebanyak 5 buah
pada masing-masing plot pengamatan. Serangga yang jatuh ke dalam
baskom dikumpulkan, dihitung dan dimasukan kedalam botol untuk
diidentifikasi. Alat ini dipasang pada pukul 18.00 WITA dan diamati pada
pukul 07.00 WITA yang dilakukan selama tiga hari dengan pengamatan
setiap hari.
28
Gambar 9. Perangkap cahaya (Light trap)
Setiap serangga yang tertangkap baik dengan metode pengambilan
langsung, metode jaring ayun (Sweep net), yellow pan trap maupun metode
light trap selanjutnya digabung dan dicatat jumlah jenis setiap spesies serta
dicatat ciri morfologinya (warna dan bentuk), kemudian difoto dengan
kamera. Selanjutnya disimpan dengan dimasukkan ke dalam botol koleksi
yang telah diisi alkohol secukupnya untuk diidentifikasi lebih lanjut di
Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Halu Oleo Kendari. Serangga yang
tertangkap
selanjutnya
diidentifikasi
langsung
bentuk
morfologinya
menggunakan buku Panduan Pengenalan Serangga (Borror et al., 1992), buku
Kunci Determinasi Serangga (Lilies, 1992) dan Jurnal Pusat Peneltian Kelapa
Sawit, 2011.
29
0
I.
Identifikasi Sampel
Identifikasi sampel didasarkan pada buku Panduan Pengenalan Serangga
(Borror et al., 1992), buku Kunci Determinasi Serangga (Lilies, 1992) Donnaria,
dkk., (2011) dan Agus, dkk., (2011) .
J.
Analisis Data
Data dari jenis-jenis serangga yang telah diperoleh, kemudian dianalisis
secara kualitatif dan deskriptif serta ditampilkan dalam bentuk grafik, tabel dan
foto. Jenis-jenis serangga yang diperoleh, kemudian dianalisis berdasarkan
parameter keanekaragaman Indeks Shannon-Wiener, dalam Rahim (2011) dengan
rumus :
H’ = - (𝑃𝑖 )Ln(𝑃𝑖)
dimana : Dimana Pi = ni/N
H´ = Indeks keanekaragaman
= Jumlah jenis yang terangkap
Pi = Jumlah jenis (ni/N)
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu seluruh jenis
Kriteria penilaian berdasarkan keanekaragaman jenis :
H´ ≤ 1,
: keanekaragaman rendah
1 < H´ ≤ 3, : keanekaragaman sedang
H´ > 3,
: Keanekaragaman tinggi (Saragih, 2008).
30
Indeks kemerataan dihitung menurut rumus Pielou (1966). Indeks ini
menggambarkan perataan penyebaran individu dari spesies organisme yang
menyusun komunitas.
H'
E
=
ln S
Dimana :
E
H'
S
=
=
=
Indeks Kemerataan (Eveness)
Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
Jumlah genus
Kriteria penilaian berdasarkan kemerataan jenis:
E < 0.50
= Komunitas berada pada kondisi rendah
0.50 < E ≤ 0,75 = Komunitas berada pada kondisi sedang
0,75 < E ≤ 1,00 = Komunitas berada pada kondisi tinggi
K. Penyajian Data
Data yang diperoleh dari hasil identifikasi akan disajikan dalam bentuk
gambar serta hasil analisis serangga akan disajikan dalam bentuk tabel
(dilampirkan).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Faktor Lingkungan
Hasil pengukuran faktor lingkungan pada perkebunan kelapa sawit di lokasi
penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 .
Tabel 3. Rata-rata Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan pada Perkebunan
Kelapa Sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-Polia Kabupaten Kolaka
Timur Sulawesi Tenggara.
Pengukuran Parameter Lingkungan
Suhu
Kelembaban
Waktu
udara
Udara (%)
pH
Intensitas cahaya (Cd)
0
( C)
Pagi
26
70
6,1
786
Sore
30
80
6,2
1600
Malam
25
69
6,2
-
Berdasarkan hasil pengukuran faktor-faktor lingkungan pada Tabel 3
diketahui bahwa, suhu udara, kelembaban, pH dan intensitas cahaya relatif
berbeda.
1. Suhu
Suhu merupakan faktor Iingkungan yang menentukan aktivitas hidup
serangga. Pada suhu tertentu aktivitas hidup serangga tinggi (sangat aktif),
sedangkan pada suhu yang lain aktivitas serangga rendah (kurang aktif). Ratarata pengukuran suhu di lokasi pengamatan suhu udara relatif sama, yang masih
dalam kisaran suhu untuk serangga berkembang dengan baik.
31
32
Suhu udara di lokasi penelitian pada pagi hari, siang hari dan malam hari
di perkebunan kelapa sawit termasuk dalam kisaran suhu optimal yaitu 25°-30°
C. Hal ini sesuai dengan pernyataan Child (2007) bahwa suhu optimal untuk
perkembangan serangga hama adalah 20°-35° C. Jika suhu < 15° maka
perkawinan jadi terbatas, sebab serangga kurang aktif terbang untuk kawin pada
suhu tersebut, sementara pada suhu > 35° serangga dapat mati karena dehidrasi.
2. Kelembaban
Kelembaban udara bisa mempengaruhi aktifitas serangga. Sarmiati
(2015) menjelaskan bahwa kelembaban udara berperan sangat besar terhadap
kadar air tubuh serangga dan siklus hidup serangga sehingga mengatur aktivitas
organisme dan penyebaran serangga. Umumnya semakin tinggi tempat maka
kelembaban udara semakin rendah untuk daerah tropis.
Pengukuran kelembaban udara pada lokasi penelitian di perkebunan
kelapa sawit cenderung sama yaitu berkisar 70% - 80%. Ukuran kelembaban
masih dalam ukuran normal yaitu berkisar 50% - 90% yang masih dapat
ditolerir oleh serangga untuk hidup dan berkembang biak pada tempat tersebut.
3. Derajat Keasamaan (pH)
Keberadaan serangga juga dipengaruhi oleh pH tanah. Nilai pH tanah
berpengaruh terhadap indeks keanekaragaman, karena pH yang terlalu asam
atau terlalu basa dapat mengakibatkan kematian pada serangga. Rata-rata
pengukuran pH pada lokasi pengamatan hampir sama, yaitu berkisar 6,1-6,2,
ukuran pH ini masih dalam batas toleransi yang dapat memungkinkan serangga
33
hidup dan berkembang biak pada permukaan tanah tersebut. PH optimum yang
ditolerir oleh serangga berkisar 5-7 (Desi, 2015)
Menurut Heddy dan Kurniati (1994) bahwa nilai pH tanah berpengaruh
terhadap jumlah spesies serangga, karena pH yang terlalu asam atau terlalu basa
dapat mengakibatkan kematian pada serangga karena ada beberapa serangga
tidak dapat bertahan hidup pada pH tertentu. Keasaman (pH) tanah merupakan
faktor pembatas bagi kehidupan organisme baik flora maupun fauna. Kondisi
pH yang terlalu asam atau basa akan menjadikan organisme mengalami
kehidupan yang tidak sempurna atau bahkan mengalami kematian.
4. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya juga dapat mempengaruhi kepadatan suatu
organisme. Hasil pengukuran intensitas cahaya yaitu pada pagi hari berkisar
786 Cd dan pada siang hari berkisar 1600 Cd. Hal ini disebabkan karena
tinggi rendahnya suatu intensitas cahaya matahari yang diterima ekosistem
merupakan salah satu faktor penentu produktivitas primer yang dapat
mempengaruhi keanekaragaman spesies dan unsur hara. Cahaya berhubungan
erat dengan kehidupan serangga atau cahaya mempengaruhi kegiatan biota
yaitu mempengaruhi distribusi dan aktivitas organisme (Hakim, dkk., 1986).
Umumnya serangga tertarik dengan cahaya dan untuk kebutuhan hidupnya
memerlukan energi yang bersumber dari cahaya matahari. Penyesuian
serangga terhadap kondisi cahaya selain dalam bentuk karakteristik/kebiasaan
34
hidup juga dalam hal fisiologi, anatomi, morfologi, indra penglihatan dan
warna tubuh, panjang dan pendeknya periodesitas radiasi matahari akan
berpengaruh pada suhu udara dan kelembaban udara (Tjasyono, 1999).
B. Jenis-Jenis Serangga Hama yang ditemukan pada Plot Pengamatan di
Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten
Ko laka Timur, Sulawesi Tenggara
Jumlah dan jenis serangga hama pada perkebunan kelapa sawit yang
ditemukan pada setiap plot dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah dan Jenis Individu Serangga Hama yang ditemukan pada Setiap
Plot di Perkebunan Kelapa Sawit
Jenis Serangga
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ordo
Coleoptera
Coleoptera
Isoptera
Lepidoptera
Lepidoptera
Lepidoptera
Lepidoptera
Orthoptera
Orthoptera
Orthoptera
Family
Curculionidae
Scarabaeidae
Rhinotermitidae
Pyralidae
Limacodidae
Noctuidae
Crambinae
Acrididae
Acrididae
Genus/Spesies
Rhynchophorus ferrugineus
Oryctes rhinoceros
Coptotermes
Tirathaba
Setora nitens
Ostrinia
Cnaphalocrocis
Melanoplus
Valanga
Scudderia
Tettigoniidae
Jumlah Total
Jumlah
Individu (Ni)
5
15
178
7
8
12
9
18
20
12
284
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada perkebunan kelapa sawit di Desa
Taosu ditemukan 284 individu serangga yang menjadi hama pada perkebunan
kelapa sawit. Serangga-serangga hama tersebut ditemukan pada garis transek
sepanjang 100 meter pada 5 plot pengamatan. Jumlah individu serangga hama
yang ditemukan pada lokasi penelitian sebanyak 284 individu dari 10 Spesies
serangga hama yang terdiri dari 4 Ordo, 8 Famili dan 7 Genus. 4 Ordo yaitu
35
Coleoptera, Isoptera, Lepidoptera dan Orthoptera. Famili yang ditemukan adalah
Curculionidae,
Scarabaeidae,
Rhinotermitidae,
Pyralidae,
Limacodidae,
Noctuidae, Crambinae, Acrididae dan Tettigoniidae. Genus yang ditemukan
adalah Coptotermes, Ostrinia, Tirathaba, Cnaphalocrocis, Melanoplus, Valanga
dan Scudderia Rhynchophorus ferrugineus, Oryctes rhinoceros dan Setora nitens.
Perkebunan kelapa sawit di lokasi penelitian mengalami gejala serangan
hama yang cukup besar yang disebabkan oleh serangga. Hal tersebut sesuai
dengan ditemukannya 10 jenis serangga yang teridentifikasi sebagai hama
dengan gejala-gejala serangan yang ditimbulkannya. Gejala-gejala serangan
serangga hama antara lain pada daun kelapa sawit yang banyak tersobek-sobek,
tergulung dan bertotol, buah menjadi busuk dan pada bunga menjadi gugur. Hal
demikian sejalan dengan jenis seraangga yang ditemukan di lokasi penelitian
yaitu dari Ordo Coleoptera, imago dan larva Lepidoptera serta dari Ordo
Ortoptera, dimana menurut Borror et al (1992), ketiga ordo tersebut merupakan
jenis serangga pengunyah dan penghisap yang merupakan hama pada tanaman
budidaya.
Berdasarkan hasil pengamatan serangga hama yang ditemukan pada 5
plot pengamatan di lokasi penelitian didominasi oleh serangga hama yaitu dari
Ordo Isoptera, Famili Rhinotermitidae dan Genus Coptotermes. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Aditia, dkk., (2015) bahwa Genus Coptotermes
termasuk dalam kelompok Rayap yang merupakan salah satu jenis serangga
dalam Ordo Isoptera selain sebagai dekomposer, Rayap juga dapat dikategorikan
36
0
sebagai hama dimana rayap merupakan serangga yang hidup secara berkoloni
sehingga jumlah individu Coptotermes yang ditemukan sebanyak 178 individu
yaitu pada plot I dan II ditemukan masing-masing pada 1 tanaman muda
sedangkan pada plot III dan IV ditemukan masing-masing pada tanaman kelapa
sawit berbuah.
Plot V tidak ditemukan spesies Coptotermes dan plot V
didominasi oleh Ordo Ortoptera, Famili Acrididae dan Genus Valanga. Hal
demikian juga sesuai dengan pernyataan Borror et al (1992) bahwa kebanyakan
Ordo Ortoptera adalah pemakan tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar
merupakan hama-hama yang penting pada tanaman budidaya.
C. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Kemerataan (E) Jenis Serangga Hama
pada Perkebunan Kelapa Sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia
Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman dan kemerataan jenis serangga
hama yang ditemukan pada tiap plot di perkebunan kelapa sawit dapat dilihat pada
Gambar 10.
1,40
1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
1,29
1,11
0,53
Plot 1
0,56
Plot 2
1,20
0,62
Plot 3
H' E'
1,07
0,77
Plot 4
1,10
0,68
Plot 5
Gambar 10. Indeks Keanekaragaman (H') dan Kemerataan (E') Jenis Serangga
Hama pada Tiap Plot yang Ditemukan pada Perkebunan Kelapa sawit
di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur
37
Hasil perhitungan indeks Keanekaragaman (H‟) dan Kemerataan (E) jenis
serangga hama yang ditemukan pada tiap plot pengamatan pada perkebunan
kelapa sawit cukup bervariasi yaitu Keanekaragaman jenis serangga tertinggi
berada pada plot plot II sebesar 1,29, plot III sebesar 1,20, plot I sebesar 1,11,
diikuti plot V sebesar 1,10 dan paling rendah yaitu plot IV yaitu sebesar 1,07.
Menurut Saragih (2008) ada 3 kriteria nilai indeks keanekaragaman jenis
yaitu, bila H' < 1 berarti keanekaragaman tergolong rendah, bila H' = 1-3 berarti
keanekaragaman tergolong sedang, bila H` > 3 berarti keanekaragaman tergolong
tinggi. Berdasarkan kriteria tersebut maka indeks keanekaragaman jenis serangga
hama pada perkebunan kelapa sawit yang ditemukan pada setiap plot tergolong
kategori sedang (1-3).
Indeks keanekaragaman merupakan suatu penggambaran secara matematik
untuk mempermudah dalam menganalisis informasi mengenai jumlah jenis
indvidu serta berapa banyak jumlah jenis individu yang ada dalam suatu area.
Dalam menilai potensi keanekaragaman hayati, seringkali keanekaragaman jenis
menjadi pusat perhatian untuk diamati dibandingkan dengan keanekaragaman
genetik (Odum, 1971).
Keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas
memiliki kompleksitas yang tinggi. Komunitas yang tua dan stabil akan
mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi. Sedangkan suatu komunitas yang
sedang berkembang pada tingkat suksesi mempunyai jumlah jenis rendah daripada
komunitas
yang
sudah
mencapai
klimaks.
Komunitas
yang
memiliki
38
keanekaragaman yang tinggi lebih tidak mudah terganggu oleh pengaruh
lingkungan. Jadi dalam suatu komunitas dimana keanekaragamannya tinggi akan
terjadi interaksi spesies yang melibatkan transfer energi, predasi, kompetisi dan
niche yang lebih kompleks (Umar, 2013).
Hasil perhitungan indeks kemerataan (E') jenis serangga hama pada
perkebunan kelapa sawit yang ditemukan bervariasi pada tiap plot. Indeks
kemerataan serangga pada plot I sebesar 0,53, plot II sebesar 0,56, plot III sebesar
0,62, plot IV sebesar 0,77 dan plot V sebesar 0,68. Kemerataan pada tiap plot
berbeda tapi secara keseluruhan kemerataan serangga pada perkebunan kelapa
sawit tergolong kemerataan dalam kondisi stabil. Menurut Azis (2015), ada 3
kriteria komunitas lingkungan berdasarkan nilai kemerataan, yaitu bila E' < 0,50
maka komunitas berada pada kondisi tertekan. Bila 0,50 < E' ≤ 0,75 maka
komunitas berada dalam kondisi stabil sedangkan 0,75 < E' ≤ 1,00 maka
komunitas berada dalam kondisi yang labil. Nilai indeks kemerataan (E') dapat
menggambarkan kestabilan suatu komunitas. Semakin kecil nilai E' atau
mendekati nol, maka semakin tidak merata penyebaran organisme dalam
komunitas tersebut yang didominansi oleh jenis tertentu dan sebaliknya
semakin besar nilai E' atau mendekati satu, maka organisme dalam
komunitas akan menyebar secara merata.
39
D. Deskripsi Jenis Serangga Hama pada Perkebunan Kelapa Sawit di Desa
Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara
Deskripsi dan identifikasi jenis serangga hama pada perkebunan kelapa
sawit menggunakan buku Panduan Pengenalan Serangga (Borror et al., 1992),
buku Kunci Determinasi Serangga (Lilies, 1992), Donnaria, dkk., (2011) dan
Agus, dkk., (2011) adalah sebagai berikut:
1.
Rhynchophorus ferrugineus
Klasifikasi :
Gambar 1. Rhynchophorus ferrugineus
Kingdom
Phylum
Class
Ordo
Famili
Genus
Speises
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Coleptera
: Curculionidae
: Rhynchophorus
: Rhynchophorus ferrugineus
Speises ini umumnya dikenal dengan kumbang sagu dan masuk dalam
famili Curculionidae yaitu kumbang-kumbang bermoncong. Rhynchophorus
ferrugineus ditemukan sebanyak 5 individu pada 2 plot yaitu plot 1 sebanyak 2
individu dan plot 2 sebanyak 3 individu. Spesies ini mempunyai ukuran tubuh 3-5
cm, moncong pada spesies ini kurang berkembang, terdapat dua titik hitam dikiri
dan kanannya dan garis hitam di moncongnya, dua sungut berada diantara
moncong dan membengkok seperti siku, mata majemuk. Spesies ini memiliki ciriciri tubuh berwarna coklat kemerahan atau hitam, kepala kecil berwarna coklat
kehitaman, kulit berkerut, sayap depan keras, tidak banyak berambut dan
40
mempunyai tipe mulut pengunyah. Menurut Efendi (2012) Serangga ini
merupakan serangga hama pada kelapa sawit. Spesies ini merupakan salah satu
hama yang berbahaya pada tanaman kelapa dan tanaman palma lainnya salah
satunya pada kelapa sawit. Imago kumbang menggerek bagian pangkal daun
pucuk kelapa sawit bahkan sampai ke titik tumbuh sehingga daun yang keluar
menjadi lebih pendek, patah dan bentuknya berubah. Imago menggerek untuk
mendapatkan cairan dari jaringan bekas gereken.
2. Orycetes rhinoceros
Klasifikasi :
Gambar 2. Orycetes rhinoceros
Kingdom
Phylum
Class
Ordo
Famili
Genus
Speises
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Celeoptera
: Scarabaeidae
: Orycetes
: Orycetes rhinoceros
Spesies ini tergolong dalam famili Scarabaeidae yaitu kumbang-kumbang
yang cembung. Pada lokasi penelitian ditemukan sebanyak 15 individu yaitu pada
plot 1 sebanyak 3 individu, plot 2 sebanyak 6 individu, plot 3 sebanyak 5 individu
dan plot 5 hanya ditemukan 1 individu. Spesies ini memiliki ciri-ciri tubuh
berwarna coklat gelap hingga kehitaman, cembung pada bagian punggung dan
bersisi lurus pada bagian kepala, terdapat satu tanduk dan tedapat cekungan
dangkal pada permukaan punggung ruas dibelakang kepala, sayap depan keras,
41
panjangnya berkisar
3-5 cm dan mempunyai tipe mulut pengunyah. Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Perkebunan (2011) menyatakan Spesies ini
tergolong serangga hama pada kelapa sawit dimana Orycetes rhinoceros merusak
daun kelapa sawit dengan cara memakan daun sampai pada pucuk tanaman. Gejala
kerusakannya yaitu pada daun kelapa sawit akan membentuk potongan segitiga.
3. Genus Coptotermes
Klasifikasi :
Kingdom
Phylum
Class
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Isoptera
: Rhinotermitidae
: Coptotermes
Gambar 3.Genus Coptotermes
Spesies ini tergolong dalam kelompok rayap. Coptotermes merupakan
rayap serdadu. Pada lokasi penelitian ditemukan sebanyak 178 individu yaitu pada
plot 1 sebanyak 50 individu, plot 2 sebanyak 58 individu, plot 3 sebanyak 38
individu dan plot 4 sebanyak 32 individu. Spesies ini memiliki ciri-ciri tubuh yang
lunak, kecil dan berwarna putih, rayap dewasa memilki panjang 6-8 mm. Memiliki
kepala sangat bersklerotisasi, memanjang, kuning kecoklatan, mandibel panjang,
mempunyai kait dan termodifikasi untuk memotong seperti gunting. Toraks
berhubungan langsung dengan abdomen yang ukuran lebih besar. Menurut Aditia,
42
dkk., (2015), Spesies ini merupakan serangga sosial yang hidup berkoloni, Tipe
mulut penggigit-pengunyah. Rayap dari jenis Coptotermes bertindak sebagai hama
berbagai macam tanaman budidaya salah satunya kelapa sawit yang menyerang
tanaman muda dan buah kelapa sawit.
4. Genus Tirathaba
Klasifikasi :
Kingdom
Phylum
Class
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Lepidoptera
: Pyralidae
: Tirathaba
Gambar 4. Imago dan Larva Tirathaba
Spesies ini masuk dalam kelompok ngengat dalam famili Pyralidae yang
aktif dimalam hari (nokturnal) dan mudah terpancing oleh cahaya. Serangga ini
ditemukan sebanyak 7 individu dengan imago sebanyak 5 individu dan larva
sebanyak 2 individu pada 3 plot yaitu plot 1 sebanyak 4 individu, plot 2 sebanyak
2 individu sedangkan pada plot 5 hanya di temukan 1 individu .Stadia dewasa
spesies ini mempunyai sungut dan mempunyai sayap depan dan belakang yang
mempunyai bentuk berbeda, warna coklat dan ukurannya berkisar 3-5. Stadia larva
mempunyai panjang tubuh mencapai 2-3 cm, berwarna hitam dan ditumbuhi
dengan rambut-rambut yang jarang. Menurut Mustakim (2013), Imago Tirathaba
dikenal sebagai hama yang merusak bunga jantan dan bunga betina pada kelapa
sawit. Bunga yang terserang akan jatuh atau tidak berkembang menjadi buah
43
sedangkan Menurut Agus, dkk., (2011), Larva Tirathaba
merusak dengan
memakan bagian ujung buah kelapa sawit yang masih kecil (bakal buah) dan
menggerek ke dalam. Gejala serangannya berupa bekas gerekan yang ditemukan
pada permukaan buah.
5. Spesies Setora nitens
Klasifikasi :
Gambar 5. Spesies Setora nitens
Kingdom
Phylum
Class
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Lepidoptera
: Limacodidae
: Setora
: Setora nitens
Spesies ini merupakan salah satu jenis ulat api. Pada lokasi penelitian
ditemukan sebanyak 8 individu yaitu pada plot 1 sebanyak 2 individu, plot 2 yaitu
1 individu dan plot 3 sebanyak 5 individu. Ciri-ciri tubuh yaitu ulat berwarna hijau
kekuningan dan mempunyai rambut yang bercabang-cabang dan mempunyai
ukuran 3-5 cm. Ulat ini dicirikan dengan adanya satu garis membujur di tengah
punggung yang berwarna biru keunguan. Spesies ini merupakan salah satu jenis
ulat api pemakan daun kelapa sawit yang paling sering menimbulkan kerugian di
perkebunan kelapa sawit sehingga dapat di kategorikan sebagai hama. Menurut
Donnarina, dkk.,2011, Serangan spesies ini mengakibatkan daun kelapa sawit
44
habis dengan sangat cepat. Tanaman tidak dapat menghasilkan tandan selama 2-3
tahun jika serangan yang terjadi sangat berat. Gejala serangan dimulai dari daun
bagian bawah hingga akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian yang
tersisa hanya tulang daun saja.
6. Genus Ostrinia
Klasifikasi :
Kingdom
Phylum
Class
Ordo
Famili
Genus
.
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Lepidoptera
: Noctuidae
: Ostrinia
Gambar 6. Genus Ostrinia
Serangga ini termasuk dalam kelompok ngengat dalam famili Noctuidae.
Pada lokasi penelitian ditemukan sebanyak 12 individu yaitu pada plot 1
sebanyak 2 individu, plot 2 sebanyak 2 individu, plot 3 sebanyak 2 individu dan
plot 4 sebanyak 6 individu. Ciri-ciri tubuh yaitu sayap depan agak segitiga dan
sayap belakang agak membulat dan lebih lebar, bentang sayap berkisar 20 mm
dengan warna coklat kekuningan disertai garis-garis kecoklatan, mempunyai
sungut bertipe drasteria yaitu mengembung dibagian ujung, tipe mulut
pengisap. Spesies ini aktif pada malam hari. Menurut Adnan (2009), Ostrinia
merupakan hama utama pada tanaman jagung dimana pada stadia larva spesies
45
menyerang bagian batang tanaman jagung namun setelah dewasa spesies ini
dapat menjadi hama potensial pada tanaman budidaya lain salah satunya kelapa
sawit.
7. Genus Cnaphalocrocis
Klasifikasi :
Kingdom
Phylum
Class
Ordo
Famili
Genus
Gambar 7. Genus Cnaphalocrocis
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Lepidoptera
: Crambinae
: Cnaphalocrocis
Cnaphalocrocis
Cnaphalocrocis
Serangga ini termasuk dalam Ordo Lepidoptera Famili Crambinae yang
aktif pada malam hari. Pada lokasi penelitian ditemukan sebanyak 9 individu
yaitu pada plot 1 sebanyak 4 individu, plot 2 sebanyak 2 individu, plot 3
sebanyak 2 individu dan plot 5 hanya 1 individu. Ciri-ciri tubuh serangga ini
berwarna coklat kekuningan dengan dua garis bergelombang yang vertikal di
sayap depan dan satu baris yang berbeda bergelombang di sayap belakang.
Panjang spesies ini berkisar 2-3 cm dan mempunyai tipe mulut penghisap.
Menurut Arifin (2016), Ordo Lepidoptera merupakan ordo yang paling banyak
berperan sebagai hama pada perkebunan kelapa sawit salah satunya dari Famili
Crambinae. Tipe mulut pada pada ordo ini yaitu penghisap (sponging). Serangga
46
dari ordo ini menghisap cairan pada bagian-bagin tanaman pada kelapa sawit
yang sudah menghasilkan maupun yang belum menghasilkan.
8. Genus Melanoplus
Klasifikasi :
Kingdom
Phylum
Class
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Orthoptera
: Acrididae
: Melanoplus
Gambar 8. Genus Melanoplus
Spesies ini tergolong dalam Famili Acrididae yang ditemukan sebanyak 18
Gambar
8.
Genus
individu yaitu pada plot 2 sebanyak 7 individu, plot 3 hanya 1 individu, plot 4
Melanoplus
sebanyak 5 individu dan plot 5 sebanyak 5 individu. Spesies ini memiliki
Spesies ini memiliki
punggung
coklat kemerahan,
perut greeny-kuning dan kaki merah sehingga disebut
punggung
coklat
perut
greenyjuga kemerahan,
femur rubrum.
Ukuran
tubuhnya sekitar 5 cm. Bagian-bagian tubuh lainnya
kuning, dan kaki me rah
sama dengan spesies yang lainnya. Sayap muka mempunyai venasi dari bahan
maka disebut juga femur
perkamen
danUkuran
sayaptubuhnya
belakang melipat seperti kipas, mempunyai tipe mulut
rubrum.
sekitar
5 cm. kaki
Bagianpenggigit
pengunyah,
belakang besar untuk meloncat dengan tarsus lima ruas.
bagian
tubuh
yang
Menurut Boror, dkk., 1992, Spesies ini menjadi hama potensial pada tanaman
lainnya sama dengan
budidaya
karena
spesies
yangtergolong
lainnya.dalam Ordo Ortoptera Famili Acrididae dimana
Sayapbesar
mukamerupakan
mempunyai
sebagaian
hama pada tanaman budidaya salah satunya kelapa
venasi
dari bahan
sawit.
perkamen dan sayap
belakang melipat seperti
kipas, alat mulut tipe
menggigit, kaki belakang
besar
untuk
meloncat
47
9. Genus Valanga
Klasifikasi :
Gambar 9. Genus Valanga
Kingdom
Phylum
Class
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Orthoptera
: Acrididae
: Valanga
Spesies ini tergolong dalam Famili Acrididae yang ditemukan sebanyak 20
individu yaitu pada plot 2 sebanyak 3 individu, plot 3 sebanyak 5 individu, plot
dan plot 5 sebanyak 12 individu. Spesies ini disebut juga Belalang kayu yang
memiliki tiga bagian tubuh yaitu caput, torax, dan abdomen. Pada bagian torax
terdapat tida pasang kaki dan dua pasang sayap. Sayap depan memiliki venasi dari
bahan perkamen dan sayap belakang melipat seperti kipas. Spesies betina di bagian
posterior memiliki ovipositor untuk memposisikan telur pada tempat yang tepat,
sehingga posterior betina terlihat lebih tumpul daripada spesies jantannya.
Panjangnya 2-4 cm, tipe mulut penggigit pengunyah dan berwarna kecoklatan
berbintik-bintik. Menurut Mawardi (2015), Valanga tergolong serangga hama pada
perkebunan kelapa sawit dimana spesies ini menyerang daun pada tanaman kelapa
sawit.
48
10. Genus Scudderia
Klasifikasi :
Kingdom
Phylum
Class
Ordo
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Insecta
: Orthoptera
: Tettigoniidae
: Scudderia
Gambar 10. Genus Scudderia
Spesies ini tergolong dalam Famili Tettigoniidae yang ditemukan sebanyak
12 individu yaitu pada plot 1 sebanyak 2 individu, plot 2 sebanyak 2 individu dan
plot 4 sebanyak 8 individu. Spesies ini memiliki tiga bagian tubuh yaitu caput,
torax, dan abdomen. Pada bagian torax terdapat tiga pasang kaki dan dua pasang
sayap. Ciri-ciri tubuh berwarna hijau dan sayapnya lebar dan besar, sayapnya
condong kebelakang dan mengarah keatas. Panjang kaki belakangnya sekitar 2 cm
dan ramping sehinggga memungkinkan melompat sangat jauh. Panjang spesies ini
sekitar 5-10 cm. Panjang antenya sekitar 2 cm dan tipis. Menurut Lilies (1992),
serangga dari Famili Tettigoniidae disebut juga belalang bertanduk panjang
sebagian besar merupakan hama pada tanaman budidaya salah satunya kelapa
sawit kelapa sawit.
V.
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka simpulan pada penelitian ini
yaitu sebagai berikut:
1. Terdapat 284 individu dengan 10 spesies serangga hama yang tergolong
dalam 4 Ordo, 8 Famili dan 7 genus yang ditemukan pada perkebunan kelapa
sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur
Sulawesi Tenggara.
2. Indeks keanekaragaman (H’) jenis serangga hama pada perkebunan kelapa
sawit di Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur
Sulawesi Tenggara pada tiap plot tergolong pada kriteria sedang yaitu H‟ = 13. Pada plot I sebesar 1,11, plot II sebesar 1,29, plot III sebesar 1,20, plot IV
yaitu sebesar 1,07 dan plot V sebesar 1,10.
3. Indeks kemerataan (E’) jenis serangga hama pada perkebunan kelapa sawit di
Desa Taosu Kecamatan Poli-polia Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi
Tenggara pada tiap plot relatif dalam kondisi stabil yaitu 0,50 < E ≤ 0,75
dimana pada plot I sebesar 0,53, plot II sebesar 0,56, plot III sebesar 0,62,
plot IV sebesar 0,77 dan plot V sebesar 0,68.
49
50
B. Saran
Saran yang diajukan penulis pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai keanekaragaman jenis serangga
hama pada perbedaan tingkat perkembangan kelapa sawit.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan apakah ada perbedaan komposisi spesies
serangga hama pada perkebunan mandiri dengan perkebunan industri.
DAFTAR PUSTAKA
Aditia, E.T., Syahrial, O., Lahmudin, L., 2015, Uji Daya Hidup Rayap Tanah
(Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) dalam
Berbagai Media Kayu di Laboratorium, Jurnal Online Agroekoteaknologi,
3(3) : 864 – 869
Adnan, A,M., 2009, Teknologi Penanganan Hama Utama Tanaman Jagung, Balai
Penelitian Tanaman Serealia.
Agus. S., Sudarto., Rozziansha, T.A., 2011, Organisme Pengganggu Tanaman
Penggerek Tandan Kelapa Sawit “Tirathaba Mundella Walker”, Pusat
Penelitian Kelapa Sawit, Jl. Bridgen Katamso No. 51, Medan 20158. Jl
Apryaldi, R., 2015, Analisis Intensitas Serangan Hama Kumbang Tanduk (Oryctes
rhynocheros) pada Kelapa Sawit di PTPN V SEI, Galuh Kabupaten Kampar
Provinsi Riau, Skripsi, Program Studi Manajemen Produksi Pertanian Jurusan
Budidaya Tanaman Pangan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh.
Arifin, L., Irfan, M., Permanasari, I., Rani, A,N., Taufik, A., 2016, Keanekaragaman
Serangga pada Tumpangsari Tanaman Pangan sebagai Tanaman Sela di
Pertanaman Kelapa Sawit belum Menghasilkan, Jurnal Agroteknologi, 7(1) :
33 – 40
Ayustaningwarno, F., 2012, Proses Pengolahan dan Aplikasi Minyak Sawit Merah
pada Industri Pangan , Jurnal Vitashere, 2(2): 1-11
Azis, D., 2015, Keanekaragaman Jenis Serangga Diurnal pada Perkebunan Kelapa
Sawit, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Skripsi,
Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Halu Oleo, Kendari.
Borror, D.J., Triplehorn, C.A., dan Johson, N.F., 1992, Pengenalan Pelajaran
Serangga, Edisi ke-enam, Diterjemahkan oleh Soetiyono Partosoedjono, Msc,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2011, Tanggap Ledakan Hama
Penting Tanaman Perkebunan, Jakarta.
Badan Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kelapa Sawit, 2015, Kelapa Sawit
(Palm Oil), Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta.
51
52
Child, R.E., 2007, Insect Demage As Function Of Climate, Nasional Museum Of
Denmark.
Desi,W., 2015, Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah pada Komunitas
Mangrove di Pulau Hoga Kawasan Taman Nasional Wakatobi, Skripsi,
Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Halu Oleo, Kendari.
Donnarina, S., Perdana, R., Priwiratama, H., Sudarto., 2011, Organisme Pengganggu
Tanaman “Setora nitens Walker”, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Jl. Bridgen
Katamso No. 51, Medan 20158. Jl. B
rignd Katamso
Dwinanda, L., dan Nuraeni, R., 2014, Pengelolaan Bahan Baku Biodiesel, Pusat
Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang
Mesin dan Teknik Industri/ TEDC, Bandung.
Efendi, W., Ernawati, D., 2012, Perkembangan Serangan Hama Rhynchophorus Sp.
pada Tanaman Kelapa, Propinsi Jawa Timur.
Frans, A.M., 2008, Pengaruh Hujan terhadap Produktivitas dan Pengelolaan Air di
Kebun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Mustika Estate, PT. Sajang
Heulang, Minamas Plantation, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Skripsi,
Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Hakim, N. M. Y., Nyakpa, A. M., Lubis, S. G., Nugroho, M. A., Dika, G. B. H.,
Bailley, H. H., 1986, Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Universitas Lampung,
Lampung.
Heddy, S., dan Kurniati, M., 1994, Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi suatu Bahasan
Tentang Kaidah Ekologi dan Penerapannya, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Hetharie, H., Wattimena, G. A., Thenawidjaya, M., Aswidinnoor, H., Toruan, N.M.,
dan Ginting, G., 2007, Karakterisasi Morfologi Bunga dan Buah Abnormal
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Hasil Kultur Jaringan, Jurnal Bul.
Agrohort, 35(1): 50-57
Janudianto, Khususiyah, N., Isnurdiansyah., Suyanto dan Roshetko., 2013, Seri
Agroforestri dan Kehutanan di Sulawesi: Strategi Mata Pencaharian dan
Dinamika Sistem Penggunaan Lahan di Sulawesi Tenggara, Working paper
165., Bogor, Indonesia.
53
Joko, S., dan Sulistyo, J., 2007, Peranan Musuh Alami Hama Utama Padi pada
Ekosistim Sawah, Jurnal Inovasi Pertanian, 6(1): 1- 10
Jumar, 2000, Entomologi Pertanian, Rineka Cipta, Jakarta.
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, 2013, Market Brief; Kelapa Sawit dan
Olahannya, ITPC Hamburg, Jerman.
Kurniati,R.A., 2014, Inventarisasi Jenis-Jenis Serangga pada Bunga Kelapa Sawit di
Perkebunan Kelapa Sawit PT Agri Andalas (Persero) Pasar Ngalam
Kecamatan Air Periukan Kabupaten Seluma dan Implementasinyap
Pembelajaran Biologi SMAN 3 Seluma Kelas X.B, Skripsi, Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan.
Lilies, S. C., 1992, Kunci Determinasi Serangga, Kanisius, Jakarta.
Mawardi, M., Yolanda, R., Antonius, A.P., 2015, Jenis-Jenis Belalang (Orthoptera:
Caelifera) di Dusun II Desa Tambusai Timur Kecamatan Tambusai
Kabupaten Rokan Hulu, Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Pasir Pengaraian.
Mustakim, K., 2013, Aplikasi Sistem Pakar Untuk Diagnosa Hama Dan Penyakit
Tanaman Kelapa Sawit Menggunakan Naive Bayes (Study Kasus : PT.
Perkebunan Nusantara V), Skripsi, Jurusan Teknik Informatika Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Odum, E. P., 1998, Dasar-Dasar Ekologi, Edisi Ketiga, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Pahan, I., 2008, Kelapa sawit, Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir,
Penebar Swadaya, Jakarta.
Pamuji, R., Tri B.R., dan Tarno, H., 2013, Populasi dan Serangan Hama Ulat
Kantung Metisa Plana Walker (Lepidoptera; Psychidae) serta Parasitoidnya di
Perkebunan Kelapa Sawit Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Jurnal
HPT, 1(2): 35-54
Peraturan
Menteri
Pertanian
Republik
Indonesia
Nomor:
18/Permentan/Kb.330/5/2016 Tentang Pedoman Peremajaan Perkebunan
Kelapa Sawit, Menteri Pertanian Republik Indonesia.
54
Pielou, C.E., 1966, The Measurement Of Diversity In Different Type Of Biological
Collections. Jurnal Theoret, 7(13): 131-144.an 20158
Pusat
Data
dan
Informasi
Pertanian,
2013,
Komoditas Perkebunan, Jl. Harsono, Jakarta Selatan.
Informasi
Ringkas
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2011, Tanggap Ledakan Hama
Penting Tanaman Perkebunan, Kementrian Pertanian Republik Indonesia.
Putri, A.K.W., dan Widiawati, D., 2013, Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit
sebagai Material Tekstil dengan Pewarna Alam untuk Produk Kriya, Jurnal
Tingkat Sarjana Bidang Senirupa dan Desain,1(2): 23-33
Rahim, S., 2011, Analisis Keanekaragaman Beta Karang di Perairan Pulau Kholifano
Desa Oenggumoro Kecamatan Pasir Putih Kabupaten Muna Sulawesi
Tenggara, Skripsi, Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Halu Oleo,
Kendari.
Rosalyn, I., 2009, Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga pada Pertanaman Kelapa
Sawit (Elaeis giineensis Jacq.) di Kebun Tanah Raja Perbaungan PT.
Perkebunan Nusantara III, Skripsi, Departemen Ilmu Hama dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Saragih, A., 2008, Indeks keragaman Jenis serangga pada tanaman stroberi (Fragaria
Sp), Skripsi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sarmiati, B., 2015, Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah pada Perkebunan
Kakao (Theobroma cacao L.) di Desa Poleonro Kecamatan Poleang Tengah
Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara, Skripsi, Program Studi Biologi,
FMIPA, Universitas Halu Oleo, Kendari.
Sasmita, K., 2012, Sistem Pakar Identifikasi Hama Pada Tanaman Kelpa Dan Kelapa
Sawit, Skripsi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Sembiring, N., Uly, M.T., dan Lisnawita, 2013, Tingkat Serangan Ulat Kantong
Metisa Plana Walker (Lepidoptera: Psychidae) terhadap Umur Tanaman
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Matapao PT. Socfin
Indonesia, Jurnal Agroekoteknologi, 1(4): 2337- 6597
Setyamidja, S., 2003, Oil Palm Cultivation, Data of CPO Production from Dept. of
Agriculture.
55
Simangunsong, Z., 2011, Konservasi Tanah dan Air pada Perkebunan Kelapa Sawit
(Elaeis giineensis Jacq.) PT. Sari Lembah Subur, Pelalawan, Riau, Institut
Pertanian Bogor.
Sinaga, M., Syahrial, O., dan Lisnawita, 2015, Efektifitas beberapa Teknik
Pengendalian Setothosea asigna pada Fase Vegetatif Kelapa Sawit di Rumah
Kaca, Jurnal Agroekoteaknologi, 3(2): 634- 641
Sintawati, R., Martina, A., dan Marta, T.L., 2016, Uji Patogenisitas Fungi
Entomopatogen Lokal Riau sebagai Agen Biokontrol Hama Rayap
(Coptotermes curvignathus Holmgren), Jurnal Riau Biologia, 1(12): 73-79
Sudrajat, dan Fitriya, 2015, Optimasi Dosis Pupuk Dolomit pada Tanaman, Jurnal
Agrovigor, 8 (1): 20-28
Suhunan, M.S., Djaya, L., Santosa, E., Hidayat, R.S., Daradjat, W.N., dan
Priandi,M.B., 2015, Indeks Keragaman Serangga Hama pada Tanaman Padi
(Oryza sativa L.) di Lahan Persawahan Padi Dataran Tinggi Desa
Sukawening, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jurnal Bioma, 17(1):
9-15
Sunarya, R,. dan Destiani, D., 2016, Pengembangan Sistem Pakar Diagnosis Hama
dan Penyakit pada Tanaman Bawang Merah Berbasis Android, Jurnal
Algoritma Sekolah Tinggi Teknologi Garut, 1(13): 2302-7339
Susniahti, N., Sumeno, dan Sudrajat, 2005, Bahan Ajar Ilmu Hama Tumbuhan,
Universitas Padjadjaran, Bandung.
Tjasyono, B., 1999, Klimatologi Umum, FMIPA ITB, Bandung.
Ucina, R.S., 2008, Kajian Musuh Alami Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit
Elaisdobius kamerunicus faust. (Coleoptera : curculionidae) pada Tanaman
Kelapa Sawit, Skripsi, Fakultas pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Umar, R., 2013, Penuntun Praktikum Ekologi Umum, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Wardiana, E., dan Zainal, M.,2003, Tanaman Sela Diantara Pertanaman Kelapa
Sawit, Loka Penelitian Tanaman Sela Perkebunan, Parung Kuda, Jawa Barat.
56
24
Yustina, Yuslim, F., dan Rika S., 2011, Struktur Populasi Kumbang Tanduk
(Orycetes rhynocheros) di Area Perkebunan Kelapa Sawit Masyarakat
Desa Kenantan Kabupaten Kampar-Riau, Skripsi, Program Studi Pendidikan
Biologi Jurusan Fmipa Universitas Riau Pekan Baru.
57
Lampiran Gambar 1
Gambar pemasangan garis transek dan pembuatan plot pengamatan
58
Lampiran Gambar 2
Gambar pengukuran faktor lingkungan
59
Lampiran Gambar 3
Gambar proses pengambilan serangga dwengan Sweep net, Yellow pan trap dan
Light trap
60
Lampiran Gambar 4
Gambar beberapa serangga hama pada kelapa sawit
61
Lampiran Gambar 5
Gambar proses identifikasi serangga
62
Lampiran Tabel 1
Jumlah dan Jenis Individu Serangga Hama yang ditemukan pada Setiap Plotdi Perkebunan
Kelapa Sawi
Jenis Serangga
No.
Ordo
Family
1
Coleoptera
Curculionidae
2
Coleoptera
Scarabaeidae
3
4
5
6
7
8
9
10
Isoptera
Lepidoptera
Lepidoptera
Lepidoptera
Lepidoptera
Orthoptera
Orthoptera
Orthoptera
Rhinotermitidae
Pyralidae
Limacodidae
Noctuidae
Crambinae
Acridae
Acridae
Acridae
Jumlah Total
Jumlah
Individ
u (Ni)
Plot
Genus/spesies
Rhynchophorus
ferrugineus
Oryctes
rhinoceros
Coptotermes
Tirathaba
Setora nitens
Ostrinia
Cnaphalocrocis
Melanoplus
Valanga
Scudderia
I
II
III
IV
V
2
3
-
-
-
5
3
6
5
-
1
15
50
4
2
2
4
2
69
58
2
1
2
2
7
3
2
86
38
5
2
2
1
5
58
32
6
5
8
51
1
1
5
12
20
178
7
8
12
9
18
20
12
284
63
Lampiran Tabel 2. Indeks Keanekaragaman (H‟) Dan Kemerataan (E‟) Jenis
Serangga Hama Pada Setiap Plot di Perkebunan Kelapa Sawit.
Jenis Serangga
Family
Genus/Spesies
Ni
Pi
lnPi
PiLn Pi
H'
E'
-2
-3
-4
-5
-6
-7
-8
1,11
0,53
Coleoptera
Curculionidae
Rhynchophorus ferrugineus
2
0,03
-3,54
-0,10
Coleoptera
Scarabaeidae
Oryctes rhinoceros
3
0,04
-3,14
-0,14
Isoptera
Rhinotermitidae
Coptotermes
50
0,72
-0,32
-0,23
Lepidoptera
Notodontidae
Tirathaba
4
0,06
-2,85
-0,17
Lepidoptera
Limacodidae
Setora nitens
2
0,03
-3,54
-0,10
Lepidoptera
Noctuidae
Ostrinia
2
0,03
-3,54
-0,10
Lepidoptera
Crambinae
Cnaphalocrocis
4
0,06
-2,85
-0,17
Ortoptera
Tettigoniidae
Scudderia
2
0,03
-3,54
-0,10
69
1,00
-23,32
-1,11
1,29
0,56
1,20
0,62
1,07
0,77
Plot
Ordo
-1
Plot 1
Total
plot 2
Coleoptera
Curculionidae
Rhynchophorus ferrugineus
3
0,03
-3,36
-0,12
Coleoptera
Scarabaeidae
Oryctes rhinoceros
6
0,07
-2,66
-0,19
Isoptera
Rhinotermitidae
Coptotermes
58
0,67
-0,39
-0,27
Lepidoptera
Notodontidae
Tirathaba
2
0,02
-3,76
-0,09
Lepidoptera
Limacodidae
Setora nitens
1
0,01
-4,45
-0,05
Lepidoptera
Noctuidae
Ostrinia
2
0,02
-3,76
-0,09
Lepidoptera
Crambinae
Cnaphalocrocis
2
0,02
-3,76
-0,087
Orthoptera
Acridae
Melanoplus
7
0,08
-2,51
-0,20
Orthoptera
Acridae
Valanga
3
0,03
-3,36
-0,12
Orthoptera
Tettigoniidae
Scudderia
2
0,02
-3,76
-0,09
86
1,00
-31,78
-1,29
Coleoptera
Scarabaeidae
Oryctes rhinoceros
5
0,09
-2,45
-0,21
Isoptera
Rhinotermitidae
Coptotermes
38
0,58
-0,54
-0,31
Lepidoptera
Limacodidae
Setora nitens
5
0,08
-2,56
-0,20
Lepidoptera
Noctuidae
Ostrinia
2
0,03
-3,48
-0,11
Lepidoptera
Crambinae
Cnaphalocrocis
2
0,03
-3,48
-0,11
Orthoptera
Acridae
Melanoplus
1
0,02
-4,17
-0,06
Orthoptera
Acridae
Valanga
5
0,08
-2,56
-0,20
58
0,90
-19,25
-1,20
Total
plot 3
Total
Plot 4
Isoptera
Rhinotermitidae
Coptotermes
32
0,63
-0,47
-0,29
Lepidoptera
Noctuidae
Ostrinia sp.
6
0,12
-2,14
-0,25
Orthoptera
Acridae
Melanoplus
5
0,10
-2,32
-0,23
Orthoptera
Tettigoniidae
Scudderia
8
0,17
-1,79
-0,30
Total
Plot 5
51
1,01
-6,72
-1,07
Coleoptera
Scarabaeidae
Oryctes rhinoceros
1
0,05
-3,00
-0,15
Lepidoptera
Notodontidae
Tirathaba
1
0,05
-3,00
-0,15
Lepidoptera
Crambinae
Cnaphalocrocis
1
0,05
-3,00
-0,15
Orthoptera
Acridae
Melanoplus
5
0,25
-1,39
-0,35
Orthoptera
Acridae
Valanga
12
0,60
-0,51
-0,31
20
1,00
-10,88
-1,10
Total
1,10
0,68
Download