LO 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Gaster LI 1.1

advertisement
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Gaster
LI 1.1 Makroskopis Anatomi Gaster
LI 1.2 Mikroskopis Anatomi Gaster
LI 1.3 Type Sel
LO 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster
LI 2.1 Pembagian lambung berdasarkan fungsinya
LO 3. Memahami dan Menjelaskan Biokimia gaster
LO 4. Memahami dan Menjelaskan Syndroma dyspepsia
LI 4.1 Definisi Syndroma dyspepsia
LI 4.2 Etiologi Syndroma dyspepsia
LI 4.3 Klassifikasi Syndroma dyspepsia
LI 4.4 Patofisiologi Syndroma dyspepsia
LI 4.5 Manifestasi Klinis Syndroma dyspepsia
LI 4.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding Syndroma dyspepsia
LI4.7 Tatalaksana Syndroma dyspepsia
LI4.8 Komplikasi Syndroma dyspepsia
LI 4.9 Pencegahan Syndroma dyspepsia
LI 4.10 Prognosis Syndroma dyspepsia
LO 5. Memahami dan Menjelaskan Gastritis
LI 5.1 Definisi Gastritis
LI 5.2 Etiologi Gastritis
LI 5.3 Klassifikasi Gastritis
LI 5.4 Patofisiologi Gastritis
LI 5.5 Manifestasi Klinis Gastritis
LI 5.6 Diagnosis dan Diagnosis banding Gastritis
LI 5.7 Tatalaksana Gastritis
LI 5.8 Komplikasi Gastritis
LI 5.9 Pencegahan Gastritis
LI 5.10 Prognosis Gastritis
1
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Gaster
LI 1.1 Makroskopis Anatomi Gaster
•
Terletak di T.X
•
Dibedakan
•
-
Curvatura minor (lengkungan kecil, medial)
-
Curvature major (lengkungan besar)
-
Paries ventralis (anterior)
-
Paries dorsalis (posterior)
Ventriculus
-
Cardia, tempat muara oesophagus kedalam ventriculus
-
Fundus, bagian yang menonjol ke kranial disebelah kiri esophagus
-
Corpus, bagian dari tempat muara esophagus sampai tempar tercaudal
-
Pars pylorica, bagian dari tempat tercaudal sampat akhir ventriculus
-
Pylorus, tempat terakhir ventrikulus
•
Pada batas antara corpus dan pars pylorica, lengkungan ventriculus lebih
membuat suatu sudut atau angulus dengan incisura yang melintang disebut incisura
angularis
•
Pada pylorus terdapat tempat yang sempit disebut isthimus, dengan vena yang
berjalan melintang. Tedapat serabut-serabut yang berjalan melingkar membentuk
m.spincter pylori.
•
Dinding ventriculus, dari luar ke dalam
-
Tunica serosa, sebetulnya peritoneum viscerale
-
Tunica muscularis, terdiri dari:
-
o
Stratum longitudinale, lanjutan stratum longitudinale esophagus
o
Stratum circulare, juga lanjutan stratum circulare esophagus
o
Stratum obliqum
Tunica mucosa
2
•
Persarafan pada lambung
Persarafan ini termasuk serabut-serabut simpatis yang berasal dari plexus
coeliacus dan serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus dextra dan sinistra.
Truncus vagalis anterior yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal
dari nervus vagus sinistra, memasuki abdomen pada permukaan anterior
oesophagus. Truncus, yang mungkin tunggal atau multipel, kemudian terbagi
menjadi cabang-cabang yang menyarafi permukaan anterior gaster. Sebuah
cabang hepaticus yang besar berjalan ke atas menuju hepar, dan di sini
membentuk ramus pyloricus yang berjalan turun ke pylorus.
Truncus vagalis posterior, yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal
dari nervus vagus dextra, memasuki abdomen pada permukaan posterior
oesophagus. Selanjutnya truncus membentuk cabang-cabang yang menyarafi
permukaan posterior gaster. Suatu cabang yang besar berjalan menuju plexus
coeliacus dan plexus mesentricus superior dan kemudian didistribusikan ke usus
sampai flexura coli sinistra dan ke pancreas.
Persarafan simpatis gaster membawa serabut-serabut rasa nyeri,
sedangkan serabut parasimpatis nervus vagus membawa secretomotoris untuk
glandulae gastricae dan serabut motoris untuk tunica muscularis gaster. Musculus
sphincter pyloricus menerima serabut motoris dari sistem simpatis dan serabut
inhibitor dari nervus vagus.
•
Aliran darah pada lambung
Suplai pembuluh darah berasal dari beberapa arteri utama yaitu:
1.
A.Gastrika kiri, cabang aksis coeliacus berjalan sepanjang kurvatura
minor.
2.
A.Gastrika kanan, cabang a.hepatica, beranastomose dengan a.gastrika
kiri.
3
3.
A.Gastroepiploika kanan, cabang a.gastroduodenal yang merupakan
cabang a.hepatica, memperdarahi lambung yang berjalan pada kurvatura
mayor.
4.
A.Gastroepiploika kiri, cabang a.lienalis dan beranastomosis dengan a.
gastroepploika kanan.
5.
Pada fundus terdapat a. gastrika brevis, cabang dari arteri lienalis.
LI 1.2 Mikroskopis Anatomi Gaster
Peralihan Oesophagus-Gaster (Cardiac)
Merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, fungsi utama menambah
cairan makanan, mengubahnya menjadi bubur dan melanjutkan proses pencernaan. Ada 3
daerah struktur histologis yang berbeda yaitu, corpus, fundus dan pylorus. Peralihan
oesophagus dan lambung disebut oesophagus-cardia, epitel berlapis gepeng oesophagus
beralih menjadi epitel selapis toraks pada cardia. Mukosa cardia terlihat berlipat-lipat
disebut foveola gastrica. Didalam lamina propria terdapat kelenjar terpotong melintang
(kelenjar tubulosa berkelok-kelok), dapat meluas ke dalam lamina propria oesophagus.
4
kardia
Esofagus
Gaster
Epitel terdiri dari sel silindris mensekresi mukus (PAS-positif). Permukaan
lambung ditandai dengan lipatan mukosa disebut rugae. Dalam lipatan terdapat
invaginasi atau cekungan disebut gastric-pits atau foveolae gastrica. Di dalam mukosa
terdapat kelenjar-kelenjar yang bermuara pada foveolae gastrica.
Fundus
Mukosa diliputi epitel selapis toraks. Pada dasar faveola gastrica bermuara
kelenjar fundus, kelenjar tubulosa simpleks dan lurus. Foveolae gastrica sepertiga tebal
mukosa (dangkal), sedang kelenjarnya (fundus) dua pertiga tebal mukosa, terletak dalam
lamina propria.
Terbentuk oleh 7 jenis sel:
a.
Sel epitel permukaan (sel-sel mukus)
5
Epitel selapis silindris melapisi seluruh lambung dan meluas ke dalam sumursumur atau foveola. Epitel selapis silindris ini berawal di cardia, di sebelah epitel berlapis
gepeng oesophagus, dan pada pylorus melanjutkan diri menjadi epitel usus (epitel selapis
silindris). Pada tepian muka yang menghadap lumen, terdapat mikrovili gemuk dan
pendek-pendek. Mukus glikoprotein netral yang disekresikan oleh sel-sel epitel
permukaan membentuk lapisan tipis, melindungi mukosa terhadap asam. Tanpa adanya
mukus ini, mukosa akan mengalami ulserasi.
b.
Sel zimogen (Chief cell)
- Sel utama, terdapat dalam jumlah besar, terutama di korpus kelenjar
- Sel serosa, berwarna basofil, terdapat granula zymogen pada daerah apikal sel
-Mensintesa protein, granula berisi enzim pepsinogen dalam bentuk in aktiv
- Pada manusia menghasilkan
c.
o
pepsin (proteolitik aktiv)
o
lipase (enzim lipolitik)
Sel parietal (oksintik)
- Terdapat pada setengah bagian atas kelenjar, jarang pada basis
-Tersisip antara sel-sel mukus leher, berbentuk piramid, inti sferis ditengah,
berwarna eosinofil
- Menghasilkan
d.
o
HCl
o
Gastric intrinsic factor, penting untuk absorbsi vit B 12
Sel mukus isthmus
- Pada bagian atas kelenjar
- Merupakan peralihan sel gastric pit dan bagian leher kelenjar
- Sel rendah, granula mukus lebih sedikit, mensekresi mukus netral
- Mungkin berasal dari mitosis “small undifferentiated cell” pada daerah leher
kelenjar
e.
Sel mukus leher
- Pada leher kelenjar, berupa kelompokan sel maupun tunggal diantara sel parietal
- Mensekresi mukus asam, kaya glikosaminoglikans, berbeda dengan mukus
permukaan yang netral
- Bentuk tidak teratur, inti pada basis sel, granula ovoid/sferis pada apikal sel
6
- Terwarna kuat dengan PAS atau mucicarmine
f.
Sel Argentaffin (enterochromaffin)
- Terdapat pada dasar kelenjar, terselip diantara chief cell
- Granula padat terdapat di basal sel
- Merupakan kelenjar endokrin uniselular
- Mensekresi serotonin (5 hiroksi triptamin /
g.
5-Ht)
Sel APUD
- Amine Precursor Uptake and Decarboxyltion cells
- Mensintesa polipeptida
- Dengan mikroskop elektron: granula sekresi sangat halus (100-200 nm),
retikulun endoplasmik jarang dan apparatus Golgi sedikit
- Sel APUD gastro intestinal terdapat pada fundus, antrum pilorikum, duodenum,
yeyunum, ileum dan colon
- Mensekresi: gastrin, sekretin, kolesistokinin, glukagon and somatostatin like
substance
- APUD sel pada manusia:
o
Sel C dan M pada hipofisis (adrenokorticotropin dan melanotropin)
o
Sel A pulau Langerhans (glukagon)
o
Sel non-B pulau Langerhans (insulin)
o
Sel D pulau Langerhans (somatostatin)
o
Sel AL lambung (glukagon)
o
Sel G lambung (gastrin)
o
Sel EG usus (glukagon)
o
Sel S usus (sekretin)
o
Sel D usus (somatostatin)
o
Sel parafolikular tiroid (kalsitonin)
Pylorus




Merupakan 20 % dari lambung, berlanjut dengan duodenum
Gastric pit lebih dalam, bercabang dan bergelung
Kelenjar pilorus menyerupai kelenjar cardia
Mensekresi enzim lisosom
7

Antara sel mukus terdapat sel gastrin, yang merangsang pengeluaran asam pada
kelenjar lambung
Peralihan Gaster-Duodenum
Perubahan histologis dari dinding gaster pylorus ke dinding duodenum. Tunica
mucosa epitel toraks, yang pada bagian duodenum mulai terdapat sel goblet. Pada
duodenum mulai terdapat tonjolan ke permukaan villus intestinal yang gemuk atau lebar
dengan sel goblet dan criptus atau sumur Lieberkuhn. Pada pylorus terdapat kelenjar
pylorus.
Ciri khas duodenum adalah adanya kelenjar Brunner atau mucu. Tunica adventitia
pada duodenum, tidak terbungkus peritoneum.
LO 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster
Fungsi Lambung :
1.
Menyimpan makanan yang masuk untuk nantinya disalurkan ke usus halus.
2.
Lambung mengeluarkan asam hidroklorida (HCl) dan enzim yang memulai
pencernaan protein.
3.
Gerakan pencampuran makanan dengan sekresi lambung utnuk menghasilkan
campuran cairan kental yang disebut kimus.
Berikut ini empat aspek motilitas lambung :
1.
Pengisian lambung melibatkan relaksasi reseptif
Ketika kosong lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi volume
dapat bertambah hingga 1 L saat makan. Peningkatan volume ini tidak mengalami
perubahan tegangan di dindingnya dan sedikit peningkatan tekanan intralambung
dikarenakan adanya relaksasi reseptif. Mekanisme relaksasi reseptif yaitu ketika
kita makan lipatan-lipatan di dalam lambung menjadi lebih kecil dan nyaris
mendatar sewaktu lambung sedikit melemas setiap kali makanan masuk. Namun,
8
jika makanan yang ditampung lebih dari 1 L maka lambung melangami
peregangan yang berlebihan dan tekanan intralambung meningkat sehingga
timbul rasa tidak nyaman. Relaksasi reseptif diperantai oleh nervus vagus.
2.
Penyimpanan makanan di corpus fagus
Kontraksi pada daerah fundus dan corpus lemah ini dikarenakan lapisan
otot yang tipis. Karena kontraksi yang lemah ini maka makanan disimpan di
bagian korpus yang relatif lebih tenang tanpa mengalami pencampuran.
Sedangkan, pada daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan tetapi hanya
mengandung kantung gas.
3.
Pencampuran makanan berlangsung di antrum
Kontraksi peristaltik antrum yang kuat mencampur makanan dengan
sekresi lambung untuk menghasilkan kimus. Gelombang peristaltik menyebabkan
kimus terdorong ke sfingter pilorus. Akan tetapi, kontraksi tonik sfingter pilorus
menyebabkan sfingter ini nyaris tertutup mengakibatkan lubang yang kecil untuk
dilewati kimus kental. Maka untuk melewatinya kimus harus didorong dengan
gerak peristaltik antrum yang kuat. Masa kimus antrum yang terdorong maju
tetapi tidak dapat masuk ke duodenum tertahan mendadak di sfingter yang
tertutup dan memantul kembali ke antrum. Gerak maju mundur ini mencampur
kimus secara merata di antrum.
4.
Pengosongan lambung umumnya dikontrol oleh faktor di duodenum
Faktor
Di dalam Lambung
Volume kimus
Cara regulasi
Peregangan
menimbulkan
efek
langsung
pada
eksitabilitas
otot
polos
lambung,
serta
bekerja
melalui oleksus intrinsik,
saraf vagus dan gastrin.
Derajat
fluiditas Efek langsung; isi harus
(keenceran)
berbentuk
cair
sebelum
dievakuasi.
Di dalam Duodenum
Adanya
lemak,
asam, Memulai
refleks
hipertonisitas
atau enterogastrik atau memicu
peregangan.
pelepasan
enterogastron
(kolesistokinin,sekretin)
Efek pada motilitas dan
pengosongan lambung
Peningkatan
volume
merangsang motilitas dan
pengosongan
Peningkatan
fluiditas
mempercepat pengosongan.
Faktor-faktor
ini
menghambat motilitas dan
pengosongan lambung lebih
lanjut sampai duodenum
mengatasi faktor yang ada.
Di luar sistem Pencernaan
9
Emosi
Mengubah
otonom
keseimbangan Merangsang
atau
menghambat motilitas dan
pengosongan
Menigkatkan saraf simpatis
Menghambat motilitas dan
pengsongan
Nyeri hebat
Fungsi Pencernaan dan Sekresi
1.
Produksi kimus. Aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa
homogen setengah cair berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan mendorongnya
ke dalam duodenum.
2.
Digesti protein. Lambung mulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam
klorida.
3.
Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier setebal
1 mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dan sekresinya sendiri.
4.
Produksi faktor intrinsik.
•
Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal.
•
Vitamin B12, didapat dari makanan yang dicerna di lambung, terikat pada faktor
intrinsik. Kompleks faktor intrinsik vitamin B12 dibawa ke ileum usus halus,
tempat vitamin B12 diabsorbsi.
5.
Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya sedikit.
Beberapa obat larut lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada dinding lambung.
Zat terlarut dalam air terabsorbsi dalam jumlah yang tidak jelas.
Mekanisme Muntah
Muntah atau emesis yaitu ekspulsi paksa isi lambung keluar melalui mulut, tidak
terjadi karena peristaltis terbalik di lambung. Gaya utama penyebab ekspulsi berasal dari
kontraski otot pernapasan yaitu diafragma dan otot abdomen.
Tindakan kompleks muntah dikoordinasikan oleh pusat muntah di medula batang
otak. Muntah dimulai dengan inspirasi dalam dan penutupan rima glotis. Kontrasksi
diafragma menekan ke bawah ke lambung sementara secara bersamaan kontraksi otot
perut menekan rongga abdomen, menigkatkan tekanan intraabdomen dan memaksa visera
bergerak ke atas. Sewaktu lambung melemas, isi lambung terdorong keluar melalui
mulut. Glotis tertutup sehingga bahan muntah tidak masuk saluran napas. Uvula juga
terangkat untuk menutup saluran hidung.
Penyebab muntah
•
Stimulasi taktil (sentuh) di bagian belakang tenggorokan
•
Iritasi atau peregangan lambung dan duodenum
10
•
Peningkatan tekanan intrakranium, cth perdarahn otak.
•
Mabuk perjalanan
•
Obat yang bekerja pada chemoreceptor trigger zone khusus di samping pusat
muntah otak, contoh penggunaan obat kanker.
•
Muntah psikogenik
Efek Muntah
•
Kerugian : dehidrasi dan alkalosis metabolik
•
Keuntungan : mengelurkan bahan perusak lambung yang terjadi pada iritasi
lambung dan mengelurakn racun.
Mekanisme sekresi asam di lambung
sel parietal lambung secara aktif mensekresi H+ dan Cl- melalui kerja dua pompa
terpisah. Ion hidrogen disekresikan ke dalam lumen oleh pompa transport aktif
H+K+ATPase primer di membran luminal sel parietal. K+ yang dipindahkan ke dalam sel
oleh pompa ini segera keluar melalui saluran K+ di membran luminal sehingga ion ini
mengalami daur ulang antara sel dan lumen. H+ yang disekresikan berasal dari
penguraian H2O menjadi H dan OH. OH dinetralkan oleh H lain yang berasal dari
H2CO3 yang dihasilakan di dalam sel dari CO2 yang diproduksi secara metabolis di sel
atau berdufi masuk dari plasma.
Cl- disekresikan oleh transpor aktif sekunder. Dengan didorong oleh gradien
konsentrasi H2CO3, penukaran HCl- HCO3 di membran basolateral memindahkan
HCO3 yang dihasilkan dari penguraian H2CO3 ke dalam plasma menuruni gradien
konsentrasinya dan secar bersamaan memindahkan Cl ke dalam sel parietal melawan
gradien konsentrasinya. Sekresi Cl selesai ketika Cl yang masuk dari plasma berdifusi
keluar sel menuruni gradien elektrokimiawinya melalui saluran Cl di membran luminal
menuju lumen lambung.
Faktor regulatorik yaitu Ach, gastrin dan histamin bersifat stimulatorik yang
menyebabkan peningkatan sekresi HCl. Sedangakan somatosatin menghambat sekresi
HCl.
Fungsi HCl
•
Mengaktifkan prekusor enzim pepsinogen menjadi enzim pepsin dan
membentuk medium asam yang optimal bagi aktivitas pepsin.
•
Membantu memecahkan jaringan ikat dan serat otot, mengurangi ukuran
partikel makanan.
•
Menyebabkan denaturasi protein
•
Bersama lisozim liur, mematiakan sebagian besar mikroorganisme.
Kontrol sekresi lambung
11
•
Fase sefalik
Memikirkan, mencicipi, mencium, mengunyah dan menelan
makanan meningkatkan sekresi lambung oleh aktivitas vagus melalui dua
cara:
a.
Stimulasi vagus tehadap plexus intrinsik mendorong peningkatan
sekresi Ach, yang menyebakan peningkatan sekresi HCl.dan pepsinogen
oleh sel sekretorik.
b.
Stimulus vagus pada sel G di dalam area kelenjar pilorus (PGA)
menyebabkan pembebasan gastrin, yang dapat menyebakan peningkatan
sekresi HCl dan pepsinogen, dengan efek HCl mengalami potensiasi
(diperkuat) oleh pelepasan histamin yang dipicu gastrin.
•
Fase Lambung
Rangsangan yang bekerja di lambung yaitu protein khususnya
potongan peptida, peregangan, kafein dan alkohol meningkatkan sekresi
lambung melalui jalur eferen yang tumpan tindih. Contoh, protein di
lambung merangssang kemoreseptor yang mengaktifkan pleksus saraf
intrinsik yang akan merangsang sel sekretorik dan pengaktifan serat vagus
ekstrinsik ke lambung. Aktivitas vagus dan protein memicu pelepasan
gastrin. Gastrin merangsang sekresi HCl dan pepsinogen lalu
menyebabkan pengeluaran histamin.
•
Fase usus
Fase ini bersifat inhibitor yaitu menghentikan aliran getah lambung
seaktu kimus milai mengalir ke dalam usus halus.
a.
Sewaktu makanan mengalir ke duodenum, protein di lambung
lenyap.
b.
pH lambung menurun karena makanan meninggalkan lambung dan
tidak adanya protein di lumen. Ini mengakibatkan perangsangan
somatostatin.
c.
Refleks enterogastrik dan enterogastron menekan sel-sel sekretorik
lambung sementara keduanya
LO 3. Memahami dan Menjelaskan Biokimia gaster
Untuk mempelajari dan mempermudah klasifikasi, berikut ini adalah klasifikaasi
enzim yang berpengaruh pada sistem pencernaan berdasarkan zat-zat makanan yang akan
dicerna
1.
Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam tubuh, walaupun
energi yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan energi yang dihasilkan
oleh lemak dan protein, karena karbohidrat lebih mudah diceerna dan
12
dimetabolisme oleh tubuh kita. Karbohidrat dicerna oleh tubuh dalam bentuk gula
sederhana atau disebut monosakarida. Untuk pembelajaran yang lebih runtut dan
sistematis, berikut adalah enzim enzim yang berperan dalam pencernaan
karbohidrat berdasarkan urutan kerja.
a)
Enzim ptialin (amilase mulut/amilase oral)
Enzim ptialin termasuk sebagai enzim α-amilase,yaitu enzim yang
memecah amilum (polisakarida) menjadi maltosa (disakarida) dan polimer
kecil sakarida lainya . Enzim ini terutama dihasilkan oleh kelenjar parotis.
Tetapi karena makanan berada dalam mulut tidak seberapa lama, tidak
sampai 5% dari amium dapat terhidrolisis disini. Walaupun demikian,
kerja ptialin dapat bertahan hingga satu jam saat makanan memasuki
lambung.
Manifestasi dari kerja enzim ptialin dapat dirasakan saat kita
mengunya nasi atau roti dalam waktu yang lama, maka makanan tersebut
kakn semakin terasa manis dan semakin manis.
b)
HCl
HCl dalah asam lambung yang disekresikan oleh dinding lambung
yang merubah pH makanan menjadi asam agar kuman-kuman yang masuk
bersama makanan dapat dibunuh di dalam lambung sebelum masuk ke
duodenum.
c)
Enzim amilase pankreas
enzim amilase pankreas adalah enzim yangdihasilkan oleh kelenjar
pankreas yang strukturnya dan fungsinya sama dengan ptialin. Enzim ini
disekresikan menuju pars descenden duodenum Dengan enzim ini,
polisakarida dirubah menjadi disakarida seperti maltosa, sukrosa dan
laktosa. Selanjutnya perjalanan makanan karbohidrat akan dilanjutkan ke
usus halus (jejenum dan illeum).
d)
Enzim enzim epitel usus halus
Telah disebutkan di atas bahwa karbohidrat akan diserap dalam
bentuk monosakarida, sedangkan setelah melewati duodenum, karbohidrat
baru berbentuk disakarida. Oleh karena itu, terdapat enzim enzim pemecah
disakarida menjadi monosakarida yang dihasilkan oleh epitel usus. Nama
enzim ini sesuai dengan disakarida yang akan dipecah, yaitu maltase
sukrase dan laktase.
Setelah menjadi monosakarida, karbohidrat langsung diserap
menju darah dan ditransfer ke hati untuk di koordinasi penggunaanya.
2.
Lemak
13
Lemak (lipid) berperan penting dalam tubuh manusia, selain sebagai
energi cadangan,
lemak juga berfungsi membentuk membran sel dan
menghasilkan energi yang paling besar melalui proses lipolisis dan β-oksidase.
Lemak akan dicerna dalam bentuk asaam lemak. Berikut ini enzim yang
berpengaruh pada pencernaan lemak.
a)
b)
3.
Lipase gaster
Lipase adalah enzim pemecah lemak, di lambung dihasilkan enzim
lipase gaster untuk memecah lemak, tetapi rata-rata proses ini tidak begitu
berarti, karena pencampuran lemak dan enzim mutlak memerlukan estercholesterol yang dihasilkan oleh empedu yang disekresikan ke duodenum.
Lipase pankreas yang dibantu oleh cholesterol yang dihasilakan empedu.
Lipase pankreas dihasilkan untuk hidrolisis lemak menjadi asam
lemak, tetapi umumnya enzim bersifat hidro filik dan lemak bersifat
hidrofobik sehingga tidak dapat mencampur dan bereaksi.untuk itu
diperlukan ester-cholesterol yang dapat menjadi emulgator agar lemak dan
ezim dapat bercampur. Setelah berhasil lemak akan diserap dan diangkut
ke dalam darah. Karena lemak tidak larut air maka transportasinya
memerlukan protein plasma yaitu kilomoikron, LDL (low density
lipoprotein) dan HDL (high density lipoprotein).
Protein
Protein adalah komponen penting pertumbuhan karena sebagian besar sel
terdiri dari protein. Begitupun sistem imun dan protein plasma, semuanya mutlak
membutuhkan protein.
Protein diabsorbsi dalam bentuk asam amino. Berikut ini adalah enzim
yang mempengaruhi pencernaan protein:
a)
Enzim pepsin
Enzim pepsin berfungsi untuk mencerna poli protein menjadi lebih
sederhana, pepsin dihasilkan oleh lambung dan bekerja optimal pada pH
asam (2-3) dan tidak bekerja sama sekali dalam pH di atas 5.
b)
HCl
HCl dalam lambung membantu menesuaikan pH lambung agar
pepsin dapat bekerja makasimal.
c)
Tripsin, kimotripsin, dan karboksipolipeptidase
Tripsin, kimotripsin dan karboksi polipeptidase dihasilkan oleh
pankreas yang melanjutkan peranan pepsin dan memecah protein menjadi
lebih kecil lagi. Umunya saat meninggalkan lambung, protein masih
berbebentuk proteosa, pepton dan olipeptida besar,kimotripsin dan tripsin
dapat
memecah
protein
menjadi
polipeptida
kecil
dan
karboksipolopeptidase dapat menghasilkan asam amino dari ujung
karboksil polipeptida.
14
Telah disebutkan semua enzim yang mempengaruhi pencernaan
karbohidrat, protein dan lemak. Selain itu terdapat juga enzim lain sepeti
renin pada gaster untuk memecah susu, dan enzim karnitin pada otot untuk
memasukan asam lemak bebas hasil lipolisis ke dalam mithondria untuk
proses beta-oksidase.
Telah disebutkan diatas, bahwa pencernaan juga dipengaruhi oleh hormonhormon. Berikut adalah hormon hormon yang dapat mempengaruhi pencernaan. Hormon
Terkait Pencernaan:
1.
Gastrin
Gastirn diproduksi oleh sel yang disebut dengan sel G, di dinding
lambung.Ketika makanan memasuki lambung, sel G memicu pelepasan gastrin
dalam darah. Dengan meningkatnya gastrin dalam darah, maka lambung
mengeluarkan asam lambung yang membantu memecah dan mencerna makanan.
Ketika asam lambung yang diproduksi telah cukup untuk memecah makanan,
kadar gastrin dalam darah akan kembali menurun. Jadi, pengaruh hormon ini
dalam adalah mengatur pencernaan sebagai perangsang sekresi terus-menerus
getah lambung. Gastrin juga dapat mempunyai pengaruh dan peran pada pancreas,
hati, dan usus. Gastrin membantu pancreas memproduksi enzim untuk pencernaan
dan membantu hati menghasilkan empedu. Gastrin juga membantu merangsang
usus untuk membantu memindahkan makanan melalui saluran pencernaan.
2.
Enterogastron (sekretin)
Sekretin distimulus untuk produksi bubur makanan (chime) asam dalam
duodenum. Pengaruh hormon ini dalam proses pencernaan yaitu merangsang
pankreas untuk mengeluarkan bikarbonat, yang menetralkan bubur makanan
(chime) asam dalam duodenum.
3.
Cholecystokinin (CCK)
Cholecystokinin (CCK) diproduksi di dinding duodenum. Hormon ini
disekresi oleh sel epitel mukosa dari duodenum. Cholecystokinin juga diproduksi
oleh neuron dalam sistem saraf enterik, dan secara luas dan berlimpah
didistribusikan di dalam otak. Distimulus untuk produksi asam amino atau asam
lemak dalam chime. Pengaruhnya untuk merangsang pancreas mengeluarkan
enzim pancreas ke dalam usus halus, merangsang kantung empedu untuk
berkontraksi, yang mengeluarkan empedu ke dalam usus halus.
4.
Ghrelin
Ghrelin disintesis sebagai preprohormone, lalu proteolytically diproses
untuk menghasilkan suatu peptida asam amino 28. Sebuah modifikasi menarik
dan unik dikenakan pada hormon selama sintesis dalam bentuk asam n-octanoic
terikat ke salah satu asam amino tersebut, modifikasi ini diperlukan untuk
aktivitas biologis.
15
Sumber utama sirkulasi ghrelin adalah saluran pencernaan, terutama dari
perut, tetapi juga dalam jumlah yang lebih kecil dari usus. Hipotalamus di otak
adalah sumber ghrelin yang signifikan. Jumlah yang lebih kecil diproduksi di
plasenta, ginjal, dan kelenjar hipofisis.
5.
Motilin
Motilin berpartisipasi dalam mengendalikan pola kontraksi otot polos pada
saluran pencernaan atas. Motilin disekresi ke sirkulasi selama keadaan berpuasa
pada interval kira-kira 100 menit. Kontrol sekresi motilin sebagian besar tidak
diketahui, walaupun beberapa studi menunjukkan bahwa pH basa dalam
duodenum merangsang rilis.
(Robert K Murray, 2003)
LO 4. Memahami dan Menjelaskan Syndroma dyspepsia
LI 4.1 Definisi Syndroma dyspepsia
Dispepsia atau indigesti merupakan istilah yang sering digunakan untuk
menjelaskan gejala yang umumnya dirasakan sebagai gangguan perut bagian atas
(Harrison, 1999).
Tjokronegoro (2001) menerangkan dispepsia merupakan kumpulan gejala atau
sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat
kenyang dan sendawa, dyspepsia sering ditemukan pada orang dewasa. Dispepsi
merupakan masalah yang sering ditemukan dan keluhannya sangat beragam.
Dispepsia merupakan salah satu gangguan pencernaan yang paling banyak
diderita yang menunjukkan rasa nyeri pada bagian atas perut (Almatsier, 2004).
Dapat disimpulkan bahwa dispepsia merupakan gangguan pencernaan yang
ditandai dengan banyak gejala dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh,
atau cepat kenyang dan sendawa.
LI 4.2 Etiologi Syndroma dyspepsia
•
Sekresi asam lambung
Kasus dengan dispepsia fungsional, umunya mempunyai tingkat
sekresi asam lambung meninggi, normal atau hiposekresi.
•
Dismotilitas Gastrointestinal
Perlambatan dari waktu pengosongan lambung dan gangguan
motilitas lain.
•
Diet dan Faktor Lingkungan
Intolerasnsi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus
dispepsia fungsional. Dengan melihat, mencium atau membayangkan
makanan saja sudah dapat menimbulkan banyaknya asam lambung yang
16
terbentuk. Hal ini terjadi karena efek dari nervus vagus yang merangsang
sel parietal secara langsung dan dari antral gastrin.
•
Psikologik
Stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal, seperti
penurunan kontraktilitas lambung yang didahului dengan mual setelah
stimulus stress sentral.
•
Obat penghilang rasa nyeri
•
Pola makan
•
Pada beberapa kasus, penyebabnya adalah pemakaian obat. Pemakaian
NSAIDs (Non Steroid Acetaminophen Anti Inflammatory drugs, obat anti
peradangan non-steroid) dosis menengah bisa mnyebabkan kelainan saluran
pencernaan dan pendarahan pada beberapa anak. Acetaminophen tidak
mnyebabkan ulkus gastricum dan merupakan pilihan NSAIDs yang baik bagi
anak-anak. (Shrestha & Lau, 2006)
LI 4.3 Klassifikasi Syndroma dyspepsia
Dispepsia organik adalah Dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik
sebagai penyebabnya.
1.Dispepsia organik dapat digolongkan menjadi :
a. Dispepsia Tukak
Keluhan penderita yang sering diajukan ialah rasa nyeri ulu hati. Berkurang atau
bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan. Hanya dengan pemeriksaan
endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak di lambung atau duodenum.
b. Refluks Gastroesofageal
Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal, yaitu rasa panas di dada dan
regurgitasi asam terutama setelah makan.
c. Ulkus Peptik
Ulkus peptik dapat terjadi di esophagus, lambung, duodenum atau pada
divertikulum meckel ileum. Ulkus peptikum timbul akibat kerja getah lambung yang
asam terhadap epitel yang rentan. Penyebab yang tepat masih belum dapat dipastikan.
Beberapa kelainan fisiologis yang timbul pada ulkus duodenum :
- Jumlah sel parietal dan chief cells bertambah dengan produksi asam yang makin
banyak.
- Peningkatan kepekaan sel parietal terhadap stimulasi gastrin.
- Peningkatan respon gastrin terhadap makanan
- Penurunan hambatan pelepasan gastrin dari mukosa antrum setelah pengasaman isi
lambung.
17
- Pengosongan lambung yang lebih cepat dengan berkurangnya hambatan pengosongan
akibat masuknya asam ke duodenum.
Menurunnya resistensi mukosa duodenum terhadap asam lambung dan pepsin
dapat berperan penting. Ulkus juga dapat berkaitan dengan hiperparatiroidisme, sirosis,
penyakit paru dan jantung. Kortikosteroid meningkatkan resiko ulkus peptik dan
perdarahan saluran pencernaan.
d. Dispepsia akibat infeksi bakteri Helicobacter pylori
Helicobacter ini diyakini merusak mekanisme pertahanan pejamu dan merusak
jaringan. Helicobacter pylori dapat merangsang kelenjar mukosa lambung untuk lebih
aktif menghasilkan gastrin sehingga terjadi hipergastrinemia.
2. Dispepsia Fungsional
Dispepsia fungsional dapat dijelaskan sebagai keluhan dispepsia yang telah
berlangsung dalam beberapa minggu tanpa didapatkan kelainan atau gangguan
struktural/organik/metabolik berdasarkan pemeriksaan klinik, laboratorium, radiology
dan endoskopi.
a. Dispepsia dismotilitas (dismotility-like dyspepsia)
Pada dispepsia dismotilitas, umumnya terjadi gangguan motilitas, di antaranya:
waktu pengosongan lambung lambat, abnormalitas kontraktil, abnormalitas mioelektrik
lambung, refluks gastroduodenal. Penderita dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif
terhadap produksi asam lambung yang meningkat.
LI 4.4 Patofisiologi Syndroma dyspepsia
Djojodiningrat (2007) menjelaskan proses patofisiologi yang berhungan dengan
dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobakter pylori,
dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensittivitas visceral.
1) Sekresi asam lambung
Kasus dispepsia fungsional, umumnya mempunya tingkat sekresi asam lambung,
baik sekresi basal atau dengan stimulasi pentagastrin yang rata-rata normal. Terjadinya
peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak
enak di perut.
2) Helicobacter pylori (Hp)
Infeksi Hp dapa dispepsia fungsional belum sepenuhnya diterima. Hp pada
sispepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna dengan angka kekerapan
Hp pada kelompok sehat.
3) Dismotilitas gastrointestinal
Dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya
hipomotilitas antrum sampai 50% kasus, harus dimengerti bahwa proses motilitas
gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan
pengosongan lambung tidak dapat mutlak menjadi penyebab dispepsia.
18
4) Ambang rangsang persepsi
Dispepsia memiliki hipersensitivitas visceral terhadap distensi balon di gaster atau
duodenum. Mekanisme lebih lanjut belum diketahui. Penelitian menggunakan balon
intragastrik mendapatkan hasil 50% populasi dengan dispepsia fungsional timbul rasa
nyeri atau tidak nyaman di perut pada inflansi balon dengan volume yang lebih rendah
dibandingkan dengan volume yang menimbulkan nyeri pada populasi kontrol.
LI 4.5 Manifestasi Klinis Syndroma dyspepsia
Mansjoer (2001) dalam bukunya membagi klasifikasi klinis secara praktis,
didasarkan atas gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe:
1) Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dispepsia), dengan gejala:
- Nyeri epigastrium terlokalisasi
- Nyeri hilang setelah makan
- Nyeri saat lapar
- Nyeri episodik
2) Dispepsia dengan gejala dismotilitas (dysmotility-like dispepsia),dengan
gejala:
- Mudah kenyang
- Perut cepat terasa penuh saat makan
- Mual
- Muntah
- Upper abdominal bloating
- Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3) Dispepsia nonspesifik
LI 4.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding Syndroma dyspepsia
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
-
Nyeri ulu hati ,di garis kiri tengah perut
Adanya penurunan BB
Nyeri tekan,perut diam tanpa peristaltik usus peritonitis
Goncangan perut (succusion splashing) setelah 4-5jam makan disertai muntahmuntah menunjukkan adanya stenosis pylorus
Takikardi,syok hipovolemiktanda pendarahan
Pemeriksaan penunjang
19
a.
Laboratorium. Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, seperti pemeriksaan
darah, urine, dan tinja secara rutin.
1. Darah
Dari pemeriksaan darah, bila ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda
infeksi.
Ini adalah tes laboratorium non invasif untuk antibodi terhadap H. pylori.Berbagai
metode ada, termasuk:
-
Elisa
-
melengkapi fiksasi
-
aglutinasi lateks.
Pengujian antibodi IgG adalah yang paling sensitif seperti pernah terinfeksi
dengan organisme respon IgG terlihat pada 95%, respon IgA dalam 68-80% dan respon
IgM dalam hanya 14% pasien yang terinfeksi. Mayoritastes dilakukan pada darah dan
sensitivitas tes antibodi saliva rendah,mungkin karena mayoritas antibodi IgA saliva
adalah bukan IgG .
Serologi H. pylori berguna dalam skrining populasi tetapi sebagian kecil pasien
lansia tidak me-mount respons IgG dan sampai dengan 31% pasien dengan serologi
positif mungkin tidak memiliki infeksi aktif. Tingkat antibodimenjatuhkan
pemberantasan sangat lambat berikut organisme dan hingga 65% dari pasien mungkin
tetap positif selama 12 bulan pasca pengobatan.Serologi demikian tidak berguna dalam
menilai pemberantasan.
2. Tinja
Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung
lemak, berarti kemungkinan pasien menderita malabsorbsi. Seseorang yang diduga
menderita dispepsi tukak, sebaiknya diperiksa asam lambungnya
Pengujian antigen tinja mengidentifikasi pylori infeksi aktif H dengan
mendeteksi adanya antigen H pyloridalam feses. Tes ini lebih akurat dibandingkan tes
antibodi dan lebih murah daripada tes napas urea.
3. Nafas
CUBT (Carbon Urea Breath Test)
-
Tes napas, yang tergantung pada degradasi urease urea untuk menghasilkan karbon
dioksida yang kemudian muncul dalam menghembuskan nafas yang merupakan
terapi non-invasif.
Dua metode telah digunakan dengan baik 14C (dosis radioaktif kecil, tapi murah)
atau 13C (a, stabil non-radioaktif dosis tetapi lebih mahal).
Indikasi : Tes ini dapat memastikan sukses pemberantasan dengan syarat pasien
tidak menggunakan inhibitor pompa proton (PPI), bismut atau dalam waktu 4 minggu
penggunaan antibiotik. Tes yang paling akurat untuk H.Pylori adalah tes napas urea.
20
Tes napas dilakukan dengan meminta pasien untuk menelan karbon berlabel urea
yang dimetabolisme oleh H. pylori menghasilkan urease untuk menghasilkan karbon
dioksida berlabel. Kedmudian diserap ke dalam aliran darah dan kemudian
dihembuskan dalam napas individu yang terinfeksi
Syarat CUBT:
• Setelah puasa semalam keadaan pasien ke laboratorium sampling dansampel
napas dasar diperoleh
. b.
•
75mg urea 13C yang tertelan dan sampel napas berikutnya diambil pada 20 menit
•
Para 13CO2 dihembuskan diukur dalam spektrometer massa
•
Hasil ini didasarkan pada peningkatan 13CO2 dalam napas (delta nilai13CO2:
12CO2 rasio).
Radiologis.
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang diagnosis suatu penyakit di saluran
cerna. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran cerna
bagian atas dan sebaiknya menggunakan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal,
akan tampak peristaltik di oesophagus yang menurun terutama di bagian distal, tampak
antiperistaltik di antrum yang meninggi, serta sering menutupnya pylorus sehingga
sedikit barium yang masuk ke intestinal. Pada tukak, baik di lambung maupun di
duodenum, akan terlihat gambaran yang disebut niche, yaitu kawah dari tukak yang terisi
kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler,
dengan dasar licin.
c.
Endoskopi.
Pemeriksaan endoskopi dari saluran cerna bagian atas akan banyak membantu
menentukan diagnosis. Yang perlu diperhatikan adalah ada-tidaknya kelainan di
oesophagus, lambung, duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan warna mukosa,
lesi, tumor (jinak atau ganas).
Jika endoskopi diindikasikan kemudian tes urease cepat adalah cara paling
murah untuk menilai infeksi H. pylori.
Jika biopsi sedang dilakukan (seperti kasus ulkus lambung) maka histologi
harus mengidentifikasi organisme jika biopsi antral yang tepat diambil.
Kultur dari organisme, PCR dan tes suspectibility antibiotik atau
biopsiantral tidak dianjurkan untuk diagnosis rutin tetapi memiliki peran yang
berkembang dalam penelitian, terutama pada pasien yang gagal pengobatan berulang kali
dan resistensi antibiotik monitor daerah.
21
d.
Ultrasonografi (USG)
USG merupakan sarana diagnostik yang non-invasif. Akhir-akhir ini makin
banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit,
apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat, dan pada
kondisi pasien yang berat sekalipun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada
sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan kelainan di tractus biliaris, pancreas,
kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan di oesophagus dan lambung.
e.
Barium enema
Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat
dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat
badan ataumengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan.
f.
Biopsi Lambung
- Invasive Test :
* Rapid Urea Test : Tes kemampuan H.pylori untuk menghidrolisis urea. Enzim urea katalase
menguraikan urea menjadi amonia bikarbonat,membuat suasana menjadi basa,yang diukur
dengan indikator pH. Spesimen biopsi dari mukosa lambung diletakkan pada tempat yang berisi
cairan atau medium padat yang mengandung urea dan pH indikator, jika terdapat H.Pylori pada
spesimen tersebut maka akan diubah menjadi ammonia,terjadi perubahan pH dan perubahan
warna.
* Histologi: Biopsi diambil dari pinggiran dan dasar tukak min.4 sampel untuk 2 kuadran, bila
ukuran tukak besar diambil sampel dari 3 kuadran dari dasar,pinggir dan sekitar tukak (min. 6
sampel).
* Kultur : Untuk kultur tidak biasa dilakukan pada pemeriksaan rutin
Diagnosis Banding
Penyakit jantung iskemik sering memberi keluhan nyeri ulu hati, panas di dada, perut
kembung, perasaan lekas kenyang. Penderita infark miokard dinding inferior juga sering
memberikan keluhan rasa sakit perut di atas, mual, kembung, kadang-kadang penderita angina
mempunyai keluhan menyerupai refluks gastroesofageal.
Penyakit vaskular kolagen, terutama pada sklerodema di lambung atau usus halus, akan
sering memberi keluhan sindroma dispepsia. Rasa nyeri perut sering ditemukan pada penderita
SLE, terutama yang banyak mengkonsumsi kortikosteroid.
LI 4.7 Tatalaksana Syndroma dyspepsia
a.
Antasid Sistemik
Natrium bikarbonat
Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi.
Karbon dioksida yang terbentuk dalam lambung dapat menimbulkan sendawa. Distensi
lambung dapat terjadi dan dapat menimbulkan perforasi. Selain menimbulkan alkalosis
metabolik, obat ini dapat menyebabkan retensi natrium dan edema. Natrium bikarbonat
22
sudah jarang digunakan sebagai antasid. Obat ini digunakan untuk mengatasi asidosis
metabolik, alkalinisasi urin, dan pengobatan lokal pruritus. Natrium bikarbonat tersedia
dalam bentuk tablet 500-1000 mg. Satu gram natrium bikarbonat dapat menetralkan 12
mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-4 gram. Pemberian dosis besar NaHCO3 atau
CaCO3 bersama susu atau krim pada pengobatan tukak peptik dapat menimbulkan
sindrom alkali susu (milk alkali syndrom)
b.
Antasid Non-sistemik
•
Aluminium hidroksida-- Al(OH)3
Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya paling
panjang. Al(OH)3 bukan merupakan obat yang unggul dibandingkan dengan obat yang
tidak larut lainnya. Al(OH)3 dan sediaanya Al (aluminium) lainnya dapat bereaksi
dengtan fosfat membentuk aluminium fosfat yang sukar diabsorpsi di usus kecil,
sehingga eksresi fosfat melalui urin berkurang sedangkan melalui tinja bertambah. Ion
aluminium dapat bereaksi dengan protein sehingga bersifat astringen. Antasid ini
mengadsorbsi pepsin dan menginaktivasinya. Absorsi makanan setelah pemberian Al
tidak banyak dipengaruhi dan komposisi tinja tidak berubah. Aluminium juga bersifat
demulsen dan adsorben.
Efek samping: Al(OH)3 yang utama ialah konstipasi. Ini dapat diatasi
dengan memberikan antasid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan
absorbsi fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan sindrom deplesi fosfat disertai
osteomalasia. Al(OH)3 dapat mengurangi absorbsi bermacam-macam vitamin dan
tetrasiklin. Al(OH)3 lebih sering menyebabkan konstipasi pada usia lanjut.
Indikasi :Aluminium hidroksida digunakan untuk tukak peptik,
nefrolitiasis fosfat dan sebagai adsorben pada keracunan. Antasid Al tersedia dalam
bentuk suspensi Al(OH)3 gel yang mengandung 3,6-4,4% Al2O3. Dosis yang dianjurkan
8 mL. Tersedia juga dalam bentuk tablet Al(OH)3 yang mengandung 50% Al2O3. Satu
gram Al(OH)3 dapat menetralkan 25 mEq asam. Dosis tunggal yang dianjurkan 0,6 gram.
•
Kalsium karbonat
Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif karena mula kerjanya
cepat, maka daya kerjanya lama dan daya menetralkannya cukup lama. Kalsium
karbonat dapar menyebabkan konstipasi, mual, muntah, pendarahan saluran cerna
dan disfungsi ginjal, dan fenomena acid rebound. Fenomena tersebut bukan
berdasarkan daya netralisasi asam, tetapi merupakan kerja langsung kalsium di
antrum yang mensekresi gastrin yang merangsang sel parietal mengeluarkan HCl
(H+). Sebagai akibatnya sekresi asam pada malam hari akan sangat tinggi yang
akan mengurangi efek netralisasi obat ini.
Efek samping : hiperkalsemia, kalsifikasi metastatik, alkalosis, azotemia,
terutama terjadi pada penggunaan kronik kalisium karbonat bersama susu dan
antasid lain (milk alkali syndrom).Kalsium karbonat tersedia dalam bentuk tablet
600 mg dan 1000 mg. Satu gram kalsium karbonat dapat menetralkan 21 mEq
asam. Dosis yang dianjurkan 1-2 gram.
23
•
Magnesium hidroksida -- Mg(OH)2
Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antasid. Obat ini
praktis, tidak larut, dan tidak efektif sebelum obat ini berinteraksi dengan HCl
membentuk MgCl2. Magnesium hidroksida yang tidak bereaksi denagn HCl akan
tetap berada dalam lambung dan akan menetralkan HCl yang disekresi
belakangan sehingga masa kerjanya lama. Antasid ini dan natrium bikarbonat
sama efektif dalam hal menetralkan HCl.Ion magnesium dalam usus akan cepat
diabsorbsi dan cepat dieksresi melalui ginjal, hal ini akan membahayakan pasien
yang fungsi ginjalnya kurang baik. Ion magnesium yang diabsorbi akan bersifat
sebagai antasid sistemik sehingga dapat menimbulkan alkali uria, tetapi jarang
alkalosis.
Efek samping :Pemberian kronik magnesium hidroksida akan
menyebabkan diare akibat efek katartiknya, sebab magnesium yang larut tidak
diabsorbsi, tetapi tetap berada dalam usus dan akan menarik air. Sebanyak 5-10%
magnesium diabsorbsi dan dapat menimbulkan kelainan neurologik,
neuromuskular, dan kardiovaskular.
•
Magnesium trisiklat
Magnesium trisiklat (Mg2Si3O8H2O) sebagai antasid non sistemik,
bereaksi dalam lambung sebagai berikut:
Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga
berfungsi menutup tukak. Sebanyak 7% silika dari magnesium trisiklat akan
diabsorbsi melalui usus dan dieksresi dalam urin. Silika gel dan megnesium
trisiklat merupakan adsorben yang baik; tidak hanya mengadsorbsi pepsin tetapi
juga protein dan besi dalam makanan. Mula kerja magnesium trisiklat lambat,
untuk menetralkan HCl 30% 0,1 N diperlukan waktu 15 menit, sedangkan untuk
menetralkan HCl 60% 1,1 N diperlukan waktu satu jam.
Efek samping :Dosis tinggi magnesium trisiklat menyebabkan diare.
Banyak dilaporkan terjadi batu silikat setelah penggunaan kronik magnesium
trisiklat. Ditinjau dari efektivitasnya yang rendah dan potensinya yang dapat
menimbulakan toksisitas yang khas, kurang beralasan mengunakan obat ini
sebagai antasid.
Magnesium trisiklat tersedia dalam bentuk tablet 500mg; dosis yang
dianjurkan 1-4 gram. Tersedia pula sebagai bubuk magnesium trisiklat yang
mengandung sekurang-kurangnya 20% MgO dan 45% silikon dioksida. Satu gram
magnesium trisiklat dapat menetralkan 13-17 mEq asam.
c.
Obat Penghambat Sekresi Lambung
Penghambat pompa proton
Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung
yang lebih kuat dari AH2. Obat ini bekerja di proses akhir pembentukan asam
lambung, lebih distal dari AMP. Saat ini, yang digunakan di klinik adalah
omeprazol, esomeprazol, lansoprazol, rebeprazol, dan pantoprazol. Perbedaan
24
antara kelima obat tersebut adalah subtitusi cinci piridin dan/atau benzimidazol.
Omeprazol adalah campuran resemik isomer R dan S. Esomeprazol adalah
campuran resemik isomer omeprazol (S-omeprazol) yang mengalami eliminasi
lebih lambat dari R-omeprazol.
Farmakodinamik. Penghambat pompa proton adalah prodrug yang
memebutuhkan suasana asam untuk aktivasinya. Setelah diabsorbsi dan masuk ke
sirkulasi sistemik, obat ini akan berdifusi ke parietal lambung, terkumpul di
kanalikuli sekretoar, dan mengalami aktivasi di situ membentuk sulfonamid
tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus sulfhidril enzim H+, K+,
ATP-ase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan berada di membran sel
parietal. Ikatan ini mengakibatkan terjadinya penghambatan enzim tersebut.
Produksi asam lambung berhenti 80%-95% setelah penghambatan pompa poroton
tersebut.
Farmakokinetik. Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam
sediaan salut enterik untuk mencegah degradasi zat aktif tersebut dalam suasana
asam. Sediaan ini tidak mengalami aktivasi di lambung sehingga bioavailabilitasnya labih baik. Tablet yang dipecah dilambung mengalami aktivasi
lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan.
Bioalvailabilitasnya akan menurun sampai dengan 50% karena pengaruh
makanan. Oleh sebab itu, sebaiknya diberikan 30 menit setelah makan.
Indikasi. Indikasi obat ini sama dengan AH2 yaitu pada penyakit peptik.
Terhadap sindrom Zollinger-Ellison, obat ini dapat menekan produksi asam
lambung lebih baik pada AH2 pada dosis yang efek sampingnya tidak terlalu
mengganggu.
Efek samping. Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut,
konstipasi, flatulence, dan diare. Dilaporkan pula terjadi miopati subakut, atralgia,
sakit kepala, dan ruam kulit.
Sediaan dan posologi. Omeprazol tersedia dalam bentuk kapsul 10 mg dan
20 mg, diberikan 1 kali/hari selama 8 minggu. Esomeprazol tersedia dalam bentuk
salut enterik 20 mg dan 40 mg, serta sediaan vial 40 mg/10 ml. Pantoprazol
tersedia dalam bentuk tablet 20 mg dan 40 mg.
d.
Antagonis Reseptor H2
Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung.
Burinamid dan metiamid merupakan antagonis reseptor H2 yang pertama kali
ditemukan, namun karena toksik tidak digunakan di klinik. Antagonis reseptor H2
yang ada saat ini adalah simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin.
Farmakodinamik : Simetidine dan ranitidine menghambat reseptor H2
secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi
cairan lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan
lambung dihambat.
25
Farmakokinetik : Bioavaibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan
setelah pemberian IV atau IM. Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan.
Absorpsi terjadi pada menit ke 60-90. Masa paruh eliminasi sekitar 2jam.
Bioavaibilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat
pada pasien penyakit hati. Pada pasien penyakit hati masa paruh ranitidin juga
memanjang meskipun tidak sebesar pada gagal ginjal. Kadar puncak plasma
dicapai dalam 1-3 jam setelah pengguanaan 150 mg ranitidin secara oral, dan
yang terikat protein plasma hanya 15%.Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan
IV dan 30% dari yang diberikan secara oral diekskresi dalam urin
Indikasi :Simetidin dan ranitidin diindikasikan untuk tukak peptik.
Antihistamin H2 sama efektif dengan pengobatan itensif dengan antasid untuk
penyembuhan awal tukak lambung dan duodenum. Juga bermanfaat untuk
hipersekresi asam lambung pada sindrom Zollinger-Ellison.Penggunaan
antihistamin H2 dalam bidang dermatologi seringkali digunakan ranitidin atau
simetidin untuk pengobatan gejala dari mastocytosis sistematik, sperti urtikaria
dan pruritus. Pada beberapa pasien pengobatan digunakan dosis tinggi.
e.
Prokinetik
Yang termasuk obat golongan ini adalah bathanecol, metoklopramid, domperidon,
cisapride.
•
Bathanecol
Termasuk obat kalinomimetik yang menghambat asetilkolin esterase. Obat ini
dipakai untuk mengobati penderita dengan refluks gastroesophageal, makanan yang
dirasa tidak turun, transit oesophageal yang melantur, gastroparesis, kolik empedu. Efek
sampingnya cukup banyak, terutama pada aksi parasimpatis sistemik, di antaranya adalah
sakit kepala, mata kabur, kejang perut, nausea dan vomitus, spasme kandung kemih,
berkeringat. Oleh karena itu, obat ini mulai tidak digunakan lagi.
•
Metoklopramid
Secara kimia, obat ini ada hubungannya dengan prokainamid yang mempunyai
efek anti-dopaminergik dan kolinomimetik. Jadi, obat ini berkhasiat sentral maupun
perifer. Khasiat metoklopramid antara lain:
kolinergik,
meningkatkan pembedaan asetilkolin dari saraf terminal postganglion
-
merangsang reseptor muskarinik pada asetilkolin, dan
-
merupakan reseptor antagonis dopamin
Efek samping : yang ditimbulkan oleh obat ini antara lain reaksi
distonik, iritabilitas atau sedasi, dan efek samping ekstrapiramidal karena
efek antagonisme dopamin sentral dari metoklorpamid. Pemberian dosis
tinggi pada anak dapat menyebabkan hipertonis dan kejang.
26
•
Domperidon
Domperidon merupakan derivat benzimidazol. Karena domperidon merupakan
antagonis dopamin perifer dan tidak menembus sawar darah otak, maka tidak
mempengaruhi reseptor dopamin saraf pusat, sehingga mempunyai efek samping yang
rendah daripada metoklopramid.
Pemberian obat ini akan meningkatkan tonus sphincter oesophagus bagian bawah
sehingga mencegah terjadinya refluks gastroesophagus. Obat ini akan meningkatkan
koordinasi antroduodenal, dan memperbaiki motilitas lambung yang sedang terganggu,
yaitu dengan jalan meningkatkan kontraktiliitas serta menghambat relaksasi lambung
sehingga pengosongan lambung akan lebih cepat.
Indikasi :Domperidon bermanfaat untuk pengobatan dispepsia yang disertai masa
pengosongan yang lambat, refluks gastroesophagus, anoreksia nervosa, gastroparesis.
Demikian pula bermanfaat sebagai obat antiemetik pada penderita pasca-bedah, bahkan
efektif sebagai pencegah muntah pada penderita yang mendapat kemoterapi.
Efek samping :lebih rendah daripada metoklopramid, yaitu mulut kering, kulit
gatal, diare, pusing. Pada pemberian jangka panjang atau dosis tinggi, efeknya akan
meningkatkan sekresi prolaktin, dan dapat menimbulkan ginekomasti pada pria, serta
galaktore dan amenore pada wanita.
•
Cisapride
Cisapride merupakan derivat benzidamide dan tergolong obat prokinetik baru
yang mempunyai khasiat memperbaiki motilitas seluruh saluran cerna. Obat ini
mempunyai spektrum yang luas.
Efek samping: yang ditimbulkannya yaitu borborigmi, diare, dan rasa kejang di
perut yang sifatnya sementar.
f.
Sitoprotektive agent
Agen Cytoprotective merangsang produksi lendir dan meningkatkan aliran darah
ke seluruh lapisan saluran pencernaan. Agen ini juga bekerja dengan membentuk lapisan
yang melindungi jaringan ulserasi. Contoh agen Cytoprotective termasuk misoprostol dan
sukralfat.
g. Misoprostol (Cytotec)
Misoprostol merupakan analog prostaglandin yang dapat digunakan untuk
menurunkan kejadian tukak lambung dan komplikasi jangka panjang pengguna NSAID
yang berisiko tinggi.
h. Sukralfat (Carafate)
Sukralfat mengikat dengan protein bermuatan positif dalam eksudat dan
membentuk zat perekat kental yang melindungi lapisan GI terhadap pepsin, asam
lambung, dan garam empedu. Hal ini digunakan untuk jangka pendek pengelolaan bisul.
27
i.
Antibiotik H pylori
PPI rejimen berbasis terapi tiga untuk H pylori terdiri dari PPI, amoksisilin, dan
clarithromycin selama 7-14 hari. Sebuah durasi yang lebih lama tampaknya menjadi lebih
efektif dan saat ini perawatan yang dianjurkan.Amoksisilin harus diganti dengan
metronidazol dalam penisilin-alergi pasien saja, karena tingginya tingkat resistensi
metronidazol. Pada pasien dengan ulkus rumit disebabkan oleh H pylori, pengobatan
dengan PPI di luar kursus 14-hari antibiotik dan sampai konfirmasi pemberantasan H
pylori dianjurkan.
LI 4.8 Komplikasi Syndroma dyspepsia
•
Perdarahan
Insiden terjadi 15-25%, meningkat pada usia lanjut akibat adanya penyakit
degeneratif dan meningkatnya pemakaian OAINS.
•
Perforasi (rasa sakit tiba-tiba, sakit berat, sakit difus pada perut)
Insiden 6-7%, 2-3% mengalami perforasi terbuka ke peritoneum, 105
tanpa keluhan dan 10% perdarahn tukak dengan mortalitas meningkat. Perforasi
tukak gaster biasanya ke lobus kiri hati, dapat menimbulkan fitsula gastrokolik.
Penetrasi adalah bentuk perforasi yang tidak terbuka/ tanpa pengeluaran isi
lambung karena tertutup oleh omentum/organ sekitar.
•
Stenosis pilori/gastric outlet obstruction
Obstruksi dapat bersifat temprorer dan permanen. Obstruksi temprorer
akibat peradangan daerah peri pilorik timbul udem,spasme. Obstruksi permanen
akibat fibrosis dari suatu tukak sehingga mekanisme grak antroduodenal
terganggu.
LI 4.9 Pencegahan Syndroma dyspepsia
Pencegahan primer : untuk mencegah timbulnya faktor resiko sindrom dispepsia.
•
Modifikasi pola hidup
•
Menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih
•
Mengurangi makanan yang pedas, asam dan minuman yang beralkohol, kopi serta
merokok.
Pencegahan sekunder
•
Melakukan diagnosis dini
•
Melakukan pengobatan segera
28
LI 4.10 Prognosis Syndroma dyspepsia
Mahadeva et al. (2011) menemukan bahwa pasien dispepsia fungsional
memiliki prognosis kualitas hidup lebih rendah dibandingkan dengan individu
dengan dispepsia organik. Tingkat kecemasan sedang hingga berat juga lebih
sering dialami oleh individu dispepsia fungsional.25 Lebih jauh diteliti, terungkap
bahwa pasien dispepsia fungsional, terutama yang refrakter terhadap pengobatan,
memiliki kecenderungan tinggi untuk mengalami depresi dan gangguan psikiatris.
LO 5. Memahami dan Menjelaskan Gastritis
LI 5.1 Definisi Gastritis
Gastritis adalah suatu keadaan peradangan / perdarahan mukosa lambung
yang dapat bersifat akut, kronik, difus atau local (Price & Wilson, 2006).
Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung (Kumar Cotran &
Robbins,2007).
Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung yang diakibatkan oleh diet
yangtidak benar atau mengkonsumsi makanan yang berbumbu atau
mengandungmikroorganisme penyebab penyakit (Brunner & Suddarth, 2001)
LI 5.2 Klassifikasi Gastritis
Ada dua jenis gastritis yaitu :
a.Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya jinak
dandapat sembuh sendiri. Merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai
iritan lokal.
b. Gastritis kronik ditandai oleh atrofi progresif epitel kelenjar disertai kehilangan
selpariental dan chief cell. Gastritis kronis dapat diklasifikasikan sebagai Tipe A
dan Tipe B
-
-
Gastritis Tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan
oleh adanyaautoantibodi terhadap sel parietal, yang menimbulkan
atrofi dan infiltrasi seluler. Halini dihubungkan dengan penyakit
otoimun seperti anemia penisiosa dan terjadi padafundus atau korpus
dari lambun
Gastritis Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. pylori)
mempengaruhi antrumdan pylorus (ujung bawah lambung dekat
duodenum) ini dihubungkan dengan bakteriH. pylori.
LI 5.3 Etiologi Gastritis
a. Gastritis akut
Gastritis akut dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya. Pada sebagian
besar kasus, gastritis erosif menyertai timbulnya keadaan klinis yang berat.
29
Keadaan klinis yang sering menimbulkan gastritis erosif misalnya trauma yang
luas, operasi besar, gagal ginjal, gagal napas, penyakit hati yang berat, renjatan,
luka bakar yang luas, trauma kepala, dan septikemia. Kira-kira 80-90% pasien
yang dirawat di ruang intensif menderita gastritis akut erosif ini. Gastritis akut
jenis ini sering disebut gastritis akut stres.
Penyebab lain adalah obat-obatan. Obat-obatan yang sering dihubungkan
dengan gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian besar obat antiinflamasi
nonsteroid.
b. Gastritis kronik
Dua aspek penting sebagai etiologi gastritis kronik yakni aspek imunologis dan
aspek mikrobiologis.
Aspek imunologis. Hubungan antara sistem imun dan gastritis kronik menjadi
jelas dengan ditemukannya autoantibodi terhadap faktor intrinsik lambung (intrinsic
factor antibody) dan sel parietal (parietal cell antibody) pada pasien dengan anemia
pernisiosa. Antibodi terhadap sel parietal lebih dekat hubungannya dengan gastritis
kronik korpus dalam berbagai gradasi. Pasien gastritis kronik yang antibodi sel
parietalnya positif dan berlanjut menjadi anemia pernisiosa mempunyai ciri-ciri khusus
sebagai berikut: secara histologis berbentuk gastritis kronik atrofik predominasi korpus,
dapat menyebar ke antrum dan hipergastrinemia. Gastritis autoimun adalah diagnosis
histologis karena secara endoskopik amat sukar menentukannya, kecuali apabila sudah
amat lanjut. Hipergastrinemia yang terjadi terus menerus dan hebat dapat memicu
timbulnya karsinoid. Gastritis tipe ini jarang dijumpai.
Aspek Bakteriologis. Bakteri yang paling penting sebagai penyebab gastritis
adalah Helicobacterpylori. Gastritis yang ada hubungannya dengan Helicobacter pylori
lebih sering dijumpai dan biasanya berbentuk gastritis kronik aktif antrum. Sebagian
besar gastritis kronik merupakan gastritis tipe ini. Atrofi mukosa lambung akan terjadi
pada banyak kasus, setelah bertahun-tahun mendapat infeksi Helicobacterpylori. Atrofi
dapat terbatas pada antrum, pada korpus atau mengenai keduanya.
Selain mikroba dan proses imunologis, faktor lain yang juga berpengaruh
terhadap patogenesis gastritis kronik adalah refluks kronik cairan pankreatobilier, asam
empedu, dan lisolesitin.
LI 5.4 Patofisiologi Gastritis
a. Gastritis akut
Membran mukosa lambung menjadi edema dan hiperemik (kongesti
dengan jaringan, cairan, dan darah) dan mengalami erosi superfisial, bagian ini
mensekresi sejumlah getah lambung, yang mengandung sangat sedikit asam tetapi
banyak mukus. Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan
hemoragi.
30
b. Gastritis kronik
Gastritis kronik tipe A (gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan
sel parietal, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan
dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau
korpus dari lambung.
Gastritis kronik tipe B (gastritis Helicobacterpylori) mempengaruhi
antrum dan pilorus (ujung bawah lambung dekat duodenum). Ini dihubungkan
dengan bakteri Helicobacterpylori; faktor diet seperti minum panas atau pedas;
penggunaan obat-obatan dan alkohol; merokok; atau refluks isi usus ke dalam
lambung.
LI 5.5 Manifestasi Klinis Gastritis
a. Gastritis akut
Pasien dapat mengalami ketidaknyamanan, sakit kepala, malas, mual, dan
anoreksia, sering disertai dengan muntah dan cegukan. Beberapa pasien
asimtomatik.
Mukosa lambung mampu memperbaiki diri sendiri setelah mengalami
gastritis. Kadang-kadang, hemoragi memerlukan intervensi bedah. Bila makanan
pengiritasi tidak dimuntahkan tetapi mencapai usus, dapat mengakibatkan kolik
dan diare. Biasanya, pasien sembuh kira-kira sehari, meskipun nafsu makan
mungkin menurun selama 2 atau 3 hari kemudian.
b.Gastritis kronik
Pasien dengan gastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk
gejala defisiensi vitamin B12. Pada gastritis tipe B, pasien mengeluh anoreksia
(nafsu makan buruk), nyeri ulu hati, atau mual dan muntah.
LI 5.6 Diagnosis dan Diagnosis banding Gastritis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
1. Tes Darah
Tes darah untuk melihat adanya antibodi terhadap serangan Helicobacter
pylori. Hasiltest yang positif menunjukkan bahwa seseorang pernah
mengalami kontak dengan bakteri Helicobacter pylori dalam hidupnya, tetapi
keadaan tersebut bukan berartiseseorang telah terinfeksi Helicobacter pylori.
Tes darah juga dapat digunakan untuk mengecek terjadinya anemia yang
mungkin saja disebabkan oleh perdarahan karenagastritis.
2. Urea Breath Test
31
Merupakan pemeriksaan non invasive gold standard untuk deteksi infeksi
Helicobacter pylori. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan sampel
nafas dan didasarkan pada kemampuan Helicobacter pylori dalam
mengeluarkan enzim urease yang dapat mengubah urea menjadi
karbondioksida (CO2) dan amonia. Pemberian tablet urea dengan 13C pada
pasien dengan infeksi Helicobacter pylori akan menghasilkan 13CO2 yang
tinggi pada nafas yang dapat dideteksi dengan spektrofotometer inframerah
UBiT-IR300 dengan cara mengukur rasio 13CO2 tersebut dibandingkan
dengan baseline (sebelum diberikan tablet urea).
3. Stool Test
Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya Helicobacter pylori dalam sampel
tinja seseorang. Hasil test yang positif menunjukkan orang tersebut terinfeksi
Helicobacter pylori. Biasanya dokter juga menguji adanya darah dalam tinja
yang menandakanadanya perdarahan dalam lambung karena gastritis.
4. RontgenTest
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang
dapat dilihatdengan sinar X. Biasanya akan diminta menelan cairan barium
terlebih dahulu sebelumdilakukan rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran
cerna dan akan terlihat lebih jelasketika di rontgen.
5. EndoskopiTest
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang
mungkin tidak dapat dilihat dengan sinar X. Tes ini dilakukan dengan cara
memasukkan sebuah selangkecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan
masuk ke dalam esophagus, lambungdan bagian atas usus kecil. Tenggorokan
akan terlebih dahulu dimatirasakan (anestesi),sebelum endoskop dimasukkan
untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes.
LI 5.7 Tatalaksana Gastritis
a. Gastritis Akut
1. Kurangi minum alkohol dan makan teratur dan sehat sampai gejala-gejala
menghilang; ubah menjadi diet yang tidak mengiritasi.
2. Jika gejala-gejala menetap, mungkin diperlukan cairan IV.
3. Jika gastritis terjadi akibat menelan asam kuat atau alkali, encerkan dan
netralkan asam dengan antasida umum, misalnya aluminium hidroksida, antagonis
reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik dan sukralfat (untuk
sitoprotektor).
4. Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk yang
encer atau cuka yang di encerkan.
5. Jika korosi parah, hindari emetik dan bilas lambung karena bahaya perforasi.
6. Antasida
Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan
merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan. Antasida
32
menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit akibat asam
lambung dengan cepat.
7.Penghambat asam
Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa sakit tersebut, harus
diberikan obat seperti cimetidin, ranitidin, nizatidin atau famotidin untuk
mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi.
b. gastritis kronis
1. Modifikasi diet, reduksi stress, dan farmakoterapi.
2. Cytoprotective agents
Obat-obat golongan ini membantu untuk melindungi jaringan-jaringan
yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke dalamnya adalah
sucraflate dan misoprostol. Jika meminum obat-obat AINS secara teratur (karena
suatu sebab), dokter biasanya menganjurkan untuk meminum obat-obat golongan
ini. Cytoprotective agents yang lainnya adalah bismuth subsalicylate yang juga
menghambat aktivitas H. Pylori.
3.Penghambat pompa proton
Cara yang lebih efektif untuk mengurangi asam lambung adalah dengan cara
menutup “pompa” asam dalam sel-sel lambung penghasil asam. Penghambat
pompa proton mengurangi asam dengan cara menutup kerja dari “pompa pompa” ini. Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazole, lansoprazole,
rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga menghambat kerja
H. pylori.
4. H. phylory mungkin diatasi dengan antibiotik (mis; tetrasiklin atau
amoxicillin) dan garam bismuth (pepto bismol) atau terapi H.Phylory. Terapi
terhadap H. Pylori. Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori.
Yang paling sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat
pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik
berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi untuk
meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan
efektifitas antibiotik. Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil,
kecepatan untuk membunuh H. pylori sangat beragam, bergantung pada regimen
yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif
daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi
selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan
efektifitas. Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan
pemeriksaan kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan
pemeriksaan feces adalah dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk
memastikan sudah tidak adanya H. pylori.
LI 5.8 Komplikasi Gastritis
33
- Gastritis superfisialis akut yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas berupa
hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syok hemoragik
- Gastrtitis atrofik kronik yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus,
perforasi dananemia karena gangguan absorpsi vitamin B12.
5.9
Pencegahan Gastritis
1. Menurut sejumlah penelitian, makan dalam jumlah kecil tapi sering serta
memperbanyak makan makanan yang mengandung tepung, seperti nasi, jagung,
dan roti akan menormalkan produksi asam lambung. Kurangilah makanan yang
dapat mengiritasi lambung, misalkan makanan yang pedas, asam, dogoreng, dan
berlemak.
2. Hilangkan kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Tingginya konsumsi alkohol
dapat mengiritasi atau merangsang lambung, bahkan menyebabkan lapisan dalam
lambung terkelupas sehingga menyebabkan peradangan dan perdarahan di
lambung.
3. Jangan merokok. Merokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh
karena itu, orang yang merokok lebih sensitif terhadap gastritis maupun ulser.
Merokok juga akan meningkatkan asam lambung, melambatkan kesembuhan, dan
meningkatkan risiko kanker lambung.
4. Ganti obat penghilang rasa sakit, jika memungkinkan jangan menggunakan
obat pengialng rasa sakit dari golongan NSAIDs, seperti aspirin, ibuprofen, dan
naproxen dan obat-obat tersebut dapat mengiritasi lambung.
5. Manajemen stres
Stres dapat meningkatkan serangan jantung dan stroke. Kejadian ini akan
menekan respons imun dan akan mengakibatkan gangguan pada kulit. Selain itu,
kejadian ini juga akan meningkatkan produksi asam lambung dan menekan
pencernaan. Tingkat stres seseorang berbeda-beda untuk setiap orang. Untuk
menurunkan tingkat stress anda disarankan banyak mengkonsumsi makanan
bergizi, cukup istirahat, berolahraga secara teratur, serta selalu menenangkan
pikiran. Anda dapat menenangkan pikiran dengan melakukan meditasi atau yoga
untuk menurunkan tekanan darah, kelelahan dan rasa letih.
LI 5.10Prognosis Gastritis
34
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M, Gunawan J. 2012. Dispepsia. Cermin Dunia Kedokteran 197 vol 39 no 9 : hal 650.
Aesculapius Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia atau
maag), Infeksi Mycobacteria pada Ulser Gastrointestinal. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
35
Djojodiningrat D. Dispepsia fungsional. In: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editors.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 354-6.
Doengoes, Marilyn E. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Grace, Pierce & Borley Neil. 2007. At A Glance : Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : Erlangga.
Mansjoer, Arif, et all. 2001.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011.Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Sherwood, Laurale. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC
Sofwan, A. 2013. Tractus Digestivus. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih,
Jakarta : EGC, 2002.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit DalamJilid I. Jakarta: Interna Publishing
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20335/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23015/4/Chapter%20II.pdf
http://www.scribd.com/doc/36994810/Laporan-Pendahuluan-Ulkus-Peptikum
36
Download