FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

advertisement
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT
KETAJAMAN PENGLIHATAN PEKERJA PENGRAJIN BORDIR
(Survei pada Pekerja Pengrajin Bordir Kelurahan Mulyasari
Kecamatan Tamansari Kota Tasikmalaya)
Santi Yulianti1
Sri Maywati dan Andik Setiyono2
Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Universitas Siliwangi¹
Dosen Pembimbing Bagian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi2
ABSTRAK
Gangguan yang sering terjadi pada mata banyak berkaitan dengan jenis pekerjaan,
aktifitas kehidupan, dan kondisi lingkungan. Aspek pokok yang berpengaruh dalam
indra penglihatan yaitu ketajaman penglihatan (visus) yang berfungsi untuk melihat
obyek disekeliling, baik yang diatas, bawah, kiri maupun kanan dengan jelas. Pada
penelitian kali ini dilakukan pada pekerja yang mengalami myopi. Myopi adalah jenis
kelainan mata yang menyebabkan penderitanya tidak dapat melihat benda dari jarak
jauh dengan baik. Faktor yang dapat mempengaruhi sistem penglihatan / ketajaman
penglihatan adalah jarak, umur, defisiensi vitamin A, kondisi kesehatan, kebiasaan
merokok, jarak pandang kerja, bentuk dan ukuran objek kerja serta masa kerja. Tujuan
dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
tingkat ketajaman penglihatan. Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang bersifat
penjelasan (explanatory reseach) dengan metode yang digunakan adalah survey dengan
pendekatan case control. Sampel yang diambil sebanyak 37 orang dari kelompok kasus
dan 37 orang dari kelomok kontrol pada pekerja yang menderita myopi secara inklusi
dengan kriteria umur responden ≤ 40 tahun, tidak memiliki riwayat diabetes, tidak
menggunkan kacamata sebelum menjadi pengrajin border serta mengalami trauma pada
mata karena kecelakaan. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat
ketajaman penglihatan dengan menggunakan uji chy-square pada taraf α 0,05, maka
dapat disimpulkan ada hubungan antara yaitu jarak pandang (p value = 0,000 < 0,05),
masa kerja (p value = 0,008 < 0,05), kebiasaan merokok (p value = 0,005 < 0,05), serta
intensitas penerangan (p value = 0,016 < 0,05). Saran dalam penelitian ini yaitu
melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk mengetahui adakah penurunan
fungsi ketajaman penglihata, sedangkan bagi pekerja yang telah mengetahui faktorfaktor terutama faktor yang terdapat dalam penelitian ini hendaknya melakukan
tindakan pencegahan dengan mengatur jarak pandang, masa kerja, kebiasaan merokok
serta intensitas penerangan sesuai dengan peraturan yang ada.
Kata Kunci
Pustaka
: Ketajaman Penglihatan, Faktor-Faktor
: (1998 - 2012 )
ABSTRACT
RISK FACTORS RELATED TO VISUAL ACUITY (Survey On Workers
Embroidery Artisant Mulyasari Village Tamansari Castle Tasikmalaya City)
Disordetr that often occurs in the eyes of many associated with the type of work, the
activities of life, and environmental conditions. A key aspect that affects the sense oh
sight is visual acuity which server to see object around, either above, below, left or right
to clear. Myopi that causes the sufferer does not see objects from a distance well.
Factory that may effects the visual system/visual acuity is distance, age, vitamin A
deficiency, health conditions, smoking habits, employment visibility, shape and size of
the object and years of service. The purpose of this study is to determine the factors
associated with the level of visual acuity. This research is analytical that is the
explanation (explanatory research) with the method used is a survey with case control
approach. Sample taken as many as 37 people from the group af cases and 37 people
from the group control by inklusi with the criteria of the respondens ≤ 40 years, did not
have a history of diabetes, do not use glasses before craftsmen embroidery and suffered
trauma to the eye because of an accident. Analysis of factor associated with the level of
visual acuity using chy square test at α level of 0,05 can be concluded that there is a
relationship the poin of view(p value = 0,000 < 0,05), tenure (p value = 0,008 < 0,05),
smooking habits (p value = 0,005 < 0,05), intensity of illumination (p value = 0,016 <
0,05). Suggestions in this research is to do regular health checks to know is there a
decrease in visual acuity function, as for workers who already know the factors,
especially in this study should take precautions.
Keywords
:Visual Acuity, Risk Factors
References
: (1998 – 2007)
A. PENDAHULUAN
Masyarakat atau pekerja sektor informal adalah pekerja yang tidak memiliki
hubungan kerja formal atau hubungan kerja yang mempunyai aturan-aturan tertulis
antara sesama pekerja atau perburuhan. Termasuk dalam kelompok ini adalah
petani, nelayan, perajin, pedagang kecil, pedagang kaki lima dan lain-lain. Pada
umumnya sektor informal ini mempunyai banyak keterbatasan terutama dalam hal
kemampuan pemeliharaan kesehatan dirinya dan keluarganya. Mereka sering
terpajan oleh bahaya-bahaya potensial akibat lingkungan kerja yang buruk, jam
kerja yang tidak teratur, beban kerja yang terlalu berat namun berpenghasilan
rendah. Prediksi masalah kesehatan kerja akan tinggi pada sektor informal. Hal ini
memerlukan perhatian yang lebih baik, penanggulangan dan pembinaan yang lebih
intensif, terencana dan berkesinambungan. Apabila keadaan sektor informal
dibiarkan, dikhawatirkan akan menjadi masalah kesehatan nasional, tentunya akan
menghambat laju pembangunan nasional (Irma, 2003:1).
Menurut Siswanto (2000) setiap jenis pekerjaan, kelelahan karena stress
visual akan menyebabkan produktivitas menurun, kualitas kerja menurun serta
angka kecelakaan atau frekuensi kesalahan meningkat. Mata adalah indra yang
sangat penting dalam segala aktivitas manusia, oleh karena itu menjaga kesehatan
mata wajib dilakukan agar aktivitas hidup tidak terganggu (Mangoenprasodjo,
2005). Gangguan yang sering terjadi pada mata banyak berkaitan dengan jenis
pekerjaan, aktivitas kehidupan, dan kondisi lingkungan. Aspek pokok yang
berpengaruh dalam indra penglihatan yaitu ketajaman penglihatan (visus) yang
berfungsi untuk melihat obyek disekeliling, baik yang diatas, bawah, kiri maupun
kanan dengan jelas. Ketajaman penglihatan membantu dalam membaca, menulis
dan melakukan pekerjaan yang membutuhkan ketelitian (Selamihardja, 2007).
Myopi atau sering disebut cadok adalah jenis kelainan mata yang
menyebabkan penderitanya tidak dapat melihat benda dari jarak jauh dengan baik.
Myopi umum ditemukan di seluruh dunia. Di negara maju, persentase penduduk
yang menderita myopi biasanya lebih tinggi. Di Amerika Serikat, sekitar 25% dari
penduduk dewasa menderita myopi. Di Jepang, Singapura dan Taiwan,
persentasenya jauh lebih besar, yakni mencapai sekitar 44%. Di Indonesia,
walaupun tidak ada data statistiknya, dapat diduga hampir setiap rumah terdapat
penghuni yang menderita myopi. Hipermetropia adalah jenis kelainan mata yang
menyebabkan penderitanya dapat melihat dari jarak jauh dengan lebih baik dari
jarak dekat. Disebut pula dengan mata plus, rabun dekat dan hyperopia.
Hipermetropia umumnya muncul karena bertambahnya usia seseorang, biasanya di
atas 40 tahun (Melcher dan Subroto,2006:6, dalam Mochamad Rojali, 2011).
Faktor yang dapat mempengaruhi sistem penglihatan / ketajaman
penglihatan menurut Grandjean(1998:231) adalah jarak, umur, defisiensi vitamin
A, kondisi kesehatan, kebiasaan merokok. Menurut Siswanto (2000) menyatakan
kelelahan mata. Mangoenprasojo (2005) menyatakan jarak pandang kerja. Bentuk
dan ukuran objek kerja (Suma’mur, 2009). Masa kerja dapat mempengaruhi
ketajaman penglihatan (Imansyah, 2003).
Berdasarkan hasil survei awal setelah pemeriksaan ketajaman penglihatan
kepada 103 pekerja ada 47,6% pekerja mengalami penurunan ketajaman
penglihatan, dari 15 pekerja mengalami keluhan yang ditandai seperti mata merah
(40%), mata berair (20%),penglihatan ganda (27%), sakit kepala (13%). Keluhan
tersebut sering dirasakan pada saat setelah bekerja bahkan ada diantaranya
dirasakan pada waktu istirahat malam dan ada 2orang yang menggunakan kacamata
berlensa cekung, hal tersebut dimungkinkan adanya penurunan visus penglihatan.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian dengan metode survei analitik dengan
menggunakan desain case control yaitu suatu penelitian analitik yang menyangkut
bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospektife .
Case Control dapat dipergunakan untuk mencari hubungan seberapa jauh faktor
risiko mempengaruhi terjadinya penyakit. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu
faktor jarak pandang, masa kerja, kebiasaan merokok dan intensitas penerangan
serta variabel terikat yaitu ketajaman penglihatan.
Populasi dalam penelitian ini adalah pekerja pengrajin border sebanyak 103
orang dan sampel yang secara inklusi dengan kriteria umur responden ≤ 40 tahun,
tidak memiliki riwayat diabetes, tidak menggunakan kacamata sebelum menjadi
pengrajin border serta mengalami trauma pada mata karena kecelakaan didapat 37
orang kelompok kasus dan 37 orang kelompok kotrol sebagai sampel. Data yang
didapat dianalisis dengan menggunakan program Software Statistical Product and
Service Solution (SPSS) for window Versi 16.0 dengan uji statistik Chy-square,
untuk melihat perbedaan hubungan faktor risiko-faktor terhadap ketajaman
penglihatan dengan taraf signifikan α 0,05.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Hubungan Jarak Pandang Terhadap Penurunan Ketajaman
Pengliahatan
Tabel Analisis Hubungan Jarak Pandang Terhadap
Penurunan KetajamanPenglihatan
No
1
2
Jarak Pandang
≥ 30 cm
< 30 cm
Total
p value
Odds Ratio
CI
N
23
14
37
Ketajaman Penglihatan
Normal
Tidak Normal
%
N
%
62.2
7
18,9
37,8
30
81.1
50,0
37
50,0
0,000
7,041
Total
n
30
44
74
%
40,5
59,5
100,0
2.446-20.271
Hasil uji chi square didapat p value 0,000 artinya ada hubungan antara jarak
pandang terhadap penurunan ketajaman penglihatan pada pengrajin korneli di
Kel. Mulyasari Kec. Tamansari Kota Tasikmalaya. Hasil analisis diperoleh pula
nilai OR=7,041 artinya pekerja yang bekerja dengan jarak pandang < 30 cm
memiliki peluang 7 kali untuk mengalami penurunan ketajaman penglihatan.
Apabila melihat objek pada jarak dekat maka mata akan mengalami
konvergensi. Konvergensi mata ini berusaha menempatkan bayangan pada
daerah retina yang sama dikedua bola mata. Bila usaha ini gagal
mempertahankan konvergensi maka bayangan pada dua tempat yang berbeda
pada retina. Bila diteruskan ke otak maka orang akan melihat dua objek.
Penglihatan tersebut menyebabkan rasa tidak nyaman ( Susila, 2001).
Menurut penelitian yang dilakukan Widyatrsari (2002) pada pekerja di
operator komputer dibagian marketing PT Coca Cola Amatil Indonesia Central
Java yang mendapatkan nilai p 0,002 yang artinya terdapat hubungan antara
jarak pandang dengan ketajaman penglihatan
2. Analisis Hubungan Masa Kerja Terhadap Penurunan Ketajaman
Pengliahatan
Tabel Analisis Hubungan Masa Kerja Terhadap
Penurunan Ketajaman Penglihatan
No
1
2
Masa Kerja
< 5 tahun
≥ 5 tahun
Total
p value
Odds Ratio
CI
Ketajaman Penglihatan
Normal
Tidak Normal
N
%
N
%
29
78.4
17
45.9
8
21.6
20
54.1
37
100,0
37
100,0
0,008
4,265
Total
N
46
28
74
%
62.2
37.8
100,0
1.545-11.771
Hasil uji chi square didapat p value 0,008 artinya ada hubungan antara masa
kerja terhadap penurunan ketajaman penglihatan pada pengrajin korneli di Kel.
Mulyasari Kec. Tamansari Kota Tasikmalaya. Hasil analisis diperoleh pula nilai
OR=4,265 artinya pekerja yang bekerja dengan masa kerja yang ≥ 5 tahun
memiliki peluang 4 kali untuk mengalami penurunan ketajaman penglihatan.
Menurut penelitian yang dilakukan Achyan (2003) pada pekerja konveksi di
Simbang Wetan Pekalongan yang mendapatkan nilai p 0,0001 yang artinya
terdapat hubungan antara masa kerja dengan ketajaman penglihatan. Mata sering
terakomodasi dalam waktu yang lama akan cepat menurunkan kemampuan
melihat jauh, sehingga dalam ruang kerja perlu diciptakan lingkungan kerja yang
nyaman bagi mata (Hadisudjono, 2007). Mata yang berakomodasi menerus
dalam waktu yang lama akan menurunkan kemampuan penglihatan dekatnya
dan menyebabkan nyeri pada mata. Stress pada retina dapat terjadi bila terdapat
kontras yang berlebihan dalam lapang penglihatan (visual field) dan waktu
pengamatannya yang cukup lama (Imansyah, 2003).
3. Analisis Hubungan Kebiasaan Merokok Terhadap Penurunan Ketajaman
Penglihatan
Tabel Analisis Hubungan Kebiasaan Merokok Terhadap
Penurunan Ketajaman Penglihatan
No
1
2
Kebiasaan
Merokok
Tidak Merokok
Merokok
Total
Penglihatan Ketajaman
Normal
Tidak Normal
N
%
N
%
27
73.0
14
37,8
10
27.0
23
62,2
37
100,0
37
100,0
Total
n
37
37
74
%
50,0
50,0
100,0
p value
Odds Ratio
CI
0,005
4,436
1.658-11.864
Hasil uji chi square didapat p value 0,005 artinya ada hubungan antara
kebiasaan merokok terhadap penurunan ketajaman penglihatan pada pengrajin
korneli di Kel. Mulyasari Kec. Tamansari Kota Tasikmalaya. Hasil analisis
diperoleh pula nilai OR=4,436 artinya pekerja yang dengan kebiasaan merokok
memiliki peluang 4 kali untuk mengalami penurunan ketajaman penglihatan
Semakin banyak rokok yang dihisap maka semakin besar potensi penurunan
tajam penglihatan, kandungan nikotin di dalam rokok bisa menyebarkan radikal
bebas di retina dan sel-sel mata Kurniati (2009).
Mata pada dasarnya memiliki sistem perlindungan sendiri, mata yang
normal
akan
mampu
secara
otomatis
melakukan
pelumasan
dengan
mengeluarkan air mata. Pada perokok kelenjar air mata mengalami gangguan
akibat pencemaran yang dimunculkan sendiri dengan asap rokok, asap rokok ini
bisa dengan cepat memunculkan kerutan disudut-sudut kelopak mata, iritasi
mata serta membuat kelenjar air mata mengering. Kurangnya kelenjar air mata
ini yang menyebabkan mata perokok menjadi kusam, tidak bercahaya, serta
berwarna merah, nikotin yang terdapat dalam rokok bisa menyebabkan
penyempitan pembulu darah halus dimata akibatnya daya ketajaman mata
berkurang (http://www.republika.co.id/Koran 07 2005).
Menurut penelitian yang dilakukan Gunarti dkk pada pekerja di PT Telkom
Tasikmalaya yang mendapatkan nilai p 0,001 yang artinya terdapat hubungan
antara kebiasaan merokok dengan tingkat ketajaman penglihatan.
4. Analisis Hubungan Intensitas
Ketajaman Penglihatan
Penerangan
Terhadap
Penurunan
Tabel Analisis Hubungan Intensitas Penerangan Terhadap Penurunan
Ketajaman Penglihatan Pengrajin Korneli
No
1
2
Intensitas
Penerangan
≥ 500 lux
<500 lux
Total
p value
N
19
18
37
Ketajaman Penglihatan
Normal
Tidak Normal
%
N
%
51.4
8
21.6
48.6
29
78.4
100,0
37
100,0
0,016
Total
n
27
47
74
%
36,5
63,5
100,0
Odds Ratio
CI
3,826
1.388-10.548
Hasil uji chi square didapat p value 0,016 artinya ada hubungan antara
intensitas penerangan terhadap penurunan ketajaman penglihatan pada pengrajin
korneli di Kel. Mulyasari Kec. Tamansari Kota Tasikmalaya. Hasil analisis
diperoleh pula nilai OR=3,826 artinya pekerja yang bekerja pada intensitas
penerangan <500 lux memiliki peluang 4 kali untuk mengalami penurunan
ketajaman penglihatan. penerangan yang baik tergantung dari cahaya yang ada.
Sifat dari cahaya meliputi kuantitas dan kualitas. Kuantitas cahaya atau
penerangan yang dibutuhkan adalah tergantung dari tingkat ketelitian yang
diperlukan, bagian yang diamati dan kemampuan dari objek tersebut untuk
memantulkan cahaya yang jatuh padanya dan kualitas cahaya atau penerangan
ditentukan oleh ada atau tidaknya kesilauan langsung (direct glare) atau
kesilauan karena pantulan cahaya dari permukaan mengkilap (reflekted glare)
dan bayangan (shawdows). Kesilauan merupakan cahaya yang tidak diinginkan
(unwanted light) yang menyebabkan rasa ketidaknyamanan, gangguan
(annoyance), kelelahan mata dan gangguan penglihatan ( Wardhani,dkk, 2004).
Menurut penelitian yang dilakukan Achyan (2003) pada pekerja konveksi di
Simbang Wetan Pekalongan yang mendapatkan nilai p 0,043 yang artinya
terdapat hubungan antara intensitas penerangan dengan ketajaman penglihatan.
D. PENUTUP
1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan
terhadap ketajaman penglihatan, maka penulis mengambil kesimpulan terdapat
hubungan antara jarak pandang (p value = 0,000 < 0,05), masa kerja (p value =
0,008 < 0,05), kebiasaan merokok (p value = 0,005 < 0,05), serta intensitas
penerangan (p value = 0,016 < 0,05) terhadap ketajaman penglihatan pada
pekerja pengrajin bordir di Kelurahan Mulyasari Kecamatan Tamansari Kota
Tasikmalaya.
2. SARAN
a. Bagi Pengelola
1) Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk mengetahui
adakah penurunan fungsi ketajaman penglihatan
2) Membuat
Standar
Operasional
Prosedur
bagi
pekerja
sehingga
meminimalkan kemungkinan terjadinya dampak negatif bagi pekerja
b. Bagi Pekerja
Pekerja yang telah mengetahui dan mengenali faktor-faktor risiko yang
dimiliki, hendaknya melakukan tindakan pencegahan. Pencegahan dapat
dilakukan terutama untuk faktor risiko yang berpengaruh dalam peneltian
ini, yaitu jarak pandang, masa kerja, kebiasaan merokok dan intensitas
penerangan.
E. DAFTAR PUSTAKA
Ankrum, R. Dennis, CIE. Eyestrain and Komputer Monitor Viewing Distance.
Nova Solution, Inc. 1996
Grandjean. Etienne. Fitting The Task To The Man. Taylor and Francis Ltd. London.
1998.
Imansyah, B. Dampak Sistem Pencahayaan Bagi Kesehatan Mata.
http://www.sinarharapan.co.id/0611/28/ipt02.html. Diakses pada tanggal 25 Juli
2014
Suma’mur P.K. Higiene dan Keselamatan Kerja. PT. Toko Gunung Agung.
Jakarta. 1996
Susila, I.G.N. Computer Vision Syndrome: Strategi, Ergonomi untuk Mengatasi.
Jurnal Egonomi Indonesia, Vol. 2 No. 1 Juni 2001
Wardhani, dkk. Kesehatan Mata Pengguna Komputer. 2002 diakses www.
Glorianet.org/keluarga/kesehatan/keselamatan_kerja,
5
Januari
2014
Download