Strategi Disain Fasad Rumah Tinggal Hemat Energi

advertisement
Riptek Vol. 6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 54 - 64
STRATEGI DISAIN FASAD RUMAH TINGGAL
HEMAT ENERGI
Eddy Prianto*)
Abstract
The growth of residential building in tropical region especially in Semarang had a significant influence on the use
of air conditioning system both day and night. High indoor temperature caused occupant discomfort which 60%
of heat accumulation obtained by direct sun radiation on building envelope included facade. Previous studies
found that facade design played an important role on domestic energy consumption. Various facade design
strategy to reduce the heat load of residential building was the object of this study.The appropriate strategy of
facade design could save up to 40% of energy consumption caused by the use of air conditioning system.
Strategies for making building facade more attrative and save energy could be carried out by using creeping plant
for wall cover, doubling wall envelope, thickening wall dimension, protecting the wall from direct sun radiation,
providing water wall and water fall, avoiding building facade from direct sun radiation, covering the wall with
natural stone and choosing the light color or white for wall paint
Keywords : saving energy, residential building, discomfort, facade, Semarang
Pendahuluan
Pertumbuhan rumah sangat signifikan
dengan peningkatan konsumsi energi listrik.
Sedangkan bahan bakar yang digunakan untuk
mendapatkan listrik di
Indonesia masih
didominasi oleh BBM (Bahan Bakar Minyak)
dan batu bara. Ketidak berhasilan dalam
mengelola BBM akan berdampak tidak langsung
dan pasti pada kenaikan tarif listrik. Dan sektor
rumah tanggalah yang akan mendapatkan
imbasannya.
Kajian Pusat Studi Properti Indonesia
menunjukkan, potensi untuk berinvestasi di
bidang properti di Indonesia meningkat pesat.
Kebutuhan masyarakat akan rumah meningkat
mencapai 1,2 juta rumah per tahun. Artinya,
tingginya
animo
masyarakat
dalam
membutuhkan rumah sangat mempengaruhi
tingkat pembangunan rumah tinggal di Indonesia
(http://economy.okezone.com).
Dalam dunia arsitektur, perancangan
kota ataupun bangunan, konsep mengarah pada
„zero energi‟ untuk di Indonesia masih jauh dan
sekedar wacana akademis. Kita masih pada
tataran langkah pencarian energi alternatif dan
langkah effesiensi. Akankah kita selalu
ketinggalan dan jadi aktor komsumsi hasil
teknologi dari negara barat ?
Lapisan masyrakatlah yang akhirnya
menjadi subyek dan obyek dari kebijakan terkait
effesiensi energi. Bagaimana peran kita dalam
berpihak pada mereka ?
Salah satu konsep bahwa biarkan mereka
menentukan dirinya sendiri, menjadi landasan
utama dari konsep pengembangan rumah hemat
energi. Dengan dipahami betul bahwa
mengaplikasikan disain rumah hemat energi
maka dampak positifnya akan langsung
didapatkan oleh setiap anggota keluarga, yaitu
tagihan listrik tiap bulan akan berkurang. Dari
*) Staf pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro Semarang
Ketua labo/cluster Eco-Tropical Home FT.Undip
Telp. 081325514192, [email protected]
hasil kajian membuktikan bahwa penerapan
konsep rumah hemat energi, khususnya
effesiensi pemakaian alat pendingin ruangan,
maka biaya listrik akan berkurang 40% (Prianto,
2007)
Listrik dalam rumah tinggal dipergunakan
untuk penerangan, aktifitas memasak, menaikan
sanyo, mendengarkan radio, TV, kulkas hingga
pada pemakaian untuk AC. Kesemuanya dalam
usaha mendapatkan kenyamanan hidup dalam
rumah
tinggal.
Usaha
mengefesiankan/
menurunkan
daya
listrik
dari
sektor
perlengkapan elektronik kini telah menjadi
peluang berbisnis bagi produsen dalam rangka
menerapkan konsep hemat energi dan ramah
lingkungan. Strategi dari para perancangpun
yang memiliki andil „dosa turunan‟ terhadap
pemborosan energi listrik karena rancanganya
yang „salah‟, juga dilakukan dengan gerakan
hemat energi bahkan suatu komunitas
menamakan GBCI (Green Bulilding Council
Indonesia) (GBCI, 2012). Bagaimana peranan
masyarakat sendiri ? Tidak konsumtif dan life
style hidup hemat energi menjadi keberhasilan
gerakan hemat energi listrik. Rumah „hijau‟ dan
hemat energi telah menjadi trend global yang
mempercepat pergerakan roda industri
properti, sekaligus simbol kemajuan teknologi
(GBCI, 2010).
Dari latar belakang permasalahan
diatas, kami perlu untuk meresumekan hasil
penelitian terdahulu dan menambahkan kajian
teori yang (mungkin) belum dilakukan
pengujiannya dilapangan dalam bahasan strategi
disain fasad rumah hemat energi untuk daerah
tropis – kajian meminimalisir beban panas dalam
ruangan dalam dalam emncapai kenyamanan
thermal.
Riptek Vol. 6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 1 - 7
Metode Penelitian
Terdapat dua langkah pendekatan dalam
pembahasan ini : deskriptif dan pendekatan
Reseach and Development (R&D), yaitu suatu
penelitian
yang
ditindaklanjuti
dengan
pengembangan suatu model (model reduksi
rumah minimalis tropis). Tahapan kali ini adalah
mengkompolasikan dari seluruh penelitian
sebelumnya (Prianto, 2007, 2010, 2011) dan
studi pustaka yang menjadikan road map
penelitian dari rumah hemat energi.
Luaran dari pembahasan ini berupa
strategi disain fasad rumah tinggal di kota
Semarang (berhawa panas/tropis) dalam
konstribusinya terhadap pengurangan effek
akumulasi panas dalam ruangan untuk dijadikan
pertimbangan dalam langkah penghematan
energi listrik pada rumah tangga.
Alat Ukur dan Obyek Penelitian
Alat ukur dalam penelitian terkait
pembahasan disain fasad rumah tinggal adalah
infrared thermometer, light meter dan thermo-higro
meter. Infra-red adalah alat yang dipergunakan
untuk mengukur suhu permukaan dinding, yang
penggunaannya cukup dengan cara „ditembakan‟
selama beberapa detik pada permukaan yang
hendak diketahui suhu permukannya.
Obyek pengamatannya berupa model
miniatur rumah hemat energi, yang diletakan
pada rel putar, sehingga model dapat diputar
360 derajat arah orientasinya. Memposisikan
fasad utama kearah datangnya sinar matahari
sepanjang hari (dari pagi hingga sore) pada
rentang setiap jam, maka akan diketahui profil
panas permukaan dinding secara akurat
(Hinrich, 2005).
Infrared thermometer
Termo-higro clock
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Gambar 01
a) Alat Ukur Penelitian, b) Sketsa Model
yang Dapat Diputar Orientasinya, c)
Model dengan Dinding Plesteran, d).
Model yang Dilapisi Cat, e). Model yang
Dilapisi Batu Alam, f) Pengukuran
terhadap Model pada Malam Hari/Pasca
Matahari Terbenam
Kajian Pustaka
Kajian Pertama : Kenyamanan Termal
Dalam Rumah Tinggal
Tercapainya kenyamanan dalam rumah
merupakan kunci dari keberhasilan suatu
rancangan. Kenyamanan berati nyaman/
perasaan nyaman, yang memiliki definisi “suatu
kondisi pikiran yang mengekpresikan kepuasan
terhadap lingkungannya atau kedaan tubuh yang
lebih baik daripada keadaan fisik lingkungan dan
apa yand kita rasakan pada kulit tubuh, bukan
suhu udara “ (ISO 7730, 1994) (Fanger, 1992).
Karyono mendefinisikan 4 (empat) type
kenyamanan dalam suatu hunian : 1)
kenyamanan spatial, kenyamanan visual,
kenyamanan audial dan kenyamanan thermal
(Karyono, 2009), sedangkan Eddy Prianto
mengklasifikasinkan kenyamanan ada 5 (lima),:
kenyamanan thermal, kenyamanan visual,
kenyamanan, akustik, kenyamanan odour dan
kenyamanan aerolique (Prianto, 2002)
Sebenarnya dalam suatu bangunan yang
didalamnya difungsikan untuk aktifitas manusia
dalam usaha mencapai tujuan kegiatannya secara
optimal/ ideal, seluruh tipe-tipe kenyamanan
tersebut diatas haruslah direpon. Hanya saja
didalam penerapannya skala prioritas tentunya
menjadi pilihan, misalnya Untuk ruang studio
rekaman, tentunya aspek kenyamanan akustik
sangat dominan dibanding aspek lainnya,
sedangkan ruangan mall, mungkin aspek
kenyamanan thermal lebih penting dari pada
aspek kenyamanan outdoor.
Fanger (Fanger,72) memformulasikan
pengukuran
kenyamanan
dalam
suatu
persamaan, dimana 2 (dua) parameter utama
dalam kenyamanan thermal adalah : aspek
55
Strategi Disain Fasad Rumah Tinggal Hemat Energi
manusia (faktor subyektif) dan aspek
lingkungannya (faktor obyektif). Oleh Hoffman
di jabarkannya lebih detail, yaitu adanya 4
(empat) parameter lingkungan : kecepatan
angin,
temperatur
rata-rata
ruangan,
temperatur udara dan kelembaban dan 2 (dua)
faktor individial, berupa tingkat aktifitas dan
pakaian (Hoffman, 94).
Persamaan kenyamanan menurut Fanger
adalah fungsi dari keenam parameter diatas :
ƒ (M, Icl, ta, tr, v, pa) = 0
Dan manusia dapat merasakan nyaman
bilamana kondisi badan dengan lingkungannya
adalah seimbang (Lienbard, 2002). Oleh Fanger
keseimbangan panas badan dan lingkungan
dimatematiskan dalam persamaan sebagai
berikut (Fanger, 1972) :
M-W = H+ Ec+Cres + E res
Gambar 02
Keseimbangan Tubuh dan Lingkungan
Artinya bahwa pada kondisi lingkungan di
luar panas, maka badan manusia haruslah dingin
dan sebaliknya. Sebagai ilustrasi mudah,untuk
mencapai suatu kenyamanan seseorang di
lingkungan dingin (daerah Kopeng Salatiga,
Bandungan-Semarang), maka pada malam hari
akan lebih nyaman bila kita makan yang hangathangat seperti sate kambing, wedang jahe,
jagung rebus. Tapi sebaliknya pada kondisi panas
siang hari di Kota Semarang, badan kita akan
merasa nyaman bilamana kita makan/minum es
jus, rujak segar. Coba bayangkan bagaimana
kalau udara panas badan kita panas (makan
bakso panas), atau udara dingin kita justru
minum es krim ?
Kajian Kedua : Udara Panas dalam
Ruangan
Menurut Satwiko, ada 5 (lima) penyebab
meningkatnya udara panas dalam ruangan :
(Satwiko, 2004), :
1. Tingkat aktifitas penghuni didalam ruangan.
Semakin aktif/ giat kegiatan seseorang
56
2.
3.
4.
5.
(Eddy Prianto)
dalam ruangan maka makin cepat panas
ruangan tersebut.
Seberapa banyak penggunaan alat-alat
ekektronik dalam rumah tangga penyebab
panas, seperti setrika, kompor, televisi,
lemari es, lampu
Kalor udara (panas) dari luar yang masuk
dalam ruangan.
Transfer panas dari selubung bangunan
(dinding dan atap) yang terkena sinar
matahari langsung
Kalor panas pancaran sinar matahari
langsung yang masuk dalam ruangan
Bila sumber panas tersebut terakumulasi,
maka udara dalam ruangan menjadi panas. Guna
mengurangi rasa panas, dapat dilakukan 2 (dua)
cara : dan atau pendinginan ruangan buatan
(active cooling) : penggunan peralatan elektronik
seperti air conditioner, kipas angin dan alat
penyejuk ruangan lainnya dan pendinginan
ruangan alami (passive cooling) : diciptakan
sirkulasi udara secara maksimal (Lienbard,
2002).
Peran dari aktifitas penghuni sangatlah
menentukan panas dalam ruangan. Ruangan
untuk aktifitas berat (ruang futsal, ruang senam
dan sejenisnya) akan cepat terasa panas
bilamana sirkulasi udara dalam ruangan terlalu
kecil atau akan mengkonsumsi pemakaian AC
yang besar dibanding dengan ruangan untuk
baca (perpustakaan, toko buku dan sejenisnya)
ataupun ruangan tidur.
Kajian Ketiga : Fasad Rumah Tinggal
Fasad dalam The Visual Dictionary of
Architecture berarti sebagaian bidang dari
depan sebuah bangunan yang dapat mennetukan
gaya dan karakteristik arsitektur (Gavin, 2008).
Hal ini mengandung pengertian bahwa karakter
atau ciri suatu bangunan dapat dilihat bagaimana
seseorang mengolah fasad atau tampak depan
rumah tinggalnya. Bentuk tritisan dan atap
merupakan ciri darti bangunan tropis di Asia
(Invernizzi, 1998). Disain fasad ada yang simetri,
berbentuk memanjang ke atas ataupun
horisontal, komposisi (jumlah dan ukuran)
elemen fasad hingga pada tampilan yang
kompleks maupun sederhana.
Fasad berasal dari kata facies, merupakan
sinomin dari face serta appearance, sehingga
oleh Krier didefinisikan sebagai komposisi yang
mempertimbangkan fungsional dari jendela,
pintu, pelindung matahari dan bidang atap
sehinggatercipta kesatuan harmonis dan
proposional baik dari struktur horisontal
maupun vertikal, bahan bangunan, warna hinga
elemen dekoratifnya (Krier, 1998). Oleh sebab
itu Krier mendetailkan bagian-bagian yang
penting dari sebuah fasad :
1. Pintu, salah satu pelubangan dinding yang
tidak boleh dihilangkan dalam komposisi
Riptek Vol. 6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 1 - 7
2.
3.
4.
5.
fasad rumah tinggal dan bentuk pintu dapat
melambangkan karakter penghuninya.
Jendela, mempunyai fungsi lubang sirkulasi
udara, masuknya sinar matahari dan area
memperoleh view ke luar ruangan.
Dinding adalah pembatas ruang.
Tritisan adalah perpanjangan bidang atap
yang menjorok melebihi dinding, yang
befungsi baik sebagai pelindung sinar sinar
matahari ataupun cucuran air hujan.
Sun shading adalah pelindung jendela untuk
fungsi seperti tritisan.
Kajian Keempat : Hemat Energi Listrik
dalam Rumah Tinggal
Pemahaman hemat energi dalam rumah
tinggal adalah usaha mengeffesienkan pemakaian
daya listrik dalam mencapai kenyamanan atau
menunjang aktifitas penghuni (Prianto, 2007).
Ada 3 (tiga) kiat mengeffesienkan energi listrik
dalam rumah tangga.
Pertama Penggunaan peralatan listrik
secara benar dan berdaya rendah, sebagai
contoh :

Menggunakan air conditioner 1 PK
berdaya 750 watt menjadi 550 watt
ataupun 200 watt. Atau pemakaian bohlam
pijar 60 watt ke lampu LED 11 Watt,
dimana intensitas teranggnya sama.

Tepat
prosedur
penggunaan
alat
elektronik, penggunaan lemari es akan
efesien energinya bila buka tutupnya
benar. Tinjau kembali pemakaian dispenser
yang penggunaannya hanya membuat
secangkir teh/kopi.
Kedua, strategi disain arsitektural, salah
satunya adalah bagaimana mendisain fasad yang
tepat.
Dan ketiga, pola hidup penghuni. Sebagai
contoh tidak tidur di ruangan AC dengan
memakai selimut tebal, matikan lampu bila tidak
digunakan dan lain sebagainya.
Bila ketiga kiat tersebut di atas makin
dapat dilaksanakan, maka keuntungan yang
didapat langsung adalah penurunan pemakaian
daya listrik tiap bulannya.
Sejauh ini rancang bangun arsitektural di
Indonesia belum mengarah ke “zero energi”,
artinya tidak membutuhkan sama sekali yang
disuplay dari listrik PLN. Ke depan seharusnya
energi dapat diperoleh sendiri/ tanpa
ketergantungan listrik dari PLN, misalnya
membuat listrik dari energi surya ataupun angin
bahkan explorasi produk-produk bio (renewable
energy) (Satwiko,2005).
Pembahasan
Tahapan pembahasan ini dilakukan
dengan menganalisa hubungan antara keempat
kata kunci : fasad rumah tinggal, kenyamanan,
beban panas dan konsumsi energi listrik.
Pembahasan ini adalah bertujuan pengurangan
akumulasi beban panas yang disebabkan oleh
pancaran sinar matahari, dimana dalam proses
tercapainya kenyamanan dalam hunian. Dengan
menekan penggunaan AC maka efesiensi/
penghematan energi listrik dalam skala rumah
tinggal akan dicapai.
Terdapat 10 (sepuluh) strategi disain
fasad rumah tinggal hemat energi (Prianto,
2012): 1).pilihan warna cat dinding, 2). pilihan
jenis lapisan batu alam, 3). penggunaan tritisan
yang lebar, 4). green wall, 5). water wall – water
fall, 6). selubung double eksterior 7). selubung
double interior, 8). pertebal dinding, 9). pilihan
oriantasi fasad dan 10). oriantasi sun shading
Strategi pertama(Prianto, 2010):
Pilihan Warna Cat
Gambar 03
Trend Tampilan Rumah dan Produk Cat
Dinding Rumah dengan Beragam Warna
Favorit.
Masih banyak kita temukan finishing
dinding rumah tinggal dibiarkan terlihat susunan
batu batanya (belum diplester). Effek panas yang
terjadi dari dari hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa tingkat panas udara
eksterior dan interior tidak akan jauh beda jauh
(relatif sama, cek gambar 04). Artinya bila udara
luar panas maka udara dalam ruangan juga
panas, bila udara luar dingin maka udara dalam
ruangan dingin. Kondisi dinding rumah seperti
ini akan tepat bilamana lokasi rumah berada
pada daerah pegunungan atau kota-kota dingin
dengan kepadatan penduduk dan polusi
udaranya reratif rendah (Ungaran, BandunganAmbarawa, Boja, Kopeng-Salatiga, Temanggung
apalagi Tawangmangu). Dan sebaliknya, kondisi
finishing fasad seperti itu akan tidak nyaman
pada kota-kota panas dengan lingkungan yang
„sumpek‟ seperti kota-kota pinggir pantai dan
padat penduduknya, karena kondisi panas selain
didapat pada siang hari (karena pancaran sinar
matahari), malam haripun udara masih terasa
panas karena „polusi‟ udara eksterior, sehingga
ambience udara dingin dalam ruangan relatif
sedikit.
57
Strategi Disain Fasad Rumah Tinggal Hemat Energi
(Eddy Prianto)
PROFIL PANAS DINDING BELUM DI WARNA
 Suhu permukaan dinding luar pada
dinding bercat akan tetap lebih tinggi
dari suhu rata-rata udara luar, namun
lebih rendah sekitar dari pada dinding
tanpa cat.
 Suhu permukaan dinding interiornya
juga mengalami penurunan dibanding
suhu permukaan eksteriornya, yaitu
lebih dingin 2°C
Pengecatan rumah/ pemberian lapisan cat
pada fasad rumah tinggal sangat
direkomendasikan untuk rumah di daerah
berhawa panas dan padat seperti kota
Semarang, Kudus, Demak, Kendal dan
kota-kota sejenis lainnya.
60.00
suhu dalam C
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00
jam pengamatan
Suhu eksterior (°C)
plesteran-eksterior-timur
plesteran-interior-barat
plesteran-eksterior-selatan
Suhu interior (°C)
plesteran-interior-timur
plesteran-eksterior-utara
plesteran-interior-selatan
Kelembaban (%)
plesteran-eksterior-barat
plesteran-interior-utara
Gambar 04
Grafik Profil Panas Dinding Eksterior dan
Interior
dari
Kondisi
Dinding MERAH
LuarDAN
Tanpa
PROFIL
SUHU
DINDING BERWARNA
TANPA WARNA UNTUK
ORIENTASI FACADE KE
Warna
TIMUR
60.00
suhu dalam °C
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00
jam pengamatan
Suhu eksterior (°C)
merah interior-timur
Suhu interior (°C)
plesteran-eksterior-timur
merah ekterior-timur
plesteran-interior-timur
Gambar 05
Grafik Profil Panas Dinding Eksterior dan
Interior dari Kondisi Dinding Luar
Berwarna Merah dan Dinding Luar Tanpa
Warna
b.
Hasil pengamatan juga menunjukan bahwa
pilihan cat dengan warna keras tidak
direkomendasikan karena transfert panas
melalaui dinding ke dalam ruangan lebih
besar dibanding dengan pilihan warna
lunak ke putih-putihan (cek gambar 06).
Hasil penelitian tahun 2010 menunjukan
bahwa pemakaian warna cat biru dibanding
warna merah akan menurunkan akumulasi
panas ruangan hingga mencapai 60%.
Sehingga
direkomendasikan
jangan
gunakan warna merah pada fasad
mmenghadap timur dan barat/ fasad yang
selalu terkena sinar matahari langsung, hal
ini sebenarnya tidak jauh dari aspek
psikologis pilihan warna. ( Birren, 1988)
Strategi kedua(Prianto, 2011) :
Pilihan Jenis Batu Alam
Gambar 07
Trend Tampilan Fasad Rumah Tinggal
yang Dilapisi Batu Alam dan Trend Jenis
Batu Alam yang Dipakai pada
Perumahan Saat Ini
Gambar 06
Grafik Profil Panas dari Perbedaan
Warna Hijau dan Putih
a.
58
Finishing dinding lapisi cat :
Pelapisan dinding dengan di cat tembok,
dari tampilan grafik no. 05 menunjukan
adanya perbedaan yang jelas antara kondisi
panas permukaan dinding luar dan dalam.
Bahwa pada siang hari kondisi suhu
ruangan dalam (interior) mengalami
penurunan sekitar 2°C dibanding suhu
rata-rata udara luar.
Rekapittulasi penelitian ditahun 2010
dan 2011, kami mengamati 4 (empat) kondisi
finishing dinding :1) kondisi dinding tanpa
plesteran, 2) dinding hanya diplester, 3) dinding
dilapisi cat dan 4) dinding dilapisi batu alam.
Bagaimana profil perbedaan beban panas
antara dinding dilapisi batu alam dan
dinding hanya diplester ? Ternyata panas
permukaan dinding pada eksterior mengalami
puncak terjadi padakondisi dinding berupa
plesteran.
Riptek Vol. 6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 1 - 7
Gambar 08
Profil Panas Rentang Pk 06.00 Hingga
18.00 di Daerah Beriklim Tropis /
Semarang, dalam Ukuran Watt Jam/M2
Dan bagaimana profil perbedaan beban
panas diantara keempat finishing dinding
tersebut ? Dari kondisi terpanas permukaan
dinding terluar, secara gradasi adalah 45% lebih
panas pada dinding berupa plesteran, 30% pada
dinding berlapis batu candi, 25% dinding berlapis
batu andesit, 21% dinding berlapis cat, 10%
dinding berlapis keramik dan 8% dinding
berlapis batu palimanan.
Secara lebih detail dari penggunaan batu
alam, hasil analisa menunjukan bahwa
pemakaian
batu
alam
terdapat
fenomena/perilaku profil panas yang mengalami
kenaikan suhu lagi pasca siang hari lagi (antara
pk12.00 hingga 16.00). Padahal kalau kita
mengamati profil panas udara luar secara
umum, seharusnya pasca siang hari, beban panas
makin turun (cek gambar 08). Untuk itu,
rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah
finishing fasad dengan batu alam yang terkena
pancaran
sinar
matahari
sore
secara
langsung/bangunan
menghadap
barat
direkomendasikan diberi element penghalang
lainnya. Alternatif disain bisa berupa tritisan
hingga penempatan pohon didepannya atau
disain
lainnnya,
sehingga
mengusahakan
pancaran langsung sinar matahari.
Strategi ketiga (Prianto, 2005):
Optimalisasi Tritisan
Pancaran sinar matahari yang langsung
masuk ke dalam ruangan akan membawa panas
langsung sebesar daya panas sebagaimana
kondisi di bagian luar rumah (Untuk kota
Semarang, cek gambar 08). Daya panas sinar
matahari pada siang hari mencapai lebih dari
400 watt jam/m2. Betapa panasnya suatu
ruangan dalam bilamana sinar matahari banyak
yang masuk kedalam ruangan. Nyamankah
suasana interior tersebut ?
Fungsi tritisan tidaklah membuat suasana
kondisi ruangan dalam menjadi gelap, karena
cahaya terang matahari masih didapatkan. Yang
dihindari adalah panas sinar matahari. (Olgay,
1973), (Kukreja, 1987), Untuk itu dengan
standar penerangan suatu ruangan (kenyaman
visual) semestinya aktifitas didalam masih bisa
berjalan dan suasana thermalpun masih
didapatkan.
Bentuk tritisan dengan kemiringan sudut
45 derajat lebih efektif dibanding dengan tritisan
dengan bentuk datar (Prianto, 2005). Artinya
lebar 1.50 cm membentuk sudut 45 fungsinya
sama dengan lebar tritisan datar sepanjang 2.50
cm. Bagaimana dengan tritisan datar hanya 50
cm ? Hal ini sangatlah tidak fungsional (Prabawa
et al, 2007), (Anang et al, 2008).
UTARA
0,6
0,5
0,3
SELATAN
0,4
0,3
0,5
Gambar 09
Proporsi Ukuran Antara Tritisan dan
Tinggi Bangunan untuk Bangunan Tropis
(A), dan Proporsi untuk Bangunan
Tunggal dan Bertingkat di Semarang (B)
dan Tabel Nilai Minimum Rasio T/H
Pada gambar 09 menunjukkan proporsi
ideal tritisan untuk kota Semarang berdasarkan
oriantasi matahari (utara-selatan). Dimana
untuk yang menghadap ke selatan adalah 0.3
atau 3:1 untuk rasio antara tinggi bangunan dan
lebar tritisan, sedangkan proporsi bangunan
yang menghadap utara adalah 0.5 atau 2:1
Strategi keempat (Prabawa et al 2007):
Bentuk Orientasi Sun Shading
Gambar 10
Dua Disain Tampilan Sun Shading Seputar
Jendela : Disain Kotak (Material Beton),
dan Disain Miring (Material Genteng)
Pemahaman sun shading adalah bentuk
penghalang sinar matahari dan curah hujan yang
terpasang pada dinding dan berada disekitar
pelobangan dinding (jendela). Pada disain-disain
59
Strategi Disain Fasad Rumah Tinggal Hemat Energi
konvensional sun shading membentuk sudut
kemiringan, alasan diantaranya pertimbangan
karekter bahan genteng. Kini trend bentuk dari
sun shading bermaterial beton tipis yang
dipengaruhi konsep minimalis. (Slamet et al,
2011). Peminimalisiran bentuk tritisan diikuti
meminimalkan demensinya (lebar tidak lebih
dari 0,5 meter). Terapan minimalisir dimensi
sun shading ini ternyata memberikan dampak
negatif makin menurunnya mutudan fungsi
jendela berbagan kayu hingga efek panas dalam
ruangan
yang
diakibatkan.
Namun
keluwesan/kreatifitas sun shading beton ini
adalah dimungkinkannya dibuat disain vertikal
pada kanan kiri jendela, ataupun hanya salah
satu sisi saja (lihat gambar 10).
Gian Adhi Prabawa dan Eddy Prianto
(Prabawa et al, 2007) telah mengesplorasi 100
(seratus) disain sun shading untuk rumah tinggal,
dengan konsep pentingnya pertimbangan
oriantasi lintasan matahari. Artinya sebenarnya
setiap orientasi dinding rumah tinggal memiliki
tuntutan berbeda baik bentuk dan demensinya.
Lebar sun shading fasad yang menghadap ke
utara dan selatan bisa lebih pendek daripada
lebar sun shading berorientasi timur dan barat.
Pada gambar 10, menunjukan rekapitulasi
peran sun shading ataupun tritisan dalam usaha
mengurangi beban panas sinar matahhari :
Reduksi beban panas sinar matahari karena
pemakaian
tritisan dapat mencapai 100%,
pemakaian korden-krey jendela 0-30%, akibat
bayangan tritisan ataupun sun shanding 10-20%,
pilihan material kayu untuk jendela dan daun
jendela yang potensial terkena sinar matahari
dapat mengurangi sebesar 20-40% serta
pemakaian jenis kaca jendela dapat mengurangi/
menyerap panas antara 10-60%.
Strategi: kelima :
Green Wall
(Eddy Prianto)
material alamiah (batu, kayu dan lain-lain),
respon mensikapi potensi hujan hingga respon
dalam tidak merugikan lingkungannya.
Pengolahan tanaman pada fasad dapat berupa
penempelan jenis tanaman pada dinding, disain
tirai tanaman gantung hingga disain knockdown(mencantelkan pot-pot tanaman seperti
tanaman anggrek atau sejenisnya).
Keuntungan dari Green fasad ini,
disamping mengurangi beban panas pancaran
sinar matahari, secara umum peran vegetasi
telah terbukti berfungsi sebagai penyaring udara
hingga menciptakan kualitas udara bersih dalam
lingkungan rumah kita. (Irfan et all, 2010),
(Wardoyo et all, 2008), (Wardiyanto et al,
2011), (Maidinita et al, 2011)
Strategi keenam (Prianto, 2009)
Water Wall-Water Fall
Gambar 12
Eksplorasi Penggunaan Air pada Didang
Dinding : Water Fall dan Water Wall.
Alternatif Disain yang Berpotensi untuk
Diterapkan pada Fasad Rumah Tinggal
MATERIAL
KOEFFESIEN
PANTULAN
Aluminium
Aspal
Bata
Beton
Kerikil
Plaster putih
Air
Tanaman
85%
5-10%
10-30%
20-30%
20%
40-80%
30-70%
5-25%
Gambar 13
Karakteristik Koefesian Pantulan
Berbagai Material
Gambar 11
Dua Tampilan Green Wall pada Rumah
Tinggal : Tanaman Rambat pada Dinding
dan Tirai Tanaman pada Fasad Rumah
Tinggal
Pemahaman green wall tidaklah sematamata menempatkan unsur tanaman pada
permukaan dinding, tapi disain fasad ramah
lingkungan, yaitu respon dalam mensikapi sinar
matahari yang berlebihan, respon pemilihan
60
Water wall dan Water fall adalah disain
tumpahan air yang merata/terpusat pada suatu
bidang lebar yang biasanya diposisikan secara
vertikal. Menempatkan waterwall/ water fall tidak
sekedar sebagai elemen estetis dari elemen
dekoratif sebuah taman saja, tapi potensi
keberadaan air mengalir sangatlah potensial
dalam mereduksi beban panas sekitarnya
(Prianto, 2009).
Sebagaimana terlihat dalam gambar 13,
Kondisi air diam memiliki koefesien pantulan
Riptek Vol. 6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 1 - 7
panas antara 30-70% (Hinrich, 2005), sedangkan
kondisi air yang bergerak akan sangat
menguntungkan bagi dinding di belakangnya
karena sifat isolatornya sangatlah tinggi/ dapat
mengurangi panas lingkungannya dan efek ruang
di sebaliknya. Perbedaan panas udara luar
dengan udara interior yang terselubung lapisan
air/uap air bisa memiliki selisih 10 derajat
celcius (Prianto et al, 2002), (Prianto, 2002).
Kondisi seperti inilah yang sebaiknya
dioptimalkan keberadaan water wall bilamana
ditempatkan pada bidang fasad rumah tinggal
yang terkena pancaran panas berlebihan.
Background water/ jenis material dinding air
terjun ini juga menentukan tingkat hambatan
panas, makin kasar dan makin tebal maka
hambatan panas makin tinggi. Makin deras dan
makin rata kucuran air juga makin menghambat
panas udara luar masuk dalam dinding.
Kombinasi waterwall dan water fall dengan
menambah
element
tanaman
akan
mengoptimalkan hambatan panas dan juga akan
memberi dampak membersihkan kualitas udara
sekitarnya.
Strategi ketujuh:
Selubung Double Eksterior
Gambar 14
Sketsa Berbagai Alternatif Peran
Gerakan Udara pada Permukaan Dinding
dan Contoh Disain Town House dengan
Tirai/Double Selubung Fasad
Pemahaman aplikasi double selubung
sejauh ini hanya untuk bangunan tinggi. Pada
skala rumah tinggal sebenarnya bisa kita
dapatkan bentuk penempatan krey bambu
bahkan susunan bilah papan yang awalnya hanya
untuk mengatisipasi tampias hujan (lihat gambar
14) (NN, 2012). Prinsip dari double selubung ini
akan menjadi optimal bilamana rongga antara
bidang lapis ini dengan dinding rumah tinggal
masih memungkinkan udara mengalir (Prianto,
2002). Aliran udara inilah yang akan menghapus
tumpukan panas dari alpisan pertama sebelum
di „transfert‟ panasnya ke dinding rumah tinggal
(hinrich, 2005). Posisi aliran angin bisa datang
dai bawah, samping atau bahkan dari kisi-kisi
bidang lapisan ini. Biasanya solusi dari disain
lapisan doble eksterior ini bisa dimanfaatkan
untuk mengejar suatu „trend‟ disain yang sedang
berkembang, yaitu menghindari pemakaian
tritisan „kovensional‟, artinya fasad suatu rumah
dikehendaki bersih dan rata. Maka tanpa
mengurangi fungsi peran dari dinding
bangunannya dapatlah strategi ini diterapkan
sengat cermat. Disamping itu, manfaatkan disain
lapisan selubung ini juga sangat memungkinkan
dikembangkan sebagai bagian dari element
estetis fasad dengan menempatan lampu-lampu
dinding (Birren, 1998)
Strategi kedelapan:
Selubung Double Interior
Gambar 15
Sketsa Peran Pelapisan Dinding Bagian
Luar dalam Menurunkan Suhu Ekterior
ke Interior hingga Mencapai 10 Derajat
Celcius
Kesan dari double selubung interior
sejauh ini tidak lazim dikenal masyarakat awam.
Pada tataran pelaksanaan di lapangan,
sebenarnya kita banya didapatkan, misalnya
pemakaian dinding double/dilapisi triplek,
gypsum ataupun dinding dibuat kedap suara
atau bahkan hanya sebatas fungsi penghias
interior.
Prinsip dari double selubung interior ini
akan memaksimalkan perannya bilamana
traitment bagian luar juga telah disiapkan. Kalau
pada selubung eksterior seharusnya ada udara
mengalir, karena fungsi emmuang tumpukan
udara panas, maka pada selubung double
interior tidaklah diperlukan, hanya saja hidari
kemungkinan persembunyian hewan yang tidak
dikehendaki, misalnya tikus atau serangga
lainnya.
Setelah mengetahui peran dari double
selubung interior ini, maka akan bijaksana
bilamana dalam suatu ruangan tidaklah di‟pukul
rata‟ dengan pelapisan yang sama, artinya,
misalnya seluruh dinding dilapisi gypsyum. Tapi
cukup pada dinding yang bagian luar
bersentuhan dengan udara luar. Bukankah
terkadang kita merasa direpotkan dengan suhu
permukaan suatu dinding ruangan sangat sangat
panas setelah matahari terbenam ? bukankah
kita direpotkan dengan mudahnya mengelupas
lapisan cat pada bagian dinding tertentu,
bukanlah kita juga sering direpotkan dengan
timbulnya bercak-bercak air pada dinding
setelah hujan, atau juga direpotkan salah satu
61
Strategi Disain Fasad Rumah Tinggal Hemat Energi
dinding yang seolah retak ? nah..pada kondisi
seperti inilah sebenarnya menuntut bahwa
bagian luar dinding tersebut perlu dilapisi.
Bagi kalangan tertentu, solusi mengolah
lapisan dinding double bagian interior
merupakan usaha untuk menciptakan prinsip,
rumahku adalah istanaku, biar tampilan jelek
diluar tapi bagian dalamnya sangatlah nyaman.
Adakah prinsip seperti ini masih diantara kita ?
Strategi kesembilan:
Penebalan Dinding
Kini sudah jarang para arsitek atau
perancang rumah menerapkan pemakaian
dinding lebih dari 0,5 (setengah) batu bata.
Konsep penerapan konstruksi dinding „biasa‟,
ada beberapa macam : dinding 1 (satu), batu,
dinding 1,5 (satu setengah) batu hingga dinding
2 (dua) batu. Artinya dinding 0,5 (setengah)
batu adalah dinding dimana konstruksi disusun
secara memanjang, sedangkan dinding 1 (satu)
batu dimana pemasangannya melintang dan
seterusnya.
Bangunan yang memakai dinding lebih
dari 0,5 batu, mulai dipergunakan setelah dunia
konstruksi mengenal beton bertulang. Artinya
awalnya dinding berfungsi sebagai bearingwall
(penopang beban)sedangkan dengan pemakaiaan
kolom beton bertulang, maka penyaluran beban
„dipindahkan‟ ke kolom tersebut, sehingga fungsi
dinding kini sebagai pengisi bidang antar kolom
struktur.
Contoh bangunan yang berstruktur
dinding lebih dari 0,5 batu, bisa ditemukan pada
bangunan kuno yang ada disekitar kita. Intinya
dimana masa pembangunan saat itu belum
mengenal kolom beton, biasanya banguan dibuat
dengan menggunakan struktur dinding bearring
wall.
Dengan bergesernya peran dinding
tersebut, kita terkadang lengah bahwa dinding
berfungsi juga sebagai pengantar panas/ dingin
dari luar ke dalam bangunan atau sebaliknya.
Makin tipis dinding maka kondisi luar dan dalam
main setara. Dan sebalinknya, makin tebal
dinding dinding maka perbedaan suhu antara
luar dan dalam makin besar.
Apakah kini masih memungkinkan
memasang dinding berkonstruksi lebih dari 0,5
batu ? Hal itu tergantung dari maksud dan
tujuan dari seorang arsitek „modern‟. Salah satu
alternatif, pergunakan penebalan dinding pada
salah satu sisi ruangan rumah kita saja, terutama
untuk dinding fasad utama yang menghadap ke
barat.
Strategi kesepuluh:
Pilihan Orientasi Fasad
62
(Eddy Prianto)
Gambar 16
Tampilan Dua Fasad Rumah yang
Menghadap ke Timur dan ke Selatan,
Ditandai Posisi Pembayangan Sinar pada
Pagi Hari
Panas dari pancaran sinar matahari
berbanding lurus dengan panas yang ditransfer
ke dinding suatu bangunan. Makin tinggi posisi
matahari pada lintasannya , makin besar kalor
panas yang dihasilkan. Dan makin searah
bangunan terletak pada lintasan matahari maka
makin sering bangunan tersebut terkenan
pancara sinar matahari. Untuk itulah, pada
konsep-konsep disain tatanan bangunan dalam
suatu site, salah satu pertimbangannya adalah
memeperhatikan lintasan matahari. Tidak selalu
suatu bangunan harus menghindari lintasan
matahari
(timur-barat),
tapi
harusnya
dipertimbangkan fungsi dari bangunan tersebut.
Bangunan didaerah tropis (dimana lintasan
matahari tepat di atas kepala kita sepanjang
tahun), maka kondisi ambience panas ruang
dalam akan banyak didapatkan bilamana
bangunan beroriantasi pada arah Timur-Barat.
Coba simak kembali, kemanakan orientasi
rumah-rumah tradisional jawa yang berada di
pesisir pantai utara maupun rumah di
lingkungan/ kawasan Kota Solo dan Yogya ?
Strategi oriantasi fasad rumah tinggal
yang berujuan mengindari/memanfaatkan panas
sinar amtahari tentunya sangat terkait lintasan
matahari. Hal ini bisa dirancang sebelumnya,
bilamana bangunan kita belum terlanjur atau
bisa meminilih bagaimana sebaiknya oriantasi
ditentukan. Tapi bilamana suatu rumah telah
menghadap kerah timur ataupun barat dan
bangunan tersebut berpotensi mendapatkan
pancaran sinar matahari langsung yang
banyak/berlebihan, tentunya kita bisa gunakan
pilihan sembilan strategi lainnya, sebagaimana
dipaparkan dalam pembahasan ini. Misalnya
berusaha mengurangi pancaran sinar matahri
dengan cara menutup dengan memperlebar
tritisan, melapisi dinding fasad bahkan dengan
pengolahan lansekap bangunan, atau yang kita
bisa sebut dengan „green barrier‟ (Anang et al,
2008)
Yang perlu dicermati juga bahwa
kenaikan suhu dalam ruangan tidaklah hanya
didapatkan pada kondisi siang hari (ada
matahari), tapi juga didapatkan pada pasca
matahari
terbenam,.
Hasil
pengamatan
Riptek Vol. 6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 1 - 7
menunjukan suhu ruangan akan mulai turuin
setelah pukul 22.00. Sedangkan pasca matahari
terbenam, profil panas dalam ruangan bukan
sekedar transfert panas dari dinding saja, tapi
mulainya meningkatnya aktifitas penghuni
sepulang kerja dan pemakian alat elektronik
lainnya (lampu, TV dan lain-lain).
Maka terkait dengan effisiensi pemakaian
listrik pada rumah tinggal pada kondisi ini,
sebaiknya AC jangan dipergunakan pada masa
transisi ini, karena beban AC akan berat dan
membutuhkan lama untuk mendinginkan
ruangan, yang artinya konsumsi listrik makin
banyak lagi. Untuk itu „pengusiran‟ hawa panas
pada periode ini sebaiknya dilakukan dengan
sistem pendinginan pasive (sirkulasi udara)
ataupun alat elektronik berdaya rendah (Kipas
angin). Direkomendasikan pemakaian AC tidak
dipergunakan pada rentang waktu 18.00-22.00.
Kesimpulan







Suasana panas dalam ruangan rumah
tinggal salah satu penyebabnya adalah
akibat dari transfer panas sinar matahari
yang disalurkan lewat disain dinding
ruangan, baik berupa disain konstruksi
dindingnya, bukaannya ataupun elemen
isolator . Besarnya panas yang masuk ke
dalam ruangan pada siang hari dapat
mencapai 1000 watt/m2/jam.
Finishing dinding fasad sangat signifikan
dalam mengurangi beban panas. Dinding
yang belum finishing (terlihat susunan bata)
akan
lebih
cocok
untuk
daerah
dingin/pegunungan. Dinding rumah daerah
panas (seperti kota semarang), pilihan
pelapis
cat
warna
putih
lebih
menguntungkan dalam pengurangan panas
ruangan dalam dibanding warna-warna
menyolok lainnya.
Diantara jenis pilihan batu alam pelapis
dinding, untuk bangunan di kota Semarang
secara berurutan lebih tepat menggunakan
batu palimanan, batu andesit kemudian
batu candi.
Pengurangan panas sinar matahari yang
menyentuh dinding bangunan dapat
direduksi dari 10% hingga 100%, yaitu
dengan
pemakaian
mengoptimalkan
pamakaian tritisan dan sun shading.
Bentuk sun shading dalam suatu rumah
sangat memungkinkan beragam/lebih dari
satu model, kerena fungsi tergantung dari
banyak tidaknya sinar matahari dari
masing-masing dinding.
Double lapisan fasad dapat mengurangi
perbedan suhu permukaan dinding luar
dan dalam hingga 10 derajat celcius.
Effesiensi energi terkait dengan disain fasad
rumah tinggal tergantung seberapa besar
peran disain dinding fasad dalam usaha

mereduksi beban panas pancaran sinar
matahari. Makin kecil perannya, maka
beban pendingin makin besar dan
penggunaan listrik makin boros.
Pemakaian AC tidak direkomendasikan
pada rentang pukul 18.00-22.00.
DAFTAR PUSTAKA
Anang, Ceria, Gian dan Joshua. 2008,
“Sustainable Architecture yang ramah
lingkungan pada rumah tinggal minimalis”,
Seminar mahasiswa bimbingan Dr.Ir.Eddy
Prianto dan Ir. Djoko Amrijono, Jurusan
Arsitektur
Fakultas
Teknik
Undip,
Semarang.
Birren, F. 1988, Light, Color, and Environment,
Pensylvania : Schiffer Publishing, Ltd.
F.D.K. Ching, “Architecture: Form, Space &
Order”, New York: Van Nostrand
Reinhold, 1979, 395p.
Fanger, PO. 1972, Thermal Comfort, New York :
Mc-Graw-Hill.
Frick, H dan Suskiyatno, B., 2007, Dasar-Dasar
Arsitektur Ekologis, Yogyakarta : Kanisius.
Gavin, A., 2008,
The Visual Dictionary of
Architecture, AVA Publishing SA
Green Building Council Indonesia.htm, (2012)
Hinrich, RK.M, 2005. Energy – Its used and the
Environment, Fourth edition. United States
: Thomson Brook Cole.
Hoffman, JB, (1994), “Ambiences climatises et
confort thermique”, sans lieu : actes du
GSTIC, mai 1994.
Http://
GBCI-solo\89-saatnya-berpaling-keproperti-hijau.html, “Saatnya berpaling ke
properti hijau”, Kompas, 1/5/2010, (2010)
Http://economy.okezone.com).
Invernizzi,TL., 1998, Maison Tropical d’Asie,
Köln: Benedickt Taschen Verlag GmbH.
Irfan, A., Dadang, P., Dedi, T dan Sauqi, AA.,
(2010),
“Peran
vegetasi
terhadap
pencapaian kenyamanan thermal bangunan
pada lingkungan binaan”, pembimbing Eddy
Prianto, Dhanoe Iswanto, Seminar Jurusan
Arsitektur Universitas Diponegoro
ISO 7730, 1994, “Moderate Thermal
Environments-Determination of the PMV
and PPD indice and Specification of the
conditions for thermal comfort, Geneva :
International
Organization
for
Standardization
Karyono TH, 2010, Green Arsitektur, Jakarta :
PT Rajagrafindo Persada.
Krier, R., 2001, Komposisi Arsitektur, Penerbit
Erlangga
Kukreja, CP., 1987. Tropical Architecture, New
Delhi : tata McGraw-Hill Publishing
Company Limited.
63
Strategi Disain Fasad Rumah Tinggal Hemat Energi
Lienbard, A., 2002. Guide de l’architecture
Bioclimatique: Systemes Solaraies, Comite
d‟action pour le solaire, Paris.
Maidinita D, Hardiman G dan Prianto E, 2011,
“Pola Ruang luar Kawasan perumahan dan
Kenyamanan Thermal di Semarang”, Jurnal
Pembangunan Kota Semarang RIPTEK,
Vol.3, No.2, Semarang hal 21-26.
.................. 2012, “Eu Habitat-Woodhaven”,
Brosul Properti Singapura.
Olgay,V., 1973, Design with Climate – Bio
Climatic
Approach
to
Architec-tural
Regionalism, New Jersey: : Princeton
University Press.
Prabawa, GA dan Prianto E, 2007, “100 Disain
Tritisan Hemat Energi”, makalah lomba
juara III Indocement Award tahun 2007.
Prianto,
E,
2002,
“Modelisations
des
Ecoulements et Analyse Architecturale de
Performances de l‟Espace Habitable en
Climat Tropical Humide”, Disertasi-Ecole
Doctorale, Universite de Nantes, Nantes,
Perancis
Prianto, E, 2007, “Rumah Tropis Hemat Energi
Bentuk Keperdulian Global Warming”,
Jurnal Pembangunan Kota Semarang
RIPTEK, Vol.1, No.1, Semarang hal 1-10.
Prianto, E, (2012), “Rumah Green Minimalis”,
Koran Seputar Indonesia (SINDO),
Halaman Property, Kolom Sindo Griya,
Selasa 10 April.
Prianto, E, (2012), “Desain Dinding Rumah
Hemat Listrik”, Koran Seputar Indonesia
(SINDO), Halaman Property, Kolom
Sindo Griya, Selasa 24 April.
Prianto, E, (2012), “Mengembangkan Rumah
Kecil yang Green” Koran Seputar
Indonesia (SINDO), Halaman Property,
Kolom Sindo Griya, Selasa 01 Mei.
Prianto, E, (2012), “Rumah Minimalis
Berkarakter Lokal”, Koran Seputar
Indonesia (SINDO), Halaman Property,
Kolom Sindo Griya, Selasa 17 April.
Prianto, E. (2007). “Energy Efficient Building as
Manifesto of Enviromental Issue. Seminar
Home Design Going Green, Hotel
Ciputra, Jakarta
Prianto, E. (2010), “Efek warna dinding
terhadap pemakaian energi listrik dalam
rumah tangga”, Jurnal Pembangunan Kota
Semarang RIPTEK, Vol.4, No.1, Semarang
hal 31-35.
Prianto, E. (2011), “Efek Penggunaan Batu Alam
pada Fasad Rumah Tinggal terhadap
Pemakaian
Energi
Listrik”,
Jurnal
Pembangunan Kota Semarang RIPTEK,
Vol.5, No.2, Semarang hal 53-60.
Prianto, E. 2005. “Arsitektur Jendela Respond
Gerakan Hemat Energi. Jurnal Ilmiah
Nasional Efisiensi & Konservasi Energi,
Vol.1, No.1, FT, Undip, hal 1-11
64
(Eddy Prianto)
Prianto, E. dan Depecker, P. (2002),
“Characteristic of Air Flow as The Effect
of Balcony, Opening Design and Internal
Division on Indoor Velocity”, Energy and
Building,Vol.34. No.4., pp.401-409.
Prianto, E., 2009, “Green Architecture-Kreasi&
inovasi Desain Seputar Semen”, Buku saku
: Seri I Rumah kokoh semen GresikMajalah Rumahku edisi 38,
Satwiko, P, 2004. Fisika Bangunan I. Yogyakarta
: Angi.
Satwiko, P, 2005, Arsitektur Sadar Energi, ,
Yogyakarta : CV Andi.
Slamet,A., Wawan, R., Adela, C. dan Alfia Y.,
2011, ”Kajian fasad Rumah Minimalis
ramah Lingkungan”, pembimbing Eddy
Prianto, Gagoek Hardiman, Seminar
Jurusan
Arsitektur
Universitas
Diponegoro
Wardiyanto G, Budihardjo E, Soetomo S dan
Prianto E, (2011), “Penempatan Pohon
pada Jalur Pejalan kaki berbnasis Matahari
di Kota Semarang”, Jurnal Pembangunan
Kota Semarang RIPTEK, Vol.3, No.2,
Semarang hal 1-10.
Wardoyo, J., W,. Eko, B. Nur,M. dan Prianto, E,
2008, “Vegetation Configuration as
Microclimate Control Strategy In Hot
Humid Tropic Urban Open Space”,
SENVAR ISESEE, Internation Seminar In
Sustainable Environment and Architecture
– Architectur International Symposium
Exhibition
Sustainable
Energy
&
Environment.
Download