Riptek Vol. 6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 54 - 64 STRATEGI DISAIN FASAD RUMAH TINGGAL HEMAT ENERGI Eddy Prianto*) Abstract The growth of residential building in tropical region especially in Semarang had a significant influence on the use of air conditioning system both day and night. High indoor temperature caused occupant discomfort which 60% of heat accumulation obtained by direct sun radiation on building envelope included facade. Previous studies found that facade design played an important role on domestic energy consumption. Various facade design strategy to reduce the heat load of residential building was the object of this study.The appropriate strategy of facade design could save up to 40% of energy consumption caused by the use of air conditioning system. Strategies for making building facade more attrative and save energy could be carried out by using creeping plant for wall cover, doubling wall envelope, thickening wall dimension, protecting the wall from direct sun radiation, providing water wall and water fall, avoiding building facade from direct sun radiation, covering the wall with natural stone and choosing the light color or white for wall paint Keywords : saving energy, residential building, discomfort, facade, Semarang Pendahuluan Pertumbuhan rumah sangat signifikan dengan peningkatan konsumsi energi listrik. Sedangkan bahan bakar yang digunakan untuk mendapatkan listrik di Indonesia masih didominasi oleh BBM (Bahan Bakar Minyak) dan batu bara. Ketidak berhasilan dalam mengelola BBM akan berdampak tidak langsung dan pasti pada kenaikan tarif listrik. Dan sektor rumah tanggalah yang akan mendapatkan imbasannya. Kajian Pusat Studi Properti Indonesia menunjukkan, potensi untuk berinvestasi di bidang properti di Indonesia meningkat pesat. Kebutuhan masyarakat akan rumah meningkat mencapai 1,2 juta rumah per tahun. Artinya, tingginya animo masyarakat dalam membutuhkan rumah sangat mempengaruhi tingkat pembangunan rumah tinggal di Indonesia (http://economy.okezone.com). Dalam dunia arsitektur, perancangan kota ataupun bangunan, konsep mengarah pada „zero energi‟ untuk di Indonesia masih jauh dan sekedar wacana akademis. Kita masih pada tataran langkah pencarian energi alternatif dan langkah effesiensi. Akankah kita selalu ketinggalan dan jadi aktor komsumsi hasil teknologi dari negara barat ? Lapisan masyrakatlah yang akhirnya menjadi subyek dan obyek dari kebijakan terkait effesiensi energi. Bagaimana peran kita dalam berpihak pada mereka ? Salah satu konsep bahwa biarkan mereka menentukan dirinya sendiri, menjadi landasan utama dari konsep pengembangan rumah hemat energi. Dengan dipahami betul bahwa mengaplikasikan disain rumah hemat energi maka dampak positifnya akan langsung didapatkan oleh setiap anggota keluarga, yaitu tagihan listrik tiap bulan akan berkurang. Dari *) Staf pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro Semarang Ketua labo/cluster Eco-Tropical Home FT.Undip Telp. 081325514192, [email protected] hasil kajian membuktikan bahwa penerapan konsep rumah hemat energi, khususnya effesiensi pemakaian alat pendingin ruangan, maka biaya listrik akan berkurang 40% (Prianto, 2007) Listrik dalam rumah tinggal dipergunakan untuk penerangan, aktifitas memasak, menaikan sanyo, mendengarkan radio, TV, kulkas hingga pada pemakaian untuk AC. Kesemuanya dalam usaha mendapatkan kenyamanan hidup dalam rumah tinggal. Usaha mengefesiankan/ menurunkan daya listrik dari sektor perlengkapan elektronik kini telah menjadi peluang berbisnis bagi produsen dalam rangka menerapkan konsep hemat energi dan ramah lingkungan. Strategi dari para perancangpun yang memiliki andil „dosa turunan‟ terhadap pemborosan energi listrik karena rancanganya yang „salah‟, juga dilakukan dengan gerakan hemat energi bahkan suatu komunitas menamakan GBCI (Green Bulilding Council Indonesia) (GBCI, 2012). Bagaimana peranan masyarakat sendiri ? Tidak konsumtif dan life style hidup hemat energi menjadi keberhasilan gerakan hemat energi listrik. Rumah „hijau‟ dan hemat energi telah menjadi trend global yang mempercepat pergerakan roda industri properti, sekaligus simbol kemajuan teknologi (GBCI, 2010). Dari latar belakang permasalahan diatas, kami perlu untuk meresumekan hasil penelitian terdahulu dan menambahkan kajian teori yang (mungkin) belum dilakukan pengujiannya dilapangan dalam bahasan strategi disain fasad rumah hemat energi untuk daerah tropis – kajian meminimalisir beban panas dalam ruangan dalam dalam emncapai kenyamanan thermal. Riptek Vol. 6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 1 - 7 Metode Penelitian Terdapat dua langkah pendekatan dalam pembahasan ini : deskriptif dan pendekatan Reseach and Development (R&D), yaitu suatu penelitian yang ditindaklanjuti dengan pengembangan suatu model (model reduksi rumah minimalis tropis). Tahapan kali ini adalah mengkompolasikan dari seluruh penelitian sebelumnya (Prianto, 2007, 2010, 2011) dan studi pustaka yang menjadikan road map penelitian dari rumah hemat energi. Luaran dari pembahasan ini berupa strategi disain fasad rumah tinggal di kota Semarang (berhawa panas/tropis) dalam konstribusinya terhadap pengurangan effek akumulasi panas dalam ruangan untuk dijadikan pertimbangan dalam langkah penghematan energi listrik pada rumah tangga. Alat Ukur dan Obyek Penelitian Alat ukur dalam penelitian terkait pembahasan disain fasad rumah tinggal adalah infrared thermometer, light meter dan thermo-higro meter. Infra-red adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur suhu permukaan dinding, yang penggunaannya cukup dengan cara „ditembakan‟ selama beberapa detik pada permukaan yang hendak diketahui suhu permukannya. Obyek pengamatannya berupa model miniatur rumah hemat energi, yang diletakan pada rel putar, sehingga model dapat diputar 360 derajat arah orientasinya. Memposisikan fasad utama kearah datangnya sinar matahari sepanjang hari (dari pagi hingga sore) pada rentang setiap jam, maka akan diketahui profil panas permukaan dinding secara akurat (Hinrich, 2005). Infrared thermometer Termo-higro clock a) b) c) d) e) f) Gambar 01 a) Alat Ukur Penelitian, b) Sketsa Model yang Dapat Diputar Orientasinya, c) Model dengan Dinding Plesteran, d). Model yang Dilapisi Cat, e). Model yang Dilapisi Batu Alam, f) Pengukuran terhadap Model pada Malam Hari/Pasca Matahari Terbenam Kajian Pustaka Kajian Pertama : Kenyamanan Termal Dalam Rumah Tinggal Tercapainya kenyamanan dalam rumah merupakan kunci dari keberhasilan suatu rancangan. Kenyamanan berati nyaman/ perasaan nyaman, yang memiliki definisi “suatu kondisi pikiran yang mengekpresikan kepuasan terhadap lingkungannya atau kedaan tubuh yang lebih baik daripada keadaan fisik lingkungan dan apa yand kita rasakan pada kulit tubuh, bukan suhu udara “ (ISO 7730, 1994) (Fanger, 1992). Karyono mendefinisikan 4 (empat) type kenyamanan dalam suatu hunian : 1) kenyamanan spatial, kenyamanan visual, kenyamanan audial dan kenyamanan thermal (Karyono, 2009), sedangkan Eddy Prianto mengklasifikasinkan kenyamanan ada 5 (lima),: kenyamanan thermal, kenyamanan visual, kenyamanan, akustik, kenyamanan odour dan kenyamanan aerolique (Prianto, 2002) Sebenarnya dalam suatu bangunan yang didalamnya difungsikan untuk aktifitas manusia dalam usaha mencapai tujuan kegiatannya secara optimal/ ideal, seluruh tipe-tipe kenyamanan tersebut diatas haruslah direpon. Hanya saja didalam penerapannya skala prioritas tentunya menjadi pilihan, misalnya Untuk ruang studio rekaman, tentunya aspek kenyamanan akustik sangat dominan dibanding aspek lainnya, sedangkan ruangan mall, mungkin aspek kenyamanan thermal lebih penting dari pada aspek kenyamanan outdoor. Fanger (Fanger,72) memformulasikan pengukuran kenyamanan dalam suatu persamaan, dimana 2 (dua) parameter utama dalam kenyamanan thermal adalah : aspek 55 Strategi Disain Fasad Rumah Tinggal Hemat Energi manusia (faktor subyektif) dan aspek lingkungannya (faktor obyektif). Oleh Hoffman di jabarkannya lebih detail, yaitu adanya 4 (empat) parameter lingkungan : kecepatan angin, temperatur rata-rata ruangan, temperatur udara dan kelembaban dan 2 (dua) faktor individial, berupa tingkat aktifitas dan pakaian (Hoffman, 94). Persamaan kenyamanan menurut Fanger adalah fungsi dari keenam parameter diatas : ƒ (M, Icl, ta, tr, v, pa) = 0 Dan manusia dapat merasakan nyaman bilamana kondisi badan dengan lingkungannya adalah seimbang (Lienbard, 2002). Oleh Fanger keseimbangan panas badan dan lingkungan dimatematiskan dalam persamaan sebagai berikut (Fanger, 1972) : M-W = H+ Ec+Cres + E res Gambar 02 Keseimbangan Tubuh dan Lingkungan Artinya bahwa pada kondisi lingkungan di luar panas, maka badan manusia haruslah dingin dan sebaliknya. Sebagai ilustrasi mudah,untuk mencapai suatu kenyamanan seseorang di lingkungan dingin (daerah Kopeng Salatiga, Bandungan-Semarang), maka pada malam hari akan lebih nyaman bila kita makan yang hangathangat seperti sate kambing, wedang jahe, jagung rebus. Tapi sebaliknya pada kondisi panas siang hari di Kota Semarang, badan kita akan merasa nyaman bilamana kita makan/minum es jus, rujak segar. Coba bayangkan bagaimana kalau udara panas badan kita panas (makan bakso panas), atau udara dingin kita justru minum es krim ? Kajian Kedua : Udara Panas dalam Ruangan Menurut Satwiko, ada 5 (lima) penyebab meningkatnya udara panas dalam ruangan : (Satwiko, 2004), : 1. Tingkat aktifitas penghuni didalam ruangan. Semakin aktif/ giat kegiatan seseorang 56 2. 3. 4. 5. (Eddy Prianto) dalam ruangan maka makin cepat panas ruangan tersebut. Seberapa banyak penggunaan alat-alat ekektronik dalam rumah tangga penyebab panas, seperti setrika, kompor, televisi, lemari es, lampu Kalor udara (panas) dari luar yang masuk dalam ruangan. Transfer panas dari selubung bangunan (dinding dan atap) yang terkena sinar matahari langsung Kalor panas pancaran sinar matahari langsung yang masuk dalam ruangan Bila sumber panas tersebut terakumulasi, maka udara dalam ruangan menjadi panas. Guna mengurangi rasa panas, dapat dilakukan 2 (dua) cara : dan atau pendinginan ruangan buatan (active cooling) : penggunan peralatan elektronik seperti air conditioner, kipas angin dan alat penyejuk ruangan lainnya dan pendinginan ruangan alami (passive cooling) : diciptakan sirkulasi udara secara maksimal (Lienbard, 2002). Peran dari aktifitas penghuni sangatlah menentukan panas dalam ruangan. Ruangan untuk aktifitas berat (ruang futsal, ruang senam dan sejenisnya) akan cepat terasa panas bilamana sirkulasi udara dalam ruangan terlalu kecil atau akan mengkonsumsi pemakaian AC yang besar dibanding dengan ruangan untuk baca (perpustakaan, toko buku dan sejenisnya) ataupun ruangan tidur. Kajian Ketiga : Fasad Rumah Tinggal Fasad dalam The Visual Dictionary of Architecture berarti sebagaian bidang dari depan sebuah bangunan yang dapat mennetukan gaya dan karakteristik arsitektur (Gavin, 2008). Hal ini mengandung pengertian bahwa karakter atau ciri suatu bangunan dapat dilihat bagaimana seseorang mengolah fasad atau tampak depan rumah tinggalnya. Bentuk tritisan dan atap merupakan ciri darti bangunan tropis di Asia (Invernizzi, 1998). Disain fasad ada yang simetri, berbentuk memanjang ke atas ataupun horisontal, komposisi (jumlah dan ukuran) elemen fasad hingga pada tampilan yang kompleks maupun sederhana. Fasad berasal dari kata facies, merupakan sinomin dari face serta appearance, sehingga oleh Krier didefinisikan sebagai komposisi yang mempertimbangkan fungsional dari jendela, pintu, pelindung matahari dan bidang atap sehinggatercipta kesatuan harmonis dan proposional baik dari struktur horisontal maupun vertikal, bahan bangunan, warna hinga elemen dekoratifnya (Krier, 1998). Oleh sebab itu Krier mendetailkan bagian-bagian yang penting dari sebuah fasad : 1. Pintu, salah satu pelubangan dinding yang tidak boleh dihilangkan dalam komposisi Riptek Vol. 6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 1 - 7 2. 3. 4. 5. fasad rumah tinggal dan bentuk pintu dapat melambangkan karakter penghuninya. Jendela, mempunyai fungsi lubang sirkulasi udara, masuknya sinar matahari dan area memperoleh view ke luar ruangan. Dinding adalah pembatas ruang. Tritisan adalah perpanjangan bidang atap yang menjorok melebihi dinding, yang befungsi baik sebagai pelindung sinar sinar matahari ataupun cucuran air hujan. Sun shading adalah pelindung jendela untuk fungsi seperti tritisan. Kajian Keempat : Hemat Energi Listrik dalam Rumah Tinggal Pemahaman hemat energi dalam rumah tinggal adalah usaha mengeffesienkan pemakaian daya listrik dalam mencapai kenyamanan atau menunjang aktifitas penghuni (Prianto, 2007). Ada 3 (tiga) kiat mengeffesienkan energi listrik dalam rumah tangga. Pertama Penggunaan peralatan listrik secara benar dan berdaya rendah, sebagai contoh : Menggunakan air conditioner 1 PK berdaya 750 watt menjadi 550 watt ataupun 200 watt. Atau pemakaian bohlam pijar 60 watt ke lampu LED 11 Watt, dimana intensitas teranggnya sama. Tepat prosedur penggunaan alat elektronik, penggunaan lemari es akan efesien energinya bila buka tutupnya benar. Tinjau kembali pemakaian dispenser yang penggunaannya hanya membuat secangkir teh/kopi. Kedua, strategi disain arsitektural, salah satunya adalah bagaimana mendisain fasad yang tepat. Dan ketiga, pola hidup penghuni. Sebagai contoh tidak tidur di ruangan AC dengan memakai selimut tebal, matikan lampu bila tidak digunakan dan lain sebagainya. Bila ketiga kiat tersebut di atas makin dapat dilaksanakan, maka keuntungan yang didapat langsung adalah penurunan pemakaian daya listrik tiap bulannya. Sejauh ini rancang bangun arsitektural di Indonesia belum mengarah ke “zero energi”, artinya tidak membutuhkan sama sekali yang disuplay dari listrik PLN. Ke depan seharusnya energi dapat diperoleh sendiri/ tanpa ketergantungan listrik dari PLN, misalnya membuat listrik dari energi surya ataupun angin bahkan explorasi produk-produk bio (renewable energy) (Satwiko,2005). Pembahasan Tahapan pembahasan ini dilakukan dengan menganalisa hubungan antara keempat kata kunci : fasad rumah tinggal, kenyamanan, beban panas dan konsumsi energi listrik. Pembahasan ini adalah bertujuan pengurangan akumulasi beban panas yang disebabkan oleh pancaran sinar matahari, dimana dalam proses tercapainya kenyamanan dalam hunian. Dengan menekan penggunaan AC maka efesiensi/ penghematan energi listrik dalam skala rumah tinggal akan dicapai. Terdapat 10 (sepuluh) strategi disain fasad rumah tinggal hemat energi (Prianto, 2012): 1).pilihan warna cat dinding, 2). pilihan jenis lapisan batu alam, 3). penggunaan tritisan yang lebar, 4). green wall, 5). water wall – water fall, 6). selubung double eksterior 7). selubung double interior, 8). pertebal dinding, 9). pilihan oriantasi fasad dan 10). oriantasi sun shading Strategi pertama(Prianto, 2010): Pilihan Warna Cat Gambar 03 Trend Tampilan Rumah dan Produk Cat Dinding Rumah dengan Beragam Warna Favorit. Masih banyak kita temukan finishing dinding rumah tinggal dibiarkan terlihat susunan batu batanya (belum diplester). Effek panas yang terjadi dari dari hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat panas udara eksterior dan interior tidak akan jauh beda jauh (relatif sama, cek gambar 04). Artinya bila udara luar panas maka udara dalam ruangan juga panas, bila udara luar dingin maka udara dalam ruangan dingin. Kondisi dinding rumah seperti ini akan tepat bilamana lokasi rumah berada pada daerah pegunungan atau kota-kota dingin dengan kepadatan penduduk dan polusi udaranya reratif rendah (Ungaran, BandunganAmbarawa, Boja, Kopeng-Salatiga, Temanggung apalagi Tawangmangu). Dan sebaliknya, kondisi finishing fasad seperti itu akan tidak nyaman pada kota-kota panas dengan lingkungan yang „sumpek‟ seperti kota-kota pinggir pantai dan padat penduduknya, karena kondisi panas selain didapat pada siang hari (karena pancaran sinar matahari), malam haripun udara masih terasa panas karena „polusi‟ udara eksterior, sehingga ambience udara dingin dalam ruangan relatif sedikit. 57 Strategi Disain Fasad Rumah Tinggal Hemat Energi (Eddy Prianto) PROFIL PANAS DINDING BELUM DI WARNA Suhu permukaan dinding luar pada dinding bercat akan tetap lebih tinggi dari suhu rata-rata udara luar, namun lebih rendah sekitar dari pada dinding tanpa cat. Suhu permukaan dinding interiornya juga mengalami penurunan dibanding suhu permukaan eksteriornya, yaitu lebih dingin 2°C Pengecatan rumah/ pemberian lapisan cat pada fasad rumah tinggal sangat direkomendasikan untuk rumah di daerah berhawa panas dan padat seperti kota Semarang, Kudus, Demak, Kendal dan kota-kota sejenis lainnya. 60.00 suhu dalam C 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 jam pengamatan Suhu eksterior (°C) plesteran-eksterior-timur plesteran-interior-barat plesteran-eksterior-selatan Suhu interior (°C) plesteran-interior-timur plesteran-eksterior-utara plesteran-interior-selatan Kelembaban (%) plesteran-eksterior-barat plesteran-interior-utara Gambar 04 Grafik Profil Panas Dinding Eksterior dan Interior dari Kondisi Dinding MERAH LuarDAN Tanpa PROFIL SUHU DINDING BERWARNA TANPA WARNA UNTUK ORIENTASI FACADE KE Warna TIMUR 60.00 suhu dalam °C 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 jam pengamatan Suhu eksterior (°C) merah interior-timur Suhu interior (°C) plesteran-eksterior-timur merah ekterior-timur plesteran-interior-timur Gambar 05 Grafik Profil Panas Dinding Eksterior dan Interior dari Kondisi Dinding Luar Berwarna Merah dan Dinding Luar Tanpa Warna b. Hasil pengamatan juga menunjukan bahwa pilihan cat dengan warna keras tidak direkomendasikan karena transfert panas melalaui dinding ke dalam ruangan lebih besar dibanding dengan pilihan warna lunak ke putih-putihan (cek gambar 06). Hasil penelitian tahun 2010 menunjukan bahwa pemakaian warna cat biru dibanding warna merah akan menurunkan akumulasi panas ruangan hingga mencapai 60%. Sehingga direkomendasikan jangan gunakan warna merah pada fasad mmenghadap timur dan barat/ fasad yang selalu terkena sinar matahari langsung, hal ini sebenarnya tidak jauh dari aspek psikologis pilihan warna. ( Birren, 1988) Strategi kedua(Prianto, 2011) : Pilihan Jenis Batu Alam Gambar 07 Trend Tampilan Fasad Rumah Tinggal yang Dilapisi Batu Alam dan Trend Jenis Batu Alam yang Dipakai pada Perumahan Saat Ini Gambar 06 Grafik Profil Panas dari Perbedaan Warna Hijau dan Putih a. 58 Finishing dinding lapisi cat : Pelapisan dinding dengan di cat tembok, dari tampilan grafik no. 05 menunjukan adanya perbedaan yang jelas antara kondisi panas permukaan dinding luar dan dalam. Bahwa pada siang hari kondisi suhu ruangan dalam (interior) mengalami penurunan sekitar 2°C dibanding suhu rata-rata udara luar. Rekapittulasi penelitian ditahun 2010 dan 2011, kami mengamati 4 (empat) kondisi finishing dinding :1) kondisi dinding tanpa plesteran, 2) dinding hanya diplester, 3) dinding dilapisi cat dan 4) dinding dilapisi batu alam. Bagaimana profil perbedaan beban panas antara dinding dilapisi batu alam dan dinding hanya diplester ? Ternyata panas permukaan dinding pada eksterior mengalami puncak terjadi padakondisi dinding berupa plesteran. Riptek Vol. 6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 1 - 7 Gambar 08 Profil Panas Rentang Pk 06.00 Hingga 18.00 di Daerah Beriklim Tropis / Semarang, dalam Ukuran Watt Jam/M2 Dan bagaimana profil perbedaan beban panas diantara keempat finishing dinding tersebut ? Dari kondisi terpanas permukaan dinding terluar, secara gradasi adalah 45% lebih panas pada dinding berupa plesteran, 30% pada dinding berlapis batu candi, 25% dinding berlapis batu andesit, 21% dinding berlapis cat, 10% dinding berlapis keramik dan 8% dinding berlapis batu palimanan. Secara lebih detail dari penggunaan batu alam, hasil analisa menunjukan bahwa pemakaian batu alam terdapat fenomena/perilaku profil panas yang mengalami kenaikan suhu lagi pasca siang hari lagi (antara pk12.00 hingga 16.00). Padahal kalau kita mengamati profil panas udara luar secara umum, seharusnya pasca siang hari, beban panas makin turun (cek gambar 08). Untuk itu, rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah finishing fasad dengan batu alam yang terkena pancaran sinar matahari sore secara langsung/bangunan menghadap barat direkomendasikan diberi element penghalang lainnya. Alternatif disain bisa berupa tritisan hingga penempatan pohon didepannya atau disain lainnnya, sehingga mengusahakan pancaran langsung sinar matahari. Strategi ketiga (Prianto, 2005): Optimalisasi Tritisan Pancaran sinar matahari yang langsung masuk ke dalam ruangan akan membawa panas langsung sebesar daya panas sebagaimana kondisi di bagian luar rumah (Untuk kota Semarang, cek gambar 08). Daya panas sinar matahari pada siang hari mencapai lebih dari 400 watt jam/m2. Betapa panasnya suatu ruangan dalam bilamana sinar matahari banyak yang masuk kedalam ruangan. Nyamankah suasana interior tersebut ? Fungsi tritisan tidaklah membuat suasana kondisi ruangan dalam menjadi gelap, karena cahaya terang matahari masih didapatkan. Yang dihindari adalah panas sinar matahari. (Olgay, 1973), (Kukreja, 1987), Untuk itu dengan standar penerangan suatu ruangan (kenyaman visual) semestinya aktifitas didalam masih bisa berjalan dan suasana thermalpun masih didapatkan. Bentuk tritisan dengan kemiringan sudut 45 derajat lebih efektif dibanding dengan tritisan dengan bentuk datar (Prianto, 2005). Artinya lebar 1.50 cm membentuk sudut 45 fungsinya sama dengan lebar tritisan datar sepanjang 2.50 cm. Bagaimana dengan tritisan datar hanya 50 cm ? Hal ini sangatlah tidak fungsional (Prabawa et al, 2007), (Anang et al, 2008). UTARA 0,6 0,5 0,3 SELATAN 0,4 0,3 0,5 Gambar 09 Proporsi Ukuran Antara Tritisan dan Tinggi Bangunan untuk Bangunan Tropis (A), dan Proporsi untuk Bangunan Tunggal dan Bertingkat di Semarang (B) dan Tabel Nilai Minimum Rasio T/H Pada gambar 09 menunjukkan proporsi ideal tritisan untuk kota Semarang berdasarkan oriantasi matahari (utara-selatan). Dimana untuk yang menghadap ke selatan adalah 0.3 atau 3:1 untuk rasio antara tinggi bangunan dan lebar tritisan, sedangkan proporsi bangunan yang menghadap utara adalah 0.5 atau 2:1 Strategi keempat (Prabawa et al 2007): Bentuk Orientasi Sun Shading Gambar 10 Dua Disain Tampilan Sun Shading Seputar Jendela : Disain Kotak (Material Beton), dan Disain Miring (Material Genteng) Pemahaman sun shading adalah bentuk penghalang sinar matahari dan curah hujan yang terpasang pada dinding dan berada disekitar pelobangan dinding (jendela). Pada disain-disain 59 Strategi Disain Fasad Rumah Tinggal Hemat Energi konvensional sun shading membentuk sudut kemiringan, alasan diantaranya pertimbangan karekter bahan genteng. Kini trend bentuk dari sun shading bermaterial beton tipis yang dipengaruhi konsep minimalis. (Slamet et al, 2011). Peminimalisiran bentuk tritisan diikuti meminimalkan demensinya (lebar tidak lebih dari 0,5 meter). Terapan minimalisir dimensi sun shading ini ternyata memberikan dampak negatif makin menurunnya mutudan fungsi jendela berbagan kayu hingga efek panas dalam ruangan yang diakibatkan. Namun keluwesan/kreatifitas sun shading beton ini adalah dimungkinkannya dibuat disain vertikal pada kanan kiri jendela, ataupun hanya salah satu sisi saja (lihat gambar 10). Gian Adhi Prabawa dan Eddy Prianto (Prabawa et al, 2007) telah mengesplorasi 100 (seratus) disain sun shading untuk rumah tinggal, dengan konsep pentingnya pertimbangan oriantasi lintasan matahari. Artinya sebenarnya setiap orientasi dinding rumah tinggal memiliki tuntutan berbeda baik bentuk dan demensinya. Lebar sun shading fasad yang menghadap ke utara dan selatan bisa lebih pendek daripada lebar sun shading berorientasi timur dan barat. Pada gambar 10, menunjukan rekapitulasi peran sun shading ataupun tritisan dalam usaha mengurangi beban panas sinar matahhari : Reduksi beban panas sinar matahari karena pemakaian tritisan dapat mencapai 100%, pemakaian korden-krey jendela 0-30%, akibat bayangan tritisan ataupun sun shanding 10-20%, pilihan material kayu untuk jendela dan daun jendela yang potensial terkena sinar matahari dapat mengurangi sebesar 20-40% serta pemakaian jenis kaca jendela dapat mengurangi/ menyerap panas antara 10-60%. Strategi: kelima : Green Wall (Eddy Prianto) material alamiah (batu, kayu dan lain-lain), respon mensikapi potensi hujan hingga respon dalam tidak merugikan lingkungannya. Pengolahan tanaman pada fasad dapat berupa penempelan jenis tanaman pada dinding, disain tirai tanaman gantung hingga disain knockdown(mencantelkan pot-pot tanaman seperti tanaman anggrek atau sejenisnya). Keuntungan dari Green fasad ini, disamping mengurangi beban panas pancaran sinar matahari, secara umum peran vegetasi telah terbukti berfungsi sebagai penyaring udara hingga menciptakan kualitas udara bersih dalam lingkungan rumah kita. (Irfan et all, 2010), (Wardoyo et all, 2008), (Wardiyanto et al, 2011), (Maidinita et al, 2011) Strategi keenam (Prianto, 2009) Water Wall-Water Fall Gambar 12 Eksplorasi Penggunaan Air pada Didang Dinding : Water Fall dan Water Wall. Alternatif Disain yang Berpotensi untuk Diterapkan pada Fasad Rumah Tinggal MATERIAL KOEFFESIEN PANTULAN Aluminium Aspal Bata Beton Kerikil Plaster putih Air Tanaman 85% 5-10% 10-30% 20-30% 20% 40-80% 30-70% 5-25% Gambar 13 Karakteristik Koefesian Pantulan Berbagai Material Gambar 11 Dua Tampilan Green Wall pada Rumah Tinggal : Tanaman Rambat pada Dinding dan Tirai Tanaman pada Fasad Rumah Tinggal Pemahaman green wall tidaklah sematamata menempatkan unsur tanaman pada permukaan dinding, tapi disain fasad ramah lingkungan, yaitu respon dalam mensikapi sinar matahari yang berlebihan, respon pemilihan 60 Water wall dan Water fall adalah disain tumpahan air yang merata/terpusat pada suatu bidang lebar yang biasanya diposisikan secara vertikal. Menempatkan waterwall/ water fall tidak sekedar sebagai elemen estetis dari elemen dekoratif sebuah taman saja, tapi potensi keberadaan air mengalir sangatlah potensial dalam mereduksi beban panas sekitarnya (Prianto, 2009). Sebagaimana terlihat dalam gambar 13, Kondisi air diam memiliki koefesien pantulan Riptek Vol. 6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 1 - 7 panas antara 30-70% (Hinrich, 2005), sedangkan kondisi air yang bergerak akan sangat menguntungkan bagi dinding di belakangnya karena sifat isolatornya sangatlah tinggi/ dapat mengurangi panas lingkungannya dan efek ruang di sebaliknya. Perbedaan panas udara luar dengan udara interior yang terselubung lapisan air/uap air bisa memiliki selisih 10 derajat celcius (Prianto et al, 2002), (Prianto, 2002). Kondisi seperti inilah yang sebaiknya dioptimalkan keberadaan water wall bilamana ditempatkan pada bidang fasad rumah tinggal yang terkena pancaran panas berlebihan. Background water/ jenis material dinding air terjun ini juga menentukan tingkat hambatan panas, makin kasar dan makin tebal maka hambatan panas makin tinggi. Makin deras dan makin rata kucuran air juga makin menghambat panas udara luar masuk dalam dinding. Kombinasi waterwall dan water fall dengan menambah element tanaman akan mengoptimalkan hambatan panas dan juga akan memberi dampak membersihkan kualitas udara sekitarnya. Strategi ketujuh: Selubung Double Eksterior Gambar 14 Sketsa Berbagai Alternatif Peran Gerakan Udara pada Permukaan Dinding dan Contoh Disain Town House dengan Tirai/Double Selubung Fasad Pemahaman aplikasi double selubung sejauh ini hanya untuk bangunan tinggi. Pada skala rumah tinggal sebenarnya bisa kita dapatkan bentuk penempatan krey bambu bahkan susunan bilah papan yang awalnya hanya untuk mengatisipasi tampias hujan (lihat gambar 14) (NN, 2012). Prinsip dari double selubung ini akan menjadi optimal bilamana rongga antara bidang lapis ini dengan dinding rumah tinggal masih memungkinkan udara mengalir (Prianto, 2002). Aliran udara inilah yang akan menghapus tumpukan panas dari alpisan pertama sebelum di „transfert‟ panasnya ke dinding rumah tinggal (hinrich, 2005). Posisi aliran angin bisa datang dai bawah, samping atau bahkan dari kisi-kisi bidang lapisan ini. Biasanya solusi dari disain lapisan doble eksterior ini bisa dimanfaatkan untuk mengejar suatu „trend‟ disain yang sedang berkembang, yaitu menghindari pemakaian tritisan „kovensional‟, artinya fasad suatu rumah dikehendaki bersih dan rata. Maka tanpa mengurangi fungsi peran dari dinding bangunannya dapatlah strategi ini diterapkan sengat cermat. Disamping itu, manfaatkan disain lapisan selubung ini juga sangat memungkinkan dikembangkan sebagai bagian dari element estetis fasad dengan menempatan lampu-lampu dinding (Birren, 1998) Strategi kedelapan: Selubung Double Interior Gambar 15 Sketsa Peran Pelapisan Dinding Bagian Luar dalam Menurunkan Suhu Ekterior ke Interior hingga Mencapai 10 Derajat Celcius Kesan dari double selubung interior sejauh ini tidak lazim dikenal masyarakat awam. Pada tataran pelaksanaan di lapangan, sebenarnya kita banya didapatkan, misalnya pemakaian dinding double/dilapisi triplek, gypsum ataupun dinding dibuat kedap suara atau bahkan hanya sebatas fungsi penghias interior. Prinsip dari double selubung interior ini akan memaksimalkan perannya bilamana traitment bagian luar juga telah disiapkan. Kalau pada selubung eksterior seharusnya ada udara mengalir, karena fungsi emmuang tumpukan udara panas, maka pada selubung double interior tidaklah diperlukan, hanya saja hidari kemungkinan persembunyian hewan yang tidak dikehendaki, misalnya tikus atau serangga lainnya. Setelah mengetahui peran dari double selubung interior ini, maka akan bijaksana bilamana dalam suatu ruangan tidaklah di‟pukul rata‟ dengan pelapisan yang sama, artinya, misalnya seluruh dinding dilapisi gypsyum. Tapi cukup pada dinding yang bagian luar bersentuhan dengan udara luar. Bukankah terkadang kita merasa direpotkan dengan suhu permukaan suatu dinding ruangan sangat sangat panas setelah matahari terbenam ? bukankah kita direpotkan dengan mudahnya mengelupas lapisan cat pada bagian dinding tertentu, bukanlah kita juga sering direpotkan dengan timbulnya bercak-bercak air pada dinding setelah hujan, atau juga direpotkan salah satu 61 Strategi Disain Fasad Rumah Tinggal Hemat Energi dinding yang seolah retak ? nah..pada kondisi seperti inilah sebenarnya menuntut bahwa bagian luar dinding tersebut perlu dilapisi. Bagi kalangan tertentu, solusi mengolah lapisan dinding double bagian interior merupakan usaha untuk menciptakan prinsip, rumahku adalah istanaku, biar tampilan jelek diluar tapi bagian dalamnya sangatlah nyaman. Adakah prinsip seperti ini masih diantara kita ? Strategi kesembilan: Penebalan Dinding Kini sudah jarang para arsitek atau perancang rumah menerapkan pemakaian dinding lebih dari 0,5 (setengah) batu bata. Konsep penerapan konstruksi dinding „biasa‟, ada beberapa macam : dinding 1 (satu), batu, dinding 1,5 (satu setengah) batu hingga dinding 2 (dua) batu. Artinya dinding 0,5 (setengah) batu adalah dinding dimana konstruksi disusun secara memanjang, sedangkan dinding 1 (satu) batu dimana pemasangannya melintang dan seterusnya. Bangunan yang memakai dinding lebih dari 0,5 batu, mulai dipergunakan setelah dunia konstruksi mengenal beton bertulang. Artinya awalnya dinding berfungsi sebagai bearingwall (penopang beban)sedangkan dengan pemakaiaan kolom beton bertulang, maka penyaluran beban „dipindahkan‟ ke kolom tersebut, sehingga fungsi dinding kini sebagai pengisi bidang antar kolom struktur. Contoh bangunan yang berstruktur dinding lebih dari 0,5 batu, bisa ditemukan pada bangunan kuno yang ada disekitar kita. Intinya dimana masa pembangunan saat itu belum mengenal kolom beton, biasanya banguan dibuat dengan menggunakan struktur dinding bearring wall. Dengan bergesernya peran dinding tersebut, kita terkadang lengah bahwa dinding berfungsi juga sebagai pengantar panas/ dingin dari luar ke dalam bangunan atau sebaliknya. Makin tipis dinding maka kondisi luar dan dalam main setara. Dan sebalinknya, makin tebal dinding dinding maka perbedaan suhu antara luar dan dalam makin besar. Apakah kini masih memungkinkan memasang dinding berkonstruksi lebih dari 0,5 batu ? Hal itu tergantung dari maksud dan tujuan dari seorang arsitek „modern‟. Salah satu alternatif, pergunakan penebalan dinding pada salah satu sisi ruangan rumah kita saja, terutama untuk dinding fasad utama yang menghadap ke barat. Strategi kesepuluh: Pilihan Orientasi Fasad 62 (Eddy Prianto) Gambar 16 Tampilan Dua Fasad Rumah yang Menghadap ke Timur dan ke Selatan, Ditandai Posisi Pembayangan Sinar pada Pagi Hari Panas dari pancaran sinar matahari berbanding lurus dengan panas yang ditransfer ke dinding suatu bangunan. Makin tinggi posisi matahari pada lintasannya , makin besar kalor panas yang dihasilkan. Dan makin searah bangunan terletak pada lintasan matahari maka makin sering bangunan tersebut terkenan pancara sinar matahari. Untuk itulah, pada konsep-konsep disain tatanan bangunan dalam suatu site, salah satu pertimbangannya adalah memeperhatikan lintasan matahari. Tidak selalu suatu bangunan harus menghindari lintasan matahari (timur-barat), tapi harusnya dipertimbangkan fungsi dari bangunan tersebut. Bangunan didaerah tropis (dimana lintasan matahari tepat di atas kepala kita sepanjang tahun), maka kondisi ambience panas ruang dalam akan banyak didapatkan bilamana bangunan beroriantasi pada arah Timur-Barat. Coba simak kembali, kemanakan orientasi rumah-rumah tradisional jawa yang berada di pesisir pantai utara maupun rumah di lingkungan/ kawasan Kota Solo dan Yogya ? Strategi oriantasi fasad rumah tinggal yang berujuan mengindari/memanfaatkan panas sinar amtahari tentunya sangat terkait lintasan matahari. Hal ini bisa dirancang sebelumnya, bilamana bangunan kita belum terlanjur atau bisa meminilih bagaimana sebaiknya oriantasi ditentukan. Tapi bilamana suatu rumah telah menghadap kerah timur ataupun barat dan bangunan tersebut berpotensi mendapatkan pancaran sinar matahari langsung yang banyak/berlebihan, tentunya kita bisa gunakan pilihan sembilan strategi lainnya, sebagaimana dipaparkan dalam pembahasan ini. Misalnya berusaha mengurangi pancaran sinar matahri dengan cara menutup dengan memperlebar tritisan, melapisi dinding fasad bahkan dengan pengolahan lansekap bangunan, atau yang kita bisa sebut dengan „green barrier‟ (Anang et al, 2008) Yang perlu dicermati juga bahwa kenaikan suhu dalam ruangan tidaklah hanya didapatkan pada kondisi siang hari (ada matahari), tapi juga didapatkan pada pasca matahari terbenam,. Hasil pengamatan Riptek Vol. 6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 1 - 7 menunjukan suhu ruangan akan mulai turuin setelah pukul 22.00. Sedangkan pasca matahari terbenam, profil panas dalam ruangan bukan sekedar transfert panas dari dinding saja, tapi mulainya meningkatnya aktifitas penghuni sepulang kerja dan pemakian alat elektronik lainnya (lampu, TV dan lain-lain). Maka terkait dengan effisiensi pemakaian listrik pada rumah tinggal pada kondisi ini, sebaiknya AC jangan dipergunakan pada masa transisi ini, karena beban AC akan berat dan membutuhkan lama untuk mendinginkan ruangan, yang artinya konsumsi listrik makin banyak lagi. Untuk itu „pengusiran‟ hawa panas pada periode ini sebaiknya dilakukan dengan sistem pendinginan pasive (sirkulasi udara) ataupun alat elektronik berdaya rendah (Kipas angin). Direkomendasikan pemakaian AC tidak dipergunakan pada rentang waktu 18.00-22.00. Kesimpulan Suasana panas dalam ruangan rumah tinggal salah satu penyebabnya adalah akibat dari transfer panas sinar matahari yang disalurkan lewat disain dinding ruangan, baik berupa disain konstruksi dindingnya, bukaannya ataupun elemen isolator . Besarnya panas yang masuk ke dalam ruangan pada siang hari dapat mencapai 1000 watt/m2/jam. Finishing dinding fasad sangat signifikan dalam mengurangi beban panas. Dinding yang belum finishing (terlihat susunan bata) akan lebih cocok untuk daerah dingin/pegunungan. Dinding rumah daerah panas (seperti kota semarang), pilihan pelapis cat warna putih lebih menguntungkan dalam pengurangan panas ruangan dalam dibanding warna-warna menyolok lainnya. Diantara jenis pilihan batu alam pelapis dinding, untuk bangunan di kota Semarang secara berurutan lebih tepat menggunakan batu palimanan, batu andesit kemudian batu candi. Pengurangan panas sinar matahari yang menyentuh dinding bangunan dapat direduksi dari 10% hingga 100%, yaitu dengan pemakaian mengoptimalkan pamakaian tritisan dan sun shading. Bentuk sun shading dalam suatu rumah sangat memungkinkan beragam/lebih dari satu model, kerena fungsi tergantung dari banyak tidaknya sinar matahari dari masing-masing dinding. Double lapisan fasad dapat mengurangi perbedan suhu permukaan dinding luar dan dalam hingga 10 derajat celcius. Effesiensi energi terkait dengan disain fasad rumah tinggal tergantung seberapa besar peran disain dinding fasad dalam usaha mereduksi beban panas pancaran sinar matahari. Makin kecil perannya, maka beban pendingin makin besar dan penggunaan listrik makin boros. Pemakaian AC tidak direkomendasikan pada rentang pukul 18.00-22.00. DAFTAR PUSTAKA Anang, Ceria, Gian dan Joshua. 2008, “Sustainable Architecture yang ramah lingkungan pada rumah tinggal minimalis”, Seminar mahasiswa bimbingan Dr.Ir.Eddy Prianto dan Ir. Djoko Amrijono, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Undip, Semarang. Birren, F. 1988, Light, Color, and Environment, Pensylvania : Schiffer Publishing, Ltd. F.D.K. Ching, “Architecture: Form, Space & Order”, New York: Van Nostrand Reinhold, 1979, 395p. Fanger, PO. 1972, Thermal Comfort, New York : Mc-Graw-Hill. Frick, H dan Suskiyatno, B., 2007, Dasar-Dasar Arsitektur Ekologis, Yogyakarta : Kanisius. Gavin, A., 2008, The Visual Dictionary of Architecture, AVA Publishing SA Green Building Council Indonesia.htm, (2012) Hinrich, RK.M, 2005. Energy – Its used and the Environment, Fourth edition. United States : Thomson Brook Cole. Hoffman, JB, (1994), “Ambiences climatises et confort thermique”, sans lieu : actes du GSTIC, mai 1994. Http:// GBCI-solo\89-saatnya-berpaling-keproperti-hijau.html, “Saatnya berpaling ke properti hijau”, Kompas, 1/5/2010, (2010) Http://economy.okezone.com). Invernizzi,TL., 1998, Maison Tropical d’Asie, Köln: Benedickt Taschen Verlag GmbH. Irfan, A., Dadang, P., Dedi, T dan Sauqi, AA., (2010), “Peran vegetasi terhadap pencapaian kenyamanan thermal bangunan pada lingkungan binaan”, pembimbing Eddy Prianto, Dhanoe Iswanto, Seminar Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro ISO 7730, 1994, “Moderate Thermal Environments-Determination of the PMV and PPD indice and Specification of the conditions for thermal comfort, Geneva : International Organization for Standardization Karyono TH, 2010, Green Arsitektur, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Krier, R., 2001, Komposisi Arsitektur, Penerbit Erlangga Kukreja, CP., 1987. Tropical Architecture, New Delhi : tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. 63 Strategi Disain Fasad Rumah Tinggal Hemat Energi Lienbard, A., 2002. Guide de l’architecture Bioclimatique: Systemes Solaraies, Comite d‟action pour le solaire, Paris. Maidinita D, Hardiman G dan Prianto E, 2011, “Pola Ruang luar Kawasan perumahan dan Kenyamanan Thermal di Semarang”, Jurnal Pembangunan Kota Semarang RIPTEK, Vol.3, No.2, Semarang hal 21-26. .................. 2012, “Eu Habitat-Woodhaven”, Brosul Properti Singapura. Olgay,V., 1973, Design with Climate – Bio Climatic Approach to Architec-tural Regionalism, New Jersey: : Princeton University Press. Prabawa, GA dan Prianto E, 2007, “100 Disain Tritisan Hemat Energi”, makalah lomba juara III Indocement Award tahun 2007. Prianto, E, 2002, “Modelisations des Ecoulements et Analyse Architecturale de Performances de l‟Espace Habitable en Climat Tropical Humide”, Disertasi-Ecole Doctorale, Universite de Nantes, Nantes, Perancis Prianto, E, 2007, “Rumah Tropis Hemat Energi Bentuk Keperdulian Global Warming”, Jurnal Pembangunan Kota Semarang RIPTEK, Vol.1, No.1, Semarang hal 1-10. Prianto, E, (2012), “Rumah Green Minimalis”, Koran Seputar Indonesia (SINDO), Halaman Property, Kolom Sindo Griya, Selasa 10 April. Prianto, E, (2012), “Desain Dinding Rumah Hemat Listrik”, Koran Seputar Indonesia (SINDO), Halaman Property, Kolom Sindo Griya, Selasa 24 April. Prianto, E, (2012), “Mengembangkan Rumah Kecil yang Green” Koran Seputar Indonesia (SINDO), Halaman Property, Kolom Sindo Griya, Selasa 01 Mei. Prianto, E, (2012), “Rumah Minimalis Berkarakter Lokal”, Koran Seputar Indonesia (SINDO), Halaman Property, Kolom Sindo Griya, Selasa 17 April. Prianto, E. (2007). “Energy Efficient Building as Manifesto of Enviromental Issue. Seminar Home Design Going Green, Hotel Ciputra, Jakarta Prianto, E. (2010), “Efek warna dinding terhadap pemakaian energi listrik dalam rumah tangga”, Jurnal Pembangunan Kota Semarang RIPTEK, Vol.4, No.1, Semarang hal 31-35. Prianto, E. (2011), “Efek Penggunaan Batu Alam pada Fasad Rumah Tinggal terhadap Pemakaian Energi Listrik”, Jurnal Pembangunan Kota Semarang RIPTEK, Vol.5, No.2, Semarang hal 53-60. Prianto, E. 2005. “Arsitektur Jendela Respond Gerakan Hemat Energi. Jurnal Ilmiah Nasional Efisiensi & Konservasi Energi, Vol.1, No.1, FT, Undip, hal 1-11 64 (Eddy Prianto) Prianto, E. dan Depecker, P. (2002), “Characteristic of Air Flow as The Effect of Balcony, Opening Design and Internal Division on Indoor Velocity”, Energy and Building,Vol.34. No.4., pp.401-409. Prianto, E., 2009, “Green Architecture-Kreasi& inovasi Desain Seputar Semen”, Buku saku : Seri I Rumah kokoh semen GresikMajalah Rumahku edisi 38, Satwiko, P, 2004. Fisika Bangunan I. Yogyakarta : Angi. Satwiko, P, 2005, Arsitektur Sadar Energi, , Yogyakarta : CV Andi. Slamet,A., Wawan, R., Adela, C. dan Alfia Y., 2011, ”Kajian fasad Rumah Minimalis ramah Lingkungan”, pembimbing Eddy Prianto, Gagoek Hardiman, Seminar Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro Wardiyanto G, Budihardjo E, Soetomo S dan Prianto E, (2011), “Penempatan Pohon pada Jalur Pejalan kaki berbnasis Matahari di Kota Semarang”, Jurnal Pembangunan Kota Semarang RIPTEK, Vol.3, No.2, Semarang hal 1-10. Wardoyo, J., W,. Eko, B. Nur,M. dan Prianto, E, 2008, “Vegetation Configuration as Microclimate Control Strategy In Hot Humid Tropic Urban Open Space”, SENVAR ISESEE, Internation Seminar In Sustainable Environment and Architecture – Architectur International Symposium Exhibition Sustainable Energy & Environment.