PEMBUATAN KOMPOS DAUN LAMTORO

advertisement
PEMBUATAN KOMPOS DAUN LAMTORO (Leucena leucocephala)
MENGGUNAKAN AKTIVATOR EM-4
Oleh :
AGUS DARMAWAN
NIM. 120 500 042
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARI NDA
2015
PEMBUATAN KOMPOS DAUN LAMTORO (Leucena leucocephala)
MENGGUNAKAN AKTIVATOR EM-4
Oleh :
AGUS DARMAWAN
NIM. 120 500 042
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
2015
PEMBUATAN KOMPOS DAUN LAMTORO (Leucena leucocephala)
MENGGUNAKAN AKTIVATOR EM-4
Oleh :
AGUS DARMAWAN
NIM. 120 500 042
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA
SAMARINDA
2015
i
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
: Pembuatan Kompos Daun Lamtoro (Leucena
leococoephala) Menggunakan Aktivator EM-4
Nama
: Agus Darmawan
Nim
: 120 500 042
Program Studi
: Budidaya Tanaman Perkebunan
Jurusan
: Manajemen Pertanian
Pembimbing
Penguji I
Penguji II
F. Silvi Dwi Mentari, S. Hut,MP
NIP. 197707232003122002
Ir. Budi Winarni, M.Si
NIP.196109141990012001
Riama Rita Manulang, SP,MP
NIP.197011162000032001
Menyetujui,
Ketua Program Studi Budidaya Tanaman
Perkebunan
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Mengesahkan,
Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Nur Hidayat, SP, M.Sc
NIP. 19721025 20011 2 1001
Ir. M. Masrudy, MP
NIP. 19600805 198803 1 003
Lulus ujian pada tanggal :………………
ABSTRAK
AGUS
DARMAWAN.
leucocephala)
Pembuatan
Kompos
Daun
Lamtoro
(Leucena
Menggunakan Aktivator EM-4 (dibawah bimbingan SILVI DWI
MENTARI.)
Penelitian ini dilatar belakangi oleh daun lamtoro yang selama ini kurang
dimanfaatkan oleh masyarakat dan daun ini hanya dijadikan pakan ternak.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan yang
terdapat dalam kompos yang terbuat dari daun Lamtoro (Leucena leucocephala)
dan campuran pupuk kandang dengan aktivator EM-4.
Penelitian ini dilaksanakan di areal Laboratorium Agronomi dan analisis di
Lab tanah Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Waktu yang digunakan dalam
penelitian ini adalah selama 2 bulan terhitung sejak bulan Januari sampai dengan
bulan Februari 2015, meliputi persiapan, pembuatan kompos, pengambilan data
dan pembuatan laporan.
Metode penelitian pengamatan dan pengambilan data yang dilakukan
setiap hari dengan melihat warna, bau, Ph, dan suhu sampai kompos matang.
Untuk selanjutnya dilakukan analisis kandungan unsur hara makro N,P,K, Mg,
dan C/N Rasio. Hasil analisis kimia unsur hara dari pupuk kompos akan
dibandingkan dengan standar pembuatan pupuk kompos dari Departemen
pertanian No.70/Permetan/SR.140/10/2011.
Hasil
penelitian
leucocephala)
menunjukan
kompos
Daun
Lamtoro
(Leucena
yang telah matang memiliki sifat fisik berwarna kehitaman, tidak
berbau, memiliki suhu terakhir 27°c dan Ph 6,4% sedangkan sifat kimia kompos
berdasarkan hasil Uji Laboratorium menunjukan bahwa kadar Nitrogen (N)
2.3240%, fosfor (P) 0.4760%, kalium (K) 0.1723% magnesium (Mg) 0.1067%,
rasio C/N 1.9.
Kata kunci : Kompos daun lamtoro, Pupuk Kandang Ayam, EM -4
RIWAYAT HIDUP
AGUS DARMAWAN. Lahir pada tanggal 17 September 1995
di Desa Genting Tanah Kecamatan Kembang Janggut
Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimatan Timur.
Merupakan putra dari dua bersaudara dari pasangan Bapak
Arsuni Abbas dan Ibu Muliana.
Tahun 2000 memulai Pendidikan Sekolah Dasar Negeri
No.005 Desa Genting Tanah Kecamatan Kembang Janggut Kabupaten Kutai
KartaNegara Provinsi KalimantanTimur dan Lulus pada tahun 2006 kemudian
pada tahun 2006 melanjutkan pendidikan di SMP YPK 3 Desa Genting Tanah
Kecamatan Kembang Janggut Kabupaten Kutai KartaNegara Provinsi Kalimatan
Timur. pada tahun 2009 melanjutkan SMA Negeri 2 Tenggarong dengan jurusan
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Kabupaten Kutai KartaNegara Provinsi
Kalimantan Timur dan lulus tahun 2012.
Tahun 2012 memulai pendidikan tinggi di Politeknik Pertanian Negeri
Samarinda Jurusan Manajemen Pertanian Program Studi Budidaya Tanaman
Perkebunan. Pada tanggal 2 Maret sampai dengan Tanggal 2 Mei 2015
mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT. Sawit khatulistiwa Plantation
Kecamatan Sebulu Kabupaten Kutai KartaNegara provinsi Kalimantan Timur.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul
Pembuatan
Kompos
Daun
Lamtoro
(Leucena
leococoephala)
Menggunakan Aktivator EM-4. Dengan baik dan tepat pada waktunya. Pada
kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu F.Silvi Dwi Mentari,S.Hut,MP selaku dosen pembimbing karya ilmiah.
2. Ibu Ir. Budi Winarni, M.Si selaku dosen penguji I dan Ibu Riama Rita
Manulang, SP. MP selaku dosen penguji II.
3. Bapak Nur Hidayat,SP.M.Sc selaku Ketua Program Studi Budidaya Tanaman
Perkebunan.
4. Bapak Ir. Masrudy,MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian.
5. Bapak Ir. Hasanudin,MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri
Samarinda.
6. Para staf pengajar, administrasi, dan teknisi di Program Studi Budidaya
Tanaman Perkebunan.
7. Rekan-rekan mahasiswa yang telah ikut membantu dalam penyusunan
laporan PKL ini.
8. Keluarga yang telah banyak memberikan doa dan dukungan kepada penulis
selama ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan karya ilmiah ini ini masih
ada kekurangan dan kesalahan, namun penulis tetap berharap agar laporan ini
dapat menjadi lebih sempurna dan memberikan manfaat bagi para pembacanya.
Samarinda, Agustus 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
i
KATA PENGANTAR ..............................................................................
ii
DAFTAR ISI ............................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
iv
I. PENDAHULUAN ................................................................................
1
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................
A. Tinjauan Umum Lamtoro.............................................................
B. Tinjauan Umum Kompos.............................................................
C. Tinjauan Bioaktivator Efektiv Mikroorganisme 4 (EM4) .............
D. Tinjauan Umum Pupuk Kandang ................................................
3
3
6
23
25
III. METODE PENELITIAN .....................................................................
A. Tempat dan Waktu ......................................................................
B. Alat dan Bahan ...........................................................................
C. Prosedur Penelitian .....................................................................
D. Pengamatan dan Pengambilan Data..........................................
28
28
28
28
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
A. Hasil…… .....................................................................................
B. Pembahasan ...............................................................................
30
30
32
V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
A. Kesimpulan ..................................................................................
B. Saran ...........................................................................................
38
38
38
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
DAFTAR LAMPIRAN
No.
1. Dokumentasi Pembuatan Kompos Daun Lamtoro (Leucena
leococoephala) Menggunakan Aktivator EM4 …. ..............................
Halaman
41
iv
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Kandungan Biji Lamtoro ......................................................................
5
2. Komposisi EM4 ...................................................................................
24
3. Hasil Analisa Unsur Hara Kompos .....................................................
32
1
I. PENDAHULUAN
Daun Lamtoro dapat dijadikan bahan dasar untuk pembuatan bahan
kompos. Daun lamtoro yang selama ini kurang dimanfaatkan oleh masyarakat
dan hanya dijadikan pakan ternak. Daun latoro ini berpotensi untuk digunakan
sebagai bahan kompos. pemanfaatan daun latoro yang dijadikan kompos ini
bermula dari banyaknya daun lamtoro yang tumbuh liar dan banyak dijadikan
sebagai pakan ternak (Anonim, 2011).
Kopos adalah hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi
berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan
aerobik atau anaerobik. Sedangkan pengomosan adalah proses di mana bahan
organik mengalami penguraian secara biologis,khususnya oleh mikroba-mikroba
yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi (Isroi, 2003).
Lamtoro (Leucena leucocephala) merupakan salah satu leguminosa pohon
yang mengandung protein tinggi dan karotenoid yang sangat potensial.
Kandungan lamtoro adalah bahan kering 90,02%, protein kasar 22,69%, lemak
2,55%, serat kasar 16,77%, abu 11,25%, Ca 1,92 dan P 0,25% serta ß-karoten
331,07 ppm (Anonim, 2010).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan yang
terdapat dalam kompos yang terbuat dari daun Lamtoro (Leucena leucocephala)
dan campuran pupuk kandang dengan aktivator EM-4.
2
Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan
informasi tentang proses pembuatan kompos dari daun Lamtoro (Leucena
leucocephala) dan campuran pupuk kandang dengan menggunakan aktivator
Effective microoganism (EM-4), serta kandungan unsur hara kompos yang
dihasilkan
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Lamtoro
Lamtoro tersebar secara luas di Mexico dan Amerika Tengah pada
tahun 1520 saat datangnya orang Spanyol ke negara tersebut. Baru pada
akhir abad ke 20 lebih menyebar luas sampai ke Filipina, dari sini penggunaan
sebagai peneduh tanaman perkebunan, kayu bakar dan hijauan pakan ternak
makin meluas. Sebelum tahun 1950-an hanya satu varietas yang dikenal yaitu
varietas “common” dari subspecies leucocephala. Kemudian muncul namanama untuk tanaman ini seperti varietas Hawaii (tipe shrubby) yang
sebetulnya tidak berasal dari Hawaii, Peru (tipe low branching) tidak berasal
dari Peru, Salvador (tipe arboreal) yang juga tidak berasal dari Salvador.
Varietas Cunningham yang telah banyak dikenal dibudidayakan di Indonesia
berasal dari Australia, hasil persilangan antara tipe varietas Salvador dengan
tipe varitas peru.
Lamtoro (Leucaena leucocephala) adalah tumbuhan yang biasa
ditemukan di pekarangan sebagi tanaman pagar atau tanaman peneduh dan
kadang tumbah liar, Leucaena leucocephala merupakan tumuhan berkayu
(lignaceus) atau merupakan tumbuhan yang memiliki batang pohon keras dan
berukuran tidak besar. Tingginya mencapai 2-10 m, ranting berbentuk bulat
silindris, dan ujungnya berambut rapat.Daunnya majemuk, menyirip genap
ganda. Anak daun ukurannya kecil-kecil, terdiri dari 5-20 pasang, berbentuk
bulat lanset, ujung runcing, tepi rata. Bunganya berbentuk bonggol yang
bertangkai panjang berwarna putih kekuningan dan terangkai dalam karangan
bunga majemuk.Bunganya yang berjambul warna putih sering disebut
cengkaruk. Buahnya mirip dengan buah petai, namun ukurannya jauh lebih
4
kecil dan berpenampang lebih tipis. Tumuhan latoro juga disebut sebagai jenis
tumbuhan serba guna dimana pohon dapat berfungsi sebagai kayu bakar,
makanan ternak, peneduh dan pupuk hijau yang mengandung unsur hara
yang dibutuhkan oleh tanaman (Anonim, 2011).
1. Taksonomi lamtoro(Leucaena leucocephala)
Klasifikasi secara umum dari tumbuhan Lamtoro (Leucaena leucocephala) :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Family
: Fabaceae
Genus
: Leucaena
Spesies
:Leucaena leucocephala
2. Morfologi dan Anatomi
a. Pohon atau perdu
Tinggi hingga 20m. Meski kebanyakan hanya sekitar 10m.
Percabangan rendah, banyak, dengan pepagan kecoklatan atau keabuabuan, berbintil-bintil dan berlentisel. Ranting-ranting bulat torak,
dengan ujung yang berambut rapat.
b. Daun
Majemuk menyirip rangkap, sirip 3-10 pasang, kebanyakan
dengan kelenjar pada poros daun tepat sebelum pangkal sirip
terbawah, daun penumpu kecil, segitiga. Anak daun tiap sirip 5-20
pasang, berhadapan, bentuk garis memanjang dengan ujung runcing
5
dan pangkal miring (tidak sama), permukaannya berambut halus dan
tepinya berjumbai.
c. Bunga
Majemuk berupa bongkol bertangkai panjang yang berkumpul
dalam malai berisi 2-6 bongkol, tiap-tiap bongkol tersusun dari 100-180
kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau kekuningan
berdiameter 12-21 mm, di atas tangkai sepanjang 2-5 cm. Bunga kecilkecil, berbilangan 5, tabung kelopak bentuk lonceng bergigi pendek, 3
mm; mahkota bentuk solet, mm, lepas-lepas. Benangsari 10 helai, 1
cm, lepas-lepas.
d. Buah polong
Bentuk pita lurus, pipih dan tipis, 14-26cm×1.5-2cm, dengan
sekat-sekat di antara biji, hijau dan akhirnya coklat kering jika masak,
memecah sendiri sepanjang kampuhnya. Berisi 15-30 biji yang terletak
melintang dalam polongan, bundar telur terbalik, coklat tua mengkilap610mm×3-4.5mm.
e. Kandungan Kimia Biji dari buah polongan lamtoro
Ini yang sudah tua untuk setiap 100 g memiliki nilai kandungan
kimia berupa (anonim, 2010) :
Tabel 1. Kandung biji lamtoro
Nama Zat
Jumlah
Kalori
148 kal
Fosfor
59 g
Hidrat Arang
26,2 g
Protein
10,6 g
Zat Besi
2,2 g
Lemak
0,5 g
Kalsium
155 mg
Vitamin C
20 mg
Vitamin B1
0,23 mg
Vitamin A
416 SI
6
B. Tinjauan Umum Kompos
Kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahanbahan organik seperti tanaman, hewan atau limbah organik lainnya. Kompos
yang digunakan sebagai pupuk disebut pula pupuk organik karena
penyusunannya terdiri dari bahan-bahan organik (Djuarnani dkk, 2009).
1. Bahan Pembuat Kompos
a. Berdasarkan komponen yang dikandungnya :
1) Bahan Organik Lunak
Bahan organik dikatakan lunak jika bahan tersebut sebagian
besar terdiri dari air. Bahan yang termasuk dalam kategori ini adalah
buah-buahan, sayuran, termasuk akar dan daun sayuran, limbah
kebun termasuk potongan rumput dan dedaunan, serta limbah dapur.
2) Bahan Organik Keras
Bahan organik keras memiliki kadar air relatif rendah
dibandingkan dengan jumlah total berat bahan tersebut.
Dalam
proses
secara
pengomposan
sempurna.
bahan
ini
akan
didekomposisi
Namun, proses tersebut tidak akan terjadi secara
sempurna tanpa tersedianya air yang banyak. Contoh bahan organik
keras adalah dedaunan segar, bunga, dan pemotongan pagar hidup.
3) Bahan Selulosa
Bahan selulosa merupakan bahan yang struktur selularnya
sebagian besar terdiri dari selulosa dan lignin dengan kadar air relatif
rendah. Bahan ini akan didekomposisi bakteri dengan sangat lambat,
bahkan tidak sama sekali.
7
Contoh bahan selulosa adalah sisipan kayu, jerami padi, daun
kering, kulit pohon, dan kertas.
4) Limbah Protein
Limbah protein merupakan limbah yang mengandung banyak
protein, seperti kotoran hewan, dan limbah makanan. Limbah yang
banyak mengandung protein ini merupakan bahan pembuat kompos
yang sangat bagus karena kandungan nutrisinya baik untuk
pertumbuhan tanaman.Namun proses dekomposisi dari protein ini
akan menghasilkan bau yang tidak sedap, bau ini sangat disukai oleh
kuman dan serangga sehingga jumlah mereka akan sangat banyak.
5) Limbah Manusia
Limbah manusia dan hewan yang dimaksud adalah kotoran.
Kotoran ini sangat disenangi mikroorganisme.
b. Berdasarkan asal bahannya :
1) Limbah Pertanian
a. Limbah dan residu tanaman, contohnya jerami padi, sekam
padi, gulma, batang, dan tongkol jagung, serta potongan pagar
tanaman.
b. Semua bagian vegetatif tanaman, contohnya batang pisang, sabut
kelapa, dedaunan.
c. Limbah dan residu ternak, contohnya kotoran, limbah cair, dan
limbah pakan.
d. Pupuk hijau, contohnya lamtoro, orok-orok, lupin, turi, dan rumput
gajah.
e. Tanaman air, contohnya azzola, eceng gondok, gulma air, dan
8
ganggang biru.
f. Penambat nitrogen, contohnya mikoriza, rhizobium, dan biogas.
2) Limbah Industri
a. Limbah padat, contohnya kayu, kertas, serbuk gergaji, ampas
tebu,limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan, dan
limbah pemotongan hewan.
b. Limbah cair, contohnya alkohol, limbah dari pengolahan kertas,
dan limbah pengolahan minyak kelapa.
3) Limbah rumah tangga
a. Sampah, contohnya tinja, urine, sampah rumah tangga, sampah
kota, dan limbah dapur.
b. Garbage diartikan sebagai limbah yang berasal dari tumbuhan
hasil pemeliharaan dan budidaya, dapur rumah tangga, pusat
perbelanjaan, pasar, dan restoran atau tempat yang menjual
makanan olahan.Garbage mengandung lebih banyak bahan
organik yang mudah busuk atau lembap, dan mengandung sedikit
cairan. Karena mengandung banyak bahan organik, limbah ini
dapat terdekomposisi secara cepat, terutama ketika cuaca hangat
limbah ini dapat mengeluarkan bau busuk. Garbage memiliki nilai
komersial di antaranya dimanfaatkan sebagai bahan dasar pakan
ternak dengan tetap mempertimbangkan keamanan dan kriteria
kesehatan.
c. Rubbish mengandung berbagai limbah padat yang mudah terbakar
yang berasal dari rumah, pusat perbelanjaan, dan kantor. Bahanbahan yang mudah terbakar tersebut di antaranya kertas, kain,
9
karton, kotak, kayu, dan papan (anonim, 2005).
2. Proses Pengomposan
Pengomposan merupakan proses dekomposisi terkendali secara
biologis terhadap limbah padat organik dalam kondisi aerobik (terdapat
oksigen) atau anaerobik (tanpa oksigen). Proses pengoposan dapat terjadi
dalam kondisi aerobik dan anaerobik. Pengoposan aerobik yang terjadi
dalam keadaan terdapat O2, sedangkan pengomposan anerobik tanpa O2.
Dalam proses aerobik akan dihasilkan CO2, air, dan panas. Sementara itu,
dalam pengomposan anaerobik akan dihasilkan metana (alkohol), CO2,
dan senyawa antara seperti asam organik.
Kondisi yang perlu dijaga
adalah kadar air, aerasi, dan suhu (Indriani, 2012).
Menurut Djuarnani, dkk (2009), proses pengomposan dapat
dilakukan secara aerobik dan anaerobik yang di dalamnya terjadi proses
kimiawi dan mikrobiologi sehingga dapat merubah bahan organik menjadi
kompos.
a. Pengomposan secara aerobik
Dekomposisi secara aerobik adalah modifikasi yang terjadi
secara biologis pada struktur kimia atau biologi bahan organik dengan
kehadiran oksigen.
Dalam proses ini banyak koloni bakteri yang
berperan dan ditandai dengan adanya perubahan temperatur. Pada
temperatur 35?C bakteri yang berperan adalah phsycrophile, antara
temperatur 35-55?C yang berperan adalah mesofilik dan pada
temperatur tinggi (di atas 85?C) yang banyak berperan adalah bakteri
termofilik (Djuarnani dkk, 2009).
Hasil dari proses pengomposan secara aerobik berupa bahan
10
kering dengan kelembapan 30-40% berwarna cokelat gelap, dan
remah. Proses pengomposan juga menghasilkan bahan beracun, tetapi
jumlahnya sedikit dan jarang menimbulkan akibat buruk pada
penggunaan kompos di lahan.
Selama hidupnya, mikroorganisme
mengambil air dan oksigen dari udara, makanannya diperoleh dari
bahan organik yang akan diubah menjadi produk metabolisme berupa
karbondioksida (CO2), air, humus, dan energi. Sebagian dari energi
yang dihasilkan digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan
dan reproduksi sisanya dibebaskan ke lingkungan sebagai panas
(Djuarnani dkk, 2009).
b. Pengomposan secara anaerobik
Dekomposisi secara anerobik merupakan modifikasi biologis
pada struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen
(hampa udara). Proses ini merupakan proses yang dingin dan tidak
terjadi
fluktuasi
temperatur
seperti
yang
terjadi
pada
proses
pengomposan secara aerobik. Namun, pada proses anaerobik perlu
tambahan panas dari luar 30?C (Djuarnani dkk, 2009).
Proses pengomposan secara anaerobik akan menghasilkan
metana (alkohol), CO2, dan senyawa lain seperti asam organik yang
memiliki berat molekul rendah (asam asetat, asam propionate, asam
butirat,
dan
asam
laktat)Proses
anaerobik
umumnya
dapat
menimbulkan bau yang tajam sehingga proses pengomposan lebih
banyak dilakukan secara aerobik (Djuarnani dkk, 2009).
Sisa
hasil
pengoposan
anaerobik
berupa
lumpur
yang
mengandung air sebanyak 60% dengan warna cokelat gelap sampai
11
hitam. Hasil ini biasanya terkontaminasi oleh tanaman phytotoxin yang
hadir sebagai asam, metana, dan hydrogen sulfide yang bersifat racun
sebelum digunakan sebagai penyubur tanah, hasil olahan anaerobik
harus berada dalam kondisi kering.Proses diakhiri dengan perlakuan
aerobic untuk mengurangi kandungan bahan beracun (Didiek dan
Yufnal, 2004.).
c. Proses kimiawi
Timbunan kompos berhubungan erat dengan faktor kimia yang
cukup
kompleks.
Banyak
perubahan
terjadi
selama
proses
pengomposan, bahkan sebelum mikroorganisme bekerja enzim dalam
sel tanaman telah mulai merombak protein menjadi asam amino.
Selanjutnya, mikroorganisme menangkap semua bahan yang terlarut
seperti gula, asam amino, dan nitrogen anorganik. Setelah itu, mulai
merombak pati, lemak, protein dan selulosa di dalam gula, serta
menyatukan unsur kecil menjadi struktur baru.
Dalam proses
selanjutnya, amonia akan diproduksi dari protein, mikroorganisme akan
menangkap ammonia yang terlepas. Nitrogen tanaman dikonversikan
menjadi nitrogen mikroba dan sebagian diubah menjadi nitrat. Nitrat
merupakan senyawa yang dapat diserap tanaman. (Djuarnani dkk,
2009).
Bahan lignin atau bahan penyusun kulit tumbuhan yang
terdekomposisi oleh mikroorganisme akan menjadi rusak dalam proses
pengomposan.
Mikroorganisme di dalam timbunan kompos akan
mengubah lignin dan komponen tanaman lain menjadi molekul besar
yang stabil menjadi humus. Keadaan ini menandakan molekul besar
12
dapat bersatu dengan partikel tanah dan memperbaiki strukturnya.
Humus akan mengalami perombakan secara perlahan oleh organisme
tanah, kemudian menjadi unsur hara yang bisa diserap oleh akar
tanaman (Djuarnani dkk, 2009).
d. Proses mikrobiologi
Selama
proses
pengomposan
secara
aerob,
populasi
mikroorganisme terus berubah. Pada fase mesofilik, jamur dan bakteri
pembuat asam mengubah bahan makanan yang tersedia menjadi asam
amino, gula, dan pati.
Aktivitas mikroorganisme ini menghasilkan
panas dan mengawali fase termofilik di dalam tumpukan bahan kompos
(Djuarnani dkk, 2009).
Bakteri termofilik mulai berperan merombak protein dan
karbohidrat nonselulosa seperti pati dan hemiselulosa.
Pada fase
termofilik, thermophilic actinomycetes mulai tumbuh dan jumlahnya
terus bertambah karena bakteri ini tahan terhadap panas. Sebagian
dari bakteri ini mampu merombak selulosa. Jamur termofilik mampu
hidup pada temperatur 40-60?C,tetapi akan mati pada temperature
diatas 60?C.jamur ini akan merombak hemiselulosa dan selulosa
(Djuarnani dkk, 2009).
Setelah
bahan
makanan
berkurang,
jumlah
aktivitas
mikroorganisme termofilik juga akan berkurang, temperatur di dalam
tumpukan bahan kompos menurun, dan organisme mesofilik yang
sebelumnya bersembunyi di bagian tumpukan yang agak dingin
memulai aktivitasnya kembali. Organisme mesofilik akan merombak
selulosa dan hemiselulosa yang tersisa dari proses sebelumnya.
13
Kemampuannya tidak sebaik aktivitas organisme termofilik (Djuarnani,
dkk, 2009).
Mikroorganisme merombak bahan tanaman menggunakan enzim.
Enzim merupakan molekul protein yang kompleks dan berfungsi
mempercepat reaksi kimia tanpa harus melibatkan diri dalam reaksi
tersebut. Pada proses pengomposan, mikroorganisme mengeluarkan
ratusan jenis enzim yang dapat merombak bahan yang ada
menjadi bahan makanan bagi mikroorganisme tersebut. Contohnya,
mikroorganisme
mengeluarkan
enzim
mengubah selulosa menjadi glukosa.
selulase
yang
dapat
Glukosa ini yang akan
dimanfaatkan oleh mikroorganisme dan menghasilkan karbondioksida
(Djuarnani dkk, 2009).
Kompos mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan antara
lain sebagai berikut :
1) Mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap, walaupun
jumlahnya sedikit.
2) Memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan.
3) Memperbesar daya ikat tanah berpasir hingga tanah tidak berderai.
4) Menambah daya ikat air pada tanah.
5) Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah.
6) Meningkatkan daya ikat tanah terhadap zat hara.
7) Membantu proses pelapukan bahan mineral.
8) Memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroba.
9) Menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan.
Proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung
14
dalam waktu yang cukup lama.
Pembuatan kompos memerlukan
waktu 2-3 bulan, bahkan ada yang 6-12 bulan, tergantung dari
bahannya.
Waktu yang dibutuhkan untuk membuat pupuk organik
cukup lama, sementara kebutuhkan pupuk terus meningkat. Dengan
demikian, para ahli melakukan berbagai upaya untuk mempercepat
proses pengomposan tersebut melalui berbagai penelitian. Beberapa
hasil penelitian menunjukan proses pengomposan dapat dipercepat
menjadi 2-3 minggu atau paling lama sekitar 1-1,5 bulan, tergantung
bahan dasarnya.
Ada beberapa aktivator untuk mempercepat
pengomposan yang beredar dipasar antara lain EM 4, Orgadec,
Stardec, dan lain-lain (Indriani, 2012).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengomposan
Menurut Indriani (2012), Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
proses pengomposan, yaitu nilai C/N bahan, ukuran bahan, campuran
bahan, mikroorgaisme yang bekerja, kelembapan dan aerasi, suhu, dan
keasaman (pH).
a. Rasio C/N bahan
Rasio C/N merupakan faktor paling penting dalam proses
pengomposan.
Hal ini disebabkan proses pengomposan tergantung
dari kegiatan mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai
sumber energi dan pembentuk sel, dan nitrogen untuk membentuk sel.
Besarnya nilai rasio C/N tergantung dari jenis sampah.Proses
pengomposan yang baik akan menghasilkan rasio C/N yang ideal
sebesar 20-40, tetapi paling baik baik adalah 30.
Jika rasio C/N tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan
15
berkurang. Selain itu, diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk
menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan
akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memiliki mutu
rendah. Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang 30), kelebihan nitrogen
(N) yang dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan
hilang melalui volatisasi sebagai ammonia. Bahan organik tidak dapat
langsung digunakan oleh tanaman karena perbandingan C/N dalam
bahan tersebut relatif tinggi atau tidak sama dengan C/N tanah. Nilai
C/N merupakan hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen.
Nilai C/N tanah sekitar10-12,apabila bahan organik mempunyai
kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah, bahan
tersebut dapat digunakan tanaman. Namun umumnya bahan organik
yang segar mempunyai C/N yang tinggi, seperti jerami padi (50-70).
Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N ratio bahan organik
hingga sama dengan C/N tanah (=20), semakin tingginya C/N bahan,
proses pengomposannya akan semakin lama kerena C/N harus
diturunkan (Indriani,2012).
Dalam proses pengomposan, terjadi perubahan untuk mengurangi
atau menghilangkan kadar karbohidrat dan meningkatkan senyawa N
yang larut (amonia). Dengan demikian, C/N semakin rendah dan relatif
stabil mendekati C/N tanah.
Berikut adalah perubahan yang terjadi
dalam pengomposan :Karbohidrat, selulosa, lemak, serta lilin menjadi
CO2 dan air, Zat putih telur menjadi anomia,CO2, dan air. Senyawa
organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman (Indriani, 2012).
16
b. Ukuran Bahan
Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses
pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan
bakteri. Untuk itu, bahan organik perlu dicacah hingga berukuran kecil.
Bahan yang keras sebaiknya dicacah hingga berukuran 0,5-1 cm,
sedangkan bahan yang tidak keras dicacah dengan ukuran yang agak
besar, sekitar 5 cm. Pencacahan bahan jangan terlalu kecil karena
bahan
yang
terlalu
hancur
(banyak
air)
kurang
baik
karena
kelembabannya menjadi tinggi(Manser, 2008).
c. Komposisi bahan
Pengomosan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan
cepat. Pengomosan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila
ditambah dengan kotoran hewan. Ada juga yang menambahkan bahan
makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme.
Dengan demikian, mikroorganisme juga akan mendapatkan bahan
makanan lain selain dari bahan organik(Indriani 2012).
d. Jumlah mikroorganisme
Dalam proses pengomposan yang akan berperan adalah bakteri,
fungi,
Actinomycetes,
dan
protozoa.
Selain
itu,
harus sering
ditambahkan pula mikroorganisme ke dalam bahan yang akan
dikomposkan.
Dengan
bertambahnya
jumlah
mikroorganisme
diharapkan proses pengomposan akan lebih cepat (Indriani 2012).
e. Kelembapan dan aerasi
Pada
umunya,
mikroorganisme
kelembapan sekitar 40-60%.
dapat
bekerja
dengan
Kondisi tersebut perlu dijaga agar
17
mikroorganisme dapat berkerja secara optomal. Kelembapan yang
lebih rendah atau lebih tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme
tidak berkembang atau mati. Adapun kebutuhan aerasi tergantung dari
proses berlangsungnya pengomposan tersebut, baik secara aerobik
maupun anaerobik.
Kadar air harus dibuat dan dipertahankan sekitar 60%. Kadar air
yang kurang dari 60% menyebabkan bakteri tidak berfungsi, sedangkan
bila lebih dari 60% akan menyebabkan kondisi anaerob. Kadar air
dapat diukur dengan cara mudah, yaitu dengan meremas bahan.
Kadar air 60% dicirikan dengan bahan yang terasa basah bila diremas,
tetapi air tidak menetes.
Pada dekomposisi aerob, oksigen harus cukup tersedia di dalam
tumpukan.
Apabila kekurangan oksigen, proses dekomposisi tidak
dapat berjalan.
Agar tidak kekurangan oksigen, tumpukan kompos
harus dibalik minimal seminggu sekali. Selain itu, dapat juga dilakukan
dengan caraforce aeration, yaitu menghembuskan udara memakai
kompresor. Bisa juga dengan efek cerobong, yaitu memasukkan udara
melalui cerobong. Namun, pemberian aerasi yang terbaik adalah
pembalikan bahan. Perlakuan ini sekaligus untuk homogenisasi bahan
(Indriani2012).
f. Suhu
Suhu optimal untuk pengomposan sekitar 30-50 0 C. Suhu yang
terlalu tinggi akan mengakibatkan kematian mikroorganisme. Bila suhu
relatif rendah, mikroorganisme belum dapat berkerja. Aktivitas
mikroorganisme
dalam
proses
pengomposan
tersebut
juga
18
menghasilkan panas sehingga untuk menjaga suhu tetap optimal sering
dilakukan pembalikan. Namun, ada mikroba yang berkerja pada suhu
relatif tinggi, yaitu 800 C, seperti Trichoderma pseudokoningli dan
Cytophaga sp. Mikroba ini digunakan sebagai aktivator dalam proses
pengomposan skala besar, seperti pengomposan tandan kosong
kelapa sawit. Selama proses dekomposisi, suhu dijaga sekitar 600 C
selama tiga minggu. Pada suhu tersebut, selain bakteri bekerja optimal
akan terjadi penurunan C/N ratio dan pemberantasan bakteri patogen
maupun biji gulma (Indriani 2012).
g. Keasaman (pH)
Kisaran pH kompos yang paling optimal adalah 6,0-8,0. Derajat
keasaman bahan pada permulaan pengomposan umumnya asam
sampai dengan netral (pH 6,0-7,0). Derajat keasaman pada awal
proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah
mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan
organik
menjadi
asam
organik.
Pada
proses
selanjutnya,
mikroorganisme dari jenis yang lain akan mengonversi asam organik
yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang
tinggi dan mendekati netral.
Seperti faktor lainnya, derajat keasaman perlu dikontrol selama
proses pengomposan berlangsung.Jika derajat keasaman terlalu tinggi
atau terlalu rendah, konsumsi oksigen akan naik dan akan memberikan
hasil yang buruk bagi lingkungan. Derajat keasaman yang terlalu tinggi
juga akan menyebabkan unsur nitrogen dalam bahan kompos berubah
menjadi ammonia. Sebaliknya, dalam keadaan asam rendah akan
19
menyebabkan sebagian mikroorganisme mati. Derajat keasaman yang
terlalu tinggi dapat diturunkan dengan menambahkan kotoran hewan,
urea, atau pupuk nitrogen. Jika derajat keasaman terlalu rendah bisa
ditingkatkan dengan menambahkan kapur dan abu dapur ke dalam
bahan kompos (Manser, 2008).
4. Karakteristik dan Kualitas Kompos
Menurut Djuarnani dkk (2009), Karakteristik dan kualitas kompos
yang baik sangat perlu diketahui. Apalagi sekarang banyak beredar di
pasaran kompos palsu yang dibuat dari serbuk gergaji, sisa pembakaran
kayu, atau lumpur selokan. Untuk menjamin kualitas kompos sebaiknya
dibuat standar mutu kompos.
Pembuatan standar mutu pupuk organik
tidak hanya untuk menjamin kepentingan konsumen, tetapi bisa
mendorong pembukaan pasar kompos lebih luas. Kualitas kompos sangat
ditentukan oleh tingkat kematangan kompos di samping kandungan logam
beratnya. Bahan organik yang tidak terdekomposisi secara sempurna akan
menimbulkan efek yang merugikan pertumbuhan tanaman. Penambahan
kompos yang belum matang ke dalam tanah dapat menyebabkan
terjadinya persaingan bahan nutrient antara tanaman dan mikroorganisme
tanah. Keadaan ini dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
Secara umum kompos yang sudah matang dapat dicirikan dengan
sifat sebagai berikut.
a. Berwarna coklat tua hingga hitam dan remah.
b. Tidak larut dalam air, meskipun sebagian dari kompos bisa berbentuk
suspensi.
20
c. Sangat larut dalam pelarut alkali, natrium pirifosfat, atau larutan
anonium oksalat dengan menghasilkan ekstrak berwarna gelap dan
dapat difraksinasi lebih lanjut menjadi zat humic, fulvic, dan humin.
d. Rasio C/N sebesar 20-40, tergantung dari bahan baku dan derajat
humifikasi.
e. Memiliki kapasitas pemindahan kation dan absorpsi terhadap air yang
tinggi.
f. Jika
digunakan
pada
tanah,
kompos
dapat
memberikan
efek
menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Nilai pupuknya
ditentukan oleh kandungan nitrogen, fosfor, kalium, kalsiium, dan
magnesium.
g. Memiliki temperatur yang hampir sama dengan temperatur udara.
h. Tidak berbau dan mengandung asam lemak yang menguap.
5. Unsur Hara Kompos
Kompos merupakan pupuk organik yang mengandung unsur hara
lengkap tetapi dalam jumlah sedikit. Berdasarkan jumlah kebutuhannya
bagi tanaman unsur hara dikelompokkan menjadi dua, yaitu unsur hara
makro dan mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan
tanaman dalam jumlah besar, sedangkan unsur hara mikro adalah unsur
hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah kecil.
Unsur hara makro
meliputi : N, P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro meliputi : Fe, Mn, B,
Mo, Cu, Zn, dan Cl (Suwahyono, 2011).
Beberapa unsur hara yang dibutuhkan tanaman :
a. Karbon (C) : bagian terbesar yang dibuat tanaman. Karbon merupakan
tulang punggung biomolekul sebagian besar tanaman, termasuk zat pati
21
dan selulosa. Zat karbon adalah hasil fotosintesa CO2 dari udara dan
salah satu bagian karbohidrat yang dikenal dengan zat pati. Zat ini akan
disimpan sebagai sumber energi.
b. Hidrogen (H) : unsur yang diperlukan untuk membuat senyawa gula.
c. Fosfor (P) : unsur yang sangat penting dalam bioenergetika tanaman.
Fosfor diperlukan untuk mengonversi energi matahari menjadi energi
kimia Adenosin Tri Phosphat (ATP) selama proses fotosintesa. Fosfor
juga diperlukan untuk memodifikasi aktivitas enzim dalam proses
forforilasi dan dapat digunakan untuk memberikan pertanda pada sel.
Selama ATP digunakan untuk biosintesa dalam sel tanaman, fosfor
penting untuk pertumbuhan tanaman terutama pada saat pembentukan
bunga/buah.
d. Kalium (K) : Unsur yang berfungsi untuk mengatur buka/tutup mulut
daun (stoma) dengan mekanisme pompa ion kalium. Mulut daun ini
fungsinya penting untuk regulasi air. Kalium mengurangi hilangnya air
melalui daun dan menaikkan toleransi drought.
Kekurangan kalium
dapat menyebabkan nekrosis, yaitu kehilangan klorofil pada jaringan di
antara tulang daun.
e. Nitrogen (N) : selain salah satu komponen esensial dari protein, juga
merupakan salah satu bagian dari Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) dan
sangat
penting
Kekurangan
untuk
nitrogen
pertumbuhan
umumnya
dan
dapat
reproduksi
tanaman.
menyebabkan
tanaman
kerdil/mati.
f. Sulfur (S) : unsur sulfur merupakan yang penting dari asam amino dan
protein untuk pertumbuhan tanaman.
22
g. Magnesium (Mg) : salah satu unsur yang penting dalam pembentukan
zat warna daun (klorofil). Magnesium juga merupakan zat warna yang
berperan penting dalam proses fotosintesis. Proses ini penting pada
pembentukan ATP, termasuk peranan dari enzim kofaktor. Kekurangan
magnesium ditandai oleh hilangnya zat warna daun di antara tulang
daun.
h. Besi (Fe) : unsur besi diperlukan untuk fotosintesis dan berperan
sebagai pendukung reaksi ensimatis. Seperti halnya pada magnesium,
kekurangan zat besi dapat menyebabkan klorosis dan kematian
jaringan.
i. Molybdenum (Mo) : unsur ini berperan sebagai kofaktor enzim pada
pembentukan asam amino.
j. Boron (Bo) : unsur boron berfungsi pada saat transportai zat gula,
pembelahan sel, dan sintesa beberapa jenis enzim. Kekurangan unusur
boron dapat menyebabkan daun-daun muda mengalami nekrosis dan
kerdil.
k. Tembaga (Cu) : unsur tembaga penting untuk fotosintesa. Gejala
kekurangan tembaga akan mengakibatkan klorosis pada daun.
l. Mangan (Mn) : unsur mangan penting untuk membentuk butir-butir zat
warna daun. Kekurangan mangan ditandai dengan abnormalitas warna
daun, seperti terjadi bercak-bercak pada permukaan daun.
m. Seng (Zn) : diperlukan oleh sejumlah besar enzim dan berperan utama
pada proses transkripsi DNA.
23
C. Tinjauan Bioaktivator Effective Mikroorganisms 4 (EM 4)
Pupuk organik yang baik juga mengandung mikroba penambat nitrogen
yang akan mengikat unsur nitrogen yang akan mengikat unsur nitrogen
langsung dari udara agar mudah diserap oleh akar tanaman dan mikroba
yang bersifat antagonis pada penyakit akar.
Disinilah peran bioaktivator
dekomposisi diperlukan EM 4 adalah bioaktivator yang digunakan di dalam
proses pembuatan pupuk kompos.
Bahan ini dapat ditemukan di toko
pertanian atau toko tanaman. EM 4 merupakan bahan yang mengandung
beberapa
mikroorganisme
yang
sangat
bermanfaat
dalam
proses
pengomposan (Djuarnani dkk, 2009).
Larutan EM 4 ditemukan pertama kali Prof. Dr. Teuro Higa dari
Universitas Ryukyus, Jepang.
Larutan EM 4 ini berisi mikroorganisme
fermentasi. Jumlah mikroorganisme fermentasi EM 4 sangat banyak, sekitar
80 genus. Dari sekian banyak mikroorganisme, ada lima golongan utama
yang terkandung di dalam EM 4, yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp.,
Streptomyces
sp.,
ragi
(yeast),
Actinomycetes.
Selain
mempercepat
pengomposan, EM 4 dapat diberikan secara langsung untuk menambah unsur
hara tanah dengan cara disiramakan ke tanah, tanaman, atau disemprotkan
ke daun tanaman (Indriani 2012).
Biasanya, untuk mempercepat proses pengomposan harus dilakukan
dalam kondisi aerob karena tidak menimbulkan bau.Namun, proses
mempercepat pengomposan dengan bantuan EM 4 berlangsung secara
anaerob(sebenarnya semi anaerob karena masih ada sedikit udara dan
cahaya). Dengan metode ini, bau yang dihasilkan ternyata dapat hilang bila
proses belangsung dengan baik (Indirani 2012).
24
Menurut Djuarnani dkk (2009), cara kerja EM 4 telah dibuktikan secara
ilmiah dan menyatakan EM 4 dapat berperan sebagai berikut : menekan
pertumbuhan patogen tanah, mempercepat fermentasi limbah dan sampah
organik, meningkatkan ketersediaan unsur hara dan senyawa organik pada
tanaman,
meningkatkan
aktivitas
mikroorganisme
indogenus
yang
menguntungkan seperti Mycorrhiza sp, Rhizobium sp, dan bakteri pelarut
fosfat, meningkatkan nitrogen, dan mengurangi kebutuhan pupuk dan
pestisida kimia.
EM4 dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen yang selalu
menjadi masalah pada budidaya monokultur dan budidaya sejenis secara
terus-menerus.
EM
4
merupakan
larutan
yang
berisi
beberapa
mikroorganisme yang sangat bermanfaat untuk menghilangkan bau pada
limbah dan mempercepat pengolahan limbah menjadi kompos.
Tabel 2. Komposisi EM 4
Lactobactillus
8.7 × 105
Bakteri Pelarut Fostat
7,5 × 106
Yeast/Ragi
8.5 × 106
Actinomycetes
+
Bakteri Fotosintetik
+
Calsium (Ca)
1.675 ppm
Magnesium (Mg)
597 ppm
Besi (Fe)
5.54 ppm
Alumunium (Al)
0.1 ppm
Zinc (Zn)
1.90 ppm
Cooper (Cu)
0.01 ppm
Mangan (Mn)
3.29 ppm
Sodium (Na)
363 ppm
Boron (B)
20 ppm
Nitrogen (N)
0.07 ppm
Nickel (Ni)
0.92 ppm
Kalium (K)
7.675 ppm
Phosphor (P)
3.22 ppm
Chlorida (Cl)
414.35 ppm
C Organik (C)
27.05 ppm
Ph
3.9
Sumber : Lab. MIPA IPB Bogor (2011) dalam (Anonim, 2011).
25
D. Tinjauan Umum Pupuk Kandang
Kotoran hewan bisa dijadikan pupuk yang bagus untuk digunakan dalam
bercocok tanam, tidak terkecuali kotoran ayam. Kotoran ayam dianggap
panas dan harus dikomposkan sebelum ditambahkan ke tanah kebun
(Anonim,2010).
Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk dapat menyediakan
unsur hara dalam jumlah yang cukup dan berimbang untuk pertumbuhan dan
hasil tanaman. Kesuburan tanah ditentukan oleh ketersediaan unsur hara
yang cukup dan berimbang, kondisi tata air tanah yang optimal, kondisi tata
udara tanah yang optimal dan kondisi mikrobia tanah yang baik. Kesuburan
tanah dibedakan menjadi dua yaitu kesuburan tanah aktual, yaitu kesuburan
tanah hakiki (aseli/alamiah) dan kesuburan tanah potensial, yaitu kesuburan
tanah maksimum yang dapat diperoleh dengan intervensi teknologi yang
mengoptimumkan semua faktor, misalnya dengan memasang instalasi
pengairan dilahan yang tidak tersedia air secara terus menerus atau yang
lainnya (Anonim,2010).
a. Manfaat Kotoran Ayam
1. Komponen kotoran ayam terdiri dari tingkatan tinggi, sedang dan rendah
yaitu nitrogen, kalium, posfor
2. Kotoran ayam memiliki bau yang tidak menyengat jika dicampur dengan
bahan kompos lain, kotoran ayam menjaga kelembaban disekitar akar
dan menjagalapisan tanah atas menjadi lebih stabil.
3. Memperbaiki struktur tanah. Dapat terjadi karena organisme tanah saat
penguraian media tumbuh kotoran ayam bersifat sebagai perekat dan
dapat mengikat butir–butir tanah menjadi butiran yang lebih besar
26
4. Menaikan daya serap tanah terhadap air
5. Sebagai sumber zat makanan bagi tanaman(Anonim, 2010).
b. Peranan Pupuk Kotoran Ayam
1. Bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepaskan hara
tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S, serta hara mikro) dalam
jumlah tidak tentu dan relatif kecil.
2. Dapat memperbaiki struktur tanah, menyebabkan tanah menjadi ringan
untuk diolah dan mudah ditembus akar.
3. Tanah lebih mudah diolah untuk tanah-tanah berat.
4. Meningkatkan daya menahan air (water holding capacity). Sehingga
kamampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih banyak.
Kelengasan air tanah lebih terjaga.
5. Permeabilitas tanah menjadi lebih baik. Menurunkan permeabilitas pada
tanah bertekstur kasar (pasiran), sebaliknya meningkatkan permeabilitas
pada tanah bertekstur sangat lembut (lempungan).
6. Meningkatkan
KPK
(Kapasitas
Pertukaran
Kation)
sehingga
kemampuan mengikat kation menjadi lebih tinggi, akibatnya apabila
dipupuk dengan dosis tinggi hara tanaman tidak mudah tercuci.
7. Memperbaiki kehidupan biologi tanah (baik hewan tingkat tinggi maupun
tingkat rendah) menjadi lebih baik karena ketersediaan makan lebih
terjamin.
8. Dapat meningkatkan daya sangga (buffering capasity) terhadap
goncangan perubahan drastis sifat tanah.
9. Mengandung mikrobia dalam jumlah cukup yang berperanan dalam
proses dekomposisi bahan organik (Anonim, 2010).
27
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di areal Laboratorium Agronomi dan analisis
di Lab tanah Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Waktu yang digunakan
dalam penelitian ini adalah selama 2 bulan terhitung sejak bulan Januari
sampai dengan bulan febuari 2015, meliputi persiapan, pengambilan data dan
pembuatan laporan.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah : parang, timbangan
analitik, gelas ukur, gelas beker, alat tulis, baskom, sprayer, karung.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini Daun lamtoro, pupuk
kandang ayam, EM-4, air dan gula.
C. Prosedur penelitian
1. Persiapan Bahan
Menyiapkan
bahan
limbah
dari
daun
lamtoro
selanjutnya
menyediakan bahan seperti air, pupuk kandang ayam, gula dan EM-4.
Banyak bahan campuran pembuatan kompos limbah daun lamtoro adalah :
5 kg daun lamtoro, 2 kg pupuk kandang ayam, gula 2,1 gr, 21 cc EM-4,
dan 2,1 L air.
2. Pencampuran Bahan
Daun lamtoro yang sudah disiap kemudian dilakukan pencampuran
bahan sudah cukup merata maka bahan dimasukan kedalam karung.
3. Pembalikan
Pembalikan kompos dilakukan setiap 2 hari sekali. Hal ini bertujuan
untuk menjaga kelembaban pada saat pembalikan.
28
D. Pengamatan dan Pengambilan Data
Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setiap hari pada sore hari
dengan melihat warna, bau, ph, dan suhu sampai kompos matang.
Selanjutnya bila kompos telah menjadi matang dilakukan analisis kandungan
unsur hara makro N,P,K, Mg, dan C/N Rasio.
Hasil analisis kimia unsur hara dari pupuk kompos akan dibandingkan
dengan standar pembuatan pupuk kompos dari Departemen pertanian
No.70/Permetan/SR.140/10/2011.
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Lama pengomposan
Untuk mendapatkan kompos matang diperlukan waktu selama 15
hari, kompos yang matang ditandai dengan perubahan warna dan hari
pertama berwarna hijau, kemudian menjadi hijau kecoklatan , dan akhirnya
menjadi kehitaman pada hari 7 hingga terakhir pengomposan (hari ke 15)
Perubahan bau pada pengomposan dimulai dari tercium bau busuk
pada hari pertama hingga hari ke 10. Pada hari ke 11 kompos sudah tidak
berbau lagi dan berbau seperti tanah.
Suhu akhir dari pengomposan adalah 27°c lebih rendah dari suhu
awal pengomposan yaitu 31°c. Suhu tertinggi pada pengomposan adalah
33°c pada hari ketiga. Untuk kembali menstabilkan suhu pengomposan
maka dilakukan pengadukan kompos 2 hari sekali .
Ph awal pengomposan sebesar 6.6 kemudian pada hari ketiga Ph
turun jadi 6.4 dan pada hari ke enam Ph turun mejadi 6.2 dan mengalami
penurunan kembali hingga hari kesepuluh, memasuki sepuluh hari kedua
Ph mengalami peningkatan hingga hari ke limabelas yaitu senilai 6.4.
Data Suhu dan Ph pengomposan dapat dilihat pada gambar 1 dan
gambar 2.
30
pH pengomposan daun lamtoro
6,7
6,6
6,5
6,4
6,3
6,2
6,1
6
5,9
5,8
5,7
pH
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15
Gambar 1. Perubahan pH pada Pengomposan
Suhu Pengomposan Daun Lamtoro
35
30
25
20
15
suhu
10
5
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15
Gambar 2. Perubahan Puhu pada Pengomposan
2. Unsur hara kompos
Berdasarkan hasil analisis kimia kompos di Laboratorium Tanah ,
kompos yang dihasilkan memiliki kandungan yang masih rendah dari
kandungan standar mutu pupuk organik. Hasil analisa kimia kompos daun
lamtoro meliputi N 2.3240, P 0.4760, K 0.1723, Mg 0.1067, dan C/N Rasio
1.9.
31
Tabel 3. Hasil Analisa Unsur hara Kompos
No
Parameter
Hasil penelitian
1
N
2.3240
2
P
0.4760
3
K
0.1723
4
Mg
0.1067
5
C/N Rasio
1.9
Standar
>4
>4
>4
15 – 25
B. Pembahasan
1. Lama pengomposan
Untuk mendapatkan kompos matang dengan ciri – ciri kehitaman dan
sudah tidak berbau lagi diperlukan waktu 15 hari. Menurut Sutanto (2002)
kompos yang telah selesai mengalami dekomposisi antara lain mempunyai
karakteristik berwarna coklat tua sampai kehitaman.
Menurut Djuarnani dkk (2009) kompos yang sudah matang antara
lain dicirikan dengan sifat berwarna coklat tua hingga hitam dan tidak
berbau.
Proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung dalam
waktu yang cukup lama. Pembuatan kompos tersebut memerlukan waktu
2-3 bulan, proses pengomposan dapat dipercepat menjadi 2-3 minggu
tergantung pada bahan dasarnya (Indriana, 2012).
a. Bau
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah pada awal
pengomposan tercium bau tidak sedap. Hal ini diduga terhambatnya
aerasi sehingga terjadi proses anaerob yang menghasilkan bau tidak
sedap. Proses anaerob akan menghasilkan senyawa-senyawa yang
berbau tidak sedap seperti asam-asam organik, amonia, dan H2S
(Isroi,2008). Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan
pada tumpukan kompos.
32
b. Warna
Warna kompos yang sudah matang adalah kehitaman. Perubahan
warna dari coklat tua pada awal pengomposan hingga kehitaman pada
akhir pengomposan disebabkan oleh terdekomposisinya bahan organik
oleh aktivitas bermacam-macam mikroorganisme. Proses dekomposisi
aerob ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna menjadi
kehitaman (Susanto,2002).
c. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal
pengomposan. Suhu meningkat pada awal pengomposan (= 30°C) dan
akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Menurut Isroi (2003) hal ini
menunjukkan terjadinya dekomposisi/penguraian bahan organik yang
sangat aktif. Mikroba-mikroba didalam kompos dengan menggunakan
oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap dan panas.
Setelah sebagian besar bahan tela terurai, amak suhu akan berangsurangsur mengalami penurunan. Pada saat itu terjadi pematangan
kompos, yaitu pembentukan komplek liat humus.
d. Ph
Menurut Djuarnani dkk (2009), peningkatan nilai Ph. Organik
disebabkan karna adanya aktivitas mikroorganisme dalam decomposer
yang memberikan masukan ion OH dari hasil proses deorganiksi bahan
organik. Hasil proses deorganikisi bahan organik oleh mikroorganisme
menghasilkan ion OH sehingga menunjukan peningkatan kebasaan
yang selanjutnya meningkatkan nilai Ph organik tersebut. Pengomposan
yang berjalan berhari-hari akan mempengaruhi perubahan Ph pada
33
bahan pupuk organik .
Ph awal pupuk organik dimulai agak asam
karena terbentuknya asam-asam organik sedarhana, kemudian Ph
meningkatkan pada inkubusi lebih lanjut akibat terurainya protein dan
terjadinya pelepasan amoniak.
2. Unsur Hara Kompos
a. Unsur N (Nitrogen)
Kompos ini memiliki nilai nitrogen sebesar 2,3240% kadar nitrogen
tersebut belum sesuai dengan standarisasi pupuk organik berdasarkan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011.
Unsur N merupakan unsur hara di dalam tanah yang sangat
berperan bagi pertumbuhan tanaman. Perilaku nitrogen di dalam tanah
sulit diperkirakan karena karena transformasinya sangat kompleks lebih
dari 98% N di dalam tanah tidak tersedia untuk tanaman karena
terakumulasi dalam bahan organic atau terjerat dalam mineral liat . Oleh
karena itu, bahan organic yang sudah transformasi menjadi pupuk dapat
membantu menyediakan N bagi tanaman. Suplai undur N melalui
pemupukan lebih diutamakan untuk tanaman karena N merupakan
unsur yang paling banyak hilang dari lahan setelah dipanen
(Hadisuwanto dan Sukamto, 2007).
b. Unsur P (fospor)
Kompos ini memiliki nilai fospor sebesar 0.4760%, kadar fosfor
tersebut belum sesuai dengan standarisasi pupuk organik berdasarkan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011.
Rendahnya kadar fosfor diduga karena kadar P yang ada pada aktivator
digunakan sebagai makanan oleh mikroorganisme yang ada selama
34
proses pengomposan berlangsung hingga kompos matang Kilbaskara
(2010).
Di dalam tanah pengolongan fospor dibedakan menjadi P organik
dan
P
anorganik.
Keseterdiaan
P
organik
umumnya
sedikit
dibandingkan dengan P anorganik. Fospor organik berasal dari bahanbahan organik seperti daun yang telah mengalami deorganikisi dan
melepaskan ion P sehinga akan masuk kedalam tanah. Contoh P
organik antara lain fosfolipida, asam susinat, fitin, dan inositol fospat.
Sedangkan P anorganik dalam tanah berkaitan dengan senyawasenyawa yang sulit larut dalam air seperti Al, Mn, Fe, Ca. bahan bahan
organik merupakan salah satu faktor penentu ketersediaan hara P
melalui pelapukan yang hasilnya mudah diserap oleh tanaman.
Pelapukan
tersebut
melibatkan
mikroorganisme
seperti
bakteri
(Djuarnani, dkk 2009).
c. Unsur K (Kalium)
Kadar unsur kalium penelitian ini adalah 0.1723, kadar tersebut
belum sesuai dengan standarisasi pupuk organik berdasarkan Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR/.140/10/2011 dengan nilai
standarisasi minimal 4%. Menurut Kilbaskara (2010) rendahnya kadar
K disebabkan oleh penguapan pada proses pengomposan. Unsur
Kyang
hilang
melalui
penguapan
terjadi
bersamaan
dengan
dilepaskannya panas pada saat fermentasi berlangsung (proses
pengomposan), semakin besar panas yang terbentuk maka semakin
besar pula kalium yang hilang.
35
Secara alami, asupan kalium oleh tanaman dapat diperoleh dari
tanah, residu seresah bahan organik dan air irigrasi.
Namun, pada
umumnya asupan dari alam tidak selalu tercukupi untuk pertumbuhan
dan hasil yang optimal Suwahyono (2011). Dengan demikian tidak
diperlukan asupan tambahan
dari
luar
untuk
tanaman karena
mengandung unsurekalium yang rendah.
d. Unsur Mg (Magnesium)
Kompos ini memiliki magnesium sebesar 0.1067% kadar tersebut
belum sesuai dengan standarisasi pupuk organik berdasarkan Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR/.140/10/2011.
Magnesium berfungsi membantu proses pembentukan hijau daun
akibat klorofil. Selain itu juga berfungsi membantu proses transportasi
fosfat dalam tanaman. Kekurangan nagnesium dapat menyebabkan
pucuk bagian di antara jari-jari daun tampak tidak berwarna. Kondisi ini
akan tampak pertama kali dibagian atas. Sementara itu, daun akan
berbentuk tipis tampak mongering dan melengkung keatas (Hadisuwito
dan Sukanto, 2007).
e. Unsur C/N Rasio
Kompos ini memiliki nilai rasio C/N sebesar 1.9 nilai tersebut
sudah sesuai dengan standarisasi pupuk organik berdasarkan Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011 yang mana
memiliki standar sebesar 15-25. Suwastika (2005), kadar rasio C/N
rendah menujukan bahwa bahan organik pada kompos yang sudah
terdekomposisi. Karena menyusutnya bahan kompos dan menjadi
matang yang ditandai dengan remahnya kompos, warna yang seperti
36
tanah, tidak berbau dan setidaknya kadar air pada kompos. Hal ini
diduga bahwa proses pengomposan sangat dipengaruhi oleh kadar
unsur C dan N yang tersedia dalam bahan kompos.
Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan
organik hingga sama dengan C/N tanah (<20). Semakin tinggi rasio C/N
bahan organik maka proses pengomposan atau perombakan bahan
semakin lama. Waktu yang dibutuhkan bervariasi dari satu bulan hingga
beberapa tahun tergantung bahan dasar. Bahan organik tidak dapat
digunakan secara langsung oleh tanaman karena perbandingan C/N
dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan C/N tanah. Rasio C/N tanah
berkisar antara 10-12. Apabila bahan organikmempunyai rasio C/N
mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan tersebut
dapat digunakan tanaman (Djuarnani,dkk 2009).
37
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hasil analisis laboratorium terhadap pupuk kompos menunjukan bahwa
kandungan N total adalah 2.3240%, kandungan P total adalah 0.7460%,
kandungan K total adalah 0.1723%, kandungan Mg total adalah 0.1069%
dan kandungan C/N Rasio 1.9.
2. Berdasarkan SNI pupuk organik menurut Peraturan Menteri Pertanian
No.70/Permentan/SR.140/10/2011 kandungan unsure hara nitrogen (N),
fospor (P), kalium (K), belum memenuhi standar
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan kandungan
unsur hara, karena masih belum memenuhi standar pupuk organik
berdasarkan peraturan menteri Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011.
38
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005.Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk
.Balai Penelitian dan Pengembang Pertanian Departemen Pertanian. Balai
Penelitian Tanah. Bogor.
Anonim. 2010. manfaat-kotoran-ayam-sebagai pupuk. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Anonim,2010.perikehidupan lamtoro leucaena. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Anonim,2011. Manfaat pohon pelindung.http://eprints.ung.ac.id/5005/5/2012-148401-821308029-bab2-09082012030359.pdf.
Anonim. 2011.Petunjuk PenggunaanEM 4. Bogor : Laboratorium Fakultas MIPA
IPB Bogor.
Didiek danYufnal. 2004. Membuat Pupuk Kompos Cair. PT. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Djuarnani N, Kristian, & SS Setiawan. 2009 . Cara Cepat Membuat Kompos.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Hadisuwito dan Sukamto. 2007. Membuat Pupuk kompos cair. PT. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Indriani YH. 2012. Membuat Kompos Secara Kilat.PenebarSwadaya. Jakarta .
Isroi. 2003. Pengomposan Limbah Padat Organik. http://[email protected].
Diakses pada tanggal 21 September 2012
.
Kilbaskara, T 2010. Pengaruh perbandingan Pupuk Kandang Ayam dan
Kambing Serta Penambahan EM4 pada Pembuatan Bokashi Terhadap
Kandungan Unsur N,P dan K Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman.
Samarinda
Musnamar EI. 2003. Pupuk Organik : Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Manser. 2008. Cara Membuat Kompos. http: // petani desa .wordpress.com.
Diakses pada tanggal 15 Januari 2015.
Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.
Suwahyono.U.2011.Petunjuk Praktis Penggunaan Pupuk Organik secara Efektif
dan Efisien.Penebar Swadaya. Jakarta.
39
Suwastika, A. A.N.G. 2005. Pengaruh Bahan Tambahan Terhadap Kualitas dari
Limbah Organik. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
Denpasar
40
LAMPIRAN
.
41
Lampiran 1. Dokumentasi Pembuatan Kompos Daun Lamtoro ( Leucena
Leucocephala) Menggunakan Aktivator EM-4.
Gambar 3. Alat dan bahan pembuatan kompos
Gambar 4. Pencampuran EM-4
42
Gambar 5. Pencampuran daun lamtoro dan kotoran ayam
Gambar 6. Pengadukan bahan kompos
43
Gambar 7. Pembuatan awal kompos
Gambar 8. Setelah beberapa hari pengomposan
44
Gambar 9. Kompos yang sudah matang
Download
Study collections