PEMBUATAN KOMPOS DAUN LAMTORO (Leucena leucocephala) MENGGUNAKAN AKTIVATOR EM-4 Oleh : AGUS DARMAWAN NIM. 120 500 042 PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARI NDA 2015 PEMBUATAN KOMPOS DAUN LAMTORO (Leucena leucocephala) MENGGUNAKAN AKTIVATOR EM-4 Oleh : AGUS DARMAWAN NIM. 120 500 042 PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015 PEMBUATAN KOMPOS DAUN LAMTORO (Leucena leucocephala) MENGGUNAKAN AKTIVATOR EM-4 Oleh : AGUS DARMAWAN NIM. 120 500 042 Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015 i HALAMAN PENGESAHAN Judul : Pembuatan Kompos Daun Lamtoro (Leucena leococoephala) Menggunakan Aktivator EM-4 Nama : Agus Darmawan Nim : 120 500 042 Program Studi : Budidaya Tanaman Perkebunan Jurusan : Manajemen Pertanian Pembimbing Penguji I Penguji II F. Silvi Dwi Mentari, S. Hut,MP NIP. 197707232003122002 Ir. Budi Winarni, M.Si NIP.196109141990012001 Riama Rita Manulang, SP,MP NIP.197011162000032001 Menyetujui, Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Nur Hidayat, SP, M.Sc NIP. 19721025 20011 2 1001 Ir. M. Masrudy, MP NIP. 19600805 198803 1 003 Lulus ujian pada tanggal :……………… ABSTRAK AGUS DARMAWAN. leucocephala) Pembuatan Kompos Daun Lamtoro (Leucena Menggunakan Aktivator EM-4 (dibawah bimbingan SILVI DWI MENTARI.) Penelitian ini dilatar belakangi oleh daun lamtoro yang selama ini kurang dimanfaatkan oleh masyarakat dan daun ini hanya dijadikan pakan ternak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan yang terdapat dalam kompos yang terbuat dari daun Lamtoro (Leucena leucocephala) dan campuran pupuk kandang dengan aktivator EM-4. Penelitian ini dilaksanakan di areal Laboratorium Agronomi dan analisis di Lab tanah Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah selama 2 bulan terhitung sejak bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2015, meliputi persiapan, pembuatan kompos, pengambilan data dan pembuatan laporan. Metode penelitian pengamatan dan pengambilan data yang dilakukan setiap hari dengan melihat warna, bau, Ph, dan suhu sampai kompos matang. Untuk selanjutnya dilakukan analisis kandungan unsur hara makro N,P,K, Mg, dan C/N Rasio. Hasil analisis kimia unsur hara dari pupuk kompos akan dibandingkan dengan standar pembuatan pupuk kompos dari Departemen pertanian No.70/Permetan/SR.140/10/2011. Hasil penelitian leucocephala) menunjukan kompos Daun Lamtoro (Leucena yang telah matang memiliki sifat fisik berwarna kehitaman, tidak berbau, memiliki suhu terakhir 27°c dan Ph 6,4% sedangkan sifat kimia kompos berdasarkan hasil Uji Laboratorium menunjukan bahwa kadar Nitrogen (N) 2.3240%, fosfor (P) 0.4760%, kalium (K) 0.1723% magnesium (Mg) 0.1067%, rasio C/N 1.9. Kata kunci : Kompos daun lamtoro, Pupuk Kandang Ayam, EM -4 RIWAYAT HIDUP AGUS DARMAWAN. Lahir pada tanggal 17 September 1995 di Desa Genting Tanah Kecamatan Kembang Janggut Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimatan Timur. Merupakan putra dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Arsuni Abbas dan Ibu Muliana. Tahun 2000 memulai Pendidikan Sekolah Dasar Negeri No.005 Desa Genting Tanah Kecamatan Kembang Janggut Kabupaten Kutai KartaNegara Provinsi KalimantanTimur dan Lulus pada tahun 2006 kemudian pada tahun 2006 melanjutkan pendidikan di SMP YPK 3 Desa Genting Tanah Kecamatan Kembang Janggut Kabupaten Kutai KartaNegara Provinsi Kalimatan Timur. pada tahun 2009 melanjutkan SMA Negeri 2 Tenggarong dengan jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Kabupaten Kutai KartaNegara Provinsi Kalimantan Timur dan lulus tahun 2012. Tahun 2012 memulai pendidikan tinggi di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Jurusan Manajemen Pertanian Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. Pada tanggal 2 Maret sampai dengan Tanggal 2 Mei 2015 mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT. Sawit khatulistiwa Plantation Kecamatan Sebulu Kabupaten Kutai KartaNegara provinsi Kalimantan Timur. KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pembuatan Kompos Daun Lamtoro (Leucena leococoephala) Menggunakan Aktivator EM-4. Dengan baik dan tepat pada waktunya. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu F.Silvi Dwi Mentari,S.Hut,MP selaku dosen pembimbing karya ilmiah. 2. Ibu Ir. Budi Winarni, M.Si selaku dosen penguji I dan Ibu Riama Rita Manulang, SP. MP selaku dosen penguji II. 3. Bapak Nur Hidayat,SP.M.Sc selaku Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. 4. Bapak Ir. Masrudy,MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian. 5. Bapak Ir. Hasanudin,MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 6. Para staf pengajar, administrasi, dan teknisi di Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. 7. Rekan-rekan mahasiswa yang telah ikut membantu dalam penyusunan laporan PKL ini. 8. Keluarga yang telah banyak memberikan doa dan dukungan kepada penulis selama ini. Penulis menyadari dalam penyusunan laporan karya ilmiah ini ini masih ada kekurangan dan kesalahan, namun penulis tetap berharap agar laporan ini dapat menjadi lebih sempurna dan memberikan manfaat bagi para pembacanya. Samarinda, Agustus 2015 Penulis iii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... i KATA PENGANTAR .............................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................ iii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. iv I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1 II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ A. Tinjauan Umum Lamtoro............................................................. B. Tinjauan Umum Kompos............................................................. C. Tinjauan Bioaktivator Efektiv Mikroorganisme 4 (EM4) ............. D. Tinjauan Umum Pupuk Kandang ................................................ 3 3 6 23 25 III. METODE PENELITIAN ..................................................................... A. Tempat dan Waktu ...................................................................... B. Alat dan Bahan ........................................................................... C. Prosedur Penelitian ..................................................................... D. Pengamatan dan Pengambilan Data.......................................... 28 28 28 28 29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ A. Hasil…… ..................................................................................... B. Pembahasan ............................................................................... 30 30 32 V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. A. Kesimpulan .................................................................................. B. Saran ........................................................................................... 38 38 38 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv DAFTAR LAMPIRAN No. 1. Dokumentasi Pembuatan Kompos Daun Lamtoro (Leucena leococoephala) Menggunakan Aktivator EM4 …. .............................. Halaman 41 iv DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Kandungan Biji Lamtoro ...................................................................... 5 2. Komposisi EM4 ................................................................................... 24 3. Hasil Analisa Unsur Hara Kompos ..................................................... 32 1 I. PENDAHULUAN Daun Lamtoro dapat dijadikan bahan dasar untuk pembuatan bahan kompos. Daun lamtoro yang selama ini kurang dimanfaatkan oleh masyarakat dan hanya dijadikan pakan ternak. Daun latoro ini berpotensi untuk digunakan sebagai bahan kompos. pemanfaatan daun latoro yang dijadikan kompos ini bermula dari banyaknya daun lamtoro yang tumbuh liar dan banyak dijadikan sebagai pakan ternak (Anonim, 2011). Kopos adalah hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. Sedangkan pengomosan adalah proses di mana bahan organik mengalami penguraian secara biologis,khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi (Isroi, 2003). Lamtoro (Leucena leucocephala) merupakan salah satu leguminosa pohon yang mengandung protein tinggi dan karotenoid yang sangat potensial. Kandungan lamtoro adalah bahan kering 90,02%, protein kasar 22,69%, lemak 2,55%, serat kasar 16,77%, abu 11,25%, Ca 1,92 dan P 0,25% serta ß-karoten 331,07 ppm (Anonim, 2010). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan yang terdapat dalam kompos yang terbuat dari daun Lamtoro (Leucena leucocephala) dan campuran pupuk kandang dengan aktivator EM-4. 2 Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan informasi tentang proses pembuatan kompos dari daun Lamtoro (Leucena leucocephala) dan campuran pupuk kandang dengan menggunakan aktivator Effective microoganism (EM-4), serta kandungan unsur hara kompos yang dihasilkan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Lamtoro Lamtoro tersebar secara luas di Mexico dan Amerika Tengah pada tahun 1520 saat datangnya orang Spanyol ke negara tersebut. Baru pada akhir abad ke 20 lebih menyebar luas sampai ke Filipina, dari sini penggunaan sebagai peneduh tanaman perkebunan, kayu bakar dan hijauan pakan ternak makin meluas. Sebelum tahun 1950-an hanya satu varietas yang dikenal yaitu varietas “common” dari subspecies leucocephala. Kemudian muncul namanama untuk tanaman ini seperti varietas Hawaii (tipe shrubby) yang sebetulnya tidak berasal dari Hawaii, Peru (tipe low branching) tidak berasal dari Peru, Salvador (tipe arboreal) yang juga tidak berasal dari Salvador. Varietas Cunningham yang telah banyak dikenal dibudidayakan di Indonesia berasal dari Australia, hasil persilangan antara tipe varietas Salvador dengan tipe varitas peru. Lamtoro (Leucaena leucocephala) adalah tumbuhan yang biasa ditemukan di pekarangan sebagi tanaman pagar atau tanaman peneduh dan kadang tumbah liar, Leucaena leucocephala merupakan tumuhan berkayu (lignaceus) atau merupakan tumbuhan yang memiliki batang pohon keras dan berukuran tidak besar. Tingginya mencapai 2-10 m, ranting berbentuk bulat silindris, dan ujungnya berambut rapat.Daunnya majemuk, menyirip genap ganda. Anak daun ukurannya kecil-kecil, terdiri dari 5-20 pasang, berbentuk bulat lanset, ujung runcing, tepi rata. Bunganya berbentuk bonggol yang bertangkai panjang berwarna putih kekuningan dan terangkai dalam karangan bunga majemuk.Bunganya yang berjambul warna putih sering disebut cengkaruk. Buahnya mirip dengan buah petai, namun ukurannya jauh lebih 4 kecil dan berpenampang lebih tipis. Tumuhan latoro juga disebut sebagai jenis tumbuhan serba guna dimana pohon dapat berfungsi sebagai kayu bakar, makanan ternak, peneduh dan pupuk hijau yang mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman (Anonim, 2011). 1. Taksonomi lamtoro(Leucaena leucocephala) Klasifikasi secara umum dari tumbuhan Lamtoro (Leucaena leucocephala) : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Family : Fabaceae Genus : Leucaena Spesies :Leucaena leucocephala 2. Morfologi dan Anatomi a. Pohon atau perdu Tinggi hingga 20m. Meski kebanyakan hanya sekitar 10m. Percabangan rendah, banyak, dengan pepagan kecoklatan atau keabuabuan, berbintil-bintil dan berlentisel. Ranting-ranting bulat torak, dengan ujung yang berambut rapat. b. Daun Majemuk menyirip rangkap, sirip 3-10 pasang, kebanyakan dengan kelenjar pada poros daun tepat sebelum pangkal sirip terbawah, daun penumpu kecil, segitiga. Anak daun tiap sirip 5-20 pasang, berhadapan, bentuk garis memanjang dengan ujung runcing 5 dan pangkal miring (tidak sama), permukaannya berambut halus dan tepinya berjumbai. c. Bunga Majemuk berupa bongkol bertangkai panjang yang berkumpul dalam malai berisi 2-6 bongkol, tiap-tiap bongkol tersusun dari 100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau kekuningan berdiameter 12-21 mm, di atas tangkai sepanjang 2-5 cm. Bunga kecilkecil, berbilangan 5, tabung kelopak bentuk lonceng bergigi pendek, 3 mm; mahkota bentuk solet, mm, lepas-lepas. Benangsari 10 helai, 1 cm, lepas-lepas. d. Buah polong Bentuk pita lurus, pipih dan tipis, 14-26cm×1.5-2cm, dengan sekat-sekat di antara biji, hijau dan akhirnya coklat kering jika masak, memecah sendiri sepanjang kampuhnya. Berisi 15-30 biji yang terletak melintang dalam polongan, bundar telur terbalik, coklat tua mengkilap610mm×3-4.5mm. e. Kandungan Kimia Biji dari buah polongan lamtoro Ini yang sudah tua untuk setiap 100 g memiliki nilai kandungan kimia berupa (anonim, 2010) : Tabel 1. Kandung biji lamtoro Nama Zat Jumlah Kalori 148 kal Fosfor 59 g Hidrat Arang 26,2 g Protein 10,6 g Zat Besi 2,2 g Lemak 0,5 g Kalsium 155 mg Vitamin C 20 mg Vitamin B1 0,23 mg Vitamin A 416 SI 6 B. Tinjauan Umum Kompos Kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahanbahan organik seperti tanaman, hewan atau limbah organik lainnya. Kompos yang digunakan sebagai pupuk disebut pula pupuk organik karena penyusunannya terdiri dari bahan-bahan organik (Djuarnani dkk, 2009). 1. Bahan Pembuat Kompos a. Berdasarkan komponen yang dikandungnya : 1) Bahan Organik Lunak Bahan organik dikatakan lunak jika bahan tersebut sebagian besar terdiri dari air. Bahan yang termasuk dalam kategori ini adalah buah-buahan, sayuran, termasuk akar dan daun sayuran, limbah kebun termasuk potongan rumput dan dedaunan, serta limbah dapur. 2) Bahan Organik Keras Bahan organik keras memiliki kadar air relatif rendah dibandingkan dengan jumlah total berat bahan tersebut. Dalam proses secara pengomposan sempurna. bahan ini akan didekomposisi Namun, proses tersebut tidak akan terjadi secara sempurna tanpa tersedianya air yang banyak. Contoh bahan organik keras adalah dedaunan segar, bunga, dan pemotongan pagar hidup. 3) Bahan Selulosa Bahan selulosa merupakan bahan yang struktur selularnya sebagian besar terdiri dari selulosa dan lignin dengan kadar air relatif rendah. Bahan ini akan didekomposisi bakteri dengan sangat lambat, bahkan tidak sama sekali. 7 Contoh bahan selulosa adalah sisipan kayu, jerami padi, daun kering, kulit pohon, dan kertas. 4) Limbah Protein Limbah protein merupakan limbah yang mengandung banyak protein, seperti kotoran hewan, dan limbah makanan. Limbah yang banyak mengandung protein ini merupakan bahan pembuat kompos yang sangat bagus karena kandungan nutrisinya baik untuk pertumbuhan tanaman.Namun proses dekomposisi dari protein ini akan menghasilkan bau yang tidak sedap, bau ini sangat disukai oleh kuman dan serangga sehingga jumlah mereka akan sangat banyak. 5) Limbah Manusia Limbah manusia dan hewan yang dimaksud adalah kotoran. Kotoran ini sangat disenangi mikroorganisme. b. Berdasarkan asal bahannya : 1) Limbah Pertanian a. Limbah dan residu tanaman, contohnya jerami padi, sekam padi, gulma, batang, dan tongkol jagung, serta potongan pagar tanaman. b. Semua bagian vegetatif tanaman, contohnya batang pisang, sabut kelapa, dedaunan. c. Limbah dan residu ternak, contohnya kotoran, limbah cair, dan limbah pakan. d. Pupuk hijau, contohnya lamtoro, orok-orok, lupin, turi, dan rumput gajah. e. Tanaman air, contohnya azzola, eceng gondok, gulma air, dan 8 ganggang biru. f. Penambat nitrogen, contohnya mikoriza, rhizobium, dan biogas. 2) Limbah Industri a. Limbah padat, contohnya kayu, kertas, serbuk gergaji, ampas tebu,limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan, dan limbah pemotongan hewan. b. Limbah cair, contohnya alkohol, limbah dari pengolahan kertas, dan limbah pengolahan minyak kelapa. 3) Limbah rumah tangga a. Sampah, contohnya tinja, urine, sampah rumah tangga, sampah kota, dan limbah dapur. b. Garbage diartikan sebagai limbah yang berasal dari tumbuhan hasil pemeliharaan dan budidaya, dapur rumah tangga, pusat perbelanjaan, pasar, dan restoran atau tempat yang menjual makanan olahan.Garbage mengandung lebih banyak bahan organik yang mudah busuk atau lembap, dan mengandung sedikit cairan. Karena mengandung banyak bahan organik, limbah ini dapat terdekomposisi secara cepat, terutama ketika cuaca hangat limbah ini dapat mengeluarkan bau busuk. Garbage memiliki nilai komersial di antaranya dimanfaatkan sebagai bahan dasar pakan ternak dengan tetap mempertimbangkan keamanan dan kriteria kesehatan. c. Rubbish mengandung berbagai limbah padat yang mudah terbakar yang berasal dari rumah, pusat perbelanjaan, dan kantor. Bahanbahan yang mudah terbakar tersebut di antaranya kertas, kain, 9 karton, kotak, kayu, dan papan (anonim, 2005). 2. Proses Pengomposan Pengomposan merupakan proses dekomposisi terkendali secara biologis terhadap limbah padat organik dalam kondisi aerobik (terdapat oksigen) atau anaerobik (tanpa oksigen). Proses pengoposan dapat terjadi dalam kondisi aerobik dan anaerobik. Pengoposan aerobik yang terjadi dalam keadaan terdapat O2, sedangkan pengomposan anerobik tanpa O2. Dalam proses aerobik akan dihasilkan CO2, air, dan panas. Sementara itu, dalam pengomposan anaerobik akan dihasilkan metana (alkohol), CO2, dan senyawa antara seperti asam organik. Kondisi yang perlu dijaga adalah kadar air, aerasi, dan suhu (Indriani, 2012). Menurut Djuarnani, dkk (2009), proses pengomposan dapat dilakukan secara aerobik dan anaerobik yang di dalamnya terjadi proses kimiawi dan mikrobiologi sehingga dapat merubah bahan organik menjadi kompos. a. Pengomposan secara aerobik Dekomposisi secara aerobik adalah modifikasi yang terjadi secara biologis pada struktur kimia atau biologi bahan organik dengan kehadiran oksigen. Dalam proses ini banyak koloni bakteri yang berperan dan ditandai dengan adanya perubahan temperatur. Pada temperatur 35?C bakteri yang berperan adalah phsycrophile, antara temperatur 35-55?C yang berperan adalah mesofilik dan pada temperatur tinggi (di atas 85?C) yang banyak berperan adalah bakteri termofilik (Djuarnani dkk, 2009). Hasil dari proses pengomposan secara aerobik berupa bahan 10 kering dengan kelembapan 30-40% berwarna cokelat gelap, dan remah. Proses pengomposan juga menghasilkan bahan beracun, tetapi jumlahnya sedikit dan jarang menimbulkan akibat buruk pada penggunaan kompos di lahan. Selama hidupnya, mikroorganisme mengambil air dan oksigen dari udara, makanannya diperoleh dari bahan organik yang akan diubah menjadi produk metabolisme berupa karbondioksida (CO2), air, humus, dan energi. Sebagian dari energi yang dihasilkan digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan reproduksi sisanya dibebaskan ke lingkungan sebagai panas (Djuarnani dkk, 2009). b. Pengomposan secara anaerobik Dekomposisi secara anerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara). Proses ini merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi temperatur seperti yang terjadi pada proses pengomposan secara aerobik. Namun, pada proses anaerobik perlu tambahan panas dari luar 30?C (Djuarnani dkk, 2009). Proses pengomposan secara anaerobik akan menghasilkan metana (alkohol), CO2, dan senyawa lain seperti asam organik yang memiliki berat molekul rendah (asam asetat, asam propionate, asam butirat, dan asam laktat)Proses anaerobik umumnya dapat menimbulkan bau yang tajam sehingga proses pengomposan lebih banyak dilakukan secara aerobik (Djuarnani dkk, 2009). Sisa hasil pengoposan anaerobik berupa lumpur yang mengandung air sebanyak 60% dengan warna cokelat gelap sampai 11 hitam. Hasil ini biasanya terkontaminasi oleh tanaman phytotoxin yang hadir sebagai asam, metana, dan hydrogen sulfide yang bersifat racun sebelum digunakan sebagai penyubur tanah, hasil olahan anaerobik harus berada dalam kondisi kering.Proses diakhiri dengan perlakuan aerobic untuk mengurangi kandungan bahan beracun (Didiek dan Yufnal, 2004.). c. Proses kimiawi Timbunan kompos berhubungan erat dengan faktor kimia yang cukup kompleks. Banyak perubahan terjadi selama proses pengomposan, bahkan sebelum mikroorganisme bekerja enzim dalam sel tanaman telah mulai merombak protein menjadi asam amino. Selanjutnya, mikroorganisme menangkap semua bahan yang terlarut seperti gula, asam amino, dan nitrogen anorganik. Setelah itu, mulai merombak pati, lemak, protein dan selulosa di dalam gula, serta menyatukan unsur kecil menjadi struktur baru. Dalam proses selanjutnya, amonia akan diproduksi dari protein, mikroorganisme akan menangkap ammonia yang terlepas. Nitrogen tanaman dikonversikan menjadi nitrogen mikroba dan sebagian diubah menjadi nitrat. Nitrat merupakan senyawa yang dapat diserap tanaman. (Djuarnani dkk, 2009). Bahan lignin atau bahan penyusun kulit tumbuhan yang terdekomposisi oleh mikroorganisme akan menjadi rusak dalam proses pengomposan. Mikroorganisme di dalam timbunan kompos akan mengubah lignin dan komponen tanaman lain menjadi molekul besar yang stabil menjadi humus. Keadaan ini menandakan molekul besar 12 dapat bersatu dengan partikel tanah dan memperbaiki strukturnya. Humus akan mengalami perombakan secara perlahan oleh organisme tanah, kemudian menjadi unsur hara yang bisa diserap oleh akar tanaman (Djuarnani dkk, 2009). d. Proses mikrobiologi Selama proses pengomposan secara aerob, populasi mikroorganisme terus berubah. Pada fase mesofilik, jamur dan bakteri pembuat asam mengubah bahan makanan yang tersedia menjadi asam amino, gula, dan pati. Aktivitas mikroorganisme ini menghasilkan panas dan mengawali fase termofilik di dalam tumpukan bahan kompos (Djuarnani dkk, 2009). Bakteri termofilik mulai berperan merombak protein dan karbohidrat nonselulosa seperti pati dan hemiselulosa. Pada fase termofilik, thermophilic actinomycetes mulai tumbuh dan jumlahnya terus bertambah karena bakteri ini tahan terhadap panas. Sebagian dari bakteri ini mampu merombak selulosa. Jamur termofilik mampu hidup pada temperatur 40-60?C,tetapi akan mati pada temperature diatas 60?C.jamur ini akan merombak hemiselulosa dan selulosa (Djuarnani dkk, 2009). Setelah bahan makanan berkurang, jumlah aktivitas mikroorganisme termofilik juga akan berkurang, temperatur di dalam tumpukan bahan kompos menurun, dan organisme mesofilik yang sebelumnya bersembunyi di bagian tumpukan yang agak dingin memulai aktivitasnya kembali. Organisme mesofilik akan merombak selulosa dan hemiselulosa yang tersisa dari proses sebelumnya. 13 Kemampuannya tidak sebaik aktivitas organisme termofilik (Djuarnani, dkk, 2009). Mikroorganisme merombak bahan tanaman menggunakan enzim. Enzim merupakan molekul protein yang kompleks dan berfungsi mempercepat reaksi kimia tanpa harus melibatkan diri dalam reaksi tersebut. Pada proses pengomposan, mikroorganisme mengeluarkan ratusan jenis enzim yang dapat merombak bahan yang ada menjadi bahan makanan bagi mikroorganisme tersebut. Contohnya, mikroorganisme mengeluarkan enzim mengubah selulosa menjadi glukosa. selulase yang dapat Glukosa ini yang akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme dan menghasilkan karbondioksida (Djuarnani dkk, 2009). Kompos mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan antara lain sebagai berikut : 1) Mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap, walaupun jumlahnya sedikit. 2) Memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan. 3) Memperbesar daya ikat tanah berpasir hingga tanah tidak berderai. 4) Menambah daya ikat air pada tanah. 5) Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah. 6) Meningkatkan daya ikat tanah terhadap zat hara. 7) Membantu proses pelapukan bahan mineral. 8) Memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroba. 9) Menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan. Proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung 14 dalam waktu yang cukup lama. Pembuatan kompos memerlukan waktu 2-3 bulan, bahkan ada yang 6-12 bulan, tergantung dari bahannya. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat pupuk organik cukup lama, sementara kebutuhkan pupuk terus meningkat. Dengan demikian, para ahli melakukan berbagai upaya untuk mempercepat proses pengomposan tersebut melalui berbagai penelitian. Beberapa hasil penelitian menunjukan proses pengomposan dapat dipercepat menjadi 2-3 minggu atau paling lama sekitar 1-1,5 bulan, tergantung bahan dasarnya. Ada beberapa aktivator untuk mempercepat pengomposan yang beredar dipasar antara lain EM 4, Orgadec, Stardec, dan lain-lain (Indriani, 2012). 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengomposan Menurut Indriani (2012), Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses pengomposan, yaitu nilai C/N bahan, ukuran bahan, campuran bahan, mikroorgaisme yang bekerja, kelembapan dan aerasi, suhu, dan keasaman (pH). a. Rasio C/N bahan Rasio C/N merupakan faktor paling penting dalam proses pengomposan. Hal ini disebabkan proses pengomposan tergantung dari kegiatan mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel, dan nitrogen untuk membentuk sel. Besarnya nilai rasio C/N tergantung dari jenis sampah.Proses pengomposan yang baik akan menghasilkan rasio C/N yang ideal sebesar 20-40, tetapi paling baik baik adalah 30. Jika rasio C/N tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan 15 berkurang. Selain itu, diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memiliki mutu rendah. Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang 30), kelebihan nitrogen (N) yang dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi sebagai ammonia. Bahan organik tidak dapat langsung digunakan oleh tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi atau tidak sama dengan C/N tanah. Nilai C/N merupakan hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen. Nilai C/N tanah sekitar10-12,apabila bahan organik mempunyai kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah, bahan tersebut dapat digunakan tanaman. Namun umumnya bahan organik yang segar mempunyai C/N yang tinggi, seperti jerami padi (50-70). Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N ratio bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (=20), semakin tingginya C/N bahan, proses pengomposannya akan semakin lama kerena C/N harus diturunkan (Indriani,2012). Dalam proses pengomposan, terjadi perubahan untuk mengurangi atau menghilangkan kadar karbohidrat dan meningkatkan senyawa N yang larut (amonia). Dengan demikian, C/N semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah. Berikut adalah perubahan yang terjadi dalam pengomposan :Karbohidrat, selulosa, lemak, serta lilin menjadi CO2 dan air, Zat putih telur menjadi anomia,CO2, dan air. Senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman (Indriani, 2012). 16 b. Ukuran Bahan Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan bakteri. Untuk itu, bahan organik perlu dicacah hingga berukuran kecil. Bahan yang keras sebaiknya dicacah hingga berukuran 0,5-1 cm, sedangkan bahan yang tidak keras dicacah dengan ukuran yang agak besar, sekitar 5 cm. Pencacahan bahan jangan terlalu kecil karena bahan yang terlalu hancur (banyak air) kurang baik karena kelembabannya menjadi tinggi(Manser, 2008). c. Komposisi bahan Pengomosan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan cepat. Pengomosan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan kotoran hewan. Ada juga yang menambahkan bahan makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme. Dengan demikian, mikroorganisme juga akan mendapatkan bahan makanan lain selain dari bahan organik(Indriani 2012). d. Jumlah mikroorganisme Dalam proses pengomposan yang akan berperan adalah bakteri, fungi, Actinomycetes, dan protozoa. Selain itu, harus sering ditambahkan pula mikroorganisme ke dalam bahan yang akan dikomposkan. Dengan bertambahnya jumlah mikroorganisme diharapkan proses pengomposan akan lebih cepat (Indriani 2012). e. Kelembapan dan aerasi Pada umunya, mikroorganisme kelembapan sekitar 40-60%. dapat bekerja dengan Kondisi tersebut perlu dijaga agar 17 mikroorganisme dapat berkerja secara optomal. Kelembapan yang lebih rendah atau lebih tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati. Adapun kebutuhan aerasi tergantung dari proses berlangsungnya pengomposan tersebut, baik secara aerobik maupun anaerobik. Kadar air harus dibuat dan dipertahankan sekitar 60%. Kadar air yang kurang dari 60% menyebabkan bakteri tidak berfungsi, sedangkan bila lebih dari 60% akan menyebabkan kondisi anaerob. Kadar air dapat diukur dengan cara mudah, yaitu dengan meremas bahan. Kadar air 60% dicirikan dengan bahan yang terasa basah bila diremas, tetapi air tidak menetes. Pada dekomposisi aerob, oksigen harus cukup tersedia di dalam tumpukan. Apabila kekurangan oksigen, proses dekomposisi tidak dapat berjalan. Agar tidak kekurangan oksigen, tumpukan kompos harus dibalik minimal seminggu sekali. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan caraforce aeration, yaitu menghembuskan udara memakai kompresor. Bisa juga dengan efek cerobong, yaitu memasukkan udara melalui cerobong. Namun, pemberian aerasi yang terbaik adalah pembalikan bahan. Perlakuan ini sekaligus untuk homogenisasi bahan (Indriani2012). f. Suhu Suhu optimal untuk pengomposan sekitar 30-50 0 C. Suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kematian mikroorganisme. Bila suhu relatif rendah, mikroorganisme belum dapat berkerja. Aktivitas mikroorganisme dalam proses pengomposan tersebut juga 18 menghasilkan panas sehingga untuk menjaga suhu tetap optimal sering dilakukan pembalikan. Namun, ada mikroba yang berkerja pada suhu relatif tinggi, yaitu 800 C, seperti Trichoderma pseudokoningli dan Cytophaga sp. Mikroba ini digunakan sebagai aktivator dalam proses pengomposan skala besar, seperti pengomposan tandan kosong kelapa sawit. Selama proses dekomposisi, suhu dijaga sekitar 600 C selama tiga minggu. Pada suhu tersebut, selain bakteri bekerja optimal akan terjadi penurunan C/N ratio dan pemberantasan bakteri patogen maupun biji gulma (Indriani 2012). g. Keasaman (pH) Kisaran pH kompos yang paling optimal adalah 6,0-8,0. Derajat keasaman bahan pada permulaan pengomposan umumnya asam sampai dengan netral (pH 6,0-7,0). Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme dari jenis yang lain akan mengonversi asam organik yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral. Seperti faktor lainnya, derajat keasaman perlu dikontrol selama proses pengomposan berlangsung.Jika derajat keasaman terlalu tinggi atau terlalu rendah, konsumsi oksigen akan naik dan akan memberikan hasil yang buruk bagi lingkungan. Derajat keasaman yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan unsur nitrogen dalam bahan kompos berubah menjadi ammonia. Sebaliknya, dalam keadaan asam rendah akan 19 menyebabkan sebagian mikroorganisme mati. Derajat keasaman yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan menambahkan kotoran hewan, urea, atau pupuk nitrogen. Jika derajat keasaman terlalu rendah bisa ditingkatkan dengan menambahkan kapur dan abu dapur ke dalam bahan kompos (Manser, 2008). 4. Karakteristik dan Kualitas Kompos Menurut Djuarnani dkk (2009), Karakteristik dan kualitas kompos yang baik sangat perlu diketahui. Apalagi sekarang banyak beredar di pasaran kompos palsu yang dibuat dari serbuk gergaji, sisa pembakaran kayu, atau lumpur selokan. Untuk menjamin kualitas kompos sebaiknya dibuat standar mutu kompos. Pembuatan standar mutu pupuk organik tidak hanya untuk menjamin kepentingan konsumen, tetapi bisa mendorong pembukaan pasar kompos lebih luas. Kualitas kompos sangat ditentukan oleh tingkat kematangan kompos di samping kandungan logam beratnya. Bahan organik yang tidak terdekomposisi secara sempurna akan menimbulkan efek yang merugikan pertumbuhan tanaman. Penambahan kompos yang belum matang ke dalam tanah dapat menyebabkan terjadinya persaingan bahan nutrient antara tanaman dan mikroorganisme tanah. Keadaan ini dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Secara umum kompos yang sudah matang dapat dicirikan dengan sifat sebagai berikut. a. Berwarna coklat tua hingga hitam dan remah. b. Tidak larut dalam air, meskipun sebagian dari kompos bisa berbentuk suspensi. 20 c. Sangat larut dalam pelarut alkali, natrium pirifosfat, atau larutan anonium oksalat dengan menghasilkan ekstrak berwarna gelap dan dapat difraksinasi lebih lanjut menjadi zat humic, fulvic, dan humin. d. Rasio C/N sebesar 20-40, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasi. e. Memiliki kapasitas pemindahan kation dan absorpsi terhadap air yang tinggi. f. Jika digunakan pada tanah, kompos dapat memberikan efek menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Nilai pupuknya ditentukan oleh kandungan nitrogen, fosfor, kalium, kalsiium, dan magnesium. g. Memiliki temperatur yang hampir sama dengan temperatur udara. h. Tidak berbau dan mengandung asam lemak yang menguap. 5. Unsur Hara Kompos Kompos merupakan pupuk organik yang mengandung unsur hara lengkap tetapi dalam jumlah sedikit. Berdasarkan jumlah kebutuhannya bagi tanaman unsur hara dikelompokkan menjadi dua, yaitu unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar, sedangkan unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah kecil. Unsur hara makro meliputi : N, P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro meliputi : Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, dan Cl (Suwahyono, 2011). Beberapa unsur hara yang dibutuhkan tanaman : a. Karbon (C) : bagian terbesar yang dibuat tanaman. Karbon merupakan tulang punggung biomolekul sebagian besar tanaman, termasuk zat pati 21 dan selulosa. Zat karbon adalah hasil fotosintesa CO2 dari udara dan salah satu bagian karbohidrat yang dikenal dengan zat pati. Zat ini akan disimpan sebagai sumber energi. b. Hidrogen (H) : unsur yang diperlukan untuk membuat senyawa gula. c. Fosfor (P) : unsur yang sangat penting dalam bioenergetika tanaman. Fosfor diperlukan untuk mengonversi energi matahari menjadi energi kimia Adenosin Tri Phosphat (ATP) selama proses fotosintesa. Fosfor juga diperlukan untuk memodifikasi aktivitas enzim dalam proses forforilasi dan dapat digunakan untuk memberikan pertanda pada sel. Selama ATP digunakan untuk biosintesa dalam sel tanaman, fosfor penting untuk pertumbuhan tanaman terutama pada saat pembentukan bunga/buah. d. Kalium (K) : Unsur yang berfungsi untuk mengatur buka/tutup mulut daun (stoma) dengan mekanisme pompa ion kalium. Mulut daun ini fungsinya penting untuk regulasi air. Kalium mengurangi hilangnya air melalui daun dan menaikkan toleransi drought. Kekurangan kalium dapat menyebabkan nekrosis, yaitu kehilangan klorofil pada jaringan di antara tulang daun. e. Nitrogen (N) : selain salah satu komponen esensial dari protein, juga merupakan salah satu bagian dari Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) dan sangat penting Kekurangan untuk nitrogen pertumbuhan umumnya dan dapat reproduksi tanaman. menyebabkan tanaman kerdil/mati. f. Sulfur (S) : unsur sulfur merupakan yang penting dari asam amino dan protein untuk pertumbuhan tanaman. 22 g. Magnesium (Mg) : salah satu unsur yang penting dalam pembentukan zat warna daun (klorofil). Magnesium juga merupakan zat warna yang berperan penting dalam proses fotosintesis. Proses ini penting pada pembentukan ATP, termasuk peranan dari enzim kofaktor. Kekurangan magnesium ditandai oleh hilangnya zat warna daun di antara tulang daun. h. Besi (Fe) : unsur besi diperlukan untuk fotosintesis dan berperan sebagai pendukung reaksi ensimatis. Seperti halnya pada magnesium, kekurangan zat besi dapat menyebabkan klorosis dan kematian jaringan. i. Molybdenum (Mo) : unsur ini berperan sebagai kofaktor enzim pada pembentukan asam amino. j. Boron (Bo) : unsur boron berfungsi pada saat transportai zat gula, pembelahan sel, dan sintesa beberapa jenis enzim. Kekurangan unusur boron dapat menyebabkan daun-daun muda mengalami nekrosis dan kerdil. k. Tembaga (Cu) : unsur tembaga penting untuk fotosintesa. Gejala kekurangan tembaga akan mengakibatkan klorosis pada daun. l. Mangan (Mn) : unsur mangan penting untuk membentuk butir-butir zat warna daun. Kekurangan mangan ditandai dengan abnormalitas warna daun, seperti terjadi bercak-bercak pada permukaan daun. m. Seng (Zn) : diperlukan oleh sejumlah besar enzim dan berperan utama pada proses transkripsi DNA. 23 C. Tinjauan Bioaktivator Effective Mikroorganisms 4 (EM 4) Pupuk organik yang baik juga mengandung mikroba penambat nitrogen yang akan mengikat unsur nitrogen yang akan mengikat unsur nitrogen langsung dari udara agar mudah diserap oleh akar tanaman dan mikroba yang bersifat antagonis pada penyakit akar. Disinilah peran bioaktivator dekomposisi diperlukan EM 4 adalah bioaktivator yang digunakan di dalam proses pembuatan pupuk kompos. Bahan ini dapat ditemukan di toko pertanian atau toko tanaman. EM 4 merupakan bahan yang mengandung beberapa mikroorganisme yang sangat bermanfaat dalam proses pengomposan (Djuarnani dkk, 2009). Larutan EM 4 ditemukan pertama kali Prof. Dr. Teuro Higa dari Universitas Ryukyus, Jepang. Larutan EM 4 ini berisi mikroorganisme fermentasi. Jumlah mikroorganisme fermentasi EM 4 sangat banyak, sekitar 80 genus. Dari sekian banyak mikroorganisme, ada lima golongan utama yang terkandung di dalam EM 4, yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomyces sp., ragi (yeast), Actinomycetes. Selain mempercepat pengomposan, EM 4 dapat diberikan secara langsung untuk menambah unsur hara tanah dengan cara disiramakan ke tanah, tanaman, atau disemprotkan ke daun tanaman (Indriani 2012). Biasanya, untuk mempercepat proses pengomposan harus dilakukan dalam kondisi aerob karena tidak menimbulkan bau.Namun, proses mempercepat pengomposan dengan bantuan EM 4 berlangsung secara anaerob(sebenarnya semi anaerob karena masih ada sedikit udara dan cahaya). Dengan metode ini, bau yang dihasilkan ternyata dapat hilang bila proses belangsung dengan baik (Indirani 2012). 24 Menurut Djuarnani dkk (2009), cara kerja EM 4 telah dibuktikan secara ilmiah dan menyatakan EM 4 dapat berperan sebagai berikut : menekan pertumbuhan patogen tanah, mempercepat fermentasi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan unsur hara dan senyawa organik pada tanaman, meningkatkan aktivitas mikroorganisme indogenus yang menguntungkan seperti Mycorrhiza sp, Rhizobium sp, dan bakteri pelarut fosfat, meningkatkan nitrogen, dan mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida kimia. EM4 dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen yang selalu menjadi masalah pada budidaya monokultur dan budidaya sejenis secara terus-menerus. EM 4 merupakan larutan yang berisi beberapa mikroorganisme yang sangat bermanfaat untuk menghilangkan bau pada limbah dan mempercepat pengolahan limbah menjadi kompos. Tabel 2. Komposisi EM 4 Lactobactillus 8.7 × 105 Bakteri Pelarut Fostat 7,5 × 106 Yeast/Ragi 8.5 × 106 Actinomycetes + Bakteri Fotosintetik + Calsium (Ca) 1.675 ppm Magnesium (Mg) 597 ppm Besi (Fe) 5.54 ppm Alumunium (Al) 0.1 ppm Zinc (Zn) 1.90 ppm Cooper (Cu) 0.01 ppm Mangan (Mn) 3.29 ppm Sodium (Na) 363 ppm Boron (B) 20 ppm Nitrogen (N) 0.07 ppm Nickel (Ni) 0.92 ppm Kalium (K) 7.675 ppm Phosphor (P) 3.22 ppm Chlorida (Cl) 414.35 ppm C Organik (C) 27.05 ppm Ph 3.9 Sumber : Lab. MIPA IPB Bogor (2011) dalam (Anonim, 2011). 25 D. Tinjauan Umum Pupuk Kandang Kotoran hewan bisa dijadikan pupuk yang bagus untuk digunakan dalam bercocok tanam, tidak terkecuali kotoran ayam. Kotoran ayam dianggap panas dan harus dikomposkan sebelum ditambahkan ke tanah kebun (Anonim,2010). Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup dan berimbang untuk pertumbuhan dan hasil tanaman. Kesuburan tanah ditentukan oleh ketersediaan unsur hara yang cukup dan berimbang, kondisi tata air tanah yang optimal, kondisi tata udara tanah yang optimal dan kondisi mikrobia tanah yang baik. Kesuburan tanah dibedakan menjadi dua yaitu kesuburan tanah aktual, yaitu kesuburan tanah hakiki (aseli/alamiah) dan kesuburan tanah potensial, yaitu kesuburan tanah maksimum yang dapat diperoleh dengan intervensi teknologi yang mengoptimumkan semua faktor, misalnya dengan memasang instalasi pengairan dilahan yang tidak tersedia air secara terus menerus atau yang lainnya (Anonim,2010). a. Manfaat Kotoran Ayam 1. Komponen kotoran ayam terdiri dari tingkatan tinggi, sedang dan rendah yaitu nitrogen, kalium, posfor 2. Kotoran ayam memiliki bau yang tidak menyengat jika dicampur dengan bahan kompos lain, kotoran ayam menjaga kelembaban disekitar akar dan menjagalapisan tanah atas menjadi lebih stabil. 3. Memperbaiki struktur tanah. Dapat terjadi karena organisme tanah saat penguraian media tumbuh kotoran ayam bersifat sebagai perekat dan dapat mengikat butir–butir tanah menjadi butiran yang lebih besar 26 4. Menaikan daya serap tanah terhadap air 5. Sebagai sumber zat makanan bagi tanaman(Anonim, 2010). b. Peranan Pupuk Kotoran Ayam 1. Bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepaskan hara tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil. 2. Dapat memperbaiki struktur tanah, menyebabkan tanah menjadi ringan untuk diolah dan mudah ditembus akar. 3. Tanah lebih mudah diolah untuk tanah-tanah berat. 4. Meningkatkan daya menahan air (water holding capacity). Sehingga kamampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih banyak. Kelengasan air tanah lebih terjaga. 5. Permeabilitas tanah menjadi lebih baik. Menurunkan permeabilitas pada tanah bertekstur kasar (pasiran), sebaliknya meningkatkan permeabilitas pada tanah bertekstur sangat lembut (lempungan). 6. Meningkatkan KPK (Kapasitas Pertukaran Kation) sehingga kemampuan mengikat kation menjadi lebih tinggi, akibatnya apabila dipupuk dengan dosis tinggi hara tanaman tidak mudah tercuci. 7. Memperbaiki kehidupan biologi tanah (baik hewan tingkat tinggi maupun tingkat rendah) menjadi lebih baik karena ketersediaan makan lebih terjamin. 8. Dapat meningkatkan daya sangga (buffering capasity) terhadap goncangan perubahan drastis sifat tanah. 9. Mengandung mikrobia dalam jumlah cukup yang berperanan dalam proses dekomposisi bahan organik (Anonim, 2010). 27 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di areal Laboratorium Agronomi dan analisis di Lab tanah Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah selama 2 bulan terhitung sejak bulan Januari sampai dengan bulan febuari 2015, meliputi persiapan, pengambilan data dan pembuatan laporan. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian adalah : parang, timbangan analitik, gelas ukur, gelas beker, alat tulis, baskom, sprayer, karung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini Daun lamtoro, pupuk kandang ayam, EM-4, air dan gula. C. Prosedur penelitian 1. Persiapan Bahan Menyiapkan bahan limbah dari daun lamtoro selanjutnya menyediakan bahan seperti air, pupuk kandang ayam, gula dan EM-4. Banyak bahan campuran pembuatan kompos limbah daun lamtoro adalah : 5 kg daun lamtoro, 2 kg pupuk kandang ayam, gula 2,1 gr, 21 cc EM-4, dan 2,1 L air. 2. Pencampuran Bahan Daun lamtoro yang sudah disiap kemudian dilakukan pencampuran bahan sudah cukup merata maka bahan dimasukan kedalam karung. 3. Pembalikan Pembalikan kompos dilakukan setiap 2 hari sekali. Hal ini bertujuan untuk menjaga kelembaban pada saat pembalikan. 28 D. Pengamatan dan Pengambilan Data Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setiap hari pada sore hari dengan melihat warna, bau, ph, dan suhu sampai kompos matang. Selanjutnya bila kompos telah menjadi matang dilakukan analisis kandungan unsur hara makro N,P,K, Mg, dan C/N Rasio. Hasil analisis kimia unsur hara dari pupuk kompos akan dibandingkan dengan standar pembuatan pupuk kompos dari Departemen pertanian No.70/Permetan/SR.140/10/2011. 29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Lama pengomposan Untuk mendapatkan kompos matang diperlukan waktu selama 15 hari, kompos yang matang ditandai dengan perubahan warna dan hari pertama berwarna hijau, kemudian menjadi hijau kecoklatan , dan akhirnya menjadi kehitaman pada hari 7 hingga terakhir pengomposan (hari ke 15) Perubahan bau pada pengomposan dimulai dari tercium bau busuk pada hari pertama hingga hari ke 10. Pada hari ke 11 kompos sudah tidak berbau lagi dan berbau seperti tanah. Suhu akhir dari pengomposan adalah 27°c lebih rendah dari suhu awal pengomposan yaitu 31°c. Suhu tertinggi pada pengomposan adalah 33°c pada hari ketiga. Untuk kembali menstabilkan suhu pengomposan maka dilakukan pengadukan kompos 2 hari sekali . Ph awal pengomposan sebesar 6.6 kemudian pada hari ketiga Ph turun jadi 6.4 dan pada hari ke enam Ph turun mejadi 6.2 dan mengalami penurunan kembali hingga hari kesepuluh, memasuki sepuluh hari kedua Ph mengalami peningkatan hingga hari ke limabelas yaitu senilai 6.4. Data Suhu dan Ph pengomposan dapat dilihat pada gambar 1 dan gambar 2. 30 pH pengomposan daun lamtoro 6,7 6,6 6,5 6,4 6,3 6,2 6,1 6 5,9 5,8 5,7 pH 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Gambar 1. Perubahan pH pada Pengomposan Suhu Pengomposan Daun Lamtoro 35 30 25 20 15 suhu 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Gambar 2. Perubahan Puhu pada Pengomposan 2. Unsur hara kompos Berdasarkan hasil analisis kimia kompos di Laboratorium Tanah , kompos yang dihasilkan memiliki kandungan yang masih rendah dari kandungan standar mutu pupuk organik. Hasil analisa kimia kompos daun lamtoro meliputi N 2.3240, P 0.4760, K 0.1723, Mg 0.1067, dan C/N Rasio 1.9. 31 Tabel 3. Hasil Analisa Unsur hara Kompos No Parameter Hasil penelitian 1 N 2.3240 2 P 0.4760 3 K 0.1723 4 Mg 0.1067 5 C/N Rasio 1.9 Standar >4 >4 >4 15 – 25 B. Pembahasan 1. Lama pengomposan Untuk mendapatkan kompos matang dengan ciri – ciri kehitaman dan sudah tidak berbau lagi diperlukan waktu 15 hari. Menurut Sutanto (2002) kompos yang telah selesai mengalami dekomposisi antara lain mempunyai karakteristik berwarna coklat tua sampai kehitaman. Menurut Djuarnani dkk (2009) kompos yang sudah matang antara lain dicirikan dengan sifat berwarna coklat tua hingga hitam dan tidak berbau. Proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Pembuatan kompos tersebut memerlukan waktu 2-3 bulan, proses pengomposan dapat dipercepat menjadi 2-3 minggu tergantung pada bahan dasarnya (Indriana, 2012). a. Bau Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah pada awal pengomposan tercium bau tidak sedap. Hal ini diduga terhambatnya aerasi sehingga terjadi proses anaerob yang menghasilkan bau tidak sedap. Proses anaerob akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap seperti asam-asam organik, amonia, dan H2S (Isroi,2008). Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan pada tumpukan kompos. 32 b. Warna Warna kompos yang sudah matang adalah kehitaman. Perubahan warna dari coklat tua pada awal pengomposan hingga kehitaman pada akhir pengomposan disebabkan oleh terdekomposisinya bahan organik oleh aktivitas bermacam-macam mikroorganisme. Proses dekomposisi aerob ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna menjadi kehitaman (Susanto,2002). c. Suhu Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu meningkat pada awal pengomposan (= 30°C) dan akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Menurut Isroi (2003) hal ini menunjukkan terjadinya dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba didalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap dan panas. Setelah sebagian besar bahan tela terurai, amak suhu akan berangsurangsur mengalami penurunan. Pada saat itu terjadi pematangan kompos, yaitu pembentukan komplek liat humus. d. Ph Menurut Djuarnani dkk (2009), peningkatan nilai Ph. Organik disebabkan karna adanya aktivitas mikroorganisme dalam decomposer yang memberikan masukan ion OH dari hasil proses deorganiksi bahan organik. Hasil proses deorganikisi bahan organik oleh mikroorganisme menghasilkan ion OH sehingga menunjukan peningkatan kebasaan yang selanjutnya meningkatkan nilai Ph organik tersebut. Pengomposan yang berjalan berhari-hari akan mempengaruhi perubahan Ph pada 33 bahan pupuk organik . Ph awal pupuk organik dimulai agak asam karena terbentuknya asam-asam organik sedarhana, kemudian Ph meningkatkan pada inkubusi lebih lanjut akibat terurainya protein dan terjadinya pelepasan amoniak. 2. Unsur Hara Kompos a. Unsur N (Nitrogen) Kompos ini memiliki nilai nitrogen sebesar 2,3240% kadar nitrogen tersebut belum sesuai dengan standarisasi pupuk organik berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011. Unsur N merupakan unsur hara di dalam tanah yang sangat berperan bagi pertumbuhan tanaman. Perilaku nitrogen di dalam tanah sulit diperkirakan karena karena transformasinya sangat kompleks lebih dari 98% N di dalam tanah tidak tersedia untuk tanaman karena terakumulasi dalam bahan organic atau terjerat dalam mineral liat . Oleh karena itu, bahan organic yang sudah transformasi menjadi pupuk dapat membantu menyediakan N bagi tanaman. Suplai undur N melalui pemupukan lebih diutamakan untuk tanaman karena N merupakan unsur yang paling banyak hilang dari lahan setelah dipanen (Hadisuwanto dan Sukamto, 2007). b. Unsur P (fospor) Kompos ini memiliki nilai fospor sebesar 0.4760%, kadar fosfor tersebut belum sesuai dengan standarisasi pupuk organik berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011. Rendahnya kadar fosfor diduga karena kadar P yang ada pada aktivator digunakan sebagai makanan oleh mikroorganisme yang ada selama 34 proses pengomposan berlangsung hingga kompos matang Kilbaskara (2010). Di dalam tanah pengolongan fospor dibedakan menjadi P organik dan P anorganik. Keseterdiaan P organik umumnya sedikit dibandingkan dengan P anorganik. Fospor organik berasal dari bahanbahan organik seperti daun yang telah mengalami deorganikisi dan melepaskan ion P sehinga akan masuk kedalam tanah. Contoh P organik antara lain fosfolipida, asam susinat, fitin, dan inositol fospat. Sedangkan P anorganik dalam tanah berkaitan dengan senyawasenyawa yang sulit larut dalam air seperti Al, Mn, Fe, Ca. bahan bahan organik merupakan salah satu faktor penentu ketersediaan hara P melalui pelapukan yang hasilnya mudah diserap oleh tanaman. Pelapukan tersebut melibatkan mikroorganisme seperti bakteri (Djuarnani, dkk 2009). c. Unsur K (Kalium) Kadar unsur kalium penelitian ini adalah 0.1723, kadar tersebut belum sesuai dengan standarisasi pupuk organik berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR/.140/10/2011 dengan nilai standarisasi minimal 4%. Menurut Kilbaskara (2010) rendahnya kadar K disebabkan oleh penguapan pada proses pengomposan. Unsur Kyang hilang melalui penguapan terjadi bersamaan dengan dilepaskannya panas pada saat fermentasi berlangsung (proses pengomposan), semakin besar panas yang terbentuk maka semakin besar pula kalium yang hilang. 35 Secara alami, asupan kalium oleh tanaman dapat diperoleh dari tanah, residu seresah bahan organik dan air irigrasi. Namun, pada umumnya asupan dari alam tidak selalu tercukupi untuk pertumbuhan dan hasil yang optimal Suwahyono (2011). Dengan demikian tidak diperlukan asupan tambahan dari luar untuk tanaman karena mengandung unsurekalium yang rendah. d. Unsur Mg (Magnesium) Kompos ini memiliki magnesium sebesar 0.1067% kadar tersebut belum sesuai dengan standarisasi pupuk organik berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR/.140/10/2011. Magnesium berfungsi membantu proses pembentukan hijau daun akibat klorofil. Selain itu juga berfungsi membantu proses transportasi fosfat dalam tanaman. Kekurangan nagnesium dapat menyebabkan pucuk bagian di antara jari-jari daun tampak tidak berwarna. Kondisi ini akan tampak pertama kali dibagian atas. Sementara itu, daun akan berbentuk tipis tampak mongering dan melengkung keatas (Hadisuwito dan Sukanto, 2007). e. Unsur C/N Rasio Kompos ini memiliki nilai rasio C/N sebesar 1.9 nilai tersebut sudah sesuai dengan standarisasi pupuk organik berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011 yang mana memiliki standar sebesar 15-25. Suwastika (2005), kadar rasio C/N rendah menujukan bahwa bahan organik pada kompos yang sudah terdekomposisi. Karena menyusutnya bahan kompos dan menjadi matang yang ditandai dengan remahnya kompos, warna yang seperti 36 tanah, tidak berbau dan setidaknya kadar air pada kompos. Hal ini diduga bahwa proses pengomposan sangat dipengaruhi oleh kadar unsur C dan N yang tersedia dalam bahan kompos. Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (<20). Semakin tinggi rasio C/N bahan organik maka proses pengomposan atau perombakan bahan semakin lama. Waktu yang dibutuhkan bervariasi dari satu bulan hingga beberapa tahun tergantung bahan dasar. Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan C/N tanah. Rasio C/N tanah berkisar antara 10-12. Apabila bahan organikmempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan tanaman (Djuarnani,dkk 2009). 37 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Hasil analisis laboratorium terhadap pupuk kompos menunjukan bahwa kandungan N total adalah 2.3240%, kandungan P total adalah 0.7460%, kandungan K total adalah 0.1723%, kandungan Mg total adalah 0.1069% dan kandungan C/N Rasio 1.9. 2. Berdasarkan SNI pupuk organik menurut Peraturan Menteri Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011 kandungan unsure hara nitrogen (N), fospor (P), kalium (K), belum memenuhi standar B. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan kandungan unsur hara, karena masih belum memenuhi standar pupuk organik berdasarkan peraturan menteri Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011. 38 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2005.Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk .Balai Penelitian dan Pengembang Pertanian Departemen Pertanian. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Anonim. 2010. manfaat-kotoran-ayam-sebagai pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. Anonim,2010.perikehidupan lamtoro leucaena. Agromedia Pustaka. Jakarta. Anonim,2011. Manfaat pohon pelindung.http://eprints.ung.ac.id/5005/5/2012-148401-821308029-bab2-09082012030359.pdf. Anonim. 2011.Petunjuk PenggunaanEM 4. Bogor : Laboratorium Fakultas MIPA IPB Bogor. Didiek danYufnal. 2004. Membuat Pupuk Kompos Cair. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. Djuarnani N, Kristian, & SS Setiawan. 2009 . Cara Cepat Membuat Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta. Hadisuwito dan Sukamto. 2007. Membuat Pupuk kompos cair. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. Indriani YH. 2012. Membuat Kompos Secara Kilat.PenebarSwadaya. Jakarta . Isroi. 2003. Pengomposan Limbah Padat Organik. http://[email protected]. Diakses pada tanggal 21 September 2012 . Kilbaskara, T 2010. Pengaruh perbandingan Pupuk Kandang Ayam dan Kambing Serta Penambahan EM4 pada Pembuatan Bokashi Terhadap Kandungan Unsur N,P dan K Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman. Samarinda Musnamar EI. 2003. Pupuk Organik : Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Manser. 2008. Cara Membuat Kompos. http: // petani desa .wordpress.com. Diakses pada tanggal 15 Januari 2015. Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. Suwahyono.U.2011.Petunjuk Praktis Penggunaan Pupuk Organik secara Efektif dan Efisien.Penebar Swadaya. Jakarta. 39 Suwastika, A. A.N.G. 2005. Pengaruh Bahan Tambahan Terhadap Kualitas dari Limbah Organik. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar 40 LAMPIRAN . 41 Lampiran 1. Dokumentasi Pembuatan Kompos Daun Lamtoro ( Leucena Leucocephala) Menggunakan Aktivator EM-4. Gambar 3. Alat dan bahan pembuatan kompos Gambar 4. Pencampuran EM-4 42 Gambar 5. Pencampuran daun lamtoro dan kotoran ayam Gambar 6. Pengadukan bahan kompos 43 Gambar 7. Pembuatan awal kompos Gambar 8. Setelah beberapa hari pengomposan 44 Gambar 9. Kompos yang sudah matang