81 STRATEGI KOMUNIKASI PESANTREN SALAFIYAH AL-MUNAWAR BANI AMIN DALAM MENINGKATKAN PERANNYA UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN DI PROVINSI BANTEN Strategi Komunkasi Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin Malam itu, sekitar pukul 18.30 selesai sholat Magrib, rombongan Kyai Wawang bersiap memenuhi undangan di kampung sebelah. Beliau diminta memimpin pembacaan surah Yasin, memperingati setahun meninggalnya seorang tokoh masyarakat. Ritual ini disebut “ngehol”. Acaranya dilangsungkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) tempat bersemayam almarhum. Tepat pukul 19.00, Kyai tiba di depan pekuburan. Kedatangan Kyai disambut hangat oleh ratusan tamu yang sudah berkumpul di situ, mereka mendekati, bergantian mencium tangan Kyai. Kyai dipersilahkan duduk di dipan khusus, sebuah kursi panjang dan agak lebar, alasnya terbuat dari anyaman bambu, ditopang dengan kayu di keempat kakinya, diletakkan di antara makam-makam yang ada, diatasnya digelar kasur kapuk dibalut kain batik yang masih terlihat baru, terkesan seperti singgasana kehormatan. Telah tersedia pula berbagai jenis hidangan makanan dan minuman di hadapan Kyai. Terpisah dari dipan-dipan tamu lainnya, namun semuanya saling berhadapan dan melingkar. Di seberang jalan, berhadapan dengan TPU, tempat tinggal almarhum juga sudah dipenuhi ibu-ibu dan ratusan tamu lainnya. Sambil menunggu yasinan dimulai, tokoh-tokoh masyarakat di lingkaran pertama dimana Kyai duduk mulai berbincang, membicarakan segenap persoalan masyarakat, masalah kenaikan harga, pemilihan Wali Kota Serang yang sebentar lagi akan dilangsungkan, dan politik uang yang merajalela menjelang pemilukada. Tidak berapa lama, acara dimulai. Selama lima belas menit, surah Yasin dan tahlilan dibacakan bersama. Setelah selesai, Kyai bermunajat, berdoa untuk keselamatan almarhum di alam kubur dan keselamatan bagi semua yang masih hidup. Selesai berdoa, Kyai memberikan tausiyah singkat kepada warga. Setelah semua ritual terjalani, hidangan makan malam dihantarkan ke kuburan untuk disantap bersama. Sebelum pulang, rombongan Kyai disuguhi oleh-oleh makanan untuk dibawa pulang. Pamitnya Kyai juga menjadi sedikit ritual yang panjang, karena kembali semua warga mendekat, bersalaman mencium tangan. Selepas acara ngehol, perjalanan dilanjutkan ke kampung Kresek, Tangerang, menghadiri undangan Walimatul Khitan (sunatan) dan memberikan Tausiyah Rajaban. Sepanjang perjalanan menuju Kresek, Kyai dan kami yang ada di mobil berbincang, tidak habis pikir membahas kondisi jalan yang kami lalui rusak parah, padahal belum setahun diperbaiki. Setelah satu jam menempuh perjalanan, mobil yang kami tumpangi memasuki gerbang kampung. Mobil Kyai diparkir tepat di muka kampung. Selanjutnya, kami bejalan kaki, dipandu oleh beberapa pemuda yang telah menunggu. Suasana penyambutan Kyai sangat terasa. Di kanan – kiri kami, telah dipasang berjajar obor terbuat dari bambu setinggi pinggang orang dewasa, pengganti ketiadaan lampu penerangan jalan, di tengah rapatnya perkebunan bambu sepanjang 82 mata memandang. Pendaran cahaya obor menerangi langkah-langkah kaki yang terjejak agar tidak terjerembab di lubang dan beceknya tanah yang basah terguyur hujan sepanjang sore tadi. Suasananya begitu sepi. Di beberapa ruas jalan yang rusak parah, tumpukan batu sengaja ditaruh agar kondisi jalan tidak terlalu buruk. Setelah sepuluh menit berjalan, suasana terlihat berbeda. Tampak masyarakat ramai berkumpul, meriah, terang oleh berbagai lampu listrik dan gantungan-gantungan petromak. Menuju panggung acara, puluhan pemuda berbaris, berseragam putih lengan panjang, memakai sarung dan kopiah menyambut kedatangan Kyai. Tidak ketinggalan tabuhan musik rebana turut mengiringi kedatangan Kyai, dimainkan sekelompok pemuda dengan atraktif. Pelataran mushola kampung telah disulap menjadi ruang tunggu Kyai. Sebuah permadani digelar khusus untuk Kyai, di antara karpet mushola yang sudah lusuh. Hidangan makan dengan beragam lauk pauk sudah disiapkan. Kami dipersilahkan bersantap terlebih dahulu. Selama bersantap, tokoh-tokoh masyarakat menemani dan berbicang membicarakan berbagai masalah yang aktual di masyarakat, terutama persolan merebaknya aliran-aliran yang dianggap sesat merusak akidah umat. Di luar Mushollah, sambil menunggu Kyai memberikan Tausiyah, lantunan ayat-ayat suci diperdengarkan oleh Qori dan Qoriah secara bergantian. Semakin malam, masyarakat yang datang bertambah dari kampung sebelah. Ketika tausiyah berlangsung, suasana begitu khidmat dan hening, tidak ada warga yang beranjak hingga selesai. Selesai memberikan Tausiyah jam menunjukkan pukul 00.30 WIB. Sebelum rombongan Kyai Pamit, barisan pemuda yang tadi menyambut kedatangan Kyai, kembali berbaris melepas kepergian Kyai. Kali ini lebih banyak lagi berbagai bungkusan makanan yang telah disiapkan tuan rumah untuk dibawa pulang Kyai. Selepas dari memberikan Tausiyah disepatan, Tangerang, perjalanan dilanjutkan menuju Kasemen, Kota Serang, daerah yang terkenal sebagai lumbung padi Kota Serang. Kali ini Kyai diundang untuk memberikan tausyiah dalam acara pernikahan. Tepat pukul 02.20 WIB rombongan tiba di tempat acara berlangsung. Tidak menunggu lama, Kyai naik ke mimbar selama satu jam. Setelah itu, rombongan Kyai dipersilahkan singgah di salah satu rumah tokoh masyarakat. Kembali berbincang tentang segenap persoalan masyarakat dan saling menukar informasi, sambil bersantap berbagai hidangan yang telah disediakan. Selesai acara di Kasemen Serang, sebenarnya Kyai Wawang masih ada satu undangan lagi, yakni memberikan Tausiyah ba’da subuh di Pandeglang, sekitar dua jam perjalanan dari Kasemen. Namun Kyai sudah mengkonfirmasi ke pemangku hajat bahwa ia tidak bisa datang. juga empat undangan yang tidak didatanginya di pagi hingga sore tadi. Semenjak lima bulan lalu, kesehatannya terus menurun. Oleh sebab itu ia membatasi undangan memberikan tausiyah sehari hanya di tiga tempat, dijadwalkan malam hari, ujar Kyai Wawang. Siang hari ia gunakan untuk beristirahat dan memanfaatkan waktunya mengajar santri mengaji. Suatu saat, perjuangan dakwah ini mesti saya wariskan ke Ustadz yang sudah mampu melakukannya, saya sendiri ingin khusyu mengajar santri saja, ujar Kyai Wawang kembali. Tidak ada yang dapat menggantikan tugas dan peran Kyai jika belum diminta oleh Kyai atau karena Kyai benar-benar berhalangan. Manajemen tradisional yang berjalan memang tidak mengarah kepada pelimpahan wewenang secara otomatis. 83 Prosedural formal dalam organisasi Pesantren Salafiyah tidak nampak. Kyai menjadi tumpuan dalam manajemen pengelolaan dan operasional Pesantren Salafiyah. Keterlibatan Ustadz dalam menentukan jadwal Tausiyah Kyai hanya pada penjadwalan Tausiyah yang dicatat secara rapih untuk diingat kembali oleh Kyai. Pada beberapa agenda tausiyah yang dijadwalkan namun tidak bisa dihadiri oleh Kyai, ditawarkan Ustadz pengganti yang dianggap mampu, jika pihak pengundang mau, maka Ustadz yang dipercaya Kyai akan menggantikannya. Secara internal komunikasi yang berjalan begitu fleksibel, tanpa ambisi dan berjalan dalam alur kekeluargaan yang saling menjunjung serta saling menghormati. Strategi Komunikasi Organisasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Manajemen Pesantren Salafiyah dan sistem pembelajarannya mempunyai karakteristik tersendiri, tidak menganut ketentuan-ketentuan formalistik dan prosedural yang ketat. Hal ini karena organisasi sistem pembelajaran itu sendiri terbentuk sebagaimana kebutuhan dalam keluarga. Tidak ada struktur formal. Semua bertumpu kepada Kyai. Kendati, bukan berarti tidak ada kecenderungan atau orientasi pembagian tugas di dalam Pesantren Salafiyah itu sendiri. Setidaknya strategi komunikasi yang berkaitan dengan pembagian tugas dan wewenang Kyai terhadap keseluruhan tugas yang diemban Kyai, pada tahap perencanaan dilimpahkan kepada Ustadz, sebagi berikut: Masalah santri dan pengajian internal ponpes Ustadz 2 Ustadz 1 Kyai Ustadz 3 Ustadz 4 Menangani PHBI Logistik dan Usaha wakil dan personifikasi Kyai dlm semua urusan Utadz 2 Urusan Eksternal Ponpes: sosial kemasyarakatan Ustadz 5 Menggantikan Kyai ketika berhalangan bertausiyah Gambar 8.1 Strategi Komunikasi Organisasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin 84 Strategi komunikasi organisasi Pesantren Salafiyah Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dapat dikaji Pentad Analysisnya sebagai berikut: Tabel 8.1 Kajian Pentad Analysis Peran Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi Organisasi Teori Kajian Scene Kyai Pesantren Salafiyah memegang peranan penting dan utama dalam melihat dan menentukan Ustadz yang dapat mewakilinya untuk kepentingan dan kebutuhan pengelolaan pesantren dalam urusan mengajar menggantikan posisi Kyai, mewakili Kyai dalam urusan sosial keagamaan ketika berhalangan, termasuk dalam hal peringatan hari besar keagamaan. Termasuk untuk urusan logistik dan bisnis Kyai. Agent Kyai pimpinan Pesantren Salafiyah Act Motivasi dan pemikirannya adalah kemampuan untuk menggantikan Kyai secara proporsional keilmuan dan kematagannya Agency Instrumennya adalah Kyai pimpinan Pesantren Salafiyah Purpose Menggantikan peran Kyai Strategi Komunikasi Internal Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin Walau tidak secara kaku komunikasi pembagian tugas dijalankan namun bisa dipastikan bahwa orientasi dari pelimpahan wewenang antara Kyai dengan Ustadz berjalan dengan baik dengan masing-masing orientasi pembagian tugas yang jelas. Dari gambaran strategi komunikasi dalam hal pembagian tugas tadi, maka gambaran strategi komunikasi internal terjalin dalam permasalahan yang sangat dalam menyangkut masalah-masalah yang lebih pribadi, melibatkan elemen penting di dalam pesantren, yakni Kyai, santri, Ustadz dan Masjid (pengelola), sebagai berikut: Guru Masalah Pendidikan Masalah Keluarga Santri Sant ri Kyai Usta dz Pengelola Masjid Masalah Pribadi Santri PHBI Masalah Ponpes Masalah Keluarga Ustadz Masalah Ekonomi Ustadz Ibadah Rutin Kepengurus ann Gambar 8.2 Strategi Komunikasi Internal Pengembangan diri Ustadz 85 Strategi komunikasi internal yang dijalin dan terjalin di dalam Pesantren Salafiyah memiliki kekuatan strategi yang baik mengingat saluran komunikasi yang terjadi selain dua arah, juga memuat kebutuhan komunikasi yang sangat dekat karena bukan saja membahas dan membicarakan hal-hal yang formal mengenai proses belajar mengajar di Pesantren tetapi juga berkaitan masalah keseharian pelaku di dalamnya atas dasar saling mempercayai. Strategi komunikasi internal Pesantren Salafiyah Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dapat dikaji Pentad Analysisnya sebagai berikut: Tabel 8.2 Kajian Pentad Analysis Peran Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi Internal Teori Kajian Scene Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin sebagai lembaga pendidikan juga sebagai satu kesatuan keluarga besar dari keluarga gurunya kyai, kyai dan keluarganya, keluarga santri dan Ustadz. Dimana dalam satu satuan keluarga besar ini biasanya semua masalah dibicarakan secara terbuka dengan Kyai yang menyangkut bukan saja masalah kependidikan di pesantren tapi juga menyangkut persoalan keluarga, ekonomi, hal-hal yang bersifat pribadi, terutama yang berkaitan dengan pengembangan dan ibadah santri. Agent Guru Kyai memiliki pengaruh yang besar selain kyai sendiri di Pesantren Salafiyah Al-Munawat Bani Amin untuk menggerakkan pesantren yang diharapkan memiliki pengaruh kepada keluarga masing-masing di pesantren. Sementara secara formal hubungan yang lebih longgar (diluar keluarga santri dan Ustadz) dengan masyarakat dapat lebih terjalin dengan masyarakat melalui pengurusan masjid dilingkungan pesantren melalui ibadah rutin seperti ibadah lima waktu, peringatan hari besar islam, dan sebagainya. Act Motivasi, karakteristik dan pemikiran dalam situasi ini adalah implementasi berjamaah sebagai praktek keseharian ibadah Agency Guru Kyai, Kyai dan institusi masjid dalam pesantren Purpose Tujuannya adalah kemampuan membangun dan membentuk banteng masyarakat yang kokoh atas kebutuhan implementasi nilai-nilai keagamaan. Strategi Komunikasi Eksternal Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin Komunikasi eksternal yang dimaksud adalah suatu pola komunikasi yang dijalin elemen-elemn dasar Pesantren Salafiyah kepada pihak luar yang terdekat. Sudah menjadi suatu pola umum bahwa kebutuhan komunikasi yang diterapkan oleh pesantren, terutama Kyai syarat dengan makna pembelajaran yang dimulai dengan kalangan terdekat lebih dahulu sebagai contoh teladan bagi kalangan terdekat baru kemudian tertransmisikan kepada masyarakat yang lebih luas. 86 Strategi komunikasi eksternal Pesantren Salafiyah Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dapat dikaji Pentad Analysisnya sebagai berikut: Tabel 8.3 Kajian Pentad Analysis Peran Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi Eksternal Teori Kajian Scene Komunikasi dengan pihak eksternal merupakan kebutuhan dari suatu kepentingan syiar agama yang mesti dilakukan oleh Pesantren Salafiyah. Interaksi ini biasanya dijalin melalui lingkungan terdekat lebih dahulu sepertihalnya Nabi ketika memulai dakwanya dulu. Dimulai dengan pengajian dilingkungan terdekat pesantren, kemudian warga kamg di seputaran pesantren hingga masyarkat diluar yang bias saja lintas daerah bahkan Negara. Kesederhanaan dan model komunikasi tradisional yang dilangsungkan juga berdampak kepada hubungan komunikasi dan interaksi kepada pemerintah yang terbatas pada aparat dilingkungannya. Agent Kyai dan institusi Pesantren Salafiyah Act Motivasi dan karakteristik komunikasi eksternal yang dimulai secara sederhana ini merupakan hal yang dicontoh pada saat zaman Nabi Muhammad memulai dakwanya dari lingkungan terdekat hingga pada seluruh dunia. Agency Instrumen yang digunakan adalah Kyai, santri dan Ustadz Purpose Mensyiarkan agama islam Secara eksternal, strategi komunikasi Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin menjadikan setiap elemen komunikasi lainnya sebagai bagian dari transmisi untuk tersampaikannya pesan yang sama kepada pihak atau masyarakat lain. Hal yang dijaga dalam komunikasi eksternal ini adalah keteladanan yang ditunjukkan kepada pihak yang paling dekat lebih dahulu secara geografis dan kedekatan emosionalnya. Hal inilah yang kemudian menjadi pancaran transmisi yang mampu memberikan gambaran dan personifikasi nilai-nilai budaya yang dirasakan nyaman oleh masyarakat sehingga dibutuhkan. Kemampuan berstrategi secara eksternal ini menjadi dasar bagi Pesantren Salafiyah Almunawar Bani Amin untuk menguatkan pola strategi komunikasi dalam rangka kaderisasi dan pemantapan kapasitas organisasinya dapat dikaji Pentad Analysisnya sebagai berikut: 87 Tabel 8.4 Kajian Pentad Analysis Peran Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi kaderisasi Teori Kajian Scene Kyai pimpinan Pesantren Salafiyah menjadi faktor yang paling menentukan terhadap keberhasilan santri yang dianggap telah cukup dan dapat melanjutkan ke pesantren lain untuk melengkapi atau meneruskan keilmuannya, bagi santri yang dianggap telah cukup menimba ilmunya, mau bagi santri yang dianggap mampu dan diminta untuk membuka Pesantren Salafiyah ditempat lain. Kaderisasi ini secara otomatis membuka peluang bagi masyarakat untuk memberikan predikat bagi santri-santri tersebut pada berbagai predikat baru setelah lulus dari pesantren, seperti Ustadz. Bagi santri yang membuka Pesantren Salafiyah baru, lama kelamaan masyarakat sesuai dengan proses dan lamanya waktu akan memberikan predikat Kyai Agent Kyai, Santri, Ustadz Act Motivasi dan pemikirannya adalah kembali mengamalkan ilmu di pesantren yang sudah di dapat oleh santri Agency Santri –santri yang telah lulus Pesantren Salafiyah Purpose Mengamalkan ilmunya dan istiqomah di dalam kehidupan masyarakat Komuniksi eksternal yang dilakukan menjelaskan bagaimana eksistensi Pesantren Salafiyah ditengah gempuran modernisasi pembangunan dan masyarakatnya. Komunikasi strategi kaderisasi dalam Pesantren Salafiyah berjalan secara sederhana dalam konsep komunikasi tatap muka yang menangandalkan pembicaraan dalam budaya keluarga dari mulut ke mulut. Strategi ini menjadi lebih murah secara biaya namun efektif dan efisien dalam memilih dan merekrut elemenelemen penting dalam Pesantren Salafiyah secara utuh. Pada dasarnya, strategi komunikasi yang dibangun, baik secara internal mau eksternal, merupakan suatu syiar agama, baik dalam perkataan mau perbuatan. Dari mulai adab berbicara, makan, minum, bebersih diri, bermasyarakat dan lain sebagainya. Ketika komunikasi internal dan eksternal tertransimikan menjadi suatu komunikasi massa, maka hal ini menjadi komunikasi yang strategis, yakni dakwah yang melibatkan massa secara luas, dihadiri oleh masyarakat dari berbagai strata pendidikan, ekonomi, pekerjaan dan gender. Kemampuan berdakwa, bisa dibilang sebagai jalan memperkukuh budaya dan keagamaan yang fundamental dari keberadaan Pesantren Salafiyah di Banten, baik di perkampungan maupun perkotaan. Di perkotaan sendiri, mengundang Kyai dan santri Salafiyah menjadi hal yang menarik karena dianggap unik dan asli Banten. Syiar agama melalui komunikasi massa dapat di kaji secara Pentad Analysis sebagai berikut: 88 Tabel 8.5 Kajian Pentad Analysis Peran Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi massa Teori Kajian Scene Peran aktif yang diperankan oleh kyai dan Ustadz dalam mengisi berbagai kebutuhan sisi religi masyarakat baik dalam bentuk tausiyah dan acara keagamaan lainnya berhasil merangkul kedekatan dalam landasan keyakinan di berbagai strata sosial ekonomi masyarakat terhadap pesan pembangunan dan persepsi serta sensitifitas bersama. Kebersamaan dalam beragama menciptakan komunikasi massa yang intens terutama dalam event-event rutin keagamaan. Agent Kyai dan Ustadz Act Motivasi, pemikiran dan karakteristik dalam situasi ini adalah keinginan dan kebersamaan menyikapi secara bersama persoalan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat secara bersama. Agency Instrumennya adalah Kyai dan event keagamaan Purpose Penyikapan bersama secara kuantitas atas persoalan kemasyarakatan Dalam setiap syiar agama yang disampaikan, menyampaikan visi Pesantren Salafiyah dan menceritakan keberadaannya kepada masyarakat menjadi pesan yang selalu disampaikan di sela-sela penyampaian pesan-pesan lainnya dalam suatu tausiyah. Dan biasanya, cepat atau lambat, dari pesan tersebut berdampak kepada Pesantren Salafiyah yang dipimpinnya dengan adanya orang tua yang tertarik menitipkan anaknya sampai kepada pemberian bantuan kepada pesantren secara perorangan. Strategi Komunikasi Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin Dalam Bidang Budaya dan Keagamaan Strategi komunikasi massa yang disampaikan melalui syiar agama menjadi penjabaran visi Pesantren Salafiyah dan latar komunikasi massa yang mudah dikenali. Mengundang Kyai Salafiyah dengan honor seikhlasnya, bandingkan dengan Ustadz selebritis yang menentukan dan mematok dana infaq yang harus dikeluarkan pihak pengundang, misalnya. Panitia tidak perlu repot, menyiapkan akomodasi hotel, menjemput atau mengantar pulang, memberikan contoh-contoh perilaku ke-islaman yang memang dilakukan oleh Kyai di pesantren dalam keseharian bermasyarakat. Kemudian, visi Salafiyah tersampaikan secara imlementatif tanpa mengkritik atau menyindir secara tajam atas praktek-praktek pembangunan yang janggal. Syiar agama ini masuk ke setiap lapisan masyarakat disetiap lapis stratanya, baik itu usia, pekerjaan, jenis kelamin, dan ekonomi. Syiar agama yang dilakukan rutin hampir setiap hari seiring dengan permintaan masyarakat yang tiada henti. Hal ini membuktikan bahwa Pesantren Salafiyah merupakan kekuatan budaya lokal yang memiliki jaringan komunikasi yang luas. Sebagai kekuatan budaya lokal, Pesantren Salafiyah di Banten merepresentasikan sub kultur Indonesia yang lebih adaptatif dan menghargai tradisi 89 dan kearifan budaya lokal. Menjadi rujukan atas keislaman dalam akar budaya yang cinta damai, toleran, dan ramah. Komunikasi pembangunan di Banten, seperti di wilayah lainnya, melibatkan interaksi tiga komponen. Pertama, birokrasi pemerintahan, masyarakat, wakil rakyat, pihak yudikatif (komunikator pembangunan). Kedua, ide atau program pembangunan yang disampaikan diberbagai media dan forum lainnya (pesan pembangunan). Ketiga, masyarakat di setiap tingkat strata sosialnya baik yang tinggal di kota mau desa (sasaran pembangunan). Secara normatif dan teoritis, pembangunan ingin dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya. Dari aspek ini pembangunan sebenarnya bersifat pragmatis pada upaya membangkitkan inovasi bagi kebutuhan masyarakat pada masa kini dan yang akan datang. Oleh karena itu, komunikasi berfungsi menata sikap dan perilaku manusia di dalamnya sebagai subjek maupun sebagai objek pembangunan. Dalam konteks interaksi dan komunikasi komponen pembangunan seperti yang sudah diulas, Pesantren Salafiyah merupakan sarana yang dipilih masyarakat, terutama di desa untuk menaggulangi kerasnya zaman dan pragmatismenya pembangunan serta tidak menentunya perkembangan ekonomi. Pesantren Salafiyah mejadi pelindung ancaman nilai-nilai budaya yang merugikan dari luar. Contoh, pelaksanaan Istighotsah yang dhadiri massa di salah satu lapangan di Anyer, Banten (2013) dalam rangka menolak penambangan pasir yang merugikan masyarakat pantai. Pesantren menjadi simbol budaya keislaman yang mencerdaskan manusia secara lahir dan batin. Sebagai kekuatan budaya, strategi komunikasi yang berlangsung di Pesantren Salafiyah dikaji secara Pentad Analysis sebagai berikut: Tabel 8.6 Kajian Pentad Analysis Peran Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi Budaya dan Keagamaan Teori Kajian Scene Dalam bidang budaya dan keagamaan, kyai dan Pesantren Salafiyah mendapat tempat yang lebih baik dan berakar. Dukungan yang diberikan bukan saja dari masyarakat baik pedesaan mau perkotaan, tetapi juga meliputi pemerintah, politisi, pengusaha, organisasi sosial keagamaan, media, seniman dan kalangan pariwisata. Hal ini terjadi karena Pesantren Salafiyah telah menjadi kekuatan budaya yang telah memproduksi berbagai bentuk kesenian yang diakui dan berakar di masyarakat, seperti ritual tahlilan, delailan, marhabanan, terbang gede, panjang mulud, rajaban, lebaran anak yatim. Pada bentuk kesenian tertentu, seperti panjang mulud telah dijadikan event pariwisata resmi dan rutin pemerintahan Agent Kyai dan Pesantren Salafiyah Act Berbagai bentuk kesenian dan budaya islam Agency Instrumen kesenian Purpose Menyampaikan berbagai syiar islam dalam bentuk kesenian dan ritual dalam bermasyarakat 90 Kemampuan Pesantren Salafiyah menjadi salah satu kekuatan budaya lokal di Banten tidak bisa dilepaskan dari adanya jaringan komunikasi segenap elemen pembangunan yang secara signifikan membantu atau menaruh minat pada berbagai kegiatan budaya yang berlangsung dan menjadi agenda rutin Pesantren Salafiyah. Ditengah hingar bingarnya budaya pop masyarakat dengan tayangan-tayangan televisi yang seringkali dikritik tidak mendidik, potensi kekerasan masyarakat yang semakin meningkat, kesenian dan kehidupan tradisional Pesantren Salafiyah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang biasanya terekspos secara terbuka pada moment tertentu, seperti panjang mulud, memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad dengn menggelar arak-arakkan berbagai barang kebutuhan sehari-hari, mulai dari bahan makanan hingga barang-barang mewah, seperti kulkas, motor dan sebagainya. Barang-barang ini setelah diarak dikumpulkan di satu titik temu bersama, biasanya di Masjid, kemudian barang-barang tersebut dibagikan kepada anak yatim piatu, masyarakat miskin, pesantren dan Kyai yang disegani. Kesenian lain yang juga dimiliki oleh Pesantren Salafiyah dan diminati masyarakat adalah Terbang Gede, suatu grup musik tradisional yang terdiri atas enam samai sepuluh orang penabuh alat-alat musik tabuh, mengiringi seseorang yang melantunkan puji-pujian. Beberapa agenda rutin kesenian yang lahir dari Pesantren Salafiyah dijadikan event rutin pariwisata pemerintah provinsi Banten dalam rangka menarik minat wisatawan lokal, seperti panjang mulud. Strategi Komunikasi Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin Dalam Bidang Pendidikan Sebagai kekuatan pendidikan, Pesantren Salafiyah diakui menjadi lembaga pendidikan moral tanpa cacat. Diakui atau tidak, moralitas merupakan pangkal dari krisis multidimensi yang berkepanjangan yang melanda bangsa Indonesia saat ini. Pemerintah, wakil rakyat, pejabat lemah dalam hal moralitas. Akibatnya, korupsi semakin tidak tertandingi, lalai dalam menegakkan hukum, keadilan tidak segera tercapai, nepotisme dan kolusi merajalela. Pembunuhan, konflik agama, pertengkaran merupakan dampak dari rendahnya moralitas bangsa. Agama dijadikan komoditas politik, legitimasi penguasa yang despotik, perampasan hak-hak asasi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, sebagai pusat studi agama, Pesantren Salafiyah memiliki identitas khas selaku key player yang concern dalam mencetak generasi bermoralbaik. Strategi komunikasi Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin dalam bidang pendidikan dilakukan secara terbatas atau tidak secara langsung, tidak seperti komunikasi yang dilakukan dalam bidang budaya dan keagamaan. Kemungkinan, cara ini menjadi ciri khas islam tradisional yang telah dilakukan oleh para pendahulunya, seperti Wali Songo di pulau Jawa, menyebarkan Islam melalaui jalur budaya. Kemungkinan kedua, dari ketertarikan budaya ini diharapkan masyarakat mempertimbangkan pendidikan tradisional Salafiyah kembali. Kemungkinan ketiga, jika strategi komnikasi pendidikan dilakukan secara terbuka, bisa menyebabkan adanya perbedaan nilai-nilai mendasar pendidikan ditingkat orientasi, tujuan dan 91 aplikasi yang dimiliki dalam pendidikan modern dari pola, cara dan metode pembelajarannya, sehingga menyebabkan pertentangan yang tidak perlu, dimana pemerintah, masyarakat secara luas, politisi memberikan dukungan mereka pada bentuk dan model pendidikan modern. Sebagai lembaga pendidikan tradisional, Pesantren Salafiyah mempertahankan komunikasi dengan masyarakat pedesaan dan sedikit pengusaha yang masih simpatik kepada Pesantren Salafiyah, dan bisa dikatakan memiliki andil dalam menjaga pesantren Salafiah. Strategi komunikasi di bidang pendidikan dapat dikaji secara Pentad Analysis sebagai berikut: Tabel 8.7 Kajian Pentad Analysis Peran Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi dibidang pendidikan Teori Kajian Scene Pesantren Salafiyah lebih dikenal sebagai lembaga yang memiliki kekuatan dalam menyelenggarakan pendidikan keagamaan secara konsisten sejak ratusan tahun lalu. Kemampuannya menelurkan berbagai disiplin ilmu intelektual islam juga telah dikenal, mulai dari keahlian ilmu alat, yakni ilmu yang digunakan untuk membaca, memahami dan menafsirkan ilmu Al-Quran dan kitab gundul lainnya langsung dari gramatika dan bahasanya langsung, tidak dari terjemahannya, kemudian penguasaan ilmu hadist, penguasaan ilmu tahfidz. Pendidikan yang diselengarakannya diadakan secara gratis, dimana santri yang terserap lebih banyak dari kalangan miskin desa dan perkotaan. Dalam bidang ini, strategi komunikasi yang diusung hanya mendapat dukungan dari organisasi sosial keagamaan dan sedikit pengusaha yang dekat dengan pesantren. Agent Lembaga pendidikan Pesantren Salafiyah Act Motivasi, pemikiran dan karakteristik yang ingin dibangun adalah menjaga dan meneruskan prinsip-prinsip Salafiyah dalam menegakkan syiar agama Agency Instrumenya adalah Pesantren Salafiyah dengan pengelolaan yang gratis dan sederhana namun berkualitas Purpose Menegakkan syariat islam Masyarakat pedesaan dan organisasi sosial keagamaan seperti Nahdatul Ulama menjadi pendukung setia dari perjalanan pendidikan tradisional Pesantren Salafiyah. Kedua elemen ini memiliki korelasi langsung yang signifikan. Masyarakat pedesaan menjadi basis utama dari rekruitmen santri. Santri-santri dari pedesaan biasanya datang dari kalangan petani miskin, anak-anak buruh tani serabutan dan profesi-profesi informal lainnya. Walau ada juga santri dari masyarakat kota dan kalangan mampu, tapi jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Desa juga menjadi basis utama dari keberadaan santri, termasuk pendirian kembali Pesantren Salafiyah ketika santri sudah selesai mondok dan mendapat izazah 92 (pesan atau amanat) untuk mendirikan pesanten Salafiyah kembali. Sementara organisasi Nahdatul Ulama yang meyakini dirinya sebagai organisasi ulama, secara ideal mengandalkan pucuk kepemimpinan ditingkat Rois Syuriyah dari kalangan Pesantren Salafiyah yang dianggap matang dari sisi keilmuan agama dan kewibawaannya di masyarakat sebagai tokoh agama. Secara garis besar Kepengurusan Nahdlatul Ulama terdiri struktur pengurus Syuriyah sebagai pemegang kebijakan tertinggi dan pengurus tanfidziyah sebagai pelaksana kebijakan. Pengurus Syuriyah terdiri atas pengurus harian yang dipimpin oleh seorang Rois Syuriyah, disamping a’wan syuriyah yang berkedudukan sebagai anggota dan pembantu fungsi kesyuriyahan. Sedangkan Pengurus Tanfidziyah dipimpin oleh seorang Ketua untuk melaksanakan tugas organisasi, pengurus Tanfidziyah membentuk lembaga dan lajnah yang berfungsi sebagai departemen. Dalam suatu perdebatan musyawarah kerja Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama Provinsi Banten ke tiga, Juni 2013 lalu, persoalan kaderisasi pengurus rois syuriyah NU dan basis perekrutannya dari Pesantren Salafiyah menjadi perdebatan hangat, mengingat NU merasa bahwa Pesantren Salafiyah merupakan indikator dari keberadaan dan keberhasilan NU wilayah, terutama dalam regenerasi di tingkat Rois Syuriyah. Namun hal ini menjadi kendala karena pesantren-Pesantren Salafiyah yang ada di Banten hampir tidak terperhatikan oleh pemeritah mau oleh NU Banten sendiri. Strategi Komunikasi Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin di Bidang Sosial Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin tidak selalu menggunakan semua hubungan sosial yang dimilikinya, tetapi disesuaikan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya atau menyesuaikan diri pada konteks sosialnya dalam rangka mencapai tujuan dengan mengikuti konfigurasi jaringan hubungan sosial tertentu. Dalam strategi komunikasi pada aspek sosial, Pesantren Salafiyah berkomunikasi sesuai dengan kebutuhan dan pengalamannya. Oleh karena itu, siapa memilih siapa atau siapa dipilih siapa merupakan hal yang penting. Muatan sosial yang terjadi dalam komunikasi mengalir mengikuti arus alamiahnya, dalam hal apa Kyai memilih membina hubungan sosial dengan seseorang atau pihak tertentu dan tidak kepada yang lain. Konteks sosial yang dibangun dirancang pada upaya membentuk jaringan hubungan sosial berdasarkan pertimbangan syariah dan pembentukan hubungan keagamaan. Dalam setiap hubungan sosial yang terbina belum tentu atau tidak selalu bersifat "timbal balik" (resiprokal). Pertimbangan strategi komunkasi di bidang sosial didasari atas realitas, dimana kehidupan modern yang terbuka dan dinamis seperti sekarang, tentu saja bagi sebagian orang, terutama anak muda, menjadi hal yang membosankan ketika merasa terkungkung oleh nilai-nilai tradisonal dan sakral di dalamnya. Alasannya karena agama bukanlah hal yang patut dipublikasikan atau ditawarkan, tetapi lebih kepada panggilan. Seperti, berkain sarung, berkopiah, taat dan tekun beribadah, meninggalkan hal-hal yang dapat menjauhkan seseorang dari agama. Ditengah situasi sosial yang terbelah dengan nilai-nilai asing, dimana kebebasan, individualisme dan 93 nilai lainnya menjadi patokan semua elemen masyarakat, maka hal ini bertentangan dengan kehidupan sosial yang hidup, tumbuh dan berkembang di Pesantren Salafiyah. Ketidak cocokan nilai-nilai dasar sosial tadi menyebabkan strategi komunikasi yang dipilih Pesantren Salafiyah sebagai kekuatan sosial membatasi diri kepada masyarat pedesaan dan organisasi sosial keagamaan yang ada dan lekat di daerahnya secara geografis dan ideologis dapat dikaji secara Pentad Analysis sebagai berikut: Tabel 8.8 Kajian Pentad Analysis Peran Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi dibidang sosial Teori Kajian Scene Kehidupan sosial Pesantren Salafiyah biasanya lebih dekat pada sosiologis pedesaan, dimana dalam kehidupan tersebut Pesantren Salafiyah berkepentingan untuk mempertahankan nilai sosial yang dianut memiliki kekuatan dan karakteristik yang dapat mengkomunikasikan nilai-nilai keagamaan di dalam perubahan dan pembangunan. Agent Kyai, Ustadz, Santri dan lembaga pesantren saafiyah Act Motivasi, pemikiran dan karakteritik sosial yang dibangun adalah solidaritas dalam beragama Agency Pesantren Salafiyah sebagai lembaga social Purpose Terbangunnya kesadaran masyarakat atas kehidupan sosial keagamaan Kemungkinan besar strategi komunikasi sosial dibangun seperti ini agar santri terhindar dari pengaruh langsung mau tidak langsung budaya Western yang saat ini sudah pula memasuki kampung-kampung. Namun tidak bisa dinafikkan bahwa lulusan Pesantren Salafiyah memiliki peran multi-sektor terhadap pembangunan bangsa. Lulusan Pesantren Salafiyah selalu terpakai dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya, karena ditempatkan sebagai aktor dengan indikator nilai keagamaan dan budaya yang diidamkan, diharapakan dan dijaga oleh masyarakat. Oleh karena itu, keberadaannya seringkali menjadi tokoh keagamaan, dan pemimpin masyarakat. Pesantren sebagai tempat pendidikan agama memiliki basis sosial yang jelas karena keberadaannya menyatu dengan masyarakat. Pada umumnya, pesantren hidup dari, oleh, dan untuk masyarakat. Visi ini menuntut adanya peran dan fungsi pesantren yang sejalan dengan situasi dan kondisi masyarakat, bangsa, dan negara yang terus berkembang. Sementara itu, sebagai suatu komunitas, pesantren telah berperan menjadi penggerak bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat mengingat pesantren merupakan kekuatan sosial yang jumlahnya cukup besar. Secara umum, akumulasi tata nilai dan kehidupan spiritual Islam di pesantren pada dasarnya adalah lembaga tafaqquh fid din yang mengemban untuk meneruskan risalah Nabi Muhammad saw sekaligus melestarikan ajaran Islam. Sebagai elit sosial, Kyai menjadi panutan dan sekaligus pelindung masyarakat dari tindakan kesewenang-wenangan pemerintah. Multi peran seperti inilah yang seringkali menjadikan Kyai bersikap serba salah dan 94 dilematis dalam kehidupan sosial. Peran dan tanggung jawab Kyai terhadap agama, negara dan masyarakat secara bersamaan, tidak jarang menimbulkan benturan kepentingan yang menjadikan pada posisi sulit. Pada saat hubungan pemerintah dengan rakyat tidak harmonis, di mana dominasi negara sangat kuat, Kyai yang tidak membela dan memperjuangkan kepentingan masyarakat akan dijauhi oleh masyarakat dan santrinya. Hal ini berarti Kyai akan kehilangan sumber otoritas, kewibawaan dan legitimasi sebagai Kyai, yang apabila tidak di manage dengan baik, Kyai akan kehilangan posisi daya tawarnya, tidak hanya di hadapan pemerintah, tetapi di hadapan masyarakat. Strategi Komunikasi Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin di Bidang Politik Politik pada dasarnya adalah soal pengaruh mempengaruhi, sementara pengaruh itu ditentukan oleh kuasa atau power yang dimiliki. Power sendiri bisa muncul dari berbagai sumber, sejak dari yang paling abstrak, pengetahuan, keturunan, moralitas, dukungan massa hingga kapital, termasuk senjata. Mereka yang memiliki salah satu atau sebagian darinya akan memiliki power, dan power akan menghasilkan pengaruh di masyarakat, baik karena terpaksa atau sukarela. Kekuatan politik biasanya ditandai dengan kemampuan seseorang atau kelompok atas posisi tawar yang dimiliki untuk mempengaruhi suatu kebijakan atau dalam kerangka memperoleh akumulasi kekuasaan atas sumber daya pembangunan baik secara sukarela mau terpaksa. Kyai dengan dukungan massa yang sangat besar, dipandang sebagai simbol kekuatan moral dalam politik yang sangat signifikan, potensi seperti itu dianggap strategis ditarik ke ranah politik, baik sebagai pemain langsung atau sebagai kekuatan yang mampu mempengaruhi massa dan sekaligus pemberi legitimasi moral. Hal ini merupakan kekuatan Kyai yang riil, hanya saja kekuatan itu seringkali berakibat negatif, karena dengan powernya itu ia selalu dicurigai. Di sisi lain daya tarik politik yang besar itu seringkali dimanfaatkan secara pragmatis, untuk melegitimasi kebijakan pihak atau kelompok tertentu, bukan sebaliknya untuk menekan negara untuk membebaskan rakyat. Belum lagi ketika kekuatan politik moral itu ditarik menjadi politik praktis, sehingga membuat banyak Kyai yang terserap ke partai politik. Dalam ranah politik, Kyai menjadi pilar kultural utamanya. pemain politik berupaya menempatkan beberapa Kyai sebagai motor penggerak atau sekedar legitimator moral. Kecenderungan tersebut tampaknya juga terjadi pada arena politik lokal, Dalam kasus-kasus pemilihan kepala daerah, Kyai banyak terlibat dalam upaya membangun dukungan politik bagi calon-calon tertentu. Para calon kepala daerah sendiri, bupati atau gubernur, juga tidak henti berupaya melakukan hal yang sama sebagaimana dilakukan para politisi partai. Namun sepak terjang Kyai dalam kancah politik praktis ternyata membawa perubahan pada penilaian masyarakat terhadap Kyai pesantren. Kyai yang dulunya sangat disegani oleh masyarakat, bisa tidak lagi disegani, karena terjun ke dalam politik praktis. Alasan yang biasa disampaikan oleh 95 masyarakat adalah karena perilaku Kyai sudah berubah, tidak lagi menjadi panutan. Meski kasusnya tidak banyak, tetapi figur Kyai menjadi turun. Jika dulu Kyai menjadi tuntunan, bisa menjadi tontonan. Oleh karena itu, strategi komunikasi Pesantren Salafiyah di bidang politik dapat dikaji secara Pentad Analysis sebagai berikut: Tabel 8.9 Kajian Pentad Analysis Peran Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin dalam strategi komunikasi dibidang politik Teori Kajian Scene Ketaatan masyarakat terhadap arahan dan perkataan Kyai pimpinan Pesantren Salafiyah seringkali menjadi kebutuhan dunia politik praktis terhadap legitimasi moral para politisi mau elit politik. Ketaatan masyarakat sendiri tercipta kuat dengan pesantren dikarenakan hubungan yang erat dengan masyarakat diserangkaian kegiatan sosial keagamaan yang ada menjadi incaran atas keyakinan dunia politik Agent Kyai Act Moralitas Kyai untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat Agency Kyai dan Pesantren Salafiyah Purpose Mendapatkan dukungan politik Dalam kehidupan politik, Kyai dan tokoh pesantren sering kali menjadi sasaran para politisi dalam membangun basis dukungan politik pada setiap pemilihan umum. Kyai berpotensi besar menjadi power yang berpengaruh atas kemenangan politik. Sosok Kyai menjadi incaran para politisi untuk dimintai restunya, atau bahkan melibatkannya dalam kepengurusan partai. Tim sukses yang telah dibentuk para leader partai sekarang ini menunjukkan bahwa peran para Kyai yang signifikan akan dapat meraup suara. Sosok Kyai awalnya hanya dalam lingkup pesantren yang mentransformasikan nilai-nilai agama pada masyarakat lokal, ternyata ketika di ranah politik menjadi posisi yang strategis. Karena para Kyai dianggap dapat mengubah mind-set masyarakat yang lebih luas dalam berbagai bidang, termasuk politik di Indonesia. Memang terbukti bahwa Kyai dalam tradisi pesantren mampu membangun sistem kekerabatan yang berlangsung cukup efektif, sehingga tradisi itu dapat berkembang menjadi sistem sosial yang berpengaruh dalam masyarakat luas. Selama ini masyarakat memposisikan Kyai sebagai sosok teladan, sumber hukum, serta pendorong perkembangan ekonomi dan politik. Dengan , semua tindakan untuk kepentingan umum hampir pasti minta restu dan izin dari Kyai. Konseptual Strategi Komunikasi Pesantren Salafiyah Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa strategi komunikasi Pesantren Salafiyah dapat dibedakan menjadi strategi yang bersifat terencana, dinamis dan terbuka (dibidang budaya dan keagamaan) dan strategi yang bersifat tergantung pada aspek sosiologis (dibidang sosial, pendidikan dan politik). Dalam aspek teoritis, 96 strategi yang menjadi pilihan Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin mendapatkan kerangka konseptualnya, seperti yang dikatakan oleh Whittington (2001) menyebutkan ada empat teori tentang strategi yakni: teori klasik, evolusioner, proses, dan sistem. Teori Klasik menekankan pada perencanaan, evolusi menekankan keterbukaan. Teori proses menekankan pada sifat dinamis dan spontanitas langkah-langkah atau tindakan yang dilakukan. Sedangkan teori sistem menekankan pada sosiologi dan perilaku manusia. seperti pada gambar dibawah ini: Aspek Pendidikan, Budaya dan Keagamaan Terencana, Dinamis, Terbuka Pesantren Salafiyah Aspek Ekonomi, Sosial, Politik Strategi Komunikasi Pembangunan Tergantung pada aspek sosiologis Gambar 8.3 Konseptual Strategi Komunikasi Pesantren Salafiyah Al-Munawar Bani Amin Eksistensi Pesantren Salafiyah yang kokoh pada aspek budaya dan keagamaan tidak bisa dilepaskan dari strategi komunikasi pembangunan yang dilakukan secara terbuka, dinamis dan konsisten. Hal ini terjadi karena, aspek budaya dan keagamaan merupakan dimensi paling dasar dari strategi komunikasi pembangunan Pesantren Salafiyah. Dalam kategori ini strategi disusun dalam suatu catatan panjang sejarah dan kultur Salafiyah itu sendiri dan dilaksanakan oleh kumpulan masyarakat tertentu yang terikat dengan budaya tersebut. Strategi dalam kategori ini menempatkan proses penentuan kebijakan pada bidang budaya. Dimana kebijakan tersebut merupakan hasil dari proses berkelanjutan dari proses trust. Mengapa kemudian Pesantren Salafiyah lebih tergantung pada aspek sosiologis pada strategi komunikasinya pada aspek sosial, pendidikan dan politik, karena gabungan dari dimensi sumber daya ekonomi organisasi pembuat strategi, proses manajerial organisasi, informasi, proses pemikiran dan pemaknaan secara bersungguh-sungguh hanya akan handal melalui melalui sebuah doktrin, sementara pondasi pada aspek ini, Pesantren Salafiyah berdiri pada keikhlasan yang tidak bisa menerima doktrin. Terutama pada keterkaitan politik dengan konflik. Dikaji dari sisi Komunikasi dan pembangunan, maka strategi komunikasi Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin, baik yang terbuka mau tergantung secara sosiologis saling berkaitan. Keduanya mempunyai andil penting dalam merencanakan dan mengelola suatu kehendak perubahan yang diinginkan dan memberi manfaat bagi kehidupan suatu masyarakat. Perubahan yang dimaksud tentu saja kearah yang lebih baik dari kondisi sebelumnya, termasuk proses dan arah perubahan tersebut. Strategi komunikasi yang telah digunakan diharapkan dapat 97 menjadi perekat dalam memahami kebutuhan dan antisipatif laju pembangunan lahiriah dan batiniah. Strategi komunikasi yang telah dimainkan oleh Pesantren Salafiyah Al Munawar Bani Amin, mencerminkan proses perubahan sikap, pendapat dan perilaku pesantren tersebut meliputi peran dan fungsi komunikasi sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik di antara masyarakat dengan pemerintah, dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan. Dalam arti terbatas, penerapan strategi terbuka pada aspek budaya dan keagamaan merupakan segala upaya dan cara serta teknik penyampaian gagasan dan keterampilan komunikasi pembangunan yang berasal dari pihak pesantren terhadap pihak yang memprakarsai pembangunan dan diwujudkan pada masyarakat yang menjadi sasaran dapat memahami, menerima dan berpartisipasi dalam pembangunan, keberhasilan aspek keagamaan dan budaya merupakan keberhasilan dalam aspek permanen pembangunan yang akan secara cepat dan mudah diikuti oleh masyarakat (Depari, Eduard dan Mc Andrew, Collin, 1991). Strategi Komunikasi yang Tergantung Pada Kondisi Sosiologis Masyarakat Peristiwa Musrenbang Strategi komunikasi Pesantren Salafiyah tidak semuanya bersifat terbuka dan dinamis, setidaknya pada aspek pendidikan, sosial dan politik tergantung pada sifat, perilaku dan perkembangan masyarakatnya (sosiologis). Kondisi ini diperoleh dari gambaran sebagai berikut: 150 meter dari pesantren Al Munawar Bani Amin adalah kantor Desa. Di kantor inilah biasanya berbagai pertemuan antar warga digelar, termasuk Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) sebagai forum yang dianggap sangat penting untuk mengangkat dan mengakomodir kepentingan masyarakat Desa. Setiap diadakan Musrenbang, Kyai Wawang selalu diundang. Namun dari sesemakin undangan Musrenbang, hanya dua kali ia turut menghadiri acara tersebut, yakni tahun 2011 dan 2012 lalu. Pada saat pertama Kyai datang dalam Musrenbang, ia merasa bersemangat. Karena ia tahu forum ini dapat diandalkan untuk memberikan ide, permasalahan dan usulan dalam pembangunan desanya. Ia telah mempersiapkan usulan agar pembangunan desa tidak hanya memfokuskan pada pembangunan fisik namun juga membangun mentalitas spiritualitasnya. Tapi siapa sangka, bahwa usulannya tersebut justru bertepuk sebelah tangan hingga pada musrenbang selanjutnya. Hampir semua yang hadir justru bersepakat memfokuskan usulan pembangunan pada hal-hal yang bersifat fisik. Alasanya selain dapat terlihat, terasakan dan memberikan efek secara langsung bagi masyarakat mau pengusaha-pengusaha lokal yang ada dikampung tersebut. Hal ini kemudian menimbulkan dugaan kuat bahwa Musrenbang memang telah dijadikan forum legitimasi atas perencanaan pengerjaan berbagai proyek. Selanjutnya, adalah timbulnya kekecewaan yang kedua Kyai, ketika Musrenbang harus diputuskan dengan voting bukan dengan musyawarah. Kedatangannya yang kedua di Musrenbang, kekecewaan Kyai nampak lebih besar, bahkan ketika Musrenbang belum dimulai. Karena ia merasa bahwa peserta 98 yang hadir saat itu bukan representasi dari perwakilan masyarakat sesungguhnya. Tapi dari sebuah upaya rekayasa pihak tertentu agar forum dapat diarahkan pada voting atas kepentingan usulan pembangunan fisik kembali. Dari sinilah Kyai merasa bahwa kehadirannya hanya menciptakan kemubaziran, karena Musrenbang adalah forum yang menempatkan kepentingan tertentu dalam pembangunan Desa yang tersistematis dengan kepentingan penggarapan program-program di desa tersebut dengan jaringan pengusaha diluar desa tersebut dan adanya kongkalikong dengan pemerintah. Musrenbang adalah salah satu fungsi aplikatif komunikasi pembangunan pada aspek perencanaan. Musrenbang mesti dilakukan karena telah menjadi amanat UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional. Melalui Musrenbang ini, proses pembangunan dapat digagas dari bawah dengan partisipasi aktif masyarakat. Oleh karena itu, proses penyusunan kebijakan skala prioritas program pembangunan perlu diperkuat pada proses komunikasi yang meliputi: MUSBANGDES (Musyawarah Pembangunan Desa) atau istilah lainnya MUSRENBANGDES (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa). Perencanaan pembangunan dimulai dari tingkat desa, yang biasanya dihadiri oleh mereka yang ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan, atau sesuai dengan kebijakan dari kabupaten, namun seringkali dalam prakteknya hanya menjadi semacam lips service belaka. Pesantren Bani Amin Al-Munawar tahu ada Musbangdes yang diselenggarakan rutin dan tahu fungsi dari musbangdes tersebut. Namun menurut Kyai kegunaan dari musbangdes ini masih perlu dipertanyakan. Mestinya sebelum dilakukan musyawarah di tingkat desa, ketua-ketua RT dan RW, termasuk tokohtokoh masyarakat diajak berembuk dengan warga mengenai kebutuhan apa saja yang harus diajukan sebagai usulan kepada pemerintah desa, lalu dilakukanlah musyawarah pembangunan di tingkat desa tersebut. Sekarang ini, masyarakat di desa ini menganggap bahwa pembangunan yang dilakukan di tempatnya seringkali “dikatakan sebagai bantuan”, padahal memang pembangunan tersebut telah menjadi hak warga masyarakat untuk mendapatkannya, dan sekali lagi bukan “bantuan pembangunan” sebagaimana yang seringkali digulirkan oleh para elit politik, baik dari lingkungan partai atau pemerintah. Mana ada partai politik yang memberikan bantuan pembangunan, sedangkan mereka dalam menjalankan roda organisasi saja belum bisa mandiri, masih disupport oleh pemerintah baik melalui APBD mau APBN. Musrenbangdes yang dilaksanakan di Desa Pabuaran Jati, sebenarnya selalu mengundang Kyai sebagai tokoh masyarakat. Namun dari Serangkaian Musranbangdes yang ada, biasanya hanya dilaksanakan ketika akan ada dana bantuan yang turun, tidak dilakukan secara kontinyu sebagai sebuah penyerapan aspirasi dari bawah. Musyawarah di desa ini juga biasanya hanya membahas kebutuhan pembangunan desa secara fisik dari waktu ke waktu, karena hal ini dinaggap menguntungkan (proyek) oleh lingkungan tersebut. Ditambah mekanisme pertemuan biasanya dibenturkan pada pemungutan suara untuk menentukan program yang akan dilaksanakan bukan pada mekanisme seharusnya yakni musyawarah untuk mencapai kakta mufakat. Pelaksanaan voting biasanya juga sudah dipersiapkan dengan 99 hadirnya orang-orang yang sengaja untuk memenuhi kepentingan pemungutan suara saja. Atas dasar alasan inilah Kyai beranggapan bahwa Musrenbangdes di desanya nyaris tanpa substansi dan keasadaran atas apa yang diinginkan oleh masyarakat itu sendiri. Peristiwa Reses DPRD Banten Desa Pabuaran Jati berada di Kecamatan Kragilan diwakili oleh para anggota Dewan Pewakilan Rakyat Daerah dari PAN satu orang, PKS satu orang, Partai Demokrat dua orang dan Partai Gerindra dua orang. Namun keberadaan wakil rakyat tersebut, terutama dari parpol Islam belum menjadi representasi Pesantren Salafiyah di wilayah tersebut. Keberadaan para anggota dewan ini perlu dibahas dalam konteks komunikasi politik yang tidak bisa dipisahkan dari keberadaan komunikasi pembangunan secara umum dalam rangka mengusung pembangunan dan kemajuan daerah yang berlandaskan moralitas dan etika politik serta kepentingan masyarakat secara lebih luas, khususnya Pesantren Salafiyah sebagai kekuatan budaya di Banten. Oleh karena itu landasan pijak komunikasi politik ini berangkat dari upaya peneguhan kembali penegakkan keinginan dan aspirasi sebagian besar masyarakat Banten untuk mengaktualisasikan cita-cita kehidupan masa depan yang lebih baik, setelah berpisah dengan Jawa Barat dan membentuk suatu propinsi tersendiri. Tidak terkecuali di Desa Pabuaran Jati ini, seperti daerah lainnya, memiliki keinginan agar sistem penyelenggaraan pemerintahan yang terwujud mempunyai daya responsif dan kompetensi yang kuat untuk mengusung kepentingan masyarakat Desa. Dalam konteks politik lokal, diberlakukannya otonomi daerah (Otda) melalui Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, saat ini belum menampakkan efektifitas dan efisiensinya yang maksimal bagi kepentingan rakyat. Kyai wawang sendiri mengkhawatirkan munculnya wakil wakil rakyat yang tidak peduli dengan Desa yang diwakilinya. Kekhawatiran itu menjadi bukti. Para wakil rakyat yang mewakili Desa Pabuaran Jati periode 2009-2014 akhir-akhir ini sering dipertanyakan kinerjanya, terutama menyangkut hasil reses. Reses adalah masa dimana para wakil rakyat untuk turun ke wilayah pemilihannya masing-masing untuk berkomunikasi dan menyerap aspirasi masyarakat dan mengoreksi kembali segenap aktifitas pembangunan yang sudah dilakukan sebelumnya. Hal ini menjadi penting untuk dilihat pada satu kebutuhan bagaimana penyerapan aspirasi dan kepentingan elemen masyarakat dapat terangkat dan terwakili persoalannya ditingkat sistem dan decision maker pembangunan. Namun sekali lagi, bahwa reses dapat dikatakan bukanlah salah satu mekanisme yang dapat diandalkan dalam komunikasi pembangunan di Banten untuk menciptakankeberhasilan mau mengkomunikasikan berbagai persoalan dalam pembangunan. 100 Komunikasi dengan Media Lokal Kyai Wawang memahami bahwa media massa lokal di Banten memiliki peran strategis dalam menyampaikan pesan-pesan pemerintah dalam pembangunan. Ia merasa bahwa Koran yang ada mulai dari Radar Banten, Baraya Post, Banten Pos, Tangerang Ekspress dan yang lainnya tidak bisa berdiri secara ajeg untuk mengkritisi pemerintah karena kuatnya hegemoni pemerintah melalui belanja iklan yang begitu mahal. Hal ini ia perhatikan karea seringkali di setiap Koran yang ia baca iklan-iklan pembangunan dari pemerintah terliput secara besar-besaran. Kyai Wawang meyakini ini tidak mungkin gratis. Namun ia masih optimis bahwa Koran-koran tersebut mau menjembatani isu-isu moral yang sangat penting untuk diperhatikan pemerintah. Biasanya jalinan komunikasi dengan wartawan media lokal dilakukan dalam hubungan keorganisasian diluar pesantren. Di mata media lokal di Banten, Pesantren Salafiyah adalah sosok lembaga pendidikan tradisional yang sederhana, dikenal sebagai kaum sarungan dengan metode belajar tersendiri yang berbeda dengan sekolah formal. Beberapa tokoh Kyai Pesantren Salafiyah terbilang dekat dengan kalangan media lokal di Banten. Terutama tokoh-tokoh Kyai yang secara langsung juga terlibat atau terkait dengan organisasi sosial keagamaan seperti Nahdatul Ulama dan Majelis Pesantren Salafiyah. Hampir tidak tidak ada Kyai yang berinteraksi dengan media mengatasnamakan langsung Pesantren Salafiyah yang diasuhnya. Keterlibatan peliputan wartawan langsung di Pesantren Salafiyah terbilang jarang, jika terjadi biasanya pada kesempatan – kesempatan peringatan atau acara keagamaan yang cukup besar melibatkan massa dan pejabat penting dalam pemerintahan. Keterlibatan atau peran Pesantren Salafiyah selalu terwakili oleh Kyai sepuh dalam suatu komunitas Kyai pemimpin Salafiyah. Sesuai dengan budaya yang terjaga dalam kebiasaan selama ini bahwa tokoh yang tertua dan dianggap mumi dalam keilmuannya menjadi representasi yang lain. Taklid dan taat pada kepemimpinan ketokohan yang ada. Hampir keseluruhan pesan pesan yang tersampaikan lewat media massa adalah persoalan sosial keagamaan. Cenderung menghindar dari polemik politik, setidaknya diplomatis dalam uruan politik. Dalam perspektif media, suara atau pendapat Pesantren Salafiyah merupakan second opinion, yang sangat diperlukan dalam rangka menyeimbangkan atau mencari pendapat masyarakat sesungguhnya dari masyarakat. Representasi Pesantren Salafiyah sebagai suara masyarakat memang tidak bisa diragukan. Karena intesitas pesantren-Pesantren Salafiyah ternama menerima tamu masyarakat dengan segala persoalannya cukup tinggi. Ada terpaan media pada elemen lain di Pesantren Salafiyah, seperti santri atau Ustadz terbilang cukup minim. Santri nyaris tidak bersentuhan dengan media, baik cetak mau elektronik mengingat keseharian santri yang cukup padat dalam beribadah mau menimba ilmu. Kondisi ekonomi santri dan pesantren juga menyebabkan pemanfaatan media terbilang cukup mahal untuk mereka. Disamping persepsi santri dan Ustadz terhadap media belum dianggap sebagai institusi yang merepresentasikan dari keberadaan informasi yang sepenuhnya benar. Mereka menganggap bahwa 101 media adalah suatu usaha yng bergerak dibidang jual beli berita yang tentu saja akan berpihak kepada informasi terhadap yang mampu atau memiliki akses terhadap media. Dengan kata lain, peran media dalam pembangunan sebagai agen pembaharu (agent of sosial change) atau membantu memperkenalkan perubahan sosial. Dalam hal ini media massa untuk merangsang proses pengambilan keputusan, memperkenalkan usaha modernisasi dan membantu mempercepat proses peralihan masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat yang modern serta menyampaikan pada masyarakat program-program pembangunan pada Pesantren Salafiyah belum membentuk satu polarisasi yang respon yang diharapkan. Ada kebuntuan yang terjadi dalam peran media massa lokal terhadap Prasarana dan sarana media massa yang digunakan dalam pembangunan di Banten yang menjadi tidak berarti dimana khalayak besar dari Pesantren Salafiyah yang dituju tidak dapat menerima pesan-pesan pembangunan yang disampaikan oleh karena terbatasnya daya jangkau media. Beragamnya bahasa dan konflik politik membosankan dalam media tanpa kejelaan penyelesaian persoalan hukumnya menjadi kendala tersendiri dalam usaha menjangkau lebih banyak lagi masyarakat yang dapat menerima informasi yang bermanfaat dalam usaha pembangunan. Masyarakat yang menerima informasi sangat beragam tingkat pendidikan dan atitudenya sehingga. pesan-pesan pembangunan yang harus disampaikan oleh media massa belum dibentuk serupa untuk menjadi mudah untuk dipahami supaya dapat menimbulkan perubahan atitude dan perilaku pada satu kebutuhan dan kepentingan menjembatani potensi pesantren dalam pembangunan melalui media massa. Dengan secara prinsip dapat disimpulkan peranan media komunikasi massa lokal dalam pembangunan yaitu dalam peran merangsang proses pengambilan keputusan pada upaya penguatan budaya lokal di Banten masih jauh pangggang dari api. Bisa jadi kendala ini juga disebabkan persoalan struktural internal media lokal sendiri yang juga sulit didefinisikan, apakah yang dimaksud dengan lokalitas dalam media massa lokal, karena semua media lokal yang ada di Banten adalah anggota dari grup besar usaha media nasional. Media massa lolal masih terjebak pada konsep dapat memperkenalkan usahausaha modernisasi dengan tujuan mengubah kebiasaan, sikap, pola pikir yang jelek menjadi baik. Dimana media massa sebagai alat penyampaian pada masyarakat program-program pembangunan namun masih terjebak pada kepentingan materialisasi yang mengkolaborasikan kepentingan kekuasaan dan pengusaha yang belum tentu berpihak kepada masyarakat. Pesantren Salafiyah dalam dinamika interaksi sosial politik yang materialistik seperti yang terjadi saat ini bukanlah institusi yang dianggap menguntungkan. Baik secara politik mau ekonomi. Presisi dengan posisi masyarakat yang posisi tawarnya tidak berdaya berhadapan dengan kekuatan kekuasaan dan pengusaha. Walau seringkali dalam event politik, pesanten Salafiyah dijadikan naungan atau kekuatan spiritual yang mendukung suatu event politik dengan doa-doa yang dipercaya makbul, namun praktek politik yang mengedepankan praktek tidak pantas atau salah seperti jual beli suara tetap dilakukan oleh pasangan yang meminta doa pada Kyai tersebut. Media akan memdukung apa perilaku pasangan calon tersebut selama secara bisnis menguntungkan. Kendati ada 102 pula Pesantren Salafiyah yang terjebak pada materialisasi dinaika sosial politik yang terjadi, dikena dengan sebutan pesantren proposal, karena sang Kyai di sindir bukan membawa kitab tetapi membawa proposal. Kebuntuan media lokal juga terjadi pada satu penyikapan pencitraan yang diperlukan dalam membangun kebaikan kepemimpinan pembangunan yang selama ini dianggap salah kaprah oleh Pesantren Salafiyah. Peran media yang mendukung dan mengamini bahkan terlibat dalam memoles dan memberikan kosmetika politik pada pihak pihak tertentu yang memiliki sumber daya untuk membeli dan menciptakancitra tersebut dianggap membuat miris. Betapa tidak. Pada kasus-kasus tertentu, dimana seseorang yang dianggap tidak berpihak kepada masyarakat, tidak berprestasi dan memiliki perilaku tidak baik tetap tampil prima dan santun dengan berbagai atribut kesholehanya di media. Banyak pemimpin Pesantren Salafiyah yang beranggapan bahwa hal itu terjadi bukan karena media lokal tidak tahu namun terbeli. Berbeda dengan citra yang terbangun dari Pesantren Salafiyahah dalam proses panjang bermasyarakat dalam proses pembangunan. Membentuk citra yang tidak bisa dibantah. Berdampak pada suatu kekuatan yang mampu menggerakkan masyarakat. Bahkan tampilnya politisi dengan seorang Kyai di media lokal dapat dibaca sebagai suatu dukungan politik. Namun jika hal ini terjadi biasanya pesantren tersebut menjadi gunjingan tersendiri di antara peantren Salafiyah mau masyarakat. Pesantren Salafiyah bisa dikatakan masih belum optimal memanfaatkan media sebagai bagian dari proses pembangunan yang berlangsung untuk menjangkau setiap lapisan elemen masyarakat Pesantren Salafiyah yang terbawah. Termasuk membangun budaya baca pada kebutuhan informasi aktual proses pembangunan. Dengan kata lain, surat kabar dan berita belum menjadi bagian dari kepentingan membangun suatu budaya pendidikan. Respon terhadap ekses pembangun yang diberikan Kyai terbilang reaktif, hanya pada bila suatu kasus telah terjadi atau membesar. Tertinggal secara informasi dalam suatu era informasi. Terbalap oleh pesantren yang telah memodifikasi dirinya menjadi lebih terbuka menjadi pesantren modern. Memang seringkali ada stigma bahwa keterlibatan Pesantren Salafiyah dalam suatu interaksi dengan pemerintahan membuat suatu Pesantren Salafiyah tidak independent. Bahkan ada stigma yang lebih jauh lagi, yakni tugas Kyai dan Pesantren Salafiyah dalam masyarakat adalah urusan keagamaan bukan urusan politik, kendati stigma ini akan sulit sekali dibuktikan karena dalam beragama dibutuhkan siasah dalam memahami kondisi sosial masyarakat yang ada. Media sendiri belum menjadi jembatan budaya antara kekuatan potensi Pesantren Salafiyah dengan peran pemerintah yang diharapkan mampu hdir untuk menciptakansuatu kondisi pembangunan yang lebih kondusif, terutama pada bidang penerapan pendidikan karakter sebagai basis nilai dari pembangunan yang akan dijalankan. Sinergi antara Pesantren Salafiyah, pemerintah dan media lokal sangat membantu dari setiap upaya penggerusan kemungkinan nilai budaya yang telah tumbuh sejak 300 tahun lalu dalam institusi tradisional Pesantren Salafiyah di Banten. 103 Memandang Slogan Pembangunan Media iklan menggunakan berbagai sarana luar ruang seperti spanduk, baligo, dsb merupakan sarana persuasi yang masih dianggap efektif dalam mengkomunikasikan berbagai pesan dalam pembangunan, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pada tahapan evaluatif. Banten, di antaranya adalah sebuah provinsi yang dihiasi oleh spanduk dan baliho. Jalan raya di ibukota provinsi sangatlah meriah, baliho iklan, papan pengumuman, spanduk penuh jargon, dan semacamnya penuh sesak. Baik sebagai sarana penyampai pesan pembangunan atas keberhasilannya, perlawanan terhadap korupsi, narkoba, dsb, serta pesan terhadap semanagt perubahan dalam suatu kompetisi politik. Bagi Kyai Wawang berbagai iklan yang penuh sesak dijalan raya ini adalah kemubaziran dan bersifat riya. Kemeriahan jalan raya itu masih ditambah dengan baliho besar berpampangkan foto-foto para pejabat politik. Teknologi digital dan percetakan telah sangat memungkinkan setiap orang untuk membuat baliho dengan foto diri berukuran cukup besar, dengan biaya yang meski cukup mahal namun bisa dijangkau oleh mereka yang memiliki cukup anggaran. Para pejabat daerah (bupati, gubernur, sekda), atau mereka yang sedang mengincar posisi-posisi publik atau kepala daerah dalam pilkada, berlomba-lomba unjuk diri lewat baliho berpampangkan foto mereka, disertai kalimat-kalimat jargonis yang — seperti biasa — kerap minim makna. Tujuan utama baliho semacam ini sangat jelas: mengenalkan para pejabat publik, atau mereka yang mengincar jabatan publik, kepada masyarakat yang telah atau akan menjadi target konstituen mereka. oleh karena itu, terpampangnya wajah para tokoh ini jauh lebih penting ketimbang pesan ideologis atau program untuk disampaikan pada masyarakat. Hampir tidak ada implikasi dari efektifitas yang dianggap ada dalam persuasi pesan pembangunan seperti ini. Mengingat, Pertama, membanjirnya baliho dengan foto besar para tokoh ini sangat mungkin mengindikasikan masih jauhnya langkah untuk membangun sistem politik yang terstruktur. Pola komunikasi politik yang dibangun lewat baliho-baliho bergambar itu sangat jelas memampangkan politik yang masih belum beranjak dari mekanisme personal, dimana pribadi seorang tokoh lebih dipentingkan ketimbang visi dan programnya. Baliho-baliho ini tanpa ragu berpijak pada misi utama untuk menonjolkan fisik seorang tokoh, serta penjejalan sosok sang tokoh ke dalam memori masyarakat luas. Tentu saja, para politisi ini belajar dari pengalaman pemilu, pilpres dan pilkada sebelumnya, dimana kerapkali kebagusan dan kecantikan tampang seorang tokoh jauh lebih menentukan kemenangannya ketimbang faktor-faktor lain. Padahal kekautan budaya pesantren yang kerap kali menjadi panutan masyarakat lebih mengakar dan mencibir keberadaan bentuk komunikasi seperti ini. Baliho-baliho jual tampang itu menambah lagi variabel yang menyebabkan mahalnya prosedur demokrasi di negeri tercinta. Prosedur-prosedur demokrasi yang kita pilih semenjak tahun 1998 memang membuka peluang partisipasi politik yang semakin luas dan transparan. Sayangnya, prosedur-prosedur tersebut juga berbiaya 104 sangat tinggi. Sekali lagi, itu baru biaya formal yang terkait dengan logistik pilkada langsung. Biaya lain yang juga sangat besar terkait dengan upaya peraupan suara oleh para politisi dan calon politisi. Tingginya biaya kampanye mereka, baik yang resmi mau yang tidak resmi, bisa mengundang decak heran yang tidak ada habisnya. salah satu yang menyumbang pada pembengkakan biaya peraupan suara itu adalah narsisme para politisi dan tokoh yang kini berlomba-lomba memasang tampang di baliho-baliho di jalan raya. Akan semakin runyam kalau kita amati bahwa sangat boleh jadi, sebagian biaya baliho itu dibebankan pada anggaran negara. Para politisi yang tengah menjabat kerap muncul di balik unjuk prestasi pembangunan daerah, yang ditampilkan dengan foto mereka secara sangat dominan. Anggaran dinas telah digunakan untuk ditumpangi dengan tujuan-tujuan narsistik para politisi.