Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 BAB IV. AIRTANAH 4.1. Pendahuluan Airtanah (groundwater) adalah air yang bergerak dan berada di bawah permukaan tanah di dalam zona jenuh (saturation zone) dimana tekanan hidrostatiknya sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer. Vadose water adalah air yang terdapat pada zone aerasi. Zonasi vertikal air yang berada di bawah permukaan tanah disajikan pada Gambar 4.1. Kandungan airtanah suatu daerah dapat dipengaruhi oleh : a. Iklim/musim b. Imbuh air (water recharge) c. Kondisi geomorfologi d. Kondisi geologi (macam batuan dan setiap batuan) e. Aktivitas manusia f. Vegetasi Sebagian besar airtanah berasal dari air hujan yang meresap masuk ke dalam tanah, airtanah tersebut disebut air meteorik. Selain air meteorik ada air lain yaitu juvenile water (merupakan air yang baru), dapat diklasifikasikan menurut asalnya yaitu magnetic water, volcanic water yang biasanya pangs atau hangat dan mempunyai kandungan sulfur yang tinggi dan cosmic water (berasal dari ruang angkasa bersama dengan meteorit). Rejuvenad water adalah air yang berasal dari proses geologi seperti kompaksi, metamorfosa dan sedimentasi. Selain itu, ada dua jenis airtanah yaitu metamorphic water dan connater water yaitu air yang terperangkap dalam formasi batuan sewaktu terjadi proses pengendapan (air ini biasanya berasa payau sampai asin). Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Gambar 4.1. Bagian-bagian Air Dibawah Permukaan Tanah (Todd, 1959) 4.2. Sifat Batuan Terhadap Airtanah Berdasarkan kemampuan batuan menyimpan dan meloloskan air, batuan dapat dibedakan menjadi a. Akuifer (aquifer) Akuifer adalah lapisan pembawa air, lapisan batuan in mempunyai susunan sedemikian rupa, sehingga dapat menyimpan dan mengalirkan air dalam jumlah yang cukup berarti di bawah kondisi lapang. Batuan dari akuifer ini bersifat permeabel, contoh batuan permeabel adalah pasir, kerikil, batupasir yang retak-retak dan batu gamping yang berlubang-lubang. b. Akuiklud (aquiclude) Akuiklud adalah lapisan batuan yang dapat menyimpan air, tetapi tidak dapat meloloskan air dalam jumlah yang berarti. Contoh : lempung, shale, tuf halus, silt. c. Akuitar (aquitard) Akuitar adalah lapisan atau formasi batuan yang dapat menyimpan air tetapi hanya dapat meloloskan air dalam jumlah terbatas. d. Akuifug (aquifuge) Akuifug adalah lapisan atau formasi batuan yang tidak dapat menyimpan dan meloloskan air. Contoh : granit dan batuan yang kompak dan padat. Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Tipe-tipe akuifer Akuifer dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu : unconfined aquifer ( akuifer bebas atau water table aquifer) semi unconfined aquifer semi confined aquifer confined aquifer perched aquifer (akuifer menggantung/bertengger) Gambar 4.2. menunjukkan beberapa tipe akuifer atas dasar sifat lapisan batuan pembatasnya. Akuifer bebas adalah akuifer yang bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan oleh kedap air (impermeabel atau impervious) dan bagian atas dibatasi oleh muka airtanah airtanah. Permukaan airtanah dari akuifer ini disebut permukaan phreatic atau water table. Akuifer tertekan (confined aquifer) adalah akuifer yang bagian atas dan bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap air dan mempunyai tekanan hidrostatik yang lebih besar dari tekanan atmosfer. Sumur dibuat pada akuifer ini bersifat artesis (air sumur ada yang keluar sendiri atau flowing well) dan ada yang tidak sampai mengalir keluar. Gambar 4.3. menunjukkan macam-macam akuifer. Krusseman (1991) menjelaskan mengenai akuifer yang kompleks dan terdiri dari perlapisan batuan yang berbeda sifat terhadap air (permeabel, semi kedap air (bocor) dan kedap air, sehingga secara keseluruhan disebut multi- layered leaky aquifer) . Gambar 4.2. Penampang Geologi dan Tipe Akuifernya (Todd, 1959) Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Gambar 4.3. Akuifer Bocor dan akuifer berlapis (Krusseman, 1991) Kondisi airtanah di suatu daerah dapat diperkirakan berdasarkan tipe batuan, pelapisan/stratigrafi batuan, satuan geomorfologi dan curah hujan. Batuan sedimen yang belum mengalami konsolidasi atau unconsilodated seperti pasir, pada topografi datar biasanya mempunyai cadangan airtanah tinggi. Struktur volkan muda (seperti gunungapi Merapi, Kelud, dll) yang materialnya pada umumnya masih unconsolidated atau belum mengalami pelapukan lanjut dan topografinya bervariasi dari curam sampai datar mempunyai kondisi airtanah yang bervariasi. Pada bagian puncak (cone dan volcanic slope), tidak dijumpai airtanah, pada satuan geomorfologi dibawahnya baru dijumpai airtanah. Secara umum, fisiografi gunungapi dapat dibedakan menjadi (Gambar 4. 4): Airtanah 1) volcanic cone 2) volcanic slope 3) volcanic foot 4) fluvio volcanic foot plain 5) fluvio volcanic plain Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Gambar 4.4. Pembagian fisiografi suatu gunungapi. Pada struktur volkan muda juga dijumpai beberapa sabuk mataair (spring belt) pada setiap perubahan satuan geomorfologi gunungapi. Wilayah yang berbatuan beku seperti lava sedimen yang consolidated (breksi) dan metamorfik tidak mempunyai potensi airtanah, kalau ada airtanah biasanya bersifat lokal. Di wilayah ini banyak dijumpai mata air yang berasal dari retakan batuan (fracture), Joint dan patahan. Batu gamping seperti yang banyak terdapat di zone selatan pulau Jawa mempunyai akuifer namun keberadaan airnya sulit dilacak. Namun demikian tidak berarti bahwa daerah batu gamping tidak ada airnya, air banyak dijumpai pada Iubang-lubang sekunder hasil pelarutan dan keberadaannya sukar dilacak. Keterdapatan airtanah di suatu daerah ditentukan oleh faktor- faktor curah hujan, evapotranspirasi, topografi, batuan dan kedudukan/struktur perlapisan batuan, vegetasi, dan morfologi daerahnya. Berdasarkan atas faktor tersebut di atas, maka suatu daerah dapat dibedakan menjadi beberapa wilayah satuan airtanah. Menurut Badrudin Machbub (1984) Indonesia dapat dibedakan menjadi lima kawasan satuan airtanah yaitu : 1. Kawasan yang terdiri atas batuan berumur Pre-Tersier dan Tersier terdiri dari sedimen yang berliat kuat dan batuan kristalin. Pada daerah ini potensi airtanah umumnya rendah karena sifat batuan dengan permeabilitas yang rendah. 2. Beberapa cekungan sedimen di Indonesia mengandung airtanah disamping minyak bumi. Air itu terperangkap selama proses sedimentasi dan pemadatan sedimen. Jenis ini merupakan air fosil atau connate water yang merupakan sumberdaya yang tidak terbarukan dan dapat habis setelah ditambang. 3. Di daerah yang dibentuk oleh satuan batugamping, sering dan bahkan sama sekali tidak dijumpai air permukaan. Batugamping mempunyai porositas sekunder sehingga secara setempat dapat menghasilkan air dalam jumlah besar, Contoh : Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 kawasan batugamping (karst) adalah Gunungkidul, Gombong, dan Maros 4. Disekeliling lereng gunungapi yang tersebar luas di Indonesia dapat dijumpai cadangan airtanah yang sangat kaya. Daerah gunungapi biasa mempunyai curah hujan tinggi dan batuannya mempunyai permeabilitas tinggi. Lereng gunungapi dengan permeabilitas batuan yang tinggi sebagai daerah imbuh air untuk daerah di bawahnya. Pada teluk lereng (break of slope) sering muncul mata air, lebih kearah lereng bawah pada topgrafi yang mulai datar dijumpai akuifer yang sangat produktif. 5. Kawasan airtanah pada batuan dataran aluvial yang tersebar di Indonesia. Kawasan ini terdiri dari sedimen klastik dataran pantai maupun cekungan antara pegunungan berumur kuarter. Selanjutnya, Tabel 4.1. mendeskripsikan lokasi-lokasi menurut distribusi sumberdaya airtanahnya Kondisi airtanah di Daerah Istimewa Yogyakarta pernah diteliti oleh MacDonald & Partners (1984) bekerjasama dengan Departemen Pekerjaan Umum. Hasil penelitiannya adalah bahwa airtanah di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dikelompokkan menjadi beberapa satuan airtanah seperti dalam Tabel 4.2. dan Gambar 4.5. Airtanah potensial dijumpai di satuan Gunungapi Merapi dan airtanah potensi rendah dijumpai di Pegunungan Kulon Progo dan Pegununungan Baturagung. Sementara Gambar 4.6. menunjukkan konsep akuifer di bentang lahan hasil pelarutan (solusional). Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Tabel 4.1. Sumberdaya Airtanah Menurut lokasi/Cekungan No Daerah Provinsi Airtanah Potensi Airtanah 104m3/ha No CEKUNGAN INFTRAMONTAN 1. Bandung Daerah Provinsi Airtanah Potensi Airtanah 104m3/ha DATARAN PANTAI 215,9 16 Cilegon 27/0 2. Garut 7,9 17 Serang-Tenggerang 43,0 3. Ponorogo-Madiun 456,4 18 Jakarta 115,3 4. Kediri-Nganjuk 543,6 19 Karawang-Indramayu 107,7 5. Bondowoso 29,3 20 Tegal-Pekalongan 89,9 6. Lumajang-Jember 64,7 21 Kendel 21,4 22 Semarang 28,8 23 Demak-Pati 25,2 7. LERENG GUNUNGAPI Purwokerto 18,6 24 Cilacap 16,2 8. Surakarta-Sragen 58,1 25 Kebumen-Purworejo 15,6 9. Yogyakarta (U) 22,5 26 Jombanq-Mojokerto 28,8 10 Probolin ggo-Pacitan 32,3 27 Banda Aceh 7,7 11 Situbondo-Asembagus 21,4 28 Medan-Tebing Tinggi 146,6 12 Banyuwangi 35,1 29 Padang 15,3 13 Teluk - G. Sugih 43,0 30 Palangkaraya 2,5 31 Sidenreng-Rappang 16,2 32 Aroki 14,0 SEDIMEN TERSIER 14 Banjarbaru-Martapura 3,6 15 Rantau-Barabai Sumber : sokadri, 1983 6,8 Keterangan : (u) (Unconfined Artesis) Tabel 4.2. Satuan Airtanah di DIY Unit Fisiografi Akuifer Gumuk Pasir Gunungapi Merapi Muda Akuifer kecil Akuifer besar Gunungapi Merapi Tua Wates, Sentolo Jonggarangan Andesit Tua Nanggulan Kepek Wonosari Oyo dan Sambipitu Nglangran Semilir Butak Kebo Akuifer jelek Akuifer jelek Akuifer kecil Akuifer jelek Akuifer jelek Non akuifer Non akuifer Akuifer besar Akuifer jelek Non akuifer Sumber : (MacDonald & Partners, 1984) Airtanah Keterangan Konduktivitas hidrolik besar Akuifer berlapis, sebagian semi tertekan Akuifer berlapis Batu gamping berlapis Batu gamping dan batu pasir Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Gambar 4.5. Konsep Akuifer di Daerah Wates dan Bantul Selatan (MacDonald & Partners ,1984) Gambar 4.6. Pengaruh Retakan dan Solusi Batuan Sedimen Pada Pemunculan Mataair (Todd, 19 Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 4.3. Permukaan Airtanah dan Fluktuasi Permukaan airtanah dari unconfined aquifer disebut muka freatik (pheratic surface) atau water table, sedang untuk confined aquifer disebut piezometric surface (bersifat imajiner). Muka airtanah berfluktuasi tergantung dari pengaruh luar seperti tekanan udara, gempa bumi, pasang surut, perubahan recharge (input air), perubahan discharge (output air, dapat akibat pemompaan airtanah). Selanjutnya, perubahan simpanan (storage) airtanah adalah hasil dari perbedaan antara recharge dan discharge. Variasi Musim dan Sekular Variasi sekular dari permukaan airtanah adalah fluktuasi permukaan airtanah dalam kurun waktu cukup panjang beberapa tahun. Sekular variasi ini disebabkan karena variasi ikiim terutama disebabkan oleh variasi curah hujan. Sedang variasi musiman adalah fluktuasi permukaan tanah dalam kurun waktu satu tahun, variasi musim hubungannya erat dengan variasi musim (musim hujan dan kemarau). Fluktuasi airtanah dapat diamati melalui pengamatan permukaan air sumur. Data fluktuasi ini dapat digunakan untuk menetapkan hasil yang aman. Akuifer dengan recharge (input) yang besar dan tetap biasanya mempunyai fluktuasi rendah dan daerah dengan recharge tidak tetap biasanya mempunyai fluktuasi besar. Gambar 4.7 menunjukkan grafik fluktuasi airtanah untuk akuifer dan lingkungan yang berbeda, sumur Balong (No. 3) berada di satuan Gunungapi Merapi sedang sumur Karangjati berada di Perbukitan Sentolo. Fluktuasi Muka Freatik Harian Untuk akuifer unconfined, maka freatik dapat mengalami fluktuasi harian. Fluktuasi ini disebabkan oleh adanya perbedaan evapotranspirasi pada wakktu malam dan slang (evapotranspirasi pada waktu malam lebih besar dari pada slang hari). Gambar 4.8 menunjukkan fluktuasi muka freatik harian. Fluktuasi ini sangat nyata apabila diamati pada waktu musim kemarau (input hujan tidak ada), sehingga datanya dapat dipakai untuk menghitung evapotranspirasi bila diketahui nilai spesifik yield akuifernya. Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Gambar 4.7. Fluktuasi Muka airtanah Freatik pada dua formasi yang berbeda (MacDonald & Partners ,1984) Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Gambar 4.8. Fluktuasi Muka Freatik Harlan (Todd, 1959) Qet = Sy (24 h ± S) Qet = Evapotranspirasi dari airtanah (mm/hari) Sy = Specific yield (hasil jenis) h dan s = lihat dalam Gambar Selanjutnya, nilai Sy dapat diperkirakan dengan menggunakan tabel dan contoh material untuk mengetahui macam materialnya. Tabel 4.3. Menunjukkan nilai specific yield pada berbagai macam material. Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Tabel 4.3. Specific Yield dalam persen (Fetter, 1988) 4.4. Penurunan Permukaan Airtanah Akibat dari pemakaian (pemompaan) airtanah yang berlebihan atau melebihi hasil aman-nya (safe yield), permukaan airtanah dapat mengalami penurunan. Oleh karena itu pembuatan sumur bor harus mempertimbangkan pengaruh pemompaan agar tidak terjadi dampak negatif (sebagai contoh : intrusi air laut pada akuifer pantai dan penurunan muka tanah/land subsidence). Gambar 4.9 menunjukkan penampang sumur pada unconfined aquifer, sebagai akibat adanya pemompaan dengan debit Q sehingga terjadi depresi muka freatik . Seberapa jauh jari-jari Iingkaran pengaruh akibat pemompaan (Ro) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : (Todd, 1959). h20— h2w Q= K --------------------------------Inro/rw Keterangan : Q = debit pemompaan m3/hari (pada akondisi aliran tetap atau steady flow) K = koefisien permeabilitas m3/hari/m2 ho = jarak muka freatik awal sampai pada lapisan kedap air (meter) hw= jarak muka freatik dalam sumur sampai pada lapisan kedap air (meter) rw = jari-jari sumur (meter) ro = jari-jari Iingkaran pengaruh (meter) Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Gambar 4.9. Aliran pada sumur Unconfined Aquifer (Todd, 1980) Selanjutnya, nilai K/permeabilitas dapat diperoieh dengan cara melakukan uji pemompaan (pimping test) dengan dua sumur (satu sumur untuk pompa dan satu sumur untuk observasi penurunan muka freatik). Pemompaan dilakukan sampai diperoleh keadaan yang steady yaitu debit (Q) tetap dan muka freatik tetap. Rumusnya sebagai berikut : h21-h2w Q=1tK -----------------------------In (ri / rw) hl = jarak muka freatik sampai lapisan kedap air pada sumur 1 (sumur pengamatan) dalam meter rl = jarak sumur pompa dengan sumur pengamatan (sumur 1 dalam meter) Q In (r11 rw) K= ----------------------------------7C (h12 - hw2) Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Selain uji pemompaan, nilai K dapat diperkirakan dengan menggunakan tabel, setiap batuan mempunyai nilai K (label 4.4.); uji di laboratorium atas contoh material akuifer; dan menggunakan pelacak (larutan penunjuk). Tabel 4.4. Porositas dan Permeabilitas Batuan (Seyhan, 1977) Penentuan permeabilitas akuifer dapat dilakukan dengan menggunakan larutan penunjuk. Bahan larutan penunjuk yang dapat digunakan adalah zat pewarna, garam, dan radioaktif. Larutan penunjuk digunakan untuk menentukan kecepatan aliran, sumur bagian hilir tempat mengamati larutan penunjuk (Gambar 4.10). Dengan mengetahui gradient hidraulik dari muka freatik, kecepatan rata-rata larutan penunjuk dan porositas material akuifer, maka permeabilitas dihitung dengan menggunakan persama Darcy (Seyhan, 1977). a (Vt) dh K= ----------------------------d1 Keterangan : K = permeabilitas akuifer Vt = kecepatan rata-rata larutan penunjuk a = porositas material akuifer dh/dI = gradient hydraulic muka freatik (beda tinggi muka freatik sumur hulu dengan hilir per jarak sumur) Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Gambar 4.10. Skema Sumur Percobaan Perhitungan Permeabilitas dengan Larutan Penunjuk (Todd, 1980) 4.5. Aliran Airtanah dan Debit Sebagai hasil dari proses diendapkan dan jenis materialnya, maka sistem akuifer hampir tidak pernah seragam dalam ciri-ciri hidrauliknya. Proses aliran airtanah merupakan suatu gerakan yang didorong oleh gaya berat dan ditahan oleh gesekan pada medium porous. Persamaan dasar untuk menjelaskan aliran dan debit airtanah adalah hukum Darcy dan hukum kontinuitas. Perlakuan matematis dari aliran airtanah mempunyai asumsi-asumsi dan generalitasasi sebagai berikut (Dam, 1966 dan Seyhan, 1977) 1990). 1. Akuifer haruslah homogen dan isotrofik (permeabilitas dalam arah x, y, dan z adalah sama). 2. Lapisan semi-tembus mempunyai ketahanan hidraulik yang seragam. 3. Koefisien permeabilitas mempunyai invarian waktu. 4. Transbilitas akuifer bebas adalah konstan. 5. Koefisien simpanan (storage coeffient) adalah konstan. 6. Pelepasan air dari simpanannya adalah seketika. 7. Mintakat kapiler diabaikan. Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Arah Aliran Airtanah Arah aliran airtanah untuk unconfined aquifer dapat ditentukan dengan metode three point problem (Todd, 1959). Sehubungan dengan hak itu, diperlukan pengukuran elevasi muka freatik dari 3 sumur yang diketahui posisinya secara tepat. Gambar 4.11 menunjukkan penentuan arah aliran airtanah dengan menggunakan 3 titik (three point problem). Arah aliran airtanah dapat juga ditentukan melalui peta kontur muka freatik, karena arah aliran airtanah akan memotong tegak lurus (90°) kontur airtanahnya (Gambar 4.12) Gambar 4.11 Penentuan Arah Aliran Airtanah dengan Three Point Problem (Todd, 1959) Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Gambar 4.12 Kontour Muka Freatik atau Equipotential (ILRI, 1972) Kecepatan Aliran Airtanah Kecepatan aliran airtanah (V) dapat ditentukan dengan persamaan : (Seyhan, 1977) V = Q/A Q = - K dh/dl, aliran melalui media porus Maka 1 V = ------------ (- K dh/dl) a Tanda (-) menyatakan bahwa aliran berada dalam arah bagian atas yang menurun Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Keterangan : Q = debit jenis (q = Q/A) A = luas penampang K = permeabilitas material akuifer dh/dI = gradien hidraulic a = porositas batuan V = kecepatan aliran airtanah Debit Aliran Debit airtanah dapat diperkirakan dengan dua cara, yaitu : (1). Rumus Q = TIL Keterangan : Q = debit airtanah m3/hari) per satuan lebar L T = transmisibilitas m2/hari = KxD D = tebal akuifer (m) K = permeabilitas akuifer (m3/hari/m2) I = dh/dI = gradient hidraulic Gambar 4.13. Sketsa Ilustrasi Debit Aliran Airtanah per Satuan Lebar Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 (2) Analisis kontour muka airtanah (equipotential line). Untuk menghitung debit airtanah menurut Todd (1959) sebagai berikut: Mempertimbangkan arah aliran dalam Gambar 4.13, maka hydraulic gradient (1) adalah : i = dh/dl dan aliran tetap dq antara dua jenis aliran airtanah adalah : dq = K x dh /d1 x dm Untuk satuan tebal. Untuk bujur sangkar dari jaringan aliran maka : d1 = dm sehingga : dq = K dh Untuk seluruh jaringan aliran, total beda tinggi yang dibatasi oleh garis aliran, maka total aliran menjadi : Kmh Q = m dq = --------------------n Gambar 4.15 Bagian dari Jaringan Aliran Orthogonal yang Dibentuk oleh Aliran dan Kontour Muka Freatik (equipotential line) (Todd, 1980) Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 4.6. Geohidraulika akuifer a. Koefisien simpanan (storage coefficient) Koefisien simpanan diberi batasan sebagai volume air yang dilepaskan (atau diambil) oleh akuifer ke dalam simpanan per satuan luas permukaan dan persatuan perubahan tinggi air. Menurut Kruseman (1970), hasil jenis (specific yield) mempunyai batasan yang sama dengan koefisien simpanan), hasil jenis dipakai untuk unconfined aquifer (akuifer bebas). Untuk kolom vertikal 1 x 1 m yang memanjang melalui suatu akuifer tertekan (Gambar 4.16 koefisien simpanan (S) sama dengan volume air permukaan piezometric turun 1 m dari t1 ke t2. Gambar 4.16 Ilustrasi dari koefisien stirage pada akuifer bebas dan tertekan (Todd, 1980) b. Permeabilitas (K) merupakan suatu ukuran jumlah air yang dapat diteruskan oleh suatu media porous per satuan waktu. Maka dimensi dari K adalah m3/hari/m2. c. Transmisibilitas Transmisibilitas (T) adalah hasil kali dari rata-rata permeabilitas (K) dengan tebal akuifer (D) T= KD Dimensinya : m3/hari/m2 x m = m2/hari Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Ketiga parameter tersebut dapat dipakai sebagai tolok ukur potensi akuifer dari segi kuantitas. Potensi airtanah di suatu wilayah, disamping ditentukan oleh ketiga konstanta geohidraulika akuifer juga ditentukan oleh kualitas airtanah dan kedalaman airtanah. 4.7. Konsep Akuifer di DIY Konsep Akuifer di beberapa tempat di DIY disajikan dalam Gambar 4.17. Gambar 4.17. menunjukkan konsep akuifer di daerah Wates Kabupaten Kulon Progo di bagian selatan yang terdiri dari 3 unit geomorfologi, yaitu : unit geomorfologi sand dunes, dataran aluvial dan perbukitan Sentolo (Gambar A). Konsep akuifer di Bantul di bagian selatan terdiri dari dua unit geomorfologi yaitu sand dunes dan dataran aluvial. Dataran aluvial Bantul selatan merupakan fluvio volcanic plain dari Gunungapi Merapi airtanah di daerah ini mendapat imbuhan air setempat dan imbuhan air dari akuifer gunung api Merapi. Gambar 4.17 Konsep akuifer di daerah Wates dan Bantul Selatan (MacDonald & Partners,1984) Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 4.8. Produksi (Hasil) Airtanah yang Aman Produksi total airtanah pada suatu DAS merupakan jumlah air yang dapat dipompa dari akuifer dalam DAS, dalam suatu periode tertentu, tanpa memberikan hasil yang tidak diinginkan. Untuk mempertahankan sumberdaya airtanah secara tak terbatas, pemompaan harus dibatasi pada produksi air yang aman. Adalah tidak benar untuk menganggap hasil yang aman sebagai jumlah pengisian kembali airtanah dan bahwa jumlah ini dapat dipompakan secara aman. Hasil yang sama dengan sebagian dari pengisian kembali akuifer. Sisanya hilang dengan cara-cara lain. Terdapat 4 faktor yang perlu dipertimbangkan untuk menganalisis hasil yang sama (Todd, 1959). Jika salah satu dari faktor-faktor ini memberikan hasil-hasil yang tidak diinginkan, maka terdapat kelebihan hasil yang aman. Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Hasil yang aman harus selalu kurang daripada pasokan air pada kawasan periode yang ditentukan. 2. Biaya memompa airtanah harus sesuai dengan cara-caranya. 3. Kualitas air harus dapat diterima (terlalu banyak memompa dapat menyebabkan intrusi air laut). 4. Tidak boleh ada masalah-masalah hukum yang timbul karena pemompaan (hak-hak air). 5. Perlindungan lingkungan. Terdapat beberapa metode untuk menentukan hasil yang aman (V). Metode- metode yang sering digunakan disajikan di bawah ini : 1. Metode Hill : Perubahan tahunan permukaan airtanah (Atau permukaan Piezometric) diplotkan terhadap keluaran tahunan (Todd, 1966). Jika pasokan air bagi daerah tersebut konstan, titik-titik dapat diatur pada garis lurus. Pada Gambar 4.18, rata-rata waktu diplotkan untuk meratakan keragaman tahunan dalam pasokan (untuk memperoleh plot garis lurus). Metode Hill menganggap pengisian kembali airtanah cukup konstan. 2. Metode Harding : Harga-harga tahunan dari perbedaan antara masukan total dan keluaran total diplotkan terhadap perubahan tahunan muka airtanah. Karena harus ada hubungan langsung antara air permukaan (untuk menghitung neraca air), metode ini terbatas pada akuifer bebas. Metode harding menganggap keluaran tersebut cukup konstan. 3. Jika kedalaman airtanah pada awal dan akhir periode T (sekurang- kurangnya beberapa tahun) adalah sama, rencana tahunan rata-rata pada periode Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 tersebut merupakan hasil yang aman (Gambar 4.18). 4. Metode Simpson : metode ini dapat dipergunakan pada akuifer pantai yang meluas ke dalam laut. Hasil yang aman dihitung dari gradien muka airtanah (air muka piezometric) berdasarkan atas hukum Darcy (Todd, 1959). Gambar 4.18 Penentuan Hasil Airtanah yang Aman (Seyhan, 1977) 4.9. Pengisian Kembali Secara Buatan Untuk meningkatkan pasokan airtanah secara alami, akuifer kadang-kadang diisi kembali secara buatan (artificial recharge)dengan menyebarkan air di atas permukaan tanah atau dengan mengisi kembali melalui lubang, corong, atau sumur, dan lain-lain. Banyak teknik-teknik yang lain dijelaskan dalam pustaka (Todd, 1959). Beberapa contoh ditunjukkan pada Gambar 4.19 Gambar 4.19 Beberapa Metode Pengisian Kembali Airtanah Secara Buatan (Seyhan, 1977) Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 Intrusi Air Laut Dengan meningkatnya kebutuhan akan persediaan airtanah, pada kawasankawasan berpantai timbul persoalan dari laut yang memasuki dan berpenetrasi pada kawasan pedalaman. Model intrusi airlaut dimodelkan oleh Ghyben-Herzberg (Gambar 4.20) yaitu : = Dimana : H = ketebalan kantong air tawar Pf = kerapatan air tawar = 1,000 gm/cm3 − Ps = kerapatan air asin, sekitar 1,025 bm/cm3 h = perbedaan tinggi antara permukaan taut dan permukaan airtanah (atau piezometric) (m) = Pf / (Ps - Pt) Untuk mencegah intrusi air taut ke daratan, beberapa metode seperti pengisian kembali secara buatan, konstruksi penghalang bawah permukaan dan lain-lain, digunakan dalam praktek (Todd, 1959). Gambar 4.20 Skema Ilustrasi Intrusi Air Laut pada Akuifer Pantai (Linsley, 1975). Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 4.10. Penelitian-penelitian Permukaan dan Bawah Permukaan Airtanah Dengan menggunakan teknik-teknik permukaan dan bawah permukaan dapat dimungkinkan untuk memperkirakan : 1. dimana keterdapatan airtanah 2. kedalaman antar muka pembentukan (kerikil, pasir, dan lain-lain). 3. ciri-ciri fisik airtanah (suhu, kerapatan, dan lain-lain) Teknik-teknik tersebut tidak bertujuan untuk menentukan permeabilitas, ketinggian piezometrik atau pengisian kembali airtanah. Suatu rangkuman metodemetode yang paling umum disajikan di bawah ini (Seyhan, 1977 dalam Subagyo, 1990). 1. Penyelidikan permukaan airtanah a. Penyelidikan geologi : penggunaan data geologi dan penyelidikan lapangan akan melengkapi ciri-ciri umum batuan. b. Penyelidikan geofisika : metode-metode geofisika menentukan ciri-ciri fisika (kerapatan, magnetisme, daya hantar listrik perlapisan batuan, dan lain-lain) dari kerak bumi. 1. metode tahanan listrik/resistivitas : metode ini merupakan metode yang paling sering yang digunakan oleh hidrolog dan didasarkan atas perhitungan arus dan tegangan yang melewati suatu formasi batuan 2. Metode refraksi seismik : melibatkan penciptaan getaran kecil pada permukaan bumi dan mengatur waktu menempuh jarak yang diketahui, sehingga diketahui kecepatan gelombang merambat pada formasi tertentu 3. Metode gravitasi : mengukur perbedaan kerapatan batuan. 4. Metode magnetik : kontras perubahan medan magnet. c. Metode penginderaan jauh : dengan menggunakan foto udara konvensional (berdasarkan atas pola vegetasi dan lokasi) penyebaran airtanah dapat ditentukan). Foto berwarna dan antena radar inframerah (Seyhan, 1977) berguna dalam menempatkan titik-titik debit airtanah. INPUT (Induced Pulse Transient Airborne Electromagnetic System/Sistem Magnit Listrik Udara yang Dilindungi Pulsa Sementara) telah berguna dalam eksplorasi airtanah. 1. Penyelidikan Bawah Permukaan Airtanah a. Sistem pengeboran b. Pengukuran tahanan jenis : di dalam sumur yang tidak berdinding, elektroda dimasukkan dan tahanan listrik media di sekitarnya diukur. Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 c. Pengukuran potensial : potensial-potensial listrik (millivolt) pembentukan diukur. d. Pengukur suhu : suhu airtanah digunakan untuk meneliti geologi kawasan dan asal mula airtanah. Secara ringkas teknik-teknik penyelidikan airtanah diringkas pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Ringkasan metode geofisika untuk pendugaan airtanah 4.11. Mataair Mataair (spring) merupakan pemunculan airtanah ke permukaan tanah oleh berbagai faktor lingkungan terutama faktor topografi, susunan perlapisan berbatuan dan sifat batuan. Macam-macam mataair diperlihatkan pada Gambar 4.21. yaitu : 1. Mataair depresi (depresion spring) 2. Mataair kontak (contact spring) 3. Mataair sesar (fault spring) 4. Mataair sinkhole (sinkhlole spring) 5. Mataair kekar (joint spring) 6. Mataair retakan (fracture spring) Gambar 4.21 menunjukkan tipe mataair dari berbagai satuan geomorfologi. Sumber air dari mataair adalah air permukaan yang mengalami infiltrasi masuk ke bawah permukaan. Daerah tangkapan dari mataair sukar sekali, sehingga daerah konservasi mataair sukar ditetapkan, untuk melindungi tempat munculnya mataair dapat menggunakan aturan yaitu radius 200 meter sekitar mataair. Kalau diamati, debit mataair bervariasi menurut waktu. Pada musim penghujan atau akhir musim hujan debitnya besar dan berangsung-angsur debitnya mengecil, bahkan ada mataair yang berhenti alirannya pada waktu musim kemarau. Kualitas airnya tergantung dari jenis Airtanah Bahan Ajar Hidrologi Dasar (GEF 1301 batuan dimana sistem mataair itu berada dan dapat juga dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Gambar 4.21. Tipe-tipe Mataair (Todd, 1980) Airtanah