BAB II TINJUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjuan Pustaka Hendrawati, Hamdani, dan Awang Harsa K (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Keamanan Data dengan menggunakan Algoritma Rivest Code 4 (RC4) dan Steganografi pada Citra Digital”, melakukan implementasi penyandian pesan dengan algoritma Riverst Code 4 dan menyisipkan ke dalam citra digital dengan metode Least Significant Bit mengunakan 4 bit dari 8 bit yang tersedia disisipkan di layar RGB. Agustinus Noertjahyana, Samuel Hartono, dan Kartika Gunadi (2012) dalam penelitian yang berjudul “Aplikasi metode Steganografi pada Citra Digital dengan menggunakan metode LSB (Least Significant Bit)”, melakukan implementasi menyembunyikan data ke dalam citra digital dengan metode Least Significant Bit citra grayscale yang digunakan memiliki 8 bit memiliki nilai warna 0 hingga 255. Tri Prasetyo Utomo (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Steganografi Gambar dengan metode Least Significant Bit untuk Proteksi Komunikasi pada Media Online”, melakukan implementasi penyembunyian pesan ke dalam media gambar dengan metode Least Significant Bit menggunakan file ekstensi BMP 24 bit. Muhamad Wildan Habiby (2017) dalam penelitiannya yang berjudul “Sistem Kriptografi untuk Keamanan Informasi menggunakan fungsi Chaos Arnold’s Cat Map”, melakukan implementasi metode Chaos Arnold’s Cat Map untuk mengacak citra digital sehingga sulit untuk di kenali. Wiwit Widhianto, dan Suryadi, M.T (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Enkripsi Citra Digital dengan Skema Difusi-Transposisi Berbasis Chaos”, melakukan implementasi enkripsi citra digital dengan kriptogradi berbasis Chaos dengan metode Arnold’s Cat Map dan Logistic Map. 3 4 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Citra Citra adalah informasi yang tersimpan dalam bentuk pemetaan bit-bit, atau dikenal dengan bitmap. Setiap bit-bit membentuk satu titik informasi yang disebut sebagai piksel. Dengan kata lain, satu piksel merupakan satu titik citra, posisi piksel dinyatakan dalam koordinat x dan y dalam bidang dua dimensi dan tiap piksel memiliki nilai warna atau gray. Citra digital tersusun dari titik-titik yang berisi nilai yang disebut piksel pada posisi tertentu, banyaknya piksel akan menentukan resolusi dari citra tersebut, semakin banyak piksel yang dimiliki sebuah citra maka resolusi pada citra tersebut semakin tinggi dan ukuran berkasnya semakin besar (Sasmita, 2017). Citra digital berbentuk matriks dengan ukuran MxN yang tersusun seperti pada persamaan 2.1 f(x,y) = 𝑓(0,0) 𝑓(0,1) 𝑓(0,2) 𝑓(1,0) 𝑓(1,1) 𝑓(1,2) 𝑓(2,0) 𝑓(2,1) 𝑓(2,2) ⋮ ⋮ ⋮ 𝑓(𝑀−1,0) 𝑓(𝑀−1,1) 𝑓(𝑀−1,2) ( ⋯ ⋯ ⋯ ⋱ ⋯ 𝑓(0,𝑁−1) 𝑓(1,𝑁−1) ………….(2.1) 𝑓(2,𝑁−1) ⋮ 𝑓(𝑀−1,𝑁−1)) Suatu citra f(x,y) dalam fungsi matematis dapat dituliskan pada persamaan 2.4: 0≤x≤M-1 ……………………………………………………………..(2.2) 0≤y≤N-1 ……………………………………………………………...(2.3) 0≤f(x,y)≤G-1 …………………………………………………………(2.4) Dimana: M = banyaknya baris pada array citra N = banyaknya kolom pada array citra G = banyaknya skala keabuan (grayscale) F = derajat intensitas piksel Macam-macam citra digital: 1) Citra biner 5 Citra biner adalah citra yang hanya memiliki dua buah piksel yaitu hitam yang bernilai 0 dan putih yang bernilai 1. Oleh karena itu setiap piksel pada citra biner direpresentasikan dengan 1 bit. 2) Citra grayscale Citra grayscale adalah citra yang piksel-pikselnya berada diantara 0 (hitam) dan 255 (putih). 3) Citra warna Citra warna merupakan citra yang setiap pikselnya mewakili warna yang merupakan kombinasi dari tiga warna dasar yaitu merah, hijau dan biru. Setiap warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit (1 byte). Dalam penelitian ini citra yang digunakan citra grayscale dan RGB, serta citra berukuran piksel N x N pada citra grayscale dan juga citra RGB tiap layer, 3 layer pada citra RGB akan digunakan untuk media penyimpanan. 2.2.1.1 Joint Photographic Experts Group (JPG/JPEG) Tipe berkas JPG paling digunakan di media daring, Standar kompresi gambar pada JPG menghasilkan kompresi yang sangat besar menyebabkan kualitas gambar turun (Lossy Compression), tetapi dengan akibat distoris pada gambar yang hampir selalu tidak terlihat. JPG adalah sebuah format gambar yang sangat berguna untuk jenis fotografi berkualitas tinggi. 2.2.1.2 Portable Network Graphics (PNG) PNG adalah format penyimpanan citra yang menggantikan format GIF, berbeda dengan JPG format ini menggunakan metode pemadatan yang tidak menghilangkan bagian dari citra tersebut (Lossless Compression). Format ini menjadi solusi kompersi yang kuat dengan warna yang lebih banyak 6 2.2.2 Grayscale Grayscale adalah format citra atau gambar yang tiap piksel hanya terdiri dari 1 komposisi warna. Perbedaan dengan format RGB yaitu citra terdiri dari komposisi warna R (merah), G (hijau), B (biru). Untuk mendapatkan citra grayscale (aras keabuan) digunakan rumus persamaan 2.5: 𝐼(𝑥, 𝑦) = 𝛼. 𝑅 + 𝛽. 𝐺 + 𝛾. 𝐵 ………………………………………(2.5) Dengan I(x,y) adalah level keabuan pada koordinat yang peroleh dengan komposisi warna R (merah), G (hijau, B (biru) yang ditunjukkan oleh nilai parameter α, β, dan γ adalah 0,333 (Sasmita, 2017). Pada penelitian ini penggunaan grayscale dilakukan pada kedua citra sisip dan citra wadah untuk menyamakan nilai warna yaitu 0 sampai 255. 2.2.3 Warna Citra warna digital dalam model RGB dari 3 buah bidang citra, masingmasing terdiri dari warna utama : merah (Red), Hijau (Green), dan Biru (Blue). Lihat Gambar 2.1 suatu warna dispesifikasikan sebagai campuran sejumlah komponen warna utama. Gambar 2.1. Koordinat warna RGB Percampuran warna utama membentuk warna baru, lihat Gambar 2.2 campuran dengan menambahkan warna utama merah, hijau, dan biru membentuk warna sekunder kuning (merah hijau), cyan (biru hijau), magenta (merah biru) dan putih (merah hijau biru). 7 Gambar 2.2. Campuran warna RGB 2.2.4 Kriptografi Kriptografi merupakan keahlian atau ilmu untuk mengamankan informasi seperti data rahasia, integritas data, autentikasi, dan non-repudansi. Kriptografi modern saat ini terdapat titik temu antara disiplin ilmu matematika, ilmu komputer, dan teknik elektro, penggunaannya pada era komputer sudah banyak diterapkan seperti password ATM, password komputer, dan lain-lain. Kriptografi modern sangat didasari pada teori matematis dan aplikasi komputer, algoritma kriptografi didesain pada asumsi ketahanan komputasional, membuat algoritma ini sangat sulit dipecahkan oleh musuh. Secara teoretis, sangat sulit memecahkan sistem kriptografi, namun tidak layar melakukannya dengan cara-cara praktis. Kemajuan teoritis dapat meningkatkan algoritma faktorisasi integer, dan meningkatkan teknologi komputasi yang membutuhkan solusi ini untuk diadaptasi terus-menerus. Dalam kriptografi terdapat proses enkripsi, yaitu proses mengamankan suatu informasi sehingga sulit untuk dibaca tanpa bantuan pengetahuan khusus atau metode untuk mengetahui informasi yang tersembunyi, proses untuk membaca informasi yang terenkripsi disebut dekripsi dengan metode yang sama dengan enkripsi informasi rahasia dimungkinkan untuk dibuka. 8 2.2.4.1 Teori Chaos Teori chaos pertama kali dicetuskan oleh seorang meteorologis bernama Edward Lorenz pade tahun 1961. Teori chaos berusaha mencari bentuk keseragaman dari data yang kelihatan acak. Teori ini ditemukan secara tidak sengaja, Lorenz pada saat itu sedang mencari penyebab mengapa cuaca tidak bisa diramalkan, dengan bantuan komputer dan 12 model rumusan. Program yang tercipta tidak bisa memprediksi cuaca, tetapi dapat menggambarkan seperti apa cuaca tersebut jika diketahui titik awalnya. Chaos adalah sistem yang memiliki ketergantungan yang sangat peka pada kondisi awal, sedikit perubahan pada kondisi awal, secara drastis mengubah kelakukan sistem pada jangka panjang. Sistem chaos ini dapat ditentukan dengan matematis, dengan aturan-aturan yang ditentukan dalam prosesnya (Habiby, 2017). Dalam kriptografi modern saat ini teori chaos berkembang secara matematis untuk mendapatkan nilai acak dengan kunci rahasia sebagai parameter kendali akan membentuk pola, perulangan dapat juga diterapkan untuk mendapatkan hasil acak yang beragam. 2.2.4.2 Arnold’s Cat Map Metode Arnold’s cat map pertama kali ditunjukan oleh matematikawan Rusia, Vladimir I. Arnold pada tahun 1960 dengan citra kucing. Arnold’s cat map (ACM) awalnya di definisikan sebagai berikut untuk citra berukuran N x N (Widhianto, 2014): 𝑥𝑛+1 𝑥𝑛 2 1 [𝑦 ] = ([ ] [𝑦 ]) 𝑚𝑜𝑑 𝑁 ..................................(2.7) 𝑛+1 𝑛 1 1 𝑥𝑛 dengan [𝑦 ] menunjukan lokasi piksel dari citra yang masing-masing bernilai 𝑛 bilangan bulat antara [0,N-1] dengan N x N adalah ukuran citra. Perkembangan, ACM telah digeneralisasi dengan dua parameter p dan q sebagai berikut (Widhianto,2014): 9 𝑥𝑛+1 2 [𝑦 ] = ([ 𝑞 𝑛+1 𝑥𝑛 [𝑦 ]) 𝑚𝑜𝑑 𝑁..........................(2.8) 𝑛 𝑝 ] 𝑝𝑞 + 1 dengan nilai p dan q yang digunakan adalah bilangan bulat positif. Pada penelitian ini rumus Arnold’s Cat Map yang digunakan adalah sebagai berikut: 𝑥𝑛+1 1 [𝑦 ] = ([ 𝑞 𝑛+1 𝑥𝑛 [𝑦 ]) 𝑚𝑜𝑑 𝑁..........................(2.9) 𝑛 𝑝 ] 𝑝𝑞 + 1 Berikut ini adalah contoh dari perhitungan rumus Arnold’s Cat Map lihat Table 2.1 contoh dari piksel 3x3 Tabel 2.1 Piksel 3x3 No piksel 1 2 3 1 77 32 164 2 128 253 112 3 118 154 244 Dimana: p=5 q=5 1 1) [ 5 1 2) [ 5 1 3) [ 5 1 4) [ 5 1 5) [ 5 1 6) [ 5 1 7) [ 5 5 1𝑥1 + 5𝑥1 1 ]𝑥[ ] = [ ]= 5𝑥5 + 1 1 5𝑥1 + 26𝑥1 5 1𝑥1 + 5𝑥2 1 ]𝑥[ ] = [ ]= 5𝑥5 + 1 2 5𝑥1 + 26𝑥2 5 1 1𝑥1 + 5𝑥3 ]𝑥[ ] = [ ]= 3 5𝑥5 + 1 5𝑥1 + 26𝑥3 5 1𝑥2 + 5𝑥1 2 ]𝑥[ ] = [ ]= 5𝑥5 + 1 1 5𝑥2 + 26𝑥1 5 1𝑥2 + 5𝑥2 2 ]𝑥[ ] = [ ]= 5𝑥5 + 1 2 5𝑥2 + 26𝑥2 5 2 1𝑥2 + 5𝑥3 ]𝑥[ ] = [ ]= 3 5𝑥5 + 1 5𝑥2 + 26𝑥3 5 1𝑥3 + 5𝑥1 3 ]𝑥[ ] = [ ]= 5𝑥5 + 1 1 5𝑥3 + 26𝑥1 0+1 6 1 ] 𝑚𝑜𝑑 3 = [ ]=[ ] 1+1 31 2 2+1 11 3 [ ] 𝑚𝑜𝑑 3 = [ ]=[ ] 0+1 57 1 1+1 16 2 [ ] 𝑚𝑜𝑑 3 = [ ]=[ ] 2+1 83 3 1+1 7 2 [ ] 𝑚𝑜𝑑 3 = [ ]=[ ] 0+1 36 1 0+1 12 1 [ ] 𝑚𝑜𝑑 3 = [ ]=[ ] 2+1 62 3 2+1 17 3 [ ] 𝑚𝑜𝑑 3 = [ ]=[ ] 1+1 88 2 2+1 3 8 [ ] 𝑚𝑜𝑑 3 = [ ]=[ ] 2+1 3 41 [ 10 1 5 1𝑥3 + 5𝑥2 3 8) [ ]𝑥[ ] = [ ]= 5 5𝑥5 + 1 2 5𝑥3 + 26𝑥2 1 5 3 1𝑥3 + 5𝑥3 9) [ ]𝑥[ ] = [ ]= 3 5 5𝑥5 + 1 5𝑥3 + 26𝑥3 1+1 13 2 ] 𝑚𝑜𝑑 3 = [ ]=[ ] 1+1 67 2 0+1 18 1 [ ] 𝑚𝑜𝑑 3 = [ ]=[ ] 0+1 63 1 [ Berikut adalah hasil perubahan posisi nilai piksel dengan ACM. Tabel 2.2 Hasil ACM piksel 3x3 No piksel 1 2 3 1 32 118 112 2 128 164 154 3 244 253 77 Proses untuk dekripsi dapat dilakukan dengan hasil perhitungan yang sama 𝑥𝑛 𝑥𝑛+1 hanya tinggal dibalik posisi dari [𝑦 ] menjadi posisi [𝑦 ]. 𝑛 𝑛+1 Hasil pengamanan citra dengan metode Arnold’s Cat Map dapat lebih dimaksimalkan dengan perulangan, dengan parameter q dan p setra jumlah perulangan yang tepat dapat menjadi kunci untuk citra enkripsi Arnold’s Cat Map dapat didekripsi. 2.2.5 Steganografi Steganografi adalah seni dan ilmu menulis pesan tersembunyi atau menyembunyikan pesan dengan suatu cara sehingga selain si pengirim dan si penerima, tidak ada seorangpun yang mengetahui atau menyadari bahwa ada suatu pesan rahasia. Sebaliknya, kriptografi menyamarkan arti dari suatu pesan, tapi tidak menyembunyikan bahwa ada suatu pesan. Kata “steganografi” berasal dari bahasa Yunani steganos, yang artinya “tersembunyi atau terselubung”, dan graphein, “menulis” (Noertjahyana, et el,2012). Kini, istilah steganografi termasuk penyembunyian data digital dalam berkas-berkas (file) komputer. Contohnya, si pengirim mulai dengan berkas gambar 11 biasa, lalu mengatur warna setiap piksel ke-100 untuk menyesuaikan suatu huruf dalam aplhabet (perubahannya begitu halus sehingga tidak ada seorangpun yang menyadari jika ia tidak benar-benar memperhatikannya). Pada umumnya, pesan steganografi dengan ruma lain seperi gambar, artikel, daftar belanjaan, atau pesan-pesan lainnya. Pesan yang tertulis ini merupakan tulisan yang menyelubungi atau menutupi. Contohnya, suatu pesan bisa disembunyikan dengan menggunakan tinta yang tidak terlihat di antara garis-garis yang kelihatan. Teknik steganografi meliputi banyak sekali metode komunikasi untuk menyembunyikan pesan rahasia (teks atau gambar) di dalam berkas-berkas lain yang mengandung teks, gambar, bahkan suara tanpa menunjutkan perubahan berarti pada medianya. Tujuan dari steganografi adalah merahasiakan atau menyembunyikan keberadaan dari sebuah pesan atau informasi. Dalam praktiknya, kebanyakan pesan disembunyikan dengan membuat perubahan tipis terhadap data digital lain yang isinya tidak akan menarik perhatian dari penyerang potensial, sebagai contoh gambar yang tidak terlihat berarti atau berbahaya. Pada metode steganografi cara ini sangat berguna jika digunakan pada cara steganografi komputer karena banyak format berkas digital yang dapat dijadikan media untuk menyembunyikan pesan. Format yang biasa digunakan diantaranya: Format image : bitmap (bmp), gif, pcx, jpeg, png, dll. Format audio : wav, voc, mp3, dll. Format lain : berkas teks, html, pdf, dll. Kelebihan steganografi jika dibandingkan dengan kriptografi adalah pesanpesannya tidak menarik perhatian orang lain. Seringkali, steganografi dan kriptografi digunakan secara bersamaan untuk menjamin keamanan pesan rahasianya. Algoritma steganografi menggunakan sebuah kombinasi dari bidang jenis teknik untuk melakukan sebuah tugas dalam penyelumbungan pesan rahasia dalam 12 sebuah selubung berkas. Sebuah program steganografi dibutuhkan untuk melakukan hal-hal berikut (baik implisit melalui suatu perkiraan maupun eksplisit melalui sebuah perhitungan), menemukan kelebihan bits dalam selubung berkas yang dapat digunakan untuk menyelubungi pesan rahasia didalamnya, memilih beberapa diantaranya untuk digunakan dalam pesan rahasia, memilih beberapa diantaranya digunakan dalam menyelubungi data dan penyelubungan data dalam bits dipilih sebelumnya 2.2.5.1 Least Significant Bit Least significant bit (LSB) adalah bagian dari barisan data biner paling kecil atau tidak berarti, letaknya paling kanan dari baris bit. Sebaliknya, most significant bit barisan biner paling besar yang letaknya disebelah kiri. Pada berkas bitmap 24 bit, setiap piksel (titik) pada gambar tersebut terdiri dari susunan tiga warna merah, hijau dan biru (RGB) yang masing-masing disusun oleh bilangan 8 bit (byte) dari 0 sampai 255 atau format biner 00000000 sampai 11111111 (Utomo, 2012). Contohnya adalah bilangan biner dari 255 adalah 1111111 dan bilangan tersebut berarti : 1 ∗ 27 + 1 ∗ 26 + 1 ∗ 25 + 1 ∗ 24 + 1 ∗ 23 + 1 ∗ 22 + 1 ∗ 21 + 1 ∗ 20 = 128 + 64 + 32 + 16 + 8 + 4 + 2 + 1 = 255 ................................(2.6) Dari barisan angka 1 paling kanan bernilai 1 adalah nilai paling kecil. Bagian tersebut disebut least significant bit (bit yang tidak berarti), sedangkan paling kiri yang bernilai 128 disebut most significant bit (bit yang paling berarti). Kekurangan dari LSB dapat diambil kesimpulan dari contoh 8 bit piksel, menggunakan LSB dapat secara drastis mengubah unsur pokok warna dari piksel. Ini dapat menunjukan perbedaan nyata dari cover image menjadi stego image, sehingga tanda tersebut menunjukan keadaan dari steganografi. Keuntungan dari LSB yang paling besar dari algoritma ini adalah proses cepat dan mudah. 13 Least Significant Bit sering kali digunakan untuk pentingan penyisipkan data ke dalam suatu media digital lain, salah satu yang memanfaatkan Least Signification Bit sebagai metode penyembunyian adalah steganografi audio. Metode yang digunakan untuk menyisipkan citra digital pada penelitian adalah dengan cara mengambil 4 bit dari 8 bit pada citra sisip lalu pada citra wadah tiap pikselnya dengan masukan logika AND pada citra wadah dengan bit pemisah 11110000, lalu melakukan masukan logika OR untuk menggabungkan bit-bit citra wadah dan citra sisip. Sebagai contoh lihat Gambar 2.3 pada piksel wadah bernilai 137 diubah menjadi bilangan biner 8 bit, bilangan tersebut dilakukan masukan logika AND dengan nilai biner 11110000 untuk menghasilkan 8 bit biner dimana 4 bit belakangnya bernilai 0000, dan pada piksel sisip bernilai 49 diubah menjadi bilangan biner 8 bit lalu diambil 4 bit terdepan, lalu kedua bilangan biner piksel wadah dan piksel sisip hasil proses sebelumnya dilakukan masukan logika OR hasilnya dikembalikan menjadi bilangan desimal. Gambar 2.3. Skema penyisipan bit Untuk melakukan dekripsi Least Significant Bit pada piksel, dapat dilakukan dengan memisahkan bit dengan melakukan masukan logika AND antar piksel dengan nilai 11111111. Sebagai contoh lihat Gambar 2.4 piksel LSB diubah menjadi bilangan biner dan ambil 4 bit belakang dari 8 bit, lalu dilakukan masukan 14 logika AND dengan biner 1111111, untuk hasilnya diubah menjadi bilangan desimal kembali. Gambar 2.4. Skema memisahkan bit Berikut ini adalah contoh dari proses penyisipan Least Significant Bit, lihat Tabel 2.3 piksel 3x3 yang menjadi wadah pada Tabel 2.4 adalah piksel 3x3 yang dikonversi menjadi biner. Tabel 2.3 Piksel wadah 3x3 No Piksel 1 2 3 1 153 200 194 2 230 123 231 3 95 76 92 Tabel 2.4 Konversi biner piksel wadah 3x3 No Piksel 1 2 3 1 1001 1001 1100 1000 1100 0010 2 1101 1100 0111 1011 1110 0111 3 0101 1111 0100 1100 0101 1100 Proses selanjutnya adalah membuat nilai 0 pada 4 bit terakhir, dengan masukan logika AND dengan bit pemisah 11110000, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.5. 15 Tabel 2.5 Hasil masukan logika AND No Piksel 1 2 3 1 1001 0000 1100 0000 1100 0000 2 1101 0000 0111 0000 1110 0000 3 0101 0000 0100 0000 0101 0000 Pada Tabel 2.6 adalah piksel sisip 3x3 yang akan disembunyikan, pada Tabel 2.7 adalah konversi biner untuk proses selanjutnya. Tabel 2.6 Piksel sisip 3x3 No Piksel 1 2 3 1 208 175 169 2 90 173 183 3 232 124 165 Tabel 2.7 Konversi biner piksel sisip 3x3 No Piksel 1 2 3 1 11011 0000 1010 1111 1010 1001 2 0101 1010 1010 1101 1011 0111 3 1110 1000 0111 1100 10101 0101 Selanjutnya mengambil 4 bit terdepan sebagai bit yang penting dan akan disisipkan pada biner piksel wadah, lihat Tabel 2.8 adalah hasil dari pengambilan biner yang akan digunakan. Tabel 2.8 Hasil pengambilan bit terdepan No Piksel 1 2 3 1 0000 1101 0000 1010 0000 1010 2 0000 0101 0000 1010 0000 1011 3 0000 1110 0000 0111 0000 1010 16 Proses selanjutnya adalah melakukan masukan logika OR pada tiap piksel pada Tabel 2.5 hasil masukan logika AND dan Tabel 2.8 Hasil pengambilan bit terdepan, menghasilkan biner gabungan yang dapat dilihat pada Tabel 2.9. Tabel 2.9 Hasil masukan logika OR No Piksel 1 2 3 1 1001 1101 1100 1010 1100 1010 2 1101 0101 0111 1010 1110 1011 3 0101 1110 0100 0111 0101 1010 Proses akhir dari enkripsinya adalah mengkonversikan biner menjadi desimal dapat dilihat pada Tabel 2.10. Tabel 2.10 Konversi desimal hasil enkripsi No Piksel 1 2 3 1 157 202 202 2 213 122 235 3 94 71 90 Terjadi perubahan nilai dari Tabel 3.3 Piksel wadah 3x3 karena nilai 4 bit terakhir berbeda, proses dekripsi dengan mengkonversikan desimal ke biner dan mengambil 4 bit terakhir dan diproses masukan logika OR dengan 1111111 maka akan menghasilkan pada Tabel 2.11. Tabel 2.11 Hasil pengambilan 4 bit belakang No Piksel 1 2 3 1 1101 0000 1010 0000 1010 0000 2 0101 0000 1010 0000 1011 0000 3 1110 0000 0111 0000 1010 0000 Hasil tersebut dikonversikan ke bilangan desimal sebagai tahap akhir dari dekripsi Least Significant Bit dapat dilihat pada Tabel 2.12 adanya perbedaan nilai dengan aslinya yaitu Tabel 2.6 piksel sisip 3x3. 17 Tabel 2.12 Konversi desimal hasil dekripsi No Piksel 1 2 3 1 208 160 160 2 80 160 176 3 224 112 160 2.2.6 Peak Signal to Noise Ratio Peak Signial to Noise Ratio atau PSNR adalah teknik untuk membandingkan citra asli dan citra yang telah dimanupulasi. Untuk mendapat nilai PSNR terlebih dahulu mencari nilai Mean Square Error adalah nilai kuadrat rata-rata antara citra asli dan citra yang telah manipulasi. Nilai PSNR dinyatakan dalam desibel (dB), kualitas citra berdasarkan PSNR dapat dilihat di Tabel 2.13 (Tyas, 2011), PSNR didefinisikan sebagai : 𝑀𝐴𝑋 2 𝑃𝑆𝑁𝑅 = 10 log 10 ( 𝑀𝑆𝐸𝑖 )................................................................................(2.6) Dimana MAXi adalah maksimum jumlah piksel pada citra dan MSE dinyatakan Mean Square Error didefinisikan sebagai : 1 𝑛−1 2 𝑀𝑆𝐸 = 𝑚 𝑛 ∑𝑚−1 𝑖=0 ∑𝑗−0 [𝐼(𝑖, 𝑗) − 𝐾(𝑖, 𝑗)] ........................................................(2.7) Dimana m dan n adalah ukuran citra, I adalah citra asli dan k adalah citra yang telah dimanipulasi. Tabel 2.13 Nilai PSNR PSNR (dB) Kualitas Citra 60 Istimewa 50 Bagus 40 Layak 30 Cukup 20 Tidak dapat dipakai