potensi sektor-sektor unggulan kota cimahi

advertisement
PERINGATAN !!!
Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan
referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila
Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan
pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan
karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
SEKTOR-SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KOTA CIMAHI
PERIODE 2003 - 2005
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi
di Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi
Universitas Islam Bandung
Oleh:
DIKY NURIKHSAN
10090201132
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2007
SEKTOR-SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KOTA CIMAHI
PERIODE 2003 - 2005
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana
Program S-1 di Fakultas Ekonomi
Jurusan Ilmu Ekonomi
Oleh
DIKY NURIKHSAN
10090201132
Bandung,
Agustus 2006
Menyetujui
Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
Hady Sutjipto, SE., M.Si.
Noviani, SE, M.Si.
ABSTRAK
DIKY NURIKHSAN
10090201132
POTENSI SEKTOR-SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KOTA CIMAHI
PERIODE 2003-2005
Pembangunan merupakan suatu cara untuk meningkatkan kemakmuran
dan kesejahteraan bangsa. Dengan konsep pembangunan yang didasarkan pada
kompetensi maka suatu daerah akan terdeferensiasi dari daerah lain berdasarkan potensi
yang dimiliki. Pembangunan yang didasarkan pada kompetensi masing-masing daerah
akan menghasilkan sektor atau produk unggulan yang mampu berkompetisi di pasar
global. Kota Cimahi pada masa yang akan datang diharapkan menjadi suatu kota yang
maju melalui pemanfaatan dari semua potensi daerah atau sektor-sektor unggulan yang
memberikan kontribusi bagi kehidupan masyarakat, sehingga terwujud suatu kota yang
mampu memanfaatkan segenap potensi yang dimilikinya. Untuk itu perlu adanya suatu
penelitian untuk mengidentifikasi sektor apa saja yang dapat dijadikan sektor unggulan
Kota Cimahi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sektor-sektor unggulan (basis) di Kota
Cimahi dan sektor unggulan yang kompetitif dan mempunyai spesialisasi pada
perekonomian Kota Cimahi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode
LQ, Metode Analisis Shift Share Klasik.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pertama, dari angka PDRB atas dasar
harga konstan tahun 2000 selama kurun waktu 2003-2005 dapat diketahui bahwa
sektor unggulan di Kota Cimahi dengan menggunakan metode LQ (Location
Quetient) terdapat 3 sektor yang dapat dijadikan sektor unggulan jika dilihat dari
nilai LQ pada tahun 2003-2005, sektor tersebut adalah sektor bangunan dan
konstruksi, sektor listrik, gas dan air bersih, dan sektor industri pengolahan.
Kedua, penjabaran mengenai faktor penyebab perubahan struktur ekonomi dapat
diketahui dengan analisis shift share. Dilihat dari hasil analisis shift share klasik
pada tahun 2003-2004 sektor yang mempunyai nilai positif adalah sektor
pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan kontruksi dan
sektor perdagangan, hotel dan restoran sedangkan pada tahun 2004-2005 adalah
sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan,
hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa.
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T karena hanya
dengan berkat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul : ”SEKTOR-SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KOTA CIMAHI
PERIODE 2003-2005“ sebagai karya tulis ilmiah yang ditujukan untuk
memenuhi salah satu syarat ujian sidang guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekononomi, Universitas Islam Bandung.
Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada Ayahanda Drs.H. Djumari, Ayahanda H. L.Suradji dan Ibunda Hj. Endah,
Ibunda Hj. Tuminah, Kakak-kakakku Deni dan Toni, serta Adik-adikku Desi,
Agung dan Atha tercinta yang dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan
memberikan dukungan materi maupun moril, serta seluruh keluarga besar penulis
yang selalu memberikan dorongan dan do’a demi kemajuan penulis.
Penulis dengan segala kekurangannya menyadari betul bahwa skripsi ini
belum mampu secara detail menjelaskan fenomena yang diteliti. Namun sebagai
sebuah studi awal dan rangkaian dari proses pembelajaran, kiranya pembahasan
yang dikemukakan di dalamnya cukup untuk dijadikan bahan pertimbangan.
Besar harapan penulis kelak skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
sendiri, bagi lingkungan akademik, maupun bagi pihak lain yang akan
mengembangkan lebih lanjut menjadi fokus studi awal yang komprehensif.
Penulis menyadari bahwa semua usaha yang telah dilakukan tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak, sehinggan penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
ii
merupakan syarat utuk mencapai gelar kesarjanaan di Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Bandung. Sebagai rasa syukur atas terselesaikannya skripsi ini,
penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghormatan yang sebesarbesarnya kepada :
1. Prof. Dr. H. E. Saefullah, SH., LLM. Rektor Universitas Islam Bandung.
2. Bapak Firman Alamsyah, SE, M.Sc. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Bandung.
3. Bapak Hady Sutjipto, SE., M.Si. Selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi,
Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Bandung dan juga sebagai Dosen
Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan
arahan serta saran-saran perbaikkan selama penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Aan Julia, SE., M.Si. Selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Ekonomi,
Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Bandung..
5. Ibu Noviani, SE, M.Si. Selaku Dosen Wali penulis selama menempuh studi di
program studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam bandung
dan juga sebagai Dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan
koreksi dan pemikiran-pemikiran disaat penulis mengalami kebuntuan
6. Para Dosen di Program Studi Ilmu Ekonomi : Bapak Yuhka SE, Bapak Susilo,
SE., MSi. Ibu Atih Rohaeti Dariah, SE., MSi. Ibu Hj. Mientarsih, SE., MM.
Ibu Asnita Frida Sembayang, SE., MSi. Ibu Ria Haryatiningsih, SE., MT. Ibu
Nurfahmiyati, SE., MSi. Ibu Ima Amaliah, SE., MSi. Ibu Hj. Westi Riani, SE.
Bapak Meidy Hafiz, SE, Ibu Dewi Rahmi, SE., ME. yang telah banyak
iii
memberikan bekal ilmu yang bermanfaat dan besar perannya dalam
penyelesaian skripsi ini.
7. Seluruh Staff, karyawan dan karyawati Fakultas Ekonomi, Universitas Islam
Bandung yang telah banyak membantu dalam kelengkapan administrasi
penulis selama masa perkuliahan hingga menjelang sidang.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan di IE angkatan 2001 : Rangga Mahardika, Widi
Utama, Herlia, Siska Afriani, Murniatylatar, Citra Widya, Herna, Sendi,
Dadan Ramdan dan Hamdani, Dery, Dadang, Iceu, Amed, Wildan, Gery,
Hadi, Erik, Gabe, Yodam, Rhadita Aji, Antok Dian, Yulianto, Hasnan, Andri
Wahyudi, Tanjung, Afudin Rahman, Deni CS, Herna Mustika, Endah, Terima
kasih atas pemikiran, motivasi dan kekeluargaannya kepada penulis.
9. Rekan-rekan Program Studi Ilmu Ekonomi Angkatan 2001 dari kelas A
sampai kelas C, yang tidak bisa dituliskan satu per satu disini. Terima kasih
atas kerja samanya selama ini.
10. Akang dan Teteh angkatan 99 dan 00 : Taufik, Indra Prasetyo, SE, Agung, SE,
Ricky, SE, Acil Bagja, Nanda, Surya, Idat Rohadiyat, SE, Rahmat, Helmy,
Angga, Robby, Andrian Welly, SE, dan semuanya, terima kasih atas segala
sharing pengalaman dan motivasi kepada penulis selama ini.
11. Adik-adikku beserta tim futsal di Program Studi Ilmu Ekonomi dari angkatan
2002 sampai dengan angkatan 2005 :Ganjar Sukma, Fitri Foridayanti, Kiki
Kisti Hakim, Resti Resmawati, Sandy Adriadi, Dieta Frieska, Desra Santika,
Mpok Norri, Wulan, andien, Srie, Emma, Ratna (Bunda), Dedi, Iwan dan
Fadly, Novyan, Hilman, Indra, dan semuanya, Adit, Gamal, Wempi, Koko,
iv
Gilan, Toni, Titin, Tieke, Dede Rizky, Dicky, Ali, Hanafi dan kawan-kawan,
Dana, Ami, Wawa, Andra, dan kawan-kawan, Daus, Fahmy Bo, Ian, Akbar,
Asep, Vera, Vira, Reni, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu per
satu.
12. Chandra, Eka, Cundra, Deda, Yuda, Slamet, Daniel, beserta teman-temannya
di Fikom Angk. 00-01, Jajang Nurjaman, Tantan, Harry di Fakultas Tekhnik
01, Dikdik, Ivo, Gerry, Welly di Program Studi Manajemen, Ahdi, Hendrizal,
Bahari, Rediatami di Program Studi Akuntansi 01 dan lain-lain yang tidak bisa
disebutkan satu per satu disini, Terima kasih.
Bandung, Mei 2007
Penulis
v
Daftar Isi
DAFTAR ISI
ABSTRAK............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL.............................................................................................. viii
DAFTAR GRAFIK.............................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah.............................................................................. 9
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 9
1.4 Kegunaan Penelitian............................................................................. 9
1.5 Kerangka Pemikiran.............................................................................10
1.6 Metode Penelitian............................................................................... 14
1.6.1. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data.......................... 14
1.6.2. Metode Analisis Data................................................................15
1.6.2.1. Metode LQ...................................................................15
1.6.2.2. Analisis Shift share...................................................... 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi........................................ 20
2.2. Pembangunan Ekonomi Daerah........................................................ 22
2.3. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah................................. 25
2.4. Otonomi Daerah................................................................................ 26
2.5. Teori Basis Ekonomi......................................................................... 28
2.6. Location Quotient (LQ).............................................................. ....... 29
2.7. Analisis Shift-Share............................................................................ 31
2.8. Studi Empiris...................................................................................... 34
2.8.1. Penelitian Siti Fatimah dan Haris.............................................. 34
2.8.2. Penelitian Teguh Permana......................................................... 34
2.8.3. Penelitian Taufik Simamora...................................................... 36
vi
Daftar Isi
BAB III OBJEK PENELITIAN
3.1. Sejarah Kota Cimahi.......................................................................... 39
3.2. Gambaran Geografis Kota Cimahi.................................................... 41
3.3. Kondisi Tata Ruang dan Lingkungan Hidup..................................... 42
3.4. Kondisi Sarana dan Prasarana Perkotaan.......................................... 44
3.5. Kependudukan dan Ketenagakerjaan................................................. 46
3.6. Pertumbuhan Perekonomian Kota Cimahi........................................ 50
3.7. PDRB Kota Cimahi........................................................................... 50
3.8. PDRB Provinsi Jawa Barat................................................................ 52
3.9 Perbandingan distribusi PDRB Kota Cimahi dengan Provinsi
Jawa Barat ........................................................................................ 53
3.10. Potensi Kota Cimahi........................................................................ 54
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Sektor Unggulan Daerah................................................... 57
4.2 Hasil analisis shift share..................................................................... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan......................................................................................... 76
5.2 Saran.................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 79
LAMPIRAN……………………………………………………………………. 81
vii
Daftar Isi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1 LPE Kota Cimahi dan Provinsi Jawa Barat 2003-2005................................. 5
1.2 Distribusi Persentase PDRB Kota Cimahi dan Provinsi Jawa Barat
Tahun 2003-2005........................................................................................... 5
1.3. Penduduk Menurut Lapangan Usaha............................................................. 8
1.4. Kemungkinan dari Pengaruh Alokasi.......................................................... 19
3.1 Luas Wilayah Kota Cimahi......................................................................... 42
3.2 Jumlah Penduduk dan Sex Ratio 2003-2005............................................... 47
3.3 Penduduk Kota Cimahi Berdasarkan Tingkat Pendidikan 2003-2005........ 47
3.4 Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas Kota Cimahi 2003-2005................ 49
3.5 Penduduk Yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Kota Cimahi
Tahun 2003-2005 ........................................................................................ 49
3.6 Pertumbuhan Ekonomi Kota Cimahi dan Provinsi Jawa Barat
Tahun 2003-2005......................................................................................... 50
3.7 PDRB Kota Cimahi Tahun 2003-2005........................................................ 51
3.8. PDRB Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2005............................................ 52
3.9. Perbandingan distribusi PDRB Cimahi dengan Jawa Barat.........................53
4.1. Hasil Analisis LQ Kota Cimahi Tahun 2003-2005...................................... 59
4.2. Hasil Analisis Shift Share Kota Cimahi Tahun 2003-2004......................... 67
4.3. Hasil Analisis Shift Share Kota Cimahi Tahun 2004-2005......................... 69
4.4. Ringkasan Analisis Penentuan Sektor Basis dan Analisis Sektor Unggulan
Yang Kompetitif Serta Spesialisasinya Tahun 2003-2004.......................... 71
4.5. Ringkasan Analisis Penentuan Sektor Basis dan Analisis Sektor Unggulan
Yang Kompetitif Serta Spesialisasinya Tahun 2003-2004.......................... 71
viii
Daftar Isi
DAFTAR GRAFIK
Grafik
Halaman
3.1.
Banyaknya Perusahaan Industri Besar dan Sedang Kota Cimahi
Tahun 2003-2005……………………………………………………….. 56
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang masalah
Pembangunan merupakan suatu cara untuk meningkatkan kemakmuran
dan kesejahteraan bangsa. Tujuan pokok pembangunan pada dasarnya adalah
mengusahakan adanya peningkatan kualitas atau perbaikan dari status atau
kondisi sebelumnya, dalam hal ini adalah kesejahteraan rakyat. Pembangunan
pada hakekatnya merupakan upaya menggerakkan sumberdaya pasif menjadi
sumberdaya aktif, setiap perencanaan pemerintahan dan pembangunan harus
diarahkan kepada upaya menggerakkan sumberdaya, biaya dan sarana yang
dimiliki untuk penyelenggaraan pemerintahan dalam upaya memenuhi kebutuhan
masyarakat, melalui peningkatan kemampuan
aparatur
pemerintah
agar
profesional dan mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
(Renstra Kota Cimahi, 2003).
Pembangunan juga merupakan suatu proses perubahan kearah yang lebih
baik. Perubahan tersebut harus dilaksanakan secara menyeluruh, tidak hanya
dibidang fisik material semata, akan tetapi juga mental spritual. Perhatian
terhadap maslah pembangunan ekonomi semakin berkembang dan bertambah
luas. Hal ini terlihat dari makin banyaknya segi-segi yang diperhatikan dalam
mengevaluasi suatu proses pembangunan ekonomi. Mula-mula cukup dengan
melihat perkembangan tingkat pendapatan perkapita masyarakat, tapi sekarang
1
Bab I Pendahuluan
2
cenderung untuk melihat adanya pembagian hasil akibat perkembangan ekonomi
baik secara sektoral maupun secara wilayah.
Salah satu pengarahan dari perkembangan ekonomi dalam suatu
perencanaan ekonomi adalah dengan melihat kepentingan relatif setiap wilayah
ekonomi dalam perekonomian nasional. Jadi disini peranan setiap wilayah selain
dilihat dari kepentingan nya terhadap masing-masing wilayah, juga peranan setiap
wilayah terhadap wilayah lainnya dengan tidak melupakan peranannya terhadap
perkembangan perekonomian nasional secara keseluruhan.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakat mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Masalah
pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap
kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang
bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan
dan sumber daya fisik secara lokal (daerah).
Perubahan konsep pemerintahan dari sentralistis menjadi desentralistis
sejalan dengan konsep otonomi daerah yang diterapkan dewasa ini. Otonomi
daerah itu sendiri pada dasarnya merupakan suatu bentuk kebijakan desentralisasi
pemerintahan dan fiskal. Desentralisasi pemerintahan membawa implikasi suatu
daerah diberi wewenang yang lebih luas dalam proses perencanaan sampai dengan
pengawasan atas pembangunan yang
terjadi di daerahnya. Sedangkan
Bab I Pendahuluan
3
desentralisasi fiskal lebih menitikberatkan pada kemampuan daerah dalam
menciptakan dan mengelola keuangannya.
Penyelenggaraan otonomi daerah diharapkan memberikan manfaat yang
besar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Manfaat ini
dapat
diperoleh
dengan
mendorong
pemberdayaan
masyarakat
dalam
pembangunan, memperkuat kedudukan serta kemampuan pemerintah daerah,
meningkatkan pelayanan umum, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui
pembangunan daerah.
Otonomi daerah memberikan konsekuensi kepada daerah untuk dapat
mengoptimalkan sumber daya yang ada bagi pembangunan di daerah.
Optimalisasi ini dilaksanakan sebagai usaha mencapai kemandirian daerah.
Potensi daerah yang memiliki keunggulan komparatif harus dikembangkan agar
dapat bersaing dengan daerah lain. Pengembangan berbagai potensi tersebut
sangat bergantung pada partisipasi semua elemen yang ada dalam masyarakat
dengan ditunjang kebijakan yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Agar suatu daerah dapat berkompetisi dengan daerah yang lain, maka
sebaiknya pola pembangunan didasarkan pada potensi yang dimiliki oleh daerah
tersebut atau biasa disebut pembangunan yang didasarkan pada core-competence.
Dengan konsep pembangunan yang didasarkan pada kompetensi maka suatu
daerah akan terdeferensiasi dari daerah lain berdasarkan potensi yang dimiliki.
Pembangunan yang didasarkan pada kompetensi masing-masing daerah akan
Bab I Pendahuluan
4
menghasilkan sektor atau produk unggulan yang mampu berkompetisi di pasar
global.
Dengan demikian perubahan fokus pemerintahan dari sentralisasi menjadi
desentralisasi merupakan suatu hal yang tidak dapat terelakan. Dengan
menempatkan daerah dalam fokus pemerintahan yang desentralisasi, maka
peluang pemberdayaan daerah baik secara sosial, ekonomi maupun politik akan
lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena sebenarnya pemerintah daerahlah yang
lebih mengerti akan kebutuhan, kapabilitas, potensi, dan faktor-faktor lain yang
berkaitan dengan pembangunan dibandingkan dengan pemerintah pusat.
Cimahi merupakan salah satu Kota di Provinsi Jawa Barat yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2001, yang merupakan peningkatan
status dari Pemerintah Kota Administratif Cimahi yang asalnya merupakan bagian
dari Pemerintah Kabupaten Bandung. Peningkatan status Cimahi ini, di samping
merupakan dampak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, juga untuk mengembangkan wilayah dan potensi
yang telah dimiliki Cimahi.
Sejak saat berdirinya, Kota Administratif Cimahi telah menunjukkan
pertumbuhan yang cukup pesat, hal ini terutama karena letak geografisnya yang
berbatasan langsung dengan Kota Bandung sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat,
sehingga menjadikan Cimahi sebagai penyangga berbagai kegiatan perekonomian
di Kota Bandung. Cimahi berubah statusnya menjadi Pemerintah Kota Cimahi
sejak tanggal 21 Juni 2001, hal ini menjadikan Kota Cimahi sebagai kawasan
perkotaan yang menarik bagi masyarakat daerah lain untuk mengembangkan
Bab I Pendahuluan
5
kehidupan sosial ekonominya di Kota Cimahi, hal tersebut dapat terlihat melalui
jumlah penduduk di Kota Cimahi yang selalu meningkat dari tahun ke tahunnya.
Secara keseluruhan pada tahun 2005 Kota Cimahi memiliki penduduk sebanyak
509.189 jiwa, sedangkan tingkat kepadatan Kota Cimahi pada tahun 2005 adalah
12.666 jiwa/km2. Begitu juga dengan pertumbuhan ekonomi di Kota Cimahi, laju
pertumbuhan ekonomi Kota Cimahi dari tahun ke tahunnya terus mengalami
kenaikan, Pertumbuhan ekonomi Kota Cimahi dan perbandingannya dengan
provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Cimahi Dan Provinsi Jawa Barat
Tahun 2003-2005 (%)
Tahun
Pertumbuhan Ekonomi
Kota Cimahi
Provinsi Jawa Barat
2003
4,18
5,13
2004
4,34
5,48
2005
4,56
6,08
Sumber : BPS Kota Cimahi, 2003-2005
Dari tabel 1.1 diatas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Cimahi
mengalami kenaikan dari tahun ke tahunnya, yaitu dari 4,18 persen pada Tahun
2003 mengalami kenaikan sebesar 0,16 persen, yaitu menjadi 4,34 persen pada
tahun 2004, sementara itu pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Kota Cimahi
sebesar 4,56 persen, berarti meningkat sebesar 0,22 persen dari tahun sebelumnya.
Salah satu indikator yang seringkali digunakan untuk menggambarkan struktur
ekonomi wilayah adalah distribusi persentase sektoral.. Untuk melihat besarnya
Distribusi PDRB Kota Cimahi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat dapat
dilihat pada tabel 1.2 .
Bab I Pendahuluan
6
Tabel 1.2.
Distribusi Persentase PDRB Kota Cimahi Dan Provinsi Jawa Barat
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003-2005
Sektor
Distribusi Persentase
Kota Cimahi
Tahun
2004
2005
Distribusi Persentase
Provinsi Jawa Barat
Tahun
2004
2005
1.Pertanian
0,18
0,18
14,61
14,11
2.Pertambangan
0,00
0,00
3,31
2,93
3.Industri pengolahan
62,76
62,57
42,01
42,67
4.Listrik, Gas & Air
3,72
3,72
2,29
2,30
5.Bangunan& konstruksi
6,25
6,19
2,83
3,17
6.Perdagangan
18,06
18,24
19,14
19,23
7.Angkutan, komunikasi
1,54
1,52
4,41
4,19
8.Keuangan
1,87
1,88
3,11
3,08
9.Jasa-jasa
JUMLAH
5,61
100
5,71
100
8,30
100
8,33
100
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2004-2005
Tabel 1.2. diatas, menunjukan bahwa sektor industri pengolahan sangat
dominan dalam pembentukan PDRB Kota Cimahi. Besarnya distribusi sektor
industri pengolahan pada tahun 2005 sebesar 62,57 persen, walaupun ini
merupakan penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai 62,76 persen. Pada
sektor yang sama di Jawa Barat sektor ini hanya mempunyai distribusi sebesar
42,01 persen pada tahun 2004 dan mengalami kenaikan menjadi 42,67 persen
pada tahun berikutnya. Sektor kedua yang terbesar adalah sektor perdagangan,
hotel dan restoran, sektor tersebut memberikan distribusi sebesar 18,24 persen
pada tahun 2005, ini merupakan peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya
mempunyai distribusi sebesar 18,06 persen. Sedangkan di sektor yang sama di
Provinsi Jawa Barat sektor perdagangan pun merupakan sektor yang mempunyai
distribusi terbesar kedua, sektor ini mempunyai distribusi sebesar 19,14 persen
pada tahun 2004 dan meningkat menjadi 19,23 persen pada tahun berikutnya.
Bab I Pendahuluan
7
Sektor bangunan dan kontruksi berada di urutan ketiga dalam distribusinya
terhadap pembentukan PDRB Kota Cimahi, sektor ini mempunyai distribusi
sebesar 6,25 persen pada tahun 2004 dan mengalami penurunan di tahun
berikutnya menjadi 6,19 persen.
Sektor-sektor lainnya seperti sektor pertanian, sektor pertambangan dan
penggalian, listrik, gas dan air bersih, pengangkutan dan komunikasi, serta
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan peranannya masih di bawah 5 persen
dalam kontribusinya terhadap PDRB Kota Cimahi. Sedangkan sektor jasa-jasa
pada Kota Cimahi hanya memberikan distribusi sebesar 5,61 persen lalu
meningkat menjadi 5,71 persen pada tahun berikutnya. Tetapi walaupun hanya
memberikan distribusi yang kecil sektor jasa-jasa mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 26.671 jiwa dan meningkat menjadi 27.285 jiwa pada tahun 2005.
Hanya dibawah sektor industri pengolahan yang mampu menyerap 73.927 jiwa
pada tahun 2004 dan meningkat pada tahun 2005 menjadi 81.855 jiwa dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak
33.652 jiwa pada tahun 2004 dan meningkat pada tahun 2005 menjadi 34.668
jiwa. Jumlah Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kota Cimahi
tahun 2004-2005 dapat dilihat pada tabel 1.3.
Bab I Pendahuluan
8
Tabel 1.3.
Jumlah Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di
Kota Cimahi Tahun 2004-2005
Sektor
1. Pertanian
2. Pertambangan dan penggalian
3. Industri pengolahan
4. Listrik, gas dan air bersih
5. Bangunan dan kontruksi
6. Perdagangan, hotel dan restoran
7. Pengangkutan dan komunikasi
8. Keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan
9. Jasa-jasa
JUMLAH
Tahun
2004
1.611
0
73.927
1.611
10.919
33.652
10.740
2005
963
0
81.855
2.889
8.667
34.668
10.914
2.685
26.671
2.247
27.285
161.816 169.488
Sumber : BPS Kota Cimahi, 2003-2005
Kota Cimahi pada masa yang akan datang diharapkan menjadi suatu kota
yang maju melalui pemanfaatan dari semua potensi daerah atau sektor-sektor
unggulan yang memberikan kontribusi bagi kehidupan masyarakat, sehingga
terwujud suatu kota yang mampu memanfaatkan segenap potensi yang
dimilikinya. Sektor-sektor manakah yang perlu dikembangkan agar perekonomian
Kota Cimahi dapat tumbuh dan berkembang. Dari penjelasan-penjelasan tersebut
sudah jelas bahwa potensi daerah yang memiliki keunggulan komparatif harus
dikembangkan agar dapat bersaing dengan daerah lain dan diharapkan dapat
mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Berdasarkan fenomenafenomena tersebut penulis tertarik untuk mengetahui sektor-sektor apa saja yang
menjadi sektor unggulan di Kota Cimahi, sehubungan dengan latar belakang
tersebut maka dalam penyusunan skripsi ini penulis mengambil judul sebagai
berikut “Sektor-sektor Unggulan Kota Cimahi Periode 2003-2005 “.
Bab I Pendahuluan
1.2.
9
Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka dapat ditarik beberapa
permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
1.
Sektor - sektor apa saja yang menjadi sektor unggulan (basis) di Kota
Cimahi?
2.
Sektor manakah yang dapat dijadikan sebagai sektor unggulan yang
kompetitif dan ada spesialisasinya pada perekonomian Kota Cimahi?
1.3.
Tujuan penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui :
1.
Sektor-sektor unggulan (basis) di Kota Cimahi.
2.
Sektor unggulan yang kompetitif dan mempunyai spesialisasi pada
perekonomian Kota Cimahi.
1.4.
Kegunaan Penelitian
Penulis berharap bahwa dari hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi
beberapa pihak antara lain :
1. Bagi pihak penulis, yaitu memperoleh kesempatan untuk mencoba
menganalisis secara praktis dan sistematis, serta dapat memecahkan berbagai
masalah dilapangan sesuai dengan kemampuan ilmu yang dimiliki penulis
yang diperoleh semasa mengikuti proses perkuliahan.
Bab I Pendahuluan
10
2. Bagi pihak lain diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan atau
rujukan untuk penelitian sejenis atau penelitian lanjutan.
1.5.
Kerangka pemikiran
Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang
menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu mayarakat meningkat dalam
jangka panjang. Dalam memberikan definisi pembangunan ekonomi, para ahli
ekonomi pembangunan dan para perencana ekonomi pembangunan nampaknya
terjadi suatu evolusi dalam pemikiran mereka sehingga lahirlah pengertian
pembangunan ekonomi yang baru, pembangunan dipandang sebagai suatu proses
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur
sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap
mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,
serta pengentasan kemiskinan. Jadi, pada hakekatnya, pembangunan itu harus
mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial
secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan
keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya,
untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik,
secara material maupun spiritual. ( Todaro dan Smith, 2003).
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakat mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
Bab I Pendahuluan
11
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Setiap upaya
pembangunan ekonomi daerah, mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan
jumlah dan jenis peluang kerja bagi masyarakat daerah. Upaya untuk mencapai
tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus mengambil inisiatif
dalam pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta
partisipasi masyarakatnya harus mampu menaksir potensi-potensi sumber daya
yang diperlukan dalam merancang dan membangun perekonomian daerah.
Otonomi daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat
mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara optimal.
Otonomi daerah juga memberikan peluang bagi persaingan sehat antar daerah.
Untuk mewujudkan keadaan tersebut, berlaku proposisi bahwa pada dasarnya
segala persoalan sepatutnya diserahkan kepada daerah untuk mengidentifikasikan,
merumuskan, dan memecahkannya, kecuali untuk persoalan-persoalan yang
memang tidak mungkin diselesaikan oleh daerah itu sendiri dalam perspektif
keutuhan negara-bangsa. (Faisal Basri, 2002).
Menurut teori exsport base yang dikemukakan oleh North, menyatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhinya, dimana tahap akhir dari proses pertumbuhan daerah adalah
tercapainya spesialisasi daerah tersebut dalam mengekspor modal, tenaga kerja
ahli, dan jasa-jasa. Sektor ekspor dalam artian sektor yang memiliki nilai
“surplus” dimana hasil produktifitas dari sektor tersebut selain dapat memenuhi
kebutuhan / pasar juga memungkinkan untuk diekspor ke daerah lain. Sektor yang
mempunyai nilai surplus inilah yang disebut sektor unggulan daerah. Penentuan
Bab I Pendahuluan
12
sektor unggulan daerah didasarkan pada besarnya pangsa dari tiap-tiap sektor
daerah penelitian Kota Cimahi terhadap pangsa masing-masing sektor terhadap
daerah himpunan Provinsi Jawa Barat.
Pentingnya basis ekonomi bagi suatu daerah yaitu jika bertambahnya basis
sektor didalam suatu daerah akan menambah arus pendapatan kedalam daerah
yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa
serta akan menambah penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian, kegiatan basis
sebagai penggerak utama terhadap perekonomian regional. Menurut Harry W,
Richardson (2001:16-17), perekonomian regional dibagi menjadi dua sektor basis
yaitu kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang
mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ke tempat-tempat di luar batas-batas
perekonomian masyarakat yang bersangkutan atau memasarkan barang-barang
dan jasa-jasa keluar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan.
Kegiatan-kegiatan non basis adalah kegiatan-kegiatan yang menyediakan barangbarang yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batasbatas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sektor basis ekonomi adalah
sektor-sektor
dan
bagian-bagiannya
dimana
aktivitas
ekonominya
lebih
tergantung kepada sektor eksternal daripada ekonomi lokal, sedangkan non basis
terdiri dari sektor-sektor/bagian dari sektor tersebut yang ekonominya sangat
tergantung kepada ekonomi lokal.
Konsep ekonomi basis membedakan secara tegas aktivitas perekonomian
regional menjadi sektor basis dan non basis. Aktivitas sektor basis menghasilkan
produk ekspor, yaitu barang dan jasa yang dikonsumsi oleh pembeli yang sengaja
Bab I Pendahuluan
13
berkunjung. Sedangkan sektor non basis menyediakan barang dan jasa untuk
kepentingan pasar domestik saja. Sektor nonbasis tumbuh sebagai konsekuensi
adanya permintaan dari sektor-sektor basis untuk melayaninya, misalnya jasa
transportasi, perdagang eceran, penyediaan barang dan sebagainya. Untuk
mengidentifikasi aktivitas yang termasuk sektor basis atau non basis, dapat
ditempuh metode langsung atau metode tidak langsung. Metode langsung
melibatkan survey langsung lapangan sehingga membutuhkan waktu dan biaya
yang banyak. Sedangkan metode yang tidak langsung aktivitas perekonomian
dikategorikan menurut asumsi tertentu. Metode ini termasuk dalam analisis
Location Question (LQ) yang didasarkan pada gagasan bahwa taraf konsentrasi
atau
spesialisasi
suatu
sektor
ditunjukkan
oleh
kontribusinya
dalam
perokonomian.
Dengan membandingkan kontribusi suatu sektor dalam perekonomian
regional dan nasional, dapat diketahui apakah sektor yang bersangkutan
merupakan spesialisasi region sehingga dapat diekspor. Analisis indeks LQ
didasari atas asumsi-asumsi: (a) penduduk disetiap daerah mempunyai pola
permintaan yang sama dengan pola permintaan nasional, dan (b) hasil produksi
daerah terlebih dahulu disalurkan untuk memenuhi permintaan lokal baik sebagai
barang antara maupun sebagai barang akhir. Hal ini berarti mengabaikan fakta
perbedaan antar daerah dalam hal selera, kebutuhan, tingkat pendapatan perkapita,
dan struktur ekonomi.
Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
menyebabkan perubahan struktur perekonomian daerah yang menyebabkan
Bab I Pendahuluan
14
terjadinya perubahan struktur ekonomi terhadap struktur ekonomi regional atau
nasional, sehingga dapat diketahui kinerja perekonomian di suatu daerah
dibandingkan dengan kinerja daerah yang luas. Apabila dari perbandingan
tersebut terdapat penyimpangan positif maka daerah tersebut ada keunggulan
kompetitif dan apabila penyimpangan dari perbandingan negatif maka daerah
tersebut tidak ada keunggulan kompetitif.
1.6.
Metode Penelitian
1.6.1. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis data sekunder
yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Cimahi.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode penelitian
kepustakaan. Studi kepustakaan ini bersumber dari buku-buku teks, makalah,
artikel, internet dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan penelitian penulis.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif, menurut Whitney, (1998 : 63) mendefinisikan metede deskriptif
adalah pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat. Penelitian deskriptif
memepelajari masalah-masalah dalam masyarakat atau situasi tertentu, termasuk
tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta
proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu
fenomena.
Bab I Pendahuluan
Selanjutnya
15
Suryabrata, (1983) adalah menggambarkan secara
sistematis, faktual dan akurat menegenai fakta-fakta dan sifat-sifat daerah tertentu.
Ciri-ciri penelitian deskriptif analisis menurut Surakhmad, (1990) adalah
memusatkan perhatian kepada masalah-masalah yang ada pada sekarang atau
masalah aktual.
1.6.2. Metode Analisis Data
1. Metode Location Question (LQ)
Location quotient (kuesion lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu
perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri disuatu daerah
terhadap besarnya peranan sektor/industri secara nasional. Rumusnya adalah
sebagai berikut:
LQ = ( MI / M)
Ri / R
Dimana :
MI = PDRB pada sektor i didaerah yang diselidiki
M = PDRB Seluruh sektor didaerah yang diselidiki
Ri = PDRB Pada sektor i diseluruh daerah
R = PDRB Seluruh sektor diseluruh daerah
a) Jika LQ > 1 menunjukkan bahwa daerah yang diselidiki lebih terspesialisasi
dalam aktivitas tersebut dibandingkan dengan seluruh daerah dalam hal ini
Bab I Pendahuluan
16
mengimplementasikan bahwa daerah yang diselidiki mempunyai potensi
ekspor untuk memenuhi kebutuhan lainnya.
b) Jika LQ < 1 maka peranan sektor itu didaerah tersebut lebih kecil dari peranan
sektor tersebut secara nasional.
c) Jika LQ = 1 maka sektor-sektor tersebut habis dikonsumsi.
2. Analisis Shift Share
Analisis Shift Share Klasik
Analisis shift share digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi daerah terhadap struktur
ekonomi regional atau nasional, sehingga dapat diketahui kinerja perekonomian di
suatu daerah dibandingkan dengan kinerja daerah yang lebih luas regional atau
nasional. Apabila dari perbandingan tersebut terdapat penyimpangan positif maka
daerah tersebut ada keunggulan kompetitif dan apabila penyimpangan dari
perbandingan tersebut negatif maka daerah tersebut tidak ada keunggulan
kompetitif.
Contoh perhitungan Shift Share Klasik:
Dij = E’ij – Eij
Nij = Eij – rn
Mij = Eij ( rin - rn)
Cij = Eij ( rij – rin )
Bab I Pendahuluan
17
Keterangan :
Eij = Kesempatan kerja disektor i didaerah j
Ein = Kesempatan kerja disektor i didaerah ditingkat region
En = Kesempatan kerja ditingkat region
Dij = Kesempatan kerja nyata
Nij = Pertumbuhan regional
Mij = Bauran industri
Cij = Keunggulan kompetitf
Adapun kriteria untuk mengukur bahwa sektor tersebut mempunyai
keunggulan kompetitif dapat dilihat apabila nilai Cij terdapat nilai penyimpangan
yang positif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan ekonomi bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang
dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup
masyarakatnya. Todaro mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi
ditunjukkan oleh 3 nilai pokok yaitu :
1. Berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya (basic needs).
2. Meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia.
3. Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from
servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia.
Pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses agar saling
keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menghasilkan
pembangunan ekonomi tersebut dapat dilihat dan dianalisis. Dengan cara tersebut
bisa diketahui deretan peristiwa yang timbul dan akan mewujudkan peningkatan
kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap
pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya. Selanjutnya pembangunan
ekonomi perlu dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan per kapita, karena
kenaikan
itu
merupakan
penerimaan
dan
timbulnya
perbaikan
dalam
kesejahteraan ekonomi masyarakat. Biasanya laju pembangunan ekonomi suatu
negara ditunjukkan dengan menggunakan tingkat pertambahan GDP/GNP.
20
Bab II Tinjauan Pustaka
21
Pengertian pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai kenaikan
PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari
tingakat pertumbuahan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi
atau tidak. Sedangkan pembangunan ekonomi mempunyai pengertian yang lebih
luas. Pembangunan ekonomi disamping mencakup pertumbuhan ekonomi juga
mengandung arti terjadinya pertumbuhan dalam struktur output maupun input,
perubahan dan teknik produksi, dan perubahan dalam sikap dan perilaku sosial
serta kerangka kelembagaan menuju kepada keadaan dan taraf hidup yang secara
menyeluruh lebih baik.
Pengertian pertumbuhan ekonomi menurut Boediono, (1985 : 60), adalah
“proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang” penekanan pada proses
karena mengandung unsur dinamis perubahan atau perkembangan oleh karena itu
pemakaian indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam kurun
waktu tetentu misalnya selama pelita atau periode tertentu tetapi dapat pula secara
tahunan. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai penjelasan mengenai
beberapa faktor apa saja yang menentukan kenaikan output perkapita dalam
jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut
berinteraksi satu sama lainnya sehingga menimbulkan pertumbuhan. Jadi
pertumbuhan ekonomi adalah suatu kriteria yang logis mengenai bagaimana
proses pertumbuhan terjadi. Dikaitkan dengan permasalahan daerah, yaitu
mengenai perbandingan tingkat kemakmuran antar daerah yang biasa disebut
ketimpangan daerah, diperlukan kebijakan pengembangan daerah untuk
21
Bab II Tinjauan Pustaka
22
menghubungkan kegiatan yang terpisah-pisah pada suatu daerah, sangat penting
untuk mencapai tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan.
Analisis ekonomi daerah pada hakekatnya membahas mengenai kegiatan
perekonomian yang ditinjau dari segala sudut segala penyebaran aktifitas ekonomi
pada berbagai lokasi dalam suatu ruang. Disamping itu analisis mengenai
ekonomi daerah melibatkan dirinya pula dalam menganalisis ekonomi suatu
daerah ditinjau secara sektoral maupun secara makro. Analisis makro dan sektoral
mengenai suatu perekonomian daerah lain meliputi analisis mengenai faktorfaktor yang akan menimbulkan pertambahan ekonomi disuatu daerah, peranan
berbagai sektor dalam pembangunan ekonomi daerah, masalah-masalah yang
dihadapi oleh suatu perekonomian daerah, dan corak strategi dasar maupun
kebijaksanaan yang perlu dilaksanakan dalam pembangunan suatu daerah. (Teori
Pertumbuhan Ekonomi, Boediono, 1992 ; 2)
2.2.
Pembangunan Ekonomi Daerah
Pengertian pembangunan ekonomi nasional yaitu suatu proses yang
menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam
jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan.
Pembangunan ekonomi daerah menurut Lincolin Arsyad, (1999 : 298)
adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola
sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah
dengan swasta. Dengan kata lain adanya hubungan kerjasama yang positif untuk
menciptakan lapangan kerja (pekerjaan) baru dan merangsang perkembangan
22
Bab II Tinjauan Pustaka
23
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Dalam
pembangunan daerah di suatu daerah, kebijakan yang diambil harus sesuai dengan
kondisi
(masalah,
kebutuhan
dan
potensi)
daerah
yang
bersangkutan.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan
institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan
kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih
baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan
perusahaan-perusahaan baru.
Pengertian daerah berbeda-beda tergantung pada aspek tinjauannya. Dari
aspek ekonomi, daerah mempunyai tiga pengertian yaitu:
1. Suatu daerah dianggap sebagai ruang di mana kegiatan ekonomi terjadi dan di
dalam berbagai pelosok ruang tersebut terdapat sifat-sifat yang sama.
Kesamaan sifat-sifat tersebut antara lain dari segi pendapatan per kapitanya,
sosial budayanya, geografis, dan sebagainya. Daerah dalam pengertian seperti
ini disebut daerah homogen.
2. Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu
atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah dalam pengertian seperti ini
disebut daerah nodal.
3. Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada di bawah satu
administrasi tertentu seperti satu propinsi, kabupaten, kecamatan, dan
sebagainya. Jadi daerah di sini berdasarkan pada pembagian administratif
suatu negara. Daerah dalam pengertian seperti ini dinamakan daerah
perencanaan atau daerah administrasi.
23
Bab II Tinjauan Pustaka
24
Dalam perencanaan pembangunan ekonomi daerah pengertian ketiga
tersebut di atas lebih banyak digunakan, karena:
1. Dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan daerah
diperlukan tindakan-tindakan dari berbagai lembaga pemerintah. Oleh karena
itu, akan lebih praktis jika suatu negara dipecah menjadi beberapa daerah
ekonomi berdasarkan satuan adminstratif yang ada.
2. Daerah yang batasannya ditentukan secara administratif lebih mudah
dianalisis, karena biasanya pengumpulan data di berbagai daerah dalam suatu
negara, pembagiannya didasarkan pada satuan administratif.
Dalam melakukan pembangunan ekonomi daerah juga, indikator yang
harus diperhatikan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB
perkapita, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE). Prestasi ekonomi suatu daerah
dapat diukur melalui sebuah besaran dengan istilah PDRB. Nilai PDRB dapat
menunjukkan ukuran pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita suatu
daerah. PDRB adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh
suatu perekonomian di tingkat daerah, baik itu yang dilakukan oleh penduduk dari
daerah maupun penduduk dari daerah lain yang bermukim di daerah tersebut.
PDRB merupakan indikator pertama untuk mengukur keberhasilan pembangunan
ekonomi daerah. (Todaro, 2000 ; 52).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada
penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada
kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumberdaya
manusia sebagai modal utamanya, kelembagaan yang mengurus dan mengelola
24
Bab II Tinjauan Pustaka
25
serta mengawasi dan struktur fisik daerah secara lokal. Setiap pembangunan
ekonomi daerah mempunyai tujuan utama yaitu mensejahterakan kehiduapan
masyarakat didaerah tersebut, peningkatan pendapatan perkapita masyarakat
daerah, meningkatkan jumlah dan perluasan lapangan pekerjaan di daerah
sehingga standar hidup masyarakat didaerah meningkat. Dalam upaya untuk
mencapai tujuan tersebut perlu kiranya pemerintah daerah dan masyarakat daerah
harus secara bersama-sama mengambil inisiatif
pembangunan daerah. Oleh
karena itu, dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus mampu dikelola
sebaik baiknya, dan mampu melihat potensi-potensi sumberdaya yang ada yang
diperlukan untuk menunjang pertumbuhan dan pembangunan ekonomi didaerah.
2.3.
Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah
Teori ekonomi Neo Klasik memberikan 2 konsep pokok dalam
pembangunan ekonomi daerah yaitu keseimbangan (equilibrium) dan mobilitas
faktor produksi. Artinya, sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan
alamiahnya jika modal bisa mengalir tanpa pembatasan. Oleh karena itu, modal
akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju ke daerah yang berupah
rendah. Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama
pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan
permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri
yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku
untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang
kerja. Teori tempat sentral menganggap bahwa setiap tempat sentral didukung
25
Bab II Tinjauan Pustaka
26
oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri
dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang
menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat
sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah
perkotaan maupun di pedesaan.
2.4.
Otonomi Daerah
Hakikat otonomi adalah mengembangkan manusia-manusia Indonesia
yang otonom, yang memberikan keleluasaan bagi terkuaknya potensi-potensi
terbaik yang dimiliki oleh setiap individu secara optimal. Individu-individu yang
otonom menjadi modal dasar bagi perwujudan otonomi daerah yang hakiki.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku.
Otonomi juga memberikan peluang bagi persaingan sehat antar daerah,
tentu saja dengan jaring-jaring pengaman, bagi tercapainya persyaratan minimum
bagi daerah-daerah yang dipandang masih belum mampu menyejajarkan diri
dalam suatu level of playing field. Otonomi daerah adalah suatu keadaan yang
memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang
dimilikinya secara optimal. Untuk mewujudkan keadaan tersebut, berlaku
proposisi bahwa pada dasarnya segala persoalan sepatutnya diserahkan kepada
daerah untuk mengidentifikasikan, merumuskan, dan memecahkannya, kecuali
26
Bab II Tinjauan Pustaka
27
untuk persoalan-persoalan yang memang tidak mungkin diselesaikan oleh daerah
itu sendiri dalam perspektif keutuhan negara-bangsa. Bukan sebaliknya, yaitu
proposisi bahwa seluruh persoalan pada dasarnya harus diserahkan kepada
pemerintah pusat, kecuali untuk persoalan-persoalan tertentu yang telah dapat
ditangani oleh daerah.
Otonomi daerah membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi daerah
untuk mengaktualisasikan segala potensi terbaiknya secara optimal. Dengan
demikian, setiap daerah niscaya memiliki satu atau beberapa keunggulan tertentu,
relatif terhadap daerah-daerah lainnya. Beberapa prasyarat dibutuhkan untuk
menyiapkan daerah-daerah menjadi pelaku aktif di kancah pasar global :
1. Terjaminnya pergerakan bebas dari seluruh faktor produksi , barang, dan jasa
di dalam wilayah Indonesia, kecuali untuk kasus-kasus yang dilandasi oleh
argumen nonekonomi.
2. Proses politik yang juga menjamin keotonomian masyarakat lokal melalui
partisipasi politik dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak
kepada publik.
3. Tegaknya good governance baik di pusat maupun di daerah, sehingga otonomi
daerah tidak menciptakan bentuk-bentuk KKN baru.
4. Keterbukaan daerah untuk bekerja sama dengan daerah-daerah lain
tetangganya untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya yang ada.
Jangan sampai keputusan ekonomi dikendalai oleh batas-batas wilayah.
5. Fleksibilitas sistem insentif.
27
Bab II Tinjauan Pustaka
28
6. Peran pemerintah daerah lebih sebagai regulator yang bertujuan untuk
melindungi kelompok minoritas dan lemah serta menjaga harmoni dengan
alam sekitar, bukan regulator dalam pengertian serba mengatur.
2.5.
Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya
bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya
peningkatan ekspor dari wilayah tersebut.
Dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual produk/jasa ke
luar wilayah baik ke wilayah lain dalam negara itu maupun ke luar negeri. Tenaga
kerja yang berdomisili di wilayah kita, tetapi bekerja dan memperoleh uang dari
wilayah lain termasuk dalam pengertian ekspor. Pada dasarnya kegiatan ekspor
adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang
mendatangkan uang dari luar wilayah disebut kegiatan basis. Lapangan kerja dan
pendapatan di sektor basis adalah fungsi dari permintaan yang bersifat exogenous
(tidak tergantung pada kekuatan intern/permintaan lokal).
Semua kegiatan lain yang bukan kegiatan basis termasuk ke dalam
kegiatan/sektor service atau sektor non basis. Sektor nonbasis adalah untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi
oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Oleh sebab itu, kenaikannya sejalan
dengan kenaikan pendapatan masyarakat setempat.
Menurut Paul Sitohang,(1990:63), perekonomian regional dapat dibagi
menjadi dua sektor, yaitu sektor basis dan sektor non basis Sektor basis (basic
28
Bab II Tinjauan Pustaka
29
sector) adalah kegiatan-kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa ke
tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atau
memasarkan barang-barang dan jasa mereka kepada orang-orang yang datang dari
luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sektor non basis
adalah kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh
orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian
masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barangbarang jadi, ruang lingkup produksi mereka dan daerah pasar mereka yang
terutama bersifat lokal.
Bertambah banyaknya sektor basis di suatu daerah akan menambah arus
pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap
barang dan jasa di dalamnya dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan sektor
non basis. Sebaliknya, berkurangnya kegiatan sektor basis akan mengakibatkan
berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk ke dalam daerah yang
bersangkutan dan turunnya permintaan terhadap produk dari kegiatan sektor non
basis.
2.6.
Location Quotient (LQ)
Location quotient atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang
besarnya peranan suatu sektor/industri disuatu daerah terhadap besarnya peranan
sektor/industri tersebut secara nasional. Istilah wilayah nasional dapat diartikan
untuk wilayah induk/wilayah atasan. Misalnya, apabila diperbandingkan antara
29
Bab II Tinjauan Pustaka
30
wilayah kabupaten dengan provinsi, maka provinsi memegang peranan sebagai
wilayah nasional , dan seterusnya.
Apabila LQ > 1 artinya peranan sektor tersebut didaerah itu lebih menonjol
daripada peranan sektor itu secara nasional. Sebaliknya, apabila LQ <1 maka
peranan sektor itu didaerah tersebut lebih kecil daripada peranan sektor tersebut
secara nasional. LQ >1 menunjukan bahwa peranan sektor i cukup menonjol
didaerah tersebut dan seringkali sebagai petunjuk bahwa daerah tersebut surplus
akan produk sektor i dan mengeksporrnya ke daerah lain. Daerah itu hanya
mungkin mengekspor produk ke daerah lain atau luar negeri karena mampu
menghasilkan produk tersebut secara lebih murah atau lebih efisisen. Atas dasar
itu LQ >1 secara tidak langsung memberi petunjuk bahwa daerah memiliki
keunggulan komparatif untuk sektor i dimaksud.
Menggunakan LQ sebagai petunjuk adanya keunggulan komparatif dapat
digunakan bagi sektor-sektor yang telah lama berkembang, sedangkan bagi sektor
yang baru atau sedang tumbuh apalagi yang selama ini belum pernah ada, LQ
tidak dapat digunakan karena produk totalnya belum menggambarkan kapasitas
riil daerah tersebut. Adalah lebih tepat untuk melihat secara langsung apakah
komoditi itu memiliki prospek untuk diekspor atau tidak, dengan catatan terhadap
produk tersebut tidak diberikan subsidi atau bantuan khusus oleh daerah yang
bersangkutan melebihi yang diberikan daerah-daerah lainnya. Analisis LQ sesuai
dengan rumusnya memang sangat sederhana dan apabila digunakan dalam bentuk
one shot analysis, manfaatnya juga tidak begitu besar, yaitu hanya melihat apakah
LQ berada diatas 1 atau tidak. Akan tetapi, analisis LQ bisa dibuat menarik
30
Bab II Tinjauan Pustaka
31
apabila dilakukan dalam bentuk time-series/trend, artinya dianalisis untuk
beberapa kurun waktu tertentu. Dalam hal ini, perkembangan LQ bisa dilihat
untuk suatu sektor tertentu pada kurun waktu tertentu.
Dalam hal ini, perkembangan LQ bisa dilihat untuk sustu sector tertentu
pada kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan. Hal ini
bisa memancing analisis lebih lanjut, misalnya apabila naik dilihat faktor-faktor
yang membuat daerah kita tumbuh lebih cepat dari rata-rata nasional. Demikian
pula apabila turun, dikaji faktor-faktor yang membuat daerah kita tumbuh lebih
lambat dari rata-rata nasional. Hal ini bisa membantu melihat kekuatan/
kelemahan wilayah kita dibanding secara relatif dengan wilayah yang lebih luas.
Potensi yang positif digunakan dalam strategi pengembangan wilayah. Adapun
faktor-faktor yang membuat potensi sektor disuatu wilayah lemah, perlu
dipikirkan apakah perlu ditanggulangi atau dianggap tidak prioritas.
2.7.
Analisis Shift - Share
Analisis shift-share juga membandingkan perbedaan laju pertumbuhan
berbagai sektor (industri) didaerah kita dengan wilayah nasional. Akan tetapi,
metode ini lebih tajam dibandingkan dengan metode LQ. Metode LQ tidak
memberikan penjelasan atas faktor penyebab perubahan sedangkan metode shift –
share memperinci penyebab perubahan atas beberapa variabel. Analisis ini
memggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan
perubahan struktur industri suatu daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun
waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab
31
Bab II Tinjauan Pustaka
32
pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan
ekonomi nasional. Ada juga yang menanamkan model analisis ini sebagai
Industrial mix analysis, karena komposisi industri yang ada sangat mempengaruhi
laju pertumbuhan wilayah tersebut. Artinya, apakah industri yang berlokasi
diwilayah tersebut termasuk ke dalam kelompok industri yang secara nasional
memang berkembang pesat dan bahwa industri tersebut cocok belokasi diwilayah
itu atau tidak. Analisis shift-share dapat menggunakan variable lapangan kerja
atau nilai tambah. Akan tetapi, yang terbanyak digunakan adalah variable
lapangan kerja karena datanya lebih mudah diperoleh. Apabila menggunakan
nilai tambah maka sebaiknya menggunakan data harga konstan.
Pertambahan lapangan kerja (employment) regional total dapat diurai
menjadi komponen shift dan share. Komponen share sering pula disebut
komponen national share. Komponen national share (N) adalah banyaknya
pertambahan lapangan kerja regional seandainya proporsi perubahannya sama
dengan laju pertambahan nasional selama periode studi. Hal ini dapat dipakai
sebagai kriteria bagi daerah yang bersangkutan untuk mengukur apakah daerah itu
tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari pertumbuhan nasional rata-rata.
Komponen shift adalah penyimpangan (deviation) dari national share dalam
pertumbuhan lapangan kerja regional. Penyimpangan ini positif didaerah-daerah
yang tumbuh lebih lambat/ merosot dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan
kerja secara nasional. Bagi setiap daerah, shift netto dapat menjadi dua komponen,
yaitu proportional shift component (P) dan differential shift component (D).
32
Bab II Tinjauan Pustaka
33
Proportional shift component (P) kadang-kadang dikenal sebagai komponen
struktural atatu industrial mix, mengukur besarnya shift regional netto yang
diakibatkan oleh komposisi sektor-sektor industri di daerah yang bersangkutan.
Komponen ini positif didaerah daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor
yang secara nasional tumbuh cepat dan negatif didaerah yang berspesialisasi
dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh dengan lambat atau bahkan
sedang merosot.
Differential shift componen (D) kadang-kadang dinamakan komponen lokasional
atau regional adalah sisa kelebihan. Komponen ini mengukur besarnya shift
regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh
lebih cepat atatu lebih lambat didaerah yang bersangkutan dari pada tingkat
nasional yang disebabkan oleh faktor – faktor lokasional intern. Jadi, suatu daerah
yang mempunyai keuntungan lokasional seperti sumberdaya yang melimpah /
efisien, akan mempunyai differential shift komponen yang positif, sedangkan
daerah yang secara lokasional tidak menguntungkan akan mempunyai komponen
yang negatif. Kedua komponen shift ini memisahkan unsur-unsur pertumbuhan
regional yang bersifat ekstern dan yang bersifat intern. Proportional shift adalah
akibat dari pengaruh unsur-unsur luar yang bekerja secara nasional, sedangkan
differential shift adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja khusus di
daerah yang bersangkutan.
33
Bab II Tinjauan Pustaka
2.8.
34
Studi Empiris
2.8.1. Analisis Penentuan Spesialisasi Sektor Di Kabupaten Boyolali, Siti
Fatimah Nurhayati dan Haris, 1997
Hasil analisis shift share tahun 1997 dan 1998 ditemukan sekitar
930.479.296 pekerja baru dari pengaruh bauran industri dan dari pengaruh
keunggulan kompetitif sebesar 5.629.455.825. Namun karena pengaruh dari
pertumbuhan regional sebesar -1.027.924.972 menyebabkan kesempatan kerja
nyata menjadi -91.816.200. Pengaruh negatif dari pertumbuhan regional juga
tidak lepas dari pengaruh kondisi perekonomian nasional dimana pada tahun 1997
dan 1998 merupakan awal terjadinya krisis moneter dan ekonomi di Indonesia.
Pengaruh pertumbuhan regional yang menjelaskan perbedaan kenaikan
tenaga kerja regional dan tenaga kerja di Kabupaten Boyolali, menunjukkan
bahwa laju pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Boyolali (-79,99%) lebih
tinggi dari laju pertumbuhan kesempatan kerja di Jawa Tengah (-106,41%). Hal
ini menyebabkan adanya kesempatan kerja baru di Kabupaten Boyolali pada
semua sektor setara dengan kesempatan kerja di Provinsi Jawa Tengah.
2.8.2. Analisis Sektor Unggulan dan Kesempatan Kerja di Kabupaten
Cirebon Periode 1998 – 2001, ( K. Teguh Permana, 2003)
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian Teguh Permana dapat diambil
beberapa kesimpulan yaitu :
1.Sektor yang nilai LQ yang lebih besar dari satu, dan disebut pula sektor
unggulan yang mempunyai nilai ”surplus”, pada tahun 1998 sampai dengan
34
Bab II Tinjauan Pustaka
35
tahun 2001 adalah sektor pertanian, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran,
sektor angkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan
sektor jasa-jasa. Namun pada tahun 2001 ada peningkatan pada sektor listrik,
gas dan air bersih yaitu pada tahun sebelumnya sektor ini bukan sektor unggulan
namun pada tahun 2001 sektor ini merupakan sektor yang mampu untuk
memenuhi kebutuhannya tidak mengimpor lagi dari luar Kabupaten Cirebon
dengan LQ sama dengan satu.
2. Sektor-sektor yang nilai LQ lebih dari satu adalah sektor yang mampu
memenuhi kebutuhan di daerahnya sendiri dan mampu untuk memenuhi
kebutuhan di luar daerahnya atau di luar Kabupaten Cirebon, semakin tinggi
nilai LQ maka akan semakin tinggi nilai ekspornya. Pada sektor pertanian pada
tahun 1998 nilai LQ sebesar 1,4851 dan nilai ekspornya sebesar 106417.01,
pada tahun 2001 ketika nilai LQ adalah 1.8664 nilai ekspornya meningkat pula
yaitu sebesar 200758.52.
3.Efek pengganda dari sektor basis sangat berguna bagi pembangunan di
Kabupaten Cirebon, dengan banyaknya sektor unggulan di Kabupaten Cirebon
pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2001 akan berdampak positif terhadap
sektor basis sendiri dan juga terhadap sektor bukan unggulan.
4.Sektor yang diharapkan menjadi sektor unggulan di waktu yang akan datang
adalah sektor pertanian, sektor bangunan, perdagangan, hotel dan restoran,
sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor jasa-jasa. Pada sektor listrik, gas
dan air bersih pada tahun-tahun mendatang akan tetap menjadi sektor yang
mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa mengimpor dari luar,
35
Bab II Tinjauan Pustaka
36
sedangkan di sektor keuangan pada tahun mendatang tidak akan menjadi sektor
unggulan dilihat dari nilai DLQ kurang dari satu.
5.Mengenai penyerapan tenaga kerja di tiap-tiap sektor adalah : tidak kesemua
sektor unggulan yang dapat berpengaruh langsung terhadap penyerapan tenaga
kerja, namun pada sektor perdagangan bertambahnya atau berkurangnya
pendapat di sektor tersebut akan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga di
sektor ini.
2.8.3. Analisis Sektor-sektor unggulan Dalam Perekonomian Jawa Timur,
(Taufik Simamora, 2003)
Kesimpulan dari penelitian Taufik Simamora yaitu :
1. Dengan menggunakan Metode Shift Share, maka dalam proses pembangunan
perekonomian Jawa Timur perode 1983 – 1997 dapat dilihat beberapa
karakteristik pertumbuhan dari kelompok sektor ekonomi. Sektor bangunan,
sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan, mempunyai karakteristik pertumbuhan yang relatif lebih cepat,
baik di tingkat nasional maupun bila dibandingkan dengan propinsi lain.
Sementara sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor
pengangkutan dan komunikasi mempunyai karakteristik pertumbuhan yang
relatif lebih cepat di tingkat nasional tetapi relatif lebih lambat bila
dibandingkan dengan propinsi lain sementara sektor pertambangan dan
penggalian merupakan satu-satunya sektor yang mempunyai karakteristik
pertumbuhan yang relatif lebih lambat ditingkat nasional tetapi masih lebih
36
Bab II Tinjauan Pustaka
37
baik bila dibandingkan dengan propinsi lain. Sedangkan sektor pertanian dan
sektor jasa mempunyai karakteristik pertumbuhan yang relatif lambat, baik di
tingkat nasional maupun bila dibandingkan dengan propinsi lain.
2. Dengan menggunakan Metode Location Quotient, maka dalam proses
pembangunan perekonomian Jawa Timur periode 1983 – 1997 dapat dilihat
adanya kelompok sektor ekonomi yang merupakan sektor unggulan. Sektor
pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran
serta sektor jasa merupakan sektor-sektor unggulan dalam pembangunan
perekonomian Jawa Timur yang tercermin dari nilai koefisien LQ yang selalu
tinggi.
Menurut penelitian ini sektor infrastruktur perlu diperhatikan karena
meskipun secara keseluruhan merupakan sektor unggulan, tetapi ternyata
koefisien sektor ini mengalami penurunan. Sektor bangunan, keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan serta pertambangan dan penggalian merupakan
sektor yang memiliki koefisien yang rendah. Ini berarti bahwa sektor ini tidak
memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan sektor yang sama dari wilayah
lain.
Serta tidak mudah untuk menentukan sektor unggulan dalam suatu proses
pembangunan. Perkembangan suatu sektor mempunyai sifat yang dinamis artinya
untuk suatu kurun waktu tertentu sektor tersebut bisa masuk ke dalam sektor
unggulan, tetapi untuk kurun waktu berikutnya ternyata sektor tersebut tidak bisa
dimasukkan lagi ke dalam sektor unggulan. Selain itu, beberapa metode yang
digunakan untuk mengukur sektor unggulan ternyata tidak memberikan hasil yang
37
Bab II Tinjauan Pustaka
38
sama. Namun demikian, terdapat sektor ekonomi yang cukup menonjol dari
beberapa metode penelitian yang dilakukan, yaitu sektor perdagangan, hotel dan
restoran, yang merupakan sektor tersier.
Dari hasil penelitian ini dengan menggunakan metode Location Quotient
kita dapat mengadakan analisa multiplier untuk melihat seberapa besar angka
pengganda yang dimiliki suatu wilayah berdasarkan ekonomi basis atau sektor
ekonomi yang surplus. Pada periode 1983 – 1997 sektor non basis terdiri dari:
sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan
komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sedangkan
yang bertindak sebagai sektor basis adalah: sektor pertanian, sektor industri
pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta jasa-jasa. Besarnya
angka multiplier yang diperoleh adalah 1,251 artinya adanya pertumbuhan satu
tenaga kerja sektor basis akan menciptakan kesempatan kerja keseluruhan (sektor
basis dan non basis) sebesar 1,251.
38
BAB III
OBJEK PENELITIAN
3.10.
Sejarah Kota Cimahi
Cimahi mulai dikenal pada tahun 1811, Gubernur Jendral Willem
Deandels membuat jalan Anyer Panarukan, dengan dibuatnya pos penjagaan
(logi) di Alun-alun Cimahi sekarang. Pemerintah Kolonial Belanda (setelah
berhasil memperoleh profit dari tanam paksa – culture stelsel 1830 – 1919) dalam
upaya melestarikan penjajahannya, membangun kota-kota di Pulau Jawa.
Bandung dirancang sebagai ibu kota Negara, dikelilingi oleh kota satelit
walaupun saat itu belum dinamai kota yang berjarak 11 km, yaitu Cimahi,
Soreang, Banjaran, Majalaya, Rancaekek, dan Lembang. Pada tahun 1935,
berdasarkan Lampiran Staatsbald Tahun 1935 Nomor 123 Cimahi statusnya
menjadi Kecamatan.
Pada tahun 1962, Cimahi dibentuk kewedanan meliputi 5 (lima)
Kecamatan yaitu : Cimahi, Padalarang, Batujajar, Cipatat, dan Cisarua.
Selanjutnya Cimahi sebagai bagian dari Wilayah Kabupaten Bandung
menunjukkan perkembangan yang mempunyai karakteristik perkotaan sehingga
yang semula berstatus Kewedanan Cimahi, maka berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 1975 ditingkatkan statusnya menjadi Kota
Administratif (Kotif) serta diresmikan pada tanggal 29 Januari 1976. Pada saat itu
Cimahi merupakan Kota Administratif pertama di Jawa Barat dan ketiga di
39
Bab III Objek Penelitian
40
Indonesia setelah Kota Administratif Bitung di Sulawesi Utara dan Banjar Baru di
Kalimantan Selatan.
Kotif Cimahi terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan, yaitu Kecamatan Cimahi
Selatan, Cimahi Tengah, dan Cimahi Utara. Berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Bandung Nomor 12 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Bandung Tahun 2001 sampai Tahun 2010, Kotif Cimahi
antara lain ditetapkan sebagai kawasan permukiman, kawasan militer dan zona
industri. Sejak saat berdirinya Kota Administratif Cimahi telah menunjukkan
pertumbuhan yang cukup pesat, hal ini terutama karena letak geografisnya yang
berbatasan langsung dengan Kota Bandung sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat,
sehingga menjadikan Cimahi sebagai penyangga berbagai kegiatan di Kota
Bandung. Selain itu Cimahi menjadi Pusat Pendidikan Militer sejak jaman
pendudukan Belanda dan telah tumbuh berbagai jenis perdagangan, jasa serta
sektor lainnya.
Sebagai prasyarat kelayakan suatu Kota, masyarakat Kotif Cimahi
mendesak diadakannya Study Kelayakan Kotif Cimahi menjadi Kota oleh 5 (lima)
Perguruan Tinggi, yaitu : UNPAD, ITB, UPI, STPDN, dan UNJANI. Dari hasil
study kelayakan tersebut, ternyata merekomendasikan bahwa Kotif Cimahi layak
menjadi suatu Daerah Otonom.
Berdasarkan hasil perjuangan berbagai komponen masyarakat dan hasil
study kelayakan tersebut diusulkan ke Gubernur Jawa Barat untuk mendapatkan
persetujuan DPRD Tingkat I Jawa Barat. Adanya persetujuan dari Pemerintah
Propinsi Jawa Barat selanjutnya diusulkan ke tingkat pusat yaitu Departemen
40
Bab III Objek Penelitian
41
Dalam Negeri dan Otonomi Daerah serta DPR RI. Dari hasil perjuangan yang
cukup panjang, maka ditetapkanlah Undang – undang Nomor 9 Tahun 2001
tentang Pembentukan Kota Cimahi yang disyahkan dan diundangkan pada tanggal
21 Juni tahun 2003. Secara formal Kota Cimahi diresmikan pada tanggal 17
Oktober 2001 oleh Menteri Dalam Negeri.
3.10.
Gambaran Geografis Kota Cimahi
Kota Cimahi terletak diantara 107 º 30’ 30” BT – 107 º 34’ 30” dan 6 º 50’
00” - 6 º 56’ 00” Lintang Selatan. Luas wilayah Kota Cimahi 40,2 km2,
menurut UU No.9 Tahun 2001 batas-batas administrasi Kota Cimahi yaitu :
sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Parongpong, Kecamatan Cisarua dan
Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung. Sebelah Timur berbatasan dengan
Kecamatan Sukasari, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan Cicendo, dan Kecamatan
Andir Kota Bandung. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Margaasih,
Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung dan Kecamatan Bandung Kulon Kota
Bandung. Sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Padalarang,
Kecamatan Batujajar, dan Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung.
Kota Cimahi termasuk ke dalam wilayah Propinsi Jawa Barat, dan
meliputi 3 Kecamatan yang terdiri dari 15 Kelurahan masing-masing adalah
Kecamatan Cimahi Utara terdiri dari 4 Kelurahan, Kecamatan Cimahi Tengah
terdiri dari 6 Kelurahan dan Kecamatan Cimahi Selatan terdiri dari 5 Kelurahan.
Secara geografis, wilayah ini merupakan lembah cekungan yang melandai
ke arah selatan, dengan ketinggian di bagian Utara ± 1.040 meter dpl (Kelurahan
41
Bab III Objek Penelitian
42
Cipageran Kecamatan Cimahi Utara) yang merupakan lereng Gunung Burangrang
dan Gunung Tangkuban Perahu serta ketinggian di bagian selatan sekitar ± 685
meter dpl (di Kelurahan Melong Kecamatan Cimahi Selatan) yang mengarah ke
Sungai Citarum. Suhu udara rata-rata pada tahun 2001 berkisar antara 18 º C –
29 º C.
Sungai yang melalui Kota Cimahi adalah Sungai Cimahi dengan debit air
rata-rata 3.830 l/dt, dengan anak sungainya ada lima yaitu Kali Cibodas, Ciputri,
Cimindi, Cibeureum (masing-masing di bawah 200 l/dt) dan Kali Cisangkan (496
l/dt), sementara itu mata air yang terdapat di Kota Cimahi adalah mata air Cikuda
dengan debit air 4 l/dt dan mata air Cisintok (93 l/dt).
Pembagian luas wilayah perkecamatan di Kota Cimahi dapat dilihat pada
tabel 3.1. :
Tabel 3.1.
Luas Wilayah Kota Cimahi Tahun 2005
Kecamatan
Luas Wilayah (km²)
Cimahi Selatan
Cimahi Tengah
Cimahi Utara
Kota
16,92
10,00
13,31
40,23
Sumber : BPS Kota Cimahi, 2005
3.10.
Kondisi Tata Ruang dan Lingkungan Hidup
Penggunaan lahan di Kota Cimahi sebagian besar sebagai lahan
permukiman mencapai 39,21 % dari luas total wilayah, lahan militer 21,34 %
serta lahan industri mencapai 17,06 %. Penggunaan lahan terkecil adalah untuk
pusat perdagangan sekitar 3,41 %, sedangkan lahan untuk perkantoran yang
tersebar di sepanjang jalan raya Cimahi dan di sekitar alun – alun sekitar 4,99 %.
42
Bab III Objek Penelitian
43
Kondisi transportasi menunjukkan ketidakseimbangan jaringan jalan dan
sarana transportasi yang ada, terutama di jalan raya Cimahi yang dijadikan
perlintasan semua kendaraan yang melintas di Kota Cimahi. Sementara itu
pengaturan trayek angkutan kota masih memperlihatkan kinerja yang belum
optimal sehingga kemacetan merupakan hal biasa yang terjadi di Kota Cimahi.
Kondisi tersebut berdampak terhadap pencemaran udara akibat dari limbah
buangan kendaraan berupa polusi udara dan suara yang berbahaya bagi pemakai
jalan dan penduduk di sekitarnya.
Salah satu dampak dari tingginya kegiatan industri di Kota Cimahi adalah
tingginya pencemaran lingkungan akibat dari limbah tidak diproses atau didaur
ulang ditambah dengan limbah kantor rumah tangga. Seluruh limbah ini bermuara
ke sungai yang ada di Kota Cimahi, sehingga menimbulkan gangguan terhadap
ekosistem sungai maupun penduduk yang tinggal di sekitar sungai. Dampak lain
dari banyaknya kegiatan industri adalah pemanfaatan air tanah yang tidak
terkendali, sehingga permukaan air tanah di Kota Cimahi semakin menurun dan
penduduk sulit memperoleh air bersih.
Volume sampah di Kota Cimahi diperkirakan sekitar 1.100 m³/hari,
sedangkan kapasitas angkut hanya 600m³/hari, sehingga masalah yang timbul
adalah masih banyak sampah yang tidak terangkut dan berdampak terhadap
derajat kesehatan masyarakat. Kondisi ini selain berdampak terhadap kesehatan
masyarakat, berdampak terhadap kebersihan dan estetika kota. Kesulitan lain yang
dihadapi dalam penanganan sampah di Kota Cimahi adalah terbatasnya sarana dan
43
Bab III Objek Penelitian
44
prasarana sampah dan lahan untuk TPS sehingga banyak menggunakan badan
jalan untuk keperluan tersebut.
3.10.
Kondisi Sarana dan Prasarana Perkotaan
Berdasarkan Sensus Ekonomi Nasional Tahun 2000 jumlah rumah yang
ada di Kota Cimahi sebanyak 118.878 unit, terdiri dari 114.515 unit (96,33 %)
rumah permanent, 3.400 unit (2,86 %) rumah semi permanent dan 963 unit (0,81
%) rumah sederhana atau rumah non permanent. Kondisi tersebut tidak terlepas
dari kedudukan Kota Cimahi yang berbatasan dengan Kota Bandung yang
menjadi alternatif utama bagi penduduk yang melakukan commuting dalam
melakukan aktivitas sehari – hari.
Prasarana dan sarana yang ada di Kota Cimahi pada saat ini seluruhnya
merupakan perlimpahan dari Kabupaten Bandung dan Propinsi Jawa Barat
sebagai konsekuensi dari pelaksanaan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 2001
tentang Pembentukan Kota Cimahi, dengan kondisi sebagai berikut :
a. Jaringan jalan sepanjang 304 km, terdiri dari Jalan Tol 17 km, Jalan Nasional /
Propinsi 6 km, jalan Kota 43 km, jalan Desa 88 km dan jalan perumahan dan
permukiman berupa gang 150 km, dengan kondisi berupa jalan aspal 126 km,
jalan diperkeras 80 km, dan sisanya berupa jalan tanah.
b. Jaringan listrik seluruhnya dipasok dari PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN)
dengan daya terpasang sebesar 250.000 KVA serta melayani pelanggan
sebanyak 131.000 buah.
44
Bab III Objek Penelitian
45
c. Jaringan telekomunikasi yang seluruhnya dipasok oleh PT. Telekomunikasi
Indonesia (PT. Telkom) memiliki kapasitas jaringan 38.066 SST dengan
pelanggan sebanyak 22.401 SST, telepon umum 78 buah, serta jumlah kiostel
atau wartel sebanyak 36 buah.
d. Fasilitas untuk mendukung kebutuhan air bersih diperoleh dari sumber air Situ
(Danau) Lembang, 2 buah mata air dan 10 buah sumur bor / debit air sebesar
180 liter / detik yang dikelola oleh PDAM dengan kapasitas debit air 180 liter
/ detik untuk melayani 12.051 pelanggan.
e. Sarana dan prasarana umum berupa jembatan sebanyak 10 buah, gorong –
gorong 341 buah, pasar sebanyak 6 buah dan pertokoan / jasa sebanyak 1.685
buah.
f. Sarana dan prasarana kesehatan sebanyak 94 buah, meliputi Rumah Sakit
Umum (pemerintah dan swasta) 3 buah, Puskesmas 8 buah, Balai pengobatan
24 buah, Rumah Bersalin 3 buah, Apotek 12 buah dan Dokter Praktek 44
buah.
g. Sarana keagamaan dan peribadatan sebanyak 873 buah, meliputi Mesjid
Agung sebanyak 3 buah; Mesjid Jami 307 buah; Mushola 545 buah; Gereja 16
buah; Pura 1 buah; dan Kuil 1 buah.
h. Sarana pendidikan formal berupa sekolah sebanyak 349 buah, baik Sekolah
Negeri maupun Swasta, meliputi Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMU, SMK,
dan Madrasah Aliyah) 35 buah; Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP dan
Madrasah Tsanawiyah) 40 buah; Sekolah Dasar (SD dan Madrasah Ibtidaiyah)
205 buah; serta Taman Kanak – Kanak 69 buah.
45
Bab III Objek Penelitian
46
i. Sarana dan prasarana umum lainnya terdiri dari taman 19 buah; sarana
olahraga (lapangan dan gedung olahraga) 240 buah; SPBU (Pompa Bensin) 3
buah; Kantor Pos : 7 buah; dan Unit Pelayanan Pos : 75 buah.
3.10.
Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Wilayah Kota Cimahi memiliki tiga kecamatan, yaitu kecamatan Cimahi
Selatan, Cimahi Utara, dan Cimahi Tengah. Diantara ketiga kecamatan tersebut
pada tahun 2005 Cimahi Selatan merupakan daerah terluas yaitu seluas 16,9 km2
dengan penduduk sebanyak 218.567 jiwa, dan yang luasnya terkecil adalah
Cimahi Tengah yaitu seluas 10,00 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak
163.084 jiwa. Secara keseluruhan pada tahun 2005 Kota Cimahi memiliki
penduduk sebanyak 509.189 jiwa, hal ini berarti mengalami peningkatan sebesar
2,6 % di banding tahun sebelumnya. Tingkat kepadatan penduduk Kota Cimahi
tahun 2005 adalah 12.666 jiwa/km2, dimana kecamatan Cimahi Tengah memiliki
kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya
yaitu mencapai 16.308 jiwa/km2. Hal ini terjadi disebabkan oleh mobilitas
penduduk yang cukup tinggi karena penduduk lebih terkonsentrasi di pusat
perkotaan Cimahi dengan keanekaragamannya. Perbandingan jumlah penduduk
laki-laki dan perempuan atau sex ratio di Kota Cimahi adalah 106,94. Ini berarti
untuk setiap 100 perempuan terdapat 106 laki-laki. Dari tahun ke tahun kondisi
sex ratio semakin meningkat, yang berarti di Kota Cimahi lebih banyak terdapat
kaum laki-laki daripada perempuannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 3.2.
46
Bab III Objek Penelitian
47
Tabel 3.2.
Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Kota Cimahi
2003 – 2005
Tahun
2003
2004
2005
Laki-laki
Perempuan
Sex
Ratio
Jumlah
Penduduk
249.524
256.228
263.132
233.84
239.832
246.057
106,94
106,84
99,60
483.364
496.060
509.189
Sumber : BPS Kota Cimahi, 2003-2005
Sedangkan jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan yang dimiliki
bisa dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3.
Penduduk Kota Cimahi Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tahun 2003-2005
Tahun
2003
2004
2005
SD
101.802
94.017
95.324
SLTP
90.193
96.426
99.474
Pendidikan
SLTA Diploma
132.564
13.395
131.870
8.263
139.737
8.764
Sarjana
20.286
17.884
19.260
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Daerah, 2003-2005
Dari tabel 3.3. dapat dilihat bahwa pada tahun 2004 jumlah penduduk
yang hanya tamat SD berkurang drastis jumlahnya, dari 101.802 jiwa menjadi
hanya 94.017 jiwa walaupun meningkat kembali pada tahun 2005 menjadi 95.324
jiwa. Sedangkan sejak tahun 2003-2005 jumlah penduduk yang tamat SLTP dan
SLTA semakin meningkat jumlahnya. Sedangkan penduduk yang tamat sebagai
diploma ataupun sarjana mengalami kenaikan dan penurunan.
Sebagai kota yang merupakan bagian dari Wilayah Metropolitan Bandung
(Bandung Metropolitan Area / BMA), penduduk yang tinggal di Kota Cimahi
tergolong heterogen, jumlah penduduk yang cukup besar dengan kepadatan yang
relatif tinggi menyebabkan Kota Cimahi mengalami keterbatasan daya tampung
47
Bab III Objek Penelitian
48
penduduk, sehingga pertumbuhan penduduk yang tinggi menuntut sarana dan
prasarana dasar seperti perumahan, fasilitas umum serta fasilitas sosial lainnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) Tahun 2003-2005 dapat diketahui bahwa untuk Kota
Cimahi pada tahun 2003 jumlah penduduk yang berusia 10 tahun ke atas yang
telah terserap dalam lapangan pekerjaan adalah 167.136 jiwa, dengan sektor
industri pengolahan merupakan sektor terbesar dalam penyerapan tenaga kerja,
sektor ini mampu menyerap 73.698 jiwa, lalu diikuti oleh sektor jasa-jasa sebesar
34.758 jiwa, dan sektor perdagangan sebesar 31.586 jiwa. Pada tahun 2004
dengan jumlah penduduk yang berusia 10 tahun ke atas yang telah terserap dalam
lapangan pekerjaan adalah 161.816 jiwa, dengan sektor industri pengolahan
merupakan sektor terbesar dalam penyerapan tenaga kerja, sektor ini mampu
menyerap 73.927 jiwa, lalu diikuti oleh sektor perdagangan sebesar 33.652 jiwa
dan sektor jasa-jasa sebesar 34.758 jiwa. Lalu pada tahun 2005 dengan jumlah
penduduk yang berusia 10 tahun ke atas yang terserap dalam lapangan pekerjaan
adalah 169.488 jiwa, dengan sektor industri pengolahan tetap merupakan sektor
terbesar dalam penyerapan tenaga kerja, sektor ini mampu menyerap 81.855 jiwa,
lalu diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 34.668 jiwa dan
sektor jasa-jasa yang mampu menyerap tenaga kerja sebesar 27.285 jiwa. Ini
menandakan bahwa sektor industri pengolahan merupakan sektor yang dari tahun
ke tahun mampu menyerap tenaga kerja terbesar pada Kota Cimahi.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.4. berikut ini :
48
Bab III Objek Penelitian
49
Tabel 3.4.
Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas Kota Cimahi
2003 – 2005
Kesempatan kerja
2003
2004
2005
Sektor
1. Pertanian
2. Pertambangan dan penggalian
3. Industri pengolahan
4. Listrik, gas dan air bersih
5. Bangunan dan kontruksi
6. Perdagangan, hotel dan restoran
7. Pengangkutan dan komunikasi
8. Keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan
9. Jasa-jasa
JUMLAH
1.816
0
73.698
1.018
6.982
31.586
11.209
1.611
0
73.927
1.611
10.919
33.652
10.740
963
0
81.855
2.889
8.667
34.668
10.914
4.955
34.758
167.136
2.685
26.671
161.816
2.247
27.285
169.488
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2005
Sedangkan jenis pekerjaan yang paling banyak diminati yaitu pekerjaan
yang berjenis tenaga produksi. Pada bidang ini dari tahun 2003-2005 terus
menerus mengalami kenaikan. Sedangkan untuk jenis pekerjaan yang paling tidak
diminati adalah pekerjaan yang berjenis tenaga usaha pertanian, hal ini terjadi
sebab di Kota Cimahi sendiri sektor ini bukan merupakan sektor yang diutamakan
mengingat kurangnya lahan di Kota Cimahi untuk lahan pertanian. Penduduk
Kota Cimahi berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada tabel 3.5.
Tabel 3.5.
Penduduk Yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Kota Cimahi
Tahun 2003-2005
Jenis Pekerjaan
Tahun
Tenaga
Profesional
Tenaga
Kepemimpinan
2003
2004
2005
12.502
9.153
41.347
893
1.374
4.906
Pejabat
Pelaksana
&
Tenaga TU
12.502
17.214
47.582
Tenaga
Usaha
Penjualan
Tenaga
Usaha
Jasa
Tenaga
Usaha
Pertanian
Tenaga
Produksi
33.041
30.455
86.603
6.251
14.216
38.182
2.679
1.236
1.244
83.942
89.154
186.864
Anggota
TNI
dan
Lainnya
6.251
5.419
6.788
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Daerah, 2003-2005
49
Jumlah
158.061
168.221
413.516
Bab III Objek Penelitian
3.10.
50
Pertumbuhan Perekonomian Kota Cimahi
Salah
satu
sasaran
pembangunan
adalah
pertumbuhan
ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi Kota Cimahi dan perbandingannya dengan Provinsi Jawa
Barat dapat dilihat pada tebel 3.3.
Tabel 3.6.
Pertumbuhan Ekonomi Kota Cimahi Dan Provinsi Jawa Barat
Tahun 2002-2005 (%)
Tahun
2003
2004
2005
Laju Pertumbuhan Ekonomi
Kota
Provinsi
Cimahi
Jawa Barat
4,18
5,13
4,34
5,48
4,56
6,08
Sumber : BPS Kota Cimahi, 2005
Dari tabel diatas terlihat bahwa laju perekonomian Kota Cimahi dari tahun
ke tahun mengalami kenaikan. Pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Kota
Cimahi mengalami kenaikan sebesar 0,22 persen dari tahun sebelumnya, yaitu
dari 4,34 persen menjadi 4,56 persen. Hal ini disebabkan oleh naiknya beberapa
sektor yang menyumbang bagi PDRB Kota Cimahi yaitu sektor perdagangan,
hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor
jasa – jasa.
3.10.
PDRB Kota Cimahi
Salah satu indikator pembangunan yang dapat digunakan untuk menilai
kemajuan ekonomi secara makro adalah dengan pendekatan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Mulai Tahun 2005 penghitungan PDRB mengalami
perubahan tahun dasar, dari tahun dasar 1993 menjadi tahun dasar 2000.
50
Bab III Objek Penelitian
51
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu data
statistik yang digunakan dalam sistem evaluasi dan perencanaan ekonomi makro
suatu wilayah. Nilai PDRB Kota Cimahi dari tahun 2003-2005 masih didominasi
oleh sektor industri pengolahan. Sektor tersebut dari tahun ke tahun mempunyai
peran yang paling besar dalam pembentukan PDRB Kota Cimahi (3.204.394,31).
Sejak tahun 2003-2005 sektor tersebut terus mengalami kenaikan, dari 767.516,93
pada tahun 2003 lalu 3.074.081,26 pada tahun 2004 dan terus meningkat pada
tahun 2005 sektor ini mencapai 3.204.394,31.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 3.4.
Tabel 3.7.
Produk Domestik Regional Bruto Kota Cimahi
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003-2005
( Juta Rupiah )
Sektor
1.Pertanian
2.Pertambangan
3.Industri pengolahan
4.Listrik, Gas& Air
5.Bangunan&
konstruksi
6.Perdagangan
7.Angkutan,
komunikasi
8.Keuangan
9.Jasa-jasa
JUMLAH
2003
10.872,91
0,00
767.516,93
54.265,52
Tahun
2004
9.021,27
0,00
3.074.081,26
182.396,70
2005
9.060,34
0,00
3.204.394,31
190.413,90
54.172,32
190.105,70
306.089,88
884.820,97
316.984,57
934.167,18
31.280,15
19.711,74
75.348,76
1.203.274,03
75.195,79
91.767,27
274.967,24
4.898.150,91
78.075,29
96.060,45
292.511,87
5.121.668,01
Sumber : BPS Kota Cimahi, 2003-2005
Sektor yang sama sekali tidak mempunyai peran dalam pembentukan
PDRB Kota Cimahi yaitu sektor pertambangan dan penggalian, hal ini terjadi
karena di Kota Cimahi sendiri tidak ada sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan.
51
Bab III Objek Penelitian
3.10.
52
PDRB Provinsi Jawa Barat
Pada pembentukan PDRB Provinsi Jawa Barat sektor industri dan
pengolahan pun mempunyai peran yang paling besar apabila dibandingkan
dengan sektor-sektor lainnya (104.886.919,46). Sejak tahun 2003-2005 sektor
tersebut terus mengalami kenaikan, dari 94.276.294,56 pada tahun 2003 lalu
97.902.362,10 pada tahun 2004 dan terus meningkat pada tahun 2005 sektor ini
mencapai 104.886.919,46. Sektor yang paling kecil perannya dalam pembentukan
PDRB Provinsi Jawa Barat adalah sektor listrik, gas dan air bersih. Walaupun
meningkat dari tahun ke tahun sektor ini tetap saja merupakan sektor yang paling
kecil perannya dalam pembentukan PDRB Provinsi Jawa Barat (5.649.829,62).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.5.
Tabel 3.8.
Produk Domestik Bruto Provinsi Jawa Barat
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003-2005
( Juta Rupiah )
Sektor
1.Pertanian
2.Pertambangan
3.Industri pengolahan
4.Listrik, Gas& Air
5.Bangunan&
konstruksi
6.Perdagangan
7.Angkutan,
komunikasi
8.Keuangan
9.Jasa-jasa
JUMLAH
2003
32.078.344,74
8.232.371,91
94.276.294,56
4.918.153,74
Tahun
2004
34.038.120,63
7.705.213,45
97.902.362,10
5.337.897,17
2005
34.691.239,65
7.194.525,89
104.886.919,46
5.649.829,62
5.985.267,25
42.420.431,40
6.602.399,92
44.604.769,96
7.700.823,72
47.259.969,72
9.323.763,67
6.967.352,63
17.426.193,83
221.628.173,72
10.274.962,93
7.247.001,69
19.344.963,10
233.057.690,94
10.295.854,17
7.570.633,17
20.468.266,35
245.798.061,75
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat,2003-2005
52
Bab III Objek Penelitian
3.9.
53
Perbandingan distribusi PDRB Kota Cimahi Dengan Provinsi Jawa
Barat
Distribusi persentase PDRB secara sektoral menunjukkan peranan masing-
masing sektor terhadap PDRB secara keseluruhan. Semakin besar persentase
suatu sektor semakin besar pula pengaruh sektor tersebut di dalam perkembangan
perekonomian suatu daerah. Untuk melihat perbandingan besarnya distribusi
masing-masing sektor Kota Cimahi dan Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada
tabel 3.6.
Tabel 3.9.
Distribusi Persentase PDRB Kota Cimahi Dan Provinsi Jawa Barat
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003-2005
Sektor
1.Pertanian
Distribusi Persentase
Kota Cimahi
Tahun
2003
2004
2005
Distribusi Persentase
Provinsi Jawa Barat
Tahun
2003
2004
2005
0,18
14,47
0,18
0,18
14,61
14,11
2.Pertambangan
0,00
0,00
0,00
3,71
3,31
2,93
3.Industri pengolahan
62,71
62,76
62,57
42,54
42,01
42,67
4.Listrik, Gas& Air
3,74
3,72
3,72
2,22
2,29
2,30
5.Bangunan& konstruksi
6,35
6,25
6,19
2,70
2,83
3,17
6.Perdagangan
18,06
18,06
18,24
19,14
19,14
19,23
7.Angkutan, komunikasi
1,52
1,54
1,52
4,21
4,41
4,19
8.Keuangan
1,86
1,87
1,88
3,14
3,11
3,08
9.Jasa-jasa
JUMLAH
5,59
100
5,61
100
5,71
100
7,86
100
8,30
100
8,33
100
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2003-2005
Sektor industri pengolahan di Kota Cimahi memiliki distribusi lebih besar
dibandingkan distribusi sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat. Sektor industri
pengolahan di Kota Cimahi memiliki distribusi sebesar 62,57 persen, lebih besar
dari distribusi pada sektor yang sama di Jawa Barat yang hanya mempunyai
53
Bab III Objek Penelitian
54
distribusi sebesar 42,67 persen. Pada tahun 2003 sektor tersebut mempunyai
distribusi sebesar 62,71 persen, lalu meningkat pada tahun 2004 menjadi sebesar
62,76 persen, tetapi pada tahun 2005 sektor tersebut mengalami penurunan
menjadi 62,57 persen. Sedangkan pada Provinsi Jawa Barat sektor industri
pengolahan mengalami naik-turun. Pada tahun 2003 sektor ini mempunyai
disribusi sebesar 42,54 persen, tetapi mengalami penurunan di tahun berikutnya
menjadi sebesar 42,01 persen dan naik kembali pada tahun 2005 menjadi sebesar
42,67 persen. Hal ini terjadi karena pada sub sektor industri pengolahan tanpa
migas ada beberapa yang mengalami kenaikan seperti pada sub sektor industri
makanan, minuman dan tembakau, tekstol, barang kayu dan hasil hutan serta
industri alat angkutan, mesin dan peralatannya.
3.10.
Potensi Kota Cimahi
Cimahi, bayi peradaban yang baru menginjak usia kelimanya, salah satu
visinya adalah maju, menurut Wali Kota Cimahi, Itoc Tochija sebagai salah satu
implementasi dari visi maju adalah dibangunnya suatu industri dalam cluster
telematika di Kota Cimahi. Menurut beliau Cimahi terletak di koridor industri
Bandung – Cikampek. Sebetulnya, ini merupakan sebuah kekuatan yang harus
dimanfaatkan. Dalam konsep Bandung High Technology Valley (BHTV), Cimahi
termasuk didalamnya. Dan, ini merupakan peluang bagi pengembangan industri
terkait.
Saat ini, Kota Cimahi berusaha mengadaptasi konsep 3C, yaitu Cimahi
Cyber City. Konsep ini merupakan pengembangan Kota Cimahi sebagai Kota Jasa
54
Bab III Objek Penelitian
55
dibidang ICT (Information Communication Technology). Konsep ini berkaca dari
3 negara yang sudah lebih dulu mengembangkan kawasan industri high
technology., ketiga negara itu antara lain Amerika Serikat dengan kawasan Silicon
Valley di San Jose California, India dengan Industrial Park di Bangalore, dan
Malaysia dengan Multimedia Supercorridor. Untuk itu, Pemkot Cimahi
memulainya lewat penerapan sistem administrasi pemerintahan Kota Cimahi.
Diantaranya yaitu Sistem Informasi Geografi Daerah (Sigda), dan Sistem
Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang diimplementasikan lewat
pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sedangkan target ke depannya
diantaranya yaitu industri jasa dalam pembuatan software aplikasi komputer
(Bisnis, Animasi, dan Industri), jasa perdagangan (hardware, software,
perdagangan umum menuju one stop shopping), serta jasa pariwisata teknologi.
Target 3C sendiri yaitu ingin menjadikan Kota Cimahi sebagai badan pengelola
kawasan cluster industri telematika bertaraf internasional, yakni mampu
mengembangkan industri telematika Cimahi menjadi salah satu pemain industri
telematika yang terkemuka di dunia.
Sedangkan kontribusi terbesar dalam pembangunan ekonomi di Kota
Cimahi pada Tahun 2005 didominasi oleh sektor industri pengolahan. Sumber
data sektor industri ini diperoleh dari hasil survei tahunan perusahaan industri
sedang / besar. Dalam pengumpulan data statistik industri, yang dimaksud dengan
industri besar adalah perusahaan dengan jumlah pekerja 100 orang atau lebih,
industri sedang dengan jumlah pekerja antara 20 sampai dengan 99 orang.
Sedangkan yang dimaksud dengan industri kecil yaitu industri yang mempunyai
55
Bab III Objek Penelitian
56
pekerja antara 5 sampai dengan 19 orang dan perusahaan yang mempunyai
pekerja kurang dari 5 orang.
Jumlah perusahaan industri besar pada Tahun 2005 mengalami kenaikan
sebesar 2,5 persen disbanding tahun sebelumnya, sedangkan industri sedang tidak
mengalami kenaikan masih tetap dengan rincian indsustri besar sebanyak 83
perusahaan dan industri sedang sebanyak 75 perusahaan. Jumlah perusahaan
industri besar / sedang paling banyak berada di wilayah kecamatan Cimahi
Selatan, yaitu 107 perusahaan (67,72 %). Sedangkan yang paling sedikit berada di
wilayah kecamatan Cimahi Utara, yaitu 18 perusahaan (11,39 %). Untuk lebih
jelasnya dapat melihat pada grafik 3.2.
Grafik 3.2.
Banyaknya Perusahaan Industri Besar dan Sedang
Kota Cimahi Tahun 2003 - 2005
90
84
87
82
83
81
Sedang
78
75
75
Besar
72
66
2003
2004
2005
Sumber : BPS Kota Cimahi, 2005
56
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan akan diuraikan hasil perhitungan dari indikatorindikator yang menyangkut analisis sektor unggulan daerah yang kompetitif,
spesialisasi per sektor dan pertumbuhan kesempatan kerja di daerah. Perhitungan
ini dilakukan dengan menggunakan data PDRB, kesempatan kerja per sektor yang
di hitung dengan menggunakan metode LQ dan analisis shift and share Dari hasil
perhitungan ini dapat diketahui tentang adanya keunggulan kompetitif per sektor
dan mempunyai spesialisasi pekerjaan.
4.1.
Penentuan Sektor Unggulan Daerah
Variabel-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi terdapat
sembilan variabel atau sektor yang terbagi dalam sektor pertanian, pertambangan,
industri, listrik, bangunan, perdagangan, transportasi, keuangan dan jasa-jasa.
Variabel-variabel tersebut perlu dibahas guna mengetahui seberapa besar
kontribusi sektor atau variabel tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota
Cimahi.
Berdasarkan kondisi perekonomian di Kota Cimahi dapat dilihat dari
kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB. Dengan mengetahui kontribusi
per sektor dapat dihitung dan diketahui sektor mana yang dapat dijadikan sektor
unggulan yang kompetitif (competitive advantage). Keunggulan kompetitif
menganalisis kemampuan suatu daerah untuk memasarkan produknya di luar
daerah/luar negeri/pasar global. Keunggulan kompetitif cukup melihat apakah
57
Bab IV Hasil dan Pembahasan
58
produk yang kita hasilkan bisa dijual di pasar global secara menguntungkan.
Penentuan sektor unggulan dapat diketahui dan dihitung besarnya nilai LQ, dan
dapat dijadikan arah kebijakan dan pengembangan potensi yang dimiliki daerah.
Dalam hitungan LQ apabila nilai LQ > 1 maka sektor tersebut merupakan
sektor unggulan dan dapat menghasilkan barang dan atau jasa yang dapat diekspor
ke daerah lain dan dapat memenuhi daerahnya sendiri. Sedangkan apabila nilai
LQ < 1 maka, sektor tersebut tidak termasuk sektor unggulan, karena sektor
tersebut hanya mampu memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri sehingga tidak
dapat diekspor ke luar daerah. Apabila besarnya LQ = 1 maka, pangsa pasar
daerah tersebut sebanding dengan pangsa daerah yang lebih luas (Jawa Barat) atau
daerah lain sehingga juga tidak bisa dijadikan sektor unggulan. Sektor-sektor yang
besarnya nilai LQ > 1 dapat dikembangkan sehingga dapat mendorong
perekonomian daerah. Untuk mengetahui besarnya nilai LQ masing-masing sektor
di Kota Cimahi digunakan PDRB atas dasar harga konstan persektor dari tahun
2003-2005.
Dilihat dari nilai LQ > 1 pada tahun 2005 terdapat 3 sektor yang dapat
diunggulkan atau sektor basis di Kota Cimahi, yaitu sektor bangunan dan
konstruksi, sektor listrik, gas dan air bersih, dan sektor industri pengolahan.
Ketiga sektor tersebut sejak dari tahun 2003 sampai dengan 2005 memang
merupakan sektor unggulan Kota Cimahi berdasarkan hasil analisis LQ. Sektorsektor yang besarnya nilai LQ > 1 dapat dikembangkan sehingga mendorong
perekonomian daerah. Sedangkan ke enam sektor lainnya sejak tahun 2003
sampai dengan tahun 2005 belum pernah sekalipun menjadi sektor unggulan di
Bab IV Hasil dan Pembahasan
59
Kota Cimahi. Ke enam sektor tersebut yaitu sektor pertanian, sektor
pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor
angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan serta sektor
jasa-jasa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Hasil Analisis LQ Kota Cimahi
Tahun 2003-2005
Sektor
2003
0.06
0
1.49
2.03
1.66
0.82
0.61
2004
0.06
0
1.52
1.96
1.58
0.82
0.58
2005
0.01
0
1.46
1.61
1.97
0.94
0.36
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan dan Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Angkutan dan Komunikasi
Keuangan, Sewa dan Jasa
Perusahaan
0.52
0.52
0.6
Jasa-jasa
0.79
0.75
0.68
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Tahun 2003-2005 (data diolah)
Sedangkan sektor lainnya yang tidak dapat diunggulkan atau sektor non
basis yaitu, sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor
keuangan, sewa dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa, hal ini terjadi karena
nilai LQ nya kurang dari 1,00. Untuk melihat sektor atau lapangan usaha yang
merupakan basis ekonomi (economic base) dalam perekonomian Kota Cimahi
dilakukan analisis LQ (Location Question) seperti pada tabel 4.1. Dalam hal ini
nilai LQ yang lebih besar dari nilai 1,00 dapat dikatakan sebagai sektor basis.
Berdasarkan tabel 4.1. sektor yang menjadi sektor basis yaitu sektor
bangunan dan kontruksi dengan nilai LQ sebesar 1,97 pada tahun 2005. Besarnya
Bab IV Hasil dan Pembahasan
60
nilai LQ sektor ini pada tahun 2003 sebesar 1,66 dan mengalami penurunan
menjadi 1,58 pada tahun 2004 dan meningkat kembali pada tahun 2005 sebesar
1,97.
Hal tersebut merupakan konsekuensi dari pemberian otonomi yang luas
terhadap Kota Cimahi, perubahan status Pemerintah Kota Administratif menjadi
Pemerintah Kota Cimahi, menjadikan Kota Cimahi sebagai kawasan perkotaan
yang menarik bagi masyarakat daerah lain untuk mengembangkan kehidupan
sosial ekonominya. Pertumbuhan penduduk secara alamiah dan arus migrasi yang
tinggi telah menyebabkan tidak terkendalinya perkembangan permukiman dan
perumahan. Pemerintah Kota Cimahi dihadapkan pada masalah pertumbuhan
penduduk dan arus migrasi yang berdampak pada meningkatnya kebutuhan
hunian, prasarana dan sarana umum, kebutuhan lahan untuk berbagai kegiatan
serta tekanan untuk mengendalikan kerawanan sosial dan pengangguran melalui
penyediaan lapangan kerja.
Prasarana dan sarana yang ada di Kota Cimahi pada saat ini seluruhnya
merupakan pelimpahan dari Kabupaten Bandung dan Provinsi Jawa Barat sebagai
konsekuensi dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2001 tentang
Pembentukan Kota Cimahi, dengan kondisi sebagai berikut : jaringan jalan
sepanjang 304 km, terdiri dari Jalan Tol 17 km, Jalan Nasional/Propinsi 6 km,
jalan Kota 43 km, jalan Desa 88km, dan jalan perumahan dan pemukiman berupa
gang 150 km, dengan kondisi berupa jalan aspal 126 km, jalan diperkeras 80 km,
dan sisanya berupa jalan tanah. Saran dan prasarana umum berupa jembatan
sebanyak 10 buah, gorong-gorong 341 buah, pasar sebanyak 6 buah dan
Bab IV Hasil dan Pembahasan
61
pertokoan/jasa sebanyak 1.685 buah. Sarana dan prasarana kesehatan sebanyak 94
buah, meliputi Rumah Sakit Umum (Pemerintah dan Swasta) 3 buah, Puskesmas
8 buah, Balai pengobatan 24 buah, Rumah bersalin 3 buah, Apotek 12 buah dan
Dokter praktek 44 buah. Sarana keagamaan dan peribadatan sebanyak 873 buah,
meliputi Mesjid Agung sebanyak 3 buah, Mesjid Jami 307 buah, Mushola 545
buah, Gereja 16 buah, Pura 1 buah dan Kuil 1 buah. Sarana pendidikan formal
berupa Sekolah sebanyak 349 buah, baik Sekolah Negeri maupun Swasta,
meliputi Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMU, SMK, dan Madrasah Aliyah) 35
buah, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP dan Madrasah Tsanawiyah) 40
buah, Sekolah Dasar (SD dan Madrasah Ibtidaiyah) 205 buah, serta Taman
Kanak-Kanak 69 buah. Sarana dan prasana umum lainnya terdiri dari taman 19
buah, sarana olahraga (lapangan dan gedung olahraga) 240 buah, SPBU (pompa
bensin) 3 buah, Kantor Pos 7 buah dan Unit pelayanan pos 75 buah.
Sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor unggulan atau sektor
basis terbesar kedua setelah sektor bangunan dan konstruksi. Sektor ini
mempunyai kontribusi sebesar 2,03 pada tahun 2003, lalu mengalami penurunan
pada tahun 2004 menjadi 1,96 dan terus mengalami penurunan pada tahun
berikutnya menjadi sebesar 1,61. Tetapi walaupun terus mengalami penurunan
tetap saja sektor ini merupakan sektor basis kedua terbesar di Kota Cimahi. Sub
sektor dari sektor listrik, gas dan air bersih yang mempunyai kontribusi paling
besar adalah listrik yang mempunyai kontribusi sebesar 3,70 persen pada tahun
2003, tetapi mengalami penurunan di tahun berikutnya menjadi 3,63 persen dan
terus mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi sebesar 3,61 persen.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
62
Sedangkan gas tidak ada kontribusinya sama sekali, sedangkan air bersih
mempunyai kontribusi yang konstan dari tahun ke tahun yaitu sebesar 0,08
persen. Kebutuhan listrik baik bagi industri maupun rumahtangga di Kota Cimahi
sebagian besar bersumber dari perusahaan umum listrik negara (PLN). Kebutuhan
akan energi listrik ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005,
jumlah rumahtangga yang telah menikmati aliran listrik dari sumber penerangan
PLN mengalami peningkatan sebanyak 111.582 rumahtangga atau sebesar 16,5
persen, dibanding tahun 2004 yang hanya 95.790 rumahtangga dan tahun 2003
yang hanya 91.229 rumahtangga.
Sektor industri merupakan sektor yang dapat dikategorikan sebagai sektor
unggulan atau sektor basis ketiga dan terakhir di Kota Cimahi, dapat dilihat pada
tabel 4.1. kontribusi sektor ini sebesar 1,49 pada tahun 2003, lalu mengalami
peningkatan di tahun berikutnya yaitu sebesar 1,52 pada tahun 2004, dan
mengalami penurunan kembali pada tahun 2005 menjadi sebesar 1,46. Dilihat dari
jumlah perusahaan industri besar dan sedang di Kota Cimahi, pada tahun 2003
jumlah perusahaan industri sedang sebanyak 87 buah dan industri besar sebanyak
82 buah, pada tahun berikutnya jumlah perusahaan industri baik itu industri
sedang dan industri besar mengalami penurunan, industri sedang hanya berjumlah
81 buah sedangkan industri besar hanya berjumlah 75 buah. Sedangkan pada
tahun 2005 jumlah perusahaan industri sedang mengalami peningkatan menjadi
83 buah dan industri besar tetap sebesar 75 buah.
Kota Cimahi sebagian ruangnya digunakan sebagai kawasan industri, yaitu
mencapai 17,06 persen dari luas total wilayah, sehingga berpengaruh terhadap
Bab IV Hasil dan Pembahasan
63
mata pencaharian penduduk, dengan persentase mata pencaharian penduduk
terbesar terdapat pada sektor industri pengolahan pada tahun 2005 sebesar 48,11
persen. Ada beberapa kebijakan dan strategi yang saat ini dilakukan oleh
Pemerintah Kota Cimahi dalam upaya meningkatkan bidang perindustrian di Kota
Cimahi, diantaranya adalah meningkatkan kemitraan usaha antara usaha kecil dan
menengah yang dikelola masyarakat dengan perusahaan-perusahaan industri
sedang dan besar, yaitu dengan cara mengembangkan usaha kecil dan menengah
yang
memiliki
keunggulan
komparatif
dan
kompetitif
serta
mampu
mengembangkan jaringan kemitraan dengan perusahaan dan lembaga pendukung
lainnya.
Ketiga sektor yang menjadi sektor basis tersebut, apabila dilihat dan
dihubungkan dengan distribusinya terhadap PDRB Kota Cimahi pada tahun 2005
hanya sektor industri saja yang konsisten memberikan distribusi yang besar.
Sektor industri memberikan distribusi sebesar 62,57 persen, sedangkan sektor
listrik, gas dan air bersih hanya sebesar 3,72 persen dan sektor bangunan dan
kontruksi hanya mampu memberikan distribusinya sebesar 6,19 persen. Hal
tersebut terjadi karena distribusi persentase kedua sektor tersebut pada Provinsi
Jawa Barat sendiri sangatlah rendah. Sektor listrik, gas dan air bersih hanya
memberikan distribusinya sebesar 2,30 persen sedangkan sektor bangunan dan
kontruksi hanya sebesar 3,17 persen, kedua sektor tersebut lebih rendah
distribusinya bila dibandingkan distribusi kedua sektor tersebut pada PDRB Kota
Cimahi.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
64
Untuk sektor non basis kalau dilihat dari nilainya berarti kurang dari 1,00
yang artinya sektor-sektor yang hanya mampu memenuhi kebutuhan didalam saja,
tidak bisa diekspor keluar daerah. Pada tabel 4.1. terlihat bahwa sektor pertanian
memberikan kontribusi terhadap perekonomian sebesar 0,06 pada tahun 2003 dan
tahun 2004, serta sebesar 0,01 pada tahun 2005. Serta sektor pertambangan dan
penggalian yang tidak memiliki kontribusi sama sekali terhadap perekonomian
Kota Cimahi. Persentase mata pencaharian penduduk yang bergerak di sektor
primer tersebut hanya sekitar 2,55 persen. Dari sektor pertanian Pemerintah Kota
Cimahi telah berupaya untuk meningkatkan pengembangan agribisnis perkotaan
untuk meningkatkan ketahanan dan keamanan pangan masyarakat, dengan
mengembangkan agribisnis yang bertumpu pada mekanisme pasar dan
memberikan perlindungan hak kepada konsumen untuk memperoleh bahan
pangan sesuai dengan jumlah dan mutu yang dibutuhkan. Sedangkan untuk sektor
pertambangan dan penggalian di Kota Cimahi memang tidak mempunyai sumber
daya alam yang tersedia.
Sektor berikutnya yaitu sektor perdagangan, hotel dan resroran. Sektor ini
dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 hanya mempunyai kontribusi sebesar
0,82, dan mengalami kenaikan menjadi 0,94 pada tahun 2005. Pemerintah Kota
Cimahi sedang mengupayakan untuk mengembangkan lembaga perdagangan
untuk memberikan peluang investasi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi
daerah melalui mengadakan peningkatan pelayanan kepada dunia usaha dan
masyarakat agar mampu memasuki era perdagangan bebas dalam sistem ekonomi
global melalui pengembangan fasilitas bagi pelaku dan institusi perdagangan,
Bab IV Hasil dan Pembahasan
65
sedangkan luas lahan untuk pusat perdagangan sendiri di Kota Cimahi hanya
sebesar 3,41 persen dari total luas lahan yang tersedia.
Sektor selanjutnya yang bukan termasuk sektor non basis yaitu sektor
angkutan dan komunikasi. Sektor tersebut hanya memiliki kontribusi sebesar 0,61
pada tahun 2003, dan terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, yaitu
menjadi 0,58 pada tahun 2004 dan 0,36 pada tahun 2005. Sub sektor dari sektor
angkutan dan komunikasi yang mempunyai kontribusi terbesar adalah
pengangkutan, dengan kontribusi sebesar 2,96 persen, dan diikuti oleh angkutan
jalan raya sebesar 2,42 persen, dan diikuti oleh komunikasi sebesar 1,22 persen.
Sektor lainnya seperti angkutan rel, angkutan laut, angkutan sungai, angkutan
udara dan jasa penunjang angkutan mempunyai kontribusi di bawah 1 persen.
Sektor keuangan, sewa, dan jasa perusahaan termasuk bukan merupakan
sektor basis atau bukan sektor unggulan. Sektor tersebut hanya mempunyai
kontribusi sebesar 0,52 pada tahun 2003 dan 2004, dan mengalami kenaikan
menjadi 0,60 pada tahun 2005. Sub sektor dari sektor keuangan, sewa dan jasa
perusahaan yang mempunyai kontribusi terbesar adalah sewa bangunan, yang
mempunyai kontribusi sebesar 1,51 persen. Sedangkan bank, lembaga keuangan
lainnya dan jasa perusahaan memiliki kontribusi dibawah 1 persen.
Sektor terakhir yang bukan termasuk sektor unggulan yaitu sektor jasajasa. Sub sektor dari sektor jasa-jasa dibagi menjadi dua bagian, yaitu milik
pemerintah umum yang mempunyai kontribusi sebesar 5,23 persen dan milik
swasta yang terdiri dari sosial kemasyarakatan yang mempunyai kontribusi
sebesar 0,53 persen, sektor hiburan dan rekreasi yang mempunyai kontribusi
Bab IV Hasil dan Pembahasan
66
sebesar 0,08 persen serta perorangan dan rumah tangga yang memiliki kontribusi
sebesar 2,49 persen terhadap perekonomian Kota Cimahi.
Sebenarnya sektor yang unggul tidak dapat lepas dari pengaruh sektor
lainnya sebaliknya sektor yang unggul dapat mempengaruhi sektor lainnya.
Misalnya saja karena sektor industri merupakan salah satu dari sektor yang unggul
maka akan berpengaruh juga terhadap sektor perdagangan, dan sektor angkutan
dimana produk industri juga membutuhkan sarana angkutan dan perdagangan.
Seperti yang telah diketahui bahwa perhitungan Loqation Quotient adalah bersifat
memberikan informasi pada satu titik waktu, artinya bahwa sektor yang unggul
pada tahun ini belum tentu unggul pada tahun yang akan datang. Sebaliknya bisa
saja sektor yang belum unggul pada saat ini akan unggul di masa mendatang.
4.2.
Analisis Sektor-sektor Unggulan Yang Mempunyai Keunggulan
Kompetitif dan Spesialisasi Dalam Perekonomian (Shift Share)
Analisis shift share digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi daerah terhadap struktur
ekonomi regional atau nasional, sehingga dapat diketahui kinerja (performance)
perekonomian di suatu daerah dibandingkan dengan kinerja daerah yang lebih
luas (regional atau nasional). Apabila dari perbandingan tersebut terdapat
penyimpangan positif maka daerah tersebut ada keunggulan kompetitif dan
apabila penyimpangan dari perbandingan tersebut negatif maka daerah tersebut
tidak ada keunggulan kompetitif. Nij adalah pengaruh pertumbuhan ekonomi
Bab IV Hasil dan Pembahasan
67
regional, Mij adalah pergeseran proporsional (proportional shift) atau pengaruh
bauran industri, Cij adalah keunggulan kompetitif yaitu sektor unggulan di daerah
yang mampu bersaing dengan daerah yang lain, sedangkan Dij adalah kesempatan
kerja nyata tiap sektor. Hasilnya dapat kita lihat bahwa pada perekonomian Kota
Cimahi sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif dan mampu bersaing
dengan daerah yang lain, yaitu pada tabel 4.2. untuk tahun 2003-2004 dan pada
tabel 4.3. untuk tahun 2004-2005. Pada tabel 4.2. menyajikan sektor-sektor yang
mempunyai keunggulan kompetitif, adanya pertumbuhan regional, pengaruh
bauran industri dan kesempatan kerja nyata pada tahun 2003-2004.
Tabel 4.2.
Hasil Analisis Shift Share Klasik di Kota Cimahi Tahun 2003-2004
Sektor
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan dan Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Angkutan dan Komunikasi
Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
Total
Pertumbuhan
Regional
(Nij)
328913.92
0
13348181.76
184380.16
1264579.80
5720856.32
2030174.08
897449.60
6295368.96
30069904.60
Bauran
Industri
(Mij)
-358242.32
0
-12603094.98
-204618
-1185054.80
-5767603.60
-1840854
244132.85
-6393038.90
-28108373.75
Keunggulan
Kompetitif
(Cij)
8843.92
0
-722240.40
79536.34
314120.18
253319.72
-236173.63
-1368571
-710801.10
-2381965.97
Kesempatan
Kerja Nyata
(Dij)
-205
0
229
593
3937
2066
-469
-2270
-8087
-4206
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Suseda, Tahun 2003-2004 (data diolah)
Berdasarkan hasil analisis shift share klasik tahun 2003 dan 2004,
pengaruh pertumbuhan regional yang menunjukkan perbedaan kenaikan tenaga
kerja regional dan kenaikan tenaga kerja di Kota Cimahi menunjukkan nilai
positif (Nij) pada tiap sektor ekonomi dengan total nilai sebesar 30.069.904,60
semua sektor memberikan kontribusinya kecuali sektor pertambangan dan
penggalian yang tidak mempunyai kontribusi sama sekali mengingat tidak adanya
Bab IV Hasil dan Pembahasan
68
sumber daya alam yang tersedia di Kota Cimahi. Hal ini karena pengaruh dari
bauran industri (Mij) di Kota Cimahi sebagai hasil interaksi antar kegiatan
industri di mana adanya aktivitas-aktivitas yang saling berhubungan satu sama
lain dan keunggulan kompetitif yang menurunkan jumlah pekerja dengan total
nilainya masing-masing sebesar 28.108.373,75 dan 2.381.965,97.
Laju pertumbuhan kesempatan kerja menunjukkan di Kota Cimahi
(-17,69) lebih rendah daripada laju pertumbuhan kesempatan kerja di Jawa Barat
(181,12). Sementara itu yang menjadi sektor unggulan yang kompetitif (Cij) di
Kota Cimahi pada tahun 2003-2004 adalah sektor pertanian (8.843,92), sektor
listrik, gas dan air bersih (79.536,34), sektor bangunan dan kontruksi (314.120,18)
dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (253.319,72). Keempat sektor
ekonomi di Kota Cimahi tersebut telah menunjukkan tingkat kekompetitifan
dengan sektor yang sama di tingkat perekonomian Jawa Barat. Sementara itu pada
tahun 2003-2004 sektor-sektor yang tidak mempunyai keunggulan kompetitif atau
nilai Cij yang negatif mengindikasikan bahwa sektor ekonomi tersebut mengalami
penurunan competitiveness relatif terhadap sektor ekonomi yang sama di tingkat
provinsi. Sektor ekonomi yang mengalami penurunan competitiveness selama
periode 2003-2004 di Kota Cimahi adalah sektor pertambangan dan penggalian,
sektor industri pengolahan (-722.240,4), sektor angkutan dan komunikasi
(-236.173,63), sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan (-1.368.571) dan sektor
jasa-jasa (-710.801,1), dan pada kurun waktu 2003-2004 ini, total kesempatan
kerja nyata di Kota Cimahi besarnya adalah -4.206. Hal ini dapat dilihat dari nilai
Dij yang mempunyai nilai positif hanya ada beberapa saja dari sebagian besar
Bab IV Hasil dan Pembahasan
69
sektor ekonomi. Sektor-sektor tersebut adalah sektor industri pengolahan (229),
sektor listrik, gas dan air bersih (593), sektor bangunan dan kontruksi (3.937) dan
sektor perdagangan, hotel dan restoran (2.066).
Selanjutnya pada tabel 4.3. menyajikan sektor-sektor yang mempunyai
keunggulan kompetitif, adanya pertumbuhan regional, pengaruh bauran industri
dan kesempatan kerja nyata pada tahun 2004-2005.
Tabel 4.3.
Hasil Analisis Shift Share Klasik di Kota Cimahi Tahun 2004-2005
Sektor
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan dan Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Angkutan dan Komunikasi
Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
Total
Pertumbuhan
Regional
(Nij)
22940.64
0
1052720.48
22940.64
155486.56
479204.48
152937.60
38234.40
379795.04
2304259.84
Bauran
Industri
(Mij)
-19348.11
0
-552234.69
-21249.09
-88225.52
-449254.20
-131135.40
-39469.50
-325119.49
-1626036
Keunggulan
Kompetitif
(Cij)
-68386.95
0
292011.65
126092.97
-292410.82
71342.24
-4403.40
-42557.25
6667.75
88356.19
Kesempatan
Kerja Nyata
(Dij)
-648
0
7928
1278
-2252
1016
174
-438
614
7672
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Suseda, Tahun 2004-2005 (data diolah)
Berdasarkan hasil analisis shift share klasik tahun 2004 dan 2005,
pengaruh pertumbuhan regional (Nij) yang menunjukkan perbedaan kenaikan
tenaga kerja regional dan kenaikan tenaga kerja di Kota Cimahi tetap
menunjukkan nilai positif pada tiap sektor ekonomi dengan total nilai sebesar
2.304.259,84 dan menunjukkan bahwa laju pertumbuhan kesempatan kerja di
Kota Cimahi (29,62) lebih tinggi dari laju pertumbuhan kesempatan kerja di Jawa
Barat (14,24). Pengaruh dari bauran industri (Mij) di Kota Cimahi sebagai hasil
interaksi antar kegiatan industri di mana adanya aktivitas-aktivitas yang saling
berhubungan satu sama lain semua bernilai negatif, dengan total nilainya sebesar
Bab IV Hasil dan Pembahasan
70
-1.626.036. Sementara itu yang menjadi sektor unggulan yang kompetitif (Cij) di
Kota Cimahi pada tahun 2004-2005 adalah sektor industri pengolahan
(292.011,65), sektor listrik, gas dan air bersih (292.011,65), sektor perdagangan,
hotel dan restoran (713.42,24) dan sektor jasa-jasa (6.667,75). Jumlah sektor yang
mempunyai keunggulan kompetitif di Kota Cimahi pada tahun 2004-2005 tetap
ada empat, tetapi ada perubahan pada sektor pertanian dan sektor bangunan dan
kontruksi yang pada tahun 2003-2004 merupakan sektor yang mempunyai
keunggulan kompetitif digantikan tempatnya oleh sektor industri pengolahan dan
sektor jasa-jasa yang pada tahun 2003-2004 bukan termasuk sektor yang
mempunyai keunggulan kompetitif menjadi sektor yang mempunyai keunggulan
kompetitif pada tahun 2004-2005 ini. Sementara itu pada tahun 2004-2005 sektorsektor yang tidak mempunyai keunggulan kompetitif atau nilai Cij yang negatif di
Kota Cimahi adalah sektor pertanian (-68.386,95), sektor bangunan dan kontruksi
(-292.410,82), sektor angkutan dan komunikasi (-4.403,4) dan sektor keuangan,
sewa dan jasa perusahaan (-42.557,25), dan pada kurun waktu 2004-2005 ini,
total kesempatan kerja nyata di Kota Cimahi mengalami peningkatan menjadi
7.672. Hal ini dapat dilihat dari nilai Dij yang mempunyai nilai positif pada
sebagian besar sektor ekonomi. Sektor-sektor tersebut adalah sektor industri
pengolahan (7.928), sektor listrik, gas dan air bersih (1.278), sektor perdagangan,
hotel dan restoran (1.016), sektor angkutan dan komunikasi (174) dan sektor jasajasa (614).
Bab IV Hasil dan Pembahasan
71
Tabel 4.4.
Ringkasan Analisis Penentuan Sektor Basis dan
Analisis Sektor Unggulan Yang Kompetitif Serta Spesialisasinya
Tahun 2003-2004
LQ
Sektor
Pertanian
Pertambangan & Penggalian
Industri pengolahan
Listrik, Gas& Air bersih
Bangunan& Konstruksi
Perdagangan, Hotel & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan
Jasa - Jasa
Shift Share Classic
Keunggulan Kesempatan
Kompetitif Kerja Nyata
2003
2004
0.06
0
1.49
2.03
1.66
0.82
0.61
0.06
0
1.52
1.96
1.58
0.82
0.58
8843.92
0
-722240.40
79536.34
314120.18
253319.72
-236173.63
-205
0
229
593
3937
2066
-469
0.52
0.52
-1368571
-2270
0.79
0.75
-710801.10
-8087
Sumber : BPS Jawa Barat, Suseda, Tahun 2003 dan 2004 (data diolah)
Tabel 4.5.
Ringkasan Analisis Penentuan Sektor Basis
Dan Analisis Sektor Unggulan yang Kompetitif Serta Spesialisasinya
Tahun 2004-2005
LQ
Sektor
Pertanian
Pertambangan & Penggalian
Industri pengolahan
Listrik, Gas& Air bersih
Bangunan& Konstruksi
Perdagangan, Hotel & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan
Jasa - Jasa
Shift Share Classic
Keunggulan Kesempatan
Kompetitif Kerja Nyata
2004
2005
0.06
0
1.52
1.96
1.58
0.82
0.58
0.01
0
1.46
1.61
1.97
0.94
0.36
-68386.95
0
292011.65
126092.97
-292410.82
71342.24
-4403.40
-648
0
7928
1278
-2252
1016
174
0.52
0.6
-42557.25
-438
0.75
0.68
6667.75
614
Sumber : BPS Jawa Barat, Suseda, Tahun 2004 dan 2005 (data diolah)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian berdasarkan data-data yang ada dengan menggunakan
teknik analisis LQ dan Shift share, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1.
Dari angka PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 selama kurun
waktu 2003-2005 dapat diketahui bahwa sektor unggulan di Kota Cimahi
dengan menggunakan metode LQ (Location Quetient) dengan ketentuan
apabila nilai LQ > dari 1 maka, sektor tersebut dapat dijadikan sebagai
sektor unggulan Kota Cimahi dan mampu bersaing dengan sektor yang
sama di Jawa Barat, terdapat 3 sektor yang dapat dijadikan sektor
unggulan jika dilihat dari nilai LQ pada tahun 2003-2005, sektor tersebut
adalah sektor bangunan dan konstruksi, sektor listrik, gas dan air bersih,
dan sektor industri pengolahan.
2.
Penjabaran mengenai faktor penyebab perubahan struktur ekonomi dapat
diketahui dengan analisis shift share. Analisis ini dapat menunjukkan
adanya pergeseran (shift) hasil pembangunan perekonomian daerah jika
daerah itu memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam
perekonomian regional. Dilihat dari hasil analisis shift share klasik pada
tahun 2003-2004 sektor yang mempunyai nilai positif adalah sektor
pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan kontruksi
76
Bab V Kesimpulan dan Saran
77
dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sedangkan pada tahun 20042005 adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih,
sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa. Sektor-sektor
tersebut layak mendapat prioritas dalam pembangunan Kota Cimahi.
5.2.
Saran
Adapun saran dari penulis setelah melihat fenomena-fenomena yang
terjadi dan menganalisisnya adalah sebagai berikut :
1.
Meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana perkotaan untuk
mendukung aktivitas perekonomian daerah dan kehidupan masyarakat,
sehingga dapat mempermudah masyarakat Kota Cimahi untuk beraktivitas
dan dapat juga untuk menarik investor baik itu investor asing ataupun
investor dalam negeri untuk berinvestasi di Kota Cimahi untuk
pengembangan sektor-sektor ekonomi, baik itu sektor yang unggul agar di
masa mendatang tetap unggul ataupun untuk sektor yang bukan termasuk
sektor unggulan agar di masa mendatang menjdai sektor yang unggul.
2.
Dengan sektor industri yang mempunyai daya serap akan tenaga kerja
yang paling tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya di Kota
Cimahi, sebaiknya kerjasama antara usaha kecil dan menengah yang
dikelola masyarakat dengan perusahaan, industri baik itu berskala sedang
ataupun menengah lebih ditingkatkan sehingga dapat memperbanyak
lapangan kerja yang tersedia sehingga akan menyerap banyak tenaga kerja
Bab V Kesimpulan dan Saran
78
yang lebih banyak yang berguna untuk mengurangi beban angka
pengangguran.
3.
Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan masyarakat agar tercipta
angkatan kerja yang memiliki kualitas untuk meningkatkan kinerja sektorsektor ekonomi.
4.
Sektor bangunan dan kontruksi merupakan sektor yang unggulan apabila
dilihat dari hasil metode LQ, tetapi sektor tersebut bukan termasuk
unggulan apabila dilihat dari metode Shift share karena meskipun sektor
bangunan dan kontruksi merupakan sektor unggulan karena memenangi
persaingan dengan daerah lain tetapi sektor tersebut tidak dapat menyerap
tenaga kerja dalam jumlah yang besar, dengan kata lain sektor bangunan
dan kontruksi dalam hal penyerapan tenaga kerjanya apabila dibandingkan
dengan sektor yang sama pada daerah lain masih belum mampu
memenangi persaingan. Oleh karena itu perlu kiranya pemerintah Kota
Cimahi mengembangkan sektor tersebut agar mampu menyerap banyak
tenaga kerja dengan cara mempermudah dalam perizinan-perizinan
bangunan sehingga dapat menarik para investor-investor baik asing
ataupun dalam negeri untuk menanamkan investasinya. Dengan begitu di
Kota Cimahi akan semakin banyak bangunan-bangunan baik itu mall-mall
ataupun pabrik-pabrik yang akan dapat menyerap banyak tenaga kerja di
Kota Cimahi dan bisa dijadikan sebagai pendorong untuk sektor-sektor
lain agar mampu berkembang.
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, lincolin. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : Bagian Penerbitan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2004.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Cimahi.
______Rencana Strategis Daerah Kota Cimahi Tahun 2003.
______Program Pembangunan Daerah Kota Cimahi Tahun 2003.
Badan Pusat Statistik Kota Cimahi.
______Kota Cimahi Dalam Angka Tahun 2003-2005.
______Profil Kependudukan dan Ketenagakerjaan kota Cimahi Tahun 2005.
______Produk Domestik Regional Bruto Kota Cimahi Tahun 2003-2005.
______Kesempatan Kerja Kota Cimahi Tahun 2003-2005.
Badan Pusat Statistik Jawa Barat.
______Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2003-2005.
______Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Tahun 2003- 2005.
______Kesempatan Kerja Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2005.
Jhingan, M.L. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 1994.
Nanga, Muana. Makroekonomi :Tteori, Masalah dan Kebijakan. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2001.
Nurhayati, Siti Fatimah. Jurnal Ekonomi Pembangunan : Analisis Penentuan
Spesialisasi Sektor di Kabupaten Boyolali Dalam Menghadapi
Implementasi Otonomi Daerah : Masa Krisis Ekonomi 1997-1999.
Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2002.
Robinson Tarigan M.R.P. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT
Bumi Aksara, 2005.
Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta : PT Grafindo Persada,
1995.
79
Daftar Pustaka
80
Suryana. Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan. Bandung :
Salemba Empat, 2000.
Todaro, Michael P. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta : Erlangga,
2003.
80
Lampiran Perhitungan dan hasil LQ
LQ = (
PDRB sektor i Cimahi / PDRB seluruh sektor Cimahi
)
PDRB sektor i Jawa Barat / PDRB seluruh sektor Jawa Barat
Tahun 2003
Lapangan Usaha
Hasil LQ
( 10.872,91 / 1.203.274,03 )
32.078.344,74 / 221.628.173,72
( 0,00 / 1.203.274,03
)
8.232.371,91 / 221.628.173,72
( 767.516,93 / 1.203.274,03 )
94.276.294,56 / 221.628.173,72
( 54.265,52 / 1.203.274,03 )
4.918.153,74 / 221.628.173,72
( 54.172,32 / 1.203.274,03 )
5.985.267,25 / 221.628.173,72
( 190.105,70 / 1.203.274,03 )
42.420.431,40 / 221.628.173,72
( 31.280,15 / 1.203.274,03 )
9.323.763,67 / 221.628.173,72
( 19.711,74 / 1.203.274,03 )
6.967.352,63 / 221.628.173,72
( 75.348,76 / 1.203.274,03 )
17.426.193,83 / 221.628.173,72
1. Pertanian
2. Pertambangan dan penggalian
3. Industri pengolahan
4. Listrik, gas dan air bersih
5. Bangunan
6. Perdagangan, hotel dan restoran
7. Pengangkutan dan komunikasi
8. Keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan
9. Jasa-jasa
= 0,06
= 0,00
= 1,49
= 2,03
= 1,66
= 0,82
= 0,61
= 0,52
= 0,79
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2003. (Data hasil olahan)
Tahun 2004
Lapangan Usaha
1. Pertanian
2. Pertambangan dan penggalian
3. Industri pengolahan
4. Listrik, gas dan air bersih
5. Bangunan
6. Perdagangan, hotel dan restoran
7. Pengangkutan dan komunikasi
8. Keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan
9. Jasa-jasa
Hasil LQ
( 11.255,00 / 1.253.854,08 )
32.078.344,74 / 233.057.690,94
(
0,00 / 1.253.854
)
7.705.213,45 / 233.057.690,94
( 800.712,68//1.253.854 )
97.902.362,10 / 233.057.690,94
( 56.427,38 / 1.253.854
)
5.337.897,17 / 233.057.690,94
( 56.468,63 / 1.253.854 )
6.602.399,92 / 233.057.690,94
( 197.702,71 / 1.253.854 )
44.604.769,96 / 233.057.690,94
( 32.531,04 / 1.253.854
)
10.274.962,93 / 233.057.690,94
( 20.298,92 / 1.253.854
)
7.247.001,69 / 233.057.690,94
( 78.457,71 / 1.253.854
)
19.344.963,10 / 233.057.690,94
= 0,06
= 0,00
= 1,52
= 1,96
= 1,58
= 0,82
= 0,58
= 0,52
= 0,75
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2004. (Data hasil olahan)
Tahun 2005
Lapangan Usaha
1. Pertanian
2. Pertambangan dan penggalian
3. Industri pengolahan
4. Listrik, gas dan air bersih
5. Bangunan
6. Perdagangan, hotel dan restoran
7. Pengangkutan dan komunikasi
8. Keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan
9. Jasa-jasa
Hasil LQ
( 9.060,34 / 5.121.668,01 )
32.078.344,74/245.798.061,75
(
0,00 / 5.121.668
)
7.194.525,89/245.798.061,75
( 3.204.394,31 / 5.121.668 )
104.886.919,46/245.798.061,75
( 190.413,90 / 5.121.668 )
5.649.829,62/245.798.061,75
( 316.984,57 / 5.121.668
)
7.700.823,72/245.798.061,75
)
( 934.167,18 / 5.121.668
47.259.969,72/245.798.061,75
( 78.075,29 / 5.121.668
)
10.295.854,17/245.798.061,75
( 96.060,45 / 5.121.668
)
7.570.633,17/245.798.061,75
( 292.511,87 / 5.121.668
)
20.468.266,35/245.798.061,75
= 0,01
= 0,00
= 1,46
= 1,61
= 1,97
= 0,94
= 0,36
= 0,60
= 0,68
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2005. (Data hasil olahan)
Tabel Kesempatan kerja Per Sektor di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2003-2005
Kesempatan kerja
2004
2005
Absolut
2004-2003
2005-2004
Pertumbuhan
2004-2003
2005-2004
Sektor
2003
1.Pertanian
2.Pertambangan
dan penggalian
3.Industri
pengolahan
4.Listrik, Gas&
Air bersih
5.Bangunan dan
konstruksi
6.Perdagangan,
hotel dan
restoran
7.Pengangkutan
dan
komunikasi
8.Keuangan,
persewaan dan
jasa perusahaan
5.191.960
4.353.604
4.450.695
-838.356
97.091
-16,15%
2,23%
121.658
64.068
59.917
-57.590
-4.151
-47,34%
-6,48%
2.333.560
2.569.523
2.743.602
235.963
174.079
10,11%
6,77%
49.724
39.839
40.256
-9.885
417
-19,88%
1,05%
762.951
849.855
902.209
86.904
52.354
11,39%
6,16%
3.381.252
3.331.241
3.360.849
-50.011
29.608
-1,48%
0,89%
1.098.819
1.284.381
1.310.420
185.562
26.039
16,89%
2,03%
82.198
271.575
270.333
189.377
-1.242
230,39%
-0,46%
9.Jasa-jasa
1.884.465
1.831.527
1.868.997
-52.938
37.470
-2,81%
2,05%
JUMLAH
14.906.587
14.595.613
15.007.278
-310.974
411.665
181,12%
14,24%
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2003-2005
Tabel Kesempatan kerja Per Sektor di Kota Cimahi
Tahun 2003-2005
Sektor
1. Pertanian
2. Pertambangan
dan penggalian
3. Industri
pengolahan
4. Listrik, gas dan
air bersih
5. Bangunan dan
kontruksi
6. Perdagangan,
hotel dan
restoran
7. Pengangkutan
dan komunikasi
8. Keuangan,
persewaan dan
jasa perusahaan
9. Jasa-jasa
JUMLAH
Kesempatan kerja
2003
2004
2005
Absolut
2004-2003
2005-2004
Pertumbuhan
2004-2003
2005-2004
1.816
1.611
963
-205
-648
-11,28%
-40,22%
0
0
0
0
0
0%
0%
73.698
73.927
81.855
229
7.928
0,31%
10,72%
1.018
1.611
2.889
593
1.278
58,25%
79,32%
6.982
10.919
8.667
3.937
-2.252
56,38%
-20,62%
31.586
33.652
34.668
2.066
1.016
6,54%
3,01%
11.209
10.740
10.914
-469
174
-4,18%
1,62%
4.955
34.758
167.136
2.685
26.671
161.816
2.247
27.285
169.488
-2.270
-8.087
-5.32
-438
614
7.672
-45,81%
-23,26%
-17,69%
-16,31%
2,30%
29,62%
Sumber : BPS Kota Cimahi, 2003-2005
Lampiran Hasil dan Perhitungan Pertumbuhan regional (Nij)
Pertumbuhan Regional = kesempatan kerja sektor i Kota Cimahi x laju
pertumbuhan di Jawa Barat
Lapangan Usaha
1. Pertanian
2. Pertambangan dan
penggalian
3. Industri pengolahan
4. Listrik, gas dan air
bersih
5. Bangunan dan
kontruksi
6. Perdagangan, hotel
dan restoran
7. Pengangkutan dan
komunikasi
8. Keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan
9. Jasa-jasa
2004-2003
2005-2004
1.611
0
x
x
14,24
14,24
= 22.940,64
=0
= 13.348.181,76
= 184.380,16
73.927
1.611
x
x
14,24
14,24
= 1.052.720,48
= 22.940,64
181,12
= 1.264.579,80
10.919
x
14,24
= 155.486,56
x
181,12
= 5.720.856,32
33.652
x
14,24
= 479.204,48
11.209
x
181,12
= 2.030.174,08
10.740
x
14,24
= 152.937,60
4.955
x
181,12
= 897.449,60
2.685
x
14,24
= 38.234,40
34.758
x
181,12
= 6.295.368,96
26.671
x
14,24
= 379.795,04
1.816
1.114
x
x
181,12
181,12
= 328.913,92
= 201.767,68
73.698
1.018
x
x
181,12
181,12
6.982
x
31.586
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2003-2005. (Data hasil olahan)
Lampiran Hasil dan Perhitungan Bauran industri (Mij)
Bauran industri = kesempatan kerja sektor i Kota Cimahi x (laju pertumbuhan
sektor i Jawa Barat - laju pertumbuhan di Jawa Barat )
Lapangan Usaha
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pertanian
Pertambangan dan
penggalian
Industri pengolahan
Listrik, gas dan air
bersih
Bangunan dan
kontruksi
Perdagangan, hotel
dan restoran
Pengangkutan dan
komunikasi
Keuangan,
persewaan dan jasa
perusahaan
Jasa-jasa
2004-2003
1.816
0
(-16,15
(-47,34
- 181,12)
- 181,12)
= 358.242,32
=0
73.698
1.018
(10,11
(-19,88
- 181,12)
- 181,12)
= -12.603.094,98
= 204.618
6.982
(11,39
- 181,12)
= -1.185.054,80
31.586
(-1,48
- 181,12)
= -5.767.603,60
11.209
(16,89
- 181,12)
= -1.840.854
4.955
(230,39
- 181,12)
= 244.132,85
34.758
(-2,81
- 181,12)
= -6.393.038,90
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2003-2004.(Data hasil olahan)
Lapangan Usaha
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pertanian
Pertambangan dan
penggalian
Industri pengolahan
Listrik, gas dan air
bersih
Bangunan dan
kontruksi
Perdagangan, hotel
dan restoran
Pengangkutan dan
komunikasi
Keuangan,
persewaan dan jasa
perusahaan
Jasa-jasa
2005-2004
1.611
0
(2,23
(-6,48
- 14,24)
- 14,24)
= -19.348,11
=0
73.927
1.611
(6,77
(1,05
- 14,24)
- 14,24)
= -552.234,69
= -21.249,09
10.919
(6,16
- 14,24)
= -88.225,52
33.652
(0,89
- 14,24)
= -449.254,20
10.740
(2,03
- 14,24)
= -131.135,40
2.685
(-0,46
- 14,24)
= -39.469,50
26.671
(2,05
- 14,24)
= -325.119,49
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2004-2005.
(Data hasil olahan)
Lampiran Hasil dan Perhitungan Keunggulan kompetitif (Cij)
Keunggulan kompetitif = kesempatan kerja sektor i Kota Cimahi x (laju
pertumbuhan sektor i Kota Cimahi - laju pertumbuhan
sektor i Jawa Barat )
Lapangan Usaha
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pertanian
Pertambangan dan
penggalian
Industri pengolahan
Listrik, gas dan air
bersih
Bangunan dan
kontruksi
Perdagangan, hotel
dan restoran
Pengangkutan dan
komunikasi
Keuangan,
persewaan dan jasa
perusahaan
Jasa-jasa
2004-2003
1.816
0
(-11,28
(0
-
(-16,15))
(-47,34))
= 8.843,92
=0
73.698
1.018
(0,31
(58,25
-
10,11)
(-19,88))
= -722.240,40
= 79.536,34
6.982
(56,38
-
(11,39
= 314.120,18
31.586
(6,54
-
(-1,48))
= 253.319,72
11.209
(-4,18
-
(16,89)
= -236.173,63
4.955
(-0,45
-
(230,39)
= -1.368.571
34.758
(-23,26
-
(-2,81))
= -710.801,10
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2003-2004.
(Data hasil olahan)
Lapangan Usaha
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pertanian
Pertambangan dan
penggalian
Industri pengolahan
Listrik, gas dan air
bersih
Bangunan dan
kontruksi
Perdagangan, hotel
dan restoran
Pengangkutan dan
komunikasi
Keuangan,
persewaan dan jasa
perusahaan
Jasa-jasa
2005-2004
2,23)
- (-6,48))
= -68.386,95
=0
-
6,77)
1,05)
= 292.011,65
= 126.092,97
(-0,20
-
6,16)
= -292.410,82
33.652
(3,01
-
0,89)
= 71.342,24
10.740
(1,62
-
2,03)
= -4.403,40
2.685
(-16,31
26.671
(2,30
1.611
0
(-40,22
(0
73.927
1.611
(0,10
(79,32
10.919
- (-0,46))
-
2,05)
= -42.557,25
= 6.667,75
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2004-2005.
(Data hasil olahan)
Lampiran Hasil dan Perhitungan Kesempatan kerja nyata (Dij)
Kesempatan kerja nyata = Kesempatan kerja sektor i Kota Cimahi pada tahun n Kesempatan kerja sektor i Kota Cimahi pada tahun
sebelumnya
Lapangan Usaha
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pertanian
Pertambangan dan
penggalian
Industri pengolahan
Listrik, gas dan air
bersih
Bangunan dan
kontruksi
Perdagangan, hotel
dan restoran
Pengangkutan dan
komunikasi
Keuangan,
persewaan dan jasa
perusahaan
Jasa-jasa
2004-2003
2005-2004
1.611
0
-
1.816
0
= -205
=0
963
0
-
1.611
0
= -648
=0
73.927
1.611
-
73.698
1.018
= 229
= 593
81.855
2.889
-
73.927
1.611
= 7.928
= 1.278
10.919
-
6.982
= 3.937
8.667
-
10.919
= -2.252
33.652
-
31.586
= 2.066
34.668
-
33.652
= 1.016
10.740
-
11.209
= -469
10.914
-
10.740
= 174
2.685
-
4.955
= -2270
2.247
-
2.685
= -438
26.671
-
34.758
= -8.087
27.285
-
26.671
= 614
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2003-2005.(Data hasil olahan)
Lampiran PDRB Provinsi Jawa Barat 2003-2005
Sektor
1.Pertanian
2.Pertambangan
3.Industri pengolahan
4.Listrik, Gas& Air
5.Bangunan&
konstruksi
6.Perdagangan
7.Angkutan,
komunikasi
8.Keuangan
9.Jasa-jasa
JUMLAH
2003
32.078.344,74
8.232.371,91
94.276.294,56
4.918.153,74
Tahun
2004
34.038.120,63
7.705.213,45
97.902.362,10
5.337.897,17
2005
34.691.239,65
7.194.525,89
104.886.919,46
5.649.829,62
5.985.267,25
42.420.431,40
6.602.399,92
44.604.769,96
7.700.823,72
47.259.969,72
9.323.763,67
6.967.352,63
17.426.193,83
221.628.173,72
10.274.962,93
7.247.001,69
19.344.963,10
233.057.690,94
10.295.854,17
7.570.633,17
20.468.266,35
245.798.061,75
Sumber BPS Provinsi Jawa Barat, 2003-3005
Lampiran PDRB Kota Cimahi 2003-2005
Sektor
1.Pertanian
2.Pertambangan
3.Industri pengolahan
4.Listrik, Gas& Air
5.Bangunan&
konstruksi
6.Perdagangan
7.Angkutan,
komunikasi
8.Keuangan
9.Jasa-jasa
JUMLAH
2003
10.872,91
0,00
767.516,93
54.265,52
Tahun
2004
9.021,27
0,00
3.074.081,26
182.396,70
2005
9.060,34
0,00
3.204.394,31
190.413,90
54.172,32
190.105,70
306.089,88
884.820,97
316.984,57
934.167,18
31.280,15
19.711,74
75.348,76
1.203.274,03
75.195,79
91.767,27
274.967,24
4.898.150,91
78.075,29
96.060,45
292.511,87
5.121.668,01
Sumber BPS Kota Cimahi, 2003-3005
LAMPIRAN – LAMPIRAN
Hasil Analisis Shift Share Klasik di Kota Cimahi Tahun 2003-2004
Sektor
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan dan Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Angkutan dan Komunikasi
Keuangan, Sewa dan Jasa
Perusahaan
Jasa-jasa
Total
Pertumbuhan
Regional
(Nij)
328913.92
0
13348181.76
184380.16
1264579.80
5720856.32
2030174.08
897449.60
6295368.96
30069904.60
Bauran
Keunggulan Kesempatan
Industri
Kompetitif Kerja Nyata
(Mij)
(Cij)
(Dij)
-358242.32
8843.92
-205
0
0
0
-12603094.98
-722240.40
229
-204618
79536.34
593
-1185054.80
314120.18
3937
-5767603.60
253319.72
2066
-1840854
-236173.63
-469
244132.85
-6393038.90
-28108373.75
-1368571
-710801.10
-2381965.97
-2270
-8087
-4206
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Suseda, Tahun 2003-2004 (data diolah)
Hasil Analisis Shift Share Klasik di Kota Cimahi Tahun 2004-2005
Sektor
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan dan Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Angkutan dan Komunikasi
Keuangan, Sewa dan Jasa
Perusahaan
Jasa-jasa
Total
Pertumbuhan
Regional
(Nij)
22940.64
0
1052720.48
22940.64
155486.56
479204.48
152937.60
38234.40
379795.04
2304259.84
Bauran
Keunggulan Kesempatan
Industri
Kompetitif Kerja Nyata
(Mij)
(Cij)
(Dij)
-19348.11
-68386.95
-648
0
0
0
-552234.69
292011.65
7928
-21249.09
126092.97
1278
-88225.52
-292410.82
-2252
-449254.20
71342.24
1016
-131135.40
-4403.40
174
-39469.50
-325119.49
-1626036
-42557.25
6667.75
88356.19
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Suseda, Tahun 2004-2005 (data diolah)
-438
614
7672
Hasil Analisis LQ Kota Cimahi
Tahun 2003-2005
Sektor
2003
0.06
0
1.49
2.03
1.66
0.82
0.61
2004
0.06
0
1.52
1.96
1.58
0.82
0.58
2005
0.01
0
1.46
1.61
1.97
0.94
0.36
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan dan Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Angkutan dan Komunikasi
Keuangan, Sewa dan Jasa
Perusahaan
0.52
0.52
0.6
Jasa-jasa
0.79
0.75
0.68
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Tahun 2003-2005 (data diolah)
Download