PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh 1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi 2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini 3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah 4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah Selamat membaca !!! Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh UPT PERPUSTAKAAN UNISBA SEKTOR-SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KOTA CIMAHI PERIODE 2003 - 2005 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Islam Bandung Oleh: DIKY NURIKHSAN 10090201132 PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG BANDUNG 2007 SEKTOR-SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KOTA CIMAHI PERIODE 2003 - 2005 Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar Sarjana Program S-1 di Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Oleh DIKY NURIKHSAN 10090201132 Bandung, Agustus 2006 Menyetujui Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II, Hady Sutjipto, SE., M.Si. Noviani, SE, M.Si. ABSTRAK DIKY NURIKHSAN 10090201132 POTENSI SEKTOR-SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KOTA CIMAHI PERIODE 2003-2005 Pembangunan merupakan suatu cara untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Dengan konsep pembangunan yang didasarkan pada kompetensi maka suatu daerah akan terdeferensiasi dari daerah lain berdasarkan potensi yang dimiliki. Pembangunan yang didasarkan pada kompetensi masing-masing daerah akan menghasilkan sektor atau produk unggulan yang mampu berkompetisi di pasar global. Kota Cimahi pada masa yang akan datang diharapkan menjadi suatu kota yang maju melalui pemanfaatan dari semua potensi daerah atau sektor-sektor unggulan yang memberikan kontribusi bagi kehidupan masyarakat, sehingga terwujud suatu kota yang mampu memanfaatkan segenap potensi yang dimilikinya. Untuk itu perlu adanya suatu penelitian untuk mengidentifikasi sektor apa saja yang dapat dijadikan sektor unggulan Kota Cimahi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sektor-sektor unggulan (basis) di Kota Cimahi dan sektor unggulan yang kompetitif dan mempunyai spesialisasi pada perekonomian Kota Cimahi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode LQ, Metode Analisis Shift Share Klasik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pertama, dari angka PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 selama kurun waktu 2003-2005 dapat diketahui bahwa sektor unggulan di Kota Cimahi dengan menggunakan metode LQ (Location Quetient) terdapat 3 sektor yang dapat dijadikan sektor unggulan jika dilihat dari nilai LQ pada tahun 2003-2005, sektor tersebut adalah sektor bangunan dan konstruksi, sektor listrik, gas dan air bersih, dan sektor industri pengolahan. Kedua, penjabaran mengenai faktor penyebab perubahan struktur ekonomi dapat diketahui dengan analisis shift share. Dilihat dari hasil analisis shift share klasik pada tahun 2003-2004 sektor yang mempunyai nilai positif adalah sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan kontruksi dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sedangkan pada tahun 2004-2005 adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa. i KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T karena hanya dengan berkat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : ”SEKTOR-SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KOTA CIMAHI PERIODE 2003-2005“ sebagai karya tulis ilmiah yang ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian sidang guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekononomi, Universitas Islam Bandung. Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ayahanda Drs.H. Djumari, Ayahanda H. L.Suradji dan Ibunda Hj. Endah, Ibunda Hj. Tuminah, Kakak-kakakku Deni dan Toni, serta Adik-adikku Desi, Agung dan Atha tercinta yang dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan memberikan dukungan materi maupun moril, serta seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberikan dorongan dan do’a demi kemajuan penulis. Penulis dengan segala kekurangannya menyadari betul bahwa skripsi ini belum mampu secara detail menjelaskan fenomena yang diteliti. Namun sebagai sebuah studi awal dan rangkaian dari proses pembelajaran, kiranya pembahasan yang dikemukakan di dalamnya cukup untuk dijadikan bahan pertimbangan. Besar harapan penulis kelak skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri, bagi lingkungan akademik, maupun bagi pihak lain yang akan mengembangkan lebih lanjut menjadi fokus studi awal yang komprehensif. Penulis menyadari bahwa semua usaha yang telah dilakukan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehinggan penulis dapat menyelesaikan skripsi yang ii merupakan syarat utuk mencapai gelar kesarjanaan di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Bandung. Sebagai rasa syukur atas terselesaikannya skripsi ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghormatan yang sebesarbesarnya kepada : 1. Prof. Dr. H. E. Saefullah, SH., LLM. Rektor Universitas Islam Bandung. 2. Bapak Firman Alamsyah, SE, M.Sc. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Bandung. 3. Bapak Hady Sutjipto, SE., M.Si. Selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Bandung dan juga sebagai Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan arahan serta saran-saran perbaikkan selama penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Aan Julia, SE., M.Si. Selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Bandung.. 5. Ibu Noviani, SE, M.Si. Selaku Dosen Wali penulis selama menempuh studi di program studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam bandung dan juga sebagai Dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan koreksi dan pemikiran-pemikiran disaat penulis mengalami kebuntuan 6. Para Dosen di Program Studi Ilmu Ekonomi : Bapak Yuhka SE, Bapak Susilo, SE., MSi. Ibu Atih Rohaeti Dariah, SE., MSi. Ibu Hj. Mientarsih, SE., MM. Ibu Asnita Frida Sembayang, SE., MSi. Ibu Ria Haryatiningsih, SE., MT. Ibu Nurfahmiyati, SE., MSi. Ibu Ima Amaliah, SE., MSi. Ibu Hj. Westi Riani, SE. Bapak Meidy Hafiz, SE, Ibu Dewi Rahmi, SE., ME. yang telah banyak iii memberikan bekal ilmu yang bermanfaat dan besar perannya dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Seluruh Staff, karyawan dan karyawati Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Bandung yang telah banyak membantu dalam kelengkapan administrasi penulis selama masa perkuliahan hingga menjelang sidang. 8. Sahabat-sahabat seperjuangan di IE angkatan 2001 : Rangga Mahardika, Widi Utama, Herlia, Siska Afriani, Murniatylatar, Citra Widya, Herna, Sendi, Dadan Ramdan dan Hamdani, Dery, Dadang, Iceu, Amed, Wildan, Gery, Hadi, Erik, Gabe, Yodam, Rhadita Aji, Antok Dian, Yulianto, Hasnan, Andri Wahyudi, Tanjung, Afudin Rahman, Deni CS, Herna Mustika, Endah, Terima kasih atas pemikiran, motivasi dan kekeluargaannya kepada penulis. 9. Rekan-rekan Program Studi Ilmu Ekonomi Angkatan 2001 dari kelas A sampai kelas C, yang tidak bisa dituliskan satu per satu disini. Terima kasih atas kerja samanya selama ini. 10. Akang dan Teteh angkatan 99 dan 00 : Taufik, Indra Prasetyo, SE, Agung, SE, Ricky, SE, Acil Bagja, Nanda, Surya, Idat Rohadiyat, SE, Rahmat, Helmy, Angga, Robby, Andrian Welly, SE, dan semuanya, terima kasih atas segala sharing pengalaman dan motivasi kepada penulis selama ini. 11. Adik-adikku beserta tim futsal di Program Studi Ilmu Ekonomi dari angkatan 2002 sampai dengan angkatan 2005 :Ganjar Sukma, Fitri Foridayanti, Kiki Kisti Hakim, Resti Resmawati, Sandy Adriadi, Dieta Frieska, Desra Santika, Mpok Norri, Wulan, andien, Srie, Emma, Ratna (Bunda), Dedi, Iwan dan Fadly, Novyan, Hilman, Indra, dan semuanya, Adit, Gamal, Wempi, Koko, iv Gilan, Toni, Titin, Tieke, Dede Rizky, Dicky, Ali, Hanafi dan kawan-kawan, Dana, Ami, Wawa, Andra, dan kawan-kawan, Daus, Fahmy Bo, Ian, Akbar, Asep, Vera, Vira, Reni, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu per satu. 12. Chandra, Eka, Cundra, Deda, Yuda, Slamet, Daniel, beserta teman-temannya di Fikom Angk. 00-01, Jajang Nurjaman, Tantan, Harry di Fakultas Tekhnik 01, Dikdik, Ivo, Gerry, Welly di Program Studi Manajemen, Ahdi, Hendrizal, Bahari, Rediatami di Program Studi Akuntansi 01 dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu disini, Terima kasih. Bandung, Mei 2007 Penulis v Daftar Isi DAFTAR ISI ABSTRAK............................................................................................................. i KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii DAFTAR ISI........................................................................................................ vi DAFTAR TABEL.............................................................................................. viii DAFTAR GRAFIK.............................................................................................. ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................1 1.2 Identifikasi Masalah.............................................................................. 9 1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 9 1.4 Kegunaan Penelitian............................................................................. 9 1.5 Kerangka Pemikiran.............................................................................10 1.6 Metode Penelitian............................................................................... 14 1.6.1. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data.......................... 14 1.6.2. Metode Analisis Data................................................................15 1.6.2.1. Metode LQ...................................................................15 1.6.2.2. Analisis Shift share...................................................... 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi........................................ 20 2.2. Pembangunan Ekonomi Daerah........................................................ 22 2.3. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah................................. 25 2.4. Otonomi Daerah................................................................................ 26 2.5. Teori Basis Ekonomi......................................................................... 28 2.6. Location Quotient (LQ).............................................................. ....... 29 2.7. Analisis Shift-Share............................................................................ 31 2.8. Studi Empiris...................................................................................... 34 2.8.1. Penelitian Siti Fatimah dan Haris.............................................. 34 2.8.2. Penelitian Teguh Permana......................................................... 34 2.8.3. Penelitian Taufik Simamora...................................................... 36 vi Daftar Isi BAB III OBJEK PENELITIAN 3.1. Sejarah Kota Cimahi.......................................................................... 39 3.2. Gambaran Geografis Kota Cimahi.................................................... 41 3.3. Kondisi Tata Ruang dan Lingkungan Hidup..................................... 42 3.4. Kondisi Sarana dan Prasarana Perkotaan.......................................... 44 3.5. Kependudukan dan Ketenagakerjaan................................................. 46 3.6. Pertumbuhan Perekonomian Kota Cimahi........................................ 50 3.7. PDRB Kota Cimahi........................................................................... 50 3.8. PDRB Provinsi Jawa Barat................................................................ 52 3.9 Perbandingan distribusi PDRB Kota Cimahi dengan Provinsi Jawa Barat ........................................................................................ 53 3.10. Potensi Kota Cimahi........................................................................ 54 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Sektor Unggulan Daerah................................................... 57 4.2 Hasil analisis shift share..................................................................... 66 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan......................................................................................... 76 5.2 Saran.................................................................................................... 77 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 79 LAMPIRAN……………………………………………………………………. 81 vii Daftar Isi DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1.1 LPE Kota Cimahi dan Provinsi Jawa Barat 2003-2005................................. 5 1.2 Distribusi Persentase PDRB Kota Cimahi dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2005........................................................................................... 5 1.3. Penduduk Menurut Lapangan Usaha............................................................. 8 1.4. Kemungkinan dari Pengaruh Alokasi.......................................................... 19 3.1 Luas Wilayah Kota Cimahi......................................................................... 42 3.2 Jumlah Penduduk dan Sex Ratio 2003-2005............................................... 47 3.3 Penduduk Kota Cimahi Berdasarkan Tingkat Pendidikan 2003-2005........ 47 3.4 Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas Kota Cimahi 2003-2005................ 49 3.5 Penduduk Yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Kota Cimahi Tahun 2003-2005 ........................................................................................ 49 3.6 Pertumbuhan Ekonomi Kota Cimahi dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2005......................................................................................... 50 3.7 PDRB Kota Cimahi Tahun 2003-2005........................................................ 51 3.8. PDRB Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2005............................................ 52 3.9. Perbandingan distribusi PDRB Cimahi dengan Jawa Barat.........................53 4.1. Hasil Analisis LQ Kota Cimahi Tahun 2003-2005...................................... 59 4.2. Hasil Analisis Shift Share Kota Cimahi Tahun 2003-2004......................... 67 4.3. Hasil Analisis Shift Share Kota Cimahi Tahun 2004-2005......................... 69 4.4. Ringkasan Analisis Penentuan Sektor Basis dan Analisis Sektor Unggulan Yang Kompetitif Serta Spesialisasinya Tahun 2003-2004.......................... 71 4.5. Ringkasan Analisis Penentuan Sektor Basis dan Analisis Sektor Unggulan Yang Kompetitif Serta Spesialisasinya Tahun 2003-2004.......................... 71 viii Daftar Isi DAFTAR GRAFIK Grafik Halaman 3.1. Banyaknya Perusahaan Industri Besar dan Sedang Kota Cimahi Tahun 2003-2005……………………………………………………….. 56 ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pembangunan merupakan suatu cara untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Tujuan pokok pembangunan pada dasarnya adalah mengusahakan adanya peningkatan kualitas atau perbaikan dari status atau kondisi sebelumnya, dalam hal ini adalah kesejahteraan rakyat. Pembangunan pada hakekatnya merupakan upaya menggerakkan sumberdaya pasif menjadi sumberdaya aktif, setiap perencanaan pemerintahan dan pembangunan harus diarahkan kepada upaya menggerakkan sumberdaya, biaya dan sarana yang dimiliki untuk penyelenggaraan pemerintahan dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat, melalui peningkatan kemampuan aparatur pemerintah agar profesional dan mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. (Renstra Kota Cimahi, 2003). Pembangunan juga merupakan suatu proses perubahan kearah yang lebih baik. Perubahan tersebut harus dilaksanakan secara menyeluruh, tidak hanya dibidang fisik material semata, akan tetapi juga mental spritual. Perhatian terhadap maslah pembangunan ekonomi semakin berkembang dan bertambah luas. Hal ini terlihat dari makin banyaknya segi-segi yang diperhatikan dalam mengevaluasi suatu proses pembangunan ekonomi. Mula-mula cukup dengan melihat perkembangan tingkat pendapatan perkapita masyarakat, tapi sekarang 1 Bab I Pendahuluan 2 cenderung untuk melihat adanya pembagian hasil akibat perkembangan ekonomi baik secara sektoral maupun secara wilayah. Salah satu pengarahan dari perkembangan ekonomi dalam suatu perencanaan ekonomi adalah dengan melihat kepentingan relatif setiap wilayah ekonomi dalam perekonomian nasional. Jadi disini peranan setiap wilayah selain dilihat dari kepentingan nya terhadap masing-masing wilayah, juga peranan setiap wilayah terhadap wilayah lainnya dengan tidak melupakan peranannya terhadap perkembangan perekonomian nasional secara keseluruhan. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Perubahan konsep pemerintahan dari sentralistis menjadi desentralistis sejalan dengan konsep otonomi daerah yang diterapkan dewasa ini. Otonomi daerah itu sendiri pada dasarnya merupakan suatu bentuk kebijakan desentralisasi pemerintahan dan fiskal. Desentralisasi pemerintahan membawa implikasi suatu daerah diberi wewenang yang lebih luas dalam proses perencanaan sampai dengan pengawasan atas pembangunan yang terjadi di daerahnya. Sedangkan Bab I Pendahuluan 3 desentralisasi fiskal lebih menitikberatkan pada kemampuan daerah dalam menciptakan dan mengelola keuangannya. Penyelenggaraan otonomi daerah diharapkan memberikan manfaat yang besar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Manfaat ini dapat diperoleh dengan mendorong pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, memperkuat kedudukan serta kemampuan pemerintah daerah, meningkatkan pelayanan umum, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan daerah. Otonomi daerah memberikan konsekuensi kepada daerah untuk dapat mengoptimalkan sumber daya yang ada bagi pembangunan di daerah. Optimalisasi ini dilaksanakan sebagai usaha mencapai kemandirian daerah. Potensi daerah yang memiliki keunggulan komparatif harus dikembangkan agar dapat bersaing dengan daerah lain. Pengembangan berbagai potensi tersebut sangat bergantung pada partisipasi semua elemen yang ada dalam masyarakat dengan ditunjang kebijakan yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Agar suatu daerah dapat berkompetisi dengan daerah yang lain, maka sebaiknya pola pembangunan didasarkan pada potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut atau biasa disebut pembangunan yang didasarkan pada core-competence. Dengan konsep pembangunan yang didasarkan pada kompetensi maka suatu daerah akan terdeferensiasi dari daerah lain berdasarkan potensi yang dimiliki. Pembangunan yang didasarkan pada kompetensi masing-masing daerah akan Bab I Pendahuluan 4 menghasilkan sektor atau produk unggulan yang mampu berkompetisi di pasar global. Dengan demikian perubahan fokus pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi merupakan suatu hal yang tidak dapat terelakan. Dengan menempatkan daerah dalam fokus pemerintahan yang desentralisasi, maka peluang pemberdayaan daerah baik secara sosial, ekonomi maupun politik akan lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena sebenarnya pemerintah daerahlah yang lebih mengerti akan kebutuhan, kapabilitas, potensi, dan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan pembangunan dibandingkan dengan pemerintah pusat. Cimahi merupakan salah satu Kota di Provinsi Jawa Barat yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2001, yang merupakan peningkatan status dari Pemerintah Kota Administratif Cimahi yang asalnya merupakan bagian dari Pemerintah Kabupaten Bandung. Peningkatan status Cimahi ini, di samping merupakan dampak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, juga untuk mengembangkan wilayah dan potensi yang telah dimiliki Cimahi. Sejak saat berdirinya, Kota Administratif Cimahi telah menunjukkan pertumbuhan yang cukup pesat, hal ini terutama karena letak geografisnya yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat, sehingga menjadikan Cimahi sebagai penyangga berbagai kegiatan perekonomian di Kota Bandung. Cimahi berubah statusnya menjadi Pemerintah Kota Cimahi sejak tanggal 21 Juni 2001, hal ini menjadikan Kota Cimahi sebagai kawasan perkotaan yang menarik bagi masyarakat daerah lain untuk mengembangkan Bab I Pendahuluan 5 kehidupan sosial ekonominya di Kota Cimahi, hal tersebut dapat terlihat melalui jumlah penduduk di Kota Cimahi yang selalu meningkat dari tahun ke tahunnya. Secara keseluruhan pada tahun 2005 Kota Cimahi memiliki penduduk sebanyak 509.189 jiwa, sedangkan tingkat kepadatan Kota Cimahi pada tahun 2005 adalah 12.666 jiwa/km2. Begitu juga dengan pertumbuhan ekonomi di Kota Cimahi, laju pertumbuhan ekonomi Kota Cimahi dari tahun ke tahunnya terus mengalami kenaikan, Pertumbuhan ekonomi Kota Cimahi dan perbandingannya dengan provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Cimahi Dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2005 (%) Tahun Pertumbuhan Ekonomi Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat 2003 4,18 5,13 2004 4,34 5,48 2005 4,56 6,08 Sumber : BPS Kota Cimahi, 2003-2005 Dari tabel 1.1 diatas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Cimahi mengalami kenaikan dari tahun ke tahunnya, yaitu dari 4,18 persen pada Tahun 2003 mengalami kenaikan sebesar 0,16 persen, yaitu menjadi 4,34 persen pada tahun 2004, sementara itu pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Kota Cimahi sebesar 4,56 persen, berarti meningkat sebesar 0,22 persen dari tahun sebelumnya. Salah satu indikator yang seringkali digunakan untuk menggambarkan struktur ekonomi wilayah adalah distribusi persentase sektoral.. Untuk melihat besarnya Distribusi PDRB Kota Cimahi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada tabel 1.2 . Bab I Pendahuluan 6 Tabel 1.2. Distribusi Persentase PDRB Kota Cimahi Dan Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003-2005 Sektor Distribusi Persentase Kota Cimahi Tahun 2004 2005 Distribusi Persentase Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 2005 1.Pertanian 0,18 0,18 14,61 14,11 2.Pertambangan 0,00 0,00 3,31 2,93 3.Industri pengolahan 62,76 62,57 42,01 42,67 4.Listrik, Gas & Air 3,72 3,72 2,29 2,30 5.Bangunan& konstruksi 6,25 6,19 2,83 3,17 6.Perdagangan 18,06 18,24 19,14 19,23 7.Angkutan, komunikasi 1,54 1,52 4,41 4,19 8.Keuangan 1,87 1,88 3,11 3,08 9.Jasa-jasa JUMLAH 5,61 100 5,71 100 8,30 100 8,33 100 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2004-2005 Tabel 1.2. diatas, menunjukan bahwa sektor industri pengolahan sangat dominan dalam pembentukan PDRB Kota Cimahi. Besarnya distribusi sektor industri pengolahan pada tahun 2005 sebesar 62,57 persen, walaupun ini merupakan penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai 62,76 persen. Pada sektor yang sama di Jawa Barat sektor ini hanya mempunyai distribusi sebesar 42,01 persen pada tahun 2004 dan mengalami kenaikan menjadi 42,67 persen pada tahun berikutnya. Sektor kedua yang terbesar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor tersebut memberikan distribusi sebesar 18,24 persen pada tahun 2005, ini merupakan peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya mempunyai distribusi sebesar 18,06 persen. Sedangkan di sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat sektor perdagangan pun merupakan sektor yang mempunyai distribusi terbesar kedua, sektor ini mempunyai distribusi sebesar 19,14 persen pada tahun 2004 dan meningkat menjadi 19,23 persen pada tahun berikutnya. Bab I Pendahuluan 7 Sektor bangunan dan kontruksi berada di urutan ketiga dalam distribusinya terhadap pembentukan PDRB Kota Cimahi, sektor ini mempunyai distribusi sebesar 6,25 persen pada tahun 2004 dan mengalami penurunan di tahun berikutnya menjadi 6,19 persen. Sektor-sektor lainnya seperti sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, listrik, gas dan air bersih, pengangkutan dan komunikasi, serta keuangan, persewaan dan jasa perusahaan peranannya masih di bawah 5 persen dalam kontribusinya terhadap PDRB Kota Cimahi. Sedangkan sektor jasa-jasa pada Kota Cimahi hanya memberikan distribusi sebesar 5,61 persen lalu meningkat menjadi 5,71 persen pada tahun berikutnya. Tetapi walaupun hanya memberikan distribusi yang kecil sektor jasa-jasa mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 26.671 jiwa dan meningkat menjadi 27.285 jiwa pada tahun 2005. Hanya dibawah sektor industri pengolahan yang mampu menyerap 73.927 jiwa pada tahun 2004 dan meningkat pada tahun 2005 menjadi 81.855 jiwa dan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 33.652 jiwa pada tahun 2004 dan meningkat pada tahun 2005 menjadi 34.668 jiwa. Jumlah Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kota Cimahi tahun 2004-2005 dapat dilihat pada tabel 1.3. Bab I Pendahuluan 8 Tabel 1.3. Jumlah Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kota Cimahi Tahun 2004-2005 Sektor 1. Pertanian 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan dan kontruksi 6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa JUMLAH Tahun 2004 1.611 0 73.927 1.611 10.919 33.652 10.740 2005 963 0 81.855 2.889 8.667 34.668 10.914 2.685 26.671 2.247 27.285 161.816 169.488 Sumber : BPS Kota Cimahi, 2003-2005 Kota Cimahi pada masa yang akan datang diharapkan menjadi suatu kota yang maju melalui pemanfaatan dari semua potensi daerah atau sektor-sektor unggulan yang memberikan kontribusi bagi kehidupan masyarakat, sehingga terwujud suatu kota yang mampu memanfaatkan segenap potensi yang dimilikinya. Sektor-sektor manakah yang perlu dikembangkan agar perekonomian Kota Cimahi dapat tumbuh dan berkembang. Dari penjelasan-penjelasan tersebut sudah jelas bahwa potensi daerah yang memiliki keunggulan komparatif harus dikembangkan agar dapat bersaing dengan daerah lain dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Berdasarkan fenomenafenomena tersebut penulis tertarik untuk mengetahui sektor-sektor apa saja yang menjadi sektor unggulan di Kota Cimahi, sehubungan dengan latar belakang tersebut maka dalam penyusunan skripsi ini penulis mengambil judul sebagai berikut “Sektor-sektor Unggulan Kota Cimahi Periode 2003-2005 “. Bab I Pendahuluan 1.2. 9 Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah diatas maka dapat ditarik beberapa permasalahan dalam penelitian ini yaitu : 1. Sektor - sektor apa saja yang menjadi sektor unggulan (basis) di Kota Cimahi? 2. Sektor manakah yang dapat dijadikan sebagai sektor unggulan yang kompetitif dan ada spesialisasinya pada perekonomian Kota Cimahi? 1.3. Tujuan penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Sektor-sektor unggulan (basis) di Kota Cimahi. 2. Sektor unggulan yang kompetitif dan mempunyai spesialisasi pada perekonomian Kota Cimahi. 1.4. Kegunaan Penelitian Penulis berharap bahwa dari hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi beberapa pihak antara lain : 1. Bagi pihak penulis, yaitu memperoleh kesempatan untuk mencoba menganalisis secara praktis dan sistematis, serta dapat memecahkan berbagai masalah dilapangan sesuai dengan kemampuan ilmu yang dimiliki penulis yang diperoleh semasa mengikuti proses perkuliahan. Bab I Pendahuluan 10 2. Bagi pihak lain diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan atau rujukan untuk penelitian sejenis atau penelitian lanjutan. 1.5. Kerangka pemikiran Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu mayarakat meningkat dalam jangka panjang. Dalam memberikan definisi pembangunan ekonomi, para ahli ekonomi pembangunan dan para perencana ekonomi pembangunan nampaknya terjadi suatu evolusi dalam pemikiran mereka sehingga lahirlah pengertian pembangunan ekonomi yang baru, pembangunan dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi, pada hakekatnya, pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun spiritual. ( Todaro dan Smith, 2003). Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan Bab I Pendahuluan 11 kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah, mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja bagi masyarakat daerah. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus mengambil inisiatif dalam pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya harus mampu menaksir potensi-potensi sumber daya yang diperlukan dalam merancang dan membangun perekonomian daerah. Otonomi daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara optimal. Otonomi daerah juga memberikan peluang bagi persaingan sehat antar daerah. Untuk mewujudkan keadaan tersebut, berlaku proposisi bahwa pada dasarnya segala persoalan sepatutnya diserahkan kepada daerah untuk mengidentifikasikan, merumuskan, dan memecahkannya, kecuali untuk persoalan-persoalan yang memang tidak mungkin diselesaikan oleh daerah itu sendiri dalam perspektif keutuhan negara-bangsa. (Faisal Basri, 2002). Menurut teori exsport base yang dikemukakan oleh North, menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya, dimana tahap akhir dari proses pertumbuhan daerah adalah tercapainya spesialisasi daerah tersebut dalam mengekspor modal, tenaga kerja ahli, dan jasa-jasa. Sektor ekspor dalam artian sektor yang memiliki nilai “surplus” dimana hasil produktifitas dari sektor tersebut selain dapat memenuhi kebutuhan / pasar juga memungkinkan untuk diekspor ke daerah lain. Sektor yang mempunyai nilai surplus inilah yang disebut sektor unggulan daerah. Penentuan Bab I Pendahuluan 12 sektor unggulan daerah didasarkan pada besarnya pangsa dari tiap-tiap sektor daerah penelitian Kota Cimahi terhadap pangsa masing-masing sektor terhadap daerah himpunan Provinsi Jawa Barat. Pentingnya basis ekonomi bagi suatu daerah yaitu jika bertambahnya basis sektor didalam suatu daerah akan menambah arus pendapatan kedalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa serta akan menambah penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian, kegiatan basis sebagai penggerak utama terhadap perekonomian regional. Menurut Harry W, Richardson (2001:16-17), perekonomian regional dibagi menjadi dua sektor basis yaitu kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ke tempat-tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atau memasarkan barang-barang dan jasa-jasa keluar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan non basis adalah kegiatan-kegiatan yang menyediakan barangbarang yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batasbatas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sektor basis ekonomi adalah sektor-sektor dan bagian-bagiannya dimana aktivitas ekonominya lebih tergantung kepada sektor eksternal daripada ekonomi lokal, sedangkan non basis terdiri dari sektor-sektor/bagian dari sektor tersebut yang ekonominya sangat tergantung kepada ekonomi lokal. Konsep ekonomi basis membedakan secara tegas aktivitas perekonomian regional menjadi sektor basis dan non basis. Aktivitas sektor basis menghasilkan produk ekspor, yaitu barang dan jasa yang dikonsumsi oleh pembeli yang sengaja Bab I Pendahuluan 13 berkunjung. Sedangkan sektor non basis menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan pasar domestik saja. Sektor nonbasis tumbuh sebagai konsekuensi adanya permintaan dari sektor-sektor basis untuk melayaninya, misalnya jasa transportasi, perdagang eceran, penyediaan barang dan sebagainya. Untuk mengidentifikasi aktivitas yang termasuk sektor basis atau non basis, dapat ditempuh metode langsung atau metode tidak langsung. Metode langsung melibatkan survey langsung lapangan sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang banyak. Sedangkan metode yang tidak langsung aktivitas perekonomian dikategorikan menurut asumsi tertentu. Metode ini termasuk dalam analisis Location Question (LQ) yang didasarkan pada gagasan bahwa taraf konsentrasi atau spesialisasi suatu sektor ditunjukkan oleh kontribusinya dalam perokonomian. Dengan membandingkan kontribusi suatu sektor dalam perekonomian regional dan nasional, dapat diketahui apakah sektor yang bersangkutan merupakan spesialisasi region sehingga dapat diekspor. Analisis indeks LQ didasari atas asumsi-asumsi: (a) penduduk disetiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan nasional, dan (b) hasil produksi daerah terlebih dahulu disalurkan untuk memenuhi permintaan lokal baik sebagai barang antara maupun sebagai barang akhir. Hal ini berarti mengabaikan fakta perbedaan antar daerah dalam hal selera, kebutuhan, tingkat pendapatan perkapita, dan struktur ekonomi. Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan perubahan struktur perekonomian daerah yang menyebabkan Bab I Pendahuluan 14 terjadinya perubahan struktur ekonomi terhadap struktur ekonomi regional atau nasional, sehingga dapat diketahui kinerja perekonomian di suatu daerah dibandingkan dengan kinerja daerah yang luas. Apabila dari perbandingan tersebut terdapat penyimpangan positif maka daerah tersebut ada keunggulan kompetitif dan apabila penyimpangan dari perbandingan negatif maka daerah tersebut tidak ada keunggulan kompetitif. 1.6. Metode Penelitian 1.6.1. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Cimahi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan. Studi kepustakaan ini bersumber dari buku-buku teks, makalah, artikel, internet dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan penelitian penulis. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, menurut Whitney, (1998 : 63) mendefinisikan metede deskriptif adalah pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat. Penelitian deskriptif memepelajari masalah-masalah dalam masyarakat atau situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Bab I Pendahuluan Selanjutnya 15 Suryabrata, (1983) adalah menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat menegenai fakta-fakta dan sifat-sifat daerah tertentu. Ciri-ciri penelitian deskriptif analisis menurut Surakhmad, (1990) adalah memusatkan perhatian kepada masalah-masalah yang ada pada sekarang atau masalah aktual. 1.6.2. Metode Analisis Data 1. Metode Location Question (LQ) Location quotient (kuesion lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri disuatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri secara nasional. Rumusnya adalah sebagai berikut: LQ = ( MI / M) Ri / R Dimana : MI = PDRB pada sektor i didaerah yang diselidiki M = PDRB Seluruh sektor didaerah yang diselidiki Ri = PDRB Pada sektor i diseluruh daerah R = PDRB Seluruh sektor diseluruh daerah a) Jika LQ > 1 menunjukkan bahwa daerah yang diselidiki lebih terspesialisasi dalam aktivitas tersebut dibandingkan dengan seluruh daerah dalam hal ini Bab I Pendahuluan 16 mengimplementasikan bahwa daerah yang diselidiki mempunyai potensi ekspor untuk memenuhi kebutuhan lainnya. b) Jika LQ < 1 maka peranan sektor itu didaerah tersebut lebih kecil dari peranan sektor tersebut secara nasional. c) Jika LQ = 1 maka sektor-sektor tersebut habis dikonsumsi. 2. Analisis Shift Share Analisis Shift Share Klasik Analisis shift share digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi daerah terhadap struktur ekonomi regional atau nasional, sehingga dapat diketahui kinerja perekonomian di suatu daerah dibandingkan dengan kinerja daerah yang lebih luas regional atau nasional. Apabila dari perbandingan tersebut terdapat penyimpangan positif maka daerah tersebut ada keunggulan kompetitif dan apabila penyimpangan dari perbandingan tersebut negatif maka daerah tersebut tidak ada keunggulan kompetitif. Contoh perhitungan Shift Share Klasik: Dij = E’ij – Eij Nij = Eij – rn Mij = Eij ( rin - rn) Cij = Eij ( rij – rin ) Bab I Pendahuluan 17 Keterangan : Eij = Kesempatan kerja disektor i didaerah j Ein = Kesempatan kerja disektor i didaerah ditingkat region En = Kesempatan kerja ditingkat region Dij = Kesempatan kerja nyata Nij = Pertumbuhan regional Mij = Bauran industri Cij = Keunggulan kompetitf Adapun kriteria untuk mengukur bahwa sektor tersebut mempunyai keunggulan kompetitif dapat dilihat apabila nilai Cij terdapat nilai penyimpangan yang positif. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan ekonomi bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya. Todaro mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh 3 nilai pokok yaitu : 1. Berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs). 2. Meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia. 3. Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses agar saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi tersebut dapat dilihat dan dianalisis. Dengan cara tersebut bisa diketahui deretan peristiwa yang timbul dan akan mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya. Selanjutnya pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan per kapita, karena kenaikan itu merupakan penerimaan dan timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat. Biasanya laju pembangunan ekonomi suatu negara ditunjukkan dengan menggunakan tingkat pertambahan GDP/GNP. 20 Bab II Tinjauan Pustaka 21 Pengertian pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingakat pertumbuahan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Sedangkan pembangunan ekonomi mempunyai pengertian yang lebih luas. Pembangunan ekonomi disamping mencakup pertumbuhan ekonomi juga mengandung arti terjadinya pertumbuhan dalam struktur output maupun input, perubahan dan teknik produksi, dan perubahan dalam sikap dan perilaku sosial serta kerangka kelembagaan menuju kepada keadaan dan taraf hidup yang secara menyeluruh lebih baik. Pengertian pertumbuhan ekonomi menurut Boediono, (1985 : 60), adalah “proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang” penekanan pada proses karena mengandung unsur dinamis perubahan atau perkembangan oleh karena itu pemakaian indikator pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam kurun waktu tetentu misalnya selama pelita atau periode tertentu tetapi dapat pula secara tahunan. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai penjelasan mengenai beberapa faktor apa saja yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lainnya sehingga menimbulkan pertumbuhan. Jadi pertumbuhan ekonomi adalah suatu kriteria yang logis mengenai bagaimana proses pertumbuhan terjadi. Dikaitkan dengan permasalahan daerah, yaitu mengenai perbandingan tingkat kemakmuran antar daerah yang biasa disebut ketimpangan daerah, diperlukan kebijakan pengembangan daerah untuk 21 Bab II Tinjauan Pustaka 22 menghubungkan kegiatan yang terpisah-pisah pada suatu daerah, sangat penting untuk mencapai tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan. Analisis ekonomi daerah pada hakekatnya membahas mengenai kegiatan perekonomian yang ditinjau dari segala sudut segala penyebaran aktifitas ekonomi pada berbagai lokasi dalam suatu ruang. Disamping itu analisis mengenai ekonomi daerah melibatkan dirinya pula dalam menganalisis ekonomi suatu daerah ditinjau secara sektoral maupun secara makro. Analisis makro dan sektoral mengenai suatu perekonomian daerah lain meliputi analisis mengenai faktorfaktor yang akan menimbulkan pertambahan ekonomi disuatu daerah, peranan berbagai sektor dalam pembangunan ekonomi daerah, masalah-masalah yang dihadapi oleh suatu perekonomian daerah, dan corak strategi dasar maupun kebijaksanaan yang perlu dilaksanakan dalam pembangunan suatu daerah. (Teori Pertumbuhan Ekonomi, Boediono, 1992 ; 2) 2.2. Pembangunan Ekonomi Daerah Pengertian pembangunan ekonomi nasional yaitu suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Pembangunan ekonomi daerah menurut Lincolin Arsyad, (1999 : 298) adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dengan swasta. Dengan kata lain adanya hubungan kerjasama yang positif untuk menciptakan lapangan kerja (pekerjaan) baru dan merangsang perkembangan 22 Bab II Tinjauan Pustaka 23 kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Dalam pembangunan daerah di suatu daerah, kebijakan yang diambil harus sesuai dengan kondisi (masalah, kebutuhan dan potensi) daerah yang bersangkutan. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Pengertian daerah berbeda-beda tergantung pada aspek tinjauannya. Dari aspek ekonomi, daerah mempunyai tiga pengertian yaitu: 1. Suatu daerah dianggap sebagai ruang di mana kegiatan ekonomi terjadi dan di dalam berbagai pelosok ruang tersebut terdapat sifat-sifat yang sama. Kesamaan sifat-sifat tersebut antara lain dari segi pendapatan per kapitanya, sosial budayanya, geografis, dan sebagainya. Daerah dalam pengertian seperti ini disebut daerah homogen. 2. Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah dalam pengertian seperti ini disebut daerah nodal. 3. Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada di bawah satu administrasi tertentu seperti satu propinsi, kabupaten, kecamatan, dan sebagainya. Jadi daerah di sini berdasarkan pada pembagian administratif suatu negara. Daerah dalam pengertian seperti ini dinamakan daerah perencanaan atau daerah administrasi. 23 Bab II Tinjauan Pustaka 24 Dalam perencanaan pembangunan ekonomi daerah pengertian ketiga tersebut di atas lebih banyak digunakan, karena: 1. Dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan daerah diperlukan tindakan-tindakan dari berbagai lembaga pemerintah. Oleh karena itu, akan lebih praktis jika suatu negara dipecah menjadi beberapa daerah ekonomi berdasarkan satuan adminstratif yang ada. 2. Daerah yang batasannya ditentukan secara administratif lebih mudah dianalisis, karena biasanya pengumpulan data di berbagai daerah dalam suatu negara, pembagiannya didasarkan pada satuan administratif. Dalam melakukan pembangunan ekonomi daerah juga, indikator yang harus diperhatikan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB perkapita, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE). Prestasi ekonomi suatu daerah dapat diukur melalui sebuah besaran dengan istilah PDRB. Nilai PDRB dapat menunjukkan ukuran pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita suatu daerah. PDRB adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian di tingkat daerah, baik itu yang dilakukan oleh penduduk dari daerah maupun penduduk dari daerah lain yang bermukim di daerah tersebut. PDRB merupakan indikator pertama untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi daerah. (Todaro, 2000 ; 52). Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia sebagai modal utamanya, kelembagaan yang mengurus dan mengelola 24 Bab II Tinjauan Pustaka 25 serta mengawasi dan struktur fisik daerah secara lokal. Setiap pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama yaitu mensejahterakan kehiduapan masyarakat didaerah tersebut, peningkatan pendapatan perkapita masyarakat daerah, meningkatkan jumlah dan perluasan lapangan pekerjaan di daerah sehingga standar hidup masyarakat didaerah meningkat. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut perlu kiranya pemerintah daerah dan masyarakat daerah harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus mampu dikelola sebaik baiknya, dan mampu melihat potensi-potensi sumberdaya yang ada yang diperlukan untuk menunjang pertumbuhan dan pembangunan ekonomi didaerah. 2.3. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah Teori ekonomi Neo Klasik memberikan 2 konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah yaitu keseimbangan (equilibrium) dan mobilitas faktor produksi. Artinya, sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiahnya jika modal bisa mengalir tanpa pembatasan. Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju ke daerah yang berupah rendah. Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja. Teori tempat sentral menganggap bahwa setiap tempat sentral didukung 25 Bab II Tinjauan Pustaka 26 oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. 2.4. Otonomi Daerah Hakikat otonomi adalah mengembangkan manusia-manusia Indonesia yang otonom, yang memberikan keleluasaan bagi terkuaknya potensi-potensi terbaik yang dimiliki oleh setiap individu secara optimal. Individu-individu yang otonom menjadi modal dasar bagi perwujudan otonomi daerah yang hakiki. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Otonomi juga memberikan peluang bagi persaingan sehat antar daerah, tentu saja dengan jaring-jaring pengaman, bagi tercapainya persyaratan minimum bagi daerah-daerah yang dipandang masih belum mampu menyejajarkan diri dalam suatu level of playing field. Otonomi daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara optimal. Untuk mewujudkan keadaan tersebut, berlaku proposisi bahwa pada dasarnya segala persoalan sepatutnya diserahkan kepada daerah untuk mengidentifikasikan, merumuskan, dan memecahkannya, kecuali 26 Bab II Tinjauan Pustaka 27 untuk persoalan-persoalan yang memang tidak mungkin diselesaikan oleh daerah itu sendiri dalam perspektif keutuhan negara-bangsa. Bukan sebaliknya, yaitu proposisi bahwa seluruh persoalan pada dasarnya harus diserahkan kepada pemerintah pusat, kecuali untuk persoalan-persoalan tertentu yang telah dapat ditangani oleh daerah. Otonomi daerah membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi daerah untuk mengaktualisasikan segala potensi terbaiknya secara optimal. Dengan demikian, setiap daerah niscaya memiliki satu atau beberapa keunggulan tertentu, relatif terhadap daerah-daerah lainnya. Beberapa prasyarat dibutuhkan untuk menyiapkan daerah-daerah menjadi pelaku aktif di kancah pasar global : 1. Terjaminnya pergerakan bebas dari seluruh faktor produksi , barang, dan jasa di dalam wilayah Indonesia, kecuali untuk kasus-kasus yang dilandasi oleh argumen nonekonomi. 2. Proses politik yang juga menjamin keotonomian masyarakat lokal melalui partisipasi politik dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak kepada publik. 3. Tegaknya good governance baik di pusat maupun di daerah, sehingga otonomi daerah tidak menciptakan bentuk-bentuk KKN baru. 4. Keterbukaan daerah untuk bekerja sama dengan daerah-daerah lain tetangganya untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya yang ada. Jangan sampai keputusan ekonomi dikendalai oleh batas-batas wilayah. 5. Fleksibilitas sistem insentif. 27 Bab II Tinjauan Pustaka 28 6. Peran pemerintah daerah lebih sebagai regulator yang bertujuan untuk melindungi kelompok minoritas dan lemah serta menjaga harmoni dengan alam sekitar, bukan regulator dalam pengertian serba mengatur. 2.5. Teori Basis Ekonomi Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual produk/jasa ke luar wilayah baik ke wilayah lain dalam negara itu maupun ke luar negeri. Tenaga kerja yang berdomisili di wilayah kita, tetapi bekerja dan memperoleh uang dari wilayah lain termasuk dalam pengertian ekspor. Pada dasarnya kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah disebut kegiatan basis. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi dari permintaan yang bersifat exogenous (tidak tergantung pada kekuatan intern/permintaan lokal). Semua kegiatan lain yang bukan kegiatan basis termasuk ke dalam kegiatan/sektor service atau sektor non basis. Sektor nonbasis adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Oleh sebab itu, kenaikannya sejalan dengan kenaikan pendapatan masyarakat setempat. Menurut Paul Sitohang,(1990:63), perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor, yaitu sektor basis dan sektor non basis Sektor basis (basic 28 Bab II Tinjauan Pustaka 29 sector) adalah kegiatan-kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atau memasarkan barang-barang dan jasa mereka kepada orang-orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sektor non basis adalah kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barangbarang jadi, ruang lingkup produksi mereka dan daerah pasar mereka yang terutama bersifat lokal. Bertambah banyaknya sektor basis di suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang dan jasa di dalamnya dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan sektor non basis. Sebaliknya, berkurangnya kegiatan sektor basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk ke dalam daerah yang bersangkutan dan turunnya permintaan terhadap produk dari kegiatan sektor non basis. 2.6. Location Quotient (LQ) Location quotient atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri disuatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional. Istilah wilayah nasional dapat diartikan untuk wilayah induk/wilayah atasan. Misalnya, apabila diperbandingkan antara 29 Bab II Tinjauan Pustaka 30 wilayah kabupaten dengan provinsi, maka provinsi memegang peranan sebagai wilayah nasional , dan seterusnya. Apabila LQ > 1 artinya peranan sektor tersebut didaerah itu lebih menonjol daripada peranan sektor itu secara nasional. Sebaliknya, apabila LQ <1 maka peranan sektor itu didaerah tersebut lebih kecil daripada peranan sektor tersebut secara nasional. LQ >1 menunjukan bahwa peranan sektor i cukup menonjol didaerah tersebut dan seringkali sebagai petunjuk bahwa daerah tersebut surplus akan produk sektor i dan mengeksporrnya ke daerah lain. Daerah itu hanya mungkin mengekspor produk ke daerah lain atau luar negeri karena mampu menghasilkan produk tersebut secara lebih murah atau lebih efisisen. Atas dasar itu LQ >1 secara tidak langsung memberi petunjuk bahwa daerah memiliki keunggulan komparatif untuk sektor i dimaksud. Menggunakan LQ sebagai petunjuk adanya keunggulan komparatif dapat digunakan bagi sektor-sektor yang telah lama berkembang, sedangkan bagi sektor yang baru atau sedang tumbuh apalagi yang selama ini belum pernah ada, LQ tidak dapat digunakan karena produk totalnya belum menggambarkan kapasitas riil daerah tersebut. Adalah lebih tepat untuk melihat secara langsung apakah komoditi itu memiliki prospek untuk diekspor atau tidak, dengan catatan terhadap produk tersebut tidak diberikan subsidi atau bantuan khusus oleh daerah yang bersangkutan melebihi yang diberikan daerah-daerah lainnya. Analisis LQ sesuai dengan rumusnya memang sangat sederhana dan apabila digunakan dalam bentuk one shot analysis, manfaatnya juga tidak begitu besar, yaitu hanya melihat apakah LQ berada diatas 1 atau tidak. Akan tetapi, analisis LQ bisa dibuat menarik 30 Bab II Tinjauan Pustaka 31 apabila dilakukan dalam bentuk time-series/trend, artinya dianalisis untuk beberapa kurun waktu tertentu. Dalam hal ini, perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu sektor tertentu pada kurun waktu tertentu. Dalam hal ini, perkembangan LQ bisa dilihat untuk sustu sector tertentu pada kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan. Hal ini bisa memancing analisis lebih lanjut, misalnya apabila naik dilihat faktor-faktor yang membuat daerah kita tumbuh lebih cepat dari rata-rata nasional. Demikian pula apabila turun, dikaji faktor-faktor yang membuat daerah kita tumbuh lebih lambat dari rata-rata nasional. Hal ini bisa membantu melihat kekuatan/ kelemahan wilayah kita dibanding secara relatif dengan wilayah yang lebih luas. Potensi yang positif digunakan dalam strategi pengembangan wilayah. Adapun faktor-faktor yang membuat potensi sektor disuatu wilayah lemah, perlu dipikirkan apakah perlu ditanggulangi atau dianggap tidak prioritas. 2.7. Analisis Shift - Share Analisis shift-share juga membandingkan perbedaan laju pertumbuhan berbagai sektor (industri) didaerah kita dengan wilayah nasional. Akan tetapi, metode ini lebih tajam dibandingkan dengan metode LQ. Metode LQ tidak memberikan penjelasan atas faktor penyebab perubahan sedangkan metode shift – share memperinci penyebab perubahan atas beberapa variabel. Analisis ini memggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab 31 Bab II Tinjauan Pustaka 32 pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan ekonomi nasional. Ada juga yang menanamkan model analisis ini sebagai Industrial mix analysis, karena komposisi industri yang ada sangat mempengaruhi laju pertumbuhan wilayah tersebut. Artinya, apakah industri yang berlokasi diwilayah tersebut termasuk ke dalam kelompok industri yang secara nasional memang berkembang pesat dan bahwa industri tersebut cocok belokasi diwilayah itu atau tidak. Analisis shift-share dapat menggunakan variable lapangan kerja atau nilai tambah. Akan tetapi, yang terbanyak digunakan adalah variable lapangan kerja karena datanya lebih mudah diperoleh. Apabila menggunakan nilai tambah maka sebaiknya menggunakan data harga konstan. Pertambahan lapangan kerja (employment) regional total dapat diurai menjadi komponen shift dan share. Komponen share sering pula disebut komponen national share. Komponen national share (N) adalah banyaknya pertambahan lapangan kerja regional seandainya proporsi perubahannya sama dengan laju pertambahan nasional selama periode studi. Hal ini dapat dipakai sebagai kriteria bagi daerah yang bersangkutan untuk mengukur apakah daerah itu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari pertumbuhan nasional rata-rata. Komponen shift adalah penyimpangan (deviation) dari national share dalam pertumbuhan lapangan kerja regional. Penyimpangan ini positif didaerah-daerah yang tumbuh lebih lambat/ merosot dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja secara nasional. Bagi setiap daerah, shift netto dapat menjadi dua komponen, yaitu proportional shift component (P) dan differential shift component (D). 32 Bab II Tinjauan Pustaka 33 Proportional shift component (P) kadang-kadang dikenal sebagai komponen struktural atatu industrial mix, mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh komposisi sektor-sektor industri di daerah yang bersangkutan. Komponen ini positif didaerah daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh cepat dan negatif didaerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh dengan lambat atau bahkan sedang merosot. Differential shift componen (D) kadang-kadang dinamakan komponen lokasional atau regional adalah sisa kelebihan. Komponen ini mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industri tertentu yang tumbuh lebih cepat atatu lebih lambat didaerah yang bersangkutan dari pada tingkat nasional yang disebabkan oleh faktor – faktor lokasional intern. Jadi, suatu daerah yang mempunyai keuntungan lokasional seperti sumberdaya yang melimpah / efisien, akan mempunyai differential shift komponen yang positif, sedangkan daerah yang secara lokasional tidak menguntungkan akan mempunyai komponen yang negatif. Kedua komponen shift ini memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat ekstern dan yang bersifat intern. Proportional shift adalah akibat dari pengaruh unsur-unsur luar yang bekerja secara nasional, sedangkan differential shift adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja khusus di daerah yang bersangkutan. 33 Bab II Tinjauan Pustaka 2.8. 34 Studi Empiris 2.8.1. Analisis Penentuan Spesialisasi Sektor Di Kabupaten Boyolali, Siti Fatimah Nurhayati dan Haris, 1997 Hasil analisis shift share tahun 1997 dan 1998 ditemukan sekitar 930.479.296 pekerja baru dari pengaruh bauran industri dan dari pengaruh keunggulan kompetitif sebesar 5.629.455.825. Namun karena pengaruh dari pertumbuhan regional sebesar -1.027.924.972 menyebabkan kesempatan kerja nyata menjadi -91.816.200. Pengaruh negatif dari pertumbuhan regional juga tidak lepas dari pengaruh kondisi perekonomian nasional dimana pada tahun 1997 dan 1998 merupakan awal terjadinya krisis moneter dan ekonomi di Indonesia. Pengaruh pertumbuhan regional yang menjelaskan perbedaan kenaikan tenaga kerja regional dan tenaga kerja di Kabupaten Boyolali, menunjukkan bahwa laju pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Boyolali (-79,99%) lebih tinggi dari laju pertumbuhan kesempatan kerja di Jawa Tengah (-106,41%). Hal ini menyebabkan adanya kesempatan kerja baru di Kabupaten Boyolali pada semua sektor setara dengan kesempatan kerja di Provinsi Jawa Tengah. 2.8.2. Analisis Sektor Unggulan dan Kesempatan Kerja di Kabupaten Cirebon Periode 1998 – 2001, ( K. Teguh Permana, 2003) Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian Teguh Permana dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu : 1.Sektor yang nilai LQ yang lebih besar dari satu, dan disebut pula sektor unggulan yang mempunyai nilai ”surplus”, pada tahun 1998 sampai dengan 34 Bab II Tinjauan Pustaka 35 tahun 2001 adalah sektor pertanian, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Namun pada tahun 2001 ada peningkatan pada sektor listrik, gas dan air bersih yaitu pada tahun sebelumnya sektor ini bukan sektor unggulan namun pada tahun 2001 sektor ini merupakan sektor yang mampu untuk memenuhi kebutuhannya tidak mengimpor lagi dari luar Kabupaten Cirebon dengan LQ sama dengan satu. 2. Sektor-sektor yang nilai LQ lebih dari satu adalah sektor yang mampu memenuhi kebutuhan di daerahnya sendiri dan mampu untuk memenuhi kebutuhan di luar daerahnya atau di luar Kabupaten Cirebon, semakin tinggi nilai LQ maka akan semakin tinggi nilai ekspornya. Pada sektor pertanian pada tahun 1998 nilai LQ sebesar 1,4851 dan nilai ekspornya sebesar 106417.01, pada tahun 2001 ketika nilai LQ adalah 1.8664 nilai ekspornya meningkat pula yaitu sebesar 200758.52. 3.Efek pengganda dari sektor basis sangat berguna bagi pembangunan di Kabupaten Cirebon, dengan banyaknya sektor unggulan di Kabupaten Cirebon pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2001 akan berdampak positif terhadap sektor basis sendiri dan juga terhadap sektor bukan unggulan. 4.Sektor yang diharapkan menjadi sektor unggulan di waktu yang akan datang adalah sektor pertanian, sektor bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor jasa-jasa. Pada sektor listrik, gas dan air bersih pada tahun-tahun mendatang akan tetap menjadi sektor yang mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa mengimpor dari luar, 35 Bab II Tinjauan Pustaka 36 sedangkan di sektor keuangan pada tahun mendatang tidak akan menjadi sektor unggulan dilihat dari nilai DLQ kurang dari satu. 5.Mengenai penyerapan tenaga kerja di tiap-tiap sektor adalah : tidak kesemua sektor unggulan yang dapat berpengaruh langsung terhadap penyerapan tenaga kerja, namun pada sektor perdagangan bertambahnya atau berkurangnya pendapat di sektor tersebut akan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga di sektor ini. 2.8.3. Analisis Sektor-sektor unggulan Dalam Perekonomian Jawa Timur, (Taufik Simamora, 2003) Kesimpulan dari penelitian Taufik Simamora yaitu : 1. Dengan menggunakan Metode Shift Share, maka dalam proses pembangunan perekonomian Jawa Timur perode 1983 – 1997 dapat dilihat beberapa karakteristik pertumbuhan dari kelompok sektor ekonomi. Sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, mempunyai karakteristik pertumbuhan yang relatif lebih cepat, baik di tingkat nasional maupun bila dibandingkan dengan propinsi lain. Sementara sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi mempunyai karakteristik pertumbuhan yang relatif lebih cepat di tingkat nasional tetapi relatif lebih lambat bila dibandingkan dengan propinsi lain sementara sektor pertambangan dan penggalian merupakan satu-satunya sektor yang mempunyai karakteristik pertumbuhan yang relatif lebih lambat ditingkat nasional tetapi masih lebih 36 Bab II Tinjauan Pustaka 37 baik bila dibandingkan dengan propinsi lain. Sedangkan sektor pertanian dan sektor jasa mempunyai karakteristik pertumbuhan yang relatif lambat, baik di tingkat nasional maupun bila dibandingkan dengan propinsi lain. 2. Dengan menggunakan Metode Location Quotient, maka dalam proses pembangunan perekonomian Jawa Timur periode 1983 – 1997 dapat dilihat adanya kelompok sektor ekonomi yang merupakan sektor unggulan. Sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa merupakan sektor-sektor unggulan dalam pembangunan perekonomian Jawa Timur yang tercermin dari nilai koefisien LQ yang selalu tinggi. Menurut penelitian ini sektor infrastruktur perlu diperhatikan karena meskipun secara keseluruhan merupakan sektor unggulan, tetapi ternyata koefisien sektor ini mengalami penurunan. Sektor bangunan, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta pertambangan dan penggalian merupakan sektor yang memiliki koefisien yang rendah. Ini berarti bahwa sektor ini tidak memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan sektor yang sama dari wilayah lain. Serta tidak mudah untuk menentukan sektor unggulan dalam suatu proses pembangunan. Perkembangan suatu sektor mempunyai sifat yang dinamis artinya untuk suatu kurun waktu tertentu sektor tersebut bisa masuk ke dalam sektor unggulan, tetapi untuk kurun waktu berikutnya ternyata sektor tersebut tidak bisa dimasukkan lagi ke dalam sektor unggulan. Selain itu, beberapa metode yang digunakan untuk mengukur sektor unggulan ternyata tidak memberikan hasil yang 37 Bab II Tinjauan Pustaka 38 sama. Namun demikian, terdapat sektor ekonomi yang cukup menonjol dari beberapa metode penelitian yang dilakukan, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, yang merupakan sektor tersier. Dari hasil penelitian ini dengan menggunakan metode Location Quotient kita dapat mengadakan analisa multiplier untuk melihat seberapa besar angka pengganda yang dimiliki suatu wilayah berdasarkan ekonomi basis atau sektor ekonomi yang surplus. Pada periode 1983 – 1997 sektor non basis terdiri dari: sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sedangkan yang bertindak sebagai sektor basis adalah: sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta jasa-jasa. Besarnya angka multiplier yang diperoleh adalah 1,251 artinya adanya pertumbuhan satu tenaga kerja sektor basis akan menciptakan kesempatan kerja keseluruhan (sektor basis dan non basis) sebesar 1,251. 38 BAB III OBJEK PENELITIAN 3.10. Sejarah Kota Cimahi Cimahi mulai dikenal pada tahun 1811, Gubernur Jendral Willem Deandels membuat jalan Anyer Panarukan, dengan dibuatnya pos penjagaan (logi) di Alun-alun Cimahi sekarang. Pemerintah Kolonial Belanda (setelah berhasil memperoleh profit dari tanam paksa – culture stelsel 1830 – 1919) dalam upaya melestarikan penjajahannya, membangun kota-kota di Pulau Jawa. Bandung dirancang sebagai ibu kota Negara, dikelilingi oleh kota satelit walaupun saat itu belum dinamai kota yang berjarak 11 km, yaitu Cimahi, Soreang, Banjaran, Majalaya, Rancaekek, dan Lembang. Pada tahun 1935, berdasarkan Lampiran Staatsbald Tahun 1935 Nomor 123 Cimahi statusnya menjadi Kecamatan. Pada tahun 1962, Cimahi dibentuk kewedanan meliputi 5 (lima) Kecamatan yaitu : Cimahi, Padalarang, Batujajar, Cipatat, dan Cisarua. Selanjutnya Cimahi sebagai bagian dari Wilayah Kabupaten Bandung menunjukkan perkembangan yang mempunyai karakteristik perkotaan sehingga yang semula berstatus Kewedanan Cimahi, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1975 ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administratif (Kotif) serta diresmikan pada tanggal 29 Januari 1976. Pada saat itu Cimahi merupakan Kota Administratif pertama di Jawa Barat dan ketiga di 39 Bab III Objek Penelitian 40 Indonesia setelah Kota Administratif Bitung di Sulawesi Utara dan Banjar Baru di Kalimantan Selatan. Kotif Cimahi terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan, yaitu Kecamatan Cimahi Selatan, Cimahi Tengah, dan Cimahi Utara. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 12 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Tahun 2001 sampai Tahun 2010, Kotif Cimahi antara lain ditetapkan sebagai kawasan permukiman, kawasan militer dan zona industri. Sejak saat berdirinya Kota Administratif Cimahi telah menunjukkan pertumbuhan yang cukup pesat, hal ini terutama karena letak geografisnya yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat, sehingga menjadikan Cimahi sebagai penyangga berbagai kegiatan di Kota Bandung. Selain itu Cimahi menjadi Pusat Pendidikan Militer sejak jaman pendudukan Belanda dan telah tumbuh berbagai jenis perdagangan, jasa serta sektor lainnya. Sebagai prasyarat kelayakan suatu Kota, masyarakat Kotif Cimahi mendesak diadakannya Study Kelayakan Kotif Cimahi menjadi Kota oleh 5 (lima) Perguruan Tinggi, yaitu : UNPAD, ITB, UPI, STPDN, dan UNJANI. Dari hasil study kelayakan tersebut, ternyata merekomendasikan bahwa Kotif Cimahi layak menjadi suatu Daerah Otonom. Berdasarkan hasil perjuangan berbagai komponen masyarakat dan hasil study kelayakan tersebut diusulkan ke Gubernur Jawa Barat untuk mendapatkan persetujuan DPRD Tingkat I Jawa Barat. Adanya persetujuan dari Pemerintah Propinsi Jawa Barat selanjutnya diusulkan ke tingkat pusat yaitu Departemen 40 Bab III Objek Penelitian 41 Dalam Negeri dan Otonomi Daerah serta DPR RI. Dari hasil perjuangan yang cukup panjang, maka ditetapkanlah Undang – undang Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi yang disyahkan dan diundangkan pada tanggal 21 Juni tahun 2003. Secara formal Kota Cimahi diresmikan pada tanggal 17 Oktober 2001 oleh Menteri Dalam Negeri. 3.10. Gambaran Geografis Kota Cimahi Kota Cimahi terletak diantara 107 º 30’ 30” BT – 107 º 34’ 30” dan 6 º 50’ 00” - 6 º 56’ 00” Lintang Selatan. Luas wilayah Kota Cimahi 40,2 km2, menurut UU No.9 Tahun 2001 batas-batas administrasi Kota Cimahi yaitu : sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Parongpong, Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukasari, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan Cicendo, dan Kecamatan Andir Kota Bandung. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Margaasih, Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung dan Kecamatan Bandung Kulon Kota Bandung. Sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Padalarang, Kecamatan Batujajar, dan Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung. Kota Cimahi termasuk ke dalam wilayah Propinsi Jawa Barat, dan meliputi 3 Kecamatan yang terdiri dari 15 Kelurahan masing-masing adalah Kecamatan Cimahi Utara terdiri dari 4 Kelurahan, Kecamatan Cimahi Tengah terdiri dari 6 Kelurahan dan Kecamatan Cimahi Selatan terdiri dari 5 Kelurahan. Secara geografis, wilayah ini merupakan lembah cekungan yang melandai ke arah selatan, dengan ketinggian di bagian Utara ± 1.040 meter dpl (Kelurahan 41 Bab III Objek Penelitian 42 Cipageran Kecamatan Cimahi Utara) yang merupakan lereng Gunung Burangrang dan Gunung Tangkuban Perahu serta ketinggian di bagian selatan sekitar ± 685 meter dpl (di Kelurahan Melong Kecamatan Cimahi Selatan) yang mengarah ke Sungai Citarum. Suhu udara rata-rata pada tahun 2001 berkisar antara 18 º C – 29 º C. Sungai yang melalui Kota Cimahi adalah Sungai Cimahi dengan debit air rata-rata 3.830 l/dt, dengan anak sungainya ada lima yaitu Kali Cibodas, Ciputri, Cimindi, Cibeureum (masing-masing di bawah 200 l/dt) dan Kali Cisangkan (496 l/dt), sementara itu mata air yang terdapat di Kota Cimahi adalah mata air Cikuda dengan debit air 4 l/dt dan mata air Cisintok (93 l/dt). Pembagian luas wilayah perkecamatan di Kota Cimahi dapat dilihat pada tabel 3.1. : Tabel 3.1. Luas Wilayah Kota Cimahi Tahun 2005 Kecamatan Luas Wilayah (km²) Cimahi Selatan Cimahi Tengah Cimahi Utara Kota 16,92 10,00 13,31 40,23 Sumber : BPS Kota Cimahi, 2005 3.10. Kondisi Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Penggunaan lahan di Kota Cimahi sebagian besar sebagai lahan permukiman mencapai 39,21 % dari luas total wilayah, lahan militer 21,34 % serta lahan industri mencapai 17,06 %. Penggunaan lahan terkecil adalah untuk pusat perdagangan sekitar 3,41 %, sedangkan lahan untuk perkantoran yang tersebar di sepanjang jalan raya Cimahi dan di sekitar alun – alun sekitar 4,99 %. 42 Bab III Objek Penelitian 43 Kondisi transportasi menunjukkan ketidakseimbangan jaringan jalan dan sarana transportasi yang ada, terutama di jalan raya Cimahi yang dijadikan perlintasan semua kendaraan yang melintas di Kota Cimahi. Sementara itu pengaturan trayek angkutan kota masih memperlihatkan kinerja yang belum optimal sehingga kemacetan merupakan hal biasa yang terjadi di Kota Cimahi. Kondisi tersebut berdampak terhadap pencemaran udara akibat dari limbah buangan kendaraan berupa polusi udara dan suara yang berbahaya bagi pemakai jalan dan penduduk di sekitarnya. Salah satu dampak dari tingginya kegiatan industri di Kota Cimahi adalah tingginya pencemaran lingkungan akibat dari limbah tidak diproses atau didaur ulang ditambah dengan limbah kantor rumah tangga. Seluruh limbah ini bermuara ke sungai yang ada di Kota Cimahi, sehingga menimbulkan gangguan terhadap ekosistem sungai maupun penduduk yang tinggal di sekitar sungai. Dampak lain dari banyaknya kegiatan industri adalah pemanfaatan air tanah yang tidak terkendali, sehingga permukaan air tanah di Kota Cimahi semakin menurun dan penduduk sulit memperoleh air bersih. Volume sampah di Kota Cimahi diperkirakan sekitar 1.100 m³/hari, sedangkan kapasitas angkut hanya 600m³/hari, sehingga masalah yang timbul adalah masih banyak sampah yang tidak terangkut dan berdampak terhadap derajat kesehatan masyarakat. Kondisi ini selain berdampak terhadap kesehatan masyarakat, berdampak terhadap kebersihan dan estetika kota. Kesulitan lain yang dihadapi dalam penanganan sampah di Kota Cimahi adalah terbatasnya sarana dan 43 Bab III Objek Penelitian 44 prasarana sampah dan lahan untuk TPS sehingga banyak menggunakan badan jalan untuk keperluan tersebut. 3.10. Kondisi Sarana dan Prasarana Perkotaan Berdasarkan Sensus Ekonomi Nasional Tahun 2000 jumlah rumah yang ada di Kota Cimahi sebanyak 118.878 unit, terdiri dari 114.515 unit (96,33 %) rumah permanent, 3.400 unit (2,86 %) rumah semi permanent dan 963 unit (0,81 %) rumah sederhana atau rumah non permanent. Kondisi tersebut tidak terlepas dari kedudukan Kota Cimahi yang berbatasan dengan Kota Bandung yang menjadi alternatif utama bagi penduduk yang melakukan commuting dalam melakukan aktivitas sehari – hari. Prasarana dan sarana yang ada di Kota Cimahi pada saat ini seluruhnya merupakan perlimpahan dari Kabupaten Bandung dan Propinsi Jawa Barat sebagai konsekuensi dari pelaksanaan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi, dengan kondisi sebagai berikut : a. Jaringan jalan sepanjang 304 km, terdiri dari Jalan Tol 17 km, Jalan Nasional / Propinsi 6 km, jalan Kota 43 km, jalan Desa 88 km dan jalan perumahan dan permukiman berupa gang 150 km, dengan kondisi berupa jalan aspal 126 km, jalan diperkeras 80 km, dan sisanya berupa jalan tanah. b. Jaringan listrik seluruhnya dipasok dari PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan daya terpasang sebesar 250.000 KVA serta melayani pelanggan sebanyak 131.000 buah. 44 Bab III Objek Penelitian 45 c. Jaringan telekomunikasi yang seluruhnya dipasok oleh PT. Telekomunikasi Indonesia (PT. Telkom) memiliki kapasitas jaringan 38.066 SST dengan pelanggan sebanyak 22.401 SST, telepon umum 78 buah, serta jumlah kiostel atau wartel sebanyak 36 buah. d. Fasilitas untuk mendukung kebutuhan air bersih diperoleh dari sumber air Situ (Danau) Lembang, 2 buah mata air dan 10 buah sumur bor / debit air sebesar 180 liter / detik yang dikelola oleh PDAM dengan kapasitas debit air 180 liter / detik untuk melayani 12.051 pelanggan. e. Sarana dan prasarana umum berupa jembatan sebanyak 10 buah, gorong – gorong 341 buah, pasar sebanyak 6 buah dan pertokoan / jasa sebanyak 1.685 buah. f. Sarana dan prasarana kesehatan sebanyak 94 buah, meliputi Rumah Sakit Umum (pemerintah dan swasta) 3 buah, Puskesmas 8 buah, Balai pengobatan 24 buah, Rumah Bersalin 3 buah, Apotek 12 buah dan Dokter Praktek 44 buah. g. Sarana keagamaan dan peribadatan sebanyak 873 buah, meliputi Mesjid Agung sebanyak 3 buah; Mesjid Jami 307 buah; Mushola 545 buah; Gereja 16 buah; Pura 1 buah; dan Kuil 1 buah. h. Sarana pendidikan formal berupa sekolah sebanyak 349 buah, baik Sekolah Negeri maupun Swasta, meliputi Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMU, SMK, dan Madrasah Aliyah) 35 buah; Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP dan Madrasah Tsanawiyah) 40 buah; Sekolah Dasar (SD dan Madrasah Ibtidaiyah) 205 buah; serta Taman Kanak – Kanak 69 buah. 45 Bab III Objek Penelitian 46 i. Sarana dan prasarana umum lainnya terdiri dari taman 19 buah; sarana olahraga (lapangan dan gedung olahraga) 240 buah; SPBU (Pompa Bensin) 3 buah; Kantor Pos : 7 buah; dan Unit Pelayanan Pos : 75 buah. 3.10. Kependudukan dan Ketenagakerjaan Wilayah Kota Cimahi memiliki tiga kecamatan, yaitu kecamatan Cimahi Selatan, Cimahi Utara, dan Cimahi Tengah. Diantara ketiga kecamatan tersebut pada tahun 2005 Cimahi Selatan merupakan daerah terluas yaitu seluas 16,9 km2 dengan penduduk sebanyak 218.567 jiwa, dan yang luasnya terkecil adalah Cimahi Tengah yaitu seluas 10,00 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 163.084 jiwa. Secara keseluruhan pada tahun 2005 Kota Cimahi memiliki penduduk sebanyak 509.189 jiwa, hal ini berarti mengalami peningkatan sebesar 2,6 % di banding tahun sebelumnya. Tingkat kepadatan penduduk Kota Cimahi tahun 2005 adalah 12.666 jiwa/km2, dimana kecamatan Cimahi Tengah memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya yaitu mencapai 16.308 jiwa/km2. Hal ini terjadi disebabkan oleh mobilitas penduduk yang cukup tinggi karena penduduk lebih terkonsentrasi di pusat perkotaan Cimahi dengan keanekaragamannya. Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan atau sex ratio di Kota Cimahi adalah 106,94. Ini berarti untuk setiap 100 perempuan terdapat 106 laki-laki. Dari tahun ke tahun kondisi sex ratio semakin meningkat, yang berarti di Kota Cimahi lebih banyak terdapat kaum laki-laki daripada perempuannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.2. 46 Bab III Objek Penelitian 47 Tabel 3.2. Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Kota Cimahi 2003 – 2005 Tahun 2003 2004 2005 Laki-laki Perempuan Sex Ratio Jumlah Penduduk 249.524 256.228 263.132 233.84 239.832 246.057 106,94 106,84 99,60 483.364 496.060 509.189 Sumber : BPS Kota Cimahi, 2003-2005 Sedangkan jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan yang dimiliki bisa dilihat pada tabel 3.3. Tabel 3.3. Penduduk Kota Cimahi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2003-2005 Tahun 2003 2004 2005 SD 101.802 94.017 95.324 SLTP 90.193 96.426 99.474 Pendidikan SLTA Diploma 132.564 13.395 131.870 8.263 139.737 8.764 Sarjana 20.286 17.884 19.260 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Daerah, 2003-2005 Dari tabel 3.3. dapat dilihat bahwa pada tahun 2004 jumlah penduduk yang hanya tamat SD berkurang drastis jumlahnya, dari 101.802 jiwa menjadi hanya 94.017 jiwa walaupun meningkat kembali pada tahun 2005 menjadi 95.324 jiwa. Sedangkan sejak tahun 2003-2005 jumlah penduduk yang tamat SLTP dan SLTA semakin meningkat jumlahnya. Sedangkan penduduk yang tamat sebagai diploma ataupun sarjana mengalami kenaikan dan penurunan. Sebagai kota yang merupakan bagian dari Wilayah Metropolitan Bandung (Bandung Metropolitan Area / BMA), penduduk yang tinggal di Kota Cimahi tergolong heterogen, jumlah penduduk yang cukup besar dengan kepadatan yang relatif tinggi menyebabkan Kota Cimahi mengalami keterbatasan daya tampung 47 Bab III Objek Penelitian 48 penduduk, sehingga pertumbuhan penduduk yang tinggi menuntut sarana dan prasarana dasar seperti perumahan, fasilitas umum serta fasilitas sosial lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2003-2005 dapat diketahui bahwa untuk Kota Cimahi pada tahun 2003 jumlah penduduk yang berusia 10 tahun ke atas yang telah terserap dalam lapangan pekerjaan adalah 167.136 jiwa, dengan sektor industri pengolahan merupakan sektor terbesar dalam penyerapan tenaga kerja, sektor ini mampu menyerap 73.698 jiwa, lalu diikuti oleh sektor jasa-jasa sebesar 34.758 jiwa, dan sektor perdagangan sebesar 31.586 jiwa. Pada tahun 2004 dengan jumlah penduduk yang berusia 10 tahun ke atas yang telah terserap dalam lapangan pekerjaan adalah 161.816 jiwa, dengan sektor industri pengolahan merupakan sektor terbesar dalam penyerapan tenaga kerja, sektor ini mampu menyerap 73.927 jiwa, lalu diikuti oleh sektor perdagangan sebesar 33.652 jiwa dan sektor jasa-jasa sebesar 34.758 jiwa. Lalu pada tahun 2005 dengan jumlah penduduk yang berusia 10 tahun ke atas yang terserap dalam lapangan pekerjaan adalah 169.488 jiwa, dengan sektor industri pengolahan tetap merupakan sektor terbesar dalam penyerapan tenaga kerja, sektor ini mampu menyerap 81.855 jiwa, lalu diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 34.668 jiwa dan sektor jasa-jasa yang mampu menyerap tenaga kerja sebesar 27.285 jiwa. Ini menandakan bahwa sektor industri pengolahan merupakan sektor yang dari tahun ke tahun mampu menyerap tenaga kerja terbesar pada Kota Cimahi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.4. berikut ini : 48 Bab III Objek Penelitian 49 Tabel 3.4. Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas Kota Cimahi 2003 – 2005 Kesempatan kerja 2003 2004 2005 Sektor 1. Pertanian 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan dan kontruksi 6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa JUMLAH 1.816 0 73.698 1.018 6.982 31.586 11.209 1.611 0 73.927 1.611 10.919 33.652 10.740 963 0 81.855 2.889 8.667 34.668 10.914 4.955 34.758 167.136 2.685 26.671 161.816 2.247 27.285 169.488 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2005 Sedangkan jenis pekerjaan yang paling banyak diminati yaitu pekerjaan yang berjenis tenaga produksi. Pada bidang ini dari tahun 2003-2005 terus menerus mengalami kenaikan. Sedangkan untuk jenis pekerjaan yang paling tidak diminati adalah pekerjaan yang berjenis tenaga usaha pertanian, hal ini terjadi sebab di Kota Cimahi sendiri sektor ini bukan merupakan sektor yang diutamakan mengingat kurangnya lahan di Kota Cimahi untuk lahan pertanian. Penduduk Kota Cimahi berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada tabel 3.5. Tabel 3.5. Penduduk Yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Kota Cimahi Tahun 2003-2005 Jenis Pekerjaan Tahun Tenaga Profesional Tenaga Kepemimpinan 2003 2004 2005 12.502 9.153 41.347 893 1.374 4.906 Pejabat Pelaksana & Tenaga TU 12.502 17.214 47.582 Tenaga Usaha Penjualan Tenaga Usaha Jasa Tenaga Usaha Pertanian Tenaga Produksi 33.041 30.455 86.603 6.251 14.216 38.182 2.679 1.236 1.244 83.942 89.154 186.864 Anggota TNI dan Lainnya 6.251 5.419 6.788 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Daerah, 2003-2005 49 Jumlah 158.061 168.221 413.516 Bab III Objek Penelitian 3.10. 50 Pertumbuhan Perekonomian Kota Cimahi Salah satu sasaran pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Kota Cimahi dan perbandingannya dengan Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada tebel 3.3. Tabel 3.6. Pertumbuhan Ekonomi Kota Cimahi Dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2002-2005 (%) Tahun 2003 2004 2005 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Provinsi Cimahi Jawa Barat 4,18 5,13 4,34 5,48 4,56 6,08 Sumber : BPS Kota Cimahi, 2005 Dari tabel diatas terlihat bahwa laju perekonomian Kota Cimahi dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Kota Cimahi mengalami kenaikan sebesar 0,22 persen dari tahun sebelumnya, yaitu dari 4,34 persen menjadi 4,56 persen. Hal ini disebabkan oleh naiknya beberapa sektor yang menyumbang bagi PDRB Kota Cimahi yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa – jasa. 3.10. PDRB Kota Cimahi Salah satu indikator pembangunan yang dapat digunakan untuk menilai kemajuan ekonomi secara makro adalah dengan pendekatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Mulai Tahun 2005 penghitungan PDRB mengalami perubahan tahun dasar, dari tahun dasar 1993 menjadi tahun dasar 2000. 50 Bab III Objek Penelitian 51 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu data statistik yang digunakan dalam sistem evaluasi dan perencanaan ekonomi makro suatu wilayah. Nilai PDRB Kota Cimahi dari tahun 2003-2005 masih didominasi oleh sektor industri pengolahan. Sektor tersebut dari tahun ke tahun mempunyai peran yang paling besar dalam pembentukan PDRB Kota Cimahi (3.204.394,31). Sejak tahun 2003-2005 sektor tersebut terus mengalami kenaikan, dari 767.516,93 pada tahun 2003 lalu 3.074.081,26 pada tahun 2004 dan terus meningkat pada tahun 2005 sektor ini mencapai 3.204.394,31.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.4. Tabel 3.7. Produk Domestik Regional Bruto Kota Cimahi Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003-2005 ( Juta Rupiah ) Sektor 1.Pertanian 2.Pertambangan 3.Industri pengolahan 4.Listrik, Gas& Air 5.Bangunan& konstruksi 6.Perdagangan 7.Angkutan, komunikasi 8.Keuangan 9.Jasa-jasa JUMLAH 2003 10.872,91 0,00 767.516,93 54.265,52 Tahun 2004 9.021,27 0,00 3.074.081,26 182.396,70 2005 9.060,34 0,00 3.204.394,31 190.413,90 54.172,32 190.105,70 306.089,88 884.820,97 316.984,57 934.167,18 31.280,15 19.711,74 75.348,76 1.203.274,03 75.195,79 91.767,27 274.967,24 4.898.150,91 78.075,29 96.060,45 292.511,87 5.121.668,01 Sumber : BPS Kota Cimahi, 2003-2005 Sektor yang sama sekali tidak mempunyai peran dalam pembentukan PDRB Kota Cimahi yaitu sektor pertambangan dan penggalian, hal ini terjadi karena di Kota Cimahi sendiri tidak ada sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan. 51 Bab III Objek Penelitian 3.10. 52 PDRB Provinsi Jawa Barat Pada pembentukan PDRB Provinsi Jawa Barat sektor industri dan pengolahan pun mempunyai peran yang paling besar apabila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya (104.886.919,46). Sejak tahun 2003-2005 sektor tersebut terus mengalami kenaikan, dari 94.276.294,56 pada tahun 2003 lalu 97.902.362,10 pada tahun 2004 dan terus meningkat pada tahun 2005 sektor ini mencapai 104.886.919,46. Sektor yang paling kecil perannya dalam pembentukan PDRB Provinsi Jawa Barat adalah sektor listrik, gas dan air bersih. Walaupun meningkat dari tahun ke tahun sektor ini tetap saja merupakan sektor yang paling kecil perannya dalam pembentukan PDRB Provinsi Jawa Barat (5.649.829,62). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.5. Tabel 3.8. Produk Domestik Bruto Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003-2005 ( Juta Rupiah ) Sektor 1.Pertanian 2.Pertambangan 3.Industri pengolahan 4.Listrik, Gas& Air 5.Bangunan& konstruksi 6.Perdagangan 7.Angkutan, komunikasi 8.Keuangan 9.Jasa-jasa JUMLAH 2003 32.078.344,74 8.232.371,91 94.276.294,56 4.918.153,74 Tahun 2004 34.038.120,63 7.705.213,45 97.902.362,10 5.337.897,17 2005 34.691.239,65 7.194.525,89 104.886.919,46 5.649.829,62 5.985.267,25 42.420.431,40 6.602.399,92 44.604.769,96 7.700.823,72 47.259.969,72 9.323.763,67 6.967.352,63 17.426.193,83 221.628.173,72 10.274.962,93 7.247.001,69 19.344.963,10 233.057.690,94 10.295.854,17 7.570.633,17 20.468.266,35 245.798.061,75 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat,2003-2005 52 Bab III Objek Penelitian 3.9. 53 Perbandingan distribusi PDRB Kota Cimahi Dengan Provinsi Jawa Barat Distribusi persentase PDRB secara sektoral menunjukkan peranan masing- masing sektor terhadap PDRB secara keseluruhan. Semakin besar persentase suatu sektor semakin besar pula pengaruh sektor tersebut di dalam perkembangan perekonomian suatu daerah. Untuk melihat perbandingan besarnya distribusi masing-masing sektor Kota Cimahi dan Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada tabel 3.6. Tabel 3.9. Distribusi Persentase PDRB Kota Cimahi Dan Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003-2005 Sektor 1.Pertanian Distribusi Persentase Kota Cimahi Tahun 2003 2004 2005 Distribusi Persentase Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 2004 2005 0,18 14,47 0,18 0,18 14,61 14,11 2.Pertambangan 0,00 0,00 0,00 3,71 3,31 2,93 3.Industri pengolahan 62,71 62,76 62,57 42,54 42,01 42,67 4.Listrik, Gas& Air 3,74 3,72 3,72 2,22 2,29 2,30 5.Bangunan& konstruksi 6,35 6,25 6,19 2,70 2,83 3,17 6.Perdagangan 18,06 18,06 18,24 19,14 19,14 19,23 7.Angkutan, komunikasi 1,52 1,54 1,52 4,21 4,41 4,19 8.Keuangan 1,86 1,87 1,88 3,14 3,11 3,08 9.Jasa-jasa JUMLAH 5,59 100 5,61 100 5,71 100 7,86 100 8,30 100 8,33 100 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2003-2005 Sektor industri pengolahan di Kota Cimahi memiliki distribusi lebih besar dibandingkan distribusi sektor yang sama di Provinsi Jawa Barat. Sektor industri pengolahan di Kota Cimahi memiliki distribusi sebesar 62,57 persen, lebih besar dari distribusi pada sektor yang sama di Jawa Barat yang hanya mempunyai 53 Bab III Objek Penelitian 54 distribusi sebesar 42,67 persen. Pada tahun 2003 sektor tersebut mempunyai distribusi sebesar 62,71 persen, lalu meningkat pada tahun 2004 menjadi sebesar 62,76 persen, tetapi pada tahun 2005 sektor tersebut mengalami penurunan menjadi 62,57 persen. Sedangkan pada Provinsi Jawa Barat sektor industri pengolahan mengalami naik-turun. Pada tahun 2003 sektor ini mempunyai disribusi sebesar 42,54 persen, tetapi mengalami penurunan di tahun berikutnya menjadi sebesar 42,01 persen dan naik kembali pada tahun 2005 menjadi sebesar 42,67 persen. Hal ini terjadi karena pada sub sektor industri pengolahan tanpa migas ada beberapa yang mengalami kenaikan seperti pada sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau, tekstol, barang kayu dan hasil hutan serta industri alat angkutan, mesin dan peralatannya. 3.10. Potensi Kota Cimahi Cimahi, bayi peradaban yang baru menginjak usia kelimanya, salah satu visinya adalah maju, menurut Wali Kota Cimahi, Itoc Tochija sebagai salah satu implementasi dari visi maju adalah dibangunnya suatu industri dalam cluster telematika di Kota Cimahi. Menurut beliau Cimahi terletak di koridor industri Bandung – Cikampek. Sebetulnya, ini merupakan sebuah kekuatan yang harus dimanfaatkan. Dalam konsep Bandung High Technology Valley (BHTV), Cimahi termasuk didalamnya. Dan, ini merupakan peluang bagi pengembangan industri terkait. Saat ini, Kota Cimahi berusaha mengadaptasi konsep 3C, yaitu Cimahi Cyber City. Konsep ini merupakan pengembangan Kota Cimahi sebagai Kota Jasa 54 Bab III Objek Penelitian 55 dibidang ICT (Information Communication Technology). Konsep ini berkaca dari 3 negara yang sudah lebih dulu mengembangkan kawasan industri high technology., ketiga negara itu antara lain Amerika Serikat dengan kawasan Silicon Valley di San Jose California, India dengan Industrial Park di Bangalore, dan Malaysia dengan Multimedia Supercorridor. Untuk itu, Pemkot Cimahi memulainya lewat penerapan sistem administrasi pemerintahan Kota Cimahi. Diantaranya yaitu Sistem Informasi Geografi Daerah (Sigda), dan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang diimplementasikan lewat pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sedangkan target ke depannya diantaranya yaitu industri jasa dalam pembuatan software aplikasi komputer (Bisnis, Animasi, dan Industri), jasa perdagangan (hardware, software, perdagangan umum menuju one stop shopping), serta jasa pariwisata teknologi. Target 3C sendiri yaitu ingin menjadikan Kota Cimahi sebagai badan pengelola kawasan cluster industri telematika bertaraf internasional, yakni mampu mengembangkan industri telematika Cimahi menjadi salah satu pemain industri telematika yang terkemuka di dunia. Sedangkan kontribusi terbesar dalam pembangunan ekonomi di Kota Cimahi pada Tahun 2005 didominasi oleh sektor industri pengolahan. Sumber data sektor industri ini diperoleh dari hasil survei tahunan perusahaan industri sedang / besar. Dalam pengumpulan data statistik industri, yang dimaksud dengan industri besar adalah perusahaan dengan jumlah pekerja 100 orang atau lebih, industri sedang dengan jumlah pekerja antara 20 sampai dengan 99 orang. Sedangkan yang dimaksud dengan industri kecil yaitu industri yang mempunyai 55 Bab III Objek Penelitian 56 pekerja antara 5 sampai dengan 19 orang dan perusahaan yang mempunyai pekerja kurang dari 5 orang. Jumlah perusahaan industri besar pada Tahun 2005 mengalami kenaikan sebesar 2,5 persen disbanding tahun sebelumnya, sedangkan industri sedang tidak mengalami kenaikan masih tetap dengan rincian indsustri besar sebanyak 83 perusahaan dan industri sedang sebanyak 75 perusahaan. Jumlah perusahaan industri besar / sedang paling banyak berada di wilayah kecamatan Cimahi Selatan, yaitu 107 perusahaan (67,72 %). Sedangkan yang paling sedikit berada di wilayah kecamatan Cimahi Utara, yaitu 18 perusahaan (11,39 %). Untuk lebih jelasnya dapat melihat pada grafik 3.2. Grafik 3.2. Banyaknya Perusahaan Industri Besar dan Sedang Kota Cimahi Tahun 2003 - 2005 90 84 87 82 83 81 Sedang 78 75 75 Besar 72 66 2003 2004 2005 Sumber : BPS Kota Cimahi, 2005 56 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan akan diuraikan hasil perhitungan dari indikatorindikator yang menyangkut analisis sektor unggulan daerah yang kompetitif, spesialisasi per sektor dan pertumbuhan kesempatan kerja di daerah. Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan data PDRB, kesempatan kerja per sektor yang di hitung dengan menggunakan metode LQ dan analisis shift and share Dari hasil perhitungan ini dapat diketahui tentang adanya keunggulan kompetitif per sektor dan mempunyai spesialisasi pekerjaan. 4.1. Penentuan Sektor Unggulan Daerah Variabel-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi terdapat sembilan variabel atau sektor yang terbagi dalam sektor pertanian, pertambangan, industri, listrik, bangunan, perdagangan, transportasi, keuangan dan jasa-jasa. Variabel-variabel tersebut perlu dibahas guna mengetahui seberapa besar kontribusi sektor atau variabel tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Cimahi. Berdasarkan kondisi perekonomian di Kota Cimahi dapat dilihat dari kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB. Dengan mengetahui kontribusi per sektor dapat dihitung dan diketahui sektor mana yang dapat dijadikan sektor unggulan yang kompetitif (competitive advantage). Keunggulan kompetitif menganalisis kemampuan suatu daerah untuk memasarkan produknya di luar daerah/luar negeri/pasar global. Keunggulan kompetitif cukup melihat apakah 57 Bab IV Hasil dan Pembahasan 58 produk yang kita hasilkan bisa dijual di pasar global secara menguntungkan. Penentuan sektor unggulan dapat diketahui dan dihitung besarnya nilai LQ, dan dapat dijadikan arah kebijakan dan pengembangan potensi yang dimiliki daerah. Dalam hitungan LQ apabila nilai LQ > 1 maka sektor tersebut merupakan sektor unggulan dan dapat menghasilkan barang dan atau jasa yang dapat diekspor ke daerah lain dan dapat memenuhi daerahnya sendiri. Sedangkan apabila nilai LQ < 1 maka, sektor tersebut tidak termasuk sektor unggulan, karena sektor tersebut hanya mampu memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri sehingga tidak dapat diekspor ke luar daerah. Apabila besarnya LQ = 1 maka, pangsa pasar daerah tersebut sebanding dengan pangsa daerah yang lebih luas (Jawa Barat) atau daerah lain sehingga juga tidak bisa dijadikan sektor unggulan. Sektor-sektor yang besarnya nilai LQ > 1 dapat dikembangkan sehingga dapat mendorong perekonomian daerah. Untuk mengetahui besarnya nilai LQ masing-masing sektor di Kota Cimahi digunakan PDRB atas dasar harga konstan persektor dari tahun 2003-2005. Dilihat dari nilai LQ > 1 pada tahun 2005 terdapat 3 sektor yang dapat diunggulkan atau sektor basis di Kota Cimahi, yaitu sektor bangunan dan konstruksi, sektor listrik, gas dan air bersih, dan sektor industri pengolahan. Ketiga sektor tersebut sejak dari tahun 2003 sampai dengan 2005 memang merupakan sektor unggulan Kota Cimahi berdasarkan hasil analisis LQ. Sektorsektor yang besarnya nilai LQ > 1 dapat dikembangkan sehingga mendorong perekonomian daerah. Sedangkan ke enam sektor lainnya sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 belum pernah sekalipun menjadi sektor unggulan di Bab IV Hasil dan Pembahasan 59 Kota Cimahi. Ke enam sektor tersebut yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil Analisis LQ Kota Cimahi Tahun 2003-2005 Sektor 2003 0.06 0 1.49 2.03 1.66 0.82 0.61 2004 0.06 0 1.52 1.96 1.58 0.82 0.58 2005 0.01 0 1.46 1.61 1.97 0.94 0.36 Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 0.52 0.52 0.6 Jasa-jasa 0.79 0.75 0.68 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Tahun 2003-2005 (data diolah) Sedangkan sektor lainnya yang tidak dapat diunggulkan atau sektor non basis yaitu, sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan, serta sektor jasa-jasa, hal ini terjadi karena nilai LQ nya kurang dari 1,00. Untuk melihat sektor atau lapangan usaha yang merupakan basis ekonomi (economic base) dalam perekonomian Kota Cimahi dilakukan analisis LQ (Location Question) seperti pada tabel 4.1. Dalam hal ini nilai LQ yang lebih besar dari nilai 1,00 dapat dikatakan sebagai sektor basis. Berdasarkan tabel 4.1. sektor yang menjadi sektor basis yaitu sektor bangunan dan kontruksi dengan nilai LQ sebesar 1,97 pada tahun 2005. Besarnya Bab IV Hasil dan Pembahasan 60 nilai LQ sektor ini pada tahun 2003 sebesar 1,66 dan mengalami penurunan menjadi 1,58 pada tahun 2004 dan meningkat kembali pada tahun 2005 sebesar 1,97. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari pemberian otonomi yang luas terhadap Kota Cimahi, perubahan status Pemerintah Kota Administratif menjadi Pemerintah Kota Cimahi, menjadikan Kota Cimahi sebagai kawasan perkotaan yang menarik bagi masyarakat daerah lain untuk mengembangkan kehidupan sosial ekonominya. Pertumbuhan penduduk secara alamiah dan arus migrasi yang tinggi telah menyebabkan tidak terkendalinya perkembangan permukiman dan perumahan. Pemerintah Kota Cimahi dihadapkan pada masalah pertumbuhan penduduk dan arus migrasi yang berdampak pada meningkatnya kebutuhan hunian, prasarana dan sarana umum, kebutuhan lahan untuk berbagai kegiatan serta tekanan untuk mengendalikan kerawanan sosial dan pengangguran melalui penyediaan lapangan kerja. Prasarana dan sarana yang ada di Kota Cimahi pada saat ini seluruhnya merupakan pelimpahan dari Kabupaten Bandung dan Provinsi Jawa Barat sebagai konsekuensi dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Cimahi, dengan kondisi sebagai berikut : jaringan jalan sepanjang 304 km, terdiri dari Jalan Tol 17 km, Jalan Nasional/Propinsi 6 km, jalan Kota 43 km, jalan Desa 88km, dan jalan perumahan dan pemukiman berupa gang 150 km, dengan kondisi berupa jalan aspal 126 km, jalan diperkeras 80 km, dan sisanya berupa jalan tanah. Saran dan prasarana umum berupa jembatan sebanyak 10 buah, gorong-gorong 341 buah, pasar sebanyak 6 buah dan Bab IV Hasil dan Pembahasan 61 pertokoan/jasa sebanyak 1.685 buah. Sarana dan prasarana kesehatan sebanyak 94 buah, meliputi Rumah Sakit Umum (Pemerintah dan Swasta) 3 buah, Puskesmas 8 buah, Balai pengobatan 24 buah, Rumah bersalin 3 buah, Apotek 12 buah dan Dokter praktek 44 buah. Sarana keagamaan dan peribadatan sebanyak 873 buah, meliputi Mesjid Agung sebanyak 3 buah, Mesjid Jami 307 buah, Mushola 545 buah, Gereja 16 buah, Pura 1 buah dan Kuil 1 buah. Sarana pendidikan formal berupa Sekolah sebanyak 349 buah, baik Sekolah Negeri maupun Swasta, meliputi Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMU, SMK, dan Madrasah Aliyah) 35 buah, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP dan Madrasah Tsanawiyah) 40 buah, Sekolah Dasar (SD dan Madrasah Ibtidaiyah) 205 buah, serta Taman Kanak-Kanak 69 buah. Sarana dan prasana umum lainnya terdiri dari taman 19 buah, sarana olahraga (lapangan dan gedung olahraga) 240 buah, SPBU (pompa bensin) 3 buah, Kantor Pos 7 buah dan Unit pelayanan pos 75 buah. Sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor unggulan atau sektor basis terbesar kedua setelah sektor bangunan dan konstruksi. Sektor ini mempunyai kontribusi sebesar 2,03 pada tahun 2003, lalu mengalami penurunan pada tahun 2004 menjadi 1,96 dan terus mengalami penurunan pada tahun berikutnya menjadi sebesar 1,61. Tetapi walaupun terus mengalami penurunan tetap saja sektor ini merupakan sektor basis kedua terbesar di Kota Cimahi. Sub sektor dari sektor listrik, gas dan air bersih yang mempunyai kontribusi paling besar adalah listrik yang mempunyai kontribusi sebesar 3,70 persen pada tahun 2003, tetapi mengalami penurunan di tahun berikutnya menjadi 3,63 persen dan terus mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi sebesar 3,61 persen. Bab IV Hasil dan Pembahasan 62 Sedangkan gas tidak ada kontribusinya sama sekali, sedangkan air bersih mempunyai kontribusi yang konstan dari tahun ke tahun yaitu sebesar 0,08 persen. Kebutuhan listrik baik bagi industri maupun rumahtangga di Kota Cimahi sebagian besar bersumber dari perusahaan umum listrik negara (PLN). Kebutuhan akan energi listrik ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005, jumlah rumahtangga yang telah menikmati aliran listrik dari sumber penerangan PLN mengalami peningkatan sebanyak 111.582 rumahtangga atau sebesar 16,5 persen, dibanding tahun 2004 yang hanya 95.790 rumahtangga dan tahun 2003 yang hanya 91.229 rumahtangga. Sektor industri merupakan sektor yang dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan atau sektor basis ketiga dan terakhir di Kota Cimahi, dapat dilihat pada tabel 4.1. kontribusi sektor ini sebesar 1,49 pada tahun 2003, lalu mengalami peningkatan di tahun berikutnya yaitu sebesar 1,52 pada tahun 2004, dan mengalami penurunan kembali pada tahun 2005 menjadi sebesar 1,46. Dilihat dari jumlah perusahaan industri besar dan sedang di Kota Cimahi, pada tahun 2003 jumlah perusahaan industri sedang sebanyak 87 buah dan industri besar sebanyak 82 buah, pada tahun berikutnya jumlah perusahaan industri baik itu industri sedang dan industri besar mengalami penurunan, industri sedang hanya berjumlah 81 buah sedangkan industri besar hanya berjumlah 75 buah. Sedangkan pada tahun 2005 jumlah perusahaan industri sedang mengalami peningkatan menjadi 83 buah dan industri besar tetap sebesar 75 buah. Kota Cimahi sebagian ruangnya digunakan sebagai kawasan industri, yaitu mencapai 17,06 persen dari luas total wilayah, sehingga berpengaruh terhadap Bab IV Hasil dan Pembahasan 63 mata pencaharian penduduk, dengan persentase mata pencaharian penduduk terbesar terdapat pada sektor industri pengolahan pada tahun 2005 sebesar 48,11 persen. Ada beberapa kebijakan dan strategi yang saat ini dilakukan oleh Pemerintah Kota Cimahi dalam upaya meningkatkan bidang perindustrian di Kota Cimahi, diantaranya adalah meningkatkan kemitraan usaha antara usaha kecil dan menengah yang dikelola masyarakat dengan perusahaan-perusahaan industri sedang dan besar, yaitu dengan cara mengembangkan usaha kecil dan menengah yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif serta mampu mengembangkan jaringan kemitraan dengan perusahaan dan lembaga pendukung lainnya. Ketiga sektor yang menjadi sektor basis tersebut, apabila dilihat dan dihubungkan dengan distribusinya terhadap PDRB Kota Cimahi pada tahun 2005 hanya sektor industri saja yang konsisten memberikan distribusi yang besar. Sektor industri memberikan distribusi sebesar 62,57 persen, sedangkan sektor listrik, gas dan air bersih hanya sebesar 3,72 persen dan sektor bangunan dan kontruksi hanya mampu memberikan distribusinya sebesar 6,19 persen. Hal tersebut terjadi karena distribusi persentase kedua sektor tersebut pada Provinsi Jawa Barat sendiri sangatlah rendah. Sektor listrik, gas dan air bersih hanya memberikan distribusinya sebesar 2,30 persen sedangkan sektor bangunan dan kontruksi hanya sebesar 3,17 persen, kedua sektor tersebut lebih rendah distribusinya bila dibandingkan distribusi kedua sektor tersebut pada PDRB Kota Cimahi. Bab IV Hasil dan Pembahasan 64 Untuk sektor non basis kalau dilihat dari nilainya berarti kurang dari 1,00 yang artinya sektor-sektor yang hanya mampu memenuhi kebutuhan didalam saja, tidak bisa diekspor keluar daerah. Pada tabel 4.1. terlihat bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap perekonomian sebesar 0,06 pada tahun 2003 dan tahun 2004, serta sebesar 0,01 pada tahun 2005. Serta sektor pertambangan dan penggalian yang tidak memiliki kontribusi sama sekali terhadap perekonomian Kota Cimahi. Persentase mata pencaharian penduduk yang bergerak di sektor primer tersebut hanya sekitar 2,55 persen. Dari sektor pertanian Pemerintah Kota Cimahi telah berupaya untuk meningkatkan pengembangan agribisnis perkotaan untuk meningkatkan ketahanan dan keamanan pangan masyarakat, dengan mengembangkan agribisnis yang bertumpu pada mekanisme pasar dan memberikan perlindungan hak kepada konsumen untuk memperoleh bahan pangan sesuai dengan jumlah dan mutu yang dibutuhkan. Sedangkan untuk sektor pertambangan dan penggalian di Kota Cimahi memang tidak mempunyai sumber daya alam yang tersedia. Sektor berikutnya yaitu sektor perdagangan, hotel dan resroran. Sektor ini dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2004 hanya mempunyai kontribusi sebesar 0,82, dan mengalami kenaikan menjadi 0,94 pada tahun 2005. Pemerintah Kota Cimahi sedang mengupayakan untuk mengembangkan lembaga perdagangan untuk memberikan peluang investasi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah melalui mengadakan peningkatan pelayanan kepada dunia usaha dan masyarakat agar mampu memasuki era perdagangan bebas dalam sistem ekonomi global melalui pengembangan fasilitas bagi pelaku dan institusi perdagangan, Bab IV Hasil dan Pembahasan 65 sedangkan luas lahan untuk pusat perdagangan sendiri di Kota Cimahi hanya sebesar 3,41 persen dari total luas lahan yang tersedia. Sektor selanjutnya yang bukan termasuk sektor non basis yaitu sektor angkutan dan komunikasi. Sektor tersebut hanya memiliki kontribusi sebesar 0,61 pada tahun 2003, dan terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, yaitu menjadi 0,58 pada tahun 2004 dan 0,36 pada tahun 2005. Sub sektor dari sektor angkutan dan komunikasi yang mempunyai kontribusi terbesar adalah pengangkutan, dengan kontribusi sebesar 2,96 persen, dan diikuti oleh angkutan jalan raya sebesar 2,42 persen, dan diikuti oleh komunikasi sebesar 1,22 persen. Sektor lainnya seperti angkutan rel, angkutan laut, angkutan sungai, angkutan udara dan jasa penunjang angkutan mempunyai kontribusi di bawah 1 persen. Sektor keuangan, sewa, dan jasa perusahaan termasuk bukan merupakan sektor basis atau bukan sektor unggulan. Sektor tersebut hanya mempunyai kontribusi sebesar 0,52 pada tahun 2003 dan 2004, dan mengalami kenaikan menjadi 0,60 pada tahun 2005. Sub sektor dari sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan yang mempunyai kontribusi terbesar adalah sewa bangunan, yang mempunyai kontribusi sebesar 1,51 persen. Sedangkan bank, lembaga keuangan lainnya dan jasa perusahaan memiliki kontribusi dibawah 1 persen. Sektor terakhir yang bukan termasuk sektor unggulan yaitu sektor jasajasa. Sub sektor dari sektor jasa-jasa dibagi menjadi dua bagian, yaitu milik pemerintah umum yang mempunyai kontribusi sebesar 5,23 persen dan milik swasta yang terdiri dari sosial kemasyarakatan yang mempunyai kontribusi sebesar 0,53 persen, sektor hiburan dan rekreasi yang mempunyai kontribusi Bab IV Hasil dan Pembahasan 66 sebesar 0,08 persen serta perorangan dan rumah tangga yang memiliki kontribusi sebesar 2,49 persen terhadap perekonomian Kota Cimahi. Sebenarnya sektor yang unggul tidak dapat lepas dari pengaruh sektor lainnya sebaliknya sektor yang unggul dapat mempengaruhi sektor lainnya. Misalnya saja karena sektor industri merupakan salah satu dari sektor yang unggul maka akan berpengaruh juga terhadap sektor perdagangan, dan sektor angkutan dimana produk industri juga membutuhkan sarana angkutan dan perdagangan. Seperti yang telah diketahui bahwa perhitungan Loqation Quotient adalah bersifat memberikan informasi pada satu titik waktu, artinya bahwa sektor yang unggul pada tahun ini belum tentu unggul pada tahun yang akan datang. Sebaliknya bisa saja sektor yang belum unggul pada saat ini akan unggul di masa mendatang. 4.2. Analisis Sektor-sektor Unggulan Yang Mempunyai Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Dalam Perekonomian (Shift Share) Analisis shift share digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi daerah terhadap struktur ekonomi regional atau nasional, sehingga dapat diketahui kinerja (performance) perekonomian di suatu daerah dibandingkan dengan kinerja daerah yang lebih luas (regional atau nasional). Apabila dari perbandingan tersebut terdapat penyimpangan positif maka daerah tersebut ada keunggulan kompetitif dan apabila penyimpangan dari perbandingan tersebut negatif maka daerah tersebut tidak ada keunggulan kompetitif. Nij adalah pengaruh pertumbuhan ekonomi Bab IV Hasil dan Pembahasan 67 regional, Mij adalah pergeseran proporsional (proportional shift) atau pengaruh bauran industri, Cij adalah keunggulan kompetitif yaitu sektor unggulan di daerah yang mampu bersaing dengan daerah yang lain, sedangkan Dij adalah kesempatan kerja nyata tiap sektor. Hasilnya dapat kita lihat bahwa pada perekonomian Kota Cimahi sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif dan mampu bersaing dengan daerah yang lain, yaitu pada tabel 4.2. untuk tahun 2003-2004 dan pada tabel 4.3. untuk tahun 2004-2005. Pada tabel 4.2. menyajikan sektor-sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif, adanya pertumbuhan regional, pengaruh bauran industri dan kesempatan kerja nyata pada tahun 2003-2004. Tabel 4.2. Hasil Analisis Shift Share Klasik di Kota Cimahi Tahun 2003-2004 Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Pertumbuhan Regional (Nij) 328913.92 0 13348181.76 184380.16 1264579.80 5720856.32 2030174.08 897449.60 6295368.96 30069904.60 Bauran Industri (Mij) -358242.32 0 -12603094.98 -204618 -1185054.80 -5767603.60 -1840854 244132.85 -6393038.90 -28108373.75 Keunggulan Kompetitif (Cij) 8843.92 0 -722240.40 79536.34 314120.18 253319.72 -236173.63 -1368571 -710801.10 -2381965.97 Kesempatan Kerja Nyata (Dij) -205 0 229 593 3937 2066 -469 -2270 -8087 -4206 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Suseda, Tahun 2003-2004 (data diolah) Berdasarkan hasil analisis shift share klasik tahun 2003 dan 2004, pengaruh pertumbuhan regional yang menunjukkan perbedaan kenaikan tenaga kerja regional dan kenaikan tenaga kerja di Kota Cimahi menunjukkan nilai positif (Nij) pada tiap sektor ekonomi dengan total nilai sebesar 30.069.904,60 semua sektor memberikan kontribusinya kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang tidak mempunyai kontribusi sama sekali mengingat tidak adanya Bab IV Hasil dan Pembahasan 68 sumber daya alam yang tersedia di Kota Cimahi. Hal ini karena pengaruh dari bauran industri (Mij) di Kota Cimahi sebagai hasil interaksi antar kegiatan industri di mana adanya aktivitas-aktivitas yang saling berhubungan satu sama lain dan keunggulan kompetitif yang menurunkan jumlah pekerja dengan total nilainya masing-masing sebesar 28.108.373,75 dan 2.381.965,97. Laju pertumbuhan kesempatan kerja menunjukkan di Kota Cimahi (-17,69) lebih rendah daripada laju pertumbuhan kesempatan kerja di Jawa Barat (181,12). Sementara itu yang menjadi sektor unggulan yang kompetitif (Cij) di Kota Cimahi pada tahun 2003-2004 adalah sektor pertanian (8.843,92), sektor listrik, gas dan air bersih (79.536,34), sektor bangunan dan kontruksi (314.120,18) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (253.319,72). Keempat sektor ekonomi di Kota Cimahi tersebut telah menunjukkan tingkat kekompetitifan dengan sektor yang sama di tingkat perekonomian Jawa Barat. Sementara itu pada tahun 2003-2004 sektor-sektor yang tidak mempunyai keunggulan kompetitif atau nilai Cij yang negatif mengindikasikan bahwa sektor ekonomi tersebut mengalami penurunan competitiveness relatif terhadap sektor ekonomi yang sama di tingkat provinsi. Sektor ekonomi yang mengalami penurunan competitiveness selama periode 2003-2004 di Kota Cimahi adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan (-722.240,4), sektor angkutan dan komunikasi (-236.173,63), sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan (-1.368.571) dan sektor jasa-jasa (-710.801,1), dan pada kurun waktu 2003-2004 ini, total kesempatan kerja nyata di Kota Cimahi besarnya adalah -4.206. Hal ini dapat dilihat dari nilai Dij yang mempunyai nilai positif hanya ada beberapa saja dari sebagian besar Bab IV Hasil dan Pembahasan 69 sektor ekonomi. Sektor-sektor tersebut adalah sektor industri pengolahan (229), sektor listrik, gas dan air bersih (593), sektor bangunan dan kontruksi (3.937) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (2.066). Selanjutnya pada tabel 4.3. menyajikan sektor-sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif, adanya pertumbuhan regional, pengaruh bauran industri dan kesempatan kerja nyata pada tahun 2004-2005. Tabel 4.3. Hasil Analisis Shift Share Klasik di Kota Cimahi Tahun 2004-2005 Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Pertumbuhan Regional (Nij) 22940.64 0 1052720.48 22940.64 155486.56 479204.48 152937.60 38234.40 379795.04 2304259.84 Bauran Industri (Mij) -19348.11 0 -552234.69 -21249.09 -88225.52 -449254.20 -131135.40 -39469.50 -325119.49 -1626036 Keunggulan Kompetitif (Cij) -68386.95 0 292011.65 126092.97 -292410.82 71342.24 -4403.40 -42557.25 6667.75 88356.19 Kesempatan Kerja Nyata (Dij) -648 0 7928 1278 -2252 1016 174 -438 614 7672 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Suseda, Tahun 2004-2005 (data diolah) Berdasarkan hasil analisis shift share klasik tahun 2004 dan 2005, pengaruh pertumbuhan regional (Nij) yang menunjukkan perbedaan kenaikan tenaga kerja regional dan kenaikan tenaga kerja di Kota Cimahi tetap menunjukkan nilai positif pada tiap sektor ekonomi dengan total nilai sebesar 2.304.259,84 dan menunjukkan bahwa laju pertumbuhan kesempatan kerja di Kota Cimahi (29,62) lebih tinggi dari laju pertumbuhan kesempatan kerja di Jawa Barat (14,24). Pengaruh dari bauran industri (Mij) di Kota Cimahi sebagai hasil interaksi antar kegiatan industri di mana adanya aktivitas-aktivitas yang saling berhubungan satu sama lain semua bernilai negatif, dengan total nilainya sebesar Bab IV Hasil dan Pembahasan 70 -1.626.036. Sementara itu yang menjadi sektor unggulan yang kompetitif (Cij) di Kota Cimahi pada tahun 2004-2005 adalah sektor industri pengolahan (292.011,65), sektor listrik, gas dan air bersih (292.011,65), sektor perdagangan, hotel dan restoran (713.42,24) dan sektor jasa-jasa (6.667,75). Jumlah sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif di Kota Cimahi pada tahun 2004-2005 tetap ada empat, tetapi ada perubahan pada sektor pertanian dan sektor bangunan dan kontruksi yang pada tahun 2003-2004 merupakan sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif digantikan tempatnya oleh sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa yang pada tahun 2003-2004 bukan termasuk sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif menjadi sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif pada tahun 2004-2005 ini. Sementara itu pada tahun 2004-2005 sektorsektor yang tidak mempunyai keunggulan kompetitif atau nilai Cij yang negatif di Kota Cimahi adalah sektor pertanian (-68.386,95), sektor bangunan dan kontruksi (-292.410,82), sektor angkutan dan komunikasi (-4.403,4) dan sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan (-42.557,25), dan pada kurun waktu 2004-2005 ini, total kesempatan kerja nyata di Kota Cimahi mengalami peningkatan menjadi 7.672. Hal ini dapat dilihat dari nilai Dij yang mempunyai nilai positif pada sebagian besar sektor ekonomi. Sektor-sektor tersebut adalah sektor industri pengolahan (7.928), sektor listrik, gas dan air bersih (1.278), sektor perdagangan, hotel dan restoran (1.016), sektor angkutan dan komunikasi (174) dan sektor jasajasa (614). Bab IV Hasil dan Pembahasan 71 Tabel 4.4. Ringkasan Analisis Penentuan Sektor Basis dan Analisis Sektor Unggulan Yang Kompetitif Serta Spesialisasinya Tahun 2003-2004 LQ Sektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri pengolahan Listrik, Gas& Air bersih Bangunan& Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa - Jasa Shift Share Classic Keunggulan Kesempatan Kompetitif Kerja Nyata 2003 2004 0.06 0 1.49 2.03 1.66 0.82 0.61 0.06 0 1.52 1.96 1.58 0.82 0.58 8843.92 0 -722240.40 79536.34 314120.18 253319.72 -236173.63 -205 0 229 593 3937 2066 -469 0.52 0.52 -1368571 -2270 0.79 0.75 -710801.10 -8087 Sumber : BPS Jawa Barat, Suseda, Tahun 2003 dan 2004 (data diolah) Tabel 4.5. Ringkasan Analisis Penentuan Sektor Basis Dan Analisis Sektor Unggulan yang Kompetitif Serta Spesialisasinya Tahun 2004-2005 LQ Sektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri pengolahan Listrik, Gas& Air bersih Bangunan& Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa - Jasa Shift Share Classic Keunggulan Kesempatan Kompetitif Kerja Nyata 2004 2005 0.06 0 1.52 1.96 1.58 0.82 0.58 0.01 0 1.46 1.61 1.97 0.94 0.36 -68386.95 0 292011.65 126092.97 -292410.82 71342.24 -4403.40 -648 0 7928 1278 -2252 1016 174 0.52 0.6 -42557.25 -438 0.75 0.68 6667.75 614 Sumber : BPS Jawa Barat, Suseda, Tahun 2004 dan 2005 (data diolah) BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian berdasarkan data-data yang ada dengan menggunakan teknik analisis LQ dan Shift share, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari angka PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 selama kurun waktu 2003-2005 dapat diketahui bahwa sektor unggulan di Kota Cimahi dengan menggunakan metode LQ (Location Quetient) dengan ketentuan apabila nilai LQ > dari 1 maka, sektor tersebut dapat dijadikan sebagai sektor unggulan Kota Cimahi dan mampu bersaing dengan sektor yang sama di Jawa Barat, terdapat 3 sektor yang dapat dijadikan sektor unggulan jika dilihat dari nilai LQ pada tahun 2003-2005, sektor tersebut adalah sektor bangunan dan konstruksi, sektor listrik, gas dan air bersih, dan sektor industri pengolahan. 2. Penjabaran mengenai faktor penyebab perubahan struktur ekonomi dapat diketahui dengan analisis shift share. Analisis ini dapat menunjukkan adanya pergeseran (shift) hasil pembangunan perekonomian daerah jika daerah itu memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian regional. Dilihat dari hasil analisis shift share klasik pada tahun 2003-2004 sektor yang mempunyai nilai positif adalah sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan kontruksi 76 Bab V Kesimpulan dan Saran 77 dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sedangkan pada tahun 20042005 adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa. Sektor-sektor tersebut layak mendapat prioritas dalam pembangunan Kota Cimahi. 5.2. Saran Adapun saran dari penulis setelah melihat fenomena-fenomena yang terjadi dan menganalisisnya adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana perkotaan untuk mendukung aktivitas perekonomian daerah dan kehidupan masyarakat, sehingga dapat mempermudah masyarakat Kota Cimahi untuk beraktivitas dan dapat juga untuk menarik investor baik itu investor asing ataupun investor dalam negeri untuk berinvestasi di Kota Cimahi untuk pengembangan sektor-sektor ekonomi, baik itu sektor yang unggul agar di masa mendatang tetap unggul ataupun untuk sektor yang bukan termasuk sektor unggulan agar di masa mendatang menjdai sektor yang unggul. 2. Dengan sektor industri yang mempunyai daya serap akan tenaga kerja yang paling tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya di Kota Cimahi, sebaiknya kerjasama antara usaha kecil dan menengah yang dikelola masyarakat dengan perusahaan, industri baik itu berskala sedang ataupun menengah lebih ditingkatkan sehingga dapat memperbanyak lapangan kerja yang tersedia sehingga akan menyerap banyak tenaga kerja Bab V Kesimpulan dan Saran 78 yang lebih banyak yang berguna untuk mengurangi beban angka pengangguran. 3. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan masyarakat agar tercipta angkatan kerja yang memiliki kualitas untuk meningkatkan kinerja sektorsektor ekonomi. 4. Sektor bangunan dan kontruksi merupakan sektor yang unggulan apabila dilihat dari hasil metode LQ, tetapi sektor tersebut bukan termasuk unggulan apabila dilihat dari metode Shift share karena meskipun sektor bangunan dan kontruksi merupakan sektor unggulan karena memenangi persaingan dengan daerah lain tetapi sektor tersebut tidak dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar, dengan kata lain sektor bangunan dan kontruksi dalam hal penyerapan tenaga kerjanya apabila dibandingkan dengan sektor yang sama pada daerah lain masih belum mampu memenangi persaingan. Oleh karena itu perlu kiranya pemerintah Kota Cimahi mengembangkan sektor tersebut agar mampu menyerap banyak tenaga kerja dengan cara mempermudah dalam perizinan-perizinan bangunan sehingga dapat menarik para investor-investor baik asing ataupun dalam negeri untuk menanamkan investasinya. Dengan begitu di Kota Cimahi akan semakin banyak bangunan-bangunan baik itu mall-mall ataupun pabrik-pabrik yang akan dapat menyerap banyak tenaga kerja di Kota Cimahi dan bisa dijadikan sebagai pendorong untuk sektor-sektor lain agar mampu berkembang. Daftar Pustaka DAFTAR PUSTAKA Arsyad, lincolin. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2004. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Cimahi. ______Rencana Strategis Daerah Kota Cimahi Tahun 2003. ______Program Pembangunan Daerah Kota Cimahi Tahun 2003. Badan Pusat Statistik Kota Cimahi. ______Kota Cimahi Dalam Angka Tahun 2003-2005. ______Profil Kependudukan dan Ketenagakerjaan kota Cimahi Tahun 2005. ______Produk Domestik Regional Bruto Kota Cimahi Tahun 2003-2005. ______Kesempatan Kerja Kota Cimahi Tahun 2003-2005. Badan Pusat Statistik Jawa Barat. ______Jawa Barat Dalam Angka Tahun 2003-2005. ______Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Tahun 2003- 2005. ______Kesempatan Kerja Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2005. Jhingan, M.L. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1994. Nanga, Muana. Makroekonomi :Tteori, Masalah dan Kebijakan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2001. Nurhayati, Siti Fatimah. Jurnal Ekonomi Pembangunan : Analisis Penentuan Spesialisasi Sektor di Kabupaten Boyolali Dalam Menghadapi Implementasi Otonomi Daerah : Masa Krisis Ekonomi 1997-1999. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2002. Robinson Tarigan M.R.P. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT Bumi Aksara, 2005. Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta : PT Grafindo Persada, 1995. 79 Daftar Pustaka 80 Suryana. Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan. Bandung : Salemba Empat, 2000. Todaro, Michael P. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta : Erlangga, 2003. 80 Lampiran Perhitungan dan hasil LQ LQ = ( PDRB sektor i Cimahi / PDRB seluruh sektor Cimahi ) PDRB sektor i Jawa Barat / PDRB seluruh sektor Jawa Barat Tahun 2003 Lapangan Usaha Hasil LQ ( 10.872,91 / 1.203.274,03 ) 32.078.344,74 / 221.628.173,72 ( 0,00 / 1.203.274,03 ) 8.232.371,91 / 221.628.173,72 ( 767.516,93 / 1.203.274,03 ) 94.276.294,56 / 221.628.173,72 ( 54.265,52 / 1.203.274,03 ) 4.918.153,74 / 221.628.173,72 ( 54.172,32 / 1.203.274,03 ) 5.985.267,25 / 221.628.173,72 ( 190.105,70 / 1.203.274,03 ) 42.420.431,40 / 221.628.173,72 ( 31.280,15 / 1.203.274,03 ) 9.323.763,67 / 221.628.173,72 ( 19.711,74 / 1.203.274,03 ) 6.967.352,63 / 221.628.173,72 ( 75.348,76 / 1.203.274,03 ) 17.426.193,83 / 221.628.173,72 1. Pertanian 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa = 0,06 = 0,00 = 1,49 = 2,03 = 1,66 = 0,82 = 0,61 = 0,52 = 0,79 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2003. (Data hasil olahan) Tahun 2004 Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa Hasil LQ ( 11.255,00 / 1.253.854,08 ) 32.078.344,74 / 233.057.690,94 ( 0,00 / 1.253.854 ) 7.705.213,45 / 233.057.690,94 ( 800.712,68//1.253.854 ) 97.902.362,10 / 233.057.690,94 ( 56.427,38 / 1.253.854 ) 5.337.897,17 / 233.057.690,94 ( 56.468,63 / 1.253.854 ) 6.602.399,92 / 233.057.690,94 ( 197.702,71 / 1.253.854 ) 44.604.769,96 / 233.057.690,94 ( 32.531,04 / 1.253.854 ) 10.274.962,93 / 233.057.690,94 ( 20.298,92 / 1.253.854 ) 7.247.001,69 / 233.057.690,94 ( 78.457,71 / 1.253.854 ) 19.344.963,10 / 233.057.690,94 = 0,06 = 0,00 = 1,52 = 1,96 = 1,58 = 0,82 = 0,58 = 0,52 = 0,75 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2004. (Data hasil olahan) Tahun 2005 Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa Hasil LQ ( 9.060,34 / 5.121.668,01 ) 32.078.344,74/245.798.061,75 ( 0,00 / 5.121.668 ) 7.194.525,89/245.798.061,75 ( 3.204.394,31 / 5.121.668 ) 104.886.919,46/245.798.061,75 ( 190.413,90 / 5.121.668 ) 5.649.829,62/245.798.061,75 ( 316.984,57 / 5.121.668 ) 7.700.823,72/245.798.061,75 ) ( 934.167,18 / 5.121.668 47.259.969,72/245.798.061,75 ( 78.075,29 / 5.121.668 ) 10.295.854,17/245.798.061,75 ( 96.060,45 / 5.121.668 ) 7.570.633,17/245.798.061,75 ( 292.511,87 / 5.121.668 ) 20.468.266,35/245.798.061,75 = 0,01 = 0,00 = 1,46 = 1,61 = 1,97 = 0,94 = 0,36 = 0,60 = 0,68 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2005. (Data hasil olahan) Tabel Kesempatan kerja Per Sektor di Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2005 Kesempatan kerja 2004 2005 Absolut 2004-2003 2005-2004 Pertumbuhan 2004-2003 2005-2004 Sektor 2003 1.Pertanian 2.Pertambangan dan penggalian 3.Industri pengolahan 4.Listrik, Gas& Air bersih 5.Bangunan dan konstruksi 6.Perdagangan, hotel dan restoran 7.Pengangkutan dan komunikasi 8.Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 5.191.960 4.353.604 4.450.695 -838.356 97.091 -16,15% 2,23% 121.658 64.068 59.917 -57.590 -4.151 -47,34% -6,48% 2.333.560 2.569.523 2.743.602 235.963 174.079 10,11% 6,77% 49.724 39.839 40.256 -9.885 417 -19,88% 1,05% 762.951 849.855 902.209 86.904 52.354 11,39% 6,16% 3.381.252 3.331.241 3.360.849 -50.011 29.608 -1,48% 0,89% 1.098.819 1.284.381 1.310.420 185.562 26.039 16,89% 2,03% 82.198 271.575 270.333 189.377 -1.242 230,39% -0,46% 9.Jasa-jasa 1.884.465 1.831.527 1.868.997 -52.938 37.470 -2,81% 2,05% JUMLAH 14.906.587 14.595.613 15.007.278 -310.974 411.665 181,12% 14,24% Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2003-2005 Tabel Kesempatan kerja Per Sektor di Kota Cimahi Tahun 2003-2005 Sektor 1. Pertanian 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan dan kontruksi 6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa JUMLAH Kesempatan kerja 2003 2004 2005 Absolut 2004-2003 2005-2004 Pertumbuhan 2004-2003 2005-2004 1.816 1.611 963 -205 -648 -11,28% -40,22% 0 0 0 0 0 0% 0% 73.698 73.927 81.855 229 7.928 0,31% 10,72% 1.018 1.611 2.889 593 1.278 58,25% 79,32% 6.982 10.919 8.667 3.937 -2.252 56,38% -20,62% 31.586 33.652 34.668 2.066 1.016 6,54% 3,01% 11.209 10.740 10.914 -469 174 -4,18% 1,62% 4.955 34.758 167.136 2.685 26.671 161.816 2.247 27.285 169.488 -2.270 -8.087 -5.32 -438 614 7.672 -45,81% -23,26% -17,69% -16,31% 2,30% 29,62% Sumber : BPS Kota Cimahi, 2003-2005 Lampiran Hasil dan Perhitungan Pertumbuhan regional (Nij) Pertumbuhan Regional = kesempatan kerja sektor i Kota Cimahi x laju pertumbuhan di Jawa Barat Lapangan Usaha 1. Pertanian 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan dan kontruksi 6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa 2004-2003 2005-2004 1.611 0 x x 14,24 14,24 = 22.940,64 =0 = 13.348.181,76 = 184.380,16 73.927 1.611 x x 14,24 14,24 = 1.052.720,48 = 22.940,64 181,12 = 1.264.579,80 10.919 x 14,24 = 155.486,56 x 181,12 = 5.720.856,32 33.652 x 14,24 = 479.204,48 11.209 x 181,12 = 2.030.174,08 10.740 x 14,24 = 152.937,60 4.955 x 181,12 = 897.449,60 2.685 x 14,24 = 38.234,40 34.758 x 181,12 = 6.295.368,96 26.671 x 14,24 = 379.795,04 1.816 1.114 x x 181,12 181,12 = 328.913,92 = 201.767,68 73.698 1.018 x x 181,12 181,12 6.982 x 31.586 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2003-2005. (Data hasil olahan) Lampiran Hasil dan Perhitungan Bauran industri (Mij) Bauran industri = kesempatan kerja sektor i Kota Cimahi x (laju pertumbuhan sektor i Jawa Barat - laju pertumbuhan di Jawa Barat ) Lapangan Usaha 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan dan kontruksi Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa 2004-2003 1.816 0 (-16,15 (-47,34 - 181,12) - 181,12) = 358.242,32 =0 73.698 1.018 (10,11 (-19,88 - 181,12) - 181,12) = -12.603.094,98 = 204.618 6.982 (11,39 - 181,12) = -1.185.054,80 31.586 (-1,48 - 181,12) = -5.767.603,60 11.209 (16,89 - 181,12) = -1.840.854 4.955 (230,39 - 181,12) = 244.132,85 34.758 (-2,81 - 181,12) = -6.393.038,90 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2003-2004.(Data hasil olahan) Lapangan Usaha 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan dan kontruksi Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa 2005-2004 1.611 0 (2,23 (-6,48 - 14,24) - 14,24) = -19.348,11 =0 73.927 1.611 (6,77 (1,05 - 14,24) - 14,24) = -552.234,69 = -21.249,09 10.919 (6,16 - 14,24) = -88.225,52 33.652 (0,89 - 14,24) = -449.254,20 10.740 (2,03 - 14,24) = -131.135,40 2.685 (-0,46 - 14,24) = -39.469,50 26.671 (2,05 - 14,24) = -325.119,49 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2004-2005. (Data hasil olahan) Lampiran Hasil dan Perhitungan Keunggulan kompetitif (Cij) Keunggulan kompetitif = kesempatan kerja sektor i Kota Cimahi x (laju pertumbuhan sektor i Kota Cimahi - laju pertumbuhan sektor i Jawa Barat ) Lapangan Usaha 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan dan kontruksi Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa 2004-2003 1.816 0 (-11,28 (0 - (-16,15)) (-47,34)) = 8.843,92 =0 73.698 1.018 (0,31 (58,25 - 10,11) (-19,88)) = -722.240,40 = 79.536,34 6.982 (56,38 - (11,39 = 314.120,18 31.586 (6,54 - (-1,48)) = 253.319,72 11.209 (-4,18 - (16,89) = -236.173,63 4.955 (-0,45 - (230,39) = -1.368.571 34.758 (-23,26 - (-2,81)) = -710.801,10 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2003-2004. (Data hasil olahan) Lapangan Usaha 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan dan kontruksi Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa 2005-2004 2,23) - (-6,48)) = -68.386,95 =0 - 6,77) 1,05) = 292.011,65 = 126.092,97 (-0,20 - 6,16) = -292.410,82 33.652 (3,01 - 0,89) = 71.342,24 10.740 (1,62 - 2,03) = -4.403,40 2.685 (-16,31 26.671 (2,30 1.611 0 (-40,22 (0 73.927 1.611 (0,10 (79,32 10.919 - (-0,46)) - 2,05) = -42.557,25 = 6.667,75 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2004-2005. (Data hasil olahan) Lampiran Hasil dan Perhitungan Kesempatan kerja nyata (Dij) Kesempatan kerja nyata = Kesempatan kerja sektor i Kota Cimahi pada tahun n Kesempatan kerja sektor i Kota Cimahi pada tahun sebelumnya Lapangan Usaha 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan dan kontruksi Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa 2004-2003 2005-2004 1.611 0 - 1.816 0 = -205 =0 963 0 - 1.611 0 = -648 =0 73.927 1.611 - 73.698 1.018 = 229 = 593 81.855 2.889 - 73.927 1.611 = 7.928 = 1.278 10.919 - 6.982 = 3.937 8.667 - 10.919 = -2.252 33.652 - 31.586 = 2.066 34.668 - 33.652 = 1.016 10.740 - 11.209 = -469 10.914 - 10.740 = 174 2.685 - 4.955 = -2270 2.247 - 2.685 = -438 26.671 - 34.758 = -8.087 27.285 - 26.671 = 614 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Kota Cimahi, 2003-2005.(Data hasil olahan) Lampiran PDRB Provinsi Jawa Barat 2003-2005 Sektor 1.Pertanian 2.Pertambangan 3.Industri pengolahan 4.Listrik, Gas& Air 5.Bangunan& konstruksi 6.Perdagangan 7.Angkutan, komunikasi 8.Keuangan 9.Jasa-jasa JUMLAH 2003 32.078.344,74 8.232.371,91 94.276.294,56 4.918.153,74 Tahun 2004 34.038.120,63 7.705.213,45 97.902.362,10 5.337.897,17 2005 34.691.239,65 7.194.525,89 104.886.919,46 5.649.829,62 5.985.267,25 42.420.431,40 6.602.399,92 44.604.769,96 7.700.823,72 47.259.969,72 9.323.763,67 6.967.352,63 17.426.193,83 221.628.173,72 10.274.962,93 7.247.001,69 19.344.963,10 233.057.690,94 10.295.854,17 7.570.633,17 20.468.266,35 245.798.061,75 Sumber BPS Provinsi Jawa Barat, 2003-3005 Lampiran PDRB Kota Cimahi 2003-2005 Sektor 1.Pertanian 2.Pertambangan 3.Industri pengolahan 4.Listrik, Gas& Air 5.Bangunan& konstruksi 6.Perdagangan 7.Angkutan, komunikasi 8.Keuangan 9.Jasa-jasa JUMLAH 2003 10.872,91 0,00 767.516,93 54.265,52 Tahun 2004 9.021,27 0,00 3.074.081,26 182.396,70 2005 9.060,34 0,00 3.204.394,31 190.413,90 54.172,32 190.105,70 306.089,88 884.820,97 316.984,57 934.167,18 31.280,15 19.711,74 75.348,76 1.203.274,03 75.195,79 91.767,27 274.967,24 4.898.150,91 78.075,29 96.060,45 292.511,87 5.121.668,01 Sumber BPS Kota Cimahi, 2003-3005 LAMPIRAN – LAMPIRAN Hasil Analisis Shift Share Klasik di Kota Cimahi Tahun 2003-2004 Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Pertumbuhan Regional (Nij) 328913.92 0 13348181.76 184380.16 1264579.80 5720856.32 2030174.08 897449.60 6295368.96 30069904.60 Bauran Keunggulan Kesempatan Industri Kompetitif Kerja Nyata (Mij) (Cij) (Dij) -358242.32 8843.92 -205 0 0 0 -12603094.98 -722240.40 229 -204618 79536.34 593 -1185054.80 314120.18 3937 -5767603.60 253319.72 2066 -1840854 -236173.63 -469 244132.85 -6393038.90 -28108373.75 -1368571 -710801.10 -2381965.97 -2270 -8087 -4206 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Suseda, Tahun 2003-2004 (data diolah) Hasil Analisis Shift Share Klasik di Kota Cimahi Tahun 2004-2005 Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Pertumbuhan Regional (Nij) 22940.64 0 1052720.48 22940.64 155486.56 479204.48 152937.60 38234.40 379795.04 2304259.84 Bauran Keunggulan Kesempatan Industri Kompetitif Kerja Nyata (Mij) (Cij) (Dij) -19348.11 -68386.95 -648 0 0 0 -552234.69 292011.65 7928 -21249.09 126092.97 1278 -88225.52 -292410.82 -2252 -449254.20 71342.24 1016 -131135.40 -4403.40 174 -39469.50 -325119.49 -1626036 -42557.25 6667.75 88356.19 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Suseda, Tahun 2004-2005 (data diolah) -438 614 7672 Hasil Analisis LQ Kota Cimahi Tahun 2003-2005 Sektor 2003 0.06 0 1.49 2.03 1.66 0.82 0.61 2004 0.06 0 1.52 1.96 1.58 0.82 0.58 2005 0.01 0 1.46 1.61 1.97 0.94 0.36 Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 0.52 0.52 0.6 Jasa-jasa 0.79 0.75 0.68 Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, Tahun 2003-2005 (data diolah)