BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan, serta penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU RI 24/2007 pasal 1 butir 1). Berbagai potensi bencana alam yang mungkin timbul sudah sebaiknya harus kita kenal agar karakter bahaya alam tersebut dapat kita minimalkan dampaknya. Selain itu, potensi bencana alam ini telah diperparah oleh beberapa permasalahan lain yang muncul di tanah air kita yang memicu peningkatan kerentanannya. Peningkatan kerentanan ini akan lebih diperparah bila masyarakat sama sekali tidak menyadari dan tanggap terhadap adanya potensi bencana alam di daerahnya. Pengalaman memperlihatkan bahwa kejadiankejadian bencana alam selama ini telah banyak menimbulkan kerugian dan penderitaan yang cukup berat sebagai akibat dari perpaduan bahaya alam dan kompleksitas permasalahan lainnya. Indonesia memiliki dua musim, yaitu penghujan dan kemarau. Kedua musim dapat menimbulkan dampak negatif, yaitu pada musim penghujan mengakibatkan longsor dan bajir, sedangkan musim kemarau yang panjang mengakibatkan kekeringan. Kekeringan merupakan kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume yang diharapkan untuk jangka waktu khusus. Semakin meluasnya dampak musim kemarau, mengakibatkan warga mulai kesulitan memperoleh air bersih. Sementara itu sumber-sumber air mulai mengering. Warga pun sebagian terpaksa memenuhi kebutuhan air bersihnya dengan mengambil air dari sungai. Perlu penanganan khusus untuk meminimalisir kerugian fisik maupun materiil saat terjadinya bencana kekeringan. Salah satunya adalah mitigasi dan 1 adaptasi terhadap bencana kekeringan. Penggunaan teknik Penginderaan Jauh yang berbasis Sistem informasi geografi dapat digunakan untuk pemantauan (monitoring) pada daerah yang luas. Penginderaan jauh adalah ilmu atau teknik dan seni untuk mendapatan informasi tentang objek, wilayah, atau gejala dengan cara menganalisis data yang diperoleh dengan suatu alat, tanpa berhubungan langsung dengan objek, wilayah atau gejala yang sedang dikaji (Lillesand dan Keifer). Teknik penginderaan jauh menghasilkan produk berupa citra dan foto udara yang menggambarkan kenampakan permukaan bumi daerah tertentu. Perkembangan teknologi penginderaan jauh pada saat ini mengalami perkembangan yang pesat, diantaranya penerapan di bidang inventarisasi sumber daya alam. Melalui pemanfaatan data penginderaan jauh yang ada maka pemantauan terhadap daerah-daerah yang masuk dalam zonasi kekeringan dapat dilakukan. Landsat 8 merupakan produk citra satelit penginderaan jauh yang diluncurkan pada 11 Februari 2013, oleh NASA dan satelit ini dinamakan Landsat Data Continuity Mission (LDCM). Satelit ini mulai menyediakan produk citra open access sejak tanggal 30 Mei 2013, menandai perkembangan baru dunia antariksa. NASA lalu menyerahkan satelit LDCM kepada USGS sebagai pengguna data terhitung 30 Mei tersebut. Satelit ini kemudian lebih dikenal sebagai Landsat 8. Pengelolaan arsip data citra masih ditangani oleh Earth Resources Observation and Science (EROS) Center. (http://geomatika.its.ac.id, 2013). Landsat 8 lebih sesuai disebut sebagai satelit dengan misi melanjutkan landsat 7 dari pada disebut sebagai satelit baru dengan spesifikasi yang baru pula. Ini terlihat dari karakteristiknya yang mirip dengan landsat 7, baik resolusinya (spasial, temporal, spektral), metode koreksi, ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang dibawa. Hanya saja ada beberapa tambahan yang menjadi titik penyempurnaan dari landsat 7 seperti jumlah band, rentang spektrum gelombang elektromagnetik terendah yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit (rentang nilai Digital Number) dari tiap piksel citra. 2 Pemanfaatan SIG (Sistem Informasi Geografi) menggunakan pemodelan berupa tumpang susun (overlay) beberapa parameter fisik lahan tersebut yang diberikan nilai tiap parameter, akan memiliki skor tersendiri dan memiliki nilai tingkat kerawanan kekeringan. Parameter fisik lahan seperti kelerengan, jenis tanah, curah hujan, dan bentuklahan dapat memberikan suatu informasi baru mengenai potensi kekeringan suatu daerah. Kondisi daerah dengan kelerengan curam, air hujan yang turun akan menjadi limpasan dan mengalir ke daerah yang landai hingga datar, sehingga potensi terjadinya kekeringan semakin tinggi. Sebaliknya dengan daerah dengan kelerengan datar, air hujan yang jatuh ke permukaan akan ditampung dan menjadi simpanan air, sehingga potensi kekeringannya rendah. Pengaruh curah hujan terhadap kekeringan seperti apabila banyak terjadi hujan yang tersebar tidak merata dan persebarannya tidak normal. Jenis tanah dengan sifat fisik berpori-pori lebar, seperti bertekstur pasir akan mudah dalam meloloskan air, sehingga potensi terjadinya kekeringan semakin besar. Tanah dengan tekstur liat yang memiliki pori-pori kecil mudah menampung air yang berada di atasnya, dan sulit untuk meloloskan air sehingga potensi kekeringannya rendah. Begitu pula keadaan bentuklahan yang secara tidak langsung dilihat melalui topografinya, seperti bentuklahan asal proses vulkan memiliki potensi kekeringan yang cukup tinggi mengingat terdapat pada daerah bertopografi yang curam. 1.2 Perumusan Masalah Kabupaten Karanganyar memiliki kondisi yang bervariasi dari topografi, jenis tanah, curah hujan, penggunaan lahan maupun bentuklahannya sehingga memiliki tingkat potensi kekeringan yang berbeda. Kabupaten Karanganyar pada bulan Agustus sampai awal awal Oktober 2012 mengalami kekeringan. Dampak musim kemarau tersebut membuat resah masyarakat terutama para petani yang kesehariannya bercocok tanam di sawah. (Solopos, 27 Agustus 2012.) 3 Berdasarkan uraian yang ada, muncul pertanyaan penelitian berupa : 1. Bagaimana peranan penginderaan jauh dan sistem informasi geografi untuk penentuan parameter daerah rawan kekeringan di Kabupaten Karanganyar ? 2. Bagaimana sebaran kerawanan daerah potensi kekeringan di Kabupaten Karanganyar ? Berdasarkan masalah-masalah tersebut maka dilakukan penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi untuk Pemetaan Daerah Rawan Kekeringan di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah”. 1.3 Tujuan 1. Mengkaji manfaat data penginderaan jauh dan sistem informasi geografi untuk mengetahui parameter penentuan daerah potensi kekeringan di Kabupaten Karanganyar. 2. Memetakan zona rawan kekeringan di Kabupaten Karanganyar dengan memanfaatkan data penginderaan jauh dan sistem informasi geografi. 1.4 Manfaat 1. Memberikan informasi mengenai daerah potensi rawan kekeringan di Kabupaten Karanganyar. 2. Sebagai bahan pertimbangan instansi terkait dalam menindaklanjuti daerah rawan kekeringan saat musim kemarau tiba. 3. Bagi akademik dapat dijadikan bahan pembelajaran untuk penelitian kekeringan selanjutnya. 4 1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand and Kiefer., 1990). Senada dengan Lillesand dan Kiefer (1990), Campbell, (2002) mendefinisikan penginderaan jauh sebagai teknik mendapatkan informasi tentang permukaan bumi dan permukaan air menggunakan gambar yang diperoleh dari perspektif overhead, dengan menggunakan radiasi elektromagnetik dalam satu atau lebih wilayah spektrum elektromagnetik, dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi. Informasi secara potensial tertangkap pada suatu ketinggian melalui energi yang terbangun dari permukaan bumi, yang secara detil didapatkan dari variasivariasi spasial, spektral dan temporal lahan tersebut (Landgrebe, 2003). Sistem inderaja terdiri dari berbagai komponen yang terintegrasi dalam satu kesatuan. Komponen-komponen tersebut meliputi sumber tenaga, atmosfer, objek, sensor dengan wahana, pengolahan data, interpretasi/ analisis dan pengguna (user). Untuk dapat memahami prinsip penginderaan jauh, terdapat 5 komponen yang terdapat pada sistem penginderaan jauh meliputi : 1. Matahari sebagai sumber energi utama karena temperaturnya tinggi 2. Atmosfer sebagai medium yang bersikap menyerap, memantulkan, menghamburkan (scatter) dan melewatkan radiasi elektromagnetik 3. Obyek atau target di muka bumi yang diterima atau memancarkan spektrum elektromagnetik dari dalam obyek tersebut 4. Radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan 5. Alat pengindera (sensor), yaitu alat untuk menerima dan merekam radiasi atau emisi spektrum elektromagnetik yang datang dari obyek. Gambar penyadapan informasi permukaan bumi dengan penginderaan jauh dapat dilihat pada Gambar 1.1. 5 m Gambar 1.1 Penyadapan Informasi Permukaan Bumi dengan Penginderaan Jauh 1.5.1.1 Landsat 8 Citra adalah adalah gambaran visual tenaga yang direkam dengan menggunakan piranti penginderaan jauh (Ford, 1979, dalam Sutanto 1986). Landsat 8 merupakan salah satu produk citra satelit penginderaan jauh yang diluncurkan pada 11 Februari 2013, oleh NASA dan satelit ini dinamakan Landsat Data Continuity Mission (LDCM). Satelit ini mulai menyediakan produk citra open access sejak tanggal 30 Mei 2013, menandai perkembangan baru dunia antariksa. NASA lalu menyerahkan satelit LDCM kepada USGS sebagai pengguna data terhitung 30 Mei tersebut. Satelit ini kemudian lebih dikenal sebagai Landsat 8. Pengelolaan arsip data citra masih ditangani oleh Earth Resources Observation and Science (EROS) Center. (http://geomatika.its.ac.id, 2013). Landsat 8 lebih cocok disebut sebagai satelit dengan misi melanjutkan landsat 7 dari pada disebut sebagai satelit baru dengan spesifikasi yang baru pula. Ini terlihat dari karakteristiknya yang mirip dengan landsat 7, baik resolusinya (spasial, temporal, spektral), metode koreksi, ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang dibawa. Hanya saja ada beberapa tambahan yang menjadi titik penyempurnaan dari landsat 7 seperti jumlah band, rentang spektrum gelombang elektromagnetik terendah 6 yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit (rentang nilai Digital Number) dari tiap piksel citra. Seperti dipublikasikan oleh USGS, satelit landsat 8 mengorbit dengan ketinggian 705 km dari permukaan bumi dan memiliki area scan seluas 170 km x 183 km (mirip dengan landsat versi sebelumnya). NASA sendiri menargetkan satelit landsat versi terbarunya ini mengemban misi selama 5 tahun beroperasi (sensor OLI dirancang 5 tahun dan sensor TIRS 3 tahun). Tidak menutup kemungkinan umur produktif landsat 8 dapat lebih panjang dari umur yang dicanangkan sebagaimana terjadi pada landsat 5 (TM) yang awalnya ditargetkan hanya beroperasi 3 tahun namun ternyata sampai tahun 2012 masih bisa berfungsi. Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip dengan landsat 7. Jenis kanal, panjang gelombang dan resolusi spasial setiap band pada landsat 8 dibandingkan dengan landsat 7 seperti tertera pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Perbandingan Band Landsat 7 dan 8 Sumber : NASA. “Landsat Data Continuity Mission Brochure” Ada beberapa spesifikasi baru yang terpasang pada band landsat ini khususnya pada band 1, 9, 10, dan 11. Band 1 (ultra blue) dapat menangkap panjang gelombang elektromagnetik lebih rendah dari pada band yang sama pada landsat 7, 7 sehingga lebih sensitif terhadap perbedaan reflektan air laut atau aerosol. Band 9 dapat digunakan untuk deteksi awan cirrus. Band thermal (kanal 10 dan 11) sangat bermanfaat untuk mendeteksi perbedaan suhu permukaan bumi dengan resolusi spasial 100 m. 1.5.2 Interpretasi Citra Interpretasi citra (image interpretation) merupakan proses untuk memperoleh informasi dengan citra sebagai sumber atau sebagai perantaranya (Sutanto, 1979). Pengenalan obyek merupakan bagian vital dalam interpretasi citra. Untuk itu identitas dan jenis obyek pada citra sangat diperlukan dalam analisis memecahkan masalah yang dihadapi. Karakteristik obyek pada citra dapat digunakan untuk mengenali obyek yang dimaksud dengan unsur interpretasi. Unsur interpretasi yang dimaksud adalah: 1. Rona / warna Rona dan warna merupakan unsur pengenal utama atau primer terhadap suatu obyek pada citra penginderaan jauh. Fungsi utama adalah untuk identifikasi batas obyek pada citra. Penafsiran citra secara visual menuntut tingkatan rona bagian tepi yang jelas, hal ini dapat dibantu dengan teknik penajaman citra ( enhacement) . Rona merupakan tingkat / gradasi keabuan yang teramati pada citra penginderaan jauh yang dipresentasikan secara hitam-putih. Permukaan obyek yang basah akan cenderung menyerap cahaya elektromagnetik sehingga akan nampak lebih hitam disbanding obyek yang relatif lebih kering. Warna merupakan ujud yang yang tampak mata dengan menggunakan spectrum sempit, lebih sempit dari spectrum elektromagnetik tampak ( Sutanto, 1986). Contoh obyek yang menyerap sinar biru dan memantulkan sinar hijau dan merah maka obyek tersebut akan tampak kuning. Dibandingkan dengan rona, perbedaaan warna lebih mudah dikenali oleh penafsir dalam mengenali obyek secara visual. Hal inilah yang dijadikan dasar untuk menciptakan citra multispektral. 8 2. Bentuk Bentuk dan ukuran merupakan asosiasi sangat erat. Bentuk menunjukkan konfigurasi umum suatu obyek sebagaimana terekam pada citra penginderaan jauh. Bentuk mempunyai dua makna yakni: a. Bentuk luar/umum, contohnya sawah dengan bentuk berpetak-petak. b. Bentuk rinci atau susunan bentuk yang lebih rinci dan spesifik. Contohnya bentuk sekolah berbentuk huruf U, lapangan sepak bola berbentuk persegi panjang. 3. Ukuran Ukuran merupakan bagian informasi konstektual selain bentuk dan letak. Ukuran merupakan atribut obyek yang berupa jarak , luas , tinggi, lereng dan volume (sutanto, 1986). Ukuran merupakan cerminan penyajian penyajian luas daerah yang ditempati oleh kelompok individu. 4. Tekstur Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra (Kiefer, 1979). Tekstur dihasilkan oleh kelompok unit kenampkan yang kecil, tekstur sering dinyatakan kasar,halus, ataupu belang-belang (Sutanto, 1986). Contoh hutan primer bertekstur kasar, hutan tanaman bertekstur sedang, tanaman padi bertekstur halus. 5. Pola Pola merupakan karakteristik makro yang digunakan untuk mendiskripsikan tata ruang pada kenampakan di citra. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan beberapa obyek alamiah. Hal ini membuat pola unsur penting untuk membedakan pola alami dan hasil budidaya manusia. Sebagai contoh perkebunan karet , kelapa sawit sangat mudah dibedakan dari hutan dengan polanya dan jarak tanam yang seragam. 6. Bayangan Bayangan merupakan unsur sekunder yang sering membantu untuk identifikasi obyek secara visual , misalnya untuk mengidentifikasi hutan jarang, gugur daun, tajuk (hal ini lebih berguna pada citra resolusi tinggi ataupun foto udara). 9 7. Situs Situs merupakan konotasi suatu obyek terhadap faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan atau keberadaan suatu obyek. Situs bukan ciri suatu obyek secara langsung, tetapi kaitannya dengan faktor lingkungan. Contoh hutan mangrove selalu bersitus pada pantai tropik, ataupun muara sungai yang berhubungan langsung dengan laut (estuaria). 8. Asosiasi (korelasi) Asosiasi menunjukkan komposisi sifat fisiognomi seragam dan tumbuh pada kondisi habitat yang sama. Asosiasi juga berarti kedekatan erat suatu obyek dengan obyek lainnya. Contoh permukiman kita identik dengan adanya jaringan tarnsportasi jalan yang lebih kompleks dibanding permukiman pedesaan. Konvergensi bukti dalam proses penafsiran citra penginderaan jauh sebaiknya digunakan unsur diagnostik citra sebanyak mungkin. Hal ini perlu dilakukan karena semakin banyak unsur diagnostik citra yang digunakan semakin menciut lingkupnya untuk sampai pada suatu kesimpulan suatu obyek tertentu. Konsep ini yang sering disebut konvergensi bukti. Sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar 1.2. Gambar 1.2 Konsep Konvergensi Bukti (Sutanto, 1986) 10 Konsep konvergensi ini dapat diterapkan pada proses penafsiran citra Landsat TM7+ dimana para penafsir memulai pertimbangan umum dilanjutkan ke pertimbangan khusus pada suatu obyek. 1.5.2.1 Interpretasi Bentuklahan Empat aspek utama kajian geomorfologi menurut Verstappen (1983) adalah bentuklahan, proses, asal (genesis) dan lingkungan. Selanjutnya Karmono menjabarkan keempat aspek geomorfologi tersebut menjadi morfologi, morfoproses dan struktur, morfokronologi dan morfoaransmen. Menurut Thornbury (1969) proses geomorfologi dibedakan menjasi 3 yaitu proses endogen yang berupa pemcontoh permukaan bumi (diastrofisme dan volkanisme), proses eksogen yang dapat berupa degradasi (merusak permukaan bumi seperti pelapukan, gerakan massa dan erosi), dan proses ekstraterestrial (proses akibat pengaruh benda-benda luar angkasa terhadap bumi, seperti meteorit). Setiap daerah yang mempunyai bentuklahan yang beragam akan mempunyai jenis tanah yang berbeda pula karena struktur dan pelapukan dari batuan akan menjadikan tanah mempunyai jenis yang beragam. Bentuklahan (landform) mempunyai arti bentuk dan sifat dari kenampakan tertentu di permukaan bumi. Lahan mempunyai arti suatu daerah di permukaan bumi termasuk atmosfer, tanah, geologi, hidrologi, tumbuhan dan binatang, manusia dan aktivitasnya di masa lampau, masa sekarang dan pengaruhnya di masa mendatang. Derbyshire (1979) mengemukakan bahwa bentuklahan merupakan fungsi dari proses dan berubah menurut waktu. Tiga kriteria untuk identifikasi bentuklahan, yaitu : 1. Bentuk atau Relief 2. Density (grey tone) pada foto udara hitam putih dan gradasi warna pada foto udara berwarna atau citra satelit. 3. Lokasi atau Site 11 Lokasi atau site bentanglahan sering dikaitkan dengan situasi ekologi bentanglahan tersebut (landscape ecological situation). Lokasi bentanglahan juga dikaitkan dengan lokasi geografis (geographical site) dan lokasi topografi setempat (topographical site). Adapun jenis-jenis bentuklahan berdasarkan asal proses pemcontohnya dapat dibedakan menjadi berikut : 1. Bentuklahan asal proses vulkanik Merupakan bentuklahan sebagai akibat dari tenaga endogen berupa aktivitas magma/volkan. Bentuklahan asal vulkanik secara sederhana dibagi menjadi 2, yaitu bentuk-bentuk eksplosif dan bentuk-bentuk effusive, yang membentuk bentanglahan tertentu dengan distribusi di sekitar kepundan dan lereng bahkan sampai kaki lereng. Pola aliran sungai terbentuk akibat proses geomorfologi yang bekerja pada batuan di permukaan, sehingga terbentuk pola yang relatif “annular sentrifugal” dengan anak-anak sungai utama relatif sejajar, kemudian bertemu pada tekuk lereng pertama. Kenampakan pada foto udara antara lain : tekstur umumnya kasar, tetapi seragam pada ketinggian atau klas lereng sama, yang semakin ke bawah semakin halus. Rona agak gelap sampai gelap, pola agak teratur dan umumnya kenampakan fisik mempunyai pola yang kontinyu, bekas-bekas aliran lava cair akan tampak berupa garis-garis aliran disekitar kepundan dan berhenti membentuk blok-blok dinding terjal akibat pembekuan di luar. 2. Bentuklahan asal proses fluvial Merupakan bentuklahan yang disebabkan oleh proses fluvial atau proses yang disebabkan oleh aktivitas aliran sungai yang berupa pengikisan, pengangkutan, sedimentasi, membentuk contoh-contoh deposisional yang berupa bentanglahan 12 dataran aluvial, dataran banjir, tanggul alam, teras sungai, dataran berawa, gosong sungai dan kipas aluvial. Pola aliran yang sering dijumpai pada bentuklahan ini adalah dendritik yaitu pola yang menyerupai struktur pohon dengan banyak cabang secara tidak teratur. 3. Bentuklahan asal proses marine Merupakan bentuklahan yang terbentuk akibat aktivitas gelombang laut. Dataran aluvial pantai merupakan bentanglahan dataran sebagai akibat perkembangan pantai yang telah lanjut dan bergeser ke arah darat, yang sekarang telah tertutup oleh material-material hasil sedimentasi proses fluvio-marine. Gisik merupakan bentanglahan yang masih dipengaruhi pasang terendah dan tertinggi air laut, yang merupakan akumulasi pasir pantai. Rataan pasang surut merupakan suatu dataran pantai yang masih dipengaruhi oleh pasang-surut air laut, dengan material penyusunnya lempung pasiran. Laguna merupakan morfologi ledokan yang berada di dua beting gisik. 4. Bentuklahan proses aeolin Merupakan bentuklahan yang terbentuk karena kerja angin yang bersifat erosif dan akumulatif. Akumulasi seperti yang terjadi di pantai berpasir sangat dipengaruhi oleh ukuran butir dan materialnya. Bentuk gumukpasir merupakan contoh bentuklahan yang dibangun oleh aktivitas angin. 5. Bentuklahan asal proses struktural Merupakan bentuklahan yang masih terlihat strukturnya. Seperti patahan, dan lipatan. Bentuklahan ini mempunyai karakteristik : Terbentuk karena adanya tenaga endogen (berupa tekanan horisontal dan vertikal). 13 Perlapisan batuan sedimen yang mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap erosi. 6. Bentuklahan asal proses denudasional Proses denudasi merupakan proses yang cenderung merubah bentuk permukaan bumi yang disebut dengan proses penelanjangan. Proses yang utama adalah degradasi lahan yang berupa pelapukan yang memproduksi regolith dan saprolit serta erosi, pengangkutan dan gerakan massa. Proses denudasional sangat dipengaruhi oleh tipe material (mudah lapuk, kemiringan lereng, curah hujan, suhu udara dan aliran-aliran yang tidak kontinyu). Karakteristik di foto udara, umumnya topografi agak kasar sampai kasar tergantung tingkat denudasinya, relief agak miring sampai miring, pola tidak teratur, terdapat lembah-lambah kering dan kenampakan erosi. Penggunaan lahan umumnya tegalan, kebun campuran. 7. Bentuklahan asal proses solusional/karst Mempunyai karakteristik relief dan drainase alami yang spesifik karena proses pelarutan pada batuan yang mudah larut seperti batu gamping. Bentuklahan yang berkembang pada satuan ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik litologi dan kondisi iklimnya. Pada foto udara terlihat bertopografi kasar, banyak bulatanbulatan yang merupakan kubah sisa pelarutan dengan pola teratur. Aliran sungai terpotong-potong, menghilang akibat masuk dalam ponors infiltrasi menuju ke sungai bawah tanah. Rona cerah, banyak bercak kehitaman, vegetasi jarang. 1.5.2.2 Penerapan konsep multispektral Konsep ini menganjurkan untuk menggunakan beberapa alternatif penggunaan beberapa band secara bersamaan. Kegunaannya adalah untuk memudahkan interpretasi dengan mempertimbangkan kelebihan masing masing penerapan komposit band tersebut. Citra Komposit adalah perpaduan dari citra 14 beberapa saluran (band) dengan komposit warna tertentu untuk memperoleh gambaran visual yang lebih baik. (Danoedoro, 1996 dalam Diana, 2004). Pada citra dengan komposit band 543, dapat dengan mudah dibedakan antara obyek vegetasi dengan non vegetasi, obyek bervegetasi dipresentasikan dengan warna hijau, tana kering dengan warna merah, komposist ini paling popular untuk penerapan di bidang kehutanan (Departemen kehutanan). Citra dengan komposit band 432, mempunyai kelebihan untuk membedakan obyek kelurusan seperti jalan dan kawasan perkotaan. Jaringan jalan dipresentasikan dengan warna putih. Citra dengan komposit band 543, mempunyai kelebihan mudah untuk membedakan obyek yang mempunyai kandungan air atau kelembapan tinggi. Obyek dengan tingkat kelembapan atau kandungan air tinggi akan dipresentasikan dengan rona yang lebih gelap secara kontras. Contoh obyek tambak akan tampak berwarna biru kehitaman dengan bentuk kotak teratur., komposit ini membantu dalam pembedaan hutan rawa dengan hutan lahan kering, sawah dengan padi tua ataupun sawah dengan awal penanaman. 1.5.3 Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografi (SIG) mempunyai berbagai batasan, antara lain : SIG adalah sistem penanganan data keruangan. SIG adalah alat yang bermanfaat untuk pengumpulan, penimbunan pengambilan kembali data yang diinginkan, pengubahan dan penayangan data keruangan yang berhasil dari kenyataan dunia (world). Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan satu kesatuan perangkat lunak yang digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan dan membuat keluaran suatu informasi yang terkait dengan unsur geografis beserta atribut-atributnya. Secara garis besar Sistem Informasi Geografi terdiri dari 4 (empat) bagian, yaitu : 1. Masukan data Masukan data atau input data yaitu mengubah bentuk data ke dalam bentuk yang dapat digunakan computer, yaitu bentuk data digital. Data yang dimasukan 15 kedalam Sistem Informasi Geografi biasanya merupakan data grafis atau data spasial, data atribut atau data tabular dan data yang berasal dari data penginderaan jauh yaitu data digital satelit. Kumpulan data diatas tersebut disebut juga basis data ( data base ). Hal terpenting dalam masukan data adalah segi ketepatan data yang dihasilkan. Basis data dalam Sistem Informasi Geografis dapat terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu : titik, garis, dan area. 2. Pengelolaan atau manajemen data Manajemen data meliputi semua operasi penyimpanan, pengaktifan, penyimpanan kembali, dan pencetakkan data yang diperoleh dari masukan data. Struktur data vector, kenampakan keruangan akan disajikan dalam bentuk titik dan garis yang membentuk kenampakan tertentu. Struktur data raster, kenampakan keruangan akan disajikan dalam bentuk konfigurasi yang membentuk gambar. 3. Manipulasi dan analisis data Manipulasi dan analisis data merupakan fungsi utama dari Sistem Informasi Geografi yang akan menentukan kualitas informasi yang dihasilka, karena pada proses inilah akan dihasilkan suatu informasi tertentu sesuai kebutuhan pengguna. 4. Keluaran data Keluaran data adalah seperangkat prosedur yang digunakan untuk menampilkan informasi dari Sistem Informasi Geografi dalam bentuk yang disesuaikan dengan keinginan pengguna (Aronoff, 1989). Hasil dari prosedur tersebut dapat berwujud dalam bentuk data hardcopy dan digital. Data dalam bentuk hardcopy merupakan data yang dicetak, yaitu bisa berupa peta, tabel, gambar. 16 1.5.4 Kekeringan Kekeringan merupakan kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume yang diharapkan untuk jangka waktu khusus. Kekeringan dapat diartikan juga sebagai suatu keadaan dimana terjadi kekurangan air, dalam hal ini biasanya dikonotasikan dengan kekurangan air hujan. Pengertian lain adalah kekurangan sejumlah air yang diperlukan, dimana keperluan air ini ditentukan oleh kegiatan ekonomi masyarakat maupun tingkat sosial ekonominya. Dengan demikian kekeringan adalah interaksi antara dua fenomena yaitu kondisi sosial ekonomi dan kondisi alam. Karena kekeringan terjadi hampir di semua daerah dunia dan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, definisi yang berlaku harus secara regional bersifat khusus dan terfokus pada dampakdampaknya (Utomo et al., 2009). Kekeringan adalah berkurangnya curah hujan yang cukup besar dan berlangsung lama yang dapat mempengaruhi kehidupan tanaman dan hewan pada suatu daerah dan akan menyebabkan berkurangnya cadangan air untuk keperluan hidup sehari-hari maupun kehidupan tanaman (U. S. Weather Bureau dalam Van Te Chow,1964). Kekeringan merupakan bencana alam yang unik diantara yang lainnya, dan sulit untuk didefinisikan. Kekeringan adalah sesuatu yang normal, keadaan iklim yang berulang, walaupun banyak ketidakmenentuan dengan pertimbangan itu sesuatu yang langka dan kejadian yang acak. Kekeringan ini dapat terjadi di hampir semua zona iklim, tetapi karakteristiknya berubah secara signifikan dari satu wilayah ke lainnya. Kekeringan (Drought) merupakan penyimpangan sementara yang berkaitan dengan musim, berbeda dengan kegersangan (aridity), dimana terbatas pada suatu keadaan yang kering, dimana curah hujan wilayah yang rendah, dan ciri-ciri permanen dari iklim. Terdapat beberapa tipe kekeringan serta penyebabnya (Wisnuboto, 1998 dalam Winati, 2006) yaitu : a. Kekeringan Meteorologis 17 Merupakan kekeringan yang semata-mata terjadi akibat watak iklim wilayah, dalam hal ini di suatu wilayah pada saat tertentu terjadi. Kekurangan (defisit air) karena hujan lebih kecil dari pada evapotranspirasinya (penguapan). Wilayah tersebut biasanya selalu kekeringan air pada musim kemarau. b. Kekeringan Hidrologis Merupakan gejala-gejala menurunnya cadangan air (debit) sebagai waduk dan danau serta menurunnya permukaan air tanah sebagai dampak dari kekeringan jenis in, disebabkan oleh meteorologis, wilayah-wilayah yang kawasan hutannya rusak. c. Kekeringan Pertanian Kekeringan ini berhubungan dengan berkurangnya kandungan air dalam lengas (lengas tanah) sehingga tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan ait bagi tanaman pada suatu periode tertentu.Kekeringan pertanian ini terjadi setelah terjadinya kekeringan meteorologis. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekeringan menurut Wisnusubroto (1998) ada tiga, yaitu : a. Hujan Tipe hujan di suatu wilayah menunjukkan kemungkinan terjadinya kekeringan di wilayah tersebut. Hujan yang tersebar merata dengan curah hujan yang cukup tidak dianggap sebagai penyebab kekeringan. Kekeringan dapat terjadi jika hujan yang terjadi tidak merata, atau tebal hujan yang jatuh menyimpang dari keadaan normal. b. Jenis tanaman yang diusahakan Setiap jenis tanaman memiliki jumlah kebutuhan air berbeda-beda. Tanaman akan mengalami kekeringan jika jenis tanaman yang ditanam memiliki tingkat 18 kebutuhan air yang tidak sesuai dengan agihan hujan yang ada, meskipun dalam jumlah keseluruhannya cukup. c. Tanah Besar kecilnya kemampuan tanah untuk menyimpan air menentukan peluang terjadinya kekeringan. Karena itu parameter yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kekeringan adalah jenis tanah serta solum tanah. Tanah yang memiliki kemampuan menyimpan air rendah, akan lebih cepat mengalami kekeringan dibandingkan tanah yang memiliki kemampuan menyimpan air yang tinggi. Selain faktor-faktor tersebut, faktor topografi, dan geologi juga berpengaruh pada intensitas kekeringan. 1.5.5 Parameter Fisik Lahan Parameter fisik lahan yang mempengaruhi untuk potensi terjadinya kekeringan meliputi jenis tanah, curah hujan, kemiringan lereng, dan bentuklahan. 1.5.5.1 Kemiringan Lereng Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (persen) dan o (derajat). Kemiringan lereng digunakan sebagai asumsi untuk melihat kecepatan limpasan permukaan yang terjadi. Semakin landai kemiringan lereng, maka aliran limpasan permukaan semakin lambat sehingga air yang jatuh akan dapat diserap oleh tanah lebih banyak, sehingga risiko terjadinya kekeringan lebih kecil, begitupula sebaliknya semakin curam kemiringan lereng, maka aliran limpasan permukaan semakin cepat sehinga air hujan yang jatuh akan sedikit diserap oleh tanah, dan resio terjadinya kekeringan lebih besar. 1.5.5.2 Jenis Tanah Tanah adalah bagian yang terdapat pada kerak bumi yang tersusun atas mineral dan bahan organik. Tanah merupakan salah satu penunjang yang membantu 19 kehidupan semua mahluk hidup yang ada di bumi. Tanah sangat mendukung terhadap kehidupan tanaman yang menyediakan hara dan air di bumi. selain itu, Tanah juga merupakan tempat hidup berbagai mikroorganisme yang ada di bumi dan juga merupakan tempat berpijak bagi sebagian mahluk hidup yang ada di darat. Tanah terbentuk dari proses pelapukan batuan yang dibantu oleh organisme membentuk tekstur unik yang menutupi permukaan bumi. proses pembentukan tanah ini akan membentuk lapisan-lapisan yang menutupi seluruh permukaan bumi. lapisan-lapisan yang terbentuk memiliki tekstur yang berbeda dan setiap lapisan juka akan mencerminkan proses-proses fisika, kimia dan biologi yang telah terjadi selama proses pembentukannya. Hans Jenny (1899-1992), seorang pakar tanah asal Swiss yang bekerja di Amerika Serikat, menyebutkan bahwa tanah terbentuk dari bahan induk yang telah mengalami modifikasi/pelapukan akibat dinamika faktor iklim, organisme (termasuk manusia), dan relief permukaan bumi (topografi) seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan dinamika kelima faktor tersebut terbentuklah berbagai jenis tanah dan dapat dilakukan klasifikasi tanah. Jenis tanah digunakan untuk mengetahui tekstur tanah sehingga dapat diketahui kemampuan tanah menyerap air serta kapasitas air tersedianya. Semakin banyak tanah mampu menyimpan air, risiko terjadinya kekeringan semakin kecil, dan semakin sukar tanah dalam menyimpan air, risiko terjadinya kekeringan semakin besar. Jenis tanah yang terdapat di Indonesia bermacam-macam, antara lain: Jenis tanah yang terdapat di Indonesia bermacam-macam, menurut Dudal dan Supraptoharjo (1957) antara lain: 1. Organosol atau Tanah Gambut atau Tanah Organik Jenis tanah ini berasal dari bahan induk organik seperti dari hutan rawa atau rumput rawa, dengan ciri dan sifat: tidak terjadi deferensiasi horizon secara jelas, 20 ketebalan lebih dari 0.5 meter, warna coklat hingga kehitaman, tekstur debu lempung, tidak berstruktur, konsistensi tidak lekat-agak lekat, kandungan organik lebih dari 30% untuk tanah tekstur lempung dan lebih dari 20% untuk tanah tekstur pasir, umumnya bersifat sangat asam (pH 4.0), kandungan unsur hara rendah. 2. Aluvial Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan, berasal dari bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum terbentuk struktur , konsistensi dalam keadaan basah lekat, pH bermacam-macam, kesuburan sedang hingga tinggi. Penyebarannya di daerah dataran aluvial sungai, dataran aluvial pantai dan daerah cekungan (depresi). 3. Regosol Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai. 4. Litosol Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadangkadang merupakan singkapan batuan induk.. Tekstur tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam. Memiliki warna kelabu tua hingga kuning. Teksturnya pasir, dengan kadar liat < 40 %. Strukturnya berbutir tunggal, dan memiliki tingkat permeabilitas yang cukup tinggi. 21 5. Latosol Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon, kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak teguh, warna coklat merah hingga kuning. Penyebarannya di daerah beriklim basah, dengan kelerengan dari 300 – 1000 meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi batuan beku intrusi serta tanah ini memiliki permeabilitas tinggi 6. Grumosol Tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil, agak tebal, tekstur lempung berat, struktur kersai (granular) di lapisan atas dan gumpal hingga pejal di lapisan bawah, konsistensi bila basah sangat lekat dan plastis, bila kering sangat keras dan tanah retak-retak, umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas absorpsi tinggi, permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini berasal dari batu kapur, mergel, batuan lempung atau tuf vulkanik bersifat basa. Penyebarannya di daerah iklim sub humid atau sub arid, curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun. Tanah Ini terdapat pada daerah bertopografi landai, bergelombang, berombak, dengan ketinggian < 200 mdpal. 7. Podsolik Merah Kuning Tanah mineral telah berkembang, solum (kedalaman) dalam, tekstur lempung hingga berpasir, struktur gumpal, konsistensi lekat, bersifat agak asam (pH kurang dari 5.5), kesuburan rendah hingga sedang, warna merah hingga kuning, kejenuhan basa rendah, peka erosi. Tanah ini berasal dari batuan pasir kuarsa, tuf vulkanik, bersifat asam. Tersebar di daerah beriklim basah tanpa bulan kering, curah hujan lebih dari 2500 mm/tahun. 22 8. Podsol Jenis tanah ini telah mengalami perkembangan profil, susunan horizon terdiri dari horizon albic (A2) dan spodic (B2H) yang jelas, tekstur lempung hingga pasir, struktur gumpal, konsistensi lekat, kandungan pasir kuarsanya tinggi, sangat masam, kesuburan rendah, kapasitas pertukaran kation sangat rendah, peka terhadap erosi, batuan induk batuan pasir dengan kandungan kuarsanya tinggi, batuan lempung dan tuf vulkan masam. Penyebaran di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun tanpa bulan kering, topografi pegunungan 9. Andosol Jenis tanah mineral yang telah mengalami perkembangan profil, solum agak tebal, warna agak coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak (smeary), kadang-kadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi. Tanah ini berasal dari batuan induk abu atau tuf vulkanik. 10. Mediteran Merah – Kuning Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah – kuning di daerah topografi Karst disebut terra rossa. 23 11. Histosol Kelabu (gleisol) Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu topografi merupakan dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air, solum tanah sedang, warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh hingga lempung, struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4.5 – 6.0), kandungan bahan organik. Ciri khas tanah ini adanya lapisan glei kontinu yang berwarna kelabu pucat pada kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari profil tanah selalu jenuh air. Penyebaran di daerah beriklim humid hingga sub humid, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun. 1.5.5.3 Curah Hujan Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses analisis hidrologi karena kedalaman curah hujan (rainfall depth) yang turun dalam suatu DAS/suatu wilayah akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface runoff), maupun sebagai aliran air tanah (groundwater flow) (Br, Sri Harto, 1993). Curah hujan atau presipitasi adalah nama umum dari uap yang mengkondensasi lalu jatuh ke tanah dalam suatu rangkaian proses hidrologi. Jumlah presipitasi dinyatakan dengan dalamnya presipitasi (mm). Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi. Curah hujan dibagi atas curah hujan terpusat (pointrainfall) dan curah hujan daerah (areal rainfall). Curah hujan terpusat adalah curah hujan yang didapat dari hasil pencatatan penakar hujan, yang berupa data mentah dan diolah terlebih dahulu agar dapat digunakan. Curah hujan daerah adalah curah hujan yang dibutuhkan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir, yaitu curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, 24 bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan daerah ini disebut juga curah hujan wilayah, dan dinyatakan dalam mm. 1.5.5.4 Bentuklahan Menurut Strahler (1983), bentuklahan adalah konfigurasi permukaan lahan yang dihasilkan oleh proses alam. Lebih lanjut Whitton (1984) menyatakan bahwa bentuklahan merupakan morfologi dan karakteristik permukaan lahan sebagai hasil interaksi antara proses fisik dan gerakan kerak dengan geologi lapisan permukaan bumi. Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa bentuklahan merupakan bentang permukaan lahan yang mempunyai relief khas karena pengaruh kuat dari struktur kulit bumi dan akibat dari proses alam yang bekerja pada batuan di dalam ruang dan waktu tertentu. Masing-masing bentuklahan dicirikan oleh adanya perbedaan dalam hal struktur dan proses geomorfologi, relief/topografi dan material penyusun (litologi). Struktur geomorfologi memberikan informasi tentang asal-usul (genesa) dari bentuklahan. Proses geomorfologi dicerminkan oleh tingkat pentorehan atau pengikisan, sedangkan relief ditentukan oleh perbedaan titik tertinggi dengan titik terendah dan kemiringan lereng. Relief atau kesan topografi memberikan informasi tentang konfigurasi permukaan bentuklahan yang ditentukan oleh keadaan morfometriknya. Litologi memberikan informasi jenis dan karakteristik batuan serta mineral penyusunnya, yang akan mempengaruhi pembentukan bentuklahan. Aspek-aspek penyusun satuan bentuklahan seperti yang telah diuraikan di atas, dapat diinterpretasikan dari peta maupun foto udara, yang kemudian dilakukan cek lapangan. Interpretasi foto udara akan memberikan gambaran proses geomorfologi seperti erosi, sedimentasi, pelapukan dan gerak massa batuan. Disamping itu juga dapat memberikan gambaran tingkat pentorehan dan relief permukaan secara kualitatif. Interpretasi fotogeomorfologi tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada karakteristik foto udara yang meliputi rona, tekstur, struktur, pola, ukuran, bentuk, site dan situasi. Kenampakan-kenampakan proses geomorfologi tertentu akan 25 memberikan karakteristik yang khas pula pada foto udara. Tingkat pentorehan yang bersifat kualitatif dapat dinyatakan dengan membandingkan kerapatan dan besar alur yang tampak pada foto udara, demikian pula dengan relief yang secara umum dapat dilihat dan dibedakan berdasarkan bentuk, ukuran, pola dan teksturnya. Kaitannya dengan potensi kekeringan, bentuklahan seperti dataran aluvial, dataran banjir yang merupakan asal proses fluvial memiliki pengaruh kecil dalam potensi terjadinya kekeringan, karena dalam bentuklahan ini banyak terkandung simpanan air yang berada di dalamnya. Secara tidak langsung bentuklahan menunjukkan topografi suatu daerah. Bentuklahan dengan asal proses vulkan terdapat pada topografi yang curam, air yang turun pada bentuklahan ini akan banyak menjadi limpasan dan turun ke daerah bertopografi yang lebih rendah. 1.5.6 Tumpang Susun (Overlay) Overlay adalah prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem Informasi Geografis). Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot. Secara singkatnya, overlay menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut. 1.5.6.1 Fasilitas Pada Overlay SIG Ada beberapa fasilitas yang dapat digunakan pada overlay untuk menggabungkan atau melapiskan dua peta dari satu daerah yang sama namun beda atributnya yaitu Dissolve themes Merge themes Clip one themes Intersect themes Union themes Assign data themes 26 1. Dissolve themes Dissolve yaitu proses untuk menghilangkan batas antara poligon yang mempunyai data atribut yang identik atau sama dalam poligon yang berbeda. Peta input yang telah di digitasi masih dalam keadaan kasar, yaitu poligon-poligon yang berdekatan dan memiliki warna yang sama masih terpisah oleh garis poligon. Kegunaan dissolve yaitu menghilangan garis-garis poligon tersebut dan menggabungkan poligon-poligon yang terpisah tersebut menjadi sebuah poligon besar dengan warna atau atribut yang sama 2. Merge Themes Merge themes yaitu suatu proses penggabungan 2 atau lebih layer menjadi 1 buah layer dengan atribut yang berbeda dan atribut-atribut tersebut saling mengisi atau bertampalan, dan layer-layernya saling menempel satu sama lain. Clip One Themes 3. Clip One themes Clip yaitu proses menggabungkan data namun dalam wilayah yang kecil, misalnya berdasarkan wilayah administrasi desa atau kecamatan Suatu wilayah besar diambil sebagian wilayah dan atributnya berdasarkan batas administrasi yang kecil, sehingga layer yang akan dihasilkan yaitu layer dengan luas yang kecil beserta atributnya. 4. Intersect Themes Intersect yaitu suatu operasi yang memotong sebuah tema atau layer input atau masukan dengan atribut dari tema atau overlay untuk menghasilkan output dengan atribut yang memiliki data atribut dari kedua theme. 27 5. Union Themes Union yaitu menggabungkan fitur dari sebuah tema input dengan poligon dari tema overlay untuk menghasilkan output yang mengandung tingkatan atau kelas atribut. 6. Assign Data Themes Assign data adalah operasi yang menggabungkan data untuk fitur theme kedua ke fitur theme pertama yang berbagi lokasi yang sama Secara mudahnya yaitu menggabungkan kedua tema dan atributnya. 1.5.7 Arcgis ArcGIS merupakan suatu software yang diciptakan oleh ESRI dan digunakan dalam Sistem Informasi Geografi. ArcGIS merupakan software pengolah data spasial yang mampu mendukung berbagai format data gabungan dari tiga software yaitu ArcInfo, ArcView dan ArcEdit yang mempunyai kemampuan komplit dalam geoprocessing, modelling dan scripting serta mudah diaplikasikan dalam berbagai tipe data. Desktop ArcGis terdiri dari empat modul yaitu Arc Map, Arc Catalog, Arc Globe, Arc Toolbox dan model builder Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses, analisis peta, proses mengedit peta, dan juga dapat digunakan untuk mendesain secara kartografis. Arc Catalog digunakan untuk manajement data atau mengatur manajemen file – file, jika dalam Windows fungsinya sama dengan explore. Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang universal, untuk tampilan 3D, dan juga dapat digunakan untuk menampilkan Google Earth. Model Builder digunakan untuk membuat model builder / diagram alur. Arc Toolbox digunakan untuk menampilkan tools – tools tambahan 28 Spesifikasi tentang software Arcgis dan menu Arcgis dapat dilihat pada Tabel 1.2, dan Gambar 1.3. Gambar 1.3 ArcGis 10.1 Tabel 1.2 Spesifikasi Software Arcgis No Spesifikasi Uraian Keterangan 1 Nama Software ArcGIS Merupakan paket software yang digunakan oleh masyarakat geographic imaging (pencitraan mengenai ilmu bumi), dirancang untuk image processing dan GIS. 2 Versi/Release 10.1 Merupakan versi yang terbaru dari seri ArcGIS 10.X 3 Diluncurkan tahun 2010 Software ini mulai dipasarkan dan dipakai oleh banyak pengguna mulai tahun 2006 4 Vendor/Pembuat Environment System Perusahaan pembuat software Sistem Research Institute (ESRI) Informasi Geografi yang berasal dari USA. Produk terkenal lainnya adalah Arc/Info dan ArcView GIS 5 Minimum Hardware - Processor Pentium X 800 MHz minimum - RAM VGA Card 512 MB 800 X 600 @256 color Software ini menggunakan spesifikasi hardware yang besar karena data yang dapat diolah merupakan data yang kompleks baik data raster maupun vektor. Semakin tinggi kapasitas hardware yang ada maka akan lebih mempercepat proses 29 - Free space resolution pada saat analisis data. 207 MB harddisk 6 Operating System Windows server 2003, NT Software ini dapat beroperasi di berbagai 4.0, 2000, XP, Windows macam sistem windows minimal windows 7, Windows 8, Linux 2000. 7 Kategori Software GIS - Profesional Software GIS ini termasuk profesional karena memiliki berbagai fasilitas input data hingga output data yang lengkap. Image processing software ini termasuk hanya viewer saja karena kurang memiliki fasilitas format data yang lengkap. IP - Viewer 8 Struktur Data/File Raster dan vektor Mampu menampilkan data baik dari format raster maupun vektor. Sangat banyak mendukung format data raster seperti *.tiff dll. Format data vektor yang didukung antara lain format data ErMapper yaitu *.ers. 9 Format Data/File *.shp *.shp format file yang menjelaskan feature geometri *.shx *.dbf *.sbn 10 *.shx format file yang menjelaskan index pada feature geometri *.sbx *.dbf format dBase yang menjelaskan tentang atribut feature *.prj *.prj format file hasil output Fasilitas pada Software Inti (core) Input + editing On screen digitizing dan Input (Digitasi on screen), yaitu proses register and transform pengubahan data grafis menjadi data grafis digital, dalam struktur data vektor 30 tools yang disimpan dalam bentuk point, garis dan area dengan mengguna kan mouse Editing : edit theme dan langsung pada komputer. Kesalahan hasil atributnya. input dapat dikoreksi atau diedit dengan menggunakan fasilitas yang ada. Processing Output (layout) Overlay, buffering, 3D Processing merupakan fasilitas untuk menganalisis data yang ada seperti scene dan manipulasi overlay peta, buffering dsb. analisis data lainnya. Peta data atribut grafis dan Fasilitas layout merupakan fungsi untuk membuat komposisi peta untuk dicetak dalam bentuk hardcopy. 11 Fasilitas paket program yang terintegrasi dengan software inti Database Manager dan Database manager meng gunakan query Avenue bulder dan fasilitas table (dbf) sedangkan avenue merupa kan fasilitas paket program yang berupa bahasa pemrograman untuk costumize data. 12 Format I/O data Data Raster : *.tiff, *.hdr *.prj, Format input data yang mendukung software ArcGIS sangat banyak berupa *.bmp,dan format raster dan format vektor. Data Vektor : *.arc, *.pnt,*.shp,*.mif, *.dxf, *.sdl, dan *.xyz 13 Fasilitas khusus/fasilitas lainnya - 3D analyst - Image analyst Fasilitas-fasilitas khusus lainnya dapat digunakan dengan terlebih dahulu membuka extentions yang ada. - Spasial analyst - Edit tools - X-tools - dsb Sumber : http://www.esri.com 31 1.5.8 ENVI 4.5 ENVI (The Environment For Visualizing Images) merupakan suatu image processing system yang revolusioner yang dibuat oleh Research System, Inc (RSI). Dari permulaannya ENVI dirancang untuk kebutuhan yang banyak dan spesifik untuk mereka yang secara teratur menggunakan data penginderaan jauh dari satelit dan pesawat terbang. ENVI menyediakan data visualisasi yang menyuluruh dan analisis untuk citra dalam berbagai ukuran dan tipe, semuanya dalam suatu lingkungan yang mudah dioperasikan dan inovatif untuk digunakan. Salah satu kekuatan ENVI adalah pendekatan yang unik dalam pengolahan citra, mengkombinasikan teknik file-based dan band-based dengan fungsi yang interaktif. Ketika file data input dibuka, band (saluran) dari citra disimpan dalam sebuah daftar, dimana semua saluran itu dapat diakses oleh semua fungsi sistem. ENVI memiliki tiga jendela utama yaitu The Main Display Window yaitu untuk menampilkan semua tampilan citra dalarn full resolution yang dibatasi oleh kotak pada scroll, The Scroll Window yaitu untuk menampilkan seluruh citra pada file, dan The Zoom Window yaitu untuk menampilkan perbesaran dari main display window yang dibatasi oleh kotak pada window. ENVI memiliki beberapa menu utama diantaranya adalah : File Management, Display Management, Interactive Display Functions, Basic Tools, Classification, Transform, Filters, Spectral Tools, Map Tools, Vector Tools, Topographic Tools, Radar Tools. 1.6 Penelitian Sebelumnya Nurjani, Emilya (1996) melakukan penelitian tentang Agihan Hujan dan kekeringan Menggunakan Metode Palmer Serta Kecenderungannya di Daerah Pantai Utara Jawa Tengah bagian Barat (Studi di Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, dan Pekalongan) dengan tujuan untuk mempelajari agihan hujan dan kecenderungan hujan, mempelajari agihan kekeringan dan kecenderungan kekeringan, serta mempelajari hubungan antara faktor-faktor penyebab kekeringan dan indeks kekeringan serta mengetahui terjadinya kekeringan secara maksimal serta siklusnya. Hasil dari penelitian tersebut bahwa untuk daerah penelitian, agihan hujan dan indeks kekeringan dipengaruhi oleh faktor ketinggian dan berbanding terbalik. Jadi, semakin tinggi tempat, akan memiliki kecenderungan hujan yang lebih tinggi dan 32 indeks kekeringan yang semakin kecil, demikian juga sebaliknya. Indeks kekeringan juga menunjukkan hubungan yang erat dengan curah hujan yang jatuh serta garis kecenderungan hujan dan kekeringan mempunyai pola yang sama. Sudibyakto, dkk (1999) dalam penelitian di Daerah Aliran Sungai Progo menganalisis curah hujan untuk antisipasi kekeringan dan mitigasinya. Tujuan dari penelitian ini untuk mempelajari karakteristik hujan menurut ruang dan waktu untuk menetukan neraca air meteorologis serta menganalisa indeks kekeringan. Hasil yang diperoleh adalah bahwa wilayah DAS Progo secara hidrometeorologis dapat dibedakan menjadi tiga zone kekeringan yaitu kekeringan ringan, kekeringan sedang, dan kekeringan tinggi, sedangkan untuk mengurangi resiko kekeringan, upaya mitigasi atau pencegahannya antara lain dengan memperbaiki teknik konservasi tanah dan air, peghijauan, pembuatan sumur resapan, serta pembuatan waduk-waduk buatan. Haryawan (2001) melakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan data digital Landsat TM untuk penentuan tingkat kekeringan lahan di Kabupaten Sukoharjo. Metode penelitian yang digunakan adalah transformasi indeks vegetasi yang berupa NDVI, RVI, indeks kebasahan, indeks kekeringan, dan indeks kehijauan. Hasil yang diperoleh adalah bahwa penggunaan transformasi indeks vegetasi memiliki pola ang hamper sama. Namun, pola yang berbeda terdapat pada indeks kehijauan, indeks kecerahan dan indeks kebasahan, tetapi pada dasarnya masih dalam prinsip yang sama. Winati (2006) melakukan penelitian tentang Aplikasi Indeks Vegetasi untuk Penentuan Potensi Rawan Kekeringan di Sebagian Kabupaten Kulonprogo. Metode yang digunakan adalah transformasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), RVI, dan WIF dengan melakukan pemosesan citra digital. Data yang digunakan adalah Landsat ETM+. Hasil yang penelitian yang diperoleh adalah Peta Kerapatan Vegetasi yang masing-masing terdiri dari 3 kelas dan Peta Tingkat Kebasahan. Berdasarkan peta kerapatan vegetasi diperoleh informasi semakin rapat vegetasi, menunjukkan ketersediaan air, sedangan dari peta tingkat kebasahan 33 terdapat hubungan antara kelembaban tanah dengan ketersediaan air dimana semakin tinggi tingkat kebasahan tanah maka akan menunjukkan tanah dengan kondisi lembab sehingga mengindikasikan ketersediaan air. Widodo, Nur Aziz (2008) melakukan penelitian tentang Pemanfaatan Citra ASTER untuk Penenruan Porensi Rawan Kekeringan di Sebagian Kabupaten Sragen. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan formula indeks kebasahan dan dipadukan dengan menggunakan parameter fisik lahan berupa kelerengan, curah hujan, jenis tanah, dan bentuklahan. Hasil yang diperoleh terdapat 3 tingkat kerawanan kekeringan, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Penggunaan indeks kebasahan menunjukkan kekeringan permukaan saja, dan adanya parameter fisik lahan mampu melengkapi kekurangan dalam penggunaan indeks kebasahan. 1.7 ● Batasan Istilah Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand and Kiefer., 1990). ● Citra adalah adalah gambaran visual tenaga yang direkam dengan menggunakan piranti penginderaan jauh (Sutanto, 1986). ● Citra Komposit adalah perpaduan dari citra beberapa saluran (band) dengan komposit warna tertentu untuk memperoleh gambaran visual yang lebih baik. (Danoedoro, 1996 dalam Diana, 2004) ● Interpretasi citra (image interpretation) merupakan proses untuk memperoleh informasi dengan citra sebagai sumber atau sebagai perantaranya (Sutanto, 1979). ● Bentuklahan merupakan morfologi dan karakteristik permukaan lahan sebagai hasil interaksi antara proses fisik dan gerakan kerak dengan geologi lapisan permukaan bumi. (Whitton, 1984) 34 ● Sistem Informasi Geografi adalah sistem penanganan data keruangan. SIG adalah alat yang bermanfaat untuk pengumpulan, penimbunan pengambilan kembali data yang diinginkan, pengubahan dan penayangan data keruangan yang berhasil dari kenyataan dunia (world). (Marble et al, 1983). ● Kekeringan adalah berkurangnya curah hujan yang cukup besar dan berlangsung lama yang dapat mempengaruhi kehidupan tanaman dan hewan pada suatu daerah dan akan menyebabkan berkurangnya cadangan air untuk keperluan hidup sehari-hari maupun kehidupan tanaman (U.S. Weather Bureau dalam Van Te Chow,1964). 35