BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan, serta penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (UU RI 24/2007 pasal 1 butir 1). Berbagai potensi bencana alam
yang mungkin timbul sudah sebaiknya harus kita kenal agar karakter bahaya alam
tersebut dapat kita minimalkan dampaknya. Selain itu, potensi bencana alam ini telah
diperparah oleh beberapa permasalahan lain yang muncul di tanah air kita yang
memicu peningkatan kerentanannya. Peningkatan kerentanan ini akan lebih
diperparah bila masyarakat sama sekali tidak menyadari dan tanggap terhadap adanya
potensi bencana alam di daerahnya. Pengalaman memperlihatkan bahwa kejadiankejadian bencana alam selama ini telah banyak menimbulkan kerugian dan
penderitaan yang cukup berat sebagai akibat dari perpaduan bahaya alam dan
kompleksitas permasalahan lainnya.
Indonesia memiliki dua musim, yaitu penghujan dan kemarau. Kedua musim
dapat menimbulkan dampak negatif, yaitu pada musim penghujan mengakibatkan
longsor dan bajir, sedangkan musim kemarau yang panjang mengakibatkan
kekeringan. Kekeringan merupakan kurangnya persediaan air atau kelembaban yang
bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume yang diharapkan
untuk jangka waktu khusus.
Semakin meluasnya dampak musim kemarau, mengakibatkan warga mulai
kesulitan memperoleh air bersih. Sementara itu sumber-sumber air mulai mengering.
Warga pun sebagian terpaksa memenuhi kebutuhan air bersihnya dengan mengambil
air dari sungai. Perlu penanganan khusus untuk meminimalisir kerugian fisik maupun
materiil saat terjadinya bencana kekeringan. Salah satunya adalah
mitigasi dan
1
adaptasi terhadap bencana kekeringan. Penggunaan teknik Penginderaan Jauh yang
berbasis Sistem informasi geografi dapat digunakan untuk pemantauan (monitoring)
pada daerah yang luas.
Penginderaan jauh adalah ilmu atau teknik dan seni untuk mendapatan
informasi tentang objek, wilayah, atau gejala dengan cara menganalisis data yang
diperoleh dengan suatu alat, tanpa berhubungan langsung dengan objek, wilayah atau
gejala yang sedang dikaji (Lillesand dan Keifer). Teknik penginderaan jauh
menghasilkan produk berupa citra dan foto udara yang menggambarkan kenampakan
permukaan bumi daerah tertentu. Perkembangan teknologi penginderaan jauh pada
saat ini mengalami perkembangan yang pesat, diantaranya penerapan di bidang
inventarisasi sumber daya alam. Melalui pemanfaatan data penginderaan jauh yang
ada maka pemantauan terhadap daerah-daerah yang masuk dalam zonasi kekeringan
dapat dilakukan.
Landsat 8 merupakan produk citra satelit penginderaan jauh yang diluncurkan
pada 11 Februari 2013, oleh NASA dan satelit ini dinamakan Landsat Data
Continuity Mission (LDCM). Satelit ini mulai menyediakan produk citra open access
sejak tanggal 30 Mei 2013, menandai perkembangan baru dunia antariksa. NASA lalu
menyerahkan satelit LDCM kepada USGS sebagai pengguna data terhitung 30 Mei
tersebut. Satelit ini kemudian lebih dikenal sebagai Landsat 8. Pengelolaan arsip data
citra masih ditangani oleh Earth Resources Observation and Science (EROS) Center.
(http://geomatika.its.ac.id, 2013).
Landsat 8 lebih sesuai disebut sebagai satelit dengan misi melanjutkan landsat
7 dari pada disebut sebagai satelit baru dengan spesifikasi yang baru pula. Ini terlihat
dari karakteristiknya yang mirip dengan landsat 7, baik resolusinya (spasial, temporal,
spektral), metode koreksi, ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang
dibawa. Hanya saja ada beberapa tambahan yang menjadi titik penyempurnaan dari
landsat 7 seperti jumlah band, rentang spektrum gelombang elektromagnetik terendah
yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit (rentang nilai Digital Number) dari tiap
piksel citra.
2
Pemanfaatan SIG (Sistem Informasi Geografi) menggunakan pemodelan
berupa tumpang susun (overlay) beberapa parameter fisik lahan tersebut yang
diberikan nilai tiap parameter, akan memiliki skor tersendiri dan memiliki nilai
tingkat kerawanan kekeringan.
Parameter fisik lahan seperti kelerengan, jenis tanah, curah hujan, dan
bentuklahan dapat memberikan suatu informasi baru mengenai potensi kekeringan
suatu daerah. Kondisi daerah dengan kelerengan curam, air hujan yang turun akan
menjadi limpasan dan mengalir ke daerah yang landai hingga datar, sehingga potensi
terjadinya kekeringan semakin tinggi. Sebaliknya dengan daerah dengan kelerengan
datar, air hujan yang jatuh ke permukaan akan ditampung dan menjadi simpanan air,
sehingga potensi kekeringannya rendah. Pengaruh curah hujan terhadap kekeringan
seperti apabila banyak terjadi hujan yang tersebar tidak merata dan persebarannya
tidak normal. Jenis tanah dengan sifat fisik berpori-pori lebar, seperti bertekstur pasir
akan mudah dalam meloloskan air, sehingga potensi terjadinya kekeringan semakin
besar. Tanah dengan tekstur liat yang memiliki pori-pori kecil mudah menampung air
yang berada di atasnya, dan sulit untuk meloloskan air sehingga potensi
kekeringannya rendah. Begitu pula keadaan bentuklahan yang secara tidak langsung
dilihat melalui topografinya, seperti bentuklahan asal proses vulkan memiliki potensi
kekeringan yang cukup tinggi mengingat terdapat pada daerah bertopografi yang
curam.
1.2
Perumusan Masalah
Kabupaten Karanganyar memiliki kondisi yang bervariasi dari topografi, jenis
tanah, curah hujan, penggunaan lahan maupun bentuklahannya sehingga memiliki
tingkat potensi kekeringan yang berbeda. Kabupaten Karanganyar pada bulan
Agustus sampai awal awal Oktober 2012 mengalami kekeringan. Dampak musim
kemarau tersebut membuat resah masyarakat terutama para petani yang
kesehariannya
bercocok
tanam
di
sawah.
(Solopos,
27
Agustus
2012.)
3
Berdasarkan uraian yang ada, muncul pertanyaan penelitian berupa :
1.
Bagaimana peranan penginderaan jauh dan sistem informasi geografi untuk
penentuan parameter daerah rawan kekeringan di Kabupaten Karanganyar ?
2.
Bagaimana sebaran kerawanan daerah potensi kekeringan di Kabupaten
Karanganyar ?
Berdasarkan masalah-masalah tersebut maka dilakukan penelitian yang
berjudul “Pemanfaatan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi untuk
Pemetaan Daerah Rawan Kekeringan di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa
Tengah”.
1.3
Tujuan
1. Mengkaji manfaat data penginderaan jauh dan sistem informasi geografi
untuk mengetahui parameter penentuan daerah potensi kekeringan di
Kabupaten Karanganyar.
2. Memetakan zona rawan kekeringan di Kabupaten Karanganyar dengan
memanfaatkan data penginderaan jauh dan sistem informasi geografi.
1.4
Manfaat
1. Memberikan informasi mengenai daerah potensi rawan kekeringan di
Kabupaten Karanganyar.
2. Sebagai bahan pertimbangan instansi terkait dalam menindaklanjuti daerah
rawan kekeringan saat musim kemarau tiba.
3. Bagi akademik dapat dijadikan bahan pembelajaran untuk penelitian
kekeringan selanjutnya.
4
1.5
Tinjauan Pustaka
1.5.1 Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu obyek daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang
dikaji (Lillesand and Kiefer., 1990). Senada dengan Lillesand dan Kiefer (1990),
Campbell, (2002) mendefinisikan penginderaan jauh sebagai teknik mendapatkan
informasi tentang permukaan bumi dan permukaan air menggunakan gambar yang
diperoleh dari perspektif overhead, dengan menggunakan radiasi elektromagnetik
dalam satu atau lebih wilayah spektrum elektromagnetik, dipantulkan atau
dipancarkan dari permukaan bumi.
Informasi secara potensial tertangkap pada suatu ketinggian melalui energi
yang terbangun dari permukaan bumi, yang secara detil didapatkan dari variasivariasi spasial, spektral dan temporal lahan tersebut (Landgrebe, 2003). Sistem
inderaja terdiri dari berbagai komponen yang terintegrasi dalam satu kesatuan.
Komponen-komponen tersebut meliputi sumber tenaga, atmosfer, objek, sensor
dengan wahana, pengolahan data, interpretasi/ analisis dan pengguna (user).
Untuk dapat memahami prinsip penginderaan jauh, terdapat 5 komponen yang
terdapat pada sistem penginderaan jauh meliputi :
1.
Matahari sebagai sumber energi utama karena temperaturnya tinggi
2.
Atmosfer sebagai medium yang bersikap menyerap, memantulkan,
menghamburkan (scatter) dan melewatkan radiasi elektromagnetik
3.
Obyek atau target di muka bumi yang diterima atau memancarkan spektrum
elektromagnetik dari dalam obyek tersebut
4.
Radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan
5.
Alat pengindera (sensor), yaitu alat untuk menerima dan merekam radiasi
atau emisi spektrum elektromagnetik yang datang dari obyek.
Gambar penyadapan informasi permukaan bumi dengan penginderaan jauh dapat
dilihat pada Gambar 1.1.
5
m
Gambar 1.1 Penyadapan Informasi Permukaan Bumi dengan Penginderaan Jauh
1.5.1.1 Landsat 8
Citra adalah adalah gambaran visual tenaga yang direkam dengan
menggunakan piranti penginderaan jauh (Ford, 1979, dalam Sutanto 1986). Landsat 8
merupakan salah satu produk citra satelit penginderaan jauh yang diluncurkan pada
11 Februari 2013, oleh NASA dan satelit ini dinamakan Landsat Data Continuity
Mission (LDCM). Satelit ini mulai menyediakan produk citra open access sejak
tanggal 30 Mei 2013, menandai perkembangan baru dunia antariksa. NASA lalu
menyerahkan satelit LDCM kepada USGS sebagai pengguna data terhitung 30 Mei
tersebut. Satelit ini kemudian lebih dikenal sebagai Landsat 8. Pengelolaan arsip data
citra masih ditangani oleh Earth Resources Observation and Science (EROS) Center.
(http://geomatika.its.ac.id, 2013).
Landsat 8 lebih cocok disebut sebagai satelit dengan misi melanjutkan landsat
7 dari pada disebut sebagai satelit baru dengan spesifikasi yang baru pula. Ini terlihat
dari karakteristiknya yang mirip dengan landsat 7, baik resolusinya (spasial, temporal,
spektral), metode koreksi, ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang
dibawa. Hanya saja ada beberapa tambahan yang menjadi titik penyempurnaan dari
landsat 7 seperti jumlah band, rentang spektrum gelombang elektromagnetik terendah
6
yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit (rentang nilai Digital Number) dari tiap
piksel citra.
Seperti dipublikasikan oleh USGS, satelit landsat 8 mengorbit dengan
ketinggian 705 km dari permukaan bumi dan memiliki area scan seluas 170 km x 183
km (mirip dengan landsat versi sebelumnya). NASA sendiri menargetkan satelit
landsat versi terbarunya ini mengemban misi selama 5 tahun beroperasi (sensor OLI
dirancang 5 tahun dan sensor TIRS 3 tahun). Tidak menutup kemungkinan umur
produktif landsat 8 dapat lebih panjang dari umur yang dicanangkan sebagaimana
terjadi pada landsat 5 (TM) yang awalnya ditargetkan hanya beroperasi 3 tahun
namun ternyata sampai tahun 2012 masih bisa berfungsi.
Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI)
dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah.
Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya
(band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip dengan
landsat 7. Jenis kanal, panjang gelombang dan resolusi spasial setiap band pada
landsat 8 dibandingkan dengan landsat 7 seperti tertera pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Perbandingan Band Landsat 7 dan 8
Sumber : NASA. “Landsat Data Continuity Mission Brochure”
Ada beberapa spesifikasi baru yang terpasang pada band landsat ini
khususnya pada band 1, 9, 10, dan 11. Band 1 (ultra blue) dapat menangkap panjang
gelombang elektromagnetik lebih rendah dari pada band yang sama pada landsat 7,
7
sehingga lebih sensitif terhadap perbedaan reflektan air laut atau aerosol. Band 9
dapat digunakan untuk deteksi awan cirrus. Band thermal (kanal 10 dan 11) sangat
bermanfaat untuk mendeteksi perbedaan suhu permukaan bumi dengan resolusi
spasial 100 m.
1.5.2 Interpretasi Citra
Interpretasi citra (image interpretation) merupakan proses untuk memperoleh
informasi dengan citra sebagai sumber atau sebagai perantaranya (Sutanto, 1979).
Pengenalan obyek merupakan bagian vital dalam interpretasi citra. Untuk itu identitas
dan jenis obyek pada citra sangat diperlukan dalam analisis memecahkan masalah
yang dihadapi. Karakteristik obyek pada citra dapat digunakan untuk mengenali
obyek yang dimaksud dengan unsur interpretasi. Unsur interpretasi yang dimaksud
adalah:
1.
Rona / warna
Rona dan warna merupakan unsur pengenal utama atau primer terhadap suatu
obyek pada citra penginderaan jauh. Fungsi utama adalah untuk identifikasi batas
obyek pada citra. Penafsiran citra secara visual menuntut tingkatan rona bagian tepi
yang jelas, hal ini dapat dibantu dengan teknik penajaman citra ( enhacement) . Rona
merupakan tingkat / gradasi keabuan yang teramati pada citra penginderaan jauh yang
dipresentasikan secara hitam-putih. Permukaan obyek yang basah akan cenderung
menyerap cahaya elektromagnetik sehingga akan nampak lebih hitam disbanding
obyek yang relatif lebih kering.
Warna merupakan ujud yang yang tampak mata dengan menggunakan spectrum
sempit, lebih sempit dari spectrum elektromagnetik tampak ( Sutanto, 1986). Contoh
obyek yang menyerap sinar biru dan memantulkan sinar hijau dan merah maka obyek
tersebut akan tampak kuning. Dibandingkan dengan rona, perbedaaan warna lebih
mudah dikenali oleh penafsir dalam mengenali obyek secara visual. Hal inilah yang
dijadikan dasar untuk menciptakan citra multispektral.
8
2.
Bentuk
Bentuk dan ukuran merupakan asosiasi sangat erat. Bentuk menunjukkan
konfigurasi umum suatu obyek sebagaimana terekam pada citra penginderaan jauh.
Bentuk mempunyai dua makna yakni:
a. Bentuk luar/umum, contohnya sawah dengan bentuk berpetak-petak.
b. Bentuk rinci atau susunan bentuk yang lebih rinci dan spesifik. Contohnya
bentuk sekolah berbentuk huruf U, lapangan sepak bola berbentuk persegi
panjang.
3.
Ukuran
Ukuran merupakan bagian informasi konstektual selain bentuk dan letak.
Ukuran merupakan atribut obyek yang berupa jarak , luas , tinggi, lereng dan volume
(sutanto, 1986). Ukuran merupakan cerminan penyajian penyajian luas daerah yang
ditempati oleh kelompok individu.
4.
Tekstur
Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra (Kiefer, 1979).
Tekstur dihasilkan oleh kelompok unit kenampkan yang kecil, tekstur sering
dinyatakan kasar,halus, ataupu belang-belang (Sutanto, 1986). Contoh hutan primer
bertekstur kasar, hutan tanaman bertekstur sedang, tanaman padi bertekstur halus.
5.
Pola
Pola merupakan karakteristik makro yang digunakan untuk mendiskripsikan
tata ruang pada kenampakan di citra. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri
yang yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan beberapa obyek
alamiah. Hal ini membuat pola unsur penting untuk membedakan pola alami dan
hasil budidaya manusia. Sebagai contoh perkebunan karet , kelapa sawit sangat
mudah dibedakan dari hutan dengan polanya dan jarak tanam yang seragam.
6.
Bayangan
Bayangan merupakan unsur sekunder yang sering membantu untuk identifikasi
obyek secara visual , misalnya untuk mengidentifikasi hutan jarang, gugur daun, tajuk
(hal ini lebih berguna pada citra resolusi tinggi ataupun foto udara).
9
7.
Situs
Situs merupakan konotasi suatu obyek terhadap faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan atau keberadaan suatu obyek. Situs bukan ciri suatu
obyek secara langsung, tetapi kaitannya dengan faktor lingkungan. Contoh hutan
mangrove selalu bersitus pada pantai tropik, ataupun muara sungai yang berhubungan
langsung dengan laut (estuaria).
8.
Asosiasi (korelasi)
Asosiasi menunjukkan komposisi sifat fisiognomi seragam dan tumbuh pada
kondisi habitat yang sama. Asosiasi juga berarti kedekatan erat suatu obyek dengan
obyek lainnya. Contoh permukiman kita identik dengan adanya jaringan tarnsportasi
jalan yang lebih kompleks dibanding permukiman pedesaan.
Konvergensi bukti dalam proses penafsiran citra penginderaan jauh sebaiknya
digunakan unsur diagnostik citra sebanyak mungkin. Hal ini perlu dilakukan karena
semakin banyak unsur diagnostik citra yang digunakan semakin menciut lingkupnya
untuk sampai pada suatu kesimpulan suatu obyek tertentu. Konsep ini yang sering
disebut konvergensi bukti. Sebagai contoh dapat dilihat pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2 Konsep Konvergensi Bukti (Sutanto, 1986)
10
Konsep konvergensi ini dapat diterapkan pada proses penafsiran citra Landsat
TM7+ dimana para penafsir memulai pertimbangan umum dilanjutkan ke
pertimbangan khusus pada suatu obyek.
1.5.2.1 Interpretasi Bentuklahan
Empat aspek utama kajian geomorfologi menurut Verstappen (1983) adalah
bentuklahan, proses, asal (genesis) dan lingkungan. Selanjutnya Karmono
menjabarkan keempat aspek geomorfologi tersebut menjadi morfologi, morfoproses
dan struktur, morfokronologi dan morfoaransmen. Menurut Thornbury (1969) proses
geomorfologi dibedakan menjasi 3 yaitu proses endogen yang berupa pemcontoh
permukaan bumi (diastrofisme dan volkanisme), proses eksogen yang dapat berupa
degradasi (merusak permukaan bumi seperti pelapukan, gerakan massa dan erosi),
dan proses ekstraterestrial (proses akibat pengaruh benda-benda luar angkasa
terhadap bumi, seperti meteorit).
Setiap daerah yang mempunyai bentuklahan yang beragam akan mempunyai
jenis tanah yang berbeda pula karena struktur dan pelapukan dari batuan akan
menjadikan tanah mempunyai jenis yang beragam. Bentuklahan (landform)
mempunyai arti bentuk dan sifat dari kenampakan tertentu di permukaan bumi. Lahan
mempunyai arti suatu daerah di permukaan bumi termasuk atmosfer, tanah, geologi,
hidrologi, tumbuhan dan binatang, manusia dan aktivitasnya di masa lampau, masa
sekarang dan pengaruhnya di masa mendatang. Derbyshire (1979) mengemukakan
bahwa bentuklahan merupakan fungsi dari proses dan berubah menurut waktu.
Tiga kriteria untuk identifikasi bentuklahan, yaitu :
1. Bentuk atau Relief
2. Density (grey tone) pada foto udara hitam putih dan gradasi warna pada foto
udara berwarna atau citra satelit.
3. Lokasi atau Site
11
Lokasi atau site bentanglahan sering dikaitkan dengan situasi ekologi
bentanglahan tersebut (landscape ecological situation). Lokasi bentanglahan juga
dikaitkan dengan lokasi geografis (geographical site) dan lokasi topografi
setempat (topographical site).
Adapun jenis-jenis bentuklahan berdasarkan asal proses pemcontohnya dapat
dibedakan menjadi berikut :
1. Bentuklahan asal proses vulkanik
Merupakan bentuklahan sebagai akibat dari tenaga endogen berupa aktivitas
magma/volkan. Bentuklahan asal vulkanik secara sederhana dibagi menjadi 2,
yaitu bentuk-bentuk eksplosif dan bentuk-bentuk effusive, yang membentuk
bentanglahan tertentu dengan distribusi di sekitar kepundan dan lereng bahkan
sampai kaki lereng.
Pola aliran sungai terbentuk akibat proses geomorfologi yang bekerja pada
batuan di permukaan, sehingga terbentuk pola yang relatif “annular sentrifugal”
dengan anak-anak sungai utama relatif sejajar, kemudian bertemu pada tekuk
lereng pertama.
Kenampakan pada foto udara antara lain : tekstur umumnya kasar, tetapi
seragam pada ketinggian atau klas lereng sama, yang semakin ke bawah semakin
halus. Rona agak gelap sampai gelap, pola agak teratur dan umumnya
kenampakan fisik mempunyai pola yang kontinyu, bekas-bekas aliran lava cair
akan tampak berupa garis-garis aliran disekitar kepundan dan berhenti
membentuk blok-blok dinding terjal akibat pembekuan di luar.
2. Bentuklahan asal proses fluvial
Merupakan bentuklahan yang disebabkan oleh proses fluvial atau proses yang
disebabkan oleh aktivitas aliran sungai yang berupa pengikisan, pengangkutan,
sedimentasi, membentuk contoh-contoh deposisional yang berupa bentanglahan
12
dataran aluvial, dataran banjir, tanggul alam, teras sungai, dataran berawa, gosong
sungai dan kipas aluvial.
Pola aliran yang sering dijumpai pada bentuklahan ini adalah dendritik yaitu
pola yang menyerupai struktur pohon dengan banyak cabang secara tidak teratur.
3. Bentuklahan asal proses marine
Merupakan bentuklahan yang terbentuk akibat aktivitas gelombang laut.
Dataran aluvial pantai merupakan bentanglahan dataran sebagai akibat
perkembangan pantai yang telah lanjut dan bergeser ke arah darat, yang sekarang
telah tertutup oleh material-material hasil sedimentasi proses fluvio-marine. Gisik
merupakan bentanglahan yang masih dipengaruhi pasang terendah dan tertinggi
air laut, yang merupakan akumulasi pasir pantai. Rataan pasang surut merupakan
suatu dataran pantai yang masih dipengaruhi oleh pasang-surut air laut, dengan
material penyusunnya lempung pasiran. Laguna merupakan morfologi ledokan
yang berada di dua beting gisik.
4. Bentuklahan proses aeolin
Merupakan bentuklahan yang terbentuk karena kerja angin yang bersifat
erosif dan akumulatif. Akumulasi seperti yang terjadi di pantai berpasir sangat
dipengaruhi oleh ukuran butir dan materialnya. Bentuk gumukpasir merupakan
contoh bentuklahan yang dibangun oleh aktivitas angin.
5. Bentuklahan asal proses struktural
Merupakan bentuklahan yang masih terlihat strukturnya. Seperti patahan, dan
lipatan.
Bentuklahan ini mempunyai karakteristik :

Terbentuk karena adanya tenaga endogen (berupa tekanan horisontal dan
vertikal).
13

Perlapisan batuan sedimen yang mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap
erosi.
6. Bentuklahan asal proses denudasional
Proses denudasi merupakan proses yang cenderung merubah bentuk
permukaan bumi yang disebut dengan proses penelanjangan. Proses yang utama
adalah degradasi lahan yang berupa pelapukan yang memproduksi regolith dan
saprolit serta erosi, pengangkutan dan gerakan massa.
Proses denudasional sangat dipengaruhi oleh tipe material (mudah lapuk,
kemiringan lereng, curah hujan, suhu udara dan aliran-aliran yang tidak
kontinyu). Karakteristik di foto udara, umumnya topografi agak kasar sampai
kasar tergantung tingkat denudasinya, relief agak miring sampai miring, pola
tidak teratur, terdapat lembah-lambah kering dan kenampakan erosi. Penggunaan
lahan umumnya tegalan, kebun campuran.
7. Bentuklahan asal proses solusional/karst
Mempunyai karakteristik relief dan drainase alami yang spesifik karena proses
pelarutan pada batuan yang mudah larut seperti batu gamping. Bentuklahan yang
berkembang pada satuan ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik litologi dan
kondisi iklimnya. Pada foto udara terlihat bertopografi kasar, banyak bulatanbulatan yang merupakan kubah sisa pelarutan dengan pola teratur. Aliran sungai
terpotong-potong, menghilang akibat masuk dalam ponors infiltrasi menuju ke
sungai bawah tanah. Rona cerah, banyak bercak kehitaman, vegetasi jarang.
1.5.2.2 Penerapan konsep multispektral
Konsep
ini
menganjurkan
untuk
menggunakan
beberapa
alternatif
penggunaan beberapa band secara bersamaan. Kegunaannya adalah untuk
memudahkan interpretasi dengan mempertimbangkan kelebihan masing masing
penerapan komposit band tersebut. Citra Komposit adalah perpaduan dari citra
14
beberapa saluran (band) dengan komposit warna tertentu untuk memperoleh
gambaran visual yang lebih baik. (Danoedoro, 1996 dalam Diana, 2004).
Pada citra dengan komposit band 543, dapat dengan mudah dibedakan antara
obyek vegetasi dengan non vegetasi, obyek bervegetasi dipresentasikan dengan warna
hijau, tana kering dengan warna merah, komposist ini paling popular untuk penerapan
di bidang kehutanan (Departemen kehutanan). Citra dengan komposit band 432,
mempunyai kelebihan untuk membedakan obyek kelurusan seperti jalan dan kawasan
perkotaan. Jaringan jalan dipresentasikan dengan warna putih. Citra dengan komposit
band 543, mempunyai kelebihan mudah untuk membedakan obyek yang mempunyai
kandungan air atau kelembapan tinggi.
Obyek dengan tingkat kelembapan atau kandungan air tinggi akan
dipresentasikan dengan rona yang lebih gelap secara kontras. Contoh obyek tambak
akan tampak berwarna biru kehitaman dengan bentuk kotak teratur., komposit ini
membantu dalam pembedaan hutan rawa dengan hutan lahan kering, sawah dengan
padi tua ataupun sawah dengan awal penanaman.
1.5.3 Sistem Informasi Geografi
Sistem Informasi Geografi (SIG) mempunyai berbagai batasan, antara lain :
SIG adalah sistem penanganan data keruangan. SIG adalah alat yang bermanfaat
untuk pengumpulan, penimbunan pengambilan kembali data yang diinginkan,
pengubahan dan penayangan data keruangan yang berhasil dari kenyataan dunia
(world). Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan satu kesatuan perangkat lunak
yang digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan dan
membuat keluaran suatu informasi yang terkait dengan unsur geografis beserta
atribut-atributnya.
Secara garis besar Sistem Informasi Geografi terdiri dari 4 (empat) bagian, yaitu :
1.
Masukan data
Masukan data atau input data yaitu mengubah bentuk data ke dalam bentuk
yang dapat digunakan computer, yaitu bentuk data digital. Data yang dimasukan
15
kedalam Sistem Informasi Geografi biasanya merupakan data grafis atau data
spasial, data atribut atau data tabular dan data yang berasal dari data
penginderaan jauh yaitu data digital satelit. Kumpulan data diatas tersebut
disebut juga basis data ( data base ). Hal terpenting dalam masukan data adalah
segi ketepatan data yang dihasilkan. Basis data dalam Sistem Informasi
Geografis dapat terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu : titik, garis, dan area.
2.
Pengelolaan atau manajemen data
Manajemen data meliputi semua operasi penyimpanan, pengaktifan,
penyimpanan kembali, dan pencetakkan data yang diperoleh dari masukan data.
Struktur data vector, kenampakan keruangan akan disajikan dalam bentuk titik
dan garis yang membentuk kenampakan tertentu. Struktur data raster,
kenampakan keruangan akan disajikan dalam bentuk konfigurasi yang
membentuk gambar.
3.
Manipulasi dan analisis data
Manipulasi dan analisis data merupakan fungsi utama dari Sistem
Informasi Geografi yang akan menentukan kualitas informasi yang dihasilka,
karena pada proses inilah akan dihasilkan suatu informasi tertentu sesuai
kebutuhan pengguna.
4.
Keluaran data
Keluaran data adalah seperangkat prosedur yang digunakan untuk
menampilkan informasi dari Sistem Informasi Geografi dalam bentuk yang
disesuaikan dengan keinginan pengguna (Aronoff, 1989). Hasil dari prosedur
tersebut dapat berwujud dalam bentuk data hardcopy dan digital. Data dalam
bentuk hardcopy merupakan data yang dicetak, yaitu bisa berupa peta, tabel,
gambar.
16
1.5.4 Kekeringan
Kekeringan merupakan kurangnya persediaan air atau kelembaban yang
bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume yang diharapkan
untuk jangka waktu khusus. Kekeringan dapat diartikan juga sebagai suatu keadaan
dimana terjadi kekurangan air, dalam hal ini biasanya dikonotasikan dengan
kekurangan air hujan. Pengertian lain adalah kekurangan sejumlah air yang
diperlukan, dimana keperluan air ini ditentukan oleh kegiatan ekonomi masyarakat
maupun tingkat sosial ekonominya. Dengan demikian kekeringan adalah interaksi
antara dua fenomena yaitu kondisi sosial ekonomi dan kondisi alam. Karena
kekeringan terjadi hampir di semua daerah dunia dan mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda, definisi yang berlaku harus secara regional bersifat khusus dan
terfokus pada dampakdampaknya (Utomo et al., 2009).
Kekeringan adalah berkurangnya curah hujan yang cukup besar dan
berlangsung lama yang dapat mempengaruhi kehidupan tanaman dan hewan pada
suatu daerah dan akan menyebabkan berkurangnya cadangan air untuk keperluan
hidup sehari-hari maupun kehidupan tanaman (U. S. Weather Bureau dalam Van Te
Chow,1964). Kekeringan merupakan bencana alam yang unik diantara yang lainnya,
dan sulit untuk didefinisikan. Kekeringan adalah sesuatu yang normal, keadaan iklim
yang berulang, walaupun banyak ketidakmenentuan dengan pertimbangan itu sesuatu
yang langka dan kejadian yang acak. Kekeringan ini dapat terjadi di hampir semua
zona iklim, tetapi karakteristiknya berubah secara signifikan dari satu wilayah ke
lainnya. Kekeringan (Drought) merupakan penyimpangan sementara yang berkaitan
dengan musim, berbeda dengan kegersangan (aridity), dimana terbatas pada suatu
keadaan yang kering, dimana curah hujan wilayah yang rendah, dan ciri-ciri
permanen dari iklim.
Terdapat beberapa tipe kekeringan serta penyebabnya (Wisnuboto, 1998
dalam Winati, 2006) yaitu :
a. Kekeringan Meteorologis
17
Merupakan kekeringan yang semata-mata terjadi akibat watak iklim
wilayah, dalam hal ini di suatu wilayah pada saat tertentu terjadi.
Kekurangan
(defisit
air)
karena
hujan
lebih
kecil
dari
pada
evapotranspirasinya (penguapan). Wilayah tersebut biasanya selalu
kekeringan air pada musim kemarau.
b. Kekeringan Hidrologis
Merupakan gejala-gejala menurunnya cadangan air (debit) sebagai waduk
dan danau serta menurunnya permukaan air tanah sebagai dampak dari
kekeringan jenis in, disebabkan oleh meteorologis, wilayah-wilayah yang
kawasan hutannya rusak.
c. Kekeringan Pertanian
Kekeringan ini berhubungan dengan berkurangnya kandungan air dalam
lengas (lengas tanah) sehingga tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan ait
bagi tanaman pada suatu periode tertentu.Kekeringan pertanian ini terjadi
setelah terjadinya kekeringan meteorologis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekeringan menurut Wisnusubroto (1998)
ada tiga, yaitu :
a. Hujan
Tipe hujan di suatu wilayah menunjukkan kemungkinan terjadinya kekeringan
di wilayah tersebut. Hujan yang tersebar merata dengan curah hujan yang cukup tidak
dianggap sebagai penyebab kekeringan. Kekeringan dapat terjadi jika hujan yang
terjadi tidak merata, atau tebal hujan yang jatuh menyimpang dari keadaan normal.
b. Jenis tanaman yang diusahakan
Setiap jenis tanaman memiliki jumlah kebutuhan air berbeda-beda. Tanaman
akan mengalami kekeringan jika jenis tanaman yang ditanam memiliki tingkat
18
kebutuhan air yang tidak sesuai dengan agihan hujan yang ada, meskipun dalam
jumlah keseluruhannya cukup.
c. Tanah
Besar kecilnya kemampuan tanah untuk menyimpan air menentukan peluang
terjadinya kekeringan. Karena itu parameter yang digunakan untuk mengidentifikasi
faktor yang mempengaruhi kekeringan adalah jenis tanah serta solum tanah. Tanah
yang memiliki kemampuan menyimpan air rendah, akan lebih cepat mengalami
kekeringan dibandingkan tanah yang memiliki kemampuan menyimpan air yang
tinggi. Selain faktor-faktor tersebut, faktor topografi, dan geologi juga berpengaruh
pada intensitas kekeringan.
1.5.5
Parameter Fisik Lahan
Parameter fisik lahan yang mempengaruhi untuk potensi terjadinya
kekeringan meliputi jenis tanah, curah hujan, kemiringan lereng, dan bentuklahan.
1.5.5.1 Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal)
suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat dinyatakan
dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (persen) dan o (derajat).
Kemiringan lereng digunakan sebagai asumsi untuk melihat kecepatan limpasan
permukaan yang terjadi. Semakin landai kemiringan lereng, maka aliran limpasan
permukaan semakin lambat sehingga air yang jatuh akan dapat diserap oleh tanah
lebih banyak, sehingga risiko terjadinya kekeringan lebih kecil, begitupula sebaliknya
semakin curam kemiringan lereng, maka aliran limpasan permukaan semakin cepat
sehinga air hujan yang jatuh akan sedikit diserap oleh tanah, dan resio terjadinya
kekeringan lebih besar.
1.5.5.2 Jenis Tanah
Tanah adalah bagian yang terdapat pada kerak bumi yang tersusun atas
mineral dan bahan organik. Tanah merupakan salah satu penunjang yang membantu
19
kehidupan semua mahluk hidup yang ada di bumi. Tanah sangat mendukung terhadap
kehidupan tanaman yang menyediakan hara dan air di bumi. selain itu, Tanah juga
merupakan tempat hidup berbagai mikroorganisme yang ada di bumi dan juga
merupakan tempat berpijak bagi sebagian mahluk hidup yang ada di darat.
Tanah terbentuk dari proses pelapukan batuan yang dibantu oleh organisme
membentuk tekstur unik yang menutupi permukaan bumi. proses pembentukan tanah
ini akan membentuk lapisan-lapisan yang menutupi seluruh permukaan bumi.
lapisan-lapisan yang terbentuk memiliki tekstur yang berbeda dan setiap lapisan juka
akan mencerminkan proses-proses fisika, kimia dan biologi yang telah terjadi selama
proses
pembentukannya. Hans
Jenny (1899-1992),
seorang
pakar
tanah
asal Swiss yang bekerja di Amerika Serikat, menyebutkan bahwa tanah terbentuk dari
bahan induk yang telah mengalami modifikasi/pelapukan akibat dinamika
faktor iklim, organisme (termasuk manusia), dan relief permukaan bumi (topografi)
seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan dinamika kelima faktor tersebut
terbentuklah berbagai jenis tanah dan dapat dilakukan klasifikasi tanah.
Jenis tanah digunakan untuk mengetahui tekstur tanah sehingga dapat
diketahui kemampuan tanah menyerap air serta kapasitas air tersedianya. Semakin
banyak tanah mampu menyimpan air, risiko terjadinya kekeringan semakin kecil, dan
semakin sukar tanah dalam menyimpan air, risiko terjadinya kekeringan semakin
besar. Jenis tanah yang terdapat di Indonesia bermacam-macam, antara lain:
Jenis tanah yang terdapat di Indonesia bermacam-macam, menurut Dudal dan
Supraptoharjo (1957) antara lain:
1.
Organosol atau Tanah Gambut atau Tanah Organik
Jenis tanah ini berasal dari bahan induk organik seperti dari hutan rawa atau
rumput rawa, dengan ciri dan sifat: tidak terjadi deferensiasi horizon secara jelas,
20
ketebalan lebih dari 0.5 meter, warna coklat hingga kehitaman, tekstur debu lempung,
tidak berstruktur, konsistensi tidak lekat-agak lekat, kandungan organik lebih dari
30% untuk tanah tekstur lempung dan lebih dari 20% untuk tanah tekstur pasir,
umumnya bersifat sangat asam (pH 4.0), kandungan unsur hara rendah.
2.
Aluvial
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan, berasal dari
bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum terbentuk struktur , konsistensi
dalam keadaan basah lekat, pH bermacam-macam, kesuburan sedang hingga
tinggi. Penyebarannya di daerah dataran aluvial sungai, dataran aluvial pantai dan
daerah cekungan (depresi).
3.
Regosol
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, tekstur
pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral,
kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir
pantai. Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai
dan gumuk-gumuk pasir pantai.
4.
Litosol
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan induknya batuan
beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadangkadang merupakan singkapan batuan induk.. Tekstur tanah beranekaragam, dan pada
umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan
kesuburannya bervariasi. Tanah litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya
di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam. Memiliki warna
kelabu tua hingga kuning. Teksturnya pasir, dengan kadar liat < 40 %. Strukturnya
berbutir tunggal, dan memiliki tingkat permeabilitas yang cukup tinggi.
21
5.
Latosol
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon, kedalaman
dalam, tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga
agak teguh, warna coklat merah hingga kuning. Penyebarannya di daerah beriklim
basah, dengan kelerengan dari 300 – 1000 meter, batuan induk dari tuf, material
vulkanik, breksi batuan beku intrusi serta tanah ini memiliki permeabilitas tinggi
6.
Grumosol
Tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil, agak tebal, tekstur
lempung berat, struktur kersai (granular) di lapisan atas dan gumpal hingga pejal di
lapisan bawah, konsistensi bila basah sangat lekat dan plastis, bila kering sangat keras
dan tanah retak-retak, umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas
absorpsi tinggi, permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini berasal dari batu kapur,
mergel, batuan lempung atau tuf vulkanik bersifat basa. Penyebarannya di daerah
iklim sub humid atau sub arid, curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun. Tanah Ini
terdapat pada daerah bertopografi landai,
bergelombang, berombak, dengan
ketinggian < 200 mdpal.
7.
Podsolik Merah Kuning
Tanah mineral telah berkembang, solum (kedalaman) dalam, tekstur lempung
hingga berpasir, struktur gumpal, konsistensi lekat, bersifat agak asam (pH kurang
dari 5.5), kesuburan rendah hingga sedang, warna merah hingga kuning, kejenuhan
basa rendah, peka erosi. Tanah ini berasal dari batuan pasir kuarsa, tuf vulkanik,
bersifat asam. Tersebar di daerah beriklim basah tanpa bulan kering, curah hujan
lebih dari 2500 mm/tahun.
22
8.
Podsol
Jenis tanah ini telah mengalami perkembangan profil, susunan horizon terdiri
dari horizon albic (A2) dan spodic (B2H) yang jelas, tekstur lempung hingga pasir,
struktur gumpal, konsistensi lekat, kandungan pasir kuarsanya tinggi, sangat masam,
kesuburan rendah, kapasitas pertukaran kation sangat rendah, peka terhadap erosi,
batuan induk batuan pasir dengan kandungan kuarsanya tinggi, batuan lempung dan
tuf vulkan masam. Penyebaran di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 2000
mm/tahun tanpa bulan kering, topografi pegunungan
9.
Andosol
Jenis tanah mineral yang telah mengalami perkembangan profil, solum agak
tebal, warna agak coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik tinggi, tekstur
geluh berdebu, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak
(smeary), kadang-kadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya
absorpsi sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi.
Tanah ini berasal dari batuan induk abu atau tuf vulkanik.
10.
Mediteran Merah – Kuning
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga dangkal, warna
coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung,
struktur gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga
agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan
peka erosi, berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis bersifat basa.
Penyebaran di daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang
dari 2500 mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng vulkan
ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah – kuning di daerah
topografi Karst disebut terra rossa.
23
11.
Histosol Kelabu (gleisol)
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu
topografi merupakan dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air,
solum tanah sedang, warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh hingga lempung,
struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4.5 – 6.0),
kandungan bahan organik. Ciri khas tanah ini adanya lapisan glei kontinu yang
berwarna kelabu pucat pada kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari profil tanah
selalu jenuh air. Penyebaran di daerah beriklim humid hingga sub humid, curah hujan
lebih dari 2000 mm/tahun.
1.5.5.3 Curah Hujan
Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses
analisis hidrologi karena kedalaman curah hujan (rainfall depth) yang turun dalam
suatu DAS/suatu wilayah akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui
limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface runoff),
maupun sebagai aliran air tanah (groundwater flow) (Br, Sri Harto, 1993). Curah
hujan atau presipitasi adalah nama umum dari uap yang mengkondensasi lalu jatuh ke
tanah dalam suatu rangkaian proses hidrologi. Jumlah presipitasi dinyatakan dengan
dalamnya presipitasi (mm).
Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam
tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu
air hujan terkonsentrasi. Curah hujan dibagi atas curah hujan terpusat (pointrainfall)
dan curah hujan daerah (areal rainfall). Curah hujan terpusat adalah curah hujan yang
didapat dari hasil pencatatan penakar hujan, yang berupa data mentah dan diolah
terlebih dahulu agar dapat digunakan. Curah hujan daerah adalah curah hujan yang
dibutuhkan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan
pengendalian banjir, yaitu curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan,
24
bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan daerah ini disebut juga curah
hujan wilayah, dan dinyatakan dalam mm.
1.5.5.4 Bentuklahan
Menurut Strahler (1983), bentuklahan adalah konfigurasi permukaan lahan
yang dihasilkan oleh proses alam. Lebih lanjut Whitton (1984) menyatakan bahwa
bentuklahan merupakan morfologi dan karakteristik permukaan lahan sebagai hasil
interaksi antara proses fisik dan gerakan kerak dengan geologi lapisan permukaan
bumi. Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa bentuklahan
merupakan bentang permukaan lahan yang mempunyai relief khas karena pengaruh
kuat dari struktur kulit bumi dan akibat dari proses alam yang bekerja pada batuan di
dalam ruang dan waktu tertentu. Masing-masing bentuklahan dicirikan oleh adanya
perbedaan dalam hal struktur dan proses geomorfologi, relief/topografi dan material
penyusun (litologi).
Struktur geomorfologi memberikan informasi tentang asal-usul (genesa) dari
bentuklahan. Proses geomorfologi dicerminkan oleh tingkat pentorehan atau
pengikisan, sedangkan relief ditentukan oleh perbedaan titik tertinggi dengan titik
terendah dan kemiringan lereng. Relief atau kesan topografi memberikan informasi
tentang konfigurasi permukaan bentuklahan yang ditentukan oleh keadaan
morfometriknya. Litologi memberikan informasi jenis dan karakteristik batuan serta
mineral penyusunnya, yang akan mempengaruhi pembentukan bentuklahan.
Aspek-aspek penyusun satuan bentuklahan seperti yang telah diuraikan di atas,
dapat diinterpretasikan dari peta maupun foto udara, yang kemudian dilakukan cek
lapangan. Interpretasi foto udara akan memberikan gambaran proses geomorfologi
seperti erosi, sedimentasi, pelapukan dan gerak massa batuan. Disamping itu juga
dapat memberikan gambaran tingkat pentorehan dan relief permukaan secara
kualitatif. Interpretasi fotogeomorfologi tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada
karakteristik foto udara yang meliputi rona, tekstur, struktur, pola, ukuran, bentuk,
site dan situasi. Kenampakan-kenampakan proses geomorfologi tertentu akan
25
memberikan karakteristik yang khas pula pada foto udara. Tingkat pentorehan yang
bersifat kualitatif dapat dinyatakan dengan membandingkan kerapatan dan besar alur
yang tampak pada foto udara, demikian pula dengan relief yang secara umum dapat
dilihat dan dibedakan berdasarkan bentuk, ukuran, pola dan teksturnya.
Kaitannya dengan potensi kekeringan, bentuklahan seperti dataran aluvial,
dataran banjir yang merupakan asal proses fluvial memiliki pengaruh kecil dalam
potensi terjadinya kekeringan, karena dalam bentuklahan ini banyak terkandung
simpanan air yang berada di dalamnya. Secara tidak langsung bentuklahan
menunjukkan topografi suatu daerah. Bentuklahan dengan asal proses vulkan terdapat
pada topografi yang curam, air yang turun pada bentuklahan ini akan banyak menjadi
limpasan dan turun ke daerah bertopografi yang lebih rendah.
1.5.6 Tumpang Susun (Overlay)
Overlay adalah prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem Informasi
Geografis). Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas
grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot.
Secara singkatnya, overlay menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang
lain beserta atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang
memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut.
1.5.6.1 Fasilitas Pada Overlay SIG
Ada beberapa fasilitas yang dapat digunakan pada overlay untuk
menggabungkan atau melapiskan dua peta dari satu daerah yang sama namun beda
atributnya yaitu

Dissolve themes

Merge themes

Clip one themes

Intersect themes

Union themes

Assign data themes
26
1.
Dissolve themes
Dissolve yaitu proses untuk menghilangkan batas antara poligon yang
mempunyai data atribut yang identik atau sama dalam poligon yang berbeda. Peta
input yang telah di digitasi masih dalam keadaan kasar, yaitu poligon-poligon yang
berdekatan dan memiliki warna yang sama masih terpisah oleh garis poligon.
Kegunaan dissolve yaitu menghilangan garis-garis poligon tersebut dan
menggabungkan poligon-poligon yang terpisah tersebut menjadi sebuah poligon
besar dengan warna atau atribut yang sama
2.
Merge Themes
Merge themes yaitu suatu proses penggabungan 2 atau lebih layer menjadi 1
buah layer dengan atribut yang berbeda dan atribut-atribut tersebut saling mengisi
atau bertampalan, dan layer-layernya saling menempel satu sama lain.
Clip One Themes
3.
Clip One themes
Clip yaitu proses menggabungkan data namun dalam wilayah yang kecil,
misalnya berdasarkan wilayah administrasi desa atau kecamatan
Suatu wilayah besar diambil sebagian wilayah dan atributnya berdasarkan batas
administrasi yang kecil, sehingga layer yang akan dihasilkan yaitu layer dengan luas
yang kecil beserta atributnya.
4.
Intersect Themes
Intersect yaitu suatu operasi yang memotong sebuah tema atau layer input atau
masukan dengan atribut dari tema atau overlay untuk menghasilkan output dengan
atribut yang memiliki data atribut dari kedua theme.
27
5.
Union Themes
Union yaitu menggabungkan fitur dari sebuah tema input dengan poligon dari
tema overlay untuk menghasilkan output yang mengandung tingkatan atau kelas
atribut.
6.
Assign Data Themes
Assign data adalah operasi yang menggabungkan data untuk fitur theme kedua
ke fitur theme pertama yang berbagi lokasi yang sama Secara mudahnya yaitu
menggabungkan kedua tema dan atributnya.
1.5.7 Arcgis
ArcGIS merupakan suatu software yang diciptakan oleh ESRI dan digunakan
dalam Sistem Informasi Geografi. ArcGIS merupakan software pengolah data spasial
yang mampu mendukung berbagai format data gabungan dari tiga software yaitu
ArcInfo, ArcView dan ArcEdit yang mempunyai kemampuan komplit dalam
geoprocessing, modelling dan scripting serta mudah diaplikasikan dalam berbagai
tipe data. Desktop ArcGis terdiri dari empat modul yaitu Arc Map, Arc Catalog, Arc
Globe, Arc Toolbox dan model builder
 Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses, analisis
peta, proses mengedit peta, dan juga dapat digunakan untuk mendesain secara
kartografis.
 Arc Catalog digunakan untuk manajement data atau mengatur manajemen file
– file, jika dalam Windows fungsinya sama dengan explore.
 Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang
universal, untuk tampilan 3D, dan juga dapat digunakan untuk menampilkan
Google Earth.
 Model Builder digunakan untuk membuat model builder / diagram alur.
 Arc Toolbox digunakan untuk menampilkan tools – tools tambahan
28
Spesifikasi tentang software Arcgis dan menu Arcgis dapat dilihat pada Tabel 1.2,
dan Gambar 1.3.
Gambar 1.3 ArcGis 10.1
Tabel 1.2 Spesifikasi Software Arcgis
No
Spesifikasi
Uraian
Keterangan
1
Nama Software
ArcGIS
Merupakan
paket
software
yang
digunakan oleh masyarakat geographic
imaging (pencitraan mengenai ilmu
bumi), dirancang untuk image processing
dan GIS.
2
Versi/Release
10.1
Merupakan versi yang terbaru dari seri
ArcGIS 10.X
3
Diluncurkan tahun
2010
Software ini mulai dipasarkan dan dipakai
oleh banyak pengguna mulai tahun 2006
4
Vendor/Pembuat
Environment
System Perusahaan pembuat software Sistem
Research Institute (ESRI) Informasi Geografi yang berasal dari
USA. Produk terkenal lainnya adalah
Arc/Info dan ArcView GIS
5
Minimum Hardware
-
Processor
Pentium X 800 MHz
minimum
-
RAM
VGA Card
512 MB
800 X 600 @256 color
Software ini menggunakan spesifikasi
hardware yang besar karena data yang
dapat diolah merupakan data yang
kompleks baik data raster maupun vektor.
Semakin tinggi kapasitas hardware yang
ada maka akan lebih mempercepat proses
29
-
Free space
resolution
pada saat analisis data.
207 MB harddisk
6
Operating System
Windows server 2003, NT Software ini dapat beroperasi di berbagai
4.0, 2000, XP, Windows macam sistem windows minimal windows
7, Windows 8, Linux
2000.
7
Kategori Software
GIS
- Profesional
Software GIS ini termasuk profesional
karena memiliki berbagai fasilitas input
data hingga output data yang lengkap.
Image processing software ini termasuk
hanya viewer saja karena kurang memiliki
fasilitas format data yang lengkap.
IP
- Viewer
8
Struktur Data/File
Raster dan vektor
Mampu menampilkan data baik dari
format raster maupun vektor. Sangat
banyak mendukung format data raster
seperti *.tiff dll. Format data vektor yang
didukung antara lain format data
ErMapper yaitu *.ers.
9
Format Data/File
*.shp
*.shp format file yang menjelaskan feature
geometri
*.shx
*.dbf
*.sbn
10
*.shx format file yang menjelaskan index
pada feature geometri
*.sbx
*.dbf format dBase yang menjelaskan
tentang atribut feature
*.prj
*.prj format file hasil output
Fasilitas pada
Software Inti (core)

Input +
editing
On screen digitizing dan Input (Digitasi on screen), yaitu proses
register and transform pengubahan data grafis menjadi data
grafis digital, dalam struktur data vektor
30
tools
yang disimpan dalam bentuk point, garis
dan area dengan mengguna kan mouse
Editing : edit theme dan langsung pada komputer. Kesalahan hasil
atributnya.
input dapat dikoreksi atau diedit dengan
menggunakan fasilitas yang ada.

Processing

Output
(layout)
Overlay, buffering, 3D Processing merupakan fasilitas untuk
menganalisis data yang ada seperti
scene dan manipulasi
overlay peta, buffering dsb.
analisis data lainnya.
Peta data
atribut
grafis
dan Fasilitas layout merupakan fungsi untuk
membuat komposisi peta untuk dicetak
dalam bentuk hardcopy.
11
Fasilitas paket
program yang
terintegrasi dengan
software inti
Database Manager dan Database manager meng gunakan query
Avenue
bulder dan fasilitas table (dbf) sedangkan
avenue merupa kan fasilitas paket
program
yang
berupa
bahasa
pemrograman untuk costumize data.
12
Format I/O data
Data Raster :
*.tiff,
*.hdr
*.prj,
Format input data yang mendukung
software ArcGIS sangat banyak berupa
*.bmp,dan format raster dan format vektor.
Data Vektor :
*.arc, *.pnt,*.shp,*.mif,
*.dxf, *.sdl, dan *.xyz
13
Fasilitas
khusus/fasilitas
lainnya
- 3D analyst
- Image analyst
Fasilitas-fasilitas khusus lainnya dapat
digunakan dengan terlebih dahulu
membuka extentions yang ada.
- Spasial analyst
- Edit tools
- X-tools
- dsb
Sumber : http://www.esri.com
31
1.5.8 ENVI 4.5
ENVI (The Environment For Visualizing Images) merupakan suatu image processing
system yang revolusioner yang dibuat oleh Research System, Inc (RSI). Dari permulaannya
ENVI dirancang untuk kebutuhan yang banyak dan spesifik untuk mereka yang secara teratur
menggunakan data penginderaan jauh dari satelit dan pesawat terbang. ENVI menyediakan
data visualisasi yang menyuluruh dan analisis untuk citra dalam berbagai ukuran dan tipe,
semuanya dalam suatu lingkungan yang mudah dioperasikan dan inovatif untuk digunakan.
Salah satu kekuatan ENVI adalah pendekatan yang unik dalam pengolahan citra,
mengkombinasikan teknik file-based dan band-based dengan fungsi yang interaktif. Ketika
file data input dibuka, band (saluran) dari citra disimpan dalam sebuah daftar, dimana semua
saluran itu dapat diakses oleh semua fungsi sistem.
ENVI memiliki tiga jendela utama yaitu The Main Display Window yaitu untuk
menampilkan semua tampilan citra dalarn full resolution yang dibatasi oleh kotak pada scroll,
The Scroll Window yaitu untuk menampilkan seluruh citra pada file, dan The Zoom Window
yaitu untuk menampilkan perbesaran dari main display window yang dibatasi oleh kotak pada
window. ENVI memiliki beberapa menu utama diantaranya adalah : File Management,
Display Management, Interactive Display Functions, Basic Tools, Classification, Transform,
Filters, Spectral Tools, Map Tools, Vector Tools, Topographic Tools, Radar Tools.
1.6
Penelitian Sebelumnya
Nurjani, Emilya (1996) melakukan penelitian tentang Agihan Hujan dan
kekeringan Menggunakan Metode Palmer Serta Kecenderungannya di Daerah Pantai
Utara Jawa Tengah bagian Barat (Studi di Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, dan
Pekalongan) dengan tujuan untuk mempelajari agihan hujan dan kecenderungan
hujan, mempelajari agihan kekeringan dan kecenderungan kekeringan, serta
mempelajari hubungan antara faktor-faktor penyebab kekeringan dan indeks
kekeringan serta mengetahui terjadinya kekeringan secara maksimal serta siklusnya.
Hasil dari penelitian tersebut bahwa untuk daerah penelitian, agihan hujan dan
indeks kekeringan dipengaruhi oleh faktor ketinggian dan berbanding terbalik. Jadi,
semakin tinggi tempat, akan memiliki kecenderungan hujan yang lebih tinggi dan
32
indeks kekeringan yang semakin kecil, demikian juga sebaliknya. Indeks kekeringan
juga menunjukkan hubungan yang erat dengan curah hujan yang jatuh serta garis
kecenderungan hujan dan kekeringan mempunyai pola yang sama.
Sudibyakto, dkk (1999) dalam penelitian di Daerah Aliran Sungai Progo
menganalisis curah hujan untuk antisipasi kekeringan dan mitigasinya. Tujuan dari
penelitian ini untuk mempelajari karakteristik hujan menurut ruang dan waktu untuk
menetukan neraca air meteorologis serta menganalisa indeks kekeringan. Hasil yang
diperoleh adalah bahwa wilayah DAS Progo secara hidrometeorologis dapat
dibedakan menjadi tiga zone kekeringan yaitu kekeringan ringan, kekeringan sedang,
dan kekeringan tinggi, sedangkan untuk mengurangi resiko kekeringan, upaya
mitigasi atau pencegahannya antara lain dengan memperbaiki teknik konservasi tanah
dan air, peghijauan, pembuatan sumur resapan, serta pembuatan waduk-waduk
buatan.
Haryawan (2001) melakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan data digital
Landsat TM untuk penentuan tingkat kekeringan lahan di Kabupaten Sukoharjo.
Metode penelitian yang digunakan adalah transformasi indeks vegetasi yang berupa
NDVI, RVI, indeks kebasahan, indeks kekeringan, dan indeks kehijauan. Hasil yang
diperoleh adalah bahwa penggunaan transformasi indeks vegetasi memiliki pola ang
hamper sama. Namun, pola yang berbeda terdapat pada indeks kehijauan, indeks
kecerahan dan indeks kebasahan, tetapi pada dasarnya masih dalam prinsip yang
sama.
Winati (2006) melakukan penelitian tentang Aplikasi Indeks Vegetasi untuk
Penentuan Potensi Rawan Kekeringan di Sebagian Kabupaten Kulonprogo. Metode
yang digunakan adalah transformasi NDVI (Normalized Difference Vegetation
Index), RVI, dan WIF dengan melakukan pemosesan citra digital. Data yang
digunakan adalah Landsat ETM+. Hasil yang penelitian yang diperoleh adalah Peta
Kerapatan Vegetasi yang masing-masing terdiri dari 3 kelas dan Peta Tingkat
Kebasahan. Berdasarkan peta kerapatan vegetasi diperoleh informasi semakin rapat
vegetasi, menunjukkan ketersediaan air, sedangan dari peta tingkat kebasahan
33
terdapat hubungan antara kelembaban tanah dengan ketersediaan air dimana semakin
tinggi tingkat kebasahan tanah maka akan menunjukkan tanah dengan kondisi lembab
sehingga mengindikasikan ketersediaan air.
Widodo, Nur Aziz (2008) melakukan penelitian tentang Pemanfaatan Citra
ASTER untuk Penenruan Porensi Rawan Kekeringan di Sebagian Kabupaten Sragen.
Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan formula indeks kebasahan dan
dipadukan dengan menggunakan parameter fisik lahan berupa kelerengan, curah
hujan, jenis tanah, dan bentuklahan. Hasil yang diperoleh terdapat 3 tingkat
kerawanan kekeringan, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Penggunaan indeks
kebasahan menunjukkan kekeringan permukaan saja, dan adanya parameter fisik
lahan mampu melengkapi kekurangan dalam penggunaan indeks kebasahan.
1.7
●
Batasan Istilah
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu obyek daerah atau fenomena melalui analisis data yang
diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau
fenomena yang dikaji (Lillesand and Kiefer., 1990).
●
Citra adalah adalah gambaran visual tenaga yang direkam dengan
menggunakan piranti penginderaan jauh (Sutanto, 1986).
●
Citra Komposit adalah perpaduan dari citra beberapa saluran (band) dengan
komposit warna tertentu untuk memperoleh gambaran visual yang lebih baik.
(Danoedoro, 1996 dalam Diana, 2004)
●
Interpretasi citra (image interpretation) merupakan proses untuk memperoleh
informasi dengan citra sebagai sumber atau sebagai perantaranya (Sutanto,
1979).
●
Bentuklahan merupakan morfologi dan karakteristik permukaan lahan sebagai
hasil interaksi antara proses fisik dan gerakan kerak dengan geologi lapisan
permukaan bumi. (Whitton, 1984)
34
●
Sistem Informasi Geografi adalah sistem penanganan data keruangan. SIG
adalah alat yang bermanfaat untuk pengumpulan, penimbunan pengambilan
kembali data yang diinginkan, pengubahan dan penayangan data keruangan
yang berhasil dari kenyataan dunia (world). (Marble et al, 1983).
●
Kekeringan adalah berkurangnya curah hujan yang cukup besar dan
berlangsung lama yang dapat mempengaruhi kehidupan tanaman dan hewan
pada suatu daerah dan akan menyebabkan berkurangnya cadangan air untuk
keperluan hidup sehari-hari maupun kehidupan tanaman (U.S. Weather
Bureau dalam Van Te Chow,1964).
35
Download