KEMAMPUAN MANAJERIAL APARAT - E

advertisement
KEMAMPUAN MANAJERIAL APARAT PEMERINTAH DESA DALAM
PEMBANGUNAN
(Suatu Studi Di Desa Atep Kecamatan Langowan Selatan)
Oleh
Hendra Sumigar
Abstrak
Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada
daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, semakin
menguatkan posisi daerah dalam upaya meningkatkan kemampuan di segala bidang, karena semua
yang menyangkut kemajuan daerah diserahkan pengelolaan sepenuhnya kepada daerah, terutama
Kabupaten dan Kota sebagai titik berat otonomi daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan manajeraial aparat pemerintah desa
dalam pembangunan yang ada di desa Atep Kecamatan Langowan Selatan, hal ini didasari dari
pengamatan penulis yang notabene bertempat tinggal di desa tersebut sehingga bisa mengamati
langsung pembangunan yang ada didesa.
Hasil penelitian menunjukkan kemampuan manajerial aparat pemerintah desa yang ada di
desa Atep ternyata cukup baik namun perlu ada tambahan pelatihan mengenai perkembangan
teknologi yang berkembang.
Key Words : manajerial, Pemerintah Desa, Pembangunan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada
daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, semakin
menguatkan posisi daerah dalam upaya meningkatkan kemampuan di segala bidang, karena semua
yang menyangkut kemajuan daerah diserahkan pengelolaan sepenuhnya kepada daerah, terutama
Kabupaten dan Kota sebagai titik berat otonomi daerah.
Dalam kerangka otonomi daerah, salah satu komponen yang masih perlu dikembangkan
adalah wilayah pedesaan. Eksistensi desa memiliki arti penting dalam proses pembangunan
pemerintahan dan kemasyarakatan, karena desa memiliki "hak otonomi", yaitu hak untuk mengatur
dan mengurus secara bebas rumah tangganya sendiri berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
asyarakat setempat. Dengan demikian, pembangunan pedesaan menuju terciptanya desa yang
mandiri tidak dapat dilakukan secara seragam untuk seluruh bangsa/negara.
Secara empirik penerapan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan pada desa Atep
Kecamatan Langowan Selatan belum berjalan secara optimal. Fenomena ini dapat dilihat dari
pembuatan Daftar Usulan Rencana Proyek (DURP) yang seharusnya direncanakan oleh pemerintah
desa dan BPD atas usul masyarakat desa, ternyata hanya dibuat oleh Kepala Desa dan aparat
kecamatan. Proses pelaksanaan pembangunan juga tidak mengikutsertakan masyarakat. Pelaksana
kegiatan dilakukan Kepala Desa dan aparat kecamatan tanpa mempertimbangkan aspek kepentingan
masyarakat desa.
Begitu pula pada aspek pengawasan hasil pembangunan, tidak pernah diperiksa oleh BPD,
tetapi diperiksa oleh pihak kecamatan. Dengan demikian sejauh ini pelaksanaan pembangunan desa
masih didasarkan atas kemauan dan keinginan Kepala Desa dan pihak kecamatan, belum atas dasar
pertimbangan keinginan dan kemauan masyarakat desa.
Fenomena di atas menguatkan asumsi bahwa kemampuan manejerial aparat pemerintah desa
dalam mengelola manajemen permintahan desa masih sangat rendah, bahkan aktivitas manajemen
tidak dilaksanakan oleh aparat pemerintah desa. Kondisi ini, dapat menyebabkan kualitas
pengelolaan manajemen pemerintah desa yang menunjang keberhasilan pembangunan desa menjadi
rendah. Padahal pembangunan desa yang merupakan keterpaduan antar berbagai kebijakan
pemerintah dengan partisipasi serta swadaya gotong-royong masyarakat, perlu didukung dengan
kemampuan aparatur pemerintah dalam menciptakan iklim keterpaduan yang serasi dan
berkesinambungan dalam memanfaatkan segala sumber daya di desa untuk didayagunakan dalam
pelaksanaan program pembangunan desa.
Atas dasar kondisi objektif di atas, salah satu kunci keberhasilan organisasi pemerintah desa
dalam melaksanakan pembangunan desa, terletak pada kemampuan manajerial aparat pemerintah
desa. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kemampuan manajerial aparat
pemerintah desa dengan pembangunan desa di desa Atep Kecamatan Langowan Selatan.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi masalah pokok penelitian ini adalah
"masih kurangnya kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dalam pembangunan desa Atep
Kecamatan Langowan Selatan Kabupaten Minahasa.
Oleh karena itu maka penelitian ini akan berusaha menjawab suatu pertanyaan, yaitu:
“Bagaimana Kemampuan mananajerial aparat pemerintahan desa dalam pembangunan desa di desa
Atep Kecamatan Langowan Selatan?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kapasitas manajerial aparat
pemerintah desa dalam pembangunan desa di desa Atep Kecamatan Langowan Selatan
2
D.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini secara teoritis atau secara praktis diharapkan dapat memberikan nilai positif
terhadap ruang lingkup antara lain :
a. Melalui penelitian ini dapat memberikan kontribusi secara komperhensif terhadap dunia
pengetahuan khususnya para insan akademik maupun masyarakat pada umumnya.
b. Lebih praktisnya penelitian ini diharapkan secara langsung dapat menyentuh pemerintah
khususnya di desa yang berhubungan dengan pentingnya kemampuan manajerial aparat
pemerintah dalam pembangunan desa.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Manajemen Pemerintahan
Secara umum manajemen pemerintahan adalah pengendalian dan pemanfaatan semua faktor
dan sumber daya sesuai perencanaan (planning) hingga evaluasi yang diperlukan untuk mencapai
atau menyelesaikan suatu tujuan tertentu. Sebagaimana manajemen yang dipraktekkan di sektor
swasta, maka manajemen pemerintahan ditempatkan pada posisi yang sama, yakni harus memiliki
orientasi kepada siapa jasa publik itu diberikan.
Dalam manajemen pemerintahan dikenal tiga aktor, yaitu pelanggan, produser dan pengatur
pelayanan (service arranger). Apabila produser merangkap sebagai pengatur, maka produser selain
memproduksi juga memasarkan dan mendistribusi jasa kepada pelanggan dan pelanggan secara
langsung menerima pelayanan dari produser (pemerintah).
Sejalan dengan itu, Ndraha (1997:73-86) berpendapat bahwa pemerintah berfungsi sebagai
pembuat, penjual dan distibutor, sementara rakyat adalah pemesan, pembeli, penerima produkproduk pemerintahan. Hubungan antara pemerintah dan yang diperintah pada situasi seperti ini
diibaratkan hubungan produser dengan konsumer dan disebut hubungan transaksional maupun
transformasional.
Organisasi masyarakat yang bersifat lokal, Lembaga Masyarakat Desa (LMD), merupakan
wahana partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan yang
fungsinya memadukau berbagai kegiatan swadaya gotong-royong masyarakat.
Dalam menerapkan manajemen pemerintahan desa, perlu diterapkan prinsip responsivness,
yakni sikap keterbukaan dan transparan dari aparat pemerintah agar masyarakat mudah memperoleh
data dan informasi tentang kebijaksanaan, program dan kegiatan yang akan, sedang dan sudah
diialankan sellingga muncul sikap partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan pengendalian kebijaksanaan publik yang terkait dengan dirinya. Selain itu, perlu
diterapkan prinsip akuntabilitas, yang menuntut aparat penierintali untuk mampu
mempertanggungjawabkan kebijaksanaan, program dan kegiatan yang dilaksanakan termasuk pula
yang terkait erat dengan pendayagunaan ketiga komponen, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan
sumberdaya manusia. Selanjutnya perlu diterapkan prinsip responsibilitas, yang menuntut aparat
pemerintah mendasarkan setiap tindakannya pada aturan hukum, baik yang terkait dengan
lingkungan eksternal (masyarakat luas) maupun yang berlaku di lingkungan internal.
Aparatur pemerintahan dikatakan melniliki kineija yang tinggi apabila memiliki ciri-ciri,
memiliki visi yang memuat kejelasan tujuan yang ingin dicapai, kualitas sumberdaya manusia yang
handal, adanya komitmen terhadap rencana aksi strategis, dan kesadaran akan pentingnya
efektivitas dan produktivitas yang tinggi. Keseluruhan upaya tersebut, diharapkan dapat
mewujudkan kualitas manajemen pemerintahan.
B.
Kapasitas Manajerial Aparat Pemerintahan Desa
Kapasitas manajerial secara umum merupakan kemampuan manajer suatu organisasi dalam
menjalankan fungsi-fungsi manajemen guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Millet (dalam
Todaro, 1998), mengatakan seorang manajer harus memiliki empat kemampuan pokok dalam
menajalankan tugas-tugasnya, yaitu: (a) the ability to see anenterprise as a whole; (b) the ability to
make decisions; (c) the ability to delegate authority; dan (d) the ability to command loyalty.
Seorang mlanajer harus mampu melihat organisasi sebagai satu keseluruhan (the ability to
see an enterprise as awhole). Maksudnya, manajer dengan segala pengetahuan yang dimilikinya,
harus dapat memandang seluruh unsur yang ada dalam organisasi sebagai satu kesatuan, serta dapat
mempersatukan komponen organisasi atau individu-individu yang ada dan yang berpotensi
bersama-samla bekerja untuk tujuan organisasi. Seorang manajer harus mampu mengambil
4
keputusan-keputusan (the ability to make decisions) guna mengatasi segala permasalahan yang
timbul, dengan demikian ia dapat membuat alternatif-alternatif dan selanjutnya memillh alternatif
yang terbaik guna memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Manajer harus memiliki kemampuan untuk melimpahkan atau mendelegasikan wewenang
(the ability to delegate authority), artinya tidak semua pekerjaan dapat dilakukan oleh seorang
manajer mengingat beban kerja yang berat, terlebih bagi manajer yang berada pada level puncak
(top level manager). Selain itu, seeorang manajer harus memiliki kemampuan untuk menanamkan
kesetiaan (the ability to command loyalty), artinya harus mampu memelihara loyalitas bawahan,
baik terhadap atasannya maupun terhadap organisasi.
Siagian
(1995:27),
mengatakan
bahwa
bentuk
nyata
dari
kegagalan
suatu organisasi mengkaitkan pencapaian tujuannya dengan pencapaian tujuan masyarakat luas
terlihat dalam dua wujud. Pertama, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap organisasi
yang bersangkutan. Kedua, akibat hilangnya kepercayaan tersebut masyarakat tidak lagi
memberikan dukungan kepada kebijaksanaan dan kegiatan organisasi tersebut.
C. Konsep Pembangunan Desa
Secara etimologi, pembangunan berasal dari kata "bangun", diberi awalan "pem" dan
akhiran "an", guna menunjukkan perihal membangun. Kata bangun setidak-tidaknya mengandung
empat arti. Pertama, dalam anti sadar atau siuman. Kedua, dalam arti bangkit atau berdiri. Ketiga,
dalam arti bentuk. Keempat, dalam arti kata kerja, yakni membuat, mendirikan atau membina.
Pembangunan meliputi pula segi anatomik (bentuk), fisiologik (kehidupan) dan behavioral
(perilaku) (Ndraha, 1987:1).
Pembangunan menurut Tjokroamidjojo (1987:2), adalah "usaha perubahan ke arah yang
lebih baik yang dilakukan secara berencana dan bertahap". Menurut Siagian (1988:31),
pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana
yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam
rangka pembinaan bangsa (nation building).
Tujuan utama pembangunan desa, menurut Ndraha (1981:84), adalah: Pertama,
meningkatkan taraf hidup masyarakat. (a) Pemerintah berhasil membangun berbagai fasilitas
kehidupan masyarakat sebagai modal dan sarana penggerak masyarakat desa. (b) Pemerintah
berhasil menggerakkan masyarakat (mobilisasi) dengan berbagai cara dan sarana seperti simulasi,
perlombaan desa, penetapan-penetapan target dan mungkin melalui instruksi-instruksi. Kedua,
menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat desa, yang dimulai dari bobot yang rendah
(partisipasi fisik) atau hanya beberapa orang saja yang tergerak kemudian meningkat sampai kepada
bobotnya yang tertinggi (partisipasi bertanggungjawab), dimana setiap orang merasa tergerak untuk
berpartisipasi. Ketiga, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri
dan hidup dalam suasana sejahtera dengan lingkungannya.
Konteks peningkatan taraf hidup masyarakat lebih nyata apabila masyarakat desa telah
memperoleh taraf hidup yang layak, dalam arti kebutuhan pokoknya (primary needs) bisa terpenuhi,
mereka dapat menikinati kebutuhan pangan, sandang, dan papas serta pendidikan dan pelayanan
kesehatan. Dalam konteks ini Ndraha (1981:31), menambahkan bahwa sejauh mungkin bersandar
pada sumber-sumber setempat dan bergerak atas kekuatan sendiri, berdasarkan rasa percaya atas
kekuatan sendiri, prakarsa, tekad untuk menolong diri sendiri dan rasa tanggungjawab.
Menurut Ndraha (1981:31), kemampuan masyarakat desa untuk berkembang secara mandiri
adalah kemampuan masyarakat desa untuk mengidentifikasikan kebutuhan dan masalah-masalah
yang dihadapi, menyusun usaha untuk memenuhi kebutuhan serta memecahkan masalah tersebut.
Bertumpu pada beberapa pandangan di atas, partisipasi tumbuh dan berkembang dengan sendirinya
secara sukarela oleh masyarakat, dalam arti masyarakat desa telah berkemampuan dalam
meiigidentifikasikan berbagai kebutuhannya serta dapat mengolah sumber-sumber setempat bagi
kepentingannya. Apabila masyarakat sudah inencapai kemandirian, maka akan inelahirkan
5
perubahan struktural serta memprakarsai perubahan dan pembaharuan seirama dengan arus
kemajuan dan perkenibangan zaman yang secara terus menerus. Kemandirian suatu masyarakat
akan tainpak apabila telah muncul prakarsa, swadaya serta kesediaan untuk siap menerima
pembaharuan dan perubahan.
D. Aparat Pemerintahan Desa
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, di desa dibentuk
Pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa, yang merupakan Pemerintahan Desa.
Pemerinhllan desa terdiri atas Kepala Desa atau yang disebut nama lain dan Perangkat Desa.
Berdasarkan ini, yang termasuk aparat pemerintahan desa adalah Kepala Desa dan perangkat desa.
6
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan jenis atau metode penelitian kualitatif. Model penelitian
kualitatif ini biasanya digunakan dalam pengamatan dan penelitian sosial.
tertulis dan lisan dari seseorang dan prilaku yang dapat diamati.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu jenis penelitian yang memberikan
gambaran atau uraian suatu keadaan pada objek yang diteliti. Data yang terkumpul akan dianalisa
secara kualitatif. Jenis data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan
gambar (Sugiyono, 2005:15).
B. Fokus Penelitian
Adapun fokus penelitian dalam hal ini adalah, pertama, kemampuan manajerial aparat
pemerintahan desa yang didefinisikan dengan kemampuan aparatur pemerintah desa dalam
menerapkan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan, sehingga dapat melayani, mengayomi serta
menumbuhkan prakarsa dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan memiliki kepekaan
terhadap pandangan maupun aspirasi yang hidup dalam masyarakat. Indikator kemampuan
manajerial aparat pemerintahan desa Atep ini dikaji melalui:
(1) kemampuan pengelolaan struktur organisasi,
(2) kemampuan memperoleh dukungan lingkungan,
(3) kemampuan pelaksanaan tugas (performance), dan
(4) kemampuan kepemimpinan (leadership).
Fokus Penelitian kedua, ialah pembangunan desa yang didefenisikan sebagai proses
kerjasama pemerintah dengan masyarakat untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi kellidupan
sosial, ekonomi dan kebudayaan masyarakat desa. Indikatornya adalah,
(1) partisipasi masyarakat,
(2) perimbangan peran masyarakat dan pemerintah,
(3) kemandirian masyarakat, dan
(4) taraf hidup masyarakat
C. Jenis dan Informan Penelitian
Jenis data penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari
informan, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi maupun perpustakaan.
Adapun sampel yang ditetapkan secara purposive sebagai informan yang diwawancarai
yaitu terdiri dari kepala desa, Ketua BPD, 4 perangkat desa, dan 3 tokoh masyarakat dan 6
masyarakat.
D. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara mendalam (indepht interview). Adapun key informan diantaranya adalah:
 Kepala Desa
 Ketua BPD
Wawancara mendalam ini dimaksudkan akan memperkuat informasi yang didapatkan lebih
objekif, mendalam dan terpercaya.
b. Untuk lebih mengakuratkan data-dta penelitian, penulis juga menggunakan beberapa langkah
dalam penelitian ini yaitu :
1) Melakukan observasi di lokasi penelitian.
2) Studi Kepustakaan.
7
E. Teknik Analisa Data
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisa data yang ada adalah sebagai
berikut :
a. Kategorisasi, dalam hal ini data-data yang diperoleh dari lapangan di kategorisasikan
berdasarkan data prioritas yang dianalisa dan data yang tidak diprioritaskan untuk dianalisa.
b. Reduksi, adalah sebuah langkah dengan menghilangkan atau menegasikan data tertentu yang
dinilai tidak perlu untuk dianalisa secara lebih lanjut untuk kepentingan penelitian.
c. Interpretasi, adalah tahapan akhir dari proses analisa data, dimana pada tahap ini penulis
memberikan tafsiran dan penjelasan-penjelasan yang berkaitan erat dengan data-data yang
menjadi isu dalam penelitian ini.
8
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
a.
Kemampuan Manajerial Aparat Pemerintahan Desa
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa yang dimaksud dengan
kemampuan manajerial adalah kemampuan Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya dalam
menerapkan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan sehingga dapat melayani, mengayomi serta
menumbuhkembangkan prakarsa dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang memiliki
kepekaan, baik terhadap pandangan maupun aspirasi masyarakat. Indikator kemampuan manajerial
aparat pemerintahan desa ini dibahas melalui: (1) kemampuan pengelolaan struktur organisasi, (2)
kemampuan memperoleh dukungan lingkungan, (3) kemampuan pelaksanaan tugas (performance),
dan (4) kemampuan kepemimpinan (leadership).
1. Kemampuan Pengelolaan Struktur Organisasi
Salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan aparat pemerintahan desa adalah
kemampuan dalam pengelolaan struktur organisasi. Pengelolaan struktur organisasi adalah tata
pergaulan, interaksi dan kerjasama antara Kepala Desa dengan perangkat-perangkatnya dalam
melaksanakan roda pemerintahan. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa:
“hubungan kerjasama antara Kepala Desa dengan perangkat-perangkatnya umumnya
cukup baik, hal ini dapat dilihat melalui koordinasi yang dilakukan antar perangkat desa, mereka
dapat melaksanakan tugas sesuai dengan fungsinya masing-masing” (wawancara dengan
sekretaris desa)
Selain pola hubungan kerjasama antara Kepala Desa dengan perangkat-perangkatnya, dapat
juga dilihat pemberdayaan perangkat-perangkat desa yang dilakukan oleh Kepala Desa.
Berdasarkan wawancara dengan informan :
“Pola hubungan kerjasama kepala desa dan perangkat desa lebih kepada rasa izin,
kedudukannya sebagai kepala desa bukan melalui pemberdayaan aparat yang dilakukan oleh
kepala desa” (wawancara dengan kaur pemerintahan)
3. Kemampuan Pelaksanaan Tugas
Seorang aparatur pemerintahan dituntut memiliki kemauan dan kesadaran yang tinggi untuk
memajukan lembaga dimana ia bekerja. Upaya untuk memajukan lembaga itu salah satunya dapat
diwujudkan melalui kerja keras dan bertanggungjawab dalam setiap tugas yang diamanahkan
kepadanya. Kerja keras dan sikap bertanggungjawab itu merupakan cerminan dari perilaku
seseorang dalam bekerja, yang bermula dari kesediaan dan kesadarannya untuk mentaati semua
peraturan dan norma-norma yang ditetapkan oleh lembaga.
Dalam kaitannya dengan tanggungjawab yang dilakukan oleh Kepala Desa dan perangkatperangkatnya, terutama menyangkut perannya sebagai pelaksana tugas pemerintahan di tingkat
paling bawah, dibuktikan dengan disiplin kehadiran dalam berbagai kegiatan-kegiatan pemerintahan
dan sosial kemasyarakatan lainnya. Tanggungjawab ini juga menyangkut perannya sebagai public
figur di tengah masyarakat. Dengan demikian, tanggungjawab seorang aparatur pemerintahan desa
bukan hanya sebagai tenaga administratur pemerintahan, tetapi juga sebagai pengabdi masyarakat.
Ini berarti tanggungjawab itu bukan hanya ditunjukkan di dalam kantor, tetapi juga di tengah-tengah
masyarakat terutama status sosialnya sebagai seorang public figur yang memiliki dedikasi dan
loyalitas kepada masyarakat yang dipimpinnya.
9
4. Kemampuan Kepemimpinan (Leadership)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan:
“kerjasasama yang dilakukan oleh Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya dengan
masyarakat umumnya cukup baik, hal ini dapat dilihat dari kekompakkan antara kepala desa dan
perangkat-perangkatnya, jarang sekali ditemui terjadinya konflik tarik menarik antar perangkat
desa dengan kepala desa, atau antar sesama perangkat desa” (wawancara dengan salah satu
masyarakat desa)
Selanjutnya pertumbuhan berbagai jenis dan ragam pekerjaan dewasa ini menghadirkan
berbagai hubungan pegawai yang unik dengan pihak manajemen. Secara umum hubungan pegawai
dibentuk oleh persepsi terhadap diskriminasi, atau kebalikan dari diskriminasi, yang mungkin saja
dapat terjadi ketika penentuan pekerjaan, pemberian insentif dan lain sebagainya. Untuk mengatasi
masalah diskrimisasi dan terciptanya potensi konflik internal organisasi maka perlu diwujudkan
prinsip kerja berdasarkan keadilan.
b. Penyelenggaraan Pembangunan Desa
Pembangunan desa dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai proses kerjasama pemerintah
dengan masyarakat untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi kehidupan sosial, ekonomi dan
kebudayaan masyarakat desa. Indikator variabel ini diukur melalui (1) partisipasi masyarakat, (2)
perimbangan peran masyarakat dan pemerintah, (3) kemandirian masyarakat, dan (4) taraf hidup
masyarakat.
1. Partisipasi masyarakat
Berdasarkan temuan penelitian, informan memberikan pendapat:
“bahwa peluang masyarakat untuk ikut andil dalam perencanaan dan pelaksanaan
program pembangunan desa umumnya cukup terbuka, hal ini dapat dilihat dari adanya forum
pertemuan antara masyarakat dan pemerintah desa dalam pembahasan perencanaan kegiatan
pembangunan” (wawancara dengan seorang tokoh masyarakat)
Berdasarkan hasil wawancara di kemukakan bahwa:
“setiap anggota masyarakat cukup baik berpartisipasi mengambil peran melaksanakan
program pembangunan desa, apabila sedang dilaksanakan pembangunan swadaya, partisipasi
masyarakat dapat dilihat dalam memberikan tenaga, bahkan materi bagi yang tidak dapat
memberikan bantuan tenaga” (wawancara dengan kaur pembangunan)
2. Peran Masyarakat dengan Pemerintah Desa dalam Pembangunan
Manajemen memegang peranan penting dalam pengelolaan suatu organisasi agar tercapai
tujuan yang diinginkan. Setiap organisasi dewasa ini dihadapkan pada trend revolusioner, seperti
akselerasi produk, perubahan teknologi, persaingan global, deregulasi, perubahan demografi serta
kecenderungan-kecenderungan ke arah masyarakat jasa dan informasi. Trend-trend tersebut
menuntut kemampuan organisasi untuk mampu bersaing. Dalam hal inilah dituntut adanya praktek
manajemen sumber daya manusia yang tangguh.
3. Kemandirian masyarakat
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan:
“keaktifan masyarakat desa dalam melakukan kegiatan pembangunan desa pada umumnya
dapat dikatakan baik, walaupun tidak seratus persen masyarakat desa itu aktif, ada juga beberapa
yang bersikap apatis dalam atau lebih tertutup menyendiri tidak mau berbaur dengan lingkungan
sosialnya” (wawancara dengan kepala desa)
4.Taraf Hidup Masyarakat
Pendapatan yang diperoleh seseorang dalam pekerjaan yang ditekuninya dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehari-hari. Untuk dapat memenuhi kebutuhan
10
ekonomi keluarga sehari-hari, seseorang harus bekerja. Kesempatan kerja yang luas harus dapat
diciptakan sebagai ukuran keberhasilan pembangunan masyarakat desa. Dalam konteks ini, kualitas
kehidupan masyarakat desa dapat dilihat dari kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan
dasar (pangan, sandang dan papan, serta pendidikan dan kesehatan).
Berdasarkan hasil wawancara:
“kesempatan kerja masyarakat umumnya cukup terbuka, namun kesempatan itu belum
maksimal dimanfaatkan oleh masyarakat, ada juga masyarakat yang pasif lebih memilih diam dan
menunggu dari pemerintah desa” (wawancara dengan kepala desa)
Dengan pekerjaan dan pendapatan yang diperolehnya, seseorang akan dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosialnya dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan dalam
hidupnya. Dari pendapatan yang diterima perbulan, setelah digunakan dalam memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarga. Berdasarkan hasil wawancara:
“Hanya setengah saja masyarakat desa yang cukup mampu memenuhi kebutuhan keluarga
perbulan. Sedangkan setengahnya lagi pemenuhan kebutuhan hariannya didapat melalui
usaha/pencarian hari itu” (wawancara dengan tokoh masyarakat)
B. Pembahasan Penelitian
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, dalam pelaksanaan pembangunan desa
diperlukan aparatur pemerintahan desa yang berkemampuan, memiliki dedikasi dan sikap
pengabdian dalam melaksanakan tugas. Bagi Kepala Desa dan perangkat-perangkat yang berdapan
langsung dengan masyarakatnya, dibutuhkan kemampuan manajerial dalam melaksanakan tugas.
Dengan kemampuan manajerial, aparatur pemerintahan desan dapat melakukan berbagai hal dalam
rangka mewujudkan hasil pembangunan desa. Dengan memiliki kemampuan manajerial yang
memadai, pelaksanaan pembangunan dapat mencapai sasaran dan target yang telah ditentukan
secara terarah, terpadu, berdaya guna serta berhasil guna yang dirasakan oleh seluruh lapisan
masyarakat desa sesuai hakekat pembangunan nasional.
Kemampuan manajerial yang dimiliki oleh aparatur pemerintahan desa akan dapat
mengantisipasi dan menterjemahkan berbagai program pembangunan sesuai tuntutan serta
kebutuhan masyarakat dengan memanfaatkan sepenuhnya potensi dan sumber daya yang tersedia di
desa. Kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa dijabarkan melalui kerangka kerja
manajemen pemerintahan. Oleh sebab itu, pada masa mendapat semakin dirasakan perlu adanya
pembinanan dan pengelolaan kemampuan manajerial Kepala Desa dan perangkat-perangkatnya
melalui suatu mekanisme pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara kontiniu di tingkat
Kecamatan maupun di tingkat Kabupaten. Tujuannya agar proses dan pola manajemen
pembangunan desa dapat diarahkan, dikendalikan dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Meningat bahwa pembangunan desa merupakan aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat
bekerjasama dengan pemerintah, maka salah satu unsur pengelola pembangunan desa yang utama
adalah aparat pemerintahan desa sebagai administrator pembangunan desa. Ketidakmampuan
Kepala Desa dan perangkat-perangkatnya dalam memahami sistem manajemen pemerintahan akan
menimbulkan masalah bagi kelangsungan pembangunan desa di masa mendatang. Oleh karenanya,
Kepala Desa dan perangkat-perangkatnya perlu secara tegas memahami dan mengetahui secara
konfrehensif dari mulai aspek perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi pembangunan, agar
bermanfaat dalam menunjang pembangunan desa. Proses manajemen pembangunan desa ini tidak
bisa dilakukan secara sepihak, yakni kemauan dan keinginan pihak Kepala Desa maupun
pemerintahan di atasnya (Kecamatan), namun harus secara realistis memahami kebutuhan dan
keinginan lokal masyarakat desa. Ini berarti, di samping kemampuan manajemen juga dibutuhkan
kemampuan kepemimpinan (leadership). Untuk itu, Kepala Desa di samping sebagai kepala
pemerintahan di tingkat desa juga berarti sebagai pemimpin yang harus mengetahui, memahami dan
meladeni kebutuhan dan menyelesaikan masalah yang ditemukan di kalangan masyarakat yang
dipimpinnya.
11
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan penelitian, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Kemampuan manajerial aparat pemerintahan desa yang dibahas dalam penelitian ini, melalui
indikator kemampuan pengelolaan struktur organisasi, kemampuan memperoleh dukungan
lingkungan, kemampuan pelaksanaan tugas (performance) dan kemampuan leadership secara
umum disimpulkan cukup baik.
2. Tingkat pembangunan desa yang diukur melalui adanya partisipasi masyarakat, adanya
perimbangan peran pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan, danya kemandirian
masyarakat serta peningkatan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan disimpulkan cukup
baik.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk semakin meningkatkan kualitas dan kinerja pelayanan administrasi pembangunan desa,
maka disarankan Kepala Desa beserta perangkat-perangkatnya dapat meningkatkan kemampuan
manejerial, terutama dalam aspek kognisi, keterampilan dan kepemimpinan yang berguna bagi
kelancaran pelaksanaan pelayanan pembangunan bagi masyarakat desa.
2. Untuk semakin menumbuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat yang tinggi dalam proses
pembangunan desa, maka disarankan bagi Kepala Desa beserta seluruh perangkat-perangkat desa
dapat menggali dan memahami kebutuhan masyarakat yang dirasakan mendesak dalam
perencanaan dan implementasi program pembangunan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatain Praktek. Jakarta:
Rineka
Cipta,
2002, edisi kelima, cetakan keduabelas.
Desler, et.al. Manajemen Surber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga, 1995. Flippo. Manajemen
Personalia. Jakarta: Erlangga, 1995.
Handoko, T. Hani. Manajemen. Yogyakarta: BPFE, 1991, edisi kedua, cetakan keempat.
Hasibuan, Malayu S.P. Manajemen Suinber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara,
2007,
cetakan kesembilan.
Hidayat. "Strategi Ketenagakerjaan dan Sumber Daya Manusia", dalam Prijono Tjiptoherijanto,
M. Yasin, Bakir Hasan dan Djunaedi
Hadisumarto (eds.), Surber Daya Mamisia, Kesempatan Kerja dan Pembangunan Ekonomi.
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1982.
Koentjaraningrat_ Masalah Kesukuan dan Integrasi Nasional. Jakarta: Universitas
Indonesia,
1993.
Mangkunegara, A.A. Prabu. Manajenren Somber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga, 2000.
Moekijat. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta, 1991.
Mubyarto. Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis Ekonomi.
Yogakarta: Aditya Media, 2000.
Ndraha, Taliziduhu. Dimensi-dimensi Pemerintahan Desa. Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
--------------------- Ilmu Pemerintahan, Jakarta: Institut Ilmu Pemerintahan, 2000.
--------------------- Metodologi Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Rineka Cipta,1997.
---------------------- Partisipasi Masyarakat Desa dalam Pembangunan Desa di
Berbagai Desa,
Yogyakarta: P3PK, 1981.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, tentang Pemerintahan Desa.
Sarwoto. Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia,
1991,
cetakan
kedelapan.
Siagian, Sodang P. Analisis serta Perumusan Kebijakan dan Strategi Organisasi. Jakarta: Gunung
Agung, 1985.
----------------------- Manajemen Stratejik. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Simamora, Henry. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE TKPN, 1995.
Soetrisno, Loekman. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta: Kanisius, 1995
Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta, 1998, cetakan
kelima.
Tjokroamidjojo, Bintoro. Pengantar Administrasi Penibanguan. Jakarta: LP3ES, 1987.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
13
Download