BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Belajar Belajar merupakan sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain. Kegiatan belajar bukan hanya sekedar mengumpulkan pengetahuan tetapi merupakan proses aktif pembelajaran atau pelajar. Proses belajar bukan semata-mata terjadi karena adanya hubungan antara stimulus atau respon saja, tetapi lebih merupakan hasil dari kemampuan individu dalam mengembangkan potensi dalam dirinya. Proses belajar yang terjadi sebagaimana dikatakan oleh Paul Suparno (1997: 61) adalah sebagai berikut. 1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh pelajar dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. 2. Proses konstruksi membentuk pengetahuan berlangsung terus menerus. 3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. 4. Belajar bukanlah hasil dari perkembangan tetapi merupakan perkembangan itu sendiri. 5. Perkembangan memerlukan penemuan baru dan rekonstruksi pemikiran. 6. Proses belajar adalah skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. 7. Hasil belajar dipengaruhi oleh dan persentuhan pelajar terhadap dunia fisik dan lingkungan. Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa dalam proses belajar, siswa itu sendiri yang membangun pengetahuannya. Pengetahuan tidak ditransfer begitu saja dari individu ke individu yang lain, malainkan harus dibangun oleh individu itu sendiri melalui interaksi dengan objek, pengalaman, 8 dan lingkungan mereka. Dengan demikian setiap pembelajaran harus aktif mengkonstruksi, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci dan lengkap. Kemudian membangun pengetahuan baru dan merubah pengetahuan lama yang tidak sesuai dengan konsep sebenarnya yang ia pelajari. Inilah pokok dari pendekatan konstruktivisme. Olever (dalam Haris Mudjiman 2006: 25) menyatakan bahwa menurut paradigma konstruktivisme, “Belajar adalah proses menginternalisaasi, membentuk kembali, atau membentuk pengetahuan baru”. Pembentukan pengetahuan baru ini dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki. Pengetahuan dan pengalaman yang lama digunakan untuk menginterprestasikan informasi dan fakta baru dari luar, sehingga tercipta pengetahuan baru. Fakta yang sama mungkin diinterprestasikan secara berbeda oleh dua orang dengan latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang berbeda. Pendapat lain tentang definisi belajar dikemukakan oleh Chambers (2008: 101), “Constructivism is founded on Piaget’s belife that learing is an active process, where new information is accommodated into previously understood meaning or mental images”. Maksud dari pernyataan tersebut adalah kontruktivisme muncul atas ajaran Piaget yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses aktif, dimana informasi baru diakomodasikan ke dalam makna atau gambaran yang dipahami sebelumnya. Glasersfeld dalam Chambers (2002: 41) mendefinisikan belajar sebagai berikut, “Constructivism as guilding framework within which to develope instructional situations that facilitate student’s progressive construction of increasingly abstract mathematical conceptions and procedure”. Pernyataan tersebut mempunyai arti bahwa konstruktivisme sebagai pedoman kerangka kerja yang dipakai untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang memfasilitasi pembangunan progresif siswa dalam meningkatkan konsepsi dan prosedur matematika abstrak. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah proses pengembangan kemampuan yang telah ada dalam diri manusia sehingga 9 memunculkan pengetahuan yang bermakna dan dapat mempengaruhi tingkah lakunya. Dengan pengetahuan yang dimilikinya seseorang akan dapat memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga memberikan manfaat dalam kehidupannya. Agar semua dapat terjadi maka perlu adanya suatu kegiatan belajar aktif. b. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar atau hasil belajar menurut Muhibbin Syah (2008: 45) adalah “Taraf keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu”. Prestasi belajar pada dasarnya adalah hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai setelah seseorang belajar. Syaifudin Azwar (2000:9) mengemukakan bahwa “Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dalam belajar”. Hasil yang dicapai siswa ditunjukkan dengan nilai. Ahmad Tafsir (2008: 34) menyatakan bahwa: Hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan itu merupakan suatu target atau tujuan pembelajaran yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu: 1) tahu, mengetahui (knowing); 2) terampil melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu (doing); dan 3) melaksanakan yang ia ketahui itu secara rutin dan konsekuen (being). Sutratinah Tirtonegoro (1984: 43) mengemukakan bahwa “Prestasi belajar dinyatakan dalam bentuk angka, huruf maupun simbol dan pada tiap periode tertentu, misalnya tiap catur wulan atau semester, hasil belajar anak dinyatakan dalam buku raport”. Prestasi belajar dari masing-masing siswa berbeda, tergantung dari kemampuan yang dimilikinya. Winkel (1996: 162) mengatakan bahwa “Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya”. Sedangkan Syaiful Bahri Djamarah (1994:19) menyatakan bahwa “Prestasi adalah hasil dari suatu usaha yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual maupun kelompok yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja”. 10 Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil usaha yang dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Hasil usaha yang dicapai siswa ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai angka yang diberikan guru. Nilai yang diberikan oleh guru sesuai dengan kemampuan dari masing-masing siswa. c. Pengertian Matematika Kamus Umum Bahasa Indonesia (1996: 875) disebutkan bahwa “Matematika berarti ilmu menghitung dengan menggunakan bilanganbilangan; ilmu hitung modern; ilmu berhitung dengan cara lama”. Sedangkan Maryana (dalam Purwoto 1997: 14) mengatakan bahwa “Matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan, ilmu tentang struktur yang diorganisasikan mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, dari aksioma atau postulat akhirnya ke dalil”. Herman Hudojo (1997: 96) mengatakan “Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut urutan yang logis”. Di dalam matematika terdapat hubungan-hubungan yang logis. Hubungan. tersebut sesuai dengan urutan yang logis. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu tentang bilangan yang terstruktur dan terorganisasi serta berawal dari hal yang telah didefinisikan terlebih dahulu untuk mempelajari hal-hal selanjutnya mengenai bilangan-bilangan dan cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah mengenai bilangan tersebut. d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan pengertian belajar, prestasi belajar dan matematika tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil usaha yang telah dicapai siswa setelah melakukan proses pembelajaran matematika. Hasil usaha tersebut ditunjukan dengan nilai tes atau nilai angka yang diberikan oleh guru matematika. Nilai yang diberikan oleh guru sesuai dengan kemampuan dari masing-masing siswa. 2. Model Pembelajaran a. Pengertian Model Pembelajaran 11 Komponen-komponen yang terdapat dalam kurikulum adalah tujuan, materi pelajaran, model pembelajaran dan evaluasi. Komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian antara tujuan pembelajaran dan model pembelajaran memiliki keterkaitan yang sangat erat. Soekamto (1995), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisir pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar. Bell (1981: 222) mendefinisikan “Learning model is a generalized instructionalprocess which may be used for many different topic in a variety of subjects”. Model pembelajaran adalah sebuah proses pembelajaran umum yang dapat digunakan pada topik yang berbeda dalam berbagai mata pelajaran. Pendapat lain dikemukakan oleh Agus Suprijono (2010: 46) “Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai merencanakan pembelajaran pedoman dalam di kelas maupun tutorial”. Sebagmana dikemukakan oleh Joyce dan Weill dalam Shodiq (2009), setiap model belajar mengajar memiliki unsur-unsur yaitu sintaks, sistem social, prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak instruksional dan dampak pengiring. Dengan demikian, berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pola yang digunakan untuk merencanakan pembelajaran di kelas dengan sintaks, sistem social, prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak instruksional dan dampak pengiringnya. b. Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang di dalamnya mengkondisikan siswa bekerja bersama-sama di dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu siswa satu sama lainnya dalam belajar. Pembelajaran 12 kooperatif ini mengutamakan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan atau kelompok kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademis, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dari setiap anggota kelompok. Arif Rohman (2009: 186) mengemukakan bahwa ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Adanya tujuan kelompok Akuntabilitas diri Kesempatan yang sama untuk berhasil Kompetisi antar kelompok Adanya spesialisasi tugas Adaptasi kebutuhan individu Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dilatih untuk dapat bekerjasama dengan teman satu timnya dan bersaing positif dengan kelompok lain. Lain halnya dengan dikemukakan Yatim Riyanto (2010: 266) bahwa ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut. 1. Kelompok dibentuk dengan siswa kemampuan tinggi, sedang, dan rendah 2. Siswa dalam kelompok sehidup semati 3. Siswa melihat semua anggota mempunyai tujuan yang sama 4. Membagi tugas dan tanggung jawab sama 5. Akan dievaluasi untuk semua 6. Berbagi kepemimpinan dan keterampilan untuk bekerja bersama 7. Diminta mempertanggungjawabkan individual materi yang ditangani Selain ciri-ciri diatas, pembelajaran kooperatif juga mempunyai unsurunsur penting yang harus diperhatikan. Adapun unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut para ahli sebagai berikut. 13 Unsur-unsur pembelajaran kooperatif menurut Anita Lie (2005: 31) terdiri dari lima unsur yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan proses evaluasi kelompok. Unsur-unsur yang ada dalam pembelajaran kooperatif menurut Yatim Riyanto (2010: 265) terdiri dari enam unsur berikut. 1. Mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama sebagai latihan hidup bermasyarakat. 2. Saling ketergantungan positif antar individu maksudnya setiap individu punya kontribusi dalam mencapai tujuan. 3. Tanggung jawab secara individu. 4. Temu muka dalam proses pembelajaran. 5. Komunikasi antar anggota kelompok. 6. Avaluasi proses pembelajaran kelompok. Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat berkomunikasi dengan baik antar anggota kelompoknya, belajar bertanggungjawab, dan saling bekerja sama satu sama lain. Model pembelajaran kooperatif ini merupakan upaya pemberdayaan teman sejawat, meningkatkan interaksi antar siswa, serta hubungan saling menguntungkan antar mereka. Siswa dalam kelompok akan belajar mendengar ide atau gagasan orang lain, berdiskusi, menawarkan, atau menerima kritikan yang membangun, dan siswa merasa tidak terbebani ketika ternyata pekerjaannya salah. Model pembelajaran kooperatif memiliki tahapan-tahapan. Ada enam langkah utama atau tahapan di dalam pembelajaran kooperatif. Agus Suprijono (2010:89) mengemukakan bahwa pembelajaran kooreratif mempunyai tahapan sebagai berikut. Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif FASE-FASE PERILAKU GURU Fase 1 Menyampaikan Guru memberikan penjelasan tentang tujuan tujuan dan dalam pembelajaran dan mempersiapkan mempersiapkan peserta didik 14 peserta didik siap belajar Fase 2 Guru mempresentasikan informasi kepada Menyajikan informasi peserta didik secara verbal Fase 3 Guru memberikan penjelasan kepada pesarta Mengorganisasikan pesarta didik tentang tata cara pembentukan tim didik ke dalam tim-tim belajar belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien Fase 4 Guru membantu tim-tim belajar selama Membantu kerja tim dan pesarta didik menjalankan tugasnya belajar Fase 5 Guru menguji pengetahuan pesarta didik Mengevaluasi mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Fase 6 Guru mempersiapkan cara untuk mengakui Memberikan pengakuan atau usaha penghargaan dan prestasi individu maupun kelompok Pada hakekatnya semua tipe pembelajaran kooperatif melibatkan suatu tugas yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung dalam menyelesaikan tugas-tugas kolektif tersebut. Tipe pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini adalah TAI dan STAD. Berikut ini akan dibahas kedua tipe pembelajaran kooperatif tersebut secara lebih rinci. c. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI Model pembelajaran kooperatif tipe TAI diprakarsai sebagai usaha untuk merancang menyelesaikan sebuah bentuk masalah-masalah pengajaran yang membuat individual model yang bisa pembelajaran individual menjadi tidak efektif. Menurut Slavin (1988: 23) “Principles of cooperative learning to an individualized program, the students themselves 15 could take care of the checking and management, help one another with problems, and encourage one another to achieve”. Slavin berpendapat bahwa prinsip belajar kooperatif secara individual, siswa dapat mengatur sendiri pemeriksaan dan manajemen, saling membantu menyelesaikan masalah, dan mendorong satu sama lain untuk mencapainya. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan salah satu bentuk dari pembelajaran kooperatif yang terdiri dari delapan komponen. Delapan komponen tersebut yaitu: (1) pembentukan kelompok, (2) rencana materi pengajaran, (3) kelompok-kelompok pembelajaran, (4) belajar kelompok, (5) pemberian skor kelompok, (6) pemberian materi, (7) tes-tes kecil, (8) pemberian materi di akhir waktu pembelajaran. Pembentukan kelompok (Team). Kelompok yang dibentuk beranggotakan empat atau enam peserta didik. Kelompok tersebut merupakan kelompok heterogen, yang mewakili hasil-hasil akademis dalam kelas, jenis kelamin, dan rasa atau etnis. Rencana Materi Pengajaran (Curriculum Materials). Strategi pemecahan masalah ditekankan pada seluruh materi. Masing-masing unit terdiri dari satu lembar petunjuk yang berisikan tinjauan konsep-konsep yang diperkenalkan oleh guru dalam pengajaran kelompok yang dibahas dengan singkat dan langkah-langkah metode pemecahan masalah serta beberapa lembar materi pelajaran. Kelompok-Kelompok Pembelajaran (Teaching Groups). Saat mulai materi, setiap harinya guru mengajarkan materi pokok selama 10 atau 15 menit secara klasikal kepada peserta didik yang telah dikelompokkan dengan anggota yang heterogen. Guru menggunakan konsep yang khas untuk memperkenalkan konsep-konsep utama pada peserta didik. Guru dapat mengajarkan dengan menggunakan diagram atau demonstrasi. Pembelajaran ini dirancang untuk membantu peserta didik menghubungkan konsep-konsep dan teori-teori yang mereka pelajari dengan kehidupan nyata yang biasa mereka alami. Belajar Kelompok (Team Study). Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut. 16 1. Peserta didik membentuk pasangan-pasangan atau bekelompok dalam kelompok mereka. 2. Peserta didik melakukan diskusi, tanya jawab dengan sesama anggota tim mengenai materi pelajaran, sehingga semua anggota tim mempunyai pengetahuan yang sama. 3. Masing-masing menggunakan peserta didik keterampilannya mengerjakan sendiri. 4 soal, dengan Kemudian teman sekelompokna mengoreksi jawaban tersebut berdasarkan lembar jawaban yang telah tersedia. Jika keempat jawaban benar, peserta didik tersebut boleh mengerjakan tipe soal selanjutnya yang telah disediakan. Tetapi jika jawabannya salah, peserta didik tersebut harus mencoba mengerjakan lagi keempat soal terebut sehingga semua benar. Jika peserta didik tersebut tetap tidak bisa dan merasa sulit, maka dia bisa meminta bantuan teman sekelompoknya sebelum meminta bantuan kepada guru. 4. Ketika seorang peserta didik telah menjawab keempat soal tersebut dengan benar, maka dia mendapatkan tes formatif tipe A, yang terdiri dari 10 soal. Pada tes formatif ini peserta didik bekerja sendiri sampai selesai. Jika dia mampu menjawab benar 8 soal atau lebih, teman sekelompoknya akan menandai hasil tes tersebut untuk mengeindikasikan bahwa peserta didik tersebut telah lulus dan bentuk mengikuti tes unit. Tetapi jika tidak dapat menjawab 8 saol dengan benar, maka guru dipanggil untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi pesarta didik tersebut. Dia akan mendapat tes formatif tipe B, yaitu 10 soal yang lebih mudah dari soal tipe A. Dengan cara ini dimungkinkan peserta didik tersebut bisa mengikuti tes unit. Pemberian skor kelompok dan pengakuan kelompok (Team Scores and Team Recognition). Skor ini didasarkan pada jumlah rerata unit yang telah diselesaikan oleh tiap-tiap anggota kelompok dan akurasi dari tes-tes akhir. Tabel 2.2 Ketentuan Skor Perkembangan Individu 17 Skor Perkembangan Individu Poin Kemajuan Lebih dari 10 poin dibawah skor awal 5 1-10 poin dibawah skor awal 10 Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20 Lebih dari 10 poin di atas skkor awal 30 Kertas jawaban sempurna terlepas dari skor awal 30 Tujuan dari pemberian skor ini adalah untuk memberikan kriteria pada tiap-tiap kelompok. Kelompok dengan skor tertinggi mendapatkan kriteria Superteam, kelompok dengan skor menengah mendapatkan kriteria Greatteam, dan kelompok dengan skor terendah mendapatkan kriteria Goodteam. Kriteria penghargaan kelompok tersebut, disajikan pada Tabel 2.3. (Slavin 2008: 195-199). Tabel 2.3 Kriteria Penghargaan Kelompok Rata-rata Skor Kelompok Penghargaan 15 ≤ X < 20 Goodteam 20 ≤ X < 25 Greatteam X ≥ 25 Superteam Teaching Group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok. Facts Test, yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa. Whole Class Units, yaitu pemberian materi oleh guru kembali diakhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah. Setiap model pembelajaran pasti mempunyai keunggulan dan keterbatasan. Keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe TAI sebagai berikut. 18 1. Siswa yang lemah dapat terbantu dalam menyelesaikan masalah. 2. Siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam satu kelompok. 3. Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya. 4. Adanya rasa tanggungjawab dalam kelompok dalam menyelesaikan masalah. Keterbatasan model pembelajaran tipe TAI dinyatakan: 1. Kegiatan belajar mengajar membutuhkan lebih banyak waktu. 2. Siswa yang kurang pandai secara tidak langsung akan tergantung pada siswa yang pandai. 3. Diskusi yang terjadi hanya didominasi oleh siswa-siswa tertentu. Sintak pembelajaran TAI mencakup tahapan-tahapan konkret dalam melaksanakan program tersebut di ruang kelas. (Slavin dalam Miftahul Huda; 2012: 200). 1. Tim. Dalam TAI, siswa dibagi ke dalam tim-tim yang beranggotakan 4-5 siswa. 2. Tes Penempatan. Siswa diberikan pre-test. Mereka ditempatkan pada tingkatan yang sesuai dalam program individual berdasarkan kinerja mereka pada tes ini. 3. Materi. Siswa mempelajari materi pelajaran yang akan didiskusikan. 4. Belajar Kelompok. Siswa melakukan belajar kelompok bersama rekanrekannya dalam satu tim. 5. Skor dan Rekognisi. Hasil kerja siswa di skor diakhir pengajaran, dan setiap tim yang memenuhi kriteria sebagai “tim super” harus memperoleh penghargaan dari guru. 6. Kelompok Pengajaran. Guru memberikan pengajaran kepada setiap kelompok tentang materi yang sudah didiskusikan. 7. Tes Fakta. Guru meminta siswa untuk mengerjakan tes-tes untuk membuktikan kemampuan mereka yang sebenarnya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan sintak pembelajaran kooperatif tipe TAI sebagai berikut. 19 1. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru. 2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal. 3. Guru membentuk beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan berbeda-beda, baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah) jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda-beda serta kesetaraan gender. 4. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok. 5. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari. 6. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual. 7. Guru memberikan penghargaan peda kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis. d. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam pembelajaran ini pesrta didik akan belajar bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat sampai lima orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Slavin (2008: 12) gagasan utama dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah untuk memotivasi peserta didik supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Slavin (2008: 143-160) mengemukakan bahwa komponenkomponen dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut: (1) presentasi kelas, (2) tim, (3) kuis, (4) skor kemajuan individu, dan (5) rekognisi tim. Presentasi kelas, merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan atau didiskusi yang dipimpin oleh guru, atau pengajar dengan presentasi audiovisual. Peserta didik akan menyadari bahwa mereka harus 20 benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi karena hal ini akan sangat membantu mereka dalam mengerjakan kuis dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka. Tim, terdiri atas empat sampai lima orang yang heterogen. Fungsi utama dari tim adalah untuk memastikan bahwa semua anggota tim benarbenar balajar, sehingga setiap anggota tim akan siap mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materi, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan, yang berupa pembahasan masalah, membandingkan jawaban, dan mengoreksi kesalah pahaman antar anggota tim. Kuis, dilakukan setelah satu atau dua periode penyampaian materi dan satu atau dua periode praktikum tim. Pesarta didik tidak diperkenankan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga tiap pesarta didik bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya. 21 Tabel 2.5 Kriteria Menentukan Nilai Peningkatan Hasil Belajar Kriteria Nilai Peningkatan Nilai kuis/ tes terkini turun lebih dari 10 poin di 5 bawah nilai awal Nilai kuis/ tes terkini turun 1 sampai dengan 10 10 poin di bawah nilai awal Nilai kuis/ tes terkini sama dengan nilai awal 20 sampai dengan 10 diatas nilai awal Nilai kuis/ tes terkini lebih dari 10 diatas nilai 30 awal Skor kemajuan individual. Tiap pesarta didik dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada kelompoknya dalam sistem skor, sehingga tiap-tiap anggota kelompok harus berusaha memperoleh nilai yang maksimal dari skor kuisnya. Selanjutnya pesarta didik akan mengumpulkan poin untuk tim mereka brdasarkan tingkat kenaikan skor kuis dibandingkan dengan skor awal mereka. Rekognisi tim. Tujuan dari pemberian skor adalah untuk memberi penghargaan pada tiap-tiap kelompok. Kelompok dengan skor tertinggi mendapatkan penghargaan superteam, kelompok dengan skor menengah mendapatkan penghargaan greatteam, dan kelompok dengan skor terendah sebagai kelompok goodteam (Slavin, 2008: 160). Untuk menjadi kelompok dengan predikat/penghargaan superteam maka sebagian besar anggota kelompok harus memiliki skor di atas skor awal mereka. Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan sebagai berikut. 1. Persiapan. Dalam tahap ini guru mempersiapkan rencana pelajaran dengan membuat rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lemar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 2. Menyampaikan Tujuan dan Memotifasi Siswa. Dalam tahap ini guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. 22 3. Menyajikan/menyampaikan informasi. Dalam tahap ini guru menyampaikan materi pembelajaran. 4. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar. Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa. Kelompok yang dibentuk merupakan perpaduan yang ditinjau dari latar belakang sosial, jens kelamin dan kemampuan belajar. Sebelum proses belajar mengajar dimulai, guru memperkenalkan keterampilan kooperatif dan menjelaskan aturan dasarnya, yaitu: (1) siswa tetap berada di dalam kelas, (2) mengajukan pertanyaan kapada kelompok sebelum mengajukan pertanyaan kepada guru, (3) menghindari saling mengkritik sesama siswa dalam satu kelompok, dan (4) bekerjasama dan bertanggung jawab dalam kelompoknya. 5. Membimbing kelompok bekerja dan belajar. Guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk meyakinkan bahwa setiap orang dalam kelompoknya mengetahui dan memahami jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS 6. Evaluasi. Perwakilan dari masing-masing kelompok maju kedepan untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka atau hasil dari tugas di LKS. Kemudian guru mengarahkan siswa dalam membuat rangkuman. Memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan. Selanjutnya, guru memberikan tes kepada siswa secara individual. 7. Memberikan penghargaan. Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor tes berikutnya (terkini). Atau dengan kata lain, guru memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil diskusi masalahnya/hasil belajarnya lebih baik. Sintaks pembelajaran STAD dalam penelitian ini sebagai berikut. 23 Tabel 2.5 Sintaks pembelajaran kooperatif tipe STAD Fase Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Fase 2 Menyajikan atau menyampaikan informasi Fase 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompokkelompok belajar Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Fase 5 Evaluasi Fase 6 Memberikan penghargaan Kegiatan Guru Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan. Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Membimbing kelompok- kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok. e. Model Pembelajaran Langsung Pembelajaran langsung (direct instruction) dikenal dengan sebutan active teaching. Penyebutan ini mengacu pada gaya mengajar dimana guru terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada pesarta didik dan mengajarkan secara langsung kepada seluruh kelas. Model pembelajaran langsung mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. 1. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar. 24 2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran. 3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung. Modeling adalah pendekatan utama dalam pembelajaran langsung. Modeling dimaksudkan adalah pembelajaran yang mana guru mendemonstrasikan langsung kepada pesarta didik. Model yang ada dilingkungan senantiasa memberikan dampak langsung kepada pesarta didik dan memberikan rangsangan balik ketika keadaan terkait dengan pesarta didik. Agus Suprijono (2009: 49) mengemukakan modeling mengikuti urutan berikut: 1. Guru mendemonstrasikan perilaku yang hendak dicapai sebagai hasil belajar, 2. Perilaku itu dikaitkan dengan perilaku-perilaku lain yang sudah dimiliki siswa, 3. Guru mendemonstrasikan berbagai bagian perilaku tersebut dengan cara yang jelas, terstruktur, dan berurutan disertai penjelasan mengenai apa yang dikerjakannya setelah setiap langkah selesai dikerjakan, 4. Siswa perlu mengingat langkah-langkah yang dilihatnya dan kemudian menirukannya. Pembelajaran langsung dirancang untuk penguasaan pengetahuan prosedural, pengetahuan deklaratif, serta berbagai keterampilan. Pembelajaran langsung dimaksudkan untuk menuntaskan dua hasil belajar yaitu penguasaan pengetahuan yang dikonstruksikan dengan baik dan penguasaan keterampilan. Menurut Daniel Muijs dalam Agus Suprijono (2009: 51) pembelajaran langsung memiliki tahap-tahap sebagai berikut. 1. Directing. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa dan memastikan bahwa semua siswa mengetahui apa yang harus dikerjakan. 2. Instructing. Guru memberi informasi dan menstrukturisasikannya dengan baik. 3. Demonstrating. Guru menunjukkan, mendeskripsikan, dan membuat model dengan menggunakan sumber serta display visual yang tepat. 4. Explaining and illustrating. Guru memberikan penjelasan-penjelasan akurat dengan tingkat kecepatan yang pas dan merujuk pada metode sebelumnya. 5. Quesioning and discussing. Guru bertanya dan memastikan seluruh siswa ikut ambil bagian. 6. Consolidating. 25 7. Evaluating pupil’s responses. Guru mengevaluasi presentasi hasil kerja siswa. 8. Summarizing. Guru merangkum apa yang telah diajarkan dan apa yang sudah dipelajari siswa selama dan menjelang akhir pelajaran. Model pembelajaran langsung menurut Arends (Trianto, 2011: 29) adalah “Salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap. Sejalan dengan Widaningsih, Dedeh (2010: 150) bahwa pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan mengenai bagaimana orang melakukan sesuatu, sedangkan pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan tentang sesuatu. Pembelajaran langsung tidak sama dengan model ceramah, tetapi ceramah dan resitasi (mengecek pemahaman dengan tanya jawab) berhubungan erat dengan model pembelajaran langsung. Guru berperan sebagai penyampai informasi, dan dalam hal ini guru seyogyanya menggunakan berbagai media yang sesuai, misalnya film, tape recorder, gambar, peragaan, dan sebagainya. Widaningsih, Dedeh (2010: 15) ciri-ciri pembelajaran langsung adalah sebagai berikut: 1. Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar. 2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran. 3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung berlangsung dan berhasilnya pengajaran. Menurut Kardi dan Nur (Trianto 2011: 31) fase-fase model pembelajaran langsung dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6. Sintak Model Pembelajaran Langsung Fase-Fase Perilaku Guru Fase 1. Menyampaikan tujuan mempersiapkan peserta didik. dan Menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang pelajaran, mempersiapkan peserta didik untuk 26 belajar Fase 2. Mendemonstrasikan pengetahuan Mendemonstrasikan atau keterampilan keterampilan yang benar, menyajikan informasi tahap demi tahap Fase 3. Membimbing pelatihan Merencanakan dan memberi pelatihan awal Fase 4. Mengecek pemahaman dan Mengecek apakah peserta didik telah memberikan umpan balik berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik Fase 5. Memberi kesempatan untuk Mempersiapkan pelatihan lanjutan dan penerapan. kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dalam kehidupan sehari-hari Mengacu pada fase-fase tersebut, berikut merupakan ilustrasi pembelajaran langsung yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotifasi siswa untuk belajar. 2. Guru menyampaikan materi dengan membahas bahan ajar melalui kombinasi ceramah dan demonstrasi. 3. Setelah materi selesai disampaikan, guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada siswa untuk dikerjakan sebagai latihan secara individu. 4. Selanjutnya guru dan siswa membahas LKS. 5. Di akhir pembelajaran guru memberikan soal-soal latihan sebagai pekerjaan rumah. 27 3. Motivasi Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental ini berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah atau tinggi. Ada ahli pendidikan yang menyebutkan kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi berprestasi. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu berprestassi (Koeswara dalam Dimyati dan Mudjiono 2006: 80). Kata motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subyek untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai satu tujuan. Berawal dari kata motif tersebut diatas, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Echols dan Shadily (dalam Gino.dkk 2000: 81) motivasi dapat disamakan dengan motif. Keduanya termasuk jenis kata benda yang berarti alasan, sebab, daya batin, dorongan. Sedangkan Marriam Webster (dalam Gino.dkk 2000: 81) berpendapat bahwa kata motif berasal dari bahasa latin, yaitu motus yang dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat menyebakan seseorang bertindak. Motivasi diartikan sebagai tindakan seseorang atau proses memberikan dorongan. Bruno (dalam Gino.dkk 2000: 81) berpendapat bahwa motif dapat disamakan dengan dorongan, yaitu dorongan yang terdapat dalam diri seseorang atau organisasi untuk menentukan suatu pilihan-pilihannya dan perilaku yang berorientasi pada tujuan. Gibson (dalam Mohamad Ali 1989: 129) menyatakan bahwa “Motivasi dapat dikatakan sebagai keinginan-keinginan yang muncul untuk memenuhi kebutuhan merupakan tenaga yang mendorong untuk bertingkah laku”. Sardiman A.M (2007: 75) mengatakan bahwa, motivasi dapat juga dikatakan sebagai serangkaian usaha menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan 28 berusaha meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang. David Mc Clelland (dalam Mohamad Ali 1989: 129-130) memandang bahwa “Dorongan untuk melakukan suatu aktivitas tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan dorongan untuk mencapai suatu keberhasilan atau prestasi”. Upaya untuk menumbuhkan motivasi ini dapat dilakukan dengan cara: 1. Menumbuhkan keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan (melaksanakan) kegiatan dengan sebaik-baiknya, dan keyakinan bahwa dirinya akan berkembang kemampuannya bila ada upaya untuk itu. 2. Apa yang harus dilakukan dalam mencapai prestasi dalam pekerjaan yang dilakuakan atau dalam mencapai tujuan tertentu hendaknya bersifat jelas, tidak menimbulkan kebingungan. 3. Tergambar dengan jelas pada diri orang yang bersangkutan, tentang kaitan antara tujuan dan keberhasilan dalam berprestasi dengan kepentingannya dalam kehidupan sehari-hari. Akhmad Sudrajat mengemukakan motivasi yang didasarkan pada Teori Mc Clelland (Teori Kebutuhan Berprestasi), yang selanjutnya lebih dikenal sebagai teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Achievement (N.Ach) menyatakan bahwa: Motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Motivasi dirumuskan sebagai kebutuhan akan prestasi sebagai keinginan untuk melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit, menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manuasi atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi berlaku. Mengatasi kendalakendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Sedangkan berdasarkan teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi yang dikemukakan oleh Akhmad Sudrajat dikatakan bahwa dalam teori ini dikaitkan antara imbalan engan prestasi seseorang individu. Motivasi seoarang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah: (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) 29 harapan pribadi; (d) kebutuhan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan. Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah: (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat kerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya. Ada lima konsep penting dalam motivasi belajar, yaitu: 1. Motivasi belajar adalah proses internal yang mengaktifkan, memandu dan mempertahankan perilaku dari waktu ke waktu. Individu termotivasi karena berbagai alasan yang berbeda-beda, dengan intensitas yang berbeda; 2. Motivasi belajar tergantung pada teori yang menjelaskannya, dapat merupakan konsekuensi dari penguatan (reinforcement), suatu ukuran kebutuhan manusia, suatu hasil dari ketidakcocokan, suatu atribusi dari keberhasilan atau kegagalan, atau harapan dari peluang keberhasilan; 3. Motivasi belajar dapat ditingkatkan dengan penekanan tujuan-tujuan belajar dan pemberdayaannya; 4. Motivasi belajar dapat meningkat apabila guru membangkitkan minat siswa, memelihara rasa ingin tahu mereka, menggunakan berbagai strategi pembelajaran, meyatakan harapan dengan jelas, dan memberikan umpan balik (feed back) dengan sering dan segera; dan 5. Motivasi belajar dapat meningkat pada diri siswa apabila guru memberikan ganjaran yang spesifik dan dapat dipercaya. Gottried (dalam Nana Sudjana 2006: 60) mengemukakan bahwa motivasi belajar yang tinggi terdiri dari beberapa aspek sebagai berikut. (1) kesenangan kenikmatan untuk belajar, berarti menaruh perhatian dan minat terhadap kegiatan-kegiatan itu dan merasa senang sewaktu mengerjakan tugastugas sekolah. (2) orientasi terhadap penguasaan materi. Siswa selalu berusaha dengan segala macam untuk lebih menguasai materi baik yang disajikan secara langsung oleh gurunya di sekolah atau dengan belajar lebih efektif di rumah. (3) hasrat ingin tahu. Siswa terdorong untuk mencari hal-hal baru yang berhubungan dengan materi pelajaran, baik itu di sekolah maupun di rumah. 30 (4) keuletan dalam mengerjakan tugas. Siswa memusatkan perhatian sepenuhnya untuk menyelesaikan tugas dan tidak mudah menyerah atau putus asa. (5) keterlibatan yang tinggi pada tugas. Siswa tekun dalam mengerjakan tugas, berkonsentrasi pada tugas dan meluangkan waktu untuk belajar. (6) orientasi pada tugas-tugas yang menantang, sulit dan baru. Siswa termotivasi untuk menyelesaikan tugas sulit ataupun baru daripada tugas mudah atau rutin. Sardiman A.M (2007: 85) mengemukakan bahwa motivasi memiliki tiga fungsi yaitu: (1) mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. (2) menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai, dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. (3) menyeleksi perbuatan, yakni menentukan arah tujuan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dilihat dari dasar pembentukannya, motivasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu motif-motif bawaan dan motif-motif yang dipelajari. Yang dimaksud dengan motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari. Sebagai contoh misalnya: dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk bekerja, dan sebagainya. Motif-motif ini sering disebut motifmotif yang disyaratkan secara biologis. Sedangkan yang dimaksud dengan motif-motif yang dipelajari adalah motif ini timbul karena dipelajari. Sebagai contoh: dorongan untuk belajar suatu cabang pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam masyarakat. Motif-motif ini seringkali disebut dengan motif-motif yang disyaratkan secara sosial. Frandsen (dalam Sardiman A.M 2007: 87) menambahkan jenis-jenis motif sebagai berikut. 1. Cognitive motives 31 Motif ini menunjukkan pada gejala intrinsik, yakni menyangkut kepuasan individual. Kepuasan individual yang berada di dalam diri manusia dan biasanya berwujud proses dan produk mental. Jenis motivasi seperti ini sangat primer dalam kegiatan belajar di sekolah, terutama yang berkaitan dengan pengembangan intelektual. 2. Self-expresion Penampilan diri adalah sebagian dari perilaku manusia. Yang penting kebutuhan individu itu tidak sekedar tahu mengapa dan bagaimana sesuatu itu terjadi, tetapi juga mempu membuat suatu kejadian. Untuk ini diperlukan kreatifitas, penuh imajinasi. Jadi dalam hal ini seseorang memiliki keinginan untuk aktualisasi diri. 3. Self-enhancement Melalui aktualisasi diri dan pengembangan kompetisi akan meningkatkan kemajuan diri seseorang. Keinginan dan kemajuan diri ini menjadi salah satu tujuan bagi setiap individu. Dalam belajar dapat diciptakan suasana kompetisi yang sehat bagi anak didik untuk mencapai suatu pretasi. Dalam penelitian ini definisi motivasi adalah kesanggupan untuk melakukan kegiatan belajar matematika karena didorong oleh keinginannya untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya ataupun yang datang dari luar. Kegiatan itu dilakukan dengan kesanggupan hati dan terus menerus dalam rangka mencapai tujuan. Dalam penelitian ini untuk mengetahui motivasi belajar menggunakan indikator-indikator yang terdiri dari: (a) perasaan: tertarik pada pelajaran matematika; (b) kemauan siswa: terdorong untuk belajar terlebih dahulu sebelum diterangkan oleh guru, menyelesaikan tugas/PR dengan sebaikbaiknya, dan tidak mudak putus asa; (c) rasa ingin tahu: senang melakukan halhal baru (bereksperimen dan membaca buku-buku/sumber baru) untuk mendapatkan pengetahuan baru dan bertanya tentang hal yang belum dipahami; (d) berusaha untuk mandiri: mencoba untuk memecahkan masalah sendiri dan mempunyai rasa percaya diri; dan (e) perhatian siswa: memperhatikan pada saat guru menyampaikan pelajaran. Faktor ekstrinsik terdiri dari: faktor lingkungan yaitu senang bila hasil ulangannya memuaskan dan mendapat pujian/hadiah. 32 B. Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini dinyatakan sebagai berikut: Dwi Rahmawati (2010) mengatakan bahwa (i) model pembelajaran kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional untuk setiap kategori kemampuan awal yang dimiliki siswa, (ii) pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI maupun model pembelajaran konvensional prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan awal sedang dan rendah, serta prestasi belajar matematika siswa yang memiliki kemampuan sedang lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan awal rendah. Aloysius Sutomo (2009) mengungkapkan bahwa (i) model pembelajaran kooperatif tipe STAD menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional, (ii) terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antar siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi belajar sedang maupun siswa yang memiliki motivasi belajar rendah, (iii) terdapat interaksi antar model pembelajaran dan motivasi belajar matematika. Hasil penelitian Warsiah (2010) mengatakan bahwa (i) model pembelajaran kooperatif tipe STAD menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional dengan metode ekspositori, (ii) terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antar siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi belajar sedang maupun siswa yang memiliki motivasi belajar rendah, (iii) terdapat interaksi antar model pembelajaran dan motivasi belajar matematika. Berikut ini, beberapa penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan tipe STAD yang dilakukan diluar negeri. 1. Nagib Balfakih dalam penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa pembelajaran dengan metode STAD lebih memberikan efektifitas dalam hasil pembelajaran jika dibandingkan dengan pembelajaran model ceramah. 33 2. Kamuran Tarim dan Fikri Akdeniz, pada penelitian ini membandingkan antara model TAI dan STAD pada siswa kelas 4 Sekolah Dasar. Dalam penelitian ini menunjukkan model TAI lebih baik dibandingkan metode STAD. C. Kerangka Berpikir Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal misalnya: konsep diri, motivasi, minat, intelegensi atau kecerdasan, dan kemampuan awal siswa. Beberapa faktor eksternal misalnya: metode, model pembelajaran, kondisi lingkungan, kurikulum, suasana, sarana dan prasarana. Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan, kerangka berpikir penelitian dinyatakan sebagai berikut: 1. Pengaruh model pembelajaran terhadap prestasi belajar matematika siswa. Pembelajaran kooperatif sangat sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika karena kegiatan belejar matematika lebih diarahkan pada kegiatan yang mendorong siswa aktif. Pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran yang sama yaitu kooperatif tetapi melalui dua tipe yang berbeda yaitu TAI dan STAD. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI terdiri dari 8 komponen yaitu: (1) pembentukan kelompok, (2) rencana materi pengajaran, (3) kelompok-kelompok pengajaran, (4) belajar kelompok, (5) pemberian skor kelompok, (6) pemberian materi, (7) tes-tes kecil, (8) pemberian materi diakhir pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI dibentuk kelompok kecil yang heterogen dengan latar belakang cara berpikir yang berbeda untuk saling membantu siswa lain yang membutuhkan bantuan. Dalam model ini, diterapkan bimbingan antar teman yaitu siswa yang pandai bertanggungjawab terhadap siswa yang lemah. Disamping itu dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam kelompok kecil. Sedangkan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, dalam model pembelajaran ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen dengan kemampuan akademik yang bervariasi. Hal ini dilakukan supaya 34 siswa yang berkemampuan kurang dapat terbantu oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Kemudian setiap kelompok diberi tanggung jawab untuk memecahkan masalah atau soal yang telah diberikan oleh guru. Ketika memecahkan masalah, setiap siswa diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat tanpa harus takut jika pendapatnya salah. Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD, selama kegiatan pembelajaran siswa dituntut (1) memperhatikan presentasi kelas agar dapat membantu mereka dalam mengerjakan kuis individu. (2) membentuk kelompok heterogen untuk mempelajari dan mendiskusikan LKS dan saling membantu antar anggota kelompok. (3) mengerjakan kuis individu secara mandiri. (4) saling memberikan penghargaan kelompok. (5) mempersiapkan diri untuk menghadapi evaluasi oleh guru. (6) memperhatikan bimbingan dari guru kepada kelompok atau kelas. Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru di sekkolah. Proses pembelajaran yang berlangsung biasanya dimulai dari teori kemudian diberikan contoh soal dan dilanjutkan dengan latihan soal. Mengajar yang bersifat konvensional lebih menekankan pada penyampaian pengetahuan kepada siswa sehingga kegiatan pembelajaran berpusat pada guru. Guru lebih dominan dalam kegiatan pembelajaran, dan hampir tidak ada interaksi antar siswa. Siswa cenderung hanya mendengar dan menulis. Dalam model pembelajaran tipe TAI dan model pembelajaran tipe STAD, akan memberikan manfaat kepada siswa yang sangat besar dalam proses pembelajaran, guru hanya sebagai fasilitator bagi siswa. Sedangkan dalam model pembelajaran langsung guru merupakan obyek utama dalam pembelajaran, siswa cenderung sebagai siswa pasif. Penggunaan model pembelajaran tipe TAI dan model pembelajaran tipe STAD menyebabkan siswa dituntuk untuk lebih aktif dan lebih mudah memahami pelajaran dibandingkan pembelajaran konvensional. Sehingga dimungkinkan prestasi belajar matematika dengan model pembelajaran tipe STAD akan lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran tipe TAI dan pembelajaran 35 langsung, serta model pembelajaran tipe TAI akan lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran langsung. 2. Pengaruh motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika Salah satu faktor penentu keberhasilan siswa dalam meraih prestasi belajar matematika yang berasal dari dalam diri siswa adalah motivasi belajar. Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah, cenderung tidak dapat menghadapi masalah dengan tenang, pola pikirnya sederhana, mudah menyerah, sukar bekerja sama, tidak percaya diri, tidak berani mengambil resiko, dan malu bertanya kepada teman atau guru. Kondisi yang demikian akan menurunkan motivasi siswa yang akhirnya prestasi belajarnya menurun atau tidak tercapai secara maksimal. Sedangkan siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang cenderung kurang percaya diri dalam menghadapi masalah, tidak mudah menyerah, bisa bekerja sama dengan kelompok tertentu, kurang meniliki pendirian yang kuat, kurang berani mengambil resiko, agak malu bertanya kepada teman atau guru. Kondisi yang demikian kadang-kadang akan menurunkan motivasi siswa yang pada akhirnya prestasi belajarnya menurun atau kurang bisa tercapai secara maksimal. Berbeda dengan siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi maka dalam menguasai materi pembelajaran metematika juga lebih gigih dan bersemangat. Siswa yang demikian ini akan berusaha seoptimal mungkin dalam mencapai prestasi belajar, sehingga prestasi yang dicapai siswa akan lebih baik. Sehingga dimungkinkan prestasi belejar matematika siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi belajar sedang dan rendah. 3. Kaitan motivasi belajar dengan prestasi belajar siswa ditinjau dari masingmasing model pembelajaran. Pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TAI, maka prestasi belajar siswa dengan motivasi belajar tinggi lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar sedang. Dan siswa dengan motivasi belajar sedangakan lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar 36 rendah. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran kooperatif tipe TAI memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat melakukan kerja sama dengan baik sehingga menjadikan siswa lebih mandiri, kreatif, dan termotivasi. Dengan menggunakan model TAI dalam pelajaran matematika siswa yang bersangkutan jadi mampu bekerja pada tingkat kemampuan mereka sendiri dan meraih sukses. Selain itu siswa dengan motivasi belajar tinggi akan mudah menerima pembelajaran sebagai akibat dari tingginya minat dan ketertarikan pada pembelajaran yang dilakukan sehingga dorongan untuk belajar akan lebih kuat, sedangkan siswa dengan motivasi belajar rendah akan sedikit sulit menerima pembelajaran karena disebabkan adanya perbedaan dorongan dalam diri mereka untuk memahami apa yang dibelajarkan di kelas. Pada pembelajaran kooreratif tipe STAD lebih menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa maka siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi akan mempunyai prestasi lebih baik daripada anak yang mempunyai motivasi belajar sedang dan rendah. Selain itu siswa dengan motivasi belajar tinggi akan lebih mudah menerima pembelajaran sebagai akibat dari tingginya minat dan ketertarikan pada pembelajaran yang dilakukan sehingga dorongan untuk belajar akan lebih kuat, sedangkan siswa dengan motivasi belajar rendah akan sedikit sulit menerima pembelajaran karena disebabkan adanya perbedaan dorongan dalam diri mereka untuk memahami apa yang dibelajarkan di kelas. Pada siswa yang dikenai model pembelajaran langsung, siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar sedang. Hal ini disebabkan siswa dengan motivasi belajar tinggi memiliki ketertarikan yang kuat dalam proses belajar yang berlangsung di depan kelas, mereka memiliki usaha dan kemauan yang keras untuk bisa menguasai pelajaran dan memperhatikan hasil belajarnya. Sedangkan siswa dengan motivasi belajar sedang akan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. 37 4. Kaitan model pembelajaran dengan prestasi belajar ditinjau dari motivasi belajar. Jika dilihat dari siswa dengan motivasi belajar tinggi, maka siswa yang dikenai model pembelajaran kooreratif tipe STAD akan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dikenai pembelajaran kooreratif tipe TAI. Dan siswa yang dikenai model pembelajaran kooreratif tipe TAI lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dikenai pembelajaran langsung. Hal ini disebabkan karena pada siswa dengan motivasi belajar tinggi akan memiliki minat ketertarikan yang kuat dalam belajar. Ketertarikan mereka pada pembelajaran dan kompetisi kelompok yang ada dalam pembelajaran memberikan pengaruh yang kuat dalam mendorong mereka terlibat dalam pembelajaran. Hal ini berbeda pada model pembelajaran langsung yang tidak adanya kompetisi dan kerjasama dalam kelompok. Jika dilihat dari siswa dengan motivasi belajar sedang, maka siswa yang dikenai model pembelajaran kooreratif tipe STAD akan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dikenai pembelajaran kooreratif tipe TAI. Dan siswa yang dikenai model pembelajaran kooreratif tipe TAI lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dikenai pembelajaran langsung. Hal ini disebabkan karena perubahan model pembelajaran yang diberikan pada siswa akan meningkatkan minat belajarnya. Ketertarikan mereka pada pembelajaran dan kompetisi kelompok yang ada dalam pembelajaran memberikan pengaruh dalam mendorong mereka terlibat dalam pembelajaran. Hal ini berbeda pada model pembelajaran langsung yang tidak adanya kompetisi dan kerjasama dalam kelompok. Jika dilihat dari siswa dengan motivasi belajar rendah, maka siswa yang dikenai model pembelajaran kooreratif tipe TAI dan STAD akan menunjukkan prestasi belajar matematika yang sama dengan siswa yang dikenai model pembelajaran langsung. Hal ini disebabkan karena pada siswa dengan motivasi belajar rendah, tidak akan terbantu dengan berbagai model pembelajaran yang dikenakan dalam proses belajar mengajar. Pada siswa dengan motivasi belajar rendah memiliki kecenderungan tidak mau 38 memperhatikan proses belajar, tidak mau peduli dengan tugas-tugas belajarnya, tidak memiliki usaha dan kemauan yang keras untuk bisa menguasai pelajarannya dan tidak peduli dengan hasil yang didapatnya. D. Pengajuan Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis dalam penelitian dinyatakan sebagai berikut: 1. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan model pembelajaran kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada model pembelajaran langsung serta model pembelajaran kooperatif tipe TAI menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik daripada model pembelajaran langsung. 2. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar sedang. Siswa yang memiliki motivasi belajar sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. 3. Pada masing-masing model pembelajaran yaitu tipe TAI, tipe STAD dan model pembelajaran langsung pada siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi lebih baik dari siswa dengan motivasi belajar sedang dan motivasi belajar rendah. Prestasi belajar matematika pada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang lebih baik dari siswa dengan motivasi belajar rendah. 4. Pada tingkat motivasi belajar tinggi dan sedang siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dibanding dengan siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan pembelajaran langsung. Prestasi belajar matematika pada siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TAI lebih baik dibanding dengan siswa yang dikenai model pembelajaran langsung. Pada tingkat motivasi belajar rendah siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD sama 39 baiknya dengan siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan pembelajaran langsung. 40