Peningkatan kinerja unit pembuat guludan dan

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Budidaya Jagung
Jagung adalah tanaman yang menghendaki keadaan hawa yang cukup panas dan lembab dari
waktu tanam sampai periode mengakhiri pembuahan. Jagung tidak membutuhkan persyaratan tanah
yang terlalu bagus karena tanaman ini dapat ditanam di hampir semua jenis tanah (Effendi, 1979).
Dalamnya penanaman benih jagung sangat tergantung kepada iklim, apabila keadaan tanah cukup
lembab maka penanaman jagung dapat dilakukan sedalam 2.5 cm sedangkan untuk tanah yang agak
kering dapat ditanam lebih dalam lagi sampai 5 cm (Effendi, 1979).
Jumlah penanaman persatuan luas pada suatu tempat/tanah sangat bergantung kepada varietas,
umur, kesuburan tanah, dan keadaan air. Jagung berumur lebih dari 90 hari dapat ditanam antara
40000-60000 tanaman per hektar, sedangkan untuk varietas-varietas genjah yang berumur kurang dari
90 hari dapat digunakan populasi tanaman antara 60000-75000 per hektar (Effendi, 1979).
Jarak tanam rapat dapat lebih efisien dalam memanfaatkan sinar matahari dan penaungan
permukaan tanah sehingga mengurangi evaporasi dan meningkatkkan transpirasi. Tetapi dalam
keadaan kering penaungan kurang efektif bahkan merugikan karena mengurangi transpirasi (Ananto
dan Haryono, 1988)
Jarak tanam tergantung pada varietas jagung yang akan ditanam. Jarak tanam untuk jagung
hibrida adalah 75 x 25 cm atau 75 x 40 cm. Kedalaman lubang tanam antara 2.5-5 cm. Untuk tanah
yang cukup lembab, kedalaman tanam lubang cukup 2.5 cm. Sedangkan untuk tanah yang agak
kering, kedalaman lubang tanam adalah 5 cm (Sudadi dan Suryanto, 2002).
Dosis pupuk buatan untuk jagung hibrida adalah urea sebanyak 250 kg/ha, SP-36 sebanyak 100
kg/ha, ZA sebanyak 100 kg/ha, dan KCl sebanyak 100 kg/ha. Sedangkan pupuk buatan untuk jagung
non-hibrida adalah urea sebanyak 250 kg/ha, SP-36 sebanyak 75-100 kg/ha, dan KCl sebanyak 50
kg/ha (Sudadi dan Suryanto, 2002).
B. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah meliputi pekerjaan penyiapan/pengolahan lahan sehingga siap ditanami.
Pengolahan tanah secara umum dapat dibedakan menjadi pengolahan tanah primer (pengolahan tanah
pertama) dan pengolahan tanah sekunder (pengolahan tanah kedua), meskipun pada kenyataannya
pembedaan tersebut kurang tegas (bisa saling tumpang tindih). Perbedaan antara pengolahan tanah
primer dan pengolahan tanah sekunder biasanya didasarkan pada kedalaman pengolahan serta hasil
olahannya. Pengolahan tanah pertama biasanya mempunyai kedalaman olah yang lebih dalam (>15
cm) dengan bongkah tanah hasil pengolahan lebih besar, sedangkan pengolahan tanah kedua
mengolah tanah lebih dangkal (< 15 cm) serta hasil olahannya sudah halus dengan permukaan tanah
yang relatif rata ( http://www.teknoperta.co.cc).
Dalam budi daya tanaman, pengolahan tanah merupakan kegiatan yang paling banyak
menyerap energi. Pengolahan tanah diperlukan untuk menciptakan lingkungan fisik tanah yang
kondusif bagi pertumbuhan tanaman. Oisat (2001) membagi pengolahan tanah menjadi dua bagian,
yaitu pengolahan konvensional dan konservasi.
Secara konvensional, pengolahan tanah dilakukan dengan cangkul, bajak, garu, atau peralatan
mekanis untuk menyiapkan lahan untuk budi daya tanaman. Keuntungan pengolahan tanah secara
konvensional di antaranya adalah memperbaiki aerasi tanah, mengendalikan gulma, memutus siklus
4
hidup hama, dan memudahkan aktivitas budi daya lainnya. Pengolahan tanah secara konvensional
juga mempunyai kelemahan, di antaranya merusak struktur permukaan tanah, meningkatkan peluang
erosi, dan penguapan lengas tanah, dan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak (Oisat, 2001).
Pada pengolahan tanah konservasi, sisa tanaman sebelumnya dihamparkan di permukaan tanah.
Keuntungan dari cara ini adalah menghambat evaporasi, mengurangi erosi, meningkatkan kandungan
bahan organik tanah, dan menekan biaya tenaga kerja. Kelemahan dari pengolahan tanah konservasi
adalah populasi hama kemungkinan meningkat, bahan organik terkonsentrasi pada lapisan atas tanah,
dan membutuhkan waktu yang lama untuk meningkatkan kesuburan tanah. Akhir-akhir ini
pengolahan tanah minimum (minimum tillage) merupakan salah satu bentuk pengolahan tanah
konservasi yang telah banyak diterapkan dalam budi daya jagung (Oisat 2001).
Pengolahan tanah umumnya dilakukan dua kali. Pada pengolahan tanah pertama, tanah
dicangkul atau dibajak dan dibalik sehingga sisa-sisa tanaman terbenam, dan selanjutnya mengalami
pembusukan. Alat yang umum digunakan adalah cangkul, garpu, dan bajak singkal/rotari. Cangkul
dan garpu merupakan alat sederhana yang dioperasikan oleh tenaga manusia. Pengolahan tanah
dengan cangkul membutuhkan waktu sekitar 44 jam kerja/ha. Bajak singkal dan bajak rotari
umumnya digunakan untuk pengolahan pertama. Tenaga penarik bajak dapat berupa traktor tangan
berkekuatan 5-10 tenaga kuda (TK), traktor mini (12,5-12 TK), dan traktor besar (30-80 TK). Jumlah
bajak yang dapat digandengkan ke traktor bergantung pada sumber tenaga traktor. Traktor tangan
biasanya hanya menggunakan satu bajak, traktor mini 1-2 bajak, dan traktor besar 3-8 bajak. Berbeda
dengan bajak singkal, bajak rotari dilengkapi dengan komponen pemutar yang dapat langsung
menghancurkan dan meratakan tanah. Namun demikian, kedalaman olah bajak rotari dangkal
sehingga lebih cocok digunakan untuk mengolah tanah bertekstur ringan (Hendriadi et al, 2008).
Gill dan Berg (1968) menyatakan bahwa mekanisme pengolahan tanah merupakan sebab dan
akibat dari aksi dan reaksi antara alat dan tanah yang diolah. Pada dasarnya mekanisme pengolahan
tanah adalah memotong, mengangkat, menggeser, membalik dan menghancurkan tanah. Sedangkan
akibat yang timbul sebagai reaksi dari tanah berupa gerakan meluncur, menggeser, memberi beban,
terbalik, pecah dan hancur serta dalam kondisi tertentu terjadi kelengketan antara tanah dan bajaknya.
Daywin et al. (1985) menyatakan bahwa terdapat empat perilaku yang menggambarkan proses
pengolahan tanah yaitu gesekan antara tanah dan metal, keruntuhan geser tanah, gaya percepatan
gerak tanah dan tahanan pemotongan tanah. Hasil akhir dari pengolahan tanah berupa kondisi tanah
dan tenaga untuk menggerakkan alatnya. Secara keseluruhan tenaga yang diperlukan dalam
pengolahan tanah meliputi tenaga untuk pemotongan tanah, tenaga untuk mengatasi gaya kohesi dan
gaya geser termasuk dalamnya pemampatan, penggeseran, pembalikan dan penghancuran tanah, serta
tenaga untuk mengatasi gaya gesek antara tanah-bajak, dan tanah-land side.
Gil dan Berg (1968) menyatakan bahwa faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap tenaga
dalam pengolahan tanah adalah tegangan normal pada permukaan bajak, luas permukaan bajak, sudut
kemiringan bajak dengan permukaan horizontal, serta sudut geser tanah di permukan bajak.
C. Traktor Roda Dua
Menurut Koga (1988), traktor yang biasa digunakan di lahan pertanian yaitu traktor roda empat
dan traktor roda dua (traktor tangan). Klasifikasi traktor biasanya didasarkan pada tujuan
penggunaannya. Penggunaan traktor di lahan disesuaikan dengan luas lahan, jenis tanaman, dan jenis
lahan. Daya traktor yang digunakan berkisar antara 12 sampai 80 hp.
Traktor roda dua mempunyai banyak nama, seperti traktor berporos tunggal, traktor tangan,
traktor kebun, traktor jalan, traktor pejalan kaki, dsb. Traktor roda sua merupakan sumber tenaga tarik
5
mekanis yang dikendalikan dengan tangan. Walaupun produktivitas traktor roda dua lebih rendah dari
traktor roda empat, tetapi masih lebih tinggi debanding produktivitas tenaga ternak, dan petani dapat
menikmati kecepatan dan ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan pertanian dan
kerja lebih ringan. Traktor roda dua dilengkapi dengan peralatan-peralatan pertanian dan
menggunakan sumber tenaga motor Diesel silinder tunggal horizontal dengan kisaran tenaga antara 5
kW hingga 12 kW (Liljedahl et al., 1989).
Traktor roda dua mempunyai mekanisme penggandengan di bagian belakang traktor dan
kadang-kadang ditambah titik gandeng di depan traktor. Kedua titik gandeng tersebut biasanya
mempunyai dimensi yang sama. Dimensi dan spesifikasi dari titik gandeng dan pin gandeng dibuat
menurut standar dari masing-masing Negara produsen (Sakai et al., 1998).
D. Rotary Tiller
Rotary tiller yang juga dikenal dengan sebutan rototiller, rotavator, rotary hoe, power tiller,
atau rotary plought adalah implemen pengolah tanah yang mengolah tanah dengan memanfaatkan
putaran dari bilah atau pisaunya (Gambar 4). Alat ini dapat digandengkan dengan traktor roda dua
ataupun dengan traktor roda empat. Untuk traktor roda dua, implemen ini terpasang secara tetap dan
menggunakan transmisi coupling untuk mentransmisikan daya dari motor penggerak traktor.
Sedangkan pada traktor roda empat, implement ini dihubungkan (digandengkan) melalui three point
hitch dan digerakkan oleh Power Take Off (PTO) dari traktor (www.wikipedia.com).
Gambar 4. Rotary tiller
Menurut Daywin et al. (1975) jenis-jenis dari rotary tiller adalah pull auxiliary rotary engine,
pull Power Take Off driven rotary, self propelled garden type rotary. Pull auxiliary rotary engine
adalah alat pembajakan di mana terdapat motor khusus untuk menggerakkan bajak, sedangkan
gerakan maju ditarik oleh traktor. Pull power take off driven rotary adalah rotary tiller yang
digerakkan oleh tenaga traktor melalui PTO. Propelled garden type rotary adalah traktor kecil yang
menggunakan bajak rotari. Bajak digerakkan oleh tenaga motor traktor setelah melalui system
penyaluran tenaga. Pada beberapa hand tracktor alat ini langsung dipasang pada as roda setelah rodarodanya dilepas sehingga bajak ini selain berfungsi sebagai bajak juga sebagai roda agar traktor dapat
bergerak.
Garu rotari merupakan garu yang berupa pisau-pisau yang dipasang pada suatu poros yang
berputar karena digerakkan oleh suatu motor (Daywin et al., 1985). Kedalaman garu rotary berkisar
6
antara 10-25 cm dan mempunyai kelebihan untuk membajak dan menggaru pada waktu yang
bersamaan (Koga, 1988).
Keuntungan dari penggunaan rotary adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
Pengolahan tanah dan penghancuran bongkahan dilakukan berurutan.
Tanah tidak berpindah bila menggunakan rotary.
Pencampuran pupuk bisa lebih seragam dengan tanah.
Biaya pengolahan menjadi lebih murah.
Tidak memerlukan banyak adjusment alat.
E. Furrower
Menurut Boers (2003) fungsi furrower antara lain membuat alur tanam, menutup benih dan
membuat alur untuk irigasi. Furrower terutama digunakan di daerah tropis dan subtropis karena
banyak tanaman yang tumbuh di daerah tersebut, seperti kapas, jagung, kentang, tebu dan sayuran,
dibudidayakan dalam suatu alur baris tanaman. Kelebihan furrower antara lain : a) dapat digunakan
untuk satu atau lebih alur baris, b) dapat menggunakan hewan maupun traktor sebagai tenaga penarik,
c) dapat dikombinasikan dengan implemen yang lain, dan d) dapat digunakan sebagai alat penyiang.
Bagian-bagian furrower adalah sebagai berikut:1) mata bajak yang berfungsi sebagai ujung
bajak yang memulai menembus tanah, 2) pisau bajak yang berfungsi untuk membelah, 3) sayap
majemuk yang berfungsi untuk mengangkat dan membalik tanah ke kanan dan ke kiri, 4) rangka
batang penarik yang berfungsi sebagai tempat menempelnya bajak dan berhubungan dengan kerangka
utama (Mushoffa, 2006).
Menurut McKyes (1985) konstruksi alat pemindah tanah dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu: 1) blade, 2) ripper dan 3) shovel. Blade digunakan seperti pada alat road grader, hauling
scraper, snowplow dan semua alat yang mempunyai bidang pisau yang lurus. Tipe blade memotong
dan mendorong tanah atau material lain yang berbentuk granular pada suatu kedalaman yang secara
umum lebih pendek dari lebarnya. Tipe ripper biasanya lebih digunakan untuk operasi yang
berhubungan dengan kedalaman, dan kadang ditambahkan pada alat grader dan bulldozer untuk
tujuan memotong dan memecah tanah keras, membuka lapisan soft rock bila diperlukan. Tipe shovel
dilengkapi dengan bidang samping yang membentuk wadah di mana tanah atau bahan yang lain dapat
dipotong dan diangkat. Contoh konstruksi furrower dapat dilihat pada Gambar 5.
Sayap
majemuk
Batang
penarik
Pisau bajak
Mata bajak
Gambar 5. Konstruksi umum furrower
7
Selain bentuk di atas, ada juga bebtuk lain dari furrower yang disebut dengan furrower double
buttom di mana furrower ini terdiri dari dua buah furrower yang bekerja besamaan untuk membntuk
suatu alur/guludan. Furrower double button ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Furrower doble button (Syafri, 2009)
F. Sifat-Sifat Mekanik Tanah
1. Kadar Air
Das (1993) menyatakan bahwa kadar air tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara berat
cair dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki. Kadar air sangat berkaitan dengan
kelas drainase tanah, yaitu mudah tidaknya air hilang dari dalam tanah. Air terdapat di dalam tanah
karena ditahan (diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau keadaan drainase yang
kurang baik (Hardjowigeno, 1987).
2. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara butir primer pasir, debu dan liat (Hardiyatno,
1992). Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah berdasarkan perbandingan banyaknya butirbutir pasir, debu dan liat (Hardjowigeno, 1987). Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir
yang ada di dalam tanah (Das, 1993). Penentuan jenis tekstur tanah dapat dilakukan berdasarkan
perbandingan masing-masing partikel tanah.
Menurut Ashari (1995), terkstur tanah menentukan daya ikat air (water holding capacity) dan
kecepatan infiltrasinya. Pasir yang mempunyai ukuran partikel terbesar di antara partikel tanah yang
lain dapat meneruskan infiltrrasi air dengan cepat, sehingga sekalipun terjadi hujan lebat tidak
mengalami limpasan permukaan. Oleh karena itu, tanah pasir tidak dapat mengikat ai dengan baik.
3. Kerapatan Isi Tanah
Kerapatan isi tanah menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah
termasuk volume pori-pori tanah. Kerapatan isi tanah menunjukkan kepadatan tanah. Semakin padat
sutau tanah maka semakin tinggi kerapatan isinya, yang berarti semakin sulit meneruskan air atau
ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno, 1987). Metode pengukuran kerapatan isi tanah
tergantung dari massa suatu tanah yang sudah diketahui volumenya terlebih dahulu (Davies et al.,
1993).
8
4. Struktur Tanah
Menurut Hardjowigeno (1995), struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butiran-butiran
tanah. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran dan kemampuan (ketahanan) yang
berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur tanah di antaranya adalah bentuk, ukuran,
dan komposisi mineral dari butiran tanah serta sifat fisik dan komposisi air tanah (Das, 1993). Tanah
yang berstruktur baik (granular atau remah) mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih
mudah tersedia dan mudah diolah (Hardjowigeno, 1987).
Williams et al. (1993) menyatakan bahwa untuk memperoleh hasil budidaya tanaman yang
tinggi, tanah harus berstruktur baik. Sedangkan menurut Hardjowigeo (1987), tanah dengan struktur
baik (granuler atau remah) mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih mudah tersedia, dan
mudah diolah. Struktur tanah ang baik adalah yang bentuknya membulat sehingga tidak saling
bersinggungan dengan rapat dan pori-pori tanah banyak terbentuk.
5. Tahanan Penetrasi Tanah
Kekuatan tanah adalah kemampuan dari suatu tanah untuk melawan gaya yang bekerja, atau
dikatakan juga sebagai kemampuan suatu tanah untuk mempertahankan diri dari deformasi atau
regangan (Mandang dan Nishimura, 1991). Tahanan penetrasi dapat dijadikan ukuran untuk
menggambarkan besarnya kemampuan tanah yang diperlukan oleh peralatan pertanian untuk bekerja
atau akar tanaman untuk menembus tanah. Nilai tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan
penetrometer dengan parameter cone index (indeks kerucut), yaitu suatu indeks untuk menyatakan
kemampuan tanah melawan atau menahan gaya penetrasi dari suatu kerucut. Indeks kerucut tanah
menunjukkan tingkat kekerasan tanah dan untuk mengetahui ada tidaknya lapisan kedap pada
kedalaman tertentu. Faktor yang mempengaruhi nilai cone index adalah kerapatan isi, kadar air dan
jenis tanah. Devies et al. (1993) menyatakan bahwa tahanan penetrasi tanah sangat tergantung pada
kadar air tanah dan biasanya digunakan sebagai pembanding antara tempat-tempat yang berbeda pada
areal lahan yang sama pada hari yang sama.
G. Tahanan Tarik Singkal/ Penggulud
Menurut CRC dalam Srivastava et al. (1993), draft spesifik pembajakan untuk berbagai jenis
tanah dapat dihitung menggunakan persamaan pada Tabel 1, di mana S adalah kecepatan (km/jam)
dan draft spesifik dinyatakan dalam N/cm2.
Tabel 1. Persamaan draft spesifik untuk berbagai jenis tanah
Jenis Tanah
Silty clay (South Texas)
Decatur Clay Loam
Silt Clay (N. Illinois)
Davidson Loam
Sandy Silt
Sandy Loam
Sand
Draft Spesifik
7 + 0.049 S2
6 + 0.053 S2
4.8 + 0.024 S2
3 + 0.020 S2
3 + 0.032 S2
2.8 + 0.013 S2
2 + 0.013 S2
9
Menurut McKeys (1985), besarnya gaya dalam pemindahan atau pemotongan tanah dapat
ditentukan menggunakan persamaan:
P = (γ g d2 Nγ + cdNc + qdNq) w ……………………………………………..( 1 )
di mana,
P: gaya yang dibutuhkan (N), γ: densitas tanah (kg/m3), g: percepatan grafitasi (m/s2), d: tekanan
vertikal pada permukaan tanah (Pa), c: kohesi tanah (Pa), q: kedalaman implemen (m), w: lebar
implemen (m), Nγ: faktor gesekan tanah, Nc: faktor geometri tanah, dan Nq: faktor gesekan tanah
dengan alat.
10
Download