BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al Qur’an adalah kitab umat islam yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw melalui malaikat Jibril yang berisi perintah dan larangan yang langsung turun dari Alloh SWT. Hal ini sejalan dengan pendapat Ahsin (2005), yang menjelaskan bahwa Al-Qur'an adalah firman Allah yang diturunkan kepada nabi dan rasul Allah yaitu Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril yang periwayatannya dilakukan secara mutawwatir (langsung kepada orang banyak) dan ketika membacanya dihitung sebagai ibadah serta kebenarannya tidak ditolak. Kebenaran dan keaslian Al Qur’an selalu terjaga dari masa ke masa. Penjagaan yang selama ini telah dilakukan adalah dengan cara menghafal dan mengamalkannya, seperti yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, sahabat-sahabat Nabi dan oleh banyak muslim di dunia ini. Meskipun menghafal Al-Qur’an bukanlah hal mudah, akan tetapi semua jenjang umur tetap bisa melakukannya. Sayyid (2012: vii) berpendapat bahwa, “. ... anak balita, remaja, dewasa, orang tua, bahkan orang yang memiliki segi fisik atau mentalpun dapat menghafal Al-Qur’an sehingga memperoleh tittle muslim spesial di sisi Allah”. Sehubungan dengan itu, banyak contoh yang memperlihatkan bahwa anak di usia dini sudah bisa menghafal Al Qur’an, seperti yang disebukan oleh Dina (2007) tentang Sayyid Muhammad Husein Tabataba’i dari Teheran, Iran yang diumur 7 tahun telah mendapat gelar honorus causa karena mampu menghafal dan memahami Al-Qur’an. Hal ini menunjukan bahwa mulai dari anak usia dini, Al-Qur’an sudah bisa dikenalkan untuk dihafal. Sejalan dengan itu, menurut Suyanto (2005) yang melakukan penelitian di bidang neurologi telah membuktikan bahwa 50% kecerdasan anak terbentuk dalam kurun waktu 4 tahun pertama. Setelah anak berusia 8 tahun, barulah perkembangan otaknya mencapai 80% dan pada usia 18 tahun mencapai 100%. Ahsin (Purwanto, 2007 : 74) menambahkan bahwa, “Orang yang menghafal Al- 2 Qur’an akan selalu mengasah otaknya, dengan demikian maka otaknya akan semakin kuat untuk menampung berbagai informasi, sehingga anak yang menghafal Al-Qur’an memiliki tingkat kemajuan dalam pelajarannya dibanding dengan teman-teman yang lain”. Sejalan dengan itu, Nastiti (2015) dalam penelitiannya, juga menyebutkan bahwa tahfidz Al-Qur’an pada anak usia dini memiliki pengaruh terhadap daya ingat anak. Hal ini membuktikan bahwa, semakin dini anak dikenalkan pembelajaran menghafal Al-Qur’an, semakin bagus pula perkembangan otaknya. Cara yang tepat untuk mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki anak terutama dalam hal menghafal Al-Qur’an adalah melalui Pendidikan Anak Usia Dini. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini menyebutkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan pada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang bertujuan untuk memberikan pendidikan kepada anak usia 0-6 tahun sehingga membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani agar anak memiliki kesiapan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih lanjut. Segala macam bentuk kegiatan keagamaan diatur didalam kurikulum. Berawal dari kurikulum 2004, pendidikan agama islam di Taman Kanak-kanak (TK) merupakan upaya sadar dan terencana dalam penyiapan peserta didik untuk mengenal, memahami, dan menghayati hingga mengimani, bertaqwa kepada Alloh SWT dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pegalaman. Kompetensi dasar yang dimiliki adalah dengan landasan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw diantaranya hafal surat-surat pilihan, mampu memahami, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI nomor 58 tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia dini menyebutkan bahwa bidang pengembangan anak usia dini terdiri dari dua bidang pengembangan, yaitu pembentukan perilaku (nilai-nilai agama dan moral, sosial emosional) dan kemampuan dasar (kognitif, 3 bahasa, fisik). Pendidikan agama untuk anak usia dini masuk pada aspek pembentukan perilaku pada nilai-nilai agama dan moral. Kemudian pada kurikulum 2013, setiap lembaga PAUD diberikan kebebasan dalam mengembangkan kurikulumnya, dengan tetap berlandaskan pada kurikulum 2013 yang telah dibuat oleh pemerintah. Salah satu bentuk kebebasan dalam pengembangan kurikulum, terkhusus pendidikan agama islam yaitu dengan memberikan wewenang kepada sekolah dalam menentukan target hafalan AlQur’an yang harus dimiliki anak dan membebaskan dalam menggunakan metode dengan menyesuaikan situasi kondisi yang ada di lembaga, selama tidak membebani anak. Target hafalan Al Qur’an yang lazim ditemui pada lembagalembaga PAUD islam yaitu hafalan surat-surat pendek yang terkumpul pada juz 30, dari surat An-Naba’ sampai An-Nas. Hal tersebut sesuai dengan hasil survey dan wawancara awal yang dilakukan peneliti pada beberapa lembaga PAUD di kota Surakarta dan sekitarnya yang telah menetapkan target hafalan Al-Qur’an juz 30 dalam pembelajarannya, salah satunya adalah di PAUD PALMA Banjarsari, Surakarta. PAUD PALMA merupakan salah satu lembaga PAUD Islam yang pembelajaranya sudah dirancang sedemikian rupa agar lulusannya mampu menghafal surat-surat yang ada di juz 30. Pembelajaran di PAUD PALMA hanya berlangsung dari hari Senin sampai dengan Kamis dengan lama pembelajaran menghafal Al-Qur’annya berkisar 1 jam. Pembelajaran menghafal Al-Qur’an di lembaga ini dimulai dari kelompok bermain, selanjutnya berjenjang sampai siswa lulus dari TK kelompok B dengan jumlah surat yang dijadikan terget adalah 39 surat. Target yang telah ditetapkan akan dapat tercapai apabila anak memiliki kemampuan dalam menghafal Al-Qur’an yang memadai. Kemampuan menghafal Al-Qur’an seseorang menurut para ahli yang telah dirangkum oleh Sofiah (2013) dalam penelitiannya dapat dilihat dari 4 aspek diantaranya adalah kelancaran dalam menghafal (tahfidz), penguasaan tajwid, fashahah, dan terakhir kecepatannya dalam menghafal Al-Qur’an. Pada teknisnya, lembaga ini menggunakan 1 indikator ketercapaian dalam menilai kemampuan menghafal AlQur’an yaitu kelancaran dalam menghafal, serta dalam penerapan 4 pembelajarannya, menggunakan pula beberapa metode menghafal Al-Qur’an, antara lain metode wahdah, tasmi’, jama’, talqin, murajaah, tajwid dan terakhir melakukan setoran hafalan kepada ustadzah pengampu. Hal demikian dirancang untuk memudahkan anak dalam mencapai prestasi belajar dalam hal hafalan Al-Qur’an yang telah ditargetkan pihak lembaga. Akan tetapi, pada kenyataannya, kemampuan menghafal Al-Qur’an pada anak di PAUD PALMA terutama pada kelompok B yang merupakan kelas terakhir sebelum lulus terlihat sangat bervariasi. Hal ini didasarkan hasil observasi pada survey awal yang peneliti lakukan dengan mengkhususkan pada penilaian aspek kelancaran menghafal Al-Qur’an anak. Qasim (2015) menjelaskan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak dalam menghafal Al-Qur’an, salah satu yang paling dominan adalah faktor konsentrasi belajar anak. Hal tersebut juga didukung oleh Sellers (Dewi, Rusmawati, & Ratnaningsih, 2015: 108) yang menyebutkan bahwa kemampuan untuk berkonsentrasi adalah salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar. Sejalan dengan itu, Dimyati & Mudjiono (2009 : 239) menyatakan bahwa, “Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya”. Semakin tinggi kemampuan anak dalam melakukan konsentrasi belajar, semakin tinggi pula prestasi yang akan dicapai, begitupun sebaliknya. Lebih lanjut, oleh Surya (2003) dijelaskan bahwa hal tersebut kemudian didukung oleh telaah para ahli yang mengemukakan bahwa sebagian besar penyebab rendahnya prestasi belajar adalah lemahnya anak dalam melakukan konsentrasi. Hal ini menunjukan bahwa, semakin tinggi kemampuan anak dalam memusatkan perhatian pada pembelajaran menghafal Al-Qur’an, baik dari isi bahan belajar maupun proses memperolehnya, maka prestasi belajar berupa kemampuan menghafal Al-Qur’an yang dicapai juga akan tinggi. Akan tetapi, hal tersebut akan sulit dilakukan oleh anak usia dini, terkhusus pada anak TK kelompok B karena menurut Judarwanto (Ambarnianti, 2012: 2), “... , untuk anak usia 5 tahun rata-rata hanya mampu berkonsentrasi selama 14 menit”. Oleh sebab itu, apabila kita sesekali menemui anak-anak yang 5 bermain sendiri, tidak memperhatikan guru, tidak bisa mengikuti arahan dari guru, tidak perhatian terhadap pelajaran, dan anak betah berjam-jam berada diluar kelas pada waktu pembelajaran berlangsung adalah hal wajar. Selain itu, menurut Suyanto (2005) anak usia 5-6 tahun pada hakikatnya masih bersifat egosentris. Lebih lanjut, Jamaris (2013) menjelaskan bahwa egosentris adalah ketidakmampuan anak untuk melihat keadaan dari sudut pandang orang lain. Dalam bukunya, Jamaris (2013) menuliskan, Piaget menjelaskan bahwa anak yang egosentris menganggap bahwa semua orang akan melihat, mendengar, dan merasakan sesuatu sama seperti dirinya. Hasan (2010) menyebutkan bahwa anak usia 4 tahun sampai masuk jenjang pendidikan dasar merupakan anak usia prasekolah dan diusia tersebut anak memiliki tempat pendidikan berupa Taman Kanak-kanak (TK) yang mengusung prinsip bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain. Maka dari itu dunia anak prasekolah dapat disebut dunia bermain. Akan tetapi, berbeda kondisi apabila perilaku-perilaku yang telah peneliti sebutkan diatas terjadi secara terus-menerus dan setiap hari. Contoh perilaku-perilaku tersebut sesuai dengan pendapat para ahli yang telah disimpulkan oleh Setiani (2014 : 25) dalam penelitiannya dengan menyatakan bahwa, “Masalah pembiasaan konsentrasi siswa sering terjadi ketika mereka tidak bisa memberi perhatian yang penuh saat proses belajar berlangsung, siswa cenderung beraktifitas sendiri tanpa aturan, dan mereka juga enggan mengerjakan tugas-tugas sekolah”. Hal tersebut juga peneliti temukan di PAUD PALMA, Banjarsari, Surakarta. Hasil survey lanjutan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi yang peneliti lakukan pada waktu pembelajaran menghafal Al-Qur’an berlangsung di kelompok B PAUD PALMA pada tanggal 12 sampai 15 Februari 2016 menunjukan bahwa sebagian anak terindikasi memiliki tingkat konsentrasi belajar yang rendah dan sebagian lain terindikasi memiliki tingkat konsentrasi yang tinggi. Hal ini terlihat dari perilaku beberapa anak yang berlari-larian, bermain diluar pembelajaran, ada yang mengantuk, serta pada saat setoran hafalan Al-Qur’an anak sudah lupa dengan materi atau surat yang baru saja diajarkan. Akan tetapi untuk anak dengan tingkat konsentrasi yang tinggi terlihat lebih diam 6 dalam memperhatikan guru, sangat aktif mengikuti perintah guru dalam melafalkan ayat Al-Qur’an yang dicontohkan, dan pada waktu diminta guru untuk mengulangi hafalan yang baru saja diajarkan untuk dinilai, anak langsung dengan mudah melafalkannya. Para guru juga menuturkan bahwa dalam proses penilaian hafalan terhadap anak yang terindikasi memiliki tingkat konsentrasi yang rendah, gurulah yang pada akhirnya harus menyesuaikan keadaan anak atau dengan kata lain penilaian dilakukan guru tidak selalu pada waktu pembelajaran menghafal Al-Qur’an berlangsung. Akan tetapi, guru kelas juga menambahkan bahwa perbedaan tingkat kemampuan menghafal setiap anak tidak tergantung pada tingkat konsentrasi belajar yang dimiliki oleh masing-masing anak pada waktu pembelajaran menghafal Al-Qur’an berlangsung, sehingga untuk anak-anak yang terindikasi memiliki tingkat konsentrasi rendah cenderung tidak dianggap sebagai suatu masalah. Hal ini menunjukan bahwa belum jelasnya peran serta konsentrasi belajar terkait hubungannya dengan kemampuan menghafal Al-Qur’an. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI BELAJAR DENGAN KEMAMPUAN MENGHAFAL AL-QUR’AN PADA ANAK KELOMPOK B DI PAUD PALMA, BANJARSARI, SURAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah peneliti paparkan diatas, maka dapat diidentifikasikan bahwa masalah yang terpapar adalah belum jelasnya peran serta konsentrasi belajar terkait hubungannya dengan kemampuan menghafal Al-Qur’an pada anak kelompok B. C. Pembatasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini terletak pada kedua variabel. Pertama, pada variabel konsentrasi belajar peneliti membatasi dalam waktu pengambilan datanya, yaitu hanya pada waktu pembelajaran menghafal Al-Qur’an 7 yang berlangsung dengan kisaran waktu 1 jam, sedangkan pada variabel kemampuan menghafal Al-Qur’an, peneliti memberikan batasan pada item surat dalam Al-Qur’an yang digunakan dalam penelitian yaitu hanya pada surat-surat yang ada di juz 30. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan diatas, maka rumusan masalah yang peneliti pakai dalam penelitian ini, yaitu “Adakah hubungan antara konsentrasi belajar dengan kemampuan menghafal Al-Qur’an pada anak kelompok B di PAUD PALMA, Banjarsari, Surakarta tahun ajaran 2015/2016 ?” E. Tujuan Penelitian Tujuan dilaksanakannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara konsentrasi belajar dengan kemampuan menghafal AlQur’an pada anak kelompok B di PAUD PALMA, Banjarsari, Surakarta tahun ajaran 2015/2016 F. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dapat di tinjau dari dua aspek yakni teoritis dan praktis. Adapun manfaat dari masing-masing aspek sebagi berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Dapat memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan anak usia dini, khususnya pada aspek nilai agama dan moral. b. Sebagai referensi untuk peningkatan hafalan Al-Qur’an anak usia dini, khususnya pada kajian faktor menghafal Al_qur’an dengan fokus kajian konsentrasi belajar. c. Sebagai masukan, wawasan, dan inovasi dalam pengembangan metodemetode pembelajaran, khususnya metode menghafal Al-Qur’an. 8 2. Manfaat Praktis a. Bagi Anak Usia Dini 1) Meningkatnya semangat anak dalam menghafal Al-Qur’an. b. Bagi Pendidik 1) Dapat meningkatnya kepercayaan diri pendidik. 2) Dengan penelitian ini pendidik dapat semakin meningkatkan kompetensi keprofesionalannya. 3) Dengan penelitian ini pendidik dapat mengevaluasi dan memperbaiki proses pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik. c. Bagi Taman Kanak-Kanak 1) Memberikan sumbangan yang positif dalam rangka mengevaluasi dan memperbaiki pembelajaran menghafal Al-Qur’an pada anak usia dini. 2) Memberikan masukan bagi sekolah untuk aktif dalam melaksanakan pembelajaran yang aktif dan inovatif.