BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN 2.1 Tinjauan Data 2.1.1 Data Umum 2.1.1.1 Tingkat Kesehatan Masyarakat Indonesia Upaya yang dilakukan oleh Kemenkes RI dalam meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia mengalami keberhasilan yang cukup besar. Pembangunan beberapa unit kesehatan telah dilakukan di berbagai daerah, mulai dari Rumah Sakit Ibu dan Anak hingga beberapa Rumah Sakit Khusus. Berikut data yang penulis peroleh mengenai jumlah unit kesehatan di Indonesia : Gambar 2.1 Perkembangan Jumlah Rs Khusus Dan Rs Umum Di Indonesia Tahun 2009-2013 Jumlah RSK pada tahun 2013 sebagain besar adalah rumah sakit ibu dan anak berjumlah 159 unit dengan persentase 31,61%. Proporsi jenis RSK di Indonesia pada tahun 2013 terdapat pada gambar berikut. 3 4 Gambar 2.2 Persentase Rumah Sakit Khusus Menurut Jenis Di Indonesia Tahun 2013 Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa persentase tertinggi adalah Rumah Sakit Ibu dan Anak. Persentase rumah sakit khusus lainnya juga memiliki proporsi yang besar yaitu 29,82% yang terdiri dari RS Jantung, RS Kanker, RS Orthopedi, RS Penyakit Infeksi, RS Stroke, RS Anak dan Bunda, RSK Anak, RSK Bedah, RSK Ginjal, RSK Gigi dan Mulut, RSK Otak, RSK Penyakit Dalam, dan RSK THT. (RI, 2014) Seiring dengan peningkatan jumlah unit kesehatan yang telah dijalankan oleh Kemenkes RI, peningkatan kesehatan masyarakat juga dapat dilihat dari prosentase jumlah penduduk yang mempunyai keluhan sakit pada tahun yang sama dengan program Kemenkes RI tersebut. Berdasarkan tabel data yang tercantum di bawah ini, presentasi penduduk yang mempunyai keluhan sakit mengalami penurunan dari tahun 2009-2013. Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013 Aceh 35.28 35.09 30.62 30.71 28.66 Sumatera Utara 29.11 26.68 25.44 20.55 21.14 Sumatera Barat 35.44 33.27 29.29 29.97 29.32 5 Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013 Riau 29.89 30.90 24.84 24.40 23.87 Jambi 26.45 29.62 22.77 21.29 20.49 Sumatera Selatan 32.24 29.68 27.19 24.88 24.16 Bengkulu 31.53 33.74 30.72 28.62 27.83 Lampung 37.45 34.65 30.59 31.67 28.65 43.02 33.98 31.25 28.72 27.35 Kepulauan Riau 37.14 28.03 21.34 27.34 24.39 DKI Jakarta 36.76 33.81 32.69 32.92 29.47 Jawa Barat 32.24 28.00 28.93 28.45 27.55 Jawa Tengah 32.50 28.72 30.15 31.54 31.66 DI Yogyakarta 1 41.32 40.12 37.51 36.37 36.51 Jawa Timur 32.06 28.46 27.20 26.93 27.47 Banten 37.73 33.02 34.02 30.40 28.57 Bali 38.35 40.12 37.10 35.54 34.80 39.59 38.10 34.75 34.03 34.42 47.23 44.95 39.81 37.75 35.72 Kalimantan Barat 33.02 34.39 27.75 25.54 24.20 Kalimantan Tengah 28.05 31.03 26.16 25.00 23.79 Kalimantan Selatan 42.53 36.86 34.18 33.58 33.09 Kalimantan Timur 28.88 30.31 22.46 22.33 18.99 Sulawesi Utara 35.78 32.54 26.05 27.98 23.85 Sulawesi Tengah 37.61 39.05 34.02 30.30 29.70 Sulawesi Selatan 31.69 30.64 27.51 25.56 23.95 Sulawesi Tenggara 35.90 35.77 26.93 29.42 27.92 Gorontalo 48.48 42.65 40.82 37.44 36.70 Sulawesi Barat 38.08 35.86 33.70 33.61 30.51 Maluku 36.32 31.93 26.79 22.04 20.78 Maluku Utara 27.61 32.11 21.68 18.53 15.34 Papua Barat 30.18 31.27 25.49 21.13 19.58 Kepulauan Bangka Belitung Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur 6 Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013 Papua 32.98 31.95 26.15 23.23 18.97 Indonesia 33.68 30.97 29.31 28.57 27.70 Tabel 2.1 Presentase Penduduk Yang Mempunyai Keluhan Kesehatan Selama Sebulan Terakhir Menurut Provinsi Tahun 2009-2013 Jika dilihat dari tabel di atas, upaya pelayanan kesehatan yang telah dijalankan oleh Kemenkes RI (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia) telah mengalami peningkatan, seiring dengan bertambahnya jumlah unit kesehatan, serta berkurangnya jumlah penduduk yang memiliki keluhan kesehatan sejak tahun 2009 hingga tahun 2013. Namun, dengan menurunnya jumlah penduduk yang memiliki keluhan kesehatan tersebut, bukan berarti pelayanan kesehatan di Indonesia telah mencapai tahap maksimal. Hal ini dapat dilihat dari berbagai penyakit berbahaya yang masih banyak tersebar di Indonesia. Penyakit-penyakit ini bahkan dapat menyebabkan kematian bagi penderitanya. Berikut adalah beberapa macam penyakit berbahaya yang kerap ditemui di Indonesia : 1. Jantung Koroner. Angka kematian penderita jantung koroner di Tanah Air mencapai 7,6 juta orang per tahun. 2. Tuberkolosis (TB). Kematian akibat TB di Indonesia diperkirakan mencapai 61.000 per tahun. Jumlah kasus TB di Indonesia menempatkan Indonesia pada peringkat kelima kasus terbanyak di dunia. 3. Diabetes Mellitus (Kencing Manis). Jumlah penderita diabetes di Indonesia sebanyak 7,6 juta. Angka ini menempatkan Indonesia pada peringkat ketujuh di dunia. 4. Hipertensi/Tekanan Darah Tinggi. Kematian akibat mencapai 7 juta per tahun. 7 5. Stroke. Data Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) tahun 2009 menunjukkan, penyebab kematian utama di RS akibat stroke adalah sebesar 15 persen. Artinya 1 dari 7 kematian disebabkan oleh stroke dengan tingkat kecacatan mencapai 65 persen. 6. Kanker. Di Indonesia tiap tahun diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru per 100.000 penduduk. Ini berarti dari jumlah 237 juta penduduk, ada sekitar 237.000 penderita kanker baru setiap tahun. 7. Penyakit Paru Kronis. Kematian terkait penyakit infeksi paru dan saluran napas 33,2 persen. Jumlah kemaitan ini menjadi salah satu penyebab kematian yang mencapai 254 persen. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKR) tahun 1992 menunjukkan angka kesatikan TB sangat tinggi sehingga menjadi penyebab kematian nomor dua di Indonesia. 8. Diare. Di negara berkembang, termasuk Indonesia, diare merupakan penyebab kematian tertinggi pada bayi dan anak berusia 1-4 tahun. Dari Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 diperoleh angka bahwa kematian bayi yang terbanyak disebabkan karena diare (42%), sedangkan penyebab kematian anak berusia 1-4 tahun juga diare. 9. Infeksi Saluran Pernafasan. Insiden pada Balita diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan (10juta) dan Bangladesh, Indonesia, dan Nigeria masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Episode batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun (Rudan et al Bulletin WHO 8 2008). ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%). 10. HIV/AIDS. Kasus HIV/AIDS di Indonesia, khususnya penyebaran melalui jarum suntik pada penyalahguna narkoba, menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga di Asia setelah Cina dan India dengan pertambahan kasus penyebaran HIV/AIDS tercepat (dari berbagai sumber). Indonesia sendiri dikategorikan sebagai negara tertinggal dalam penanganan HIV/AIDS. 11. Hepatitis B. Jumlah kasus virus heptitis B di Indonesia 5-10 % dari jumlah penduduk atau sekitar 13,5 juta jiwa, jumlah ini membuat Indonsia sebagai negara ketiga terbanyak kasus hepatitis B di Asia. 12. Katarak. Jumlah penderita katarak di Indonesia tertinggi kedua di Asia Tenggara, yakni mencapai 1,5 % atau dua juta jiwa. Setiap tahunnya, 240.000 orang terancam mengalami kebutaan. 13. Kanker Serviks. Menurut data dari Globocan pada tahun 2012, sekitar 80 % kasus kanker serviks saat ini ada di negara dunia ke tiga atau negara berkembang, sedangkan kasus kanker serviks di Indonesia diperkirakan 53 juta perempuan berisiko mengidap kanker serviks. Salah satu yang penyebab tingginya angka kematian adalah karena masyarakat masih kurang memperhatikan kesehatan mereka. Seperti yang terjadi pada kasus penderita kanker payudara, yang merupakan urutan kedua penyakit penyebab kematian tertinggi pada wanita setelah kanker leher rahim. Dr. Denni Joko Purwanto Sp.B (Onk) menyebutkan, berdasarkan data dari RS Kanker Dharmais, jumlah pasien kanker payudara yang datang dalam stadium dini (stadium I dan II) adalah 13,42%, stadium III sebesar 17%, dan lebih banyak (29,98%) datang dengan stadium lanjut (stadium IV). Pasien 9 paling banyak datang dengan kekambuhan yaitu sebesar 39,66%. Keterlambatan diagnostik dapat disebabkan oleh ketidaktahuan pasien (patient delay), ketidaktahuan dokter atau tenaga medis (doctor delay), atau keterlambatan rumah sakit (hospital delay). Beliau menambahkan, upaya pencegahan kanker payudara dapat dilakukan dengan teknik SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri). Sedangkan untuk wanita usia 20-39 tahun sebaiknya menjalani pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan pemeriksaan klinis dari dokter sebagai bagian dari medical check up. (Purwanto, 2010) Di Indonesia, 80% masyarakatnya jauh dari harapan hidup sehat. Sementara itu, 20% masyarakat menengah-keatas telah habis hartanya untuk biaya pengobatan penyakit berat. Hal ini terjadi akibat mereka kurang peduli untuk melakukan pemeriksaan dini. Dr. Handrawan Nadesul menyebutkan bahwa mayoritas penduduk Indonesia cenderung tidak waspada dan menunda pengobatan, sehingga penyakit terlambat diketahui atau sudah telanjur stadium lanjut. Masyarakat seringkali mengabaikan check up atau deteksi dini. Menurut beliau, selain sebagai pencegahan penyakit kritis, medical check up juga dapat menekan biaya pengobatan karena semakin dini penyakit diketahui, pengobatan akan semakin mudah dan murah. Sedangkan jika sudah stadium lanjut, pengobatan akan semakin sulit dan biayanya pun semakin mahal. Meski akhirnya berhasil diobati, penyakit sudah telanjur menyebar. Pasien yang sembuh juga akan cacat, karena salah satu organ tubuhnya telah rusak. (pdpersi.co.id, 2012) 2.1.1.2 Mencegah Sebelum Mengobati “Mencegah lebih baik dari mengobati” merupakan istilah yang sering didengar oleh masyarakat luas. Istilah ini adalah sebuah paradigma yang diperkenalkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) pada pertengahan September 1998 dalam rangka membangun program “Indonesia Sehat 2010”. Pada bulan Oktober tahun 1999, Kemenkes RI memperkenalkan Rancangan Pengembangan Kesehatan untuk Indonesia Sehat 2010 yang meliputi : 10 1. Memimpin dan menginisiasi pengembangan nasional dengan orientasi kesehatan. 2. Menjaga dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, dan umum, seiring dengan peningkatan lingkungan. 3. Menjaga dan meningkatkan kualitas, kesetaraan, dan jangkauan sarana kesehatan. 4. Mempromosikan public self-reliance untuk mencapai kesehatan yang baik. Pada bulan Januari tahun 2010, Kemenkes RI meluncurkan Rancangan Strategi untuk tahun 2010-2014, mengedepankan “Komunitas Sehat Mandiri”. Misi Kemenkes RI yang dilakukan untuk mencapai visi tersebut adalah : 1. Meningkatkan status kesehatan komunitas dengan memperkuat komunitas tersebut. 2. Melindungi kesehatan umum dengan memastikan ketersediaan usaha dalam kesehatan yang adil. 3. Memastikan ketersediaan dan jumlah sumber kesehatan. 4. Menjadikan kependudukan yang baik. 2.1.1.3 Medical Check Up Medical check up atau pemeriksaan secara berkala adalah pemeriksaan fisik dan medis secara menyeluruh termasuk berbagai tes tergantung pada usia, jenis kelamin dan kesehatan orang tersebut, untuk menyelidiki tanda-tanda dan gejala suatu penyakit. Medical check up terdiri dari sejarah medis yang komprehensif, termasuk penyebab berbagai gejala seperti yang dialami oleh pasien. Bersama dengan riwayat medis, pemeriksaan fisik membantu dalam menentukan diagnosis yang benar dan merancang rencana pengobatan yang paling tepat. Berdasarkan data yang diperoleh dari jurnal Ade Fitri Zubaedah, harga yang ditawarkan oleh rumah sakit untuk melakukan medical check up cukup beragam. Harga ini ditentukan oleh paket yang dapat dipilih sendiri oleh pasien yang akan menjalankannya. Harga paket tersebut tergantung dari 11 jumlah tes yang ingin dijalankan oleh pasien. Semakin lengkap tes yang ingin dilakukan, maka semakin mahal pula harga yang diberikan. Tarif Medical Check Up Jumlah Prosentase Harga Rp 400.000 > Rp 1.000.000 47 22,3 % Harga Rp 1.000.000 > Rp 3.000.000 133 63,0 % Harga Rp 3.000.000 < Rp 5.000.000 24 11,4 % Harga Rp 5.000.000 - Rp 10.000.000 5 2,4 % Harga > Rp 10.000.000 2 0,9% Total Jumlah 211 100% Tabel 2.2 Daftar Harga Medical Check Up Di Sahid Sahirman Memorial Hospital Jakarta Tahun 2009 Sumber Pembiayaan Jumlah Prosentase Pribadi 33 16 % Perusahaan 178 84 % Total Jumlah 211 11,4 % Tabel 2.3 Jumlah Kunjungan Mcu Ssmh Berdasarkan Sumber Pembiayaan Periode November 2008-Maret 2009 Jika ditinjau dari tabel di atas, peserta medical check up di Sahid Sahirman Memorial Hospital Jakarta pada bulan April tahun 2009 lebih banyak menggunakan paket medical check up dengan kisaran harga Rp 1.000.000 > Rp 3.000.000, melalui perusahaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peserta yang melakukan medical check up karena kesadaran sendiri masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari angka atau jumlah peserta yang melakukan medical check up dengan menggunakan dana pribadi untuk kepentingan pribadi masih sangat sedikit 12 jika dibandingkan dengan peserta yang melakukan medical check up dengan dibiayai perusahaan. (Zubaedah, 2009) Dr. Samuel menyatakan bahwa check up itu penting. Semakin usia kita bertambah, waktu interval check up-nya itu semakin pendek. Jadi sebaiknya di atas usia 30 tahun paling tidak 2 tahun sekali. Di atas 40 tahun mau tidak mau setahun sekali harus cek. Kebiasaan medical check up di Indonesia lebih rendah dibandingkan negara lain karena dianggap mahal. Kalau punya uang, sebaiknya di usia di atas 30 tahun kali pertama lakukan cek lengkap. Lengkap itu bukan hanya cek darah, tetapi juga rekam jantung. Walaupun usia masih di bawah 30 tahun, paling tidak 2-3 tahun sekali periksa. Supaya tahu bagaimana kondisi tubuh kita. (Oentoro, 2013) Menurut Dr.Dyah, saat ini banyak orang muda yang menerapkan gaya hidup tidak sehat. Mereka menyantap jenis makanan apapun asal enak tanpa melihat kandungan nutrisinya. Oleh karena itu, sangat dianjurkan bagi mereka untuk melakukan medical check up minimal 3-6 bulan sekali. Medical check up sebaiknya dilakukan sebelum terjadi sakit, terutama bagi mereka yang sudah memasuki usia 25 tahun. Apalagi kalau di dalam keluarganya terdapat riwayat penyakit diabetes dan hipertensi, serta cenderung obesitas (Agustina, 2014). Melanie Haiken (2014) menyampaikan beberapa bentuk pemeriksaan regular yang diperlukan untuk pria dan wanita : Pria Wanita Screening kolesterol/profil Screening kolesterol/profil lipoprotein lipoprotein Tekanan darah Tekanan darah Screening diabetes Screening diabetes Kepadatan tulang Kepadatan tulang Vitamin D Vitamin D 13 Pria Wanita Colonoscopy & Sigmoidoscopy Colonoscopy & Sigmoidoscopy Fecal Occult Blood Test Fecal Occult Blood Test (FOTB) (FOTB) Screening kanker kulit Screening kanker kulit Pemeriksaan mata dan Pemeriksaan mata dan pengelihatan pengelihatan Tes pendengaran Tes pendengaran Tes tiroid Tes tiroid Screening untuk metabolic Screening untuk metabolic syndrome syndrome Screening kanker testis Pemeriksaan tulang panggul dan pap smear Screening kanker prostat Pemeriksaan payudara Screening kanker kandung kemih Mammogram Tabel 2.4 Sejumlah Tes Yang Dapat Dilakukan Pasien Untuk Menjalani Medical Check Up Menurut Irwan Rinaldi Sikumbang dalam sebuah artikel yang membahas tentang medical check up, ada beberapa alasan yang umumnya dikemukakan seseorang untuk menghindari melakukan rangkaian medical check up. Beberapa di antaranya adalah : 1. Takut merasa stres jika ternyata ada penyakit yang terdeteksi setelah melakukan medical check up. 2. Kurang percaya dengan rumah sakit. 3. Takut merasakan efek samping akibat menjalani medical check up. 4. Takut dengan jarum suntik (prosedur). 14 5. Takut kelelahan setelah menjalani serangkaian tes sebagai prosedur medical check up. 6. Takut trauma jika mengalami pengalaman yang kurang enak dalam menjalani medical check up. (Sikumbang, 2014) Sedangkan, berdasarkan wawancara singkat penulis dengan seorang target audiens, alasan lain mereka belum melakukan medical check up adalah karena kesibukan (pekerjaan) selama 5 hari dalam 1 minggu (hari Senin hingga Jum’at). Yusri mengatakan bahwa setiap hari Senin hingga Jum’at, pukul 08.00-17.00 WIB bekerja sebagai karyawan suatu perusahaan. Sedangkan di akhir pekan, ia lebih memilih untuk meluangkan waktunya untuk bersantai di tempat tinggalnya, atau pergi bersama teman-temannya. (Yusri, 2015) Alasan-alasan atau persepsi negatif masyarakat ini lah yang menjadi salah satu pemicu masalah kesehatan dalam kehidupan sosial masyarakat. 2.1.1.4 Lembaga atau Organisasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Gambar 2.3 Logo Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Kementrian Kesehatan Republik Indonesia atau yang disingkat dengan Kemenkes RI berfungsi sebagai berikut : Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis di bidang kesehatan. Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya. 15 Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden. Untuk menjalankan fungsi-fungsinya dengan efektif, Kemenkes RI memiliki wewenang, mulai dari penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan, hingga kewenangan lain yang sesuai dengan peraturan undangundang yang berlaku, yaitu mengenai pemindahan dan penempatan tenaga kesehatan tertentu serta pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan. Visi : Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan Misi : Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik Strategi : Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan 16 berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggungjawab. 2.1.2 Data Khusus 2.1.2.1 Past Campaign Sebagai lembaga kementrian yang bergerak dalam bidang kesehatan, Kemenkes tentu memiliki projek tahunan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia. Berikut adalah beberapa kampanye atau kegiatan yang telah dilakukan oleh Kemenkes RI dalam beberapa tahun terakhir : Gambar 2.4 Poster kampanye “Aku Bangga Aku Tahu” atau ABAT Gambar 2.5 Kampanye Dance for Life ‘Aku Bangga, Aku Tahu’ 17 Aku Bangga Aku Tahu (ABAT) merupakan program promosi kesehatan yang digalakkan oleh Kemenkes RI dengan sasaran kaum muda usia 15-24 tahun. Program ini bertujuan untuk memberi pengetahuan kepada kaum muda usia 15-24 tahun itu tentang HIV dan AIDS secara benar dan komprehensif. Karena salah satu faktor terpenting kenapa banyak kaum muda usia 15-24 tahun kena HIV/AIDS adalah karena kurangnya pengetahuan tentang hal tersebut. Kaum muda cenderung melakukan tindakan berisiko namun mereka tidak tahu bagaimana melindungi diri agar tidak tertular HIV/AIDS. Padahal, sasaran MDGs yaitu agar kaum muda usia 15-24 tahunyang memiliki pengetahuan tentang HIV dan AIDS sebanyak 95%. Realitanya, baru mencapai 11,8%. Menurut data kemenkes kasus tertinggi HIV/AIDS di Indonesia dialami oleh rentang usia 20-29 tahun yaitu sebanyak 43,6%. Masa terinjeksi virus hingga menjadi AIDS itu kurang lebih 5-10 tahun. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa seseorang terinjeksi virus HIV kurang lebih saat mereka berusia 15-24 tahun. Media yang digunakan untuk kampanye ABAT ini disajikan dalam bentuk poster, leaflet, tote bag, kaos, umbul-umbul, spanduk, dll. Selain itu, ada pula pertunjukkan tari (teatrikal) yang diadakan di halaman Monumen Nasional. (Okfriani, 2013) Gambar 2.6 Kampanye Imunisasi bersama McD 18 Dalam rangka pencapaian 100% Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan tahun 2014, dilakukan akselerasi program imunisasi yaitu Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional (GAIN-UCI) pada tahun 2010. Pengertian 100% UCI adalah desa/kelurahan di Indonesia telah mencapai 80% atau lebih bayi sampai dengan usia 1 tahun telah mendapat imunisasi dasar lengkap. Tahun 2009, UCI desa/kelurahan di Indonesia telah mencapai 69.8%, dan pada tahun 2010 meningkat secara signifikan menjadi 75.3%. Dilaksanakan pula imunisasi tambahan yaitu campak dan polio tahun ketiga di 17 provinsi yang mencakup 13.655.803 Balita usia 0-59 bulan (97.8%) untuk polio, dan 11.544.190 Balita usia 9-59 bulan untuk campak. Tahap pertama untuk imunisasi campak adalah tahun 2009, dan tahap kedua tahun 2010. Pada tahun 2011, Tetanus Maternal dan Neonatal dinyatakan telah mencapai tahap eliminasi oleh WHO untuk sebagian wilayah di Indonesia. Gambar 2.7 Kampanye Asi Eksklusif untuk Adik Pemerintah memiliki komitmen dalam peningkatan kesehatan ibu, bayi, dan balita. Dalam sewindu terakhir, tampak kecenderungan penurunan angka kematian ibu dari waktu ke waktu. Upaya penting dalam peningkatan kesehatan ibu, bayi, dan balita Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). 19 Gambar 2.8 Kampanye Pasar Sehat, Pasar Bunder, Sragen Gambar 2.9 Kampanye Cuci Tangan Pakai Sabun Pasar Bunder Sragen menjadi pasar percontohan sebagai salah satu upaya penyehatan lingkungan dari Kemenkes RI. Kegiatan yang mendukung penyakit menular dan tidak menular sebagai bagian dari pengendalian factor resiko penyakit dan lingkungan. Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat 20 (STBM), melibatkan kerjasama dengan Pemerintah daerah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Selain itu, ada pula kampanye Cuci Tangan Pakai Sabun upaya penyehatan lingkungan lain yang dapat ditempuh. Kampanye ini difokuskan untuk anak-anak agar tidak terkena penyakit yang disebabkan oleh kuman dan bakteri. Kemenkes juga mendorong Gerakan Nasional Bersih Negeriku yang merupakan amanat Presiden RI (SBY). Dengan gerakan ini, seluruh komponen bangsa diajak melakukan tindakan nyata mewujudkan hidup bersih dan sehat. Di lingkungan Kemenkes, kegiatan ini dilaksanakan di rumah sakit, kantor-kantor, dan unit pelaksana teknis di seluruh Indonesia. Gambar 2.10 Mobil Mammografi Screening kanker leher rahim dan kanker payudara adalah kegiatan prioritas. Screening kanker leher rahim dilakukan dengan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan cryotherapy untuk IVA positif. Program deteksi dini payudara dilakukan dengan pemeriksaan payudara oleh petugas kesehatan (Clinical Breast Examination) dan pemeriksaan payudara sendiri (Sadari/Breast Self Examination). Pada tahun 2011 telah dilatih pelaksana screening sebanyak 954 orang di 79 Puskesmas dan 102 orang dari 17 provinsi. 21 Gambar 2.11 Taburia, produk yang dikembangkan peneliti Kemenkes RI Bubuk Taburia diberikan untuk mencegah terjadinya kekurangan vitamin dan mineral pada Balita di atas usia 6 bulan. Untuk mencegah terjadinya kekurangan zat gizi mikro ini, dilakukan intervensi melalui pemberian bubuk tabur gizi yang diberikan kepada Balita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi multi mikronutrien lebih efektif jika dibandingkan dengan intervensi mikronutrien tunggal (single dose). Melihat kampanye-kampanye yang sudah dijalankan Kemenkes RI tahun 2009-2011, Kemenkes RI lebih memfokuskan cakupan kerja mereka untuk mengatasi kesehatan bagi masyarakat menengah kebawah, sedangkan medical check up yang menjadi target kampanye penulis diutamakan bagi kalangan dengan strata ekonomi menengah-keatas. (RI, 2014) 22 2.1.2.2 Kampanye Serupa Gambar 2.12 Medical Check-up Campaign BIAL Poster di atas merupakan kampanye mengenai medical check up yang dibuat oleh Dannilla Donald Correya untuk BIAL (Bengaluru International Airport) guna meningkatkan kesadaran akan pentingnya memperhatikan kesehatan bagi seluruh pegawai yang bekerja di BIAL. (Correya, 2012) Untuk kampanye mengenai medical check up di Indonesia sendiri, penulis hanya menemukan brosur-brosur dari beberapa rumah sakit. Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa kampanye untuk sosialisasi mengenai medical check up masih belum optimal di Indonesia. 23 Gambar 2.13 Brosur medical check-up RS Mitra Keluarga Kelapa Gading Jakarta Utara 24 Gambar 2.14 Brosur paket medical check up di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading Jakarta Utara untuk wanita Gambar 2.15 Brosur paket medical check up di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading Jakarta Utara untuk pria 25 2.1.2.3 SWOT a. Strength Kampanye mengenai medical check up di Indonesia belum pernah dijalankan sebelumnya oleh lembaga-lembaga kesehatan yang ada. b. Weakness Karena kampanye ini baru akan dijalankan, sulit untuk mencari referensi penggunaan media yang efektif. c. Opportunity Jika dilihat dari pembahasan sebelumnya, kampanye mengenai medical check up masih sangat terbatas. Sehingga belum ada pesaing bagi kampanye ini. d. Threat Belum ada ancaman dari pesaing, karena kampanye mengenai medical check up masih sangat terbatas di Indonesia. Hanya sebatas brosur yang tersedia di rumah sakit-rumah sakit. 2.1.2.4 Target Audience Kemenkes RI Target audience berdasarkan kampanye Kemenkes RI adalah sebagai berikut : a. Geografi Gambar 2.16 Peta Indonesia Sumber : www. commons.wikimedia.org Seluruh penduduk Indonesia. 26 b. Demografi Gender : Pria dan wanita. Gambar 2.17 Simbol yang melambangkan gender pria dan wanita SES : Difokuskan untuk kalangan menengah-ke bawah (B-C). Usia : Seluruh jangka umur (mulai dari anak-anak hingga orang tua). Pekerjaan : Segala jenis pekerjaan. Agama : Gambar 2.18 Berbagai simbol keagamaan yang dianut oleh masyarakat dunia Karena kampanye yang akan diusung tidak mengandung unsur SARA, maka seluruh agama yang tercatat dapat menjadi target audiens. c. Psikografi 27 Masyarakat yang mau dan mampu menerima ajakan agar dapat hidup lebih baik, terutama dalam segi kesehatan. 2.2 Tinjauan Teori 2.2.1 Teori Kampanye Suatu proses kegiatan komunikasi individu atau kelompok yang dilakukan secara terlembaga dan bertujuan untuk menciptakan suatu efek atau dampak tertentu. Rogers dan Storey (1987) mendefinisikan kampanye sebagai “serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”. (Windahl, Signitzer, & Olson, 2009) 2.2.2 Teori Periklanan Iklan sebagai suatu bentuk penyampaian pesan dalam komunikasi non personal mengikuti alur teori yang berlaku pada ilmu komunikasi umumnya dan khususnya komunikasi massa. Berkaitan dengan iklan ada beberapa teori yang patut dicatat sebagai pegangan dengan teori tersebut kita dapat menjadikannya dasar pijakan melihat konsep-konsep iklan. Teori Selective Influence adalah bagaimana khalayak merespon pesan-pesan iklan dari media massa. Salah satu prinsip dalam Teori Selective Influence yang berkaitan dengan kampanye ini adalah Teori Selective Attention. Teori Selective Attention (memilih memperhatikan pesan tertentu) adalah : a. Perbedaan individu dalam merespon pesan-pesan iklan terjadi hanya karena perbedaan dalam struktur kognitif yang mereka miliki. Cara pandang, berpikir, berpengetahuan, kepercayaan, setiap orang terhadap sesuatu yang baru termasuk pesan-pesan iklan tidaklah sama. b. Karena keanggotaan seseorang dalam masyarakat ada dalam berbagai kelompok sosial maupun kemasyarakatan maka ada dugaan memilih perhatian terhadap pesan tertentu pun akan dipengaruhi oleh kelompoknya itu. 28 c. Bahwa orang lebih berminat jika suatu pesan iklan dapat membangun citra hubungan dengan pihak lain. Pesan iklan membuat orang harus memperhatikannya karena pesan itu mengakibatkan orang itu aktif berhubungan dengan anggota keluarga, tetangga, atau kenalannya. (Srambeau, 2010) 2.2.3 Teori Komunikasi Massa Komunikasi Massa (Mass Communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak maupun elektronik, yang dikelola oleh suatu lembaga, atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat. Menurut George Gerbner, pengertian komunikasi massa dengan sebuah definisi singkat yaitu sebagai produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berkelanjutan serta paling luas dipunyai orang dalam masyarakat industri. (Communicationtheory.org, 2015) 2.2.4 Teori Tipografi Menurut Surianto Rustan, S.Sn, tipografi dimaknai sebagai ‘segala disiplin yang berkenaan dengan huruf’. Tipografi dalam hal ini, huruf yang tersusun dalam sebuah alfabet merupakan media penting komunikasi visual. (Rustan, 2011) 2.2.5 Teori Fotografi Subjek fotografer tidak berdiri sendiri. Dengan mengisolasi subjek atau beberapa subjek dari lingkungan sekitarnya, suatu hubungan baru terbentuk. “The central act of photography, the act of choosing and eliminating, forces a concentration on the picture edge-the line separates in from out-and on the shapes that are created by it”. (Grange, 2013) 2.2.6 Teori Warna Teori warna ini menyederhanakan warna-warna yang ada di alam menjadi 4 kelompok warna, yaitu warna primer, sekunder, tersier, dan warna netral. Kelompok warna ini sering disusun dalam lingkaran warna Brewster. Lingkaran warna Brewster mampu menjelaskan teori kontras warna 29 (komplementer), split komplementer, triad, dan tetrad. (Morioka, Adams, & Stone, 2006) 2.2.7 Teori Copywriting Copywriting adalah seni penulisan pesan penjualan yang paling persuasif yang dilatarbelakangi kewiraniagaan yang kuat. Tulisan itu harus mampu menarik perhatian (attention), menimbulkan ketertarikan (interest), keinginan (desire), menciptakan keyakinan (conviction) dan tindakan (action). (Jefkins, 1990) 2.2.8 Teori Layout Dalam buku The Fundamentals of Creative Design disebutkan bahwa layout adalah penempatan posisi dari elemen- elemen baik itu teks maupun gambar pada suatu halaman yang dimana memberi pengaruh dramatis pada visual dan bagaimana informasi secara efektif dapat dikomunikasikan kepada pembaca. Layout dipengaruhi oleh tata letak materi yang akan disajikan, tujuan dari tata letak tersebut, dan tentu saja, kreativitas para desainer. Kebanyakan desainer kompleksitas untuk menggunakan membantu grid dengan berbagai tingkat dalam penempatan unsur-unsur dan memberikan semacam keteraturan. Sedangkan pada buku Layout, Karya Gavin Ambrose dan Paul Harris, Layout adalah penyusunan dari elemenelemen desain yang berhubungan kedalam sebuah bidang sehingga membentuk susunan artistik. Hal ini bisa juga disebut manajemen bentuk dan bidang. Tujuan utama layout adalah menampilkan elemen gambar dan teks agar menjadi komunikatif dalam sebuah cara yang dapat memudahkan pembaca menerima informasi yang disajikan. Dalam publikasi buku biografi ini, penulis akan banyak bermain dengan ruang kosong dan komposisi yang memudahkan pembaca untuk membaca dan didukung dengan visual yang mendukung. (Ambrose & Harris, 2011) 30