BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsumen Perilaku

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsumen
Perilaku konsumen adalah aktivitas seseorang saat mendapatkan,
mengkonsumsi, dan membuang barang atau jasa (Blackwell, Miniard, & Engel,
2001). Sedangkan The American Marketing Association mendefinisikan perilaku
konsumen sebagai interaksi dinamis dari pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan
lingkungan dimana manusia melakukan pertukaran aspek hidupnya. Dalam kata
lain perilaku konsumen mengikutkan pikiran dan perasaanyang dialami manusia
dan aksi yang dilakukan saat proses konsumsi (Peter & Olson, 2005). Perilaku
konsumen menitikberatkan pada aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi
dari individu. Perilaku konsumen berhubungan dengan alasan dan tekanan yang
mempengaruhi pemilihan, pembelian, penggunaan, dan pembuangan barang dan
jasa yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pribadi (Hanna &
Wozniak, 2001).
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (Anonim,
2010).
Konsumsi, dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu kegiatan yang
bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa
barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung.
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian
produk tersebut untuk dijual kembali (Jawa: kulakan), maka dia disebut pengecer
atau distributor. Pada masa sekarang ini bukan suatu rahasia lagi bahwa
sebenarnya konsumen adalah raja sebenarnya, oleh karena itu produsen yang
memiliki prinsip holistic marketing sudah seharusnya memperhatikan semua yang
menjadi hak-hak konsumen (Anonim, 2010)
Sedangkan pelanggan (customer) adalah seseorang yang datang/ memiliki
kebiasaan untuk membeli sesuatu dari penjual. Kebiasaan tersebut meliputi
aktifitas pembelian dan pembayaran atas sejumlah produk yang dilakukan
berulang kali. Sehingga apabila tanpa melakukan kontak pembelian secara
berulang seseorang tidak dapat dikatakan sebagai pelanggan, melainkan sebagai
pembeli .
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, pertanyaan mendasar yang ada di
benak pemasar tentunya bagaimana menjaga atau mempertahankan pelanggan.
Menurut Chan (2003), biaya yang dikeluarkan dalam usaha mempertahankan
pelanggan sepertiga dari biaya yang harus dikeluarkan saat perusahaan
mengakuisisi pelanggan.
2.2
Pengertian Loyalitas Konsumen
Yang dimaksud dengan loyalitas konsumen secara umum dapat diartikan
sebagai kesetiaan seseorang suatu barang atau jasa tertentu. Loyalitas konsumen
merupakan manifestasi dan kelanjutan dari kepuasan konsumen walaupun tidak
mutlak merupakan hasil kepuasan konsumen. Sedangkan definisi dari konsumen
loyal adalah seseorang yang melakukan aktifitas membeli barang atau jasa yang
memenuhi kriteria sebagai berikut (Griffin, 1995):
1. Melakukan pembelian ulang secara berkala.
2. Membeli produk lain yang ditawarkan produsen yang sama.
3. Merekomendasikan produk atau jasa tersebut kepada orang lain.
Sedang yang dimaksud dengan retensi pelanggan adalah lebih dari sekedar
loyalitas/ kesetiaan, namun bagaimana suatu perusahaan dapat mempertahankan
pelanggan tersebut dalam jangka panjang. Sehingga menurut Griffin (1995),
retensi pelanggan merupakan bagian penting dalam meraih loyalitas pelanggan
yang diharapkan.
Tahapan loyalitas konsumen menurut Oliver (1998) terbagi atas tiga
tahapan, yaitu fase kognitif, fase afektif dan fase konatif. Ketiga tahapan diatas
terjadi secara berurutan satu dengan lainnya.
Secara harfiah loyal berarti setia, atau loyalitas dapat diartikan sebagai
suatu kesetiaan. Kesetiaan ini timbil tanpa adanya paksaan, tetapi timbul dari
kesadaran sendiri pada masa lalu. Usaha yang dilakukan untuk menciptakan
kepuasaan konsumen lebih cenderung mempengaruhi sikap konsumen. Sedangkan
konsep loyalitas konsumen lebih menekankan kepada perilaku pembeliannya
(Anonim, 2009).
Istilah loyalitas sering kali diperdengarkan oleh pakar pemasaran maupun
praktisi bisnis, loyalitas merupakan konsep yang tampak mudah dibicarakan
dalam konteks sehari-hari, tetap menjadi lebih sulit ketika dianalisis makananya.
Loyalitas pelanggan merupakan salah satu tujuan inti yang diupayakan
dalam pemasaran modern. Hal ini dikarenakan dengan loyalitas diharapkan
perusahaan akan mendapatkan keuntungan jangka panjang atas hubungan
mutualisme yang terjalindalam kurun waktu tertentu.
Olson (dalam Trisno Mushanto, 2004 128) berpendapat bahwa loyalitas
pelanggan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara
berulang-ulang dan untuk membangun kesetiaan pelanggan terhadap suatu produk
maupun jasa yang dihasilkan oleh badan usaha tersebut yang membutuhkan waktu
yang lama melalui suatu proses pembelian yang terjadi secara berulang-ulang.
Menurut Ali Hasan (2008:83) Loyalitas pelanggan dedefinisikan sebagai
orang yang membeli, khusunya yang membeli secara teratur dan berulang-ulang.
Pelanggan merupakan seseorang yang terus menerus dan berulang kali datang ke
suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu
produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut.
Menurut Gremler dan Brown (dalam Ali Hasan, 2008:83) bahwa loyalitas
pelanggan adalah pelanggan yang tidak hanya membeli ulang suatu barang dan
jasa, tetapi juga mempunyai komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan
jasa, misalnya dengan merekomendasikan orang lain untuk membeli.
Griffin (dalam Diah Dharmayanti, 2006 :38) berpendapat bahwa
pelanggan yang loyal adalah pelanggan yang sangat puas dengan produk atau jasa
tertentu sehingga mempunyai antusiasme untuk memperkenalkannya kepada
siapapun yang dikenal.
Engel, Blackwell, Miniard (dalam Ali Hasan, 2008 : 84) mengemukakan
bahwa loyalitas pelanggan merupakan kebiasaan perilaku pengulangan pembelian,
keterkaitan dan keterlibatan yang tinggi pada pilihannya, dan bercirikan dengan
pencarian informasi eksternal dan evaluasi alternative.
Seorang pelanggan yang loyal memiliki prasangka spesifik mengenai apa
yang akan dibeli dan dari siapa. Pembeliannya bukan merupakan peristiwa acak.
Selain itu, loyalitas menunjukkan kondisi dari durasi waktu dan mensyaratkan
bahwa tidak akan kurang dari dua kali (Jill Griffin, 2003:5). Terakhir, unti
pengambilan keputusan menunjukkan bahwa keputusan untuk membeli mungkin
dilakukan oleh lebih dari satu orang. Pada kasus demikian, keputusan pembelian
dapat menunjukkan kompromi yang dilakukan seseorang dalam unit dan dapat
menjelaskan mengapa ia terkadang tidak loyal pada produk atau jasa yang paling
disukainya.
Dari berbagai uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa loyalitas
pelanggan merupakan sebuah sikap yang menjadi dorongan perilaku untuk
melakukan pembelian produk/jasa dari suatu perusahaan yang menyertakan aspek
perasaan didalamnya, khusunya yang membeli secara teratur dan berulang-ulang
dengan konsistensi yang tinggi, namun tidak hanya membeli ulang suatu barang
dan jasa, tetapi juga mempunya komitmen dan sikap yang positif terhadap
perusahaan yang menawarkan produk/ jasa tersebut.
2.3
Faktor-Faktor Yang Mendukung Loyalitas Konsumen
Dalam menjalankan sebuah bisnis, tentunya semua pengusaha selalu
menginginkan bisnisnya dapat memberikan keuntungan yang besar. Keuntungan
yang dimaksud tidak hanya keuntungan materiil semata, namun juga keuntungan
yang bersifat non materil. Keadaan tersebut menjadikan para pelaku usaha untuk
mengeluarkan energi ekstra dalam menentukan strategi pemasaran yang paling
menguntungkan. Baik keuntungan berupa omset yang besar setiap bulannya
maupun keuntungan non materiil berupa loyalitas konsumen yang selalu terjaga.
Loyalitas konsumen merupakan keuntungan terbesar bagi para pengusaha.
Jadi tidak mengherankan bila loyalitas tersebut dijadikan target utama dalam
berbisnis. Karena dengan terciptanya loyalitas konsumen yang tinggi, maka hal
tersebut merupakan kabar baik bagi perkembangan bisnis kedepannya.
Yang
dimaksud
dengan
loyalitas
konsumen
adalah
terciptanya
kepercayaan dan komitmen para pelanggan terhadap suatu produk atau jasa,
karena mereka mendapatkan kepuasan dari produk atau jasa tersebut. Keadaan
seperti itu tentu sangat menguntungkan bagi para pelaku usaha, sebab konsumen
yang sudah loyal dengan sebuah produk atau jasa akan melakukan pembelian
secara rutin terhadap produk Anda. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang
akhirnya menjadi agen pemasaran terbaik bagi bisnis Anda.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk membangun loyalitas
konsumen yaitu :
1. Berikan nilai lebih pada produk. Buatlah konsumen untuk selalu membutuhkan
produk atau jasa, tawarkan suatu solusi yang benar-benar dibutuhkan
konsumen. Dengan begitu bisnis akan selalu dicari para konsumen. perlu dii
ngat, bahwa penggunaan produk atau jasa secara rutin, akan mengarahkan
konsumen semakin loyal dengan bisnis yang dijalankan.
2. Selalu berikan yang terbaik bagi para konsumen. Loyalitas konsumen
terbangun dari adanya kepuasan pelanggan. Oleh karena itu upayakan untuk
selalu mengontrol kualitas produk maupun kualitas pelayanan yang
ditawarkan. Dan jangan lupa perhatikan pula harga produk yang ditawarkan,
sebab harga yang bersahabat menjadi hal paling penting bagi konsumen.
3. Buat kegiatan rutin atau forum khusus untuk para pelanggan. Langkah awal
yang bisa dilakukan yaitu dengan mendata seluruh konsumen. Ajak para
konsumen untuk menjadi anggota tetap, dengan menawarkan keuntungan yang
menarik konsumen. Misalnya dengan mengadakan diskon khusus pelanggan
di setiap akhir bulan, atau membuat forum khusus bagi para pelanggan untuk
bertukar informasi seputar produk-produk yang ditawarkan. Dengan begitu
konsumen merasa memiliki keterikatan dengan pelaku bisnis.
4. Ciptakan citra yang baik. Tak bisa dipungkiri bahwa citra atau image menjadi
magnet tersendiri bagi para konsumen. Semakin baik citra sebuah perusahaan
atau jasa, maka semakin loyal pula konsumen pada perusahaan tersebut.
2.4 Uraian Umum Tentang Apotek
2.4.1 Definisi
Apotek adalah tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Kegiatan bisnis
yang dilakukan dalam apotek memberikan cirri khusus yang sangat
berbeda dibandingkan usaha bentuk lain, walaupun tujuan akhir
sama-sama untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya
Menurut
keputusan
mentri
kesehatan
RI
No.
1332/MENKES/SK/X/2002, tentang perubahan atas peraturan
MENKES RI NO. 922/MENKES/PER/X/1993 mengenai ketentuan
dan cara pemberian izin apotek, yang dimaksud dengan Apotek
adalah
suatu
tempat
tertentu,
tempat
dilakukan
pekerjaan
kefarmasian penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat.
Menurut peratuaran pemerintah RI No. 51 tahun 2009 tentang
pekerjaan kefarmasian, apotek adalah sarfana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker.
2.4.2 Peraturan Perundang-undangan dibidang Apotek
Peraturan perundang-undanganperapotekan di Indonesia telah
beberapa kali mengalami perubahan.
Dimulai dengan berlakunya Perfaturan Pemerintah (PP) No. 26
tahun 1965 tentang pengelolaan dan perizinan apotek, kemudian
disempurnakan dalam peraturan pemerintah No.25 tahun 1980,
beserta petunjuk pelaksanaannya dalam peraturan mentri kesehatan
No.26
tahun
1981
dan
surat
keputusan
mentri
kesehatan
No.1332/Menkes/SK/X/2002 yang memberikan beberapa keleluasaan
kepada apotek untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan yang
optimal.
Ketentuan – ketentuan umum yang berlaku tentang perapotekan
sesuai Keputusan Mentri Kesehatan No. 1332/Menkes/SK/X/2002
adalah sebagai berikut :
a. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, mereka yang berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku
dan
berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
b. Surat izi2n apotek (SIA) adalah surat izin yang diberikan oleh
menteri kepada apoteker atau apoteker bekerja sama dengan
pemilik apotek (PSA) untuk menyelenggarakan apotek disuatu
tempat tertentu.
c. Apoteker pengelola apotek (APA) adala apoteker yang telah diberi
surat izin apotek
d. Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek
disamping
apoteker
pengelola
apotek
(APA)
dan
atau
menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
e. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan apoteker
pengelola apotek (APA) selama (APA) tersebut tidak berada
ditempat lebih dari 3 bulan secara terus menerus, telah memiliki
surat izin kerja dan bertindak sebagai apoteker pengelola apotak
lain.
f. Asisten Apoteker (AA) adalah mereka yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian sebagai asisten apoteker.
g. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter
hewan
kepada
apoteker
pengelola
apotek
(APA)
untuk
menyediakan dan menyediakan obat bagi penderita sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku,.
h. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat
kesehatan dan kosmetika
i. Alat kesehatan adalah instrument apparatus, mesin, implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis,
menyembuhkan
dan
meringankan
penyakit,
merawat orang sakit dan pemulihan kesehatan manusia, dan atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
j. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang
diperlukan untuk menyelenggarakan semua peralatan yang
dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan apotek.
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek, apoteker
pengelola apotek dibantu oleh asisten apoteker yang telah memiliki
surat
izin
kerja.
Keputusan
menteri
kesehatan
No.
679/MENKES/SK/V/2003, tentang peraturan rfegistrasi dan izin
kerja asisten apoteker (AA).
a) Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang
berijasah
sekolah asisten apoteker atau sekolah menengah farmasi,
Akademi Farmasi, jurusan Farmasi politeknik kesehatan,
Akademi analisis Farmasi dan Makanan, jurusan analisis farmasi,
serta makanan politeknik kesehatan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
b) Surat izin asisten apoteker adalah bukti tertulis atau kewenangan
yang diberikan kepada pemegang ijasah sekolah asisten apoteker
atau sekolah menengah farmasi, Akademi Farmasi, jurusan
Farmasi politeknik kesehatan, Akademi analisis Farmasi dan
Makanan, jurusan analisis farmasi, serta makanan politeknik
kesehatan untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian sebagai
Asisten Apoteker.
c) Surat izin asisten apoteker adalah bukti tertulis yang diberikan
kepada pemegang Surat Izin Asisten Apoteker untuk melakukan
pekerjaan kefarmasian disarana kefarmasian.
d) Sarana kefarmasian adalah tempat yang digunakan untuk
melakukan pekerjaan kefarmasian antara lain industry farmasi
termasuk obat tradisional dan kosmetika, instalasi farmasi,
Apotek, dan toko obat.
2.4.3 Persyaratan Apotek
Penyelenggaraan pelayanan apotek harus diusahakan agar lebih
menjangkau
masyarakat,
menurut
Permenkes
No.
1332/Menkes/SK/X/2002, menyatakan bahwa :
a. Untuk mendapatkan izinpotek, apoteker yang bekerja saa dengan
pemiilik sarana yang memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan serta persediaan farmasi dan perbekalan
lainnya yang merupakan milik sendiri atau pihak lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan
pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya
diluar sediaan farmasi.
Berikut ini adalah syarat-syarfat mendirikan sebuah apotek :
a. Bangunan
1. Luas minimal 50 m2
2. Bangunan terdiri dari ruangan :
Ruangan tunggu
Ruangan peracikan dan penyerahan obat
Ruangan administrasi dan kamar kerja apoteker
Ruangan penyimpanan obat
WC
3. Keadaan bangunan
Dinding
Harus kuat dan tahan air, permukaan sebelah dalam
harus rata
Langit – langit
Harus terbuat di bahan yang tidak mudah rusak dan
permukaan sebelah dalam harus berwana terang.
Atap
Tidak boleh bor, terbuat dari geteng/srap dan bahan
lain yang memadai.
Lantai
Tidak boleh lembab, erbuat dari ubin, semen tau bahan
lain yang memadai.
4. Kelengkapan bangunan Aspek
Sumber air
Harus memenuhi persyaratan
Penerangan
Harus
cukup
terang
sehingga
dapat
menjamin
pelaksanaan tugas dan fungsi apoteker.
Alat pemadam kebakaran
Harus berfungsi dengan baik
Ventilasi
Yang baik serta memenuhi persyaratan hygiene yang
lain.
Sanitasi
Yang baik serta memenuhi persyaratan hygiene yang
lain.
Papan nama
Berukuran minimal panjang 60 c, lebar 40 cm dengan
tulisan hitam di atas putih, tinggi huruf minimal 5 cm dan
tebal minimal 5 cm.
b. Perlengkapan
1. Alat pemubuatan, pengolahan dan peracikan
Gelas ukr 10 ml, 100 ml,dan 200 ml
Labu Erlenmeyer 100 ml, 250 ml, an 1 liter
Gelas piala 100 ml, 500 ml, dan 1 liter
Corong berbagai ukuran
Timbangan milligram dengan anak timbangan yang sudah
di tera.
Timbangan gram dengan anak timbangan yang sudah di
tera minimal 1 set.
Thermometer berskala 1000C
Mortar dan stemper
Cawan porselen
Batang pengaduk
Pemanas air
Kompor atau alat pemanas yang sesuai
Panic
Rak tempat pengering alat
2. Perlengkapan dan alat perbekalan farmasi
Botol
Lemari dan rak unuk menyimpan alat
Lemari pendingin
Lemari penyimpanan Narkotik dan bahan obat berbahayan
lainnya
3. Wadah pengemas dan pembungkus
Etiket
Wadah pengemas da pembungkus untuk penyerahan oat
4. Alat laboratorium
Alat kromatografi Lapis Tipis
Alat krmatografi kertas
Labu pemisah
Labu Erlenmeyer
Plat tetes
Tabung reaksi
Pipet kapiler
5. Alat administrasi
Blanko pesan obat
Blanko kartu stok
Blanko salina resep
Blanko faktur dan blanko nota penjualan
Blanko pembelian
Blnko penerimaan
Blanko penjualan
Blanko pengiriman
Blanko pembukuan keuangan
Buku pencatatan Narkotika dan Psikotropika
Buku pesanan obat Narkotika dan Psikotropika
Format laporan obat Narkotika dan psikotropika
Alat tulis menulis
6. Buku standar yang diwajibkan
•
Farmakope Indonesia edisi terbaru
•
Ekstra Farmakope Indonesia
•
Kumpulan
peraturan
dan
perundang-undangan
yang
berhubungan dengan apotek
•
ISO Indonesia edisi baru
7. Tenaga kerja kesehatan
•
Apoteker pengelola apotek
•
Apoteker pendamping
•
Asisten Apoteker
2.4.4 Organisasi Apotek
Dalam suatu apotek diperlukan beberapa tenaga untuk membantu
pimpinan yaitu Pemilik saran apotek dan Apoteker dalam menjalankan
usahanya. Agar usahanya berhasil maka perlu adanya organisasi untuk
mengorganisir secara definitif dan sistematis. Di dalam susunan
organisasi, setiap orang harus tahu siapa pemimpinnya dan siapa
bawahannya. Setiap bawahan harus tahu kepada siapa harus melaporkan
dan
mempertanggung
jawabkan.
Struktur
organisasi
harus
jelas
menggambarkan “one man one boss system”. Harus menggambarkan
secara jelas pembagian dan hubungan kerja, fungsi dan kewajiban,
wewenang, tanggung jawab dan haknya, agar tujuan dari suatu perusahaan
(apotek) dapat tercapai secara efektif dan efisien.
2.4.5 Personalia
Pengelolaan sumber daya menurut Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 apotek harus dikelola oleh seorang
apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker harus
senantiasa memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan
yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar
profesi, menempatkan diri sebagai pemimpin dalam situasi multidisipliner,
kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karir
dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk
meningkatkan pengetahuan.
Ketentuan-ketentuan umum yang berlaku tentang Personalia sesuai
Kepetusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 adalah
sebagai berikut:
1. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berhak melakukan
pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
2. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apotek yang telah diberi
surat izin apotek.
3. Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek
disamping Apoteker Pengelola Apotek dan atau menggantikannya
pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
4. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan Apoteker
Pengelola Apotek selama tidak berada di tempat lebih dari 3 bulan
secara terus menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja dan tidak
bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek lain.
5. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
(Anonim, Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, 2002)
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek, Apoteker
Pengelola Apotek dibantu oleh Asisten Apoteker yang telah memiliki
Surat
Izin
Kerja.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
679/MENKES/SK/V/2003, tentang peraturan registrasi dan izin kerja
Asisten Apoteker:
1. Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah sekolah
Asisten Apoteker atau sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi
dan Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi
dan Makanan, Jurusan Analisis Farmasi serta Makanan Politeknik
Kesehatan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
2. Surat izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis atas kewenangan yang
diberikan kepada pemegang ijazah Sekolah Asisten Apoteker atau
Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi dan Jurusan Farmasi
Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan Makanan,
Jurusan Analisis Farmasi serta Makanan Politeknik Kesehatan untuk
menjalankan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
3. Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis yang diberikan
kepada pemegang Surat Izin Asisten Apoteker untuk melakukan
pekerjaan kefarmasian disarana kefarmasian.
4. Sarana kefarmasian adalah tempat yang digunakan untuk melakukan
pekerjaan kefarmasian antara lain Industri Farmasi termasuk obat
Tradisional dan Kosmetik, Instalasi Farmasi, Apotek dan toko obat.
(Anonim, Izin Kerja Asisten Apoteker, 2003)
1. Peran Apoteker di Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh apoteker (PP No. 51 tahun 2009 pasal 1 ayat
13). Yang dimaksud praktek kefarmasian tersebut meliputi pembuatan
termasuk
pengendalian
mutu
sediaan
farmasi,
pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Keberadaan
apotek
turut
membantu
pemerintah
dalam
memelihara dan menjaga kesehatan masyarakat. Pemerintah dalam hal
ini Departemen Kesehatan RI, sesungguhnya menaruh harapan yang
besar kepada peran serta profesi apoteker (khususnya Apoteker
Pengelola
Apotek)
yang
merupakan
ujung
tombak
pendistribusian perbekalan farmasi kepada masyarakat.
dalam
Hal yang tidak kalah penting adalah bahwa apotek merupakan
suatu jenis bisnis retail yang harus dikelola dengan baik agar
memperoleh keuntungan guna menutup beban biaya operasional dan
menjaga kelangsungan hidupnya. Untuk dapat mengelola apotek,
seorang apoteker tidak cukup dengan berbekal ilmu teknis kefarmasian
saja, karena mengelola sebuah apotek sama saja mengelola sebuah
perusahaan. Dibutuhkan kemampuan manajerial yang meliputi
pengelolaan
administrasi,
persediaan,
sarana,
keuangan
dan
pengelolaan sumber daya manusia.
Secara umum peran seorang apoteker dalam apotek dapat kita
bagi menjadi 3 bagian, yaitu peran professional, peran manager dan
peran retail. Seorang apoteker pengelola apotek haruslah menjalankan
ketiga peran tersebut dengan sebaik-baiknya.
2. Standar Prosedur Operasional
dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan
Kefarmasian,
Apoteker
harus
menerapkan
Standar
Pelayanan Kefarmasian. Untuk mencegah pelayanan obat di apotek
dilakukan oleh pihak yang tidak kompeten, PP No. 51 memuat hal-hal
seperti penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter
dilaksanakan oleh Apoteker. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian,
Apoteker sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 harus menetapkan
Standar Prosedur Operasional. Standar prosedur operasional harus
dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang farmasi dan
ketentuan perundang-undangan. Keharusan memperbaharui standar
prosedur
operasional
dimaksudkan
agar
dapat
mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan mutu pelayanan
yang lebih baik. Adapun dasar hukum dari standar prosedur
operasional di apotek, yaitu:
1) Undang-undang obat keras
2) Undang-undang No. 22 tahun 1997 tentang narkotika
3) Undang-undang No. 23 tentang kesehatan
4) Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang psikotropik
5) Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah
6) Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1990 tentang masa bakti dan
izin kerja Apoteker
7) Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan
pemerintah pusat dan daerah
8) Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian
9) Peraturan daerah Kota/Kabupaten setempat
10) Surat keputusan Walikota/Bupati setempat
11) Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/X/1993 tentang
ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek
12) Surat Keputusan Menkes No. 1332/MENKES/SK/X/2002
2.5
Apotek Afiah Farma
Apotek Afiah Farma didirikan pada tanggal 20 Agustus 2010 berdasarkan
PP No. 25 Tahun 1980 yang terletak di Jl. Sultan Botutihe No.65 Kota Gorontalo.
Apotek Afiah Farma telah berkembang dengan baik, serta dapat memberikan
pelayanan perbekalan farmasi yang memuaskan kepada masyarakat. Apoteker
pengelola Apotek Afiah Farma ini adalah Bapak Muhammad Kasim S.Si, Apt,
M.Si yang juga merupakan pemilik dari Apotek Afiah Farma tersebut.
Pelayanan di Apotek Afiah Farma terbagi atas 3 waktu kerja (shift) yaitu
pukul 07.00–14.00, pukul 10.00–17.00, dan pada pukul 15.00-22.00 Wita. Untuk
mendukung kelancaran kegiatan pelayanan tersebut maka diadakan pembagian
jam kerja bagi para karyawan. Kegiatan pelayanan di Apotek Afiah Farma
meliputi dua bagian yaitu pelayanan/penjualan untuk obat bebas atau over the
counter (OTC) dan pelayanan obat dengan menggunakan Resep.
Di Apotek Afiah Farma juga terdapat tempat praktek dokter, praktek
tersebut hanya buka dari hari senin-sabtu untuk pelayanan kesehatan kepada
pasien. Agar Apotek ini terus berkembang dan dapat bertahan dengan adanya
pesaing-pesaing baru dibidang perapotekan, Apotek Afiah Farma telah melakukan
upaya-upaya pengelolaan Apotek dengan baik.
Selain itu, untuk meningkatkan tingkat pelayanan obat dan penjualan
apotek Afiah Farma ini memiliki strategi khusus yakni menawarkan obat dengan
harga yang lebih murah, meminimalisir kekosongan obat, menawarkan obat
generic apabila obat yang akan dibeli merupakan obat paten yang harganya cukup
mahal, dan beromunikasi langsung dengan konsumen.
2.6
Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan lainnya
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya
disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya
kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan dan/atau upaya kesehatan
penunjang. Selain itu, sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk
kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan. Dari uraian di atas, sarana
kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas),
Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit khusus, praktek dokter, praktek dokter gigi,
praktek dokter spesialis, praktek dokter gigi spesialis, praktek bidan, toko obat,
apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), Pedagang Besar Farmasi (PBF),
pabrik obat dan bahan obat, laboratorium kesehatan, dan sarana kesehatan lainnya.
Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan diperlukan perbekalan kesehatan yang
meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan lainnya,
sedangkan sediaan farmasi meliputi obat, bahan obat, obat tradisional, dan
kosmetik.
Dalam beberapa sarana kesehatan itu, seperti Rumah Sakit, pabrik buatan,
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan
distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
Sistem Pengelolaan Obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi
aspek
seleksi
dan
perumusan
kebutuhan,
pengadaan,
penyimpanan,
pendistribusian dan penggunaan obat. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa masing-masing tahap pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian yang
terkait, dengan demikian dimensi pengelolaan obat akan dimulai dari perencanaan
pengadaan yang merupakan dasar pada dimensi pengadaan obat di Rumah Sakit.
Tujuan dari pengadaan yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan
dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggung
jawabkan, dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien, menurut
tata cara dan ketentuan yang berlaku.
Sistem pengelolaan obat mempunyai empat fungsi dasar untuk mencapai
tujuan yaitu:
a. Perumusan kebutuhan atau perencanaan (selection)
b. Pengadaan (Procure ment)
c. Distribusi (Distribution)
d. Penggunaan (Use)
Keempat fungsi tersebut didukung oleh sistem penunjang pengelolaan yang terdiri
dari :
a. Organisasi (Organitation)
b. Pembiayaan dan kesinambungan (Financing and Sustainnability)
c. Pengelolaan informasi (Information Management)
d. Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia (Human Resorces
Management)
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan,
pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO
(first in first out) dan FEFO (first expire first out)
1. Perencanaan.
Dalam
membuat
perencanaan
pengadaan
sediaan
farmasi
perlu
diperhatikan :
a. Pola penyakit.
b. Kemampuan masyarakat.
c. Budaya masyarakat.
2. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan perundangundangan
yang berlaku.
3. Penyimpanan
1. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam
hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,
maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi
yang jelas pada wadah baru, wadah sekurangkurangnya memuat nama
obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
2. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan
menjamin kestabilan bahan.
4. Administrasi.
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan
kegiatan administrasi yang meliputi:
1. Administrasi Umum.
Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan
dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Administrasi Pelayanan.
Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan
hasil monitoring penggunaan obat.
Download