BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah perkembangan kota dan maritim sangat mewarnai corak kehidupan masyarakat dan kebudayaan di pesisir Tapanuli.Masyarakat Pesisir ini pada awalnya banyak berasal dari dataran Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan, tetapi karena telah tinggal berabad-abad di daerah pantai, kawin-mawin dengan orang-orang Aceh dan Minangkabau 1. Akibatnya, budayanya cenderung berbentuk budaya Melayu Islam. Sebahagian besar tidak lagi bisa berbahasa Batak, maupun mengamalkan budaya Batak. Gaya hidup sehari-hari dan pola hubungan antar masyarakat menggambarkan budaya dan norma yang dianut dan diyakini oleh masyarakat Pesisir Tapanuli. Seni budaya zaman dahulu seperti tari, lagu, pantun, randai 2 dan talibun3 kehadirannya bagai gayung bersambut dengan menunjuk kepribadiaannya dari masyarakat Pesisir yang memiliki perasaan halus dan tenggang rasa yang tinggi, sesuai dengan alam dan riak gelombang ombak gulung-menggulung saling ikut satu dengan yang lain. Nyanyian pesisir merupakan pantun-pantun bersahut-sahutan, berisi nasehat jelmaan perasaan, sindiran dan kasih sayang menurut tradisinya. Alam pesisir 1 A. Hamid Panggabean, Bunga rampai Tapian Nauli: Sibolga, Jakarta: TujuhSekawan, 1995, hlm. 182. Randai merupakan tarian cerita yangg dibawakan oleh sekelompok orang yg berkeliling membentuk lingkaran sambil bernyanyi dan bertepuk tangan 3 Talibun merupakan jenis puisi lama yang mirip dengan pantun.Jika pantun setiap bait terdiri atas empat larik, talibun satu bait terdiri atas enam larik atau lebih asalkan genap. 2 Universitas Sumatera Utara menciptakannya sedemikian rupa, hingga begitu syahdu sampai-sampai para nelayan terlena dibuatnya. Riak ombak yang lemah gemulai dan sekali-sekali berombak besar, menjadikan gerak tarinya lemah gemulai atau tiba-tiba menyentak keras antara instrumen dan vokal ditengah lautan. Inilah filosofi yang mendasari lahirnya musik Sikambang. Setelah adanya lagu Sikambang berbentuk vocal, maka para nelayan mulai menyatukan dengan memukul papan pinggiran perahu sebagai instrumen. Pukulan pinggiran perahu diiringi dengan siulan pengganti melodi dan memukul besi-besi yang ada di perahu sebagai gong untuk tempo. Terciptalah satu kesatuan bunyi alami antara instrumen dan vokal di tengah lautan. Seiring perkembangannya, para nelayan mulai menciptakan gendang (gandang Sikambang) yang terbuat dari kayu bulat dan kemudian dilapisi kulit kambing, sedangkan bagian satu lagi dibiarkan kosong. Bagian yang kosong diganjal dengan kayu tipis dan diikat dengan rotan guna pengatur bunyi 4. Pada abad ke-7 sampai pada abad ke- 14 orang India datang ke Pesisir Pulau Mursala dan Barus.Hal ini sesuai dengan temuan sebuah prasasti di Lobu Tua yang bertahunkan 1010 saka atau 1088 M tentang adanya perkumpulan pedagang Tamil di Barus yang ditemukan 1873 5. Seiring kedatangan India Tamil ke Pesisir Mursala, maka terciptalah sebuah gendang (gandang batapik) terbuat dari kayu bulat panjang yang dikosongkan di bagian tengah, panjang 40 cm dan lingkaran 20 cm,yang pada kedua sisinya dibalut kulit kambing, yang diikat dengan rotan sehingga dapat dipukul dari dua 4 A. Hamid Panggabean,Op. Cit, hlm. 199. Jane Drakard, SEJARAH RAJA-RAJA BARUS Dua Naska dari Barus, Jakarta: Angkasa, 1998, hlm. 5 17. Universitas Sumatera Utara sisi. Setelah gandang batapik tercipta pula singkadau yang terbuat dari bambu, panjang 25 cm dengan tujuh lubang di atas. Masing-masing lubang berjarak 1 cm dan sebelah bawah terdapat 1 lubang. Lubang ini berfungsi untuk keserasian suara. Dengan terciptanya beberapa jenis alat musik, oleh para tokoh-tokoh kesenian Pesisir dibuatlah penggabungan bagi semua alat musik Sikambang, seperti :gandang batapik, singkadau, singkadu gong (canang) terbuat dari tembaga (carano) dipadukan dengan rebab serta harmonika. Musik Sikambang selain menggabungkan berbagai alat musik juga menggabungkan tarian, senandung dan pantun sehingga oleh masyarakat pesisir Sibolga sering disebut sebagai Kesenian Sikambang. Kesenian Sikambang dilaksanakan pada upacara-upacara adat, perkawinan dan perayaan hari-hari bersejarah di Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah sekitarnya. Sekitar tahun 1990 musik Sikambang masih sering dipertunjukkan. Hampir setiap ada pesta perkawinan selalu menggunakan musik sikambang sebagai hiburan. Itulah sebabnya penulis mangambil batasan diawalinya penelitian ini pada tahun 1990. Menjelang tahun 2003 musik Sikambang sudah mulai tidak diminati Masyarakat Pesisir di Sibolga. Hal ini bukan karena tidak memiliki penerus, tetapi lebih akibat pengaruh dari perkembangan musik modern dan budaya Barat yang masukke Sibolga. Salah satu contoh musik adalah alat musik keyboard 6 yang mengeser perkembangan musik tradisioanal. Penggunaan musik keybord lebih efisien dari pada penggunaan alat 6 Maulia Purba, Musik Populer, Jakarta: PT Pustaka Karya Grafikatama, 2006, hlm. 20 Universitas Sumatera Utara musik Sikambang. Hal ini terlihat dari setiap acara – acara yang terdapat di Sibolga, misalnya : acara pesta pernikahan dan acara peringatan hari pariwisata Tapanuli Tengah dan Sibolga. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah merupakan suatu hal yang penting dalam menuliskan skripsi ini.Rumusan masalah memudahkan penulis di dalam pengarahan pengumpulan sumber dalam rangka memperoleh data yang relevan 7. Inilah yang akan menjadi landasan penulisan nantinya pada bab-bab selanjutnya. Adapun permasalahan-permasalahan yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembanganseni Sikambang di Pesisir Barat Tapanuli sampai tahun 1990 ? 2. Bagaimana keberadaan seni Sikambang di Pesisir Barat Tapanuli (1990- 2003)? 3.Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan untuk melestarikan seni Sikambang, 19902003? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Setelah mengetahui apa yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian, maka hal selanjutnya adalah apa yang menjadi tujuan serta manfaat yang bisa ditarik dari penelitian ini. Adapun tujuan penelitian ini adalah : 7 J. Supranto, Metode Riset, Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 1986, hlm. 18. Universitas Sumatera Utara 1. Menjelaskan perkembangan seni Sikambang di Pesisir Barat Tapanuli hingga tahun 1990. 2. Menjelaskan keberadaan seni Sikambang di Pesisir Barat Tapanuli (19902003). 3. Menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan untuk mempertahankan seni Sikambang. Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Secara akademis dapat menjadi bahan rujukan bagi para sejarawan dalam menulis sejarah kebudayaan daerah. 2. Menambah wawasan pembaca mengenai Budaya Sikambang di Pesisir Barat Tapanuli. 3. Menjadi suatu deskripsi yang berguna bagi pemerintah dan masyarakat, mengenai perkembangan Budaya Sikambang. 1.4 Tinjauan Pustaka Untuk mendukung penulisan skripsi ini tentunya dibutuhkan buku – buku yang berhubungan dengan penulisan tentang perkembangan musik Sikambang di Sibolga dari tahun 1990 – 2003 sehingga dilakukan tinjauan pustaka. Dalam hal ini buku – buku yang digunakan antara lain, Abdul Hamid Panggabean dalam bukunya, “ Bunga Rampai Tapian Nauli: Sibolga ”, ( 1995 ), Gusti Asnan dalam bukunya “ Dunia Maritim Pantai Barat Sumatra ”, ( 2007 ), Muchtar Lubis dalam bukunya “ Budaya Indonesia: Kajian Universitas Sumatera Utara Arkeologi, Seni, dan Sejarah “, ( 1993 ), dan Mauli Purba dalam bukunya “ Musik Populer “, ( 2006 ). Buku yang dituliskan oleh Abdul Hamid Panggabean yang berjudul “ Bunga Rampai Tapian Nauli: Sibolga “( 1995), menjelaskan tentang sejarah perkembangan kota dan kemaritiman Sibolga yang berpengaruh terhadap corak kehidupan masyarakat dan budaya Kota Sibolga. Buku ini juga memberi keterangan tentang kebudayaan Sikambang yang merupakan perpaduaan musik, tarian, senandung, dan pantun 8. Di Kota Sibolga walau banyak terdapat etnis suku bangsa, terutama etnis Batak Toba,tetapi telah melebur menjadi satu budaya yang memperkaya perkembangan Seni Sikambang. Buku ini memberikan penulis inspirasi untuk menulis tentang perkembangan Seni Sikambang di Sibolga dari tahun 1990-2003 yang belum pernah ditulis secara rinci. Penulis berkeyakinan bahwa penulisan tentang Seni Sikambang sangat menarik,terutama seiring dengan pengaruh perkembangan budaya modern yang cukup banyak mempengaruhi Seni Sikambang. Gusti Asnan dalam bukunya yang berjudul “ Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera ” ( 2007 ), merupakan buku yang kedua yang memberikan keterangan – keterangan tentang hubungan yang terjadi di sepanjang Pantai Barat Sumatera, mulai dari Bengkulu, Padang, Natal, Padang Sidempuan, Sibolga dan Singkil. Daerah ini merupakan jalur perdangangan di wilayah pantai barat 9. Melalui buku ini kita dapat mengetahui bagaimana migrasi etnik Minangkabau, Mandailing, dan Aceh ke Sibolga,yang 8 Ibid, hlm. 199. Gusti Asnan, Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera, Yogyakarta: Ombak, hlm. 28. 9 Universitas Sumatera Utara mempengaruhi perkembangan budaya yang terdapat di Pesisir Barat Tapanuli, terutama Barus yang merupakan pusat kota perdangangan di Pesisir Tapanuli. Hal ini menjadi ketertarikan tersendiri bagi penulis dalam menuliskan perkembangan SeniSikambang yang terdapat di Pesisir Barat Tapanuli. Buku yang ketiga adalah buku karangan Muchtar Lubis dalam bukunya yang berjudul “ Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah “ (1993). Buku ini menjelaskan tentang faktor yang mempengaruhi suatu budaya berdasarkan kajian arkeologi, seni dan sejarah. Kaitan antara perkembangan ekonomi dan teknologi merupakan dasar yang mempengaruhi perkembangan suatu budaya. Selain itu juga buku ini menjelaskan tentang dampak dari suatu kebijakan politik pada para budayawan yang membatasi dalam berkarya 10. Buku ini dijadikan penulis sebagai referensi karena memberikan informasi tentang tantangan-tantangan dalam suatu perkembangan budaya. Hal itu sangat membantu dalam merumuskan tentang penulisan perkembangan budaya Sikambang di Pesisir Barat Tapanuli dari sudut arkeologi, seni dan sejarahnya. Akhirnya, buku yang ditulis oleh Mauli Purba yang judul bukunya “ Musik Populer “ ( 2006 ). Buku ini menjelaskan tentang perkembangan musik – musik modern yang mulai dikenal dan berkembang di tanah air, seperti alat musik biola, terompet, bass, keyboard, gitar ( klasik dan listrik ), dan lain – lain yang merupakan alat musik dari Barat yang kemudian berkembang mewarnai ragam musik tradisional. Salah satu contohnya adalah musik keroncong yang ada di nusantara. Musik daerah 10 Muctar Lubis,Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm. 42. Universitas Sumatera Utara merupakan keseluruhan musik yang berkembang di nusantara, yang menunjukkan ciri KeIndonesiaan. Ragam musik nusantara yang berkembang dapat dibedakan menjadi musik tradisi, musik keroncong, musik dangdut, musik perjuangan, dan musik pop. 1.5 Metode Penelitian Dalam penelitian sejarah yang ilmiah, pemakaian metode sejarah sangatlah penting. Pada umumnya disebut metode adalah cara, petunjuk pelaksana, proses, prosedur atau teknik yang sistematis penelitian 11. dalam penelitian untuk mendapatkan objek Sejumlah sistematika yang terangkum di dalam metode sejarah sangat membantu penelitian di dalam merekonstruksi kejadian pada masa lalu. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa masa lampau 12. Tahap – tahap yang dilakukan dalam penelitian sejarah, antara lain : Yang pertama adalah heuristik, yaitu mengumpulkan data atau menemukan sumber sejarah. Pada tahap awal ini ada dua carauntuk mendapatkan data yakni studi lapangan (observasi) dan studi pustaka (Library Research). Data dari hasil studi lapangan dapat diperoleh melalui wawancara dengan berbagai informan yang terkait dengan penelitian, seperti wawancara dengan mamak Chairul Lubis yang merupakan seorang seniman Seni Sikambang di pesisir Barat Tapanuli. Sedangkan studi kepustakaan dapat diperoleh dari berbagai buku, dokumen, arsip, dan lain sebagainya. Salah satu buku yang digunakan yakni Bunga Rampai Tapian Nauli: Sibolga karya A, Hamid Panggabean. 11 Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu, Hlm.11. Louis Gottschalk, Op.cit, hlm. 32. 12 Universitas Sumatera Utara Kritik sumber merupakan tahap yang kedua. Yang dimaksud dengan kritik sumber adalah kerja intelektual dan rasional yang mengikuti metodologi sejarah guna mendapatkan objektifitas suatu penelitian. Dengan demikian sumber sejarah dapat digunakan untuk mendapatkan otentisifitas dan kredibilitas sumber. Dalam hal ini yang selalu diingat bahwa sumber itu harus : dapat dipercaya (credible), penguatan saksi mata (eyewitness), benar (truth), tidak dipalsukan (unfabricated), dan handal (reliable). Upaya yang dilakukan dalam kritik sumber ada dua yaitu: kritik eksternal adalah usaha mendapatkan keaslian sumber dengan melakukan penelitian fisik terhadap suatu sumber, dan kritik interel adalah kritik yang mengacu pada kebenaran sumber, artinya apakah isi dokumen ini terpercaya, tidak dimanipulasi, dan lain – lain. Pada tahap yang ketiga adalah interpretasi. Interpretasi merupakan tahap dimana peneliti berusaha menghubungkan fakta, dan menyalinnya dalam pengertian logis dan rasional. Histiografi merupakan tahap keempat atau tahap terakhir dalam metode sejarah atau dapat juga dikatakan sebagai penulisan terakhir. Histiografi ini merupakan presentasi hasil penelitian yang tersusun secara kronologis dan sistematis, yang didahului dari pengumpulan sumber, kritik sumber ( kritik ekstern dan kritik intern ) serta hasil dari interpretasi yang bersifat menjelaskan perkembanganSeni Sikambang di Pesisir Barat Tapanuli. Universitas Sumatera Utara