Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” MENGANTISIPASI KETERGANTUNGAN SEKSUAL SEBAGAI DAMPAK ONLINE GAMES PADA REMAJA Firda Djuita, R. Silvia Andayani STIBA Satya Widya Surabaya [email protected];[email protected] ABSTRAK Hampir seluruh online games mengandung unsur pornography mulai dari yang paling ringan yaitu penampilan tokoh jagoan perempuan dengan pakaian sexy sampai dengan berbagai games yang melibatkan pemain dalam adegan seksual, perkosaan, dll. Disamping itu berbagai iklan memakai figure perempuan berpakaian sexy bahkan terdapat “iklan” dengan tujuan terselubung menjajakan seks. Game online ini dapat berdampak buruk bagi anak / remaja yang memainkannya, salah satunya adalah ketergantungan seksual. Ketergantungan seksual berlangsung dalam lima tahap yaitu „Early Exposure”, umumnya orang terkena ketergantungan ini dimulai sejak melihat tampilan porno pada usia anak/remaja; „Addiction‟ menjadikan tontonan porno sebagai bagian kehidupannya; „Escalation‟, dimana penderita tidak lagi cukup melihat bahkan mulai mempergunakan ; „Desensitization‟, merasakan tontonan porno sudah tidak memuaskan keinginannya lagi; „Acting out Sexually‟ penderita melakukan tindakan seksual „Repetition‟ sebagai salah satu proses belajar terjadi dalam memainkan games karena gamers bermain secara berulang-ulang sehingga akan terjadi penguatan memory dan skill tentang kandungan nilai seksual yang ada pada games yang nantinya bisa menjadi pengetahuan yang permanen dan membentuk perilakunya. Kata kunci: Dampak, Ketergantungan Seksual, Online Games PENDAHULUAN Perkembangan teknologi komunikasi telah mengantarkan berbagai piranti seperti laptop, komputer, dan telepon genggam canggih yang memungkinkan manusia bekerja, berkomuniukasi bahkan mendapatkan hiburan. Selintas keberadaan piranti ini tampak memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam menjalani kegiatan namun apabila dicermati lebih jauh dapat dilihat bahwa adanya internet yang memungkinkan piranti tersebut menghasilkan berbagai kegiatan canggih, juga memberikan dampak buruk yang mengancam masa depan anak dan remaja kita. Salah satunya adalah ketergantungan seksual yang dapat ditimbulkan oleh online games yang sangat digemari kaum remaja dan anak-anak. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Online Games adalah games berbasis internet yang dapat diakses melalui telepon selular, ipad, laptop, dan komputer. Sejak awal games ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi yang terbaru mulai dari sistem hard wired terminal, modem, sampai dengan internet. Internet memungkinkan para pemain untuk bermain bersama dan saling berinteraksi dalam permainan, disamping itu dengan adanya ternologi 3D visualization maka games akan semakin mendekati bentuk dunia nyata sehingga bermain games akan memberikan sensasi yang luar biasa dimana pemain seolah terlibat dalam permainan tersebut. Hampir seluruh online games mengandung unsur pornography mulai dari yang paling ringan yaitu penampilan tokoh jagoan perempuan dengan pakaian sexy sampai dengan berbagai games yang melibatkan pemain dalam adegan seksual, perkosaan, dll. Disamping itu berbagai iklan memakai figure perempuan berpakaian sexy bahkan terdapat “iklan” dengan tujuan terselubung menjajakan seks. Perkembangan teknologi juga menyentuh dunia pendidikan. Saat ini bagi siswa Sekolah Dasar sudah merupakan hal yang biasa ketika guru memberikan tugas untuk browsing di internet dan umumnya karena keterbatasan fasilitas maka anak-anak akan memanfaatkan Warnet . Di satu sisi penugasan siswa ini sangat baik, siswa akan menjadi lebih mandiri, paham teknologi, kreatif, dan luas pengetahuannya, namun bisakah kita menjamin bahwa anak tidak akan memanfaatkan kesempatan ke warnet ini untuk bermain game? Selama ini kita banyak mendengar keluhan orang tua bahwa anak-anak kecanduan bermain game online, hal ini membuktikan bahwa anak-anak dan remaja kita telah menjadikan bermain games sebagai bagian dari aktifitasnya sehari-hari. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bermain games menimbulkan berbagai dampak buruk bagi anak/remaja. Dalam www.parenting.co.id/usiasekolah/bahaya+kecanduan+game+online dicantumkan penelitian yang pernah dipublikasikan dalam jurnal pediatrics yang antara lain dilakukan di Seattle Children‟s Research Institute (2011), Iowa State University (2010) dan Stanford Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” University School of Medicine (2009), kebanyakan main game bisa mengganggu tumbuh kembang anak antara lain: - Masalah sosialisasi. - Masalah komunikasi - Mengikis empati - dampak violence - Gangguan motorik/tubuh kurang gerak – obesitas - Gangguan kesehatan (sakit kepala, nyeri leher, gangguan tidur, gangguan perglihatan) Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa bermain online games dapat menimbulkan berbagai dampak buruk dan dalam makalah ini penulis akan memfokuskan pada ketergantungan seksual yang mungkin dialami anak/remaja sebagai dampak bermain game online. PEMBAHASAN Ketertarikan anak terhadap sex Ketertarikan atau rasa ingin tahu terhadap sex merupakan kondisi yang normal terjadi pada semua manusia. Pada anak batita ketertarikan ini biasanya sebatas mengeksplorasi diri sendiri karena itu sering kali kita mengetahui anak meraba alat kelaminnya sendiri. Seiring dengan perkembangan usia dan ketika anak sudah memasuki usia sekolah ketertarikan ini akan berkembang dimana anak mulai memiliki rasa ingin tahu atas lawan jenisnya karena pada usia sekolah ini pula anak sudah semakin banyak bergaul dengan teman-teman dari lawan jenisnya. Interaksi dengan lawan jenis, pembicaraan tentang hal berbau seksual yang biasanya terjadi dikalangan anak remaja, dll memberikan kontribusi yang kuat bagi perkembangan seksual anak. Hurlock (1981: 438) menyatakan “As children of today are surrounded by sex in the mass media, all forms of mass media-comics, movies, television, and news papers-contribute pictures and information about sex that increase children‟s interest in it. Rating of movies and television shows as “unsuitable for children” or “suitable only with parental guidance” further heightens children‟s interest in sex.” Kutipan ini menjelaskan bahwa ketertarikan anak terhadap sex sangat dipengaruhi oleh gambar dan informasi yang ditampilkan dalam berbagai media massa disamping itu rasa ingin tahu anak juga semakin memperkuat ketertarikannya terhadap sex. Hal ini memberikan gambaran pada kita bahwa Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” ketertarikan terhadap sex sudah merupakan keadaan yang alamiah pada anak dan ketertarikan ini akan semakin meningkat dengan adanya rangsangan atau pengaruh dari lingkungan dimana anak tumbuh yang antara lain datang dari media massa dalam bentuk gambar dan informasi lainnya, termasuk pula di dalamnya internet dengan online games nya yang sangat terkenal. Di dunia pendidikan kita mengenal John Locke dan Francis Bacon dengan teori Tabula Rasa yang memandang bayi lahir bagai kertas putih sehingga pendidikan dan lingkungan akan menentukan „warna‟ sang anak. Meminjam teori ini jelaslah bahwa apa yang dialami, dilihat, dll oleh anak dalam lingkungan hidupnya akan mempengaruhi perkembangan dan pembentukan pribadi anak termasuk pula dalamnya dengan perkembangan seksualnya. Lebih jauh lagi Locke menyatakan ada dua macam pengalaman manusia, pengalaman lahiriah (eksternal sensation) yaitu pengalaman yang menangkap segala aktifitas material yang berhubungan dengan panca indra serta pengalaman batiniah (internal sense) yang akan terbentuk ketika manusia memiliki kesadaran terhadap aktifitasnya sendiri dengan cara „mengingat‟, „menghendaki‟, „meyakini‟, dsb. Mengacu pada pendapat Locke diatas, penulis berkesimpulan bahwa apa yang dilihat, didengar, dirasakan akan membentuk pengalaman batin seseorang, apalagi bila aktifitas material ini berlangsung secara berulang-ulang misalnya seperti dalam bermain game, dalam hal ini berlaku prinsip repetisi. “Repetition can be called the key part of learning because actually the most often the learners repeat a pattern of thought such as certain information, the more likely they will be able to recall that information and later on will be established in the long term memory.”(Firda Djuita, 2015:345) Jelaslah bahwa dengan melihat, mendengar, merasakan sesuatu secara berulang-ulang maka informasi yang ditangkap akan menetap dalam ingatan jangka panjang, dengan kata lain informasi yang dipelajari akan menjadi pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki serta membentuk perilaku. Dalam Yale Journal of Biology and Medicine, Ashley Voss (2015, 319324) menyatakan “Human beings practice who they want to become, and individuals must be careful what they practice and how they program their brains. When a young child spends too much time in internet gaming or pornography, Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” there can be significant problems associated with excessive use.” . Kutipan ini menjelaskan bahwa otak akan terbentuk sesuai dengan apa yang dilakukan dan bagaimana seseorang membentuk otaknya. Lebih jauh lagi dinyatakan bahwa apabila pada usia dini seorang anak menghabiskan banyak waktu bermain game atau melihat pornografi maka kelak mereka mungkin akan mengalami kecanduan/ketergantungan. Tampilan berbau seksual dalam online games Dalam http://www.pamf.org/parenting-teens/general/media- web/videogames.html dijelaskan ada enam „Rating Symbols‟ yang dipakai untuk mengklasifikasikan peruntukan games yang dapat dijelaskan sebagai berikut: - EC (Early Childhood) : Game ini untuk anak-anak usia 3 tahun keatas. Game ini tidak mengandung materi yang tercela - E (Everyone) : Sesuai untuk usia 6 tahun keatas. Game ini mungkin bermuatan kekerasan ringan serta guyonan seperti mengganggu atau menjahili seseorang - T (Teen) : Sesuai untuk usia 13 tahun keatas. Mengandung lebih banyak kekerasan dari pada E Rating serta mengandung bahasa yang kasar serta tema yang kurang pantas , vulgar, kasar mengandung seks. - M (Mature) Untuk 17 tahun keatas. Mengandung tema seksual, kekerasan serta bahasa yang lebih keras dibandingkan T - AO (Adult Only): Hanya untuk orang dewasa dan mengandung grafis seks dan kekerasan. Game ini tidak diperuntukkan bagi orang berusia dibawah 18 tahun. - RP (Rating Pending) : Games yang menunggu pengesahan dari ESRB untuk penentuan rating. Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa game yang diperuntukkan bagi remaja telah mengandung materi berbau seksual apalagi game yang diperuntukkan bagi orang dewasa, sementara itu game-game ini dapat diunduh dengan mudah bahkan banyak game yang bisa diunduh secara cuma-cuma. Kandungan seksual dalam game ini dapat dilihat mulai dari penampilan tokoh-tokoh jagoan perempuan yang berpenampilan seksi sampai denganberbagai adegan yang tak pantas karena ada pula game yang menampilkan adegan seksual Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” seperti perkosaan ( GTA4) dan hubungan seksual (dalam game dengan rating M atau AO). Yang patut disayangkan adalah bahwa game ini bisa diunduh dengan mudah bahkan dengan gratis. Sebagai contoh penulis akan membahas sekilas game yang berjudul Oppa Jahat. Game ini terbagi atas beberapa cerita yang antaranya berjudul “Kisah Romantis”, “Kencan Mesra”, dan “Opa Peluk Aku”. Dalam previewnya yang terdapat dalam bahasa Inggris dan Indonesia, dijelaskan tentang game ini antara lain: There are over 100 belles in the game to play with you and also flirt with you. After developed, it will become more tempting. The develop system can give you different ways to conquer and develop your belles. Being gentle or hard to them is always up to you. You can do what ever you want to your girls. Para wanita cantik dan gemulai sedang melarikan diri dari kejaran para Oppa-oppa yang genit Subordinat: Kencani para gadis kamu, ajak mereka liburan, makan bareng, bermain, bahkan sampai mandi uap dan ke Hot spring bersama! Pengalaman paling HOT Cuma ada disini!!!!! Dari tiga judul yang diperkenalkan dapat dilihat bahwa game ini mengandung makna seksual yang sangat kuat. Beberapa bagian yang penulis garis bawahi diatas mengandung makna seksual seperti frasa “flirt with you” bermakna para tokoh, gadis cantik dan gemulai tersebut dimainkan dengan mengencani mereka dan semakin tinggi level permainan akan menjadi semakin menantang. Kemudian diikuti dengan “You can do whatever you want to your girls” semakin menguatkan makna tersebut bahwa pemain bisa memainkan fantasi seksualnya dan tampak lebih jelas lagi pada kalimat perintah “Kencani para gadis kamu, ajak mereka liburan, makan bareng, bermain, bahkan sampai mandi uap dan ke Hot spring bersama!” dan “Pengalaman paling HOT Cuma ada disini” Jelaslah game ini menawarkan fantasi seksual bagi pemainnya. Ketergantungan Seksual Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia ketergantungan seksual didefinisikan sebagai adiksi seksual yaitu ketagihan (kecanduan) seksual, sementara Sehat Ki.com mendefinisikan kecanduan seks sebagai perilaku seksual berulang yang memiliki konsekuensi negatif terhadap diri sendiri dan orang lain. Ketergantungan seksual berlangsung secara bertahap. Gene McConnell and Keith Campbell dalam http://www.focusonthefamily.com/marriage/divorceand-infidelity/pornography-and-virtual-infidelity/stages-of-porn-addiction mengemukakan lima tahapan dari ketergantungan seksual yang dapat dijelaskan secara berikut: 1. Early exposure. Tahap ini bisa disebut sebagai tahap pengenalan awal. Tahap ini biasa terjadi pada usia dini saat anak mulai melihat materi pornografi dan tahap ini sesungguhnya sangat berbahaya karena tahap ini akan cenderung berlanjut ke tahap berikutnya. 2. Addiction. Pada tahap ini penderita akan terus berulang menikmati materi pornografi, mulai mencari materi porno yang lebih dan menikmatinya sebagai bahagian dari kehidupannya. Penderita telah terjerat dan sulit untuk bisa meninggalkan kebiasaan menikmati pornografi. 3. Escalation Dalam tahap ini penderita akan terus mencari materi pornografi untuk dinikmati dan mulai menggunakan atau melakukan tindakan porno yang dulu pada tahap awal mungkin terasa menjijikkan namun pada tahap ini justru penderita menikmatinya. 4. Desensitization. Pada tahap ini penderita sudah tidak merasa cukup hanya menikmati/melihat materi pornografi. Penderita bahkan sudah tidak lagi merasakan kepuasan seperti sebelumnya, sehingga berusaha mencari yang lebih. 5. Acting out sexually. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Pada tahap ini penderita berpindah dari sekedar gambar porno atau alat peraga lainnya kepada dunia nyata, dimana penderita melakukan berbagai aktifitas seksual sampai dengan pemerkosaan. Jika diperhatikan tahap awal yaitu Early Exposure, maka dapat disimpulkan bahwa tahap ini bisa dengan mudah terjadi dan sangat mungkin terjadi pada saat anak melihat berbagai tayangan sexy dari permainan game baik yang dimainkannya ataupun dari berbagai iklan yang muncul pada saat suatu game dimainkan. Didorong rasa ingin tahu anak sebagai tahap perkembangan seksualnya maka mungkin anak akan mencari tahu lebih lanjut. Adanya internet memfasilitasi hal ini karena anak bisa dengan mudah mengakses game dengan kandungan pornografi. Perlu ditekankan bahwa hanya dengan mencoba kata kunci “game dewasa” saja maka dengan otomatis bermunculan berbagai game dengan tanmpilan gambar pula. Mengacu pada pendapat Elizabeth Hurlock yang penulis kutip sebelumnya, maka jelaslah bahwa rasa ingin tahu akan sangat mendorong anak / remaja untuk mencari tahu lebih lanjut sementara itu akses untuk mendapatkan game porno ini sangat terbuka. Peran Orang Tua, Guru, Masyarakat Pembinaan moral merupakan tanggung jawab bersama yang melibatkan orang tua, guru dan masyarakat umumnya. Sebagai orang tua kita hendaknya memiliki pengetahuan yang luas tentang fenomena ayang berkembang dalam kehidupan anak/remaja termasuk pula tentang keberadaan internet yang memungjinkan anak-anak kita mengakses berbagai game dengan kandungan seksual. Sementara itu dalam kenyataannya kita sering mendapatkan sikap orang tua yang justru memberi peluang timbulnya permasalahan seperti pemberian gadget canggih untuk anak yang akan memungkinkan anak mengakses internet dengan mudah disetiap saat. Menghadapi sikap yang demikian ini kiranya sekolah dapat ikut serta memberikan pemahaman kepada orang tua bahwa semakin canggih gadget yang diberikan kepada anak maka orang tua harus semakin waspada dan memperhatikan apa yang mungkin diakses oleh anak. Lebih jauh lagi kiranya perlu dihimbau agar lembaga yang berwenang seperti Departemen Komunikasi Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” dan Informasi dapat mengambil tindakan tegas dengan penyaringan materi game dll yang mengandung pornografi. KESIMPULAN Berbagai online game yang beredar ternyata mengandung nilai pornografi mulai dari penampilan tokoh-tokoh wanita sexy sampai dengan permainan yang mengandung fantasi seksual. Hal ini dapat berdampak buruk pada anak/remaja dalam bentuk ketergantungan seksual yang akan sangat berbahaya bagi masa depannya. Oleh karena itu perlu perhatian yang serius dari orang tua, masyarakat khususnya para pendidik dan pemerintah agar dapat memberlakukan penyaringan materi pornografi dalam game. REFERENCE Firda Djuita. 2015. Fantasy Violence in Online Game. Prosiding seminar nasional bahasa dan sastra VII, Hal. 344-347. Hurlock, Elizabeth B. 1978. Child Development. Auckland: McGraw-Hill www.parenting.co.id/usia-sekolah/bahaya+kecanduan+game+online http://www.pamf.org/parenting-teens/general/media-web/videogames.html http://www.focusonthefamily.com/marriage/divorce-and-infidelity/pornographyand-virtual-infidelity/stages-of-porn-addiction Voss, Ashley. 2015. Case Report: Internet Gaming Disorder Associated With Pornography Use. Yale Journal of Biology and Medicine, (p.319-324).