Konflik kepentingan antara pemilik perusahaan

advertisement
Analisis Kebijakan Hutang, Kebijakan Devidend, dan Nilai Perusahaan
Sebagai Mekanisme Corporate Governance
Studi Pada Perusahaan Jakarta Islamic Index (JII) dan Industri
Perbankan yang Tercatat DI Bursa Efek Indonesia
(Wiwiek Prihandini)
Institut Perbanas
Conflicts of interest between owners and managers arise because managers
do not always act in the interest of the owner. Debt and dividend policy is a
management tool that can be used to reduce conflict. This study aimed to
identify the effect of debt and dividend policy to the value of the company as
a corporate governance mechanism, and the difference between group
companies which are included in the Jakarta Islamic Index (JII) by the
banking industry listed on the Indonesia Stock Exchange. This study used
data of 2009 Financial Statements and are processed using multiple
regression. Debt policy and dividend policy of each are proxied by Debt
Equity Ratio and Cash Devidend. This study concluded that dividend policy
affects firm value, and there was no significant difference between
companies that fall into the category JII with companies in the banking
group on the effect of debt policy and dividend policy on firm value.
Pendahuluan
Konflik kepentingan antara pemilik perusahaan (prinsipal) dan manajer (agent) secara
jelas telah dipaparkan dalam Agency Theory. Konflik ini terjadi karena pemilik selalu
berupaya untuk meningkatkan kekayaannya melalui peningkatan nilai saham yang dimiliki,
sementara agen tidak selalu bertingkah laku seperti yang diinginkan prinsipal. Corporate
governance mencoba mengatasi persoalan ini melalui pembuatan sistem, proses, dan
prosedur yang mengatur hubungan antara pemegang saham selaku pemi
liki perusahaan, komisaris, dan managemen yang diwakili oleh direksi. Dua kebijakan
keuangan sebagai bentuk mekanisme corporate governance dapat digunkan untuk
mengurangi konflik antara pemegang saham dan manajemen adalah kebijkan hutang dan
kebijakan deviden (Alwi, 2009, 112). Kebijakan ini muncul sebagai konsekuensi adanya free
cash flow (FCF). Selanjutnya dijelaskan bahwa kebijakan dividen dapat mengurangi konflik
keagenan melalui tekanan manajemen dalam pasar modal, sementara ketika terjadi tambahan
1
modal manager dapat dimonitor oleh pasar modal. Kebijakan hutang juga dapat digunakan
sebagai
mekanisme
corporate
governance
untuk
mengurangi
konflik
keagenan
(Jensen&Mekling 1976, Lang&Young, 2001, dalam Alwi, 2007; 112). Peningkatan hutang
akan mendorong perusahaan untuk menggunakan kas secara lebih efisien, karena kas dapat
dipakai untuk membayar bunga pinjaman secara periodik. Pemegang saham tentu
menginginkan FCF digunakan untuk membayar dividen sementara manajemen menginginkan
FCF dipakai untuk membiayai ekspansi usaha terutama bagi perusahaan yang memiliki
investment opportunity set (IOS) yang tinggi. Sementara pemegang saham selalu
menghendaki pengembangan usaha seharusnya dibiayai dengan hutang. Secara teori
kebijakan hutang diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan, yang secara ekonomi
dapat dicerminkan dengan peningkatan laba. Selanjutnya peningkatan laba diharapkan dapat
meningkatkan earning per share, dan berdampak pada.peningkatan nilai perusahaan (Value
of the Firm).
Berkaitan dengan kebijakan hutang, sangat menarik untuk membahas perusahaanperusahaan yang masuk dalam kategori Jakarta Islamic Index (JII) dan perusahaan yang
bergerak dibidang perbankan, yang keduanya memiliki perbedaan ekstrim. Pada perusahaan
yang masuk dalam kategori JII, jumlah pinjmannya dibatasi tidak boleh lebih dari 45% dari
total pasiva, sementara pada perusahaan yang bergerak dibidang perbankan sebagaian besar
pasivanya dibiayai oleh hutang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengindikasikan pengaruh kebijakan hutang dan
dividen terhadap nilai perusahaan sebagai mekanisme corporate governance dan perbedaan
pengaruh kebijakan hutang dan kebijakan dividend terhadap nilai perusahaan antara
perusahaan yang sebagian besar dibiayai oleh hutang yang diwakili oleh industri perbankan
dengan perusahaan yang pembiayaan hutangnya tidak lebih dari 45% dari total Assetnya
yang diwakili oleh perusahaan yang masuk dalam kelompok Jakarta Islamic Indeks.
2
Pembahasan mengenai masalah keuangan dan corporate governance umumnya
mengakui bahwa hutang merupakan mekanisme penting untuk menyelesaikan masalah agensi
dalam perusahaan. Secara khusus Jensen (1986) dalam Sarkar (2005;1), mengatakan bahwa
di tangan pemegang saham, hutang dapat menjadi alat yang efektif digunakan sebagai
pengekang manajemen yang tidak selalu berbuat untuk kepentingan pemegang saham. Di sisi
lain, hutang membuat manajemen memiliki insentif untuk memperluas bisnis usaha melebihi
dari ukuran perusahaan. Hal ini sejalan dengan tujuan manajemen yaitu memperoleh tingkat
keuntungan yang diharapkan. Selanjutnya kinerja keuangan yang memuaskan akan
digunakan manajemen untuk membangun “kerajaan” yang sering mengarah pada
peningkatan kekuatan manajerial,
remunerasi manajemen yang tinggi, dan penggunaan
sumber daya yang berada di bawah kendali manajeme. Secara stratejik penggunaan hutang
dapat dipakai sebagai mekanisme pengaturan untuk mengurangi biaya agensi melalui
keselarasan kepentingan pemegang saham dan manajemen dan disebut sebagai control
hypothesis (Jensen, 1986, dalam Sarkar 2005;1).
Peningkatan hutang akan memicu perusahaan untuk menggunakan kas secara lebih
efisien, karena kas akan dipakai untuk membayar pokok dan bunga pinjaman secara periodik.
Hal ini juga berarti akan mengurangi konflik kepentingan antara pemegang saham mayoritas
dan minoritas, karena tidak semua free cash flow seluruhnya digunakan untuk kepentingan
pemegang saham mayoritas. Kebijakan hutang juga dapat mengurangi kecenderungan agen
yang ingin meningkatkan kekayaannya dengan menggunakan kekayaan principal, karena
gagal bayar atas hutang yang dilakukan akan dapat merusak reputasi manajemen, Hutang
dapat menggeser fungsi pengawasan manajemen dari yang semula dilakukan oleh pemegang
saham kepada pemberi pinjaman atau kreditor (Jensen& Meckling 1976 dalam Alwi, 2009;
115). Namun demikian jumlah hutang yang berlebihan dan tidak dikelola dengan baik dapat
3
menurunkan kinerja perusahaan, karena bagaimanapun juga setiap hutang yang dilakukan
manajemen mempunyai konsekuensi biaya bunga.
Selain kebijakan hutang, kebijakan dividen dapat mengurangi konflik agensi melalui
pengurangan jumlah free cash flow yang tersedia bagi manajer, untuk kepentingan pemegang
saham. Peningkatan deviden dapat mengurangi konflik free cash flow dan memperlihatkan
kepada publik bahwa mayoritas pemegang saham tidak menggunakan free cash flow untuk
kepentingannya sendiri. (Jensen&Meckling dalam Alwi 2009; 113). Namun Jensen, (1986)
dalam Kowalewski, (2007; 4) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki free cash flow
yang cukup substansial cenderung melakukan investasi proyek dengan net present value yang
negatif.
Tidak ada yang dapat memastikan mengenai alasan mengapa perusahaan membayar
dividen kas kepada pemegang saham. Sejak diperkenalkannya istilah mengenai dividend
puzzle, beberapa peneliti mencoba menawarkan alternatif untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Kowalewski menjelaskan bahwa hal tersebut
terjadi karena adanya asymetry
information antara internal dan eksternal manajemen, dan menyarankan bahwa melalui
kebijakan deviden, perusahaan dapat menunjukkan keuntungan perusahaan pada masa yang
akan datang. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan dividen mengarah pada pengurangan
masalah agensi, yaitu antara internal manajemen dengan pemegang saham, karena
pembayaran deviden merupakan bentuk dari memaksimumkan kekayaan pemegang
saham.(Kowalewski, 2007;4)
Penelitian mengenai kebijakan dividen menyatakan bahwa perusahaan hanya
meningkatkan dividen pada saat manajemen percaya bahwa pendapatannya secara permanen
meningkat (Linter’s, 1956 dalam Mehar, 2002; 2). Beberapa waktu kemudian (Miller dan
Modigliani 1961 dalam Mehar, 2002; 9) menyarankan bahwa dividend dapat mengawali
informasi mengenai aliran kas pada masa yang akan datang ketika pasar dalam keadaan tidak
4
sempurna. Melalui sumber dan penggunaan dana, diindikasikan bahwa keputusan dividen
dapat mengungkapkan pendapatan saat ini kepada pasar. (Miller dan Rock 1985 dalam Mehar
2002; 9)
Beberapa objek pengamatan yang dapat digunakan sebagai alat alat dalam mekanisme
corporate governance yaitu kebijakan hutang, kebijakan dividen, free cash flow, dan nilai
perusahaan. Dalam penelitian ini pembahasan hanya dibatasi pada tiga variabel saja yaitu
kebijakan hutang, kebijakan dividend, dan nilai perusahaan. Hipotesis yang akan diuji dalam
penelitian ini adalah
Ha1: Kebijakan hutang dan kebijakan dividend berpengaruh terhadap nilai perusahaan
Ha2: Terdapat perbedaan pengaruh atas kebijakan hutang dan kebijakan divendend terhadap
nilai perusahaan antara perusahaan yang tergabung dalam Jakarta Islamic Indexs dan
industri Perbankan
PEMBAHASAN
Model Penelitian
Analisis regresi merupakan model persamaan linier yang digunakan untuk
menjelaskan pengaruh Debt to Equity Ratio dan Cash Dividend terhadap Nilai Perusahaan.
Dalam hal ini Debt to Equity Ratio dan Cash Dividend sebagai variabel bebas (independence
variable) dan Value of Firm sebagai variabel tak bebas (dependence variable). Secara umum
model regresi berganda (multiple regression) dapat dituliskan dalam persamaan sebagai
berikut Yi   0  1 X 1i   2 X 2i  .......   p X pi   i . Dengan menggunakan metode OLS

(Ordinary Least Square), maka dugaan bagi   ( X ' X ) 1 X 'Y . Dalam penelitian ini model
yang akan diuji, yaitu : VF = β0 + β1 (DER) + β2 (CD) + β3 (D1) + e, dimana dalam bentuk
standardized menjadi Z (VF) = β0 + β1 Z(DER) + β2 Z(CD) + β3 (D1) + e, dengan parameter
dan variabel sebagai berikut :
5
β0
= Konstanta
β1, β2, β3
= Koefisien Regresi
e
= error term, diasumsikan 0
VF
= Value of Firm
DER
= Debt to Equity Ratio
CD
= Cash Dividend
D1
= Dummy Perusahaan JII dan Non JII (1 = JII, 0 = Non JII)
Model diatas merupakan persamaan regresi berganda yang digunakan untuk
menjelaskan pengaruh Debt to Equity Ratio dan Cash Dividend terhadap Nilai Perusahaan.
Sedangkan hipotesis yang akan diuji dalam model persamaan regresi tersebut adalah sebagai
berikut :
Hipotesis 1 (Pengujian Bersama Model)
H0 : β1 = β2 = β3 = 0 (Tidak ada pengaruh bersama yang signifikan Debt to Equity Ratio dan
Cash Dividend terhadap Nilai Perusahaan)
H1 : ada i dimana βi ≠ 0 (Minimal ada satu variabel yang memiliki pengaruh secara signifikan
terhadap Nilai Perusahaan)
Hipotesis nol ditolak jika nilai F hitung lebih besar F tabel (Fα(p,(n-p-1))) atau jika nilai
probabilitas lebih kecil dari nilai taraf nyata (α) 0.05.
Hipotesis 2 (Pengujian Parsial Parameter Model Regresi)
H0 : β3 = 0 (Tidak ada pengaruh yang signifikan Dummy Perusahaan JII dan Non JII
terhadap Nilai Perusahaan)
H1 : β3 ≠ 0 (Ada pengaruh yang signifikan Dummy Perusahaan JII dan Non JI terhadap Nilai
Perusahaan)
Hipotesis nol ditolak jika nilai t hitung lebih besar t tabel dengan derajat bebas n-p-1 dengan t

hitung t 
3
S 2
atau jika nilai probabilitas lebih kecil dari nilai taraf nyata (α) 0.05.
3
Dalam penelitian ini digunakan data laporan keuangan yang tersaji dalam Factbook
2010, yang memuat data laporan keuangan semua perusahaan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia (BEI) tahun 2009. Selain itu data mengenai cash dividend yang merupakan proksi
dari kebijakan dividen diambil dari website www.idx.co.id.
6
Deskripsi Data
Tabel statistik deskriptif menunjukkan rata-rata, standar deviasi, skewness, kurtosis.
Nilai rata-rata menunjukkan nilai tengah data, sedangkan standar deviasi menunjukkan
keragamaan data. Skewness menunjukkan juluran sebaran data. Nilai skewness yang positif
berarti sebaran data cenderung menjulur kekanan dan negatif berarti sebaran data cenderung
menjulur kekiri. Sedangkan kurtosis menunjukkan bobot ekor pada sebaran data. Kurtosis
bernilai positif menunjukkan sebaran data yang cenderung memiliki bobot ekor yang panjang
dan negatif menunjukkan sebaran data memiliki bobot ekor yang pendek.
Tabel 1. Statistik Diskriptif
Perusahaan JII
Value of Firm
DER Cash Dividend
Value of Firm
Rata-rata
34.824.400.000.000
0,854
801.126.000.000
16.499.800.000.000
7,916
331.912.000.000
Stand. Dev
44.981.070.000.000
0,845
1.338.499.000.000
31.530.280.000.000
8,018
842.128.500.000
Skewness
2,262
2,422
2,642
2,438
-4,507
2,866
Kurtosis
5,660
6,934
7,844
5,032
22,638
7,607
Variabel
Perusahaan non JII
DER
Cash
Dividend
Sumber: Pengolahan Data
Dari 55 perusahaan yang menjadi sampel penelitian 22 perusahaan tidak membagikan
cash deviden, dan 33 perusahaan membagikan cash deviden. Baik kelompok yang
membagikan maupun yang tidak membagikan keduanya terdiri dari perusahaan yang masuk
dalam kategori JII dan Perbankan. PT Telkom merupakan perusahaan dengan nilai
perusahaan tertinggi yaitu sebesar 190.512 milyar rupiah, dari perbankan BCA merupakan
bank dengan nilai perusahaan tertinggi yaitu sebesar 118.378,8 milyar rupiah. Bank dengan
nilai perusahaan terkecil adalah Bank Eksekutif dengan nilai perusahaan sebesar 76,475
milyar rupiah.
Pengujian Asumsi Regresi
1. Kenormalan Data
7
Pengujian kenormalan berguna untuk menguji apakah data yang digunakan untuk
analisis regresi mengikuti sebaran normal. Pengujian kenormalan data menggunakan statistik
uji Jarque-Bera dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : Data mengikuti sebaran normal
H1 : Data tidak mengikuti sebaran normal
Jika diperoleh nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05 maka Hipotesis nol ditolak, dan jika
probabilitas lebih besar dari 0.05 maka Hipotesis nol diterima.
Berdasarkan hasil statistik Jarque-Bera di atas, diperoleh nilai probabilitas sebesar
0.315 lebih besar dari 0.05, sehingga disimpulkan data mengikuti sebaran normal.
2. Multikolinieritas
Pengujian
multikolinieritas
digunakan
untuk
melihat
apakah
ada
gejala
multikolinieritas antar variabel bebas. Pengujian multikolinieritas menggunakan korelasi
pearson, dimana semakin tinggi nilai korelasi atau semakin mendekati 1, maka cenderung
semakin tinggi multikolinieritas antar variabel bebas.
Tabel 2. Korelasi Pearson
VALUEFIRM
VALUEFIRM
1.000000
DER
-0.085160
CASHDIV
0.951834
Sumber: Pengolahan Data
DER
CASHDIV
-0.085160
1.000000
-0.068222
0.951834
-0.068222
1.000000
Berdasarkan tabel 2 di atas, diperoleh nilai korelasi antara variabel bebas Debt to Equity
Ratio dan Cash Dividend sebesar -0.068 < 0.3 sehingga tidak ada gejala multikolinieritas
antar variabel bebas.
3. Heterokesdatisitas
8
Pengujian
heterokesdatisitas
heterokesdatisitas
ragam
sisaan
berguna
dari
model
untuk
melihat
regresi.
apakah
Pengujian
ada
gejala
heterokesdatisitas
menggunakan uji F dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : Tidak ada gejala heterokesdatisitas
H1 : Ada gejala heterokesdatisitas
Jika diperoleh nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05 maka Hipotesis nol ditolak, dan jika
probabilitas lebih besar dari 0.05 maka Hipotesis nol diterima.
Tabel 3. White Heteroskedasticity
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
Obs*R-squared
0.425469
3.789312
Probability
Probability
0.899737
0.875615
Sumber: Pengolahan Data
Berdasarkan hasil White Heteroskedasticity test di atas, diperoleh nilai probabilitas uji F
sebesar 0.899 lebih besar dari 0.05, sehingga disimpulkan tidak ada gejala heterokesdatisitas.
Analsis Regresi
Tabel 4. Regresi Berganda
Dependent Variable: ZNILAIPERUSAHAAN
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
ZDER
ZCASHDIV
D1
-0.032502
-0.002575
0.944314
0.068855
0.063942
0.050104
0.043694
0.101494
-0.508309
-0.051397
21.61213
0.678414
0.6134
0.9592
0.0000
0.5006
R-squared
0.907213
Durbin-Watson stat
2.505427
Sumber: Pengolahan Data
Mean dependent var
Prob(F-statistic)
-7.27E-05
0.000000
Berdasarkan model pertama, maka diperoleh persamaan regresi Nilai Perusahaan = 0,032502 – 0,002575
DER + 0,944314 CD + 0,06886 D1. Pengujian hipotesis dari
persamaan regresi tersebut adalah sebagai berikut :
Berdasarkan hasil model regresi diperoleh nilai F hitung 166.260 dengan nilai
probabilitas sebesar 0.000. Nilai probabilitas ini lebih kecil dari 0.05, maka hipotesis
9
alternatif diterima, artinya variabel bebas Debt to Equity Ratio, Cash Dividend dan Dummy
Perusahaan JII dan Non JII bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
perusahaan. Untuk mengetahui mana di antara kedua variabel independen tersebut yang
berpengaruh terhadap nilai perusahaan, dilakukan uji t.
Untuk Debt Equity Ratio diperoleh nilai t hitung -0.052 dengan nilai probabilitas
sebesar 0.959. Nilai probabilitasnya lebih besar dari 0.05, maka hipotesis alternatif ditolak,
artinya Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan.
Sedangkan untuk Cash Dividend diperoleh nilai t hitung 21.615 dengan nilai probabilitas
sebesar 0.000, artinya Cash Dividend berpengaruh secara signifikan terhadap nilai
perusahaan. Hasil pengujian ini menunjukkan Cash Dividend cenderung memiliki pengaruh
yang lebih kuat dan signifikan terhadap nilai perusahaan, jika dibandingkan dengan Debt to
Equity Ratio.
Hasil pengujian variabel dummy diperoleh nilai t hitung 0.678 dengan nilai
probabilitas sebesar 0.500. dengan demikian hipotesis alternatif ditolak, artinya Dummy
Perusahaan JII dan Non JII tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Value of Firm atau
dikatakan perbedaan nilai konstanta perusahaan JII dan non JII pada model regresi tidak
signifikan.
Implikasi Hasil
Dari hasil pengujian yang menunjukkan bahwa kebijakan hutang tidak berpengaruh
terhadap nilai perusahaan, dapat berarti bahwa sesungguhnya pemegang saham tidak
mempersoalkan sumber dana yang digunakan manajemen dalam menjalankan kegiatan usaha
yang diamanatkan pemegang saham. Selama dana yang digunakan bukan berasal dari
10
kekayaan perusahaan pemegang saham merasa kepentingannya cukup terlindungi,
sedangkan cash dividend berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan,
mengindikasikan bahwa pemegang saham lebih menyukai FCF dibagikan kepada pemegang
saham dibandingkan dengan digunakannya FCF untuk keperluan ekspansi usaha. Pemberian
cash dividend kepada pemegang saham tidak hanya meningkatkan kekayaan pemegang
saham dalam bentuk kenaikan nilai sahamnya, tetapi juga meningkatkan cash on hand nya.
Namun secara empiris tidak dapat dikatakan bahwa semua perusahaan yang
membagikan cash devidend harga sahamnya mengalami kenaikan. Kenyataannya banyak
perusahaan-perusahaan baik dari Perbankan maupun JII yang tidak membagikan deviden,
harga sahamnya ditahun 2010 mengalami kenaikan, sebaliknya ada beberapa perusahaan
yang membagikan cash devidend namun harga sahamnya di tahun 2010 mengalami
penurunan. Contohnya PT Telkom yang harga sahamnya pada akhir tahun 2009 sebesar Rp
9.450, pada akhir tahun 2010 turun menjadi Rp. 7.950,-. Demikian halnya dengan PT Elnusa,
Semen Gresik, dan Bank Maya, masing-masing sahamnya mengalami penurunan sebesar
8,45%, 17, 59%, dan 4,44%. Sementara PT London Sumatra Plantation, PT Intenational
Nikel Indonesia, dan Bank Tabungan Pensiun merupakan 3 perusahaan yang tidak
membagikan cash deviden namun harga sahamnya mengalami kenaikan cukup besar,
masing-masing sebesar 53,89%, 33,56%, dan 238,46%
Tidak berpengaruhnya kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan juga ditunjukkan
dengan tidak adanya perbedaan pengaruh antara perusahaan yang terkategori dalam JII
dengan perusahaan perbankan. Sebagaimana diketahui dua kelompok tersebut mempunyai
kebijakan hutang yang sangat berlawanan. JII terkategori sebagai kelompok perusahaan yang
hutangnya tidak lebih dari 45% dari total hutang dan equity sedangkan bank merupakan
perusahaan yang sebagian besar aktivanya dibiayai dengan hutang.
11
Namun meskipun kebijakan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, kebijakan
hutang tetap merupakan kebijakan yang dapat dipakai untuk meredam adanya konflik antara
pemegang saham dengan manajemen (agen). Adapun mekanismenya adalah, hutang sebagai
sumber dana dapat dipakai untuk membiayai investasi yang memiliki NPV positif,
selanjutnya NPV ini dapat meningkatkan kinerja manajemen. Di sisi lainnya, investasi yang
dibiayai dengan hutang memungkinkan penggunaan FCF secara lebih leluasa untuk
kepentingan pemegang saham.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Kebijakan dividend berpengaruh terhadap nilai perusahaan, sedangkan kebijakan
hutang tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
2. Pengaruh kebijakan deviden terhadap nilai perusahaan lebih kuat dibandingkan
dengan pengaruh kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan
3. Pembagian cash deviden tidak selalu menunjukkan indikasi harga sahamnya akan
mengalami kenaikan
4. Tidak ada perbedaan yang signifikan anatara perusahaan yang masuk dalam kategori
JII dengan perusahaan dalam kelompok perbankan atas pengaruh kebijakan hutang
dan kebijakan dividend terhadap nilai perusahaan.
Saran-saran
1. Bagi investor, meskipun cash deviden berpengaruh terhadap nilai perusahaan, namun
sebaiknya tidak hanya menggunakan cash deviden sebagai satu-satunya variabel yang
digunakan untuk pengambilan keputusan, hal ini mengingat secara empiris beberapa
perusahaan yang membagikan deviden namun harga sahamnya mengalami penurunan,
12
sebaliknya beberapa perusahaan yang tidak membagikan deviden harga sahamnya
mengalami kenaikan.
2. Untuk peneliti selanjutanya mengingat kebijakan hutang tidak berpengaruh terhadap
nilai perusahaan, maka jika ingin menganalisis kebijakan hutang, dapat megunakan
kinerja perusahaan sebagai variable dependentnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Syafaruddin, Dividend and Debt Policy as Corporate Governance Mechanism:
Indonesia Evidence, Jurnal Pengurusan 29; 111-127, Malaysia, 2009.
Fact Book, Jakata Capital Market, Jakarta, Indonesia, 2009.
Farinha, Jorge, Dividend Policy, Corporate Governance And The Managerial Entrenchment
Hypothesis: An Empirical Analysis (Dissertation), CETE-Centro de Estudos de
Economia Industrial, do Trabalho e da Empresa, Faculdade de Economia,
Universidade do Porti, Portugal, 2002.
Kowaleski Oskar, Stetsyuk, Talavera Oleskandr, Corporate Governance and Dividend Policy
in Poland, Warsawa School of Economic, World Economy Research Institute,
Warsawa, Polandia, 2007.
Mehar, Ayub, Corporate Governance and Dividend, Munich Personal RePEc. Archive, Paper
No. 619, Online at http://mpra.ub.uni-muenchen.de/619/, 2002.
Saarkar Jayati, Sarkar Subrata, Debt and Corporate Governance in Emerging Economies:
Evidence From India, Working Paper Series No. WP-2005-007, Indira Gandhi
Institute of Development Research, Mumbai India,2005.
13
14
Download