BAB II KAJIAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
a. Kajian Teori
1. Lompat Jauh
a. Pengertian Lompat Jauh
Lompat jauh merupakan salah satu bagian dari nomor lompat
dalam olahraga atletik. Ada beberapa definisi tentang lompat jauh,
diantaranya menurut J.M Ballesteros, (1979:54) mengemukakan bahwa,
“lompat jauh adalah hasil dari kecepatan horisontal yang dibuat sewaktu dari
awalan dengan gaya vertikal yang dihasilkan dari kekuatan kaki tolak.” Hasil
dari kedua gaya menentukan gerak parabola dari titik pusat grafitasi. Hal
senada disampaikan oleh Djumidar, (2007:12) menjelaskan bahwa “lompat
jauh adalah hasil dari kecepatan horisontal yang dibuat dari ancang-ancang
dengan gerak vertikal yang dihasilkan dari kaki tumpu, formulasi dari kedua
aspek tadi menghasilkan suatu gaya gerak parabola dari titik pusat grafitasi.”
Menurut Munasifah (2008:10) “Lompat jauh adalah jenis olahraga
dengan cara melompat ke depan dengan bertolak pada satu kaki untuk
mencapai jarak yang sejauh-jauhnya,
loncatan diukur mulai dari titik
tumpuan loncatan sampai dengan jejak pertama di kotak pasir sesudah
melompat”. Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan dapat
disimpulkan bahwa lompat jauh merupakan suatu gerakan melompat sejauhjauhnya yang didahului dengan lari awalan kemudian diteruskan dengan
menolak pada papan tumpuan, baru lepas tapak, melayang di udara, dan
akhirnya mendarat kembali pada bak pasir. Perlu ditekankan di sini bahwa
gerakan-gerakan tersebut di atas merupakan suatu rangkaian gerakan yang
berkelanjutan atau tidak terputus-putus.
Dalam pelaksanaannya gerakan lompat jauh terdapat beberapa
gaya, hal ini seperti dijelaskan oleh Arma Abdoellah (1998: 67) menyatakan
bahwa: ”pada nomor lompat jauh kita kenal tiga macam gaya; yaitu : a. gaya
jongkok, b. gaya schenepper dan c. gaya berjalan di udara”. Perlu diketahui
6
7
yang menyebabkan adanya perbedaan dari ketiga gaya tersebut sebenarnya
hanya terletak pada saat melayang di udara saja”.
Menurut Eddy Purnomo (2007: 83) prestasi lompat jauh ditentukan
oleh sebagian kecil parameter yang nyata berkaitan dengan kemampuan
biometrik, yaitu :
Kecepatan lari
akselerasi
+
Kekuatan
lompat
=
Koordinasi Lengan/kaki
Rasa (sense) Irama
Gambar 2.1. Parameter Kemampuan Lompat Jauh.
(Eddy Purnomo, 2007: 83)
Dari gambar diatas bahwa kecepatan horisontal adalah salah satu
parameter yang paling penting, karena adanya korelasi langsung antara
kecepatan lari sprint dengan prestasi lompat jauh. Adapun sumbangan yang
paling menonjol adalah dua-pertiga jarak lompatan ditentukan oleh kecepatan
si pelompat dalam melakukan awalan.
b.
Fasilitas, alat-alat dan perlengkapan
1) Arena lompat jauh
Jarak lompatan diukur dari papan tolakan sampai batas
terdekat dari letak pendaratan yang dihasilkan oleh bagian tubuh
pelompat. Panjang lintasan hingga papan tumpuan umumnya 45 m
dan lebar lintasan 1,22 m. Sementara, papan tolakan memiliki
panjang 1,22 m dan lebar 20 cm dengan ketebalan 10 cm jarak
papan tumpuan pada bak lompat adalah 1 m. Bak lompat yang
digunakan dalam lompat jauh sepanjang 9 m dengan lebar 2,75 m
antara garis tolakan sampai akhir tempat tolakan. (Munasifah, 2008 :
12)
8
Gambar 2.2 arena lompat jauh
( Sumber : Munasifah, 2008: 12)
2. Peralatan lompat jauh
Menurut Munasifah (2008, 11), “Dalam olahraga atletik khusus
lompat jauh ada beberapa peralatan yang harus dipersiapkan sebelum
pelaksanakan dimulai. Adapun peralatan tersebut antara lain :
a. Lapangan dengan bak pasir sebagai landasan tumpu,
b. Meteran untuk mengukur jarak lompatan
c. Bendera (jika diperlukan) untuk menandai jarak lompatan
sekaligus memberikan tanda apakah pelompat sudah melakukan
lompatan baik atau belum”
3. Pakaian dalam lompat jauh
Pada umumnya untuk atletik, dipergunakan pakaian khusus
olahraga. Baju bersih dan tidak tembus pandang di waktu basah, dibuat
dengan khas dan tidak terlalu ketat serta tidak terlalu besar. Para atlit
lompat jauh boleh telanjang kaki, tetapi sebaiknya bersepatu untuk
melindungi kaki dari cidera. (Munasifah, 2008, 11)
Tujuan penggunaan pakaian seperti ini tentu saja untuk
menghindari adanya gangguan yang disebabkan oleh pakaian. Pakaian
yang khas akan membuat pelompat merasa leluasa dalam menjalani
setiap gerakan yang dilakukan. Selain pakaian khusus, para atlet lompat
9
jauh tentu memerlukan sepatu khusus untuk melindungi kaki dari
cedera.
c. Teknik Dasar Lompat Jauh Gaya Berjalan di Udara
Dalam olahraga agar prestasi dapat meningkat diperlukan latihanlatihan yang terus menerus, sistematis dan latihan yang selalu meningkat.
Penekanan dari latihan teknik bagi atlet adalah penting termasuk juga
teknik-teknik dalam lompat jauh seperti awalan, tumpuan, melayang dan
mendarat. Adapun teknik dasar lompat jauh berjalan di udara sekaligus
pembahasanya adalah sebagai berikut, menurut Dikdik Zafar Sidik,
2010:68.
1) Awalan
Awalan merupakan tahap pertama dalam lompat jauh.
Tujuan awalan adalah untuk mendapatkan kecepatan maksimal pada
saat akan melompat dan membawa pelompat pada posisi yang optimal
untuk tolakan. Awalan yang benar merupakan prasyarat yang harus
dipenuhi, untuk menghasilkan jarak lompatan yang sejauh-jauhnya.
Awalan berguna untuk mendapatkan kecepatan yang maksimal
sebelum mencapai papan tumpuan. Awalan dilakukan dengan berlari
yang semakin lama mendekati kecepatan maksimal, namun masih
terkendali (terkontrol) untuk melakukan tolakan. Sehingga kecepatan
dari awalan akan menghasilkan satu gaya dorong ke depan secara
maksimal.
Pada pelaksanaan awalan lompat jauh, teknik mengambil
awalan sangat penting, karena dengan awalan yang tepat, kesalahankesalahan pada waktu menumpu dapat diantisipasi dengan baik.
Teknik mengambil titik awalan, adalah sebagai berikut :
a. Lari kembali dari papan tumpu
b. Bertolak pada papan yang tepat (20-30M)
c. Mitra latih memberi tanda ada tempat bertolak
10
d. Lari ancang-ancang dari tempat ini
e. Jangan merubah panjang langkah pada percobaan pertama.
Teknik mengambil awalan menurut Harald Muler dan Wolfgang
Ritzdirf (2000: 88) sebagai berikut :
a. Panjang lari ancang-ancang bervariasi anatara 10 langkah (bagi
pemula) dan lebih dari 20 langkah (bagi atlet kelas unggulan).
b. Teknik lari adalah mirip dengan lari sprint.
c. Kecepatan meningkat terus-menerus sampai mencapai balok
tumpuan.
Awalan lompat jauh harus dilakukan dengan harmonis, lancar dan
dengan kecepatan tinggi, tanpa ada gangguan langkah agar diperoleh ketepatan
bertumpu pada balok tumpuan. Menurut Aip Syarifuddin (1992: 91) bahwa “
Untuk menjaga kemungkinan pada waktu melakukan awalan tidak cocok, atau
ketidak tepatan antara awalan dan tolakan, biasanya pelompat membuat dua
buah tanda (cherkmark) antara permulaan akan memulai melakukan awalan
dengan papan tolakan”. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi
pemberian tanda untuk membuat cherkmark untuk ketepatan tunpuan sebagai
berikut :
Bak Pasir
Tanda
Awal
Tanda Papan
Kedua
Tolak
Gambar 2.3 Ilustrasi Awalan Lompat Jauh
(Aip Syarifuddin, 1992:91)
2) Tumpuan
Tumpuan atau tolakan adalah perubahan gerakan dari gerakan
horizontal ke gerakan vertikal. Gerakan ini dilakukan secara cepat. Menurut
Jess Jerver (2009) “tujuan dari tumpuan (take off) adalah mengubah gerakan
lari menjadi suatu lompatan, dengan melakukan lompatan tegak lurus, sambil
11
mempertahankan kecepatan horizontal semaksimal mungkin” (hal. 26).
Tumpuan atau tolakan itu merupakan hal terpenting dalam semua nomor
lompat yang menentukan jalur melayang badan si pelompat. Baik itu lompat
jauh, lompat tinggi, lompat jangkit maupun lompat tinggi galah. Dalam
melakukan tumpuan atau tolakan digunakan kaki yang terkuat. Adapun cara
melakukan tumpuan atau tolakan adalah sebagai berikut :
a) Ketika menumpu badan agak condong kedepan
b) Titik berat badan terletak pada kaki tumpu
c) Ayunkan paha kaki ayun ke posisi horizontal dan dipertahankan
d) Luruskan sendi mata kaki, lutut dan pinggang pada waktu
melakukan tolakan
e) Bertolak ke depan dan ke atas dengan membentuk sudut tolakan
45o.
Gambar 2.4 Fase Bertolak/Menumpu pada balok tumpuan
(Sumber : Roji, 2007:67)
Ciri – ciri tumpuan atau tolakan yang efektif menurut Didik
Zafar Sidik (2010 ) adalah :
a) Atlet harus yang „tinggi‟
b) Kaki tolak dihentakkan kuat-kuat dalam gerakan „datarmencakar‟ dan bukanlah sekedar injakan ditanah dan tidak
ada gerakan yang menambah tenaga.
c) Lutut tungkai bebas didorong atau digerakkan dari pinggang
d) Sendi pinggul,lutut dan pergelangan kaki diluruskan secara
penuh (hal. 58).
3)
Melayang (sikap badan pada saat di udara)
Teknik gaya lompat jauh setelah menumpu adalah melakukan teknik
gerak melayang atau sikap badan pada saat di udara. Gerakan melayang di
udara ini merupakan hasil dari kecepatan awalan yaitu gerak horisontal dan
gerak vertikal dari kekuatan tolakan kaki tumpu. Pada saat malayang di udara
12
ini diusahakan untuk bisa menambah jarak hasil lompatan dengan cara
membuat gaya.
Teknik melayang pada lompat jauh gaya berjalan di udara menurut
Sukirno (2011: 55) sebagai berikut :
a. Setelah pelompat menumpu pada balok tumpuan, badannya akan
dapat terangkat ke udara.
b. Dilanjutkan dengan melakukan sikap berjalan di udara, kedua
kaki saling bergantian seperti mengayuh di udara.
c. Sebelum kaki mendarat, upayakan berada dalam posisi di udara
selama mugkin supaya menghasilkan lompatan yang maksimal.
Karakteristik teknik lompat jauh gaya berjalan di udara menurut Dikdik
Zafar Sidik (2010: 68) sebagai berikut :
a. Gerakan lari diteruskan di udara di dukung ayunan lengan.
b. Irama langkah lari ancang-ancang haruslah tidak diganti.
c. Gerakan lari harus berakhir saat mendarat, dengan kedua tungkai
diluruskan ke depan.
Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan melayang lompat jauh
berjalan di udara sebagai berikut :
Gambar 2.5. Ilustrasi saat melayang
(Dikdik Zafar Sidik, 2010: 68)
untuk gaya
13
4) Mendarat
Mendarat merupakan gerakan akhir dari serangkaian gerakan dalam
lompat jauh. Pendaratan merupakan prestasi yang dicapai dalam lompat
jauh. Sikap badan ketika mendarat perlu diperhatikan karena hal ini sangat
mempengaruhi jarak yang di peroleh. Jangan sampai karena gerakannya
kurang tepat dapat mengakibatkan jarak tempuh tidak maksimal. Mendarat
dengan sikap dan gerakan yang efisien merupakan kunci pokok yang harus
dipahami oleh pelompat. Cara pelaksanaan pendaratan yang baik menurut
Munasifah (2008 ) adalah :
a) Pada waktu akan mendarat kedua kaki di bawa ke depan
lurus dengan cara mengangkat paha ke atas, badan
dibungkukkan ke depan, kedua tangan diayunkan ke depan.
Kedua tungkai bagian bawah diluruskan ke depan.
b) Kemudian mendarat pada kedua tumit terlebih dahulu dan
mengeper, dengan cara kedua lutut dibengkokkan (ditekuk),
berat badan dibawa ke depan supaya tidak jatuh ke belakang,
kepala ditundukkan, dan kedua tangan ke depan (hal. 16-17).
B. Belajar dan Pembelajaran
a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan terlepas dari
kegiatan belajar, baik dalam melakukan kegiatan individu maupun saat
melakukan aktivitas kelompok. Seluruh kegiatan dan aktivitas yang
dilakukan sehari-hari tanpa disadari adalah merupakan kegiatan belajar.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tak ada ruang dan waktu manusia
untuk menghindar dari kegiatan belajar, itulah alasan belajar tidak mengenal
batasan usia, tempat, maupun waktu, karena perubahan yang menuntut
terjadinya aktivitas belajar itu juga tidak pernah berhenti.
Pengertian belajar dapat kita temukan dalam beberapa sumber atau
literatur. Meskipun kita dapat menemukan perbedaan di dalam rumusan
pengertian belajar tersebut dari masig-masing ahli. Namun secara prinsip
14
akan ditemukan persamaanya. Berikut ini pengertian belajar menurut
beberapa ahli.
Dalam buku Educatinal Psycology, H.C. Witherington yang dikutip
Aunurrahman (2013:35) mengemukakan bahwa. “Belajar adalah suatu
perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola
baru dari reaksi berupa kecapakan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu
pengertian”.
Menurut Borton yang dikutip Aunurrahman (2012:35). “The Guidance
of Learning Activities merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan
tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu
dengan individu dan individu dengan lingkungannya”.
Muhammad (1999: 37) mengatakan bahwa belajar adalah pekerjaan
yang harus dikerjakan sendiri, diusahakan sendiri dan tidak dapat
menugaskan orang lain untuk mengerjakannya. Belajar merupakan jenis
pekerjaan yang harus melibatkan diri secara langsung kedalam pekerjaan
itu. Hal ini berarti bahwa apabila seseorang ingin belajar atau ingin
mempelajari sesuatu, maka dia sendirilah yang harus mempelajarinya. Dia
tidak dapat memerintah atau menyewa orang lain untuk kepentingannya,
melainkan harus terlibat langsung dalam proses belajar ini.Belajar menurut
Sugihartono dkk (2007: 74) merupakan suatu proses memperoleh
pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan
kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya
interaksi individu dengan lingkungannya.
Menurut Skinner yang dikutip Dimyati dan Mudjiono (2006:9)
berpendapat bahwa, “belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar,
maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka
responnya menurun”.
Menurut James O. Whittaker yang dikutip Aunurrahman (2012;35)
mengemukakan bahwa, “Belajar adalah proses dimana tingkah laku
ditimbulkan atau ditimbulkan atau diubah melalui
pengalaman.
latihan atau
15
Menurut Piaget yang dikutip Dimyati dan Mudjiono (2006:9)
menyatakan bahwa, “Belajar merupakan pengetahuan dibentuk oleh
individu sebab individu melakukan interaksu terus-menerus dengan
lingkungan tersebut mengalami perubahan”.
Banyak sekali pengertian belajar, karena belajar sangat luas ruang
lingkupnya tidak dibatasi ruang maupun waktu dapat dimanapun dan
kapanpun. Sehingga dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan
bawa belajar adalah perubahan tingkah laku, belajar merupakan proses
karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai, belajar
merupakan pengalaman, belajar juga merupakan aktivitas pada diri
seseorang yang disadari dan disengaja, dan belajar merupakan interaksi
individu dengan lingkungannya.
Menurut Aunurrahman (2012:34) menyatakan:
Pembelajaran berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum
terdidik, menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki
pengetahuan tentang sesuatu, menjadi siswa yang memiliki
pengetahuan. Demikian pula siswa yang memiliki sikap, kebiasaan
atau tinkah laku yang belum mencerminkan eksistensi dirinya sebagai
pribadi baik atau positif, menjadi siswa yang memiliki sikap,
kebiasaan dan tingkah laku yang baik.
Tentu sangatlah luas mendefinisikan pengertian belajar, namun
yang perlu kita cermati kembali dalam pemahaman antara pembelajaran
atau proses pembelajaran sering dipahami sama dengan proses belajar
mengajar dimana didalamnya terjadi interaksi guru dan siswa dan antara
sesame siswa untuk mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan
sikap dan tingkah laku siswa. Namun pembelajaran di sekolah memliki
makna agar dapat memahami serta dapat melihat langsung hasil dari
proses belajar, sebenarnya belajar dapat terjadi tanpa pembelajaran tetapi
hasilnya akan tampak jelas dari suatu aktivitas pembelajaran.
b. Prinsip-prinsip Belajar
Prinsip-prinsip dasar belajar yang dilakukan oleh seorang guru agar
terjadi proses belajar bagi siswa, sehingga proses pembelajaran yang
dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Prinsip belajar juga
16
memberikan arah tentang apa saja yang sebaiknya dilakukan guru agar
para siswa berperan aktif di dalam proses pembelajaran. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Davies (1991) yang dikutip Ainurrahman
(2012:113), bahwa beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar
bagi penerapan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran, yaitu :
1. Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya
sendiri, tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar
tersebut untuknya.
2. Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan
untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan
belajar.
3. Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera
diberikan penguatan (reinforcement).
4. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah
pembelajaran, memungkinkan murid belajar secara lebih berarti.
5. Apabla murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri,
maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar
dan mengingat lebih baik.
Prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sangat penting untuk
diperhatikan
oleh
seorang
guru
dalam
melaksanakan
kegiatan
pembelajaran. Pembelajaran yang didasarkan pada prinsip-prinsip belajar
yang benar, maka akan diperoleh hasil belajar yang optimal.
c.
Teori-teori Belajar
Berikut ini adalah beberapa teori yang memberikan pandangan
lebih khusus tentang belajar, yakni :
1. Behaviourisme
Behaviourisme merupakan suatu aliran/ pandangan yang menekankan
adanya perubahan perilaku pada peserta didik setelah melakukan kegiatan
belajar. Jadi menurut behaviourisme, belajar adalah perubahan perilaku.
Pandangan ini menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan melalui
pengalaman yang dapat diamati dan dapat diukur. Aliran ini berpendapat
bahwa perilaku adalah sesuatu yang dilakukan oleh seorang dan dapat
dilihat secara langsung, misalnya dapat menghitung bilangan 1 – 20,
menggergaji kayu, membaca syair. Pendekatan behavioral menekankan
17
arti pentingnya membuat hubungan anatara pengalaman dan perilaku.
Salah seorang tokohnya adalah Pavlov. (Waluyo, 2011: 3)
Menurut Brooks & Brooks (1993) yang dikutib oelh Waluyo (2011)
menyebut
behaviourisme
sebagai
pembelajaran
tradisional,
yang
menekankan pada kegiatan “mimetic”, suatu proses pembelajaran yang
mengharapkan peserta didik mengulangi kembali informasi yang telah
dipelajari. (hlm 4)
2. Kognitivisme
Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.
Teori ini memfokuskan perubahan perilaku pada behaviourisme. Kalau
behaviourisme menekankan pada perubahan perilaku yang dapat diamati,
namun kognitivisme mendeskripsikan perubahan dalam belajar, berpikir,
dan penalaran. (Waluyo, 2011:3)
3. Konstruktivisme
Menurut Waluyo (2011), “pandangan ini berlawanan dengan
behaviourisme. Kalau behaviourisme menganggap bahwa belajar adalah
perubahan perilaku yang dapat diamati dan diukur, maka konstruktivisme
menempatkan posisi peserta didik untuk membangun pengetahuannya
sendiri secara aktif.” (hlm 4)
Sedangkan menurut Gardner (1991) yang dikutib oleh Waluyo
(2011),
“konstruktivisme
menginternalisasi
dan
mengatakan
membentuk
bahwa
kembali,
belajar
atau
adalah
menginformasi
pengetahuan baru. Transformasi terjadi melalui penciptaan pengertian baru
yang menghasilkan suatu struktur kognitif. (hlm 4).
Menurut Duffy & Jonassen (1993) yang dikutib oleh Waluyo
(2011) dalam bukunya, menyatakan “Paradigma konstruktivisme lebih
memperhatikan
bagaiman
pengalaman-pengalamannya,
manusia
struktur
membentuk
mental
dan
pengetahuan
dari
keyakinan
yang
digunakan untuk menginterpretasikan objek-objek serta peristiwaperistiwa. (hlm 4)
18
4. Pemrosesan informasi
Waluyo (2011) menyatakan, “Komputer sebagai suatu model
bagaimana manusia berpikir. Teori-teori pemrosesan informasi pada
manusia menggunakan computer sebagai model untuk memahami
manusia berpikir.” (hlm 5)
Berikut ini pemrosesan informasi dari Crowl (1997), yang dikutib
oleh Waluyo (2011:6),
Model linier pemrosesan informasi yang pertama sensory input 
sensori register  short therm memory  long term memory.
Model linier mendeskripsikan bagaiman menerima dan membuat
informasi yang disimpan bila dibutuhkan yang prosesnya sama
dengan komputer.
d. Komponen Pembelajaran
Komponen merupakan bagian dari suatu system yang memiliki
peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai
tujuan system. Jadi, komponen pendidikan adalah bagian-bagian dari
system proses pendidikan yang menentukan berhasil atau tidaknya proses
pendidikan (Slameto, 2010)
Adapun komponen-komponen tersebut meliputi:
1) Tujuan pendidikan
2) peserta didik
3) pendidik
4) bahan atau materi pelajaran
5) metode
6) media atau alat
7) sumber belajar
8) Evaluasi
Semua komponen dalam system pengajaran saling berhubungan
dan saling memengaruhi untuk mencapai tujuan pengajaran. Pada
dasarnya, proses pengajaran dapat terselanggara secara lancar, efisien,
dan efektif berkat adanya interaksi yang positif, konstruktif dan produktif
antara berbagai komponen yang terkandung didalam system pengajaran
tersebut.
19
e.
Hasil Belajar
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks.
Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa
adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses
belajar terjadi berkat siswa mempelajari sesuatu yang ada di lingkungan
sekitar. Lingkungan yang dipelejari oleh siswa berupa alam, bendabenda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang dijadikan
bahan belajar.
Menurut Sadiman (2009), berpendapat bahwa :
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua
orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke
liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar
adalah adanya perubahn tingkah laku dalam dirinya. Perubahan
tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat
pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang
menyangkut nilai dan sikap (afektif), (hlm.2).
Menurut skinner berpandangan bahwa, “Bahwa adalah suatu
perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik.
Sebaliknya, bila ia tidak belajar, maka responnya menjadi lebih baik.
Sebaliknya, bila ia tidak belajar, maka responnya menurun” (Dimyati dan
Mudjiono,1994:9).
Menurut Bloom yang dikutip Agus Suprijono (2013) menyatakan,
Hasil belajar mencakup kemmapuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Domain kognitif adalah knowlodge (pengetahuan,
ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas,
contoh). Application (menerapkan), analysis (menguraikan,
menentukan
hubungan),
synthesis
(mengorganisasikan,
merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation
(menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima),
organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain
psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik,
social, maajerial, dan intelektual ( hlm. 6-7).
Menurut Sudjana (2010: 3), “Hasil belajar pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku, sebagai hasil belajar mencakup bidang kognitif,
afektif, dan psikomotor”. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersbut
20
tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu apabila siswa
mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang
diperoleh adalah berupa penguasaan konsep.
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama
yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang dating dari luar diri
siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang dating dari diri siswa terutama
kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali
pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Di samping faktor
kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi
belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, social
ekonomi, faktor fisik dan psikis. Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dapat
dikategorikan menjadi tiga bidang yakni bidang kognitif (penguasaan
intelektual), bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai) serta bidang
psikomotorik (kemampuan/keterampilan
bertindak/berperilaku). Ketiganya
tidak berdiri sendiri, tapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan,
bahkan membentuk hubungan hirarki. Sebagai tujuan yang hendak dicapai,
ketiganya harus Nampak sebagai hasil belajar siswa di sekolah.
f.
Pembelajaran Lompat Jauh Gaya Berjalan di udara di Sekolah
Menengah Atas (SMA)
Cabang Atletik telah dimasukkan sebagai salah satu kurikulum
pelajaran pilihan di sekolah. Hal tersebut termuat dalam silabus baik
ditingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah
Atas/Kejuruan (SMA/K). Bahkan cabang atletik juga diajarkan hingga
jenjang perguruan tinggi. Dalam silabus Sekolah Menengah Atas kelas XI
semester genap terdapat materi lompat jauh berjalan di udara. Hal ini
sesuai dengan silabus Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan SMA
Negeri 1 Banyudono, “Cabang Atletik, Teknik lompat jauh berjalan di
udara.
Atletik merupakan olahraga yang kompleks, karena banyak nomor
yang dipertandingkan dalam cabang ini, seperti berjalan, lari, lompat dan
21
lempar. Selain itu gerakan yang terdapat dalam cabang olahraga atletik
merupakan gerakan dasar bagi cabang lainnya, karena hamper semua
cabang olahraga memerlukan kekuatan, kecepatan, kelenturan dana daya
tahan. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan sejarah mengemukakan bahwa
atletik ibu dari semua cabang olahraga. Untuk menguasai teknik dasar
lompat jauh berjalan di udara salah satu cabang atletik diperlukan
kemampuan
guru
untuk
mengkoordinir
dan
kemampuan
untuk
mentransfer ilmu kepada anak didik. Tidak semua anak didik mampu
merespon ilmu yang diberikan atau diajarkan dari guru tersebut. Pasti ada
beberapa siswa yang kurang dalam hal motorik-gerak lompat jauh berjalan
di udara.
Proses pembelajaran pendidikan jasmani dilakukan dengan metode
yang efektif dan efisien. Pendidikan jasmani yang hanya dilaksanakan 2
jam pelajaran perminggu diperkirakan belum memenuhi tujuan pendidikan
jasmani seperti halnya pembelajaran lompat jauh berjalan di udara yang
dilaksanakan 2-3 pertemuan setiap semesternya sehingga kurang untuk
meningkatkan keterampilan suatu cabang olahraga, sehingga diperlukan
waktu khusus untuk dapat meningkatkan keterampilan dasarnya. Siswa
yang mengikuti pembelajaran lompat jauh berjalan di udara memiliki
kemampuan yang berbeda-beda, karena tidak semua siswa SMA
mengetahui dan mempraktekkan teknik dasar lompat jauh berjalan di
udara dengan baik dan benar.
3. Pendidikan Jasmani
Menurut Andun Sudijandoko jurnal pendidikan jasmani Indonesia
volume 7 (2010: 03), bahwa pendidikan jasmani adalah suatu proses
pendidikan seseorang sebagai perseorangan atau anggota masyarakat
yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan
jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan dan
kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan dan
22
perkembangan watak serta keperibadian yang harmonis dalam rangka
pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan pancasila.
Menurut Bucher dalam Soni Nopembri majalah ilmiah olahraga
FIK UNY volume 11 (2005: 33), menyatakan bahwa pendidikan
jasmani merupakan bagian intergal dari proses pendidikan umum,
yang bertujuan untuk mengembangkan jasmani, mental, emosi, dan
sosial anak menjadi baik, dengan aktivitas jasmanai sebagai
wahananya.
Helmy Firmansyah (2009: 04), bahwa pendidikan jasmani adalah
proses pendidikan yang melibatkan interaksi antara peserta didik
dengan lingkungan yang dikelola melalui aktivitas jasmani secara
sistematik menuju pembentukan manusia seutuhnya. Masih menurut
Helmy Firmansyah (2009: 06), secara esensial pendidikan jasmani
adalah suatu proses belajar untuk bergerak (learning to move) dan
belajar melalui gerak (learning through movement). Program
pendidikan
jasmani
berusaha
membantu
peserta
didik
untuk
menggunakan tubuhnya lebih efisien dalam melakukan berbagai
keterampilan gerak dasar dan keterampilan kompleks yang diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari. Guru pendidikan jasmani semestinya
memberikan pengalaman berhasil bagi setiap anak, karena pengalaman
berhasil dapat merupakan sumber motivasi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan jasmani adalah merupakan bagian intergal dari proses
pendidikan umum, yang bertujuan untuk mengembangkan jasmani,
mental, emosi, dan sosial anak menjadi baik, dengan aktivitas jasmanai
sebagai wahananya dan dapat dilakukan secara perseorangan atau
kelompok.
23
4. Metode Pembelajaran Penemuan Terpimpin (Convergent Style) dalam
Pembelajaran Lompat Jauh Gaya berjalan di udara untuk Siswa
SMA
a. Pengertian Metode Pembelajaran
Menurut Waluyo (2011 :28). “Metode pembelajaran dapat
diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplentasikan rencana
yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk
mencapai tujuan pembelajaran.” (hlm 28)
Sedangkan menurut Fathurrahman Pupuh (2007) yang dikutib oleh
Haruni (2011) berpendapat bahwa : “metode secara harafiah berarti cara.
Dalam pemakaian yang umum metode diartikan sebagai suatu cara atau
prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kaitannya
dengan pembelajaran, metode didefinisikan sebagai cara-cara menyajikan
bahan pelajaran pada peserta didik untuk tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan.” (hlm 7)
Hamruni
(2011)
berpendapat,
“metode
adalah
cara
yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Penentuan metode yang akan dipergunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran yang berlangsung.” (hlm 12)
Dari pendapat diatas dapat disimpulan bahwa metode pembelajaran
adalah suatu cara yang digunakan untuk menyajikan materi pembelajaran
yang sudah direncanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b. Metode Penemuan Terpimpin (Convergent Style)
Metode penemuan terpimpin atau convergent discovery style
merupakan salah satu metode mengajar yang diperkenalkan oleh Muska
Mosston. Muska Mosston adalah seorang Israel yang merupakan perintis.
Menemukan paradigm baru tentang mengajar dan pembelajaran. Sara
Ashworth & Muska Mosston (2008) menjelaskan bahwa :
“Ciri utama gaya penemuan konvergen untuk meneukan
suatu kebenaran, solusi (yang telah ditentukan) dan direspon
menggunakan proses berpikir secara logis. Dalam anatomi gaya
24
penemuan konvergen, peran guru untuk membuat keputusan materi
pelajaran, termasuk konsep, target dan merancang pertanyaan
tunggal yang disampaikan kepada peserta didik . peran peserta
didik adalah untuk terlibat dalam penalaran, pertanyaan dan logika
yang berurutan untuk membuat hubungan tentang isi dan
menemukan jawaban.” (hlm 159)
Sedangkan Agus Kristiyanto (2010) berpendapat bahwa :
1) gaya penemuan terpimpin ini sudah memasuki spektrum yang
memberi penekanan pada sasaran kognitif.
2) guru menyusun serangkaian pertanyaan yang jawabnnya sudah
ditentukan. Jawaban bersifat konvergen dengan satu
kemungkinan jawaban benar. Respon siswa mengarah pada
penemuan terpimpin mengenai suatu konsep, prinsip serta
gagasan.” (hlm 159)
Menurut pendapat Anggara Aditya dalam blognya “Gaya ini
penekanannya terpusat pada perkembangan kognitif. Guru menyusun
serangkaian pertanyaan. Pertanyaan yang disusun hanya satu jawaban
yang dianggap benar. Pertanyaan harus menghasilkan jawaban yang
mengarah pada penemuan konsep, prinsip dan atau gagasan.”
Menurut Mosston & Ashworth (1994) yang dikutib oleh Dr.
Cummiskey menyatakan bahwa, “The guided discovery method crosses
over into the student-centered section of the continuu. This approach
continues to use teacher-designed movement tasks however, it is done in a
way that allows the children to make individual decisions about how to
move.” Metode penemuan terpimpin berpusat pada siswa. Pendekatan ini
terus menggunakan tugas yang dirancang oleh guru; Namun, hal itu
dilakukan dengan cara memungkinkan anak-anak untuk membuat
keputusan secara individu tentang bagaimana untuk bergerak.
Sedangkan menurut Dwi Cahyo Nugroho dalam blognya
mengemukakan bahwa : “Pada gaya ini, siswa mencari solusi dari masalah
dan belajar untuk mengklarifikasi isu dan menghasilkan kesimpulan
dengan menggunakan prosedur yang logis, beralasan dan berpikir kritis.
Hakikat : guru mengajukan pertanyaan. Struktur instrinsik dari tugas atau
pertanyaan membutuhkan satu jawaban tepat. Siswa terlibat dalam
25
kegiatan berpikir (atau kegiatan kognitif lainnya) dan berusaha mencari
satu jawaban atau solusi yang tepat.”
Menurut Nichols (1994) yang dikutib oleh Dr Cummiskey
menyatakan bahwa, “ In other words, the teacher defines the intented
outcome of the movement response, but does not determine how it will be
attained. This method is useful if the teacher is trying to get the student to
discover the most desirable movement for a certain task or to develop a
new skill.” Dengan kata lain, guru mendefinisikan hasil yang diharapkan
dari respon gerakan, tetapi tidak menentukan bagaimana hal itu akan
tercapai. Metode ini berguna jika guru berusaha mengarahkan siswa untuk
menemukan gerakan yang paling diinginkan untuk tugas tertentu atau untk
mengembangkan keterampilan baru.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa metode penemuan
terpimpin adalah metode yang berpusat pada siswa intinya guru sebagai
fasilitator dan merancang pertanyaan secara sistematis, dan direspon oleh
peserta didik dengan satu jawaban tepat. Para peserta didik dilibatkan
dalam kegiatan berpikir untuk mecari solusi dari sebuah masalah dan
kemudian mengklarifikasinya.
c.
Gambaran Penerapan Metode Penemuan Terpimpin (Convergent Style)
Dari artikel gaya mengajar Mosston yang dipostingkan oleh staff
UNY menerangkan bahwa,
“Gaya Penemuan Terpimpin disusun sedemikan rupa, sehingga guru
harus menyusun serangkaian pertanyaan-pertanyaan yang menuntut
adanya serangkaian jawaban-jawaban yang telah ditentukan sebelumnya.
Pertanyaan-pertanyaan yang disusun guru ini hanya ada satu yang
jawaban saja yang dianggap benar. Rangkaian pertanyaan-pertanyaan
tersebut harus menghasilkan serangkaian jawaban-jawaban yang
mengarah kepada penemuan konsep-konsep, prinsip-prinsip, atau
gagasan-gagasan.”
Dari penemuan terpimpin, pelajar diberi suatu pertanyaan dan berpikir
secara logis yang pada akhirnya mengarah pada penemuan konsep dan
solusi dari masalah. Meskipun peserta didik dapat menggunakan cara yang
26
berbeda untuk memecahkan masalah, mereka masing0masing akan berpusat
pada logika dan penalaran. Sasaran gaya ini adalah:
1) Melibatkan siswa dalam proses penemuan yang konvergen.
2) Mengembangkan hubungan yang serasi dan tepat antara jawaban
siswa dengan pertanyaan yang diajukan oleh guru.
3) Mengembangkan keterampilan untuk menemukan jawaban yang
berurut, yang akan menuju pada penemuan konsep
4) Mengembangkan kesabaran guru dan siswa, karena sifat sabar sangat
diperlukan dalam proses penemuan.
a) Anatomi Metode Penemuan Terpimpin
Gambar 2.6 Anatomi metode penemuan terpimpin (konvergen)
(Mosston & Ashworth. 2008 : 238)
Keterangan :
(T)
: Guru
(L)
: Siswa
(Ld)
: Siswa membuat keputusan
(Lo)
: Siswa menemukan solusi
(TL)
: Guru mengarahkan siswa
(LT)
: Siswa menemukan solusi dengan penguatan Guru
: Tahapan / episode dalam pembelajaran
1) Keputusan pada pra pertemuan yang dibuat oleh guru akan memusatkan
perhatian pada pengembangan pertanyaan secara cermat, yang akan
mengarahkan siswa kepada penemuan informasi yang bersifat khusus.
27
2) Selama pertemuan berlangsung siswa membuat keputusan yang menyangkut
materi pembelajaran dalam usahanya untuk mencari jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru.
3) Pada pasca pertemuan, guru mengukuhkan atau mengarahkan kembali
jawaban siswa terhadap pertanyaan yang telah diajukan.
Hal ini sama yang dijelaskan oleh Mosston dan Asworth (2008)
dalam bukunya,
Proses pembuatan keputusan di Penemuan Konvergen terjadi
pada set pertemuan.
1. Para pelajar membuat keputusan tentang langkah-langkah untuk
mengambil untuk menemukansatu jawaban yang benar untuk
pertanyaan atau salah satu solusi untuk masalah.
2. Seri dan urutan pertanyaan yang telah dibuat oleh guru (ini aspek
yang membedakan Konvergen dari Guided Discovery, dimana guru
membuat keputusan tentang setiap langkah.)
3. Pemilihan proses berpikir (kognitif) berpusat pada jawaban yang
ditemukan. Para peserta didik secara otonom mencari solusi dan
konstruksi dari solusi itu sendiri. Di saat set pasca-pertemuan,
peserta didik memverifikasi solusi/tanggapan untuk mengecek
kembali proses penalaran. Tergantung pada tugas dan lembar kriteria
yang disiapkan oleh guru untuk peserta didik dan digunakan dalam
memverifikasi solusi mereka. Peran guru adalah untuk membuat
semua keputusan pra-pertemuan, fokus pada desain masalah yang
akan mengarah pada kognitif yang diharapkan mengarah penemuan
fisik (skill). Dalam pertemuan, setelah menyajikan masalah kepada
siswa, peran guru adalah untuk mengamati peserta didik. Peran ini
membutuhkan kesabaran, karena ada kecenderungan bagi guru untuk
campur tangan. Sangat penting bagi guru untuk menunggu. Berpikir
penemuan membutuhkan waktu. Para pesera didik perlu waktu untuk
mengembangkan ide, memeriksa mereka, menyaring melalui ide-ide
mereka sendiri. Di set pasca-pertemuan, guru dapat berpartisipasi
28
dengan mengajukan pertanyaan untuk memverifikasi solusi, setelah
siswa diberi waktu berpikir untuk menemukan konsep dan solusi.
(hlm 238)
b) Penerapan Metode Penemuan Terpimpin (Convergent Style)
Menurut Mosston & Ashworth (2008), “Berbeda dengan gaya
Guided Discovery, harapan dari metode ini adalah suatu perilaku yang
diterapkan secara riil dalam Penemuan terpimpin. Karena materi
pelajaran “diproduksi” oleh peserta didik, waktu presentasi guru relatif
singkat. Guru dapat terlibat dalam pengaturan rancangan skema
pembelajaran, namun peserta didik terlibat dalam “memproduksi”
jawaban materi pelajaran. Karena stimulus (merangsang untuk
berpikir), adalah hal yang tepat terutama pada episode awal untuk
mencapai perilaku yang diharapan sebelum memperkenalkan materi
pelajaran. Semakin relevan dan menantangnya stimulus, semakin cepat
peserta didik dirangsang untuk menjadi kesal tahu (keadaan disonansi
kognitif). “ (hlm 240)
Dari gambaran tersebut metode penemuan terpimpin lebih
cenderung berpusat pada para peserta didik. Fungsi guru adalah sebagai
fasilitator. Para peserta didik akan berdinamika untuk mencari untuk
mencari suatu solusi atau jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh
guru. Pertanyaan yang diberikan sesuai dengan teknik-teknik dasar
dalam lompat jauh gaya berjalan di udara yang mengarah pada
perbaikan pengetahuan serta keterampilan para peserta didik.
Berikut langkah yang menerapkan metode penemuan konvergen dalam
artikel staff UNY :
1) Presentasi singkat tentang metode penemuan terpimpin
2) Menyusun perencanaan pembelajaran dengan metode penemuan
terpimpin
3) Dalam penyusunan pertanyaan bagi siswa, guru harus mengenali
prinsip, gagasan atau konsep yang akan ditemukan. Selanjutnya baru
29
menyusun pertanyaan-pertanyaan yang akan membawa siswa ke
rangkaian tanggapan yang menuju pada gagasan tersebut. Untuk itu
perlu dimulai dari jawaban akhir, terus mundur sampai pada
pertanyaannya.
4) Dalam situasi mengajar yang sesungguhnya, guru harus mengikuti
prosedur berikut:
a.
Menyampaikan pertanyaan sesuai dengan susunan
b.
Beri waktu untuk jawaban dari siswa
c.
Berikan umpan balik (netral atau menilai) yang membenarkan
jawaban yang benar atau mengarahkannya kembali.
d.
Ajukan pertanyaan berikutnya
e.
Jangan berikan jawaban
f.
Bersikap sabar dan menerima
5) Perencanaan ulang :
a. Mengenali materi pembelajaran yang khusus
b. Menentukan urutan langkah-langkah (pertanyaan dan petunjuk)
menuju ke hasil akhir :

Setiap langkah didasarkan atas jawabannya sebelumnya

Perlu mengharapkan kemungkinan jawaban yang akan
diberikan oleh siswa dan mengarahkan kembali jawaban yang
tidak tepat
6) Yang harus dilakukan jika jawaban tidak benar :
a.
Ulangi pertanyaan/petunjuknya. Kalau masih salah ajukan pertanyaan
lain yang menguatkan/menjabarkannya.
b.
Beri siswa waktu untuk memikir jawabannya
c) Implikasi Metode Penemuan Terpimpin
Didalam penerapan metode penemuan terpimpin terdapat impilkasi
sebagai berikut :
1)
Gaya ini menuntut guru untuk menyediakan waktunya dalam
menyusun pertanyaan-pertanyaan yang memaksa siswa untuk
berpikir.
30
2)
3)
Tanggung jawab untuk menemukan merupakan kegiatan utama siswa.
Siswa memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan tanggung
jawab baru ini.
Mosston & Ashworth (2008:224) menyatakan implikasi dari
penerapan metode penemuan terpimpin sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Guru tidak ikut campur dalam proses siswa untuk menemukan suatu
solusi
Guru memberikan rincian konten untuk mebiarkan peserta didik
membangun suatu konsep.
Guru mempercayai peserta didik untuk berpatisipasi dalam kegiatan
berpikir dan menemukan sendiri.
Guru percaya bahwa semua peserta didik dapat meningkatkan
penampilan mereka dalam proses berpikir
Setiap siswa dapat terlibat dalam proses penemuan dan
mengembangkan keterampilan berpikir.
Guru percaya bahwa proses penemuan konvergen mengajarkan
siswa bagaimana memecahkan cara masalah.
d) Penerapan
Gaya
Penemuan
Terpimpin
(Convergent
Style)
Dalam
Pembelajaran Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara
Menurut anatomi pada gaya penemuan terpimpin (convergent style)
gambaran pelaksanaan pembelajaran lompat jauh gaya berjalan di udara yang
awalnya keputusan pada pra pertemuan yang dibuat oleh guru akan
memusatkan perhatian pada pengembangan pertanyaan-pertanyaan terkait
materi pembelajaran lompat jauh gaya berjalan di udara secara cermat yang
akan mengarahkan siswa kepada penemuan informasi yang bersifat khusus
terkait dalam pembelajaran lompat jauh gaya berjalan di udara. Yang kedua
selama pertemuan berlangsung siswa membuat keputusan yang menyangkut
materi pembelajaran lompat jauh gaya berjalan di udara dalam usahanya
untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan terkait pembelajaran
lompat jauh gaya berjalan di udara yang diajukan oleh guru. Yang terakhir
pada pasca pertemuan, guru mengukuhkan atau mengarahkan kembali
jawaban siswa terhadap pertanyaan terkait lompat jauh gaya berjalan di udara
yang telah diajukan. Dalam pembelajaran guru hanya berperan sebagai
fasilitator dan memberikan penguatan dari jawaban siswa.
31
e) Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Penemuan
Memperhatikan
metode
penemuan
terpimpin
di
atas
dapat
disampaikan kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Menurut Marzano
(1992), yang ditulis dalam blog Rien Suciati, kelebihan dari metode
penemuan terpimpin adalah sebagai berikut:

Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan

Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiri (mencarimenemukan)

Mendukung kemampuan problem solving siswa

Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan
guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk berkomunikasi
dengan baik dan benar

Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemempuan yang
tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam
proses menemukannya

Siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn)

Belajar menghargai diri sendiri

Memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer

Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat

Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik
daripada hasil lainya

Meningkatkan penalaran siswa dalam kemampuan untuk berpikir
bebas

Melatih keterampilan-keterampilan siswa untuk menemukan dan
memecahkan masalah
Sementara itu kekurangan dari metode penemuan adalah sebagai
berikut :

Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama

Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini
32

Di lapangan beberapa siswa masih terbiasa dengan metode
ceramah
B. Kerangka Berpikir
Pembelajaran merupakan suatu usaha merancang lingkungan yang
dapat memberi suasana menyenangkan agar proses belajar tumbuh dan
berkembang secara optimal. Proses belajar yang bersifat internal yakni dalam
diri individu siswa sendiri, sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal
yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayas perilaku. Pembelajaran ini
sudah dapat dikatakan baik atau tidak, dapat dilihat dari hasil belajar
Untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal dan optimal perlu
diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu factor dari dalam
dan faktor luar siswa tersebut. Faktor dari dalam diantaranya minat, sikap,
dan keaktifan siswa untuk mengikuti pelajar. Faktor luar yang berpengaruh
adalah cara mengajar guru. Faktor dari luar dimana metode atau cara guru
dalam mengajar yang kurang tepat. Beberapa guru hanya mengajar dengan
satu metode atau cara guru dalam mengajar dengan satu metode yang sulit
dimengerti oleh siswa. Akibatnya siswamenjadi bosen, sehingga banyak
siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran serta unsur-unsur
pendidikan jasmani pun tercapai dengan baik.
Dalam pendidikan jasmani terdapat variasi materi ajar dengan
unsur kelompok
atau tim didalamnya. Berbagai nilai dan kaidah yang
terkandung dari pembelajaran tim tersebut. Terdapat pula dinamika kelompok
dalam menentukan keberhasilan suatu pembelajaran. Namun seorang guru
pendidikan jasmani masih banyak yang kurang memahaminya. Mereka hanya
mengajarkan tentang penguasaan gerak motorik dan ketercapaian dari gerak
motorik itu saja tanpa memperhatikan apa saja nilai yang terkadung dalam
sebuah pembelajaran pendidikan jasmani yang mereka ajarkan. Bahkan unsur
kelompok yang sangat mendasarpun tidak diperhatikan.
Melalui metode pembelajaran Penemuan Terpimpin (Convergent
Style) dimana pembelajaran ini terpusat pada siswa, sehinga lebih banyak
33
siswa yang aktif dalam proses berpikir, bersikap dan keterampilan untuk
bekerja sama dalam suatu dinamika agar suatu tujuan dapat tercapai. Dalam
metode ini mau atau tidak mau siswa terlibat dalam kegiatan berpikir secara
logis untuk menemukan suatu pemecahan masalah dari pertanyaan yang
diberikan guru. Kemudian berusaha mengklarifikasi solusi atau jawaban
melalui kegiatan praktik.
Penelitian ini difokuskan pada upaya peningkatan keaktifan serta
kemampuan teknik dasar dalam lompat jauh gaya berjalan di udara melalui
pengunaan metode pembelajran penemuan terpimpin (Convergent Style) pada
siswa kelas XI IIS 1 SMA Negeri 1 Banyudono. Melalui metode
pembelajaran ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan
dalam kelas XI IIS 1 dalam pendidikan jasmani.
34
Bentuk alur kerangka berpikir dalam melaksanakan kegiatan penelitian dapat
dilihat pada gambar berikut :
Kondisi awal
Tindakan
Kondisi akhir
Pembelajaran masih
terpusat pada guru.
Siswa merasa sulit
untuk menerima materi
lompat jauh gaya
berjalan diudara.
Siswa kurang
dilibatkan dalam
proses berpikir.
Menerapkan model
pembelajaran dengan
menggunakan metode
penemuan terpimpin
(Convergent Style)
Diharapkan dengan
penerapan melalui
penggunaan motode
penemuan terpimpin
(Convergent Style)
dalam pembelajaran
lompat jauh gaya
berjalan di udara (siswa
lebih
bersemangat,semakin
aktif dan prestasi belajar
meningkat) serta
partisipasi siswa dalam
mengikuti pembelajaran
meningkat.
 Siswa kurang
tertarik, kurang
antusias, kurang
bersemangat,
kurang aktif dan
cepat bosan dengan
pelajaran penjas.
 Dan yang paling
utama hasil belajar
lompat jauh gaya
berjalan di udara
rendah.
Siklus I
 Guru dan peneliti
menyusun bentuk
metode pengajaran
yang bertujuan
untuk
meningkatkan
keaktifan dan
kemampuan siswa
dalam pembelajaran
lompat jauh gaya
berjalan di udara
menggunakan
metode penemuan
terpimpin.
Siklus II
 Upaya perbaikan
tindakan dari siklus
I sehingga
meningkatkan
keaktifan dan
kemampuan lompat
jauh gaya berjalan
di udara metode
penemuan
terpimpin.
35
C. Hipotesis Tindakan
Melalui kerangka pemikiran yang telah disusun sebelumnya maka
dapat dirumuskan hipotesis terhadap penelitian adalah sebagai berikut:
“Penerapan gaya penemuan terpimpin (Convergent Style) dapat
meningkatkan hasil belajar lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa
kelas XI IIS 1 SMA Negeri 1 Banyudono Kabupaten Boyolali tahun ajaran
2015/2016”
Download