BAB II KAJIAN PUSTAKA a. Kajian Teori 1. Lompat Jauh a. Pengertian Lompat Jauh Lompat jauh merupakan salah satu bagian dari nomor lompat dalam olahraga atletik. Ada beberapa definisi tentang lompat jauh, diantaranya menurut J.M Ballesteros, (1979:54) mengemukakan bahwa, “lompat jauh adalah hasil dari kecepatan horisontal yang dibuat sewaktu dari awalan dengan gaya vertikal yang dihasilkan dari kekuatan kaki tolak.” Hasil dari kedua gaya menentukan gerak parabola dari titik pusat grafitasi. Hal senada disampaikan oleh Djumidar, (2007:12) menjelaskan bahwa “lompat jauh adalah hasil dari kecepatan horisontal yang dibuat dari ancang-ancang dengan gerak vertikal yang dihasilkan dari kaki tumpu, formulasi dari kedua aspek tadi menghasilkan suatu gaya gerak parabola dari titik pusat grafitasi.” Menurut Munasifah (2008:10) “Lompat jauh adalah jenis olahraga dengan cara melompat ke depan dengan bertolak pada satu kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya, loncatan diukur mulai dari titik tumpuan loncatan sampai dengan jejak pertama di kotak pasir sesudah melompat”. Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa lompat jauh merupakan suatu gerakan melompat sejauhjauhnya yang didahului dengan lari awalan kemudian diteruskan dengan menolak pada papan tumpuan, baru lepas tapak, melayang di udara, dan akhirnya mendarat kembali pada bak pasir. Perlu ditekankan di sini bahwa gerakan-gerakan tersebut di atas merupakan suatu rangkaian gerakan yang berkelanjutan atau tidak terputus-putus. Dalam pelaksanaannya gerakan lompat jauh terdapat beberapa gaya, hal ini seperti dijelaskan oleh Arma Abdoellah (1998: 67) menyatakan bahwa: ”pada nomor lompat jauh kita kenal tiga macam gaya; yaitu : a. gaya jongkok, b. gaya schenepper dan c. gaya berjalan di udara”. Perlu diketahui 6 7 yang menyebabkan adanya perbedaan dari ketiga gaya tersebut sebenarnya hanya terletak pada saat melayang di udara saja”. Menurut Eddy Purnomo (2007: 83) prestasi lompat jauh ditentukan oleh sebagian kecil parameter yang nyata berkaitan dengan kemampuan biometrik, yaitu : Kecepatan lari akselerasi + Kekuatan lompat = Koordinasi Lengan/kaki Rasa (sense) Irama Gambar 2.1. Parameter Kemampuan Lompat Jauh. (Eddy Purnomo, 2007: 83) Dari gambar diatas bahwa kecepatan horisontal adalah salah satu parameter yang paling penting, karena adanya korelasi langsung antara kecepatan lari sprint dengan prestasi lompat jauh. Adapun sumbangan yang paling menonjol adalah dua-pertiga jarak lompatan ditentukan oleh kecepatan si pelompat dalam melakukan awalan. b. Fasilitas, alat-alat dan perlengkapan 1) Arena lompat jauh Jarak lompatan diukur dari papan tolakan sampai batas terdekat dari letak pendaratan yang dihasilkan oleh bagian tubuh pelompat. Panjang lintasan hingga papan tumpuan umumnya 45 m dan lebar lintasan 1,22 m. Sementara, papan tolakan memiliki panjang 1,22 m dan lebar 20 cm dengan ketebalan 10 cm jarak papan tumpuan pada bak lompat adalah 1 m. Bak lompat yang digunakan dalam lompat jauh sepanjang 9 m dengan lebar 2,75 m antara garis tolakan sampai akhir tempat tolakan. (Munasifah, 2008 : 12) 8 Gambar 2.2 arena lompat jauh ( Sumber : Munasifah, 2008: 12) 2. Peralatan lompat jauh Menurut Munasifah (2008, 11), “Dalam olahraga atletik khusus lompat jauh ada beberapa peralatan yang harus dipersiapkan sebelum pelaksanakan dimulai. Adapun peralatan tersebut antara lain : a. Lapangan dengan bak pasir sebagai landasan tumpu, b. Meteran untuk mengukur jarak lompatan c. Bendera (jika diperlukan) untuk menandai jarak lompatan sekaligus memberikan tanda apakah pelompat sudah melakukan lompatan baik atau belum” 3. Pakaian dalam lompat jauh Pada umumnya untuk atletik, dipergunakan pakaian khusus olahraga. Baju bersih dan tidak tembus pandang di waktu basah, dibuat dengan khas dan tidak terlalu ketat serta tidak terlalu besar. Para atlit lompat jauh boleh telanjang kaki, tetapi sebaiknya bersepatu untuk melindungi kaki dari cidera. (Munasifah, 2008, 11) Tujuan penggunaan pakaian seperti ini tentu saja untuk menghindari adanya gangguan yang disebabkan oleh pakaian. Pakaian yang khas akan membuat pelompat merasa leluasa dalam menjalani setiap gerakan yang dilakukan. Selain pakaian khusus, para atlet lompat 9 jauh tentu memerlukan sepatu khusus untuk melindungi kaki dari cedera. c. Teknik Dasar Lompat Jauh Gaya Berjalan di Udara Dalam olahraga agar prestasi dapat meningkat diperlukan latihanlatihan yang terus menerus, sistematis dan latihan yang selalu meningkat. Penekanan dari latihan teknik bagi atlet adalah penting termasuk juga teknik-teknik dalam lompat jauh seperti awalan, tumpuan, melayang dan mendarat. Adapun teknik dasar lompat jauh berjalan di udara sekaligus pembahasanya adalah sebagai berikut, menurut Dikdik Zafar Sidik, 2010:68. 1) Awalan Awalan merupakan tahap pertama dalam lompat jauh. Tujuan awalan adalah untuk mendapatkan kecepatan maksimal pada saat akan melompat dan membawa pelompat pada posisi yang optimal untuk tolakan. Awalan yang benar merupakan prasyarat yang harus dipenuhi, untuk menghasilkan jarak lompatan yang sejauh-jauhnya. Awalan berguna untuk mendapatkan kecepatan yang maksimal sebelum mencapai papan tumpuan. Awalan dilakukan dengan berlari yang semakin lama mendekati kecepatan maksimal, namun masih terkendali (terkontrol) untuk melakukan tolakan. Sehingga kecepatan dari awalan akan menghasilkan satu gaya dorong ke depan secara maksimal. Pada pelaksanaan awalan lompat jauh, teknik mengambil awalan sangat penting, karena dengan awalan yang tepat, kesalahankesalahan pada waktu menumpu dapat diantisipasi dengan baik. Teknik mengambil titik awalan, adalah sebagai berikut : a. Lari kembali dari papan tumpu b. Bertolak pada papan yang tepat (20-30M) c. Mitra latih memberi tanda ada tempat bertolak 10 d. Lari ancang-ancang dari tempat ini e. Jangan merubah panjang langkah pada percobaan pertama. Teknik mengambil awalan menurut Harald Muler dan Wolfgang Ritzdirf (2000: 88) sebagai berikut : a. Panjang lari ancang-ancang bervariasi anatara 10 langkah (bagi pemula) dan lebih dari 20 langkah (bagi atlet kelas unggulan). b. Teknik lari adalah mirip dengan lari sprint. c. Kecepatan meningkat terus-menerus sampai mencapai balok tumpuan. Awalan lompat jauh harus dilakukan dengan harmonis, lancar dan dengan kecepatan tinggi, tanpa ada gangguan langkah agar diperoleh ketepatan bertumpu pada balok tumpuan. Menurut Aip Syarifuddin (1992: 91) bahwa “ Untuk menjaga kemungkinan pada waktu melakukan awalan tidak cocok, atau ketidak tepatan antara awalan dan tolakan, biasanya pelompat membuat dua buah tanda (cherkmark) antara permulaan akan memulai melakukan awalan dengan papan tolakan”. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan ilustrasi pemberian tanda untuk membuat cherkmark untuk ketepatan tunpuan sebagai berikut : Bak Pasir Tanda Awal Tanda Papan Kedua Tolak Gambar 2.3 Ilustrasi Awalan Lompat Jauh (Aip Syarifuddin, 1992:91) 2) Tumpuan Tumpuan atau tolakan adalah perubahan gerakan dari gerakan horizontal ke gerakan vertikal. Gerakan ini dilakukan secara cepat. Menurut Jess Jerver (2009) “tujuan dari tumpuan (take off) adalah mengubah gerakan lari menjadi suatu lompatan, dengan melakukan lompatan tegak lurus, sambil 11 mempertahankan kecepatan horizontal semaksimal mungkin” (hal. 26). Tumpuan atau tolakan itu merupakan hal terpenting dalam semua nomor lompat yang menentukan jalur melayang badan si pelompat. Baik itu lompat jauh, lompat tinggi, lompat jangkit maupun lompat tinggi galah. Dalam melakukan tumpuan atau tolakan digunakan kaki yang terkuat. Adapun cara melakukan tumpuan atau tolakan adalah sebagai berikut : a) Ketika menumpu badan agak condong kedepan b) Titik berat badan terletak pada kaki tumpu c) Ayunkan paha kaki ayun ke posisi horizontal dan dipertahankan d) Luruskan sendi mata kaki, lutut dan pinggang pada waktu melakukan tolakan e) Bertolak ke depan dan ke atas dengan membentuk sudut tolakan 45o. Gambar 2.4 Fase Bertolak/Menumpu pada balok tumpuan (Sumber : Roji, 2007:67) Ciri – ciri tumpuan atau tolakan yang efektif menurut Didik Zafar Sidik (2010 ) adalah : a) Atlet harus yang „tinggi‟ b) Kaki tolak dihentakkan kuat-kuat dalam gerakan „datarmencakar‟ dan bukanlah sekedar injakan ditanah dan tidak ada gerakan yang menambah tenaga. c) Lutut tungkai bebas didorong atau digerakkan dari pinggang d) Sendi pinggul,lutut dan pergelangan kaki diluruskan secara penuh (hal. 58). 3) Melayang (sikap badan pada saat di udara) Teknik gaya lompat jauh setelah menumpu adalah melakukan teknik gerak melayang atau sikap badan pada saat di udara. Gerakan melayang di udara ini merupakan hasil dari kecepatan awalan yaitu gerak horisontal dan gerak vertikal dari kekuatan tolakan kaki tumpu. Pada saat malayang di udara 12 ini diusahakan untuk bisa menambah jarak hasil lompatan dengan cara membuat gaya. Teknik melayang pada lompat jauh gaya berjalan di udara menurut Sukirno (2011: 55) sebagai berikut : a. Setelah pelompat menumpu pada balok tumpuan, badannya akan dapat terangkat ke udara. b. Dilanjutkan dengan melakukan sikap berjalan di udara, kedua kaki saling bergantian seperti mengayuh di udara. c. Sebelum kaki mendarat, upayakan berada dalam posisi di udara selama mugkin supaya menghasilkan lompatan yang maksimal. Karakteristik teknik lompat jauh gaya berjalan di udara menurut Dikdik Zafar Sidik (2010: 68) sebagai berikut : a. Gerakan lari diteruskan di udara di dukung ayunan lengan. b. Irama langkah lari ancang-ancang haruslah tidak diganti. c. Gerakan lari harus berakhir saat mendarat, dengan kedua tungkai diluruskan ke depan. Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan melayang lompat jauh berjalan di udara sebagai berikut : Gambar 2.5. Ilustrasi saat melayang (Dikdik Zafar Sidik, 2010: 68) untuk gaya 13 4) Mendarat Mendarat merupakan gerakan akhir dari serangkaian gerakan dalam lompat jauh. Pendaratan merupakan prestasi yang dicapai dalam lompat jauh. Sikap badan ketika mendarat perlu diperhatikan karena hal ini sangat mempengaruhi jarak yang di peroleh. Jangan sampai karena gerakannya kurang tepat dapat mengakibatkan jarak tempuh tidak maksimal. Mendarat dengan sikap dan gerakan yang efisien merupakan kunci pokok yang harus dipahami oleh pelompat. Cara pelaksanaan pendaratan yang baik menurut Munasifah (2008 ) adalah : a) Pada waktu akan mendarat kedua kaki di bawa ke depan lurus dengan cara mengangkat paha ke atas, badan dibungkukkan ke depan, kedua tangan diayunkan ke depan. Kedua tungkai bagian bawah diluruskan ke depan. b) Kemudian mendarat pada kedua tumit terlebih dahulu dan mengeper, dengan cara kedua lutut dibengkokkan (ditekuk), berat badan dibawa ke depan supaya tidak jatuh ke belakang, kepala ditundukkan, dan kedua tangan ke depan (hal. 16-17). B. Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan terlepas dari kegiatan belajar, baik dalam melakukan kegiatan individu maupun saat melakukan aktivitas kelompok. Seluruh kegiatan dan aktivitas yang dilakukan sehari-hari tanpa disadari adalah merupakan kegiatan belajar. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tak ada ruang dan waktu manusia untuk menghindar dari kegiatan belajar, itulah alasan belajar tidak mengenal batasan usia, tempat, maupun waktu, karena perubahan yang menuntut terjadinya aktivitas belajar itu juga tidak pernah berhenti. Pengertian belajar dapat kita temukan dalam beberapa sumber atau literatur. Meskipun kita dapat menemukan perbedaan di dalam rumusan pengertian belajar tersebut dari masig-masing ahli. Namun secara prinsip 14 akan ditemukan persamaanya. Berikut ini pengertian belajar menurut beberapa ahli. Dalam buku Educatinal Psycology, H.C. Witherington yang dikutip Aunurrahman (2013:35) mengemukakan bahwa. “Belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecapakan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian”. Menurut Borton yang dikutip Aunurrahman (2012:35). “The Guidance of Learning Activities merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya”. Muhammad (1999: 37) mengatakan bahwa belajar adalah pekerjaan yang harus dikerjakan sendiri, diusahakan sendiri dan tidak dapat menugaskan orang lain untuk mengerjakannya. Belajar merupakan jenis pekerjaan yang harus melibatkan diri secara langsung kedalam pekerjaan itu. Hal ini berarti bahwa apabila seseorang ingin belajar atau ingin mempelajari sesuatu, maka dia sendirilah yang harus mempelajarinya. Dia tidak dapat memerintah atau menyewa orang lain untuk kepentingannya, melainkan harus terlibat langsung dalam proses belajar ini.Belajar menurut Sugihartono dkk (2007: 74) merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Menurut Skinner yang dikutip Dimyati dan Mudjiono (2006:9) berpendapat bahwa, “belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun”. Menurut James O. Whittaker yang dikutip Aunurrahman (2012;35) mengemukakan bahwa, “Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau ditimbulkan atau diubah melalui pengalaman. latihan atau 15 Menurut Piaget yang dikutip Dimyati dan Mudjiono (2006:9) menyatakan bahwa, “Belajar merupakan pengetahuan dibentuk oleh individu sebab individu melakukan interaksu terus-menerus dengan lingkungan tersebut mengalami perubahan”. Banyak sekali pengertian belajar, karena belajar sangat luas ruang lingkupnya tidak dibatasi ruang maupun waktu dapat dimanapun dan kapanpun. Sehingga dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bawa belajar adalah perubahan tingkah laku, belajar merupakan proses karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai, belajar merupakan pengalaman, belajar juga merupakan aktivitas pada diri seseorang yang disadari dan disengaja, dan belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. Menurut Aunurrahman (2012:34) menyatakan: Pembelajaran berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik, menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu, menjadi siswa yang memiliki pengetahuan. Demikian pula siswa yang memiliki sikap, kebiasaan atau tinkah laku yang belum mencerminkan eksistensi dirinya sebagai pribadi baik atau positif, menjadi siswa yang memiliki sikap, kebiasaan dan tingkah laku yang baik. Tentu sangatlah luas mendefinisikan pengertian belajar, namun yang perlu kita cermati kembali dalam pemahaman antara pembelajaran atau proses pembelajaran sering dipahami sama dengan proses belajar mengajar dimana didalamnya terjadi interaksi guru dan siswa dan antara sesame siswa untuk mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku siswa. Namun pembelajaran di sekolah memliki makna agar dapat memahami serta dapat melihat langsung hasil dari proses belajar, sebenarnya belajar dapat terjadi tanpa pembelajaran tetapi hasilnya akan tampak jelas dari suatu aktivitas pembelajaran. b. Prinsip-prinsip Belajar Prinsip-prinsip dasar belajar yang dilakukan oleh seorang guru agar terjadi proses belajar bagi siswa, sehingga proses pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Prinsip belajar juga 16 memberikan arah tentang apa saja yang sebaiknya dilakukan guru agar para siswa berperan aktif di dalam proses pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Davies (1991) yang dikutip Ainurrahman (2012:113), bahwa beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran, yaitu : 1. Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri, tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. 2. Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar. 3. Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement). 4. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan murid belajar secara lebih berarti. 5. Apabla murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik. Prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sangat penting untuk diperhatikan oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang didasarkan pada prinsip-prinsip belajar yang benar, maka akan diperoleh hasil belajar yang optimal. c. Teori-teori Belajar Berikut ini adalah beberapa teori yang memberikan pandangan lebih khusus tentang belajar, yakni : 1. Behaviourisme Behaviourisme merupakan suatu aliran/ pandangan yang menekankan adanya perubahan perilaku pada peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar. Jadi menurut behaviourisme, belajar adalah perubahan perilaku. Pandangan ini menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati dan dapat diukur. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku adalah sesuatu yang dilakukan oleh seorang dan dapat dilihat secara langsung, misalnya dapat menghitung bilangan 1 – 20, menggergaji kayu, membaca syair. Pendekatan behavioral menekankan 17 arti pentingnya membuat hubungan anatara pengalaman dan perilaku. Salah seorang tokohnya adalah Pavlov. (Waluyo, 2011: 3) Menurut Brooks & Brooks (1993) yang dikutib oelh Waluyo (2011) menyebut behaviourisme sebagai pembelajaran tradisional, yang menekankan pada kegiatan “mimetic”, suatu proses pembelajaran yang mengharapkan peserta didik mengulangi kembali informasi yang telah dipelajari. (hlm 4) 2. Kognitivisme Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Teori ini memfokuskan perubahan perilaku pada behaviourisme. Kalau behaviourisme menekankan pada perubahan perilaku yang dapat diamati, namun kognitivisme mendeskripsikan perubahan dalam belajar, berpikir, dan penalaran. (Waluyo, 2011:3) 3. Konstruktivisme Menurut Waluyo (2011), “pandangan ini berlawanan dengan behaviourisme. Kalau behaviourisme menganggap bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati dan diukur, maka konstruktivisme menempatkan posisi peserta didik untuk membangun pengetahuannya sendiri secara aktif.” (hlm 4) Sedangkan menurut Gardner (1991) yang dikutib oleh Waluyo (2011), “konstruktivisme menginternalisasi dan mengatakan membentuk bahwa kembali, belajar atau adalah menginformasi pengetahuan baru. Transformasi terjadi melalui penciptaan pengertian baru yang menghasilkan suatu struktur kognitif. (hlm 4). Menurut Duffy & Jonassen (1993) yang dikutib oleh Waluyo (2011) dalam bukunya, menyatakan “Paradigma konstruktivisme lebih memperhatikan bagaiman pengalaman-pengalamannya, manusia struktur membentuk mental dan pengetahuan dari keyakinan yang digunakan untuk menginterpretasikan objek-objek serta peristiwaperistiwa. (hlm 4) 18 4. Pemrosesan informasi Waluyo (2011) menyatakan, “Komputer sebagai suatu model bagaimana manusia berpikir. Teori-teori pemrosesan informasi pada manusia menggunakan computer sebagai model untuk memahami manusia berpikir.” (hlm 5) Berikut ini pemrosesan informasi dari Crowl (1997), yang dikutib oleh Waluyo (2011:6), Model linier pemrosesan informasi yang pertama sensory input sensori register short therm memory long term memory. Model linier mendeskripsikan bagaiman menerima dan membuat informasi yang disimpan bila dibutuhkan yang prosesnya sama dengan komputer. d. Komponen Pembelajaran Komponen merupakan bagian dari suatu system yang memiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan system. Jadi, komponen pendidikan adalah bagian-bagian dari system proses pendidikan yang menentukan berhasil atau tidaknya proses pendidikan (Slameto, 2010) Adapun komponen-komponen tersebut meliputi: 1) Tujuan pendidikan 2) peserta didik 3) pendidik 4) bahan atau materi pelajaran 5) metode 6) media atau alat 7) sumber belajar 8) Evaluasi Semua komponen dalam system pengajaran saling berhubungan dan saling memengaruhi untuk mencapai tujuan pengajaran. Pada dasarnya, proses pengajaran dapat terselanggara secara lancar, efisien, dan efektif berkat adanya interaksi yang positif, konstruktif dan produktif antara berbagai komponen yang terkandung didalam system pengajaran tersebut. 19 e. Hasil Belajar Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa mempelajari sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelejari oleh siswa berupa alam, bendabenda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Menurut Sadiman (2009), berpendapat bahwa : Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahn tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif), (hlm.2). Menurut skinner berpandangan bahwa, “Bahwa adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar, maka responnya menurun” (Dimyati dan Mudjiono,1994:9). Menurut Bloom yang dikutip Agus Suprijono (2013) menyatakan, Hasil belajar mencakup kemmapuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowlodge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh). Application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, social, maajerial, dan intelektual ( hlm. 6-7). Menurut Sudjana (2010: 3), “Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku, sebagai hasil belajar mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor”. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersbut 20 tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu apabila siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang dating dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang dating dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, social ekonomi, faktor fisik dan psikis. Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dapat dikategorikan menjadi tiga bidang yakni bidang kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai) serta bidang psikomotorik (kemampuan/keterampilan bertindak/berperilaku). Ketiganya tidak berdiri sendiri, tapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki. Sebagai tujuan yang hendak dicapai, ketiganya harus Nampak sebagai hasil belajar siswa di sekolah. f. Pembelajaran Lompat Jauh Gaya Berjalan di udara di Sekolah Menengah Atas (SMA) Cabang Atletik telah dimasukkan sebagai salah satu kurikulum pelajaran pilihan di sekolah. Hal tersebut termuat dalam silabus baik ditingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/K). Bahkan cabang atletik juga diajarkan hingga jenjang perguruan tinggi. Dalam silabus Sekolah Menengah Atas kelas XI semester genap terdapat materi lompat jauh berjalan di udara. Hal ini sesuai dengan silabus Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan SMA Negeri 1 Banyudono, “Cabang Atletik, Teknik lompat jauh berjalan di udara. Atletik merupakan olahraga yang kompleks, karena banyak nomor yang dipertandingkan dalam cabang ini, seperti berjalan, lari, lompat dan 21 lempar. Selain itu gerakan yang terdapat dalam cabang olahraga atletik merupakan gerakan dasar bagi cabang lainnya, karena hamper semua cabang olahraga memerlukan kekuatan, kecepatan, kelenturan dana daya tahan. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan sejarah mengemukakan bahwa atletik ibu dari semua cabang olahraga. Untuk menguasai teknik dasar lompat jauh berjalan di udara salah satu cabang atletik diperlukan kemampuan guru untuk mengkoordinir dan kemampuan untuk mentransfer ilmu kepada anak didik. Tidak semua anak didik mampu merespon ilmu yang diberikan atau diajarkan dari guru tersebut. Pasti ada beberapa siswa yang kurang dalam hal motorik-gerak lompat jauh berjalan di udara. Proses pembelajaran pendidikan jasmani dilakukan dengan metode yang efektif dan efisien. Pendidikan jasmani yang hanya dilaksanakan 2 jam pelajaran perminggu diperkirakan belum memenuhi tujuan pendidikan jasmani seperti halnya pembelajaran lompat jauh berjalan di udara yang dilaksanakan 2-3 pertemuan setiap semesternya sehingga kurang untuk meningkatkan keterampilan suatu cabang olahraga, sehingga diperlukan waktu khusus untuk dapat meningkatkan keterampilan dasarnya. Siswa yang mengikuti pembelajaran lompat jauh berjalan di udara memiliki kemampuan yang berbeda-beda, karena tidak semua siswa SMA mengetahui dan mempraktekkan teknik dasar lompat jauh berjalan di udara dengan baik dan benar. 3. Pendidikan Jasmani Menurut Andun Sudijandoko jurnal pendidikan jasmani Indonesia volume 7 (2010: 03), bahwa pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai perseorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan dan 22 perkembangan watak serta keperibadian yang harmonis dalam rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan pancasila. Menurut Bucher dalam Soni Nopembri majalah ilmiah olahraga FIK UNY volume 11 (2005: 33), menyatakan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian intergal dari proses pendidikan umum, yang bertujuan untuk mengembangkan jasmani, mental, emosi, dan sosial anak menjadi baik, dengan aktivitas jasmanai sebagai wahananya. Helmy Firmansyah (2009: 04), bahwa pendidikan jasmani adalah proses pendidikan yang melibatkan interaksi antara peserta didik dengan lingkungan yang dikelola melalui aktivitas jasmani secara sistematik menuju pembentukan manusia seutuhnya. Masih menurut Helmy Firmansyah (2009: 06), secara esensial pendidikan jasmani adalah suatu proses belajar untuk bergerak (learning to move) dan belajar melalui gerak (learning through movement). Program pendidikan jasmani berusaha membantu peserta didik untuk menggunakan tubuhnya lebih efisien dalam melakukan berbagai keterampilan gerak dasar dan keterampilan kompleks yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Guru pendidikan jasmani semestinya memberikan pengalaman berhasil bagi setiap anak, karena pengalaman berhasil dapat merupakan sumber motivasi. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani adalah merupakan bagian intergal dari proses pendidikan umum, yang bertujuan untuk mengembangkan jasmani, mental, emosi, dan sosial anak menjadi baik, dengan aktivitas jasmanai sebagai wahananya dan dapat dilakukan secara perseorangan atau kelompok. 23 4. Metode Pembelajaran Penemuan Terpimpin (Convergent Style) dalam Pembelajaran Lompat Jauh Gaya berjalan di udara untuk Siswa SMA a. Pengertian Metode Pembelajaran Menurut Waluyo (2011 :28). “Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplentasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.” (hlm 28) Sedangkan menurut Fathurrahman Pupuh (2007) yang dikutib oleh Haruni (2011) berpendapat bahwa : “metode secara harafiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, metode didefinisikan sebagai cara-cara menyajikan bahan pelajaran pada peserta didik untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.” (hlm 7) Hamruni (2011) berpendapat, “metode adalah cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penentuan metode yang akan dipergunakan oleh guru dalam proses pembelajaran yang berlangsung.” (hlm 12) Dari pendapat diatas dapat disimpulan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan untuk menyajikan materi pembelajaran yang sudah direncanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. b. Metode Penemuan Terpimpin (Convergent Style) Metode penemuan terpimpin atau convergent discovery style merupakan salah satu metode mengajar yang diperkenalkan oleh Muska Mosston. Muska Mosston adalah seorang Israel yang merupakan perintis. Menemukan paradigm baru tentang mengajar dan pembelajaran. Sara Ashworth & Muska Mosston (2008) menjelaskan bahwa : “Ciri utama gaya penemuan konvergen untuk meneukan suatu kebenaran, solusi (yang telah ditentukan) dan direspon menggunakan proses berpikir secara logis. Dalam anatomi gaya 24 penemuan konvergen, peran guru untuk membuat keputusan materi pelajaran, termasuk konsep, target dan merancang pertanyaan tunggal yang disampaikan kepada peserta didik . peran peserta didik adalah untuk terlibat dalam penalaran, pertanyaan dan logika yang berurutan untuk membuat hubungan tentang isi dan menemukan jawaban.” (hlm 159) Sedangkan Agus Kristiyanto (2010) berpendapat bahwa : 1) gaya penemuan terpimpin ini sudah memasuki spektrum yang memberi penekanan pada sasaran kognitif. 2) guru menyusun serangkaian pertanyaan yang jawabnnya sudah ditentukan. Jawaban bersifat konvergen dengan satu kemungkinan jawaban benar. Respon siswa mengarah pada penemuan terpimpin mengenai suatu konsep, prinsip serta gagasan.” (hlm 159) Menurut pendapat Anggara Aditya dalam blognya “Gaya ini penekanannya terpusat pada perkembangan kognitif. Guru menyusun serangkaian pertanyaan. Pertanyaan yang disusun hanya satu jawaban yang dianggap benar. Pertanyaan harus menghasilkan jawaban yang mengarah pada penemuan konsep, prinsip dan atau gagasan.” Menurut Mosston & Ashworth (1994) yang dikutib oleh Dr. Cummiskey menyatakan bahwa, “The guided discovery method crosses over into the student-centered section of the continuu. This approach continues to use teacher-designed movement tasks however, it is done in a way that allows the children to make individual decisions about how to move.” Metode penemuan terpimpin berpusat pada siswa. Pendekatan ini terus menggunakan tugas yang dirancang oleh guru; Namun, hal itu dilakukan dengan cara memungkinkan anak-anak untuk membuat keputusan secara individu tentang bagaimana untuk bergerak. Sedangkan menurut Dwi Cahyo Nugroho dalam blognya mengemukakan bahwa : “Pada gaya ini, siswa mencari solusi dari masalah dan belajar untuk mengklarifikasi isu dan menghasilkan kesimpulan dengan menggunakan prosedur yang logis, beralasan dan berpikir kritis. Hakikat : guru mengajukan pertanyaan. Struktur instrinsik dari tugas atau pertanyaan membutuhkan satu jawaban tepat. Siswa terlibat dalam 25 kegiatan berpikir (atau kegiatan kognitif lainnya) dan berusaha mencari satu jawaban atau solusi yang tepat.” Menurut Nichols (1994) yang dikutib oleh Dr Cummiskey menyatakan bahwa, “ In other words, the teacher defines the intented outcome of the movement response, but does not determine how it will be attained. This method is useful if the teacher is trying to get the student to discover the most desirable movement for a certain task or to develop a new skill.” Dengan kata lain, guru mendefinisikan hasil yang diharapkan dari respon gerakan, tetapi tidak menentukan bagaimana hal itu akan tercapai. Metode ini berguna jika guru berusaha mengarahkan siswa untuk menemukan gerakan yang paling diinginkan untuk tugas tertentu atau untk mengembangkan keterampilan baru. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa metode penemuan terpimpin adalah metode yang berpusat pada siswa intinya guru sebagai fasilitator dan merancang pertanyaan secara sistematis, dan direspon oleh peserta didik dengan satu jawaban tepat. Para peserta didik dilibatkan dalam kegiatan berpikir untuk mecari solusi dari sebuah masalah dan kemudian mengklarifikasinya. c. Gambaran Penerapan Metode Penemuan Terpimpin (Convergent Style) Dari artikel gaya mengajar Mosston yang dipostingkan oleh staff UNY menerangkan bahwa, “Gaya Penemuan Terpimpin disusun sedemikan rupa, sehingga guru harus menyusun serangkaian pertanyaan-pertanyaan yang menuntut adanya serangkaian jawaban-jawaban yang telah ditentukan sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan yang disusun guru ini hanya ada satu yang jawaban saja yang dianggap benar. Rangkaian pertanyaan-pertanyaan tersebut harus menghasilkan serangkaian jawaban-jawaban yang mengarah kepada penemuan konsep-konsep, prinsip-prinsip, atau gagasan-gagasan.” Dari penemuan terpimpin, pelajar diberi suatu pertanyaan dan berpikir secara logis yang pada akhirnya mengarah pada penemuan konsep dan solusi dari masalah. Meskipun peserta didik dapat menggunakan cara yang 26 berbeda untuk memecahkan masalah, mereka masing0masing akan berpusat pada logika dan penalaran. Sasaran gaya ini adalah: 1) Melibatkan siswa dalam proses penemuan yang konvergen. 2) Mengembangkan hubungan yang serasi dan tepat antara jawaban siswa dengan pertanyaan yang diajukan oleh guru. 3) Mengembangkan keterampilan untuk menemukan jawaban yang berurut, yang akan menuju pada penemuan konsep 4) Mengembangkan kesabaran guru dan siswa, karena sifat sabar sangat diperlukan dalam proses penemuan. a) Anatomi Metode Penemuan Terpimpin Gambar 2.6 Anatomi metode penemuan terpimpin (konvergen) (Mosston & Ashworth. 2008 : 238) Keterangan : (T) : Guru (L) : Siswa (Ld) : Siswa membuat keputusan (Lo) : Siswa menemukan solusi (TL) : Guru mengarahkan siswa (LT) : Siswa menemukan solusi dengan penguatan Guru : Tahapan / episode dalam pembelajaran 1) Keputusan pada pra pertemuan yang dibuat oleh guru akan memusatkan perhatian pada pengembangan pertanyaan secara cermat, yang akan mengarahkan siswa kepada penemuan informasi yang bersifat khusus. 27 2) Selama pertemuan berlangsung siswa membuat keputusan yang menyangkut materi pembelajaran dalam usahanya untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru. 3) Pada pasca pertemuan, guru mengukuhkan atau mengarahkan kembali jawaban siswa terhadap pertanyaan yang telah diajukan. Hal ini sama yang dijelaskan oleh Mosston dan Asworth (2008) dalam bukunya, Proses pembuatan keputusan di Penemuan Konvergen terjadi pada set pertemuan. 1. Para pelajar membuat keputusan tentang langkah-langkah untuk mengambil untuk menemukansatu jawaban yang benar untuk pertanyaan atau salah satu solusi untuk masalah. 2. Seri dan urutan pertanyaan yang telah dibuat oleh guru (ini aspek yang membedakan Konvergen dari Guided Discovery, dimana guru membuat keputusan tentang setiap langkah.) 3. Pemilihan proses berpikir (kognitif) berpusat pada jawaban yang ditemukan. Para peserta didik secara otonom mencari solusi dan konstruksi dari solusi itu sendiri. Di saat set pasca-pertemuan, peserta didik memverifikasi solusi/tanggapan untuk mengecek kembali proses penalaran. Tergantung pada tugas dan lembar kriteria yang disiapkan oleh guru untuk peserta didik dan digunakan dalam memverifikasi solusi mereka. Peran guru adalah untuk membuat semua keputusan pra-pertemuan, fokus pada desain masalah yang akan mengarah pada kognitif yang diharapkan mengarah penemuan fisik (skill). Dalam pertemuan, setelah menyajikan masalah kepada siswa, peran guru adalah untuk mengamati peserta didik. Peran ini membutuhkan kesabaran, karena ada kecenderungan bagi guru untuk campur tangan. Sangat penting bagi guru untuk menunggu. Berpikir penemuan membutuhkan waktu. Para pesera didik perlu waktu untuk mengembangkan ide, memeriksa mereka, menyaring melalui ide-ide mereka sendiri. Di set pasca-pertemuan, guru dapat berpartisipasi 28 dengan mengajukan pertanyaan untuk memverifikasi solusi, setelah siswa diberi waktu berpikir untuk menemukan konsep dan solusi. (hlm 238) b) Penerapan Metode Penemuan Terpimpin (Convergent Style) Menurut Mosston & Ashworth (2008), “Berbeda dengan gaya Guided Discovery, harapan dari metode ini adalah suatu perilaku yang diterapkan secara riil dalam Penemuan terpimpin. Karena materi pelajaran “diproduksi” oleh peserta didik, waktu presentasi guru relatif singkat. Guru dapat terlibat dalam pengaturan rancangan skema pembelajaran, namun peserta didik terlibat dalam “memproduksi” jawaban materi pelajaran. Karena stimulus (merangsang untuk berpikir), adalah hal yang tepat terutama pada episode awal untuk mencapai perilaku yang diharapan sebelum memperkenalkan materi pelajaran. Semakin relevan dan menantangnya stimulus, semakin cepat peserta didik dirangsang untuk menjadi kesal tahu (keadaan disonansi kognitif). “ (hlm 240) Dari gambaran tersebut metode penemuan terpimpin lebih cenderung berpusat pada para peserta didik. Fungsi guru adalah sebagai fasilitator. Para peserta didik akan berdinamika untuk mencari untuk mencari suatu solusi atau jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh guru. Pertanyaan yang diberikan sesuai dengan teknik-teknik dasar dalam lompat jauh gaya berjalan di udara yang mengarah pada perbaikan pengetahuan serta keterampilan para peserta didik. Berikut langkah yang menerapkan metode penemuan konvergen dalam artikel staff UNY : 1) Presentasi singkat tentang metode penemuan terpimpin 2) Menyusun perencanaan pembelajaran dengan metode penemuan terpimpin 3) Dalam penyusunan pertanyaan bagi siswa, guru harus mengenali prinsip, gagasan atau konsep yang akan ditemukan. Selanjutnya baru 29 menyusun pertanyaan-pertanyaan yang akan membawa siswa ke rangkaian tanggapan yang menuju pada gagasan tersebut. Untuk itu perlu dimulai dari jawaban akhir, terus mundur sampai pada pertanyaannya. 4) Dalam situasi mengajar yang sesungguhnya, guru harus mengikuti prosedur berikut: a. Menyampaikan pertanyaan sesuai dengan susunan b. Beri waktu untuk jawaban dari siswa c. Berikan umpan balik (netral atau menilai) yang membenarkan jawaban yang benar atau mengarahkannya kembali. d. Ajukan pertanyaan berikutnya e. Jangan berikan jawaban f. Bersikap sabar dan menerima 5) Perencanaan ulang : a. Mengenali materi pembelajaran yang khusus b. Menentukan urutan langkah-langkah (pertanyaan dan petunjuk) menuju ke hasil akhir : Setiap langkah didasarkan atas jawabannya sebelumnya Perlu mengharapkan kemungkinan jawaban yang akan diberikan oleh siswa dan mengarahkan kembali jawaban yang tidak tepat 6) Yang harus dilakukan jika jawaban tidak benar : a. Ulangi pertanyaan/petunjuknya. Kalau masih salah ajukan pertanyaan lain yang menguatkan/menjabarkannya. b. Beri siswa waktu untuk memikir jawabannya c) Implikasi Metode Penemuan Terpimpin Didalam penerapan metode penemuan terpimpin terdapat impilkasi sebagai berikut : 1) Gaya ini menuntut guru untuk menyediakan waktunya dalam menyusun pertanyaan-pertanyaan yang memaksa siswa untuk berpikir. 30 2) 3) Tanggung jawab untuk menemukan merupakan kegiatan utama siswa. Siswa memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan tanggung jawab baru ini. Mosston & Ashworth (2008:224) menyatakan implikasi dari penerapan metode penemuan terpimpin sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Guru tidak ikut campur dalam proses siswa untuk menemukan suatu solusi Guru memberikan rincian konten untuk mebiarkan peserta didik membangun suatu konsep. Guru mempercayai peserta didik untuk berpatisipasi dalam kegiatan berpikir dan menemukan sendiri. Guru percaya bahwa semua peserta didik dapat meningkatkan penampilan mereka dalam proses berpikir Setiap siswa dapat terlibat dalam proses penemuan dan mengembangkan keterampilan berpikir. Guru percaya bahwa proses penemuan konvergen mengajarkan siswa bagaimana memecahkan cara masalah. d) Penerapan Gaya Penemuan Terpimpin (Convergent Style) Dalam Pembelajaran Lompat Jauh Gaya Berjalan Di Udara Menurut anatomi pada gaya penemuan terpimpin (convergent style) gambaran pelaksanaan pembelajaran lompat jauh gaya berjalan di udara yang awalnya keputusan pada pra pertemuan yang dibuat oleh guru akan memusatkan perhatian pada pengembangan pertanyaan-pertanyaan terkait materi pembelajaran lompat jauh gaya berjalan di udara secara cermat yang akan mengarahkan siswa kepada penemuan informasi yang bersifat khusus terkait dalam pembelajaran lompat jauh gaya berjalan di udara. Yang kedua selama pertemuan berlangsung siswa membuat keputusan yang menyangkut materi pembelajaran lompat jauh gaya berjalan di udara dalam usahanya untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan terkait pembelajaran lompat jauh gaya berjalan di udara yang diajukan oleh guru. Yang terakhir pada pasca pertemuan, guru mengukuhkan atau mengarahkan kembali jawaban siswa terhadap pertanyaan terkait lompat jauh gaya berjalan di udara yang telah diajukan. Dalam pembelajaran guru hanya berperan sebagai fasilitator dan memberikan penguatan dari jawaban siswa. 31 e) Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Penemuan Memperhatikan metode penemuan terpimpin di atas dapat disampaikan kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Menurut Marzano (1992), yang ditulis dalam blog Rien Suciati, kelebihan dari metode penemuan terpimpin adalah sebagai berikut: Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiri (mencarimenemukan) Mendukung kemampuan problem solving siswa Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk berkomunikasi dengan baik dan benar Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemempuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya Siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn) Belajar menghargai diri sendiri Memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil lainya Meningkatkan penalaran siswa dalam kemampuan untuk berpikir bebas Melatih keterampilan-keterampilan siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah Sementara itu kekurangan dari metode penemuan adalah sebagai berikut : Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini 32 Di lapangan beberapa siswa masih terbiasa dengan metode ceramah B. Kerangka Berpikir Pembelajaran merupakan suatu usaha merancang lingkungan yang dapat memberi suasana menyenangkan agar proses belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Proses belajar yang bersifat internal yakni dalam diri individu siswa sendiri, sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayas perilaku. Pembelajaran ini sudah dapat dikatakan baik atau tidak, dapat dilihat dari hasil belajar Untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal dan optimal perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu factor dari dalam dan faktor luar siswa tersebut. Faktor dari dalam diantaranya minat, sikap, dan keaktifan siswa untuk mengikuti pelajar. Faktor luar yang berpengaruh adalah cara mengajar guru. Faktor dari luar dimana metode atau cara guru dalam mengajar yang kurang tepat. Beberapa guru hanya mengajar dengan satu metode atau cara guru dalam mengajar dengan satu metode yang sulit dimengerti oleh siswa. Akibatnya siswamenjadi bosen, sehingga banyak siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran serta unsur-unsur pendidikan jasmani pun tercapai dengan baik. Dalam pendidikan jasmani terdapat variasi materi ajar dengan unsur kelompok atau tim didalamnya. Berbagai nilai dan kaidah yang terkandung dari pembelajaran tim tersebut. Terdapat pula dinamika kelompok dalam menentukan keberhasilan suatu pembelajaran. Namun seorang guru pendidikan jasmani masih banyak yang kurang memahaminya. Mereka hanya mengajarkan tentang penguasaan gerak motorik dan ketercapaian dari gerak motorik itu saja tanpa memperhatikan apa saja nilai yang terkadung dalam sebuah pembelajaran pendidikan jasmani yang mereka ajarkan. Bahkan unsur kelompok yang sangat mendasarpun tidak diperhatikan. Melalui metode pembelajaran Penemuan Terpimpin (Convergent Style) dimana pembelajaran ini terpusat pada siswa, sehinga lebih banyak 33 siswa yang aktif dalam proses berpikir, bersikap dan keterampilan untuk bekerja sama dalam suatu dinamika agar suatu tujuan dapat tercapai. Dalam metode ini mau atau tidak mau siswa terlibat dalam kegiatan berpikir secara logis untuk menemukan suatu pemecahan masalah dari pertanyaan yang diberikan guru. Kemudian berusaha mengklarifikasi solusi atau jawaban melalui kegiatan praktik. Penelitian ini difokuskan pada upaya peningkatan keaktifan serta kemampuan teknik dasar dalam lompat jauh gaya berjalan di udara melalui pengunaan metode pembelajran penemuan terpimpin (Convergent Style) pada siswa kelas XI IIS 1 SMA Negeri 1 Banyudono. Melalui metode pembelajaran ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan dalam kelas XI IIS 1 dalam pendidikan jasmani. 34 Bentuk alur kerangka berpikir dalam melaksanakan kegiatan penelitian dapat dilihat pada gambar berikut : Kondisi awal Tindakan Kondisi akhir Pembelajaran masih terpusat pada guru. Siswa merasa sulit untuk menerima materi lompat jauh gaya berjalan diudara. Siswa kurang dilibatkan dalam proses berpikir. Menerapkan model pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terpimpin (Convergent Style) Diharapkan dengan penerapan melalui penggunaan motode penemuan terpimpin (Convergent Style) dalam pembelajaran lompat jauh gaya berjalan di udara (siswa lebih bersemangat,semakin aktif dan prestasi belajar meningkat) serta partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran meningkat. Siswa kurang tertarik, kurang antusias, kurang bersemangat, kurang aktif dan cepat bosan dengan pelajaran penjas. Dan yang paling utama hasil belajar lompat jauh gaya berjalan di udara rendah. Siklus I Guru dan peneliti menyusun bentuk metode pengajaran yang bertujuan untuk meningkatkan keaktifan dan kemampuan siswa dalam pembelajaran lompat jauh gaya berjalan di udara menggunakan metode penemuan terpimpin. Siklus II Upaya perbaikan tindakan dari siklus I sehingga meningkatkan keaktifan dan kemampuan lompat jauh gaya berjalan di udara metode penemuan terpimpin. 35 C. Hipotesis Tindakan Melalui kerangka pemikiran yang telah disusun sebelumnya maka dapat dirumuskan hipotesis terhadap penelitian adalah sebagai berikut: “Penerapan gaya penemuan terpimpin (Convergent Style) dapat meningkatkan hasil belajar lompat jauh gaya berjalan di udara pada siswa kelas XI IIS 1 SMA Negeri 1 Banyudono Kabupaten Boyolali tahun ajaran 2015/2016”