BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

advertisement
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan permasalahan, tujuan, dan pembahasan mengenai identifikasi
perbandingan respon konsumen terhadap merek kopi putih pendatang awal dan
pendatang kemudian pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menarik
kesimpulan bahwa terdapat perbedaan respon konsumen terhadap merek kopi
putih pendatang awal yakni Luwak White Koffie dan pendatang kemudian
(Kopiko White Coffee, ABC White Coffee, dan Kapal Api Grande White Coffee)
berdasarkan model hierarchy of effect. Merek pendatang awal yakni Luwak White
Koffie unggul di setiap tahapan dalam keseluruhan tahapan hirarki.
Pada tahap pertama dalam model hierarchy of effect yakni tahap kesadaran,
merek kopi putih pendatang awal yakni Luwak White Koffie merupakan merek
yang paling banyak diingat oleh responden dibandingkan merek pendatang
kemudian yakni Kopiko White Coffee, ABC White Coffee, dan Kapal Api
Grande White Coffee. Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya dari
Kardes dan Kalyanaram (1992) yang menyatakan bahwa kuatnya atribut merek
dari pendatang awal di mana merek tersebut diingat lebih baik daripada merek
pendatang kemudian dan penelitian dari Carpenter dan Nakamoto (1989) yang
menunjukkan bahwa keunggulan pendatang awal berasal dari aspek kognitif di
mana merek pendatang awal membantu mengatur serangkaian kombinasi nilai
atribut di pasar di mana konsumen tidak memiliki preferensi yang telah
ditetapkan. Meskipun demikian, besarnya responden yang mengingat merek
68
Luwak White Koffie tidak sejalan dengan pengenalan merek tersebut melalui
bantuan gambar kemasan di mana hanya sekitar setengah responden yang dapat
mengenali kemasan, sisanya salah mengenali kemasan dan bahkan beberapa tidak
mampu mengenali kemasan Luwak White Koffie dengan benar.
Pada tahap pengetahuan terhadap merek yang diingat responden, merek
Luwak White Koffie memiliki skor terbobot tertimbang tertinggi dengan kata lain
merek tersebut merupakan merek yang paling dipahami oleh responden
dibandingkan dengan merek-merek kopi putih yang lain.
Hasil temuan penelitian pada tahap selanjutnya yakni tahap kesukaan,
preferensi, keyakinan, dan pembelian menunjukkan konsistensi urutan merek di
mana merek kopi putih pendatang awal yakni Luwak White Koffie unggul di
setiap tahapan diikuti oleh merek pendatang kemudian secara berurutan yakni
merek Kopiko White Coffee, Kapal Api Grande White Coffee, dan ABC White
Coffee. Temuan pada tahap afektif tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya
oleh Alpert dan Kamins (1995), penelitian dari Wardayanti (2006) yang
menunjukkan bahwa merek pendatang awal memiliki keunggulan konsumen
dalam hal memori, sikap, dan preferensi konsumen terhadap merek pendatang
awal dibandingkan merek pendatang kemudian dan hasil penelitian Carpenter dan
Nakamoto (1989) yang menunjukkan keuntungan pendatang awal berasal dari
pembelajaran konsumen terhadap merek dan bentuk preferensi mereka.
Hasil temuan tersebut menunjukkan adanya konsistensi urutan yang juga
sejalan dengan temuan dalam tahapan pengetahuan merek di mana urutan merek
yang paling dipahami konsisten dengan empat tahapan lain dalam model
69
hierarchy of effect. Dengan kata lain merek yang disukai, dipilih, diyakini, dan
dibeli oleh responden adalah merek yang dipahami oleh mereka. Temuan
penelitian ini sejalan dengan pernyataan Kotler dan Keller (2012:502) yang
menyatakan bahwa sebelum seseorang mengembangkan keinginan pada suatu
produk, terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang suatu
produk.
Terdapat sedikit perbedaan temuan penelitian dalam tahapan preferensi dan
pembelian yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara merek
Kopiko White Coffee dan Kapal Api Grande White Coffee. Artinya, responden
memiliki tingkat preferensi dan pembelian yang sama terhadap kedua merek
tersebut.
5.2 Keterbatasan
Penelitian ini tidak luput dari keterbatasan karena beberapa hal, adapun
beberapa keterbatasan penelitian ini antara lain:
a. Pengumpulan data melalui instrumen kuesioner kepada responden harus
dilakukan sendiri oleh penulis dan tidak dapat diwakilkan atau disebar
begitu saja bahkan melalui internet yang banyak dilakukan oleh periset
akhir-akhir ini, mengingat beberapa pertanyaan yang harus penulis
tanyakan langsung kepada responden seperti tingkat keahlian tenaga kerja
dan merek kopi putih yang paling diingat oleh responden secara spontan.
Selain itu, penulis juga harus mendampingi mereka pada saat melakukan
pengisian kuesioner untuk memberi arahan dikarenakan beberapa
pertanyaan berhubungan dengan pertanyaan terbuka yang penulis tanyakan
70
di awal. Oleh sebab itu, pengumpulan kuesioner memerlukan waktu yang
cukup lama yakni sekitar tiga minggu karena penulis harus mendampingi
responden satu per satu.
b. Tidak semua orang minum kopi putih dalam kemasan instan, oleh sebab
itu penulis harus bertanya kepada siapapun yang penulis temui apakah
mereka pernah minum kopi putih dan jika iya maka orang tersebut
memenuhi kriteria sebagai calon responden penelitian ini. Untuk
selanjutnya, penulis harus menanyakan kesediaan mereka untuk menjadi
responden dan jika bersedia maka mereka layak untuk dijadikan responden
penelitian ini.
c. Tidak sedikit responden yang enggan untuk meluangkan waktu mengingat
mereka berasal dari berbagai latar belakang tingkat keahlian tenaga kerja,
sehingga penulis harus pandai membaca waktu luang calon responden agar
mereka bersedia mengisi kuesioner.
5.3 Implikasi
Implikasi dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
perusahaan-perusahaan kopi putih terutama perusahaan dari objek penelitian ini
yakni PT. Santos Jaya Abadi, PT. Java Prima Abadi, dan PT. Mayora Indah dalam
mengidentifikasi respon konsumen berdasarkan model hierarchy of effect
sehingga dapat membantu perusahaan untuk mengetahui di mana respon
konsumen berada dalam tingkatan hirarki dalam model hierarchy of effect.
PT. Java Prima Abadi selaku pemasar merek Luwak White Koffie sebagai
merek kopi putih pendatang awal yang mendominasi keseluruhan tahap dalam
71
model hierarchy of effect hendaknya harus tetap berbenah diri agar merek mereka
semakin kuat. Sebagaimana disampaikan oleh Simamora (2002:49-51) bahwa
merek yang kuat memperoleh beberapa manfaat salah satunya loyalitas. Loyalitas
konsumen menjadi penting sebab produk kopi instan ini merupakan produk
dengan keterlibatan rendah (low involvement) sehingga konsumen dapat dengan
mudah berpindah ke merek yang lain.
Jika dilihat dari tahapan kesadaran, dapat dikatakan bahwa komunikasi
pemasaran melalui periklanan yang gencar dilakukan PT. Java Prima Abadi
selaku pemasar merek Luwak White Koffie berhasil. Namun, kesadaran
responden tidak sejalan dengan pengenalan merek melalui kemasan. Temuan ini
beralasan sebab merek-merek pendatang kemudian memiliki kemasan yang
hampir serupa meskipun tidak sama. Oleh sebab itu, penting bagi PT. Java Prima
Abadi untuk meningkatkan informasi merek terutama melalui kemasan sehingga
konsumen dapat mengenali dengan benar kemasan dari merek Luwak White
Koffie ini, jika tidak konsumen bisa salah memilih kemasan dari merek kopi putih
yang lain karena faktor kemiripan.
Lebih lanjut, PT. Java Prima Abadi harus banyak memberikan informasi
mengenai produk mereka untuk menumbuhkan pengetahuan konsumen sehingga
diharapkan calon konsumen dapat memiliki pengetahuan yang lebih baik, karena
temuan penelitian menunjukkan bahwa merek yang disukai, dipilih, diyakini dan
dibeli adalah merek yang paling mereka pahami.
Berdasarkan temuan penelitian ini, merek pendatang kemudian yakni Kopiko
White Coffee, ABC White Coffee, dan Kapal Api Grande White Coffee ternyata
72
tidak cukup berhasil mengalahkan merek Luwak White Koffie sebagai pendatang
awal untuk merek kopi putih instan dalam keseluruhan tahapan dalam model
hierarchy of effect. Fakta ini sejalan dengan temuan penelitian ini yang
menunjukkan bahwa posisi hirarki merek-merek pendatang kemudian ini selalu
berada di bawah merek Luwak White Koffie. Meskipun demikian, tidak menutup
kemungkinan merek-merek pendatang kemudian dapat lebih unggul dibandingkan
merek Luwak White Koffie sebagai pendatang awal. Produk kopi putih instan ini
termasuk produk dengan keterlibatan rendah sehingga mudah untuk menarik
konsumen berpindah merek. Artinya, penting bagi setiap perusahaan kopi putih
pendatang kemudian ini yakni PT. Santos Jaya Abadi dan PT. Mayora Indah
untuk terus memberikan informasi mengenai produk mereka kepada calon
konsumen untuk meningkatkan kesadaran merek dan pengenalan merek
mengingat temuan penelitian ini menunjukkan bahwa merek yang disukai, dipilih,
diyakini dan dibeli adalah merek yang dipahami oleh konsumen. Selain itu,
penting juga bagi masing-masing perusahaan untuk meningkatkan setiap tahapan
dalam model hierarchy of effect dengan meniru upaya yang telah dilakukan oleh
merek Luwak White Koffie misalnya dengan repetisi komunikasi pemasaran
melalui periklanan yang terus-menerus dilakukan di berbagai media.
5.4 Saran-Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan yang diperoleh, maka dapat
dikemukakan beberapa saran yang direkomendasikan bagi pihak perusahaanperusahaan kopi putih sebagai berikut.
73
a. Temuan penelitian menunjukkan bahwa merek yang dikenal, disukai,
dipilih, diyakini dan dibeli adalah merek yang dipahami oleh konsumen,
oleh sebab itu penting dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kopi putih
baik Luwak White Koffie sebagai pendatang awal maupun perusahaan
pendatang kemudian yakni merek Kopiko White Coffee, ABC White
Coffee, dan Kapal Api Grande White Coffee untuk memberikan banyak
informasi
mengenai
produk
mereka
masing-masing.
Perusahaan-
perusahaan tersebut dapat memilih salah satu atau beberapa bauran
komunikasi pemasaran untuk memberikan informasi kepada calon
pelanggan mengenai merek mereka. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Kapferer (2004) dalam (Tjiptono et al, 2008:352) yang mengingatkan
bahwa merek itu ibaratnya peta. Dengan kata lain, penciptaan nilai bagi
pelanggan bukan semata-semata dihasilkan dari nama merek, melainkan
hasil aktifitas pemasaran dan komunikasi yang dilakukan perusahaan.
Calon konsumen yang
memiliki pengetahuan yang
baik, dapat
memberikan keuntungan bagi perusahaan seperti kesadaran merek,
pengenalan merek, pengingatan merek dan lebih lanjut mengarahkan
konsumen pada tahap kesukaan, memilih, meyakini hingga melakukan
pembelian berulang.
b. Temuan penelitian juga menunjukkan bahwa tingginya kesadaran
responden terhadap merek Luwak White Koffie tidak sejalan dengan
tingginya pengenalan responden melalui kemasan, oleh sebab itu
perusahaan
PT. Java Prima Abadi yang memproduksi merek Luwak
74
White Koffie perlu memberikan informasi lebih mengenai kemasan merek
kopi putih mereka yang membedakan dengan merek-merek kopi putih
yang lain sebab merek-merek pendatang kemudian yang lain memiliki
kemasan serupa meskipun tidak sama persis sehingga memudahkan
konsumen mengenali merek ini.
c. Bagi perusahaan merek-merek pendatang kemudian seperti Kopiko White
Coffee, ABC White Coffee, dan Kapal Api Grande White Coffee dapat
meningkatkan setiap tahapan dalam hirarki melalui tujuan komunikasi
pemasaran tertentu untuk tahapan-tahapan yang berbeda dalam model
hierarchy of effect, antara lain tujuan informatif untuk menciptakan
kesadaran dan pengetahuan merek; tujuan persuasif untuk menciptakan
kesukaan, preferensi, keyakinan, dan pembelian; atau tujuan pengingat
untuk merangsang pembelian kembali sebagaimana yang disampaikan
oleh Kotler dan Keller (2012: 526-527). Strategi harga dengan promosi
penjualan seperti yang dilakukan oleh Kopiko White Coffee dan Kapal
Api Grande White Coffee harus tetap dipertahankan mengingat tidak
sedikit konsumen Indonesia yang sensitif harga, sehingga strategi ini dapat
menjadi keunggulan kedua merek tersebut di mana merek Luwak White
Koffie tidak memiliki strategi yang serupa.
75
Download