BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Musik seni adalah jenis musik yang dituliskan dalam kaidah-kaidah tertentu yang berlaku dalam dunia musik Barat. Musik seni dapat muncul di Indonesia sebagai hasil dari pengaruh musik Barat yang masuk ke Indonesia melalui: jalur agama, perdagangan, dan politik, yang dimulai sejak abad ke-16. Komposisi musik seni Indonesia yang pertama adalah Kinanthie Sandoong karya Ki Hadjar Dewantara, dibuat pada tahun 1916. Komposisi ini menggunakan unsur-unsur tembang atau gendhing Jawa sebagai sumber pokok penciptaan untuk dituangkan ke dalam permainan instrumen Barat. Konsep pembuatan komposisi yang serupa, diikuti oleh Amir Pasaribu, yang, dalam karyanya yang berjudul Indyhiang, menggunakan unsur musik Sunda sebagai melodi pokok untuk komposisi solo piano tersebut. Komponis berikutnya, Trisutji Kamal juga menekankan pengolahan lagu daerah dalam pembuatan komposisi piano yang berjudul Soleram Fantasi. Demikian halnya dengan Jaya Suprana, yang mengimitasi suara kendang pada permainan tangan kiri untuk piano dalam karyanya yang berjudul Fragmen. Selanjutnya, Yazeed Djamin juga menciptakan Srikandhy dengan menggunakan teknik poliritmik 135 136 untuk mewakili keragaman ritmis bunyi gamelan, terutama pada bagian introduksinya. Komponis Indonesia yang eksis saat ini adalah Ananda Sukarlan. Ananda juga mencipta berbagai karya musik dengan teknik komposisi musik seni Barat dengan menggunakan musik tradisional Indonesia sebagai sumber penciptaan, terutama dalam karyanya yang berjudul The Drupadi Trilogy. Karya ini merupakan rangkaian dari tiga karya, yaitu: 1) The Birth of Drupadi, untuk marimba solo, 2) The 5 Lovers of Drupadi, untuk guitar solo, dan 3) The Humiliation of Drupadi, untuk dua piano yang dipentaskan bersama dengan tarian yang dikoreografi oleh Chendra Panatan. Hal yang paling menonjol yang dapat disimpulkan dari serangkaian paparan data dan analisis karya pada bab-bab sebelum ini adalah adanya interrelasi atau jalinan hubungan timbal balik antara dua elemen yaitu musik seni Barat dan musik tradisional Indonesia. Ananda Sukarlan, komponis The Drupadi Trilogy, dan Chendra Panatan, koreografer The Humiliation of Drupadi, sangat menyadari hal itu, bahkan menjadikannya sebagai visi mereka dalam berkolaborasi dan berkarya. Kedua seniman tersebut, yang sama-sama berlatar belakang pendidikan seni Barat, ingin mengintegrasikan unsur-unsur tradisi Indonesia ke dalam karya-karya mereka, baik dalam musik maupun tari, dengan menggunakan teknik dan metode Barat yang mereka kuasai. Oleh karena itu, elemen-elemen tradisi Indonesia, 137 seperti pemilihan sumber narasi karya dan materi komposisi, hampir selalu bersifat dan berasal dari Indonesia, yang kemudian menjadi elemen utama dalam berbagai karya yang mereka ciptakan. Melalui The Drupadi Trilogy, Ananda, secara tidak langsung, telah melakukan disseminasi kisah Drupadi ke dalam dunia musik seni Barat. Dalam dunia musik seni Barat, banyak komposisi musik yang didasarkan pada kisah naratif seperti kisah Orpheus, Romeo and Juliet, atau The Nutcracker, dan kini, terdapat juga kisah Drupadi berkat Ananda Sukarlan yang memiliki kedudukan dan posisi cukup strategis dalam arena tersebut. Bahkan, melalui dua rekan musisinya yang berasal dari Spanyol: Miquel Bernat dan Miguel Trapaga, komposisi musik tersebut dapat juga memberikan pengaruh kepada gaya komposisi komponis dan musisi seni Barat lainnya. Interrelasi antara musik tradisional Indonesia dengan musik seni Barat di dalam karya musik ini, merupakan sebuah pemberian situasi yang baru (resituating) bagi musik tradisional ke dalam konteks musik seni Barat, yang dapat membangun wujud identitas dalam sebuah karya musik. Identitas komponis yang mewujud dalam karya musik tersebut, dalam dunia musik seni Barat, merupakan salah satu penentu keberhasilan pengambilan posisi, yang bertujuan untuk menentukan komponis tersebut dalam arena yang digelutinya. eksistensi dari 138 B. Saran Integrasi antara elemen musik Barat dan Timur dalam komposisi musik seni Indonesia, telah dimulai sejak Ki Hadjar Dewantara, Amir Pasaribu, diteruskan oleh Trisutji Kamal, Jaya Suprana, Yazeed Djamin, Marusya Nainggolan Abdullah, dan kini, Ananda Sukarlan. Hal tersebut layak untuk memperoleh apresiasi karena merupakan suatu upaya untuk memperkenalkan unsurunsur tradisional Indonesia dalam konteks musik seni Barat. Upaya tersebut bertujuan untuk dapat memperkenalkan unsurunsur tradisional Indonesia secara lebih luas dan dapat bertahan melampaui ruang dan waktu karena terdokumentasi dalam bentuk partitur atau score musik. Selain itu, dalam kaitannya dengan penetapan identitas, pembentukan definisi, serta penyusunan sejarah musik seni Indonesia, dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, para komponis, dan para peneliti musik. Apabila ketiga elemen tersebut terpadu dan bersinergi dengan baik, maka Indonesia tak akan terlambat dalam hal mematenkan jenis musik ini sebagai salah satu kekayaan intelektual bangsa, sehingga, tidak ada satu negara pun yang dapat merebutnya, karena hak paten akan sebuah karya seni memiliki landasan hukum yang kuat. Apabila hal tersebut tercapai, maka sesuatu yang telah, sedang dan akan dibangun oleh komponis musik seni Indonesia di masa lalu, masa kini dan masa mendatang, tidak akan menjadi sia-sia.