rancangan undang-undang republik indonesia tentang sistem

advertisement
Data_elektronis_sumber_hukum_RGS_&_Mitra
Dihimpun dari cyber-space [internet] Indonesia diedit ulang oleh,
Kantor Pengacara-Konsultan Hukum RGS & Mitra
http://welcome.to/RGS_Mitra ; [email protected] ; [email protected]
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
KOMISI VI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
31 DESEMBER 2001
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ….. TAHUN …..
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar 1945 memberikan amanat
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa agar Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional;
b. bahwa sistem pendidikan nasional selalu menghadapi
tantangan sesuai tuntutan perubahan kehidupan lokal,
nasional, dan global sehingga perlu dilakukan
pembaharuan secara terarah dan berkesinambungan
agar dapat ditingkatkan kinerjanya dalam pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi,
dan efisiensi manajemen pendidikan;
c. bahwa bangsa Indonesia perlu mewujudkan visi
pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat
dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional tidak sesuai dengan prinsip
penyelenggaraan Otonomi Daerah dan perkembangan
keadaan sehingga perlu diganti;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan a, b, c, dan d, maka
perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Mengingat :
1. Pasal 20 Ayat (1), Pasal 21, Pasal 31, dan Pasal 32
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan MPR-RI Nomor IV/1999 tentang Garis-garis
Besar Haluan Negara;
3. Ketetapan MPR-RI Nomor VIII/2000 tentang Laporan
Tahunan Lembaga-lembaga Tinggi Negara;
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
1
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemeritahan Daerah; (Lembaran Negara Tahun 1999
Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004.
Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 206)
6. TAP MPR tentang amandemen ke 2
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PENDIDIKAN
NASIONAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan
suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, sikap sosial, dan keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, dan berakar pada keanekaragaman
budaya dan masyarakat Indonesia, serta responsif terhadap tuntutan
perubahan zaman.
3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan
yang saling terkait secara terpadu yang meliputi antara lain satuan
pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan, pengelola pendidikan,
kurikulum, sarana dan prasarana, aturan, dan kebijakan pendidikan
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
2
4. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi dirinya dalam suatu proses pendidikan yang
sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
5. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang
ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan
dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
6. Jenis pendidikan adalah kelompok pendidikan yang didasarkan pada
kekhasan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
7. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan baik yang
menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah maupun pendidikan luar
sekolah.
8. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
9. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang memiliki
pendidikan dan/atau kemampuan yang relevan sebagai pelaksana
dan/atau penyelenggara pendidikan.
10. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya.
11. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang diselenggarakan tanpa
tatap muka dengan menggunakan berbagai media pembelajaran jarak
jauh termasuk pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
12. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang hasil dan
komponen sistem yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan
di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia pada jalur, jenjang, atau
jenis pendidikan tertentu.
13. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan berdasarkan
standar pendidikan tentang kemampuan dan sikap, materi dan
pengalaman belajar, dan penilaian yang berbasis pada potensi dan
kondisi peserta didik.
14. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar di suatu lingkungan belajar tertentu.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
3
15. Evaluasi pendidikan adalah suatu kegiatan dalam rangka kendali dan
jaminan mutu pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai
bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
16. Akreditasi adalah suatu kegiatan penilaian kelayakan program dan
satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan
dilakukan oleh lembaga yang berwenang dan yang mewakili pihak-pihak
yang berkepentingan.
17. Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang diperlukan dalam
penyelenggaraan pendidikan meliputi tenaga kependidikan, masyarakat,
dana, sarana, dan prasarana.
18. Dewan Pendidikan adalah lembaga yang berfungsi untuk memberikan
pertimbangan, memberdayakan, dan menjamin kualitas pendidikan di
tingkat daerah, wilayah, dan pusat.
19. Komite Sekolah adalah lembaga yang berfungsi untuk memberikan
pertimbangan dalam pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi
program sekolah dan pengadaan, pengelolaan, dan pengendalian
sumber daya pendukungnya di suatu wilayah atau satuan pendidikan
tertentu.
20. Warga negara adalah warga negara Indonesia, baik yang tinggal di
wilayah Republik Indonesia maupun di luar wilayah Republik Indonesia.
21. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
22. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah di tingkat Propinsi atau
Kabupaten/Kota.
23. Menteri adalah Menteri Pendidikan Nasional.
BAB II
DASAR, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
4
Pasal 3
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam
rangka mewujudkan tujuan nasional.
Pasal 4
Pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, estetis, dan
demokratis, serta memiliki rasa kemasyarakatan dan kebangsaan.
BAB III
PRINSIP PENDIDIKAN
Pasal 5
(1)
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif,
berlandaskan hak-hak asasi manusia dan nilai-nilai keagamaan,
kultural, dan pluralitas bangsa.
(2)
Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
(3)
Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik
dengan sistem terbuka dan multi makna berdasarkan legalitas.
(4)
Pendidikan diselenggarakan berdasarkan prinsip ing ngarsa sung
tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, baik dalam
proses belajar mengajar maupun dalam pengelolaannya.
(5)
Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
5
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA, MASYARAKAT,
DAN PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 6
(1)
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu.
(2)
Warga negara yang memiliki kelainan fisik, sosial, emosional, dan/atau
mental berhak memperoleh pendidikan khusus secara inklusif.
(3)
Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
berhak memperoleh layanan pendidikan khusus secara inklusif.
(4)
Pelaksanaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
Setiap warga negara wajib mendukung keberlangsungan penyelenggaraan
pendidikan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 8
Masyarakat berhak untuk berperanserta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan pada jalur sekolah dan/atau
luar sekolah.
Pasal 9
Masyarakat wajib memberikan
penyelenggaraan pendidikan.
dukungan
sumber
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
daya
dalam
6
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Pemerintah
Pasal 10
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengatur, mengawasi, dan
menilai pelaksanaan pendidikan, dengan tetap mengindahkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 11
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
BAB V
PESERTA DIDIK
Pasal 12
(1)
Setiap peserta didik pada satuan pendidikan merupakan subjek dalam
proses pendidikan yang berhak:
1. mendapat pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya
dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
2. mendapat perlakuan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya;
3. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan
lain yang sejajar;
4. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan
belajar masing-masing.
(2)
Setiap peserta didik berkewajiban untuk:
1. menjaga
norma-norma
pendidikan
untuk
menjamin
keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
2. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi
peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai
dengan peraturan yang berlaku;
(3)
Warga negara asing dapat menjadi peserta didik.
(4)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
7
BAB VI
JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
(1)
Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan sekolah dan luar sekolah yang
dapat saling melengkapi dan memperkaya.
(2)
Pendidikan di dalam keluarga melandasi pendidikan sekolah dan luar
sekolah.
(3)
Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan
dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau jarak jauh.
Pasal 14
Jenjang pendidikan terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi.
Pasal 15
Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, luar biasa,
keagamaan, akademik, vokasional, dan profesi.
Pasal 16
(1)
Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat berbentuk lembaga
pendidikan
pemerintah
atau
swasta
yang
pendiriannya
memenuhi.persyaratan yang ditetapkan.
(2)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendidikan Prasekolah
Pasal 17
(1)
Pendidikan prasekolah
pendidikan dasar.
dapat
diselenggarakan
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
sebelum
jenjang
8
(2)
Pendidikan prasekolah bertujuan untuk mengembangkan kepribadian
dan potensi diri sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhan dan
perkembangan anak.
(3)
Pendidikan prasekolah berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul
Athfal (RA), atau yang sederajat.
(4)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai
dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pendidikan Dasar
Pasal 18
(1)
Pendidikan dasar bertujuan untuk mengembangkan kepribadian, sikap,
pengetahuan, dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
(2)
Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah
(MI), atau yang sederajat yang terdiri atas enam tingkat.
(3)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai
dengan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pendidikan Menengah
Pasal 19
Pendidikan menengah merupakan pendidikan lanjutan dari pendidikan dasar
dan terdiri atas pendidikan menengah tingkat pertama dan pendidikan
menengah tingkat atas.
Pasal 20
(1)
Pendidikan
menengah
tingkat
pertama
bertujuan
untuk
mengembangkan kepribadian, sikap, pengetahuan, dan keterampilan
dasar yang diperlukan untuk hidup mandiri atau mengikuti pendidikan
lebih lanjut.
(2)
Pendidikan menengah tingkat pertama berbentuk Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau yang sederajat.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
9
(3)
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs)
terdiri atas tiga tingkat.
Pasal 21
(1)
Pendidikan menengah tingkat atas bertujuan untuk mengembangkan
kepribadian dan sikap, pemahaman ilmu dan pengetahuan serta
teknologi, apresiasi seni, dan keterampilan hidup untuk mampu hidup
mandiri atau mengikuti pendidikan lebih lanjut.
(2)
Pendidikan menengah tingkat atas terdiri dari pendidikan menengah
umum dan pendidikan menengah kejuruan.
(3)
Pendidikan menengah umum berbentuk Sekolah Menengah Atas
(SMA) dan Madrasah Aliyah (MA).
(4)
Pendidikan menengah
Kejuruan (SMK)
(5)
Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) terdiri atas tiga tingkat.
(6)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai
dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
kejuruan
berbentuk
Sekolah
Menengah
Bagian Kelima
Pendidikan Tinggi
Pasal 22
(1)
Pendidikan tinggi bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang dapat menerapkan, mengembangkan
dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
(2)
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah jenjang
pendidikan menengah yang diselenggarakan melalui jalur sekolah oleh
lembaga yang disebut perguruan tinggi.
(3)
Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi,
institut, atau universitas.
(4)
Perguruan tinggi wajib menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.
(5)
Penyelenggaraan pendidikan tinggi dilaksanakan dengan sistem
terbuka.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
10
(6)
Perguruan tinggi dapat
vokasional, dan profesi.
menyelenggarakan
program
akademik,
(7)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sampai
dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1)
Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan
dinyatakan berhak menyelenggarakan program pendidikan tertentu
dapat mengeluarkan gelar akademik, vokasional, dan profesi sesuai
dengan program pendidikan yang diselenggarakannya itu.
(2)
Universitas, institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program strata
tiga berhak untuk memberikan gelar doktor kehormatan (Doctor
Honoris Causa) yang sesuai kepada setiap individu yang layak
memperoleh penghargaan yang tinggi berkenaan dengan jasa-jasa
yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
kemasyarakatan, kebudayaan, atau seni.
(3)
Penyelenggara atau lembaga pendidikan yang bukan perguruan tinggi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dan perorangan
atau kelompok orang, tidak berhak dan dilarang memberikan gelar
akademik, vokasional, dan profesi.
(4)
Gelar akademik, vokasional, dan profesi hanya digunakan oleh lulusan
perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memiliki gelar yang
bersangkutan.
(5)
Penggunaan gelar lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam
bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang
bersangkutan.
(6)
Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar
atau profesor sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(7)
Jabatan fungsional guru besar atau profesor hanya berlaku selama
penyandang gelar itu berada dalam jabatan fungsional di perguruan
tinggi.
(8)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai
dengan ayat (7) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
11
(1)
Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan
pengetahuan perguruan tinggi memiliki otonomi keilmuan.
ilmu
(2)
Sivitas akademika (dosen dan mahasiswa) memiliki kebebasan
akademik dan guru besar memiliki kebebasan mimbar akademik.
(3)
Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya
sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah,
dan pengabdian kepada masyarakat.
(4)
Perguruan tinggi dapat berbentuk badan hukum milik negara atau
badan hukum milik swasta apabila memenuhi persyaratan yang
ditentukan.
(5)
Perguruan tinggi dapat menggali dana dari masyarakat dan
pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.
(6)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai
dengan (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Pendidikan Luar Sekolah
Pasal 25
(1)
Pendidikan luar sekolah memberikan pelayanan pendidikan kepada
warga masyarakat di luar pendidikan jalur sekolah.
(2)
Pendidikan luar sekolah meliputi pendidikan anak usia dini, pendidikan
kesetaraan, pendidikan buta aksara, pendidikan perempuan,
pendidikan kepemudaan, pendidikan orang dewasa, pendidikan
keluarga, pendidikan masyarakat, dan pendidikan lain yang ditujukan
untuk mengembangkan kemampuan akademik dan kejuruan peserta
didik sesuai dengan kebutuhan.
(3)
Satuan pendidikan luar sekolah terdiri atas kelompok belajar, kursus,
taman penitipan anak, kelompok bermain, dan satuan pendidikan yang
sejenis.
(4)
Hasil pendidikan jalur luar sekolah dapat dihargai setara dengan hasil
program pendidikan jalur sekolah setelah melalui proses penilaian.
(5)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai
dengan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
12
Bagian Ketujuh
Pendidikan Keagamaan
Pasal 26
(1)
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang diselenggarakan
oleh kelompok umat dari agama yang diakui oleh Pemerintah.
(2)
Pendidikan keagamaan bertujuan untuk menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang dapat menerapkan dan
mengembangkan nilai-nilai keagamaan.
(3)
Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur sekolah dan
jalur luar sekolah.
(4)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 27
(1)
Pendidikan jarak jauh bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan
kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan
secara tatap muka atau reguler.
(2)
Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus,
dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta
sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai standar nasional.
(3)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
13
BAB VII
BAHASA PENGANTAR
Pasal 28
Bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia.
Pasal 29
(1)
Bahasa ibu atau daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar
dalam tahap awal sekolah, sejauh diperlukan dalam penyampaian
pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
(2)
Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada
satuan pendidikan tertentu untuk mendukung pemerolehan
kemampuan dan keterampilan berbahasa asing peserta didik.
(3)
Bahasa asing harus digunakan sebagai bahasa pengantar dalam
program studi bahasa asing di perguruan tinggi untuk mendukung
pemerolehan kemampuan dan keterampilan berbahasa asing peserta
didik yang bersangkutan.
BAB VIII
WAJIB BELAJAR
Pasal 30
(1)
Pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal sampai
tamat pendidikan menengah tingkat pertama.
(2)
Wajib belajar dilaksanakan secara nasional tanpa memungut biaya
bagi peserta didik yang tidak mampu secara ekonomi.
(3)
Pelaksanaan wajib belajar mengikutsertakan semua lembaga
pendidikan baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun oleh
swasta.
(4)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai
dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
14
BAB IX
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Pasal 31
(1)
Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan
penilaian pendidikan.
(2)
Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan bagi
pengembangan kurikulum, pengembangan tenaga kependidikan,
penyediaan sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan
penilaian.
(3)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KURIKULUM
Pasal 32
(1)
Pengembangan kurikulum dilakukan berdasarkan standar nasional
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2)
Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan
secara berdiversifikasi sesuai dengan ciri khas satuan pendidikan pada
masing-masing jenjang pendidikan dengan memperhatikan potensi dan
minat peserta didik, keanekaragaman potensi daerah dan lingkungan,
tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja,
kebutuhan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta
tuntutan budaya setempat.
(3)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 33
(1)
Kurikulum mencakup aspek moral keagamaan dan etika, pembentukan
karakter, kecerdasan, seni, keterampilan belajar, keterampilan hidup
yang bermartabat, pola hidup sehat, kebugaran jasmani, estetika, dan
rasa kebangsaan.
(2)
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan
agama, kewarganegaraan, sejarah, bahasa Indonesia, matematika,
sain dan teknologi, ilmu pengetahuan sosial, serta seni dan olah raga.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
15
(3)
Kerangka dasar kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan
oleh Pemerintah.
(4)
Kurikulum sekolah dikembangkan berdasarkan kerangka dasar
kurikulum oleh setiap atau kelompok satuan pendidikan dan Komite
Sekolah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan
kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan propinsi untuk pendidikan
menengah.
(5)
Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan
untuk setiap program studi.
BAB XI
TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal 34
(1)
Tenaga kependidikan mencakup anggota masyarakat yang bertugas
melaksanakan bimbingan, pembelajaran, pelatihan, penelitian,
perencanaan, pengembangan, pengawasan, penilaian, pengelolaan,
dan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
(2)
Pendidik merupakan tenaga profesional yang fungsional dengan tugas
utama merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi serta
mengembangkan proses pendidikan dalam pembelajaran.
(3)
Pendidik untuk pendidikan prasekolah, dasar, dan menengah
dihasilkan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pendidikan
tenaga kependidikan yang berakreditasi.
(4)
Kualifikasi minimum untuk guru pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah adalah lulusan pendidikan S1-Kependidikan atau lulusan
pendidikan S1-Non-Kependidikan plus Akta IV.
(5)
Kualifikasi minimum untuk guru pada pendidikan kejuruan di tingkat
menengah adalah satu tingkat lebih tinggi dari kompetensi tamatan
yang dihasilkannya plus Akta IV.
(6)
Kualifikasi minimum untuk dosen program diploma 1 sampai dengan 3
adalah lulusan pendidikan S1 atau yang setara.
(7)
Kualifikasi minimum untuk dosen program diploma 4 dan S1 adalah
lulusan pendidikan S2, dalam disiplin ilmu yang diajarkannya.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
16
(8)
Kualifikasi minimum untuk dosen program pascasarjana adalah lulusan
pendidikan S3 atau guru besar.
Pasal 35
(1)
Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk:
1. menjaga nama baik profesi sesuai dengan kepercayaan yang
diberikan kepadanya;
2. melaksanakan tugas kependidikan yang menjadi tanggung
jawabnya;
3. meningkatkan kemampuan pribadi, sosial, dan profesional.
(2)
Setiap tenaga kependidikan mempunyai hak untuk memperoleh:
1. penghasilan yang layak dan jaminan kesejahteraan sosial;
2. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerjanya;
3. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
4. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya;
5. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas
pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugasnya.
Pasal 36
(1)
Tenaga kependidikan merupakan aset nasional yang dapat bekerja
secara lintas daerah otonomi.
(2)
Pengangkatan, penempatan, dan penyebaran tenaga kependidikan
diatur oleh Pemerintah.
(3)
Pemerintah wajib memfasilitasi daerah dengan tenaga kependidikan
yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang
bermutu.
Pasal 37
(1)
Promosi dan penghargaan bagi tenaga kependidikan dilakukan
berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan
prestasi kerja dalam bidang pendidikan.
(2)
Sertifikasi guru dan tenaga kependidikan lainnya diselenggarakan oleh
perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan.
(3)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
17
Pasal 38
(1)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban membina dan
mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(2)
Penyelenggara pendidikan swasta berkewajiban membina dan
mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang
diselenggarakannya.
(3)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban membantu
pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga swasta.
BAB XII
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
Pasal 39
(1)
Setiap satuan pendidikan wajib menyediakan sarana dan prasarana
yang memenuhi standar nasional pendidikan untuk menunjang proses
pendidikan, termasuk tempat berolah raga, tempat bermain, berkreasi,
dan berekreasi bagi peserta didik dan penyelenggara pendidikan.
(2)
Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dilakukan oleh satuan
pendidikan dengan bantuan Pemerintah, Pemerintah Daerah,
masyarakat, dan keluarga peserta didik.
(3)
Sumber dan media pembelajaran, termasuk teknologi informasi dan
komunikasi dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan.
(4)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai
dengan (3) diatur oleh Keputusan Menteri.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
18
BAB XIII
PENDANAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab Pendanaan
Pasal 40
(1)
Pendanaan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan menjadi
tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
masyarakat.
(2)
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat berkewajiban untuk
pengerahan potensi-potensi sumberdaya pendidikan yang ada dalam
masyarakat untuk mencapai standar nasional sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
Bagian Kedua
Sumber Pendanaan Pendidikan
Pasal 41
(1)
Sumber pendanaan pendidikan ditentukan
keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.
berdasarkan
prinsip
(2)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 42
(1)
Dana pendidikan dikelola berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, dan
transparansi.
(2)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
19
Bagian Keempat
Pengalokasian Dana Pemerintah
Pasal 43
(1)
Pemerintah mengalokasikan minimum 20% dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan nasional di luar gaji guru.
(2)
Pemerintah Propinsi mengalokasikan minimum 20% dari APBD untuk
peningkatan mutu pendidikan baik jalur sekolah maupun luar sekolah di
luar gaji guru.
(3)
Pemerintah Kabupaten/Kota mengalokasikan minimum 20% dari APBD
untuk peningkatan mutu pendidikan baik jalur sekolah maupun luar
sekolah di luar gaji guru.
(4)
Pengalokasian dana bagi sektor pendidikan dari Pemerintah kepada
Pemerintah Daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5)
Departemen Pendidikan Nasional memberikan pedoman dalam
pengalokasian dana bagi sektor pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), (2), dan (3) agar memenuhi standar nasional
pendidikan yang merupakan persyaratan minimum yang harus dimiliki
oleh satuan pendidikan.
BAB XIV
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Pasal 44
(1)
Pemerintah menentukan kebijakan nasional, standar nasional,
kerangka dasar kurikulum untuk pendidikan dasar dan menengah, dan
sistem penilaian untuk menjamin mutu pendidikan nasional.
(2)
Pemerintah Daerah menentukan kebijakan daerah, mekanisme
perencanaan,
pengendalian,
dan
pengawasan
pelaksanaan
pengelolaan pendidikan prasekolah, dasar, dan menengah di daerah.
(3)
Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam
mengelola satuan pendidikan di lembaganya.
(4)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
20
Pasal 45
(1)
Pengelolaan satuan pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah.
(2)
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan luar sekolah dilakukan
oleh Pemerintah dan/atau lembaga swasta.
(3)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 46
(1)
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan prasekolah, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah tingkat pertama dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota.
(2)
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan pada jenjang pendidikan
menengah tingkat atas dilakukan oleh Pemerintah Propinsi.
(3)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
disesuaikan dengan kemampuan Pemerintah Daerah masing-masing.
Pasal 47
(1)
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan pada jenjang pendidikan
tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas publik,
jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.
(2)
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan pada masing-masing
perguruan tinggi sebagai badan hukum milik negara atau badan hukum
milik masyarakat dilaksanakan berdasarkan prinsip nirlaba.
Pasal 48
Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan luar sekolah dilakukan oleh
Pemerintah dan/atau masyarakat.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
21
BAB XV
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 49
(1)
Peranserta masyarakat dalam pendidikan meliputi partisipasi
perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, perusahaan
swasta,
dan
organisasi
kemasyarakatan
lainnya
dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2)
Masyarakat dapat berperanserta sebagai sumber, pelaksana, dan
pengguna hasil pendidikan.
(3)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pasal 50
(1)
Lembaga non-pemerintah sebagai mitra pemerintah berhak
menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada jalur sekolah
dan luar sekolah sesuai kekhasan norma-norma sosial, budaya,
agama, dan keinginan masyarakat yang berprinsip nirlaba dengan
memperhatikan ketentuan dalam sistem pendidikan nasional.
(2)
Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat dapat mengatur
kurikulum, kegiatan pembelajaran, manajemen, dan pendanaan sendiri.
(3)
Biaya penyelenggaraan pendidikan oleh masyarakat dapat bersumber
dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, dan/atau sumber lain
yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
(4)
Masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan berhak mendapat
bantuan teknis dan subsidi sumber daya dari Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah.
(5)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai
dengan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
22
Bagian Ketiga
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
Pasal 51
(1)
Masyarakat ikut berperan serta secara optimal dalam pengendalian
mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan,
dan evaluasi program pendidikan melalui Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah.
(2)
Dewan Pendidikan dibentuk dan berperanserta dalam pengendalian
mutu pendidikan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang
tidak mempunyai hubungan secara hirarkis.
(3)
Komite Sekolah dibentuk dan berperanserta dalam perencanaan dan
penyelenggaraan pendidikan maupun pengendalian mutu pendidikan di
tingkat sekolah.
(4)
Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB XVI
EVALUASI, AKREDITASI DAN SERTIFIKASI
Bagian Kesatu
Evaluasi
Pasal 52
(1)
Evaluasi dilakukan dalam rangka pemantauan dan pengendalian mutu
pendidikan
secara
nasional
sebagai
bentuk
akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada masyarakat.
(2)
Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program
pendidikan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan.
Pasal 53
(1)
Evaluasi peserta didik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan,
dan perbaikan hasil belajar peserta didik.
(2)
Evaluasi peserta didik, lembaga, dan program pendidikan dilakukan
oleh lembaga independen secara berkala, menyeluruh, transparan,
sistematis, dan sistemik untuk menilai ketercapaian standar nasional.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
23
Pasal 54
(1)
Pemerintah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan secara nasional atau lokal.
(2)
Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga
evaluasi yang independen untuk melakukan evaluasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53.
(3)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Akreditasi
Pasal 55
(1)
Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan
tinggi.
(2)
Akreditasi terhadap satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah
dan/atau lembaga independen sebagai bentuk pertanggungjawaban
kepada publik.
(3)
Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.
(4)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai
dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 56
(1)
Sertifikat dibedakan menjadi Surat Tanda Tamat Belajar, Ijazah, dan
Lisensi.
(2)
Penyelenggara satuan pendidikan memberikan Surat Tanda Tamat
Belajar kepada peserta didik sebagai pengakuan menyelesaikan suatu
jenjang pendidikan tertentu.
(3)
Penyelenggara satuan pendidikan memberikan ijazah kepada peserta
didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
24
(4)
Penyelenggara satuan pendidikan memberikan lisensi bekerja sama
dengan asosiasi profesi.
(5)
Penyelenggara satuan pendidikan dapat memberikan ijazah atau
lisensi kepada warga masyarakat yang menunjukkan kemampuan,
keahlian, dan keterampilan yang setara dengan jenjang pendidikan
atau tingkat kemahiran tertentu.
(6)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),(2),(3),
(4), dan (5) diatur oleh Peraturan Pemerintah.
BAB XVII
PENGAWASAN
Pasal 57
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat melakukan
pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
transparan dengan prinsip akuntabilitas publik.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XVIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 58
(1)
Satuan pendidikan bagi peserta didik warga negara Indonesia yang
berada di luar negeri diselenggarakan oleh Perwakilan Republik
Indonesia di negara yang bersangkutan dengan menggunakan
ketentuan yang sama dengan satuan pendidikan sejenis di wilayah
Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
(2)
Satuan pendidikan yang diselenggarakan di wilayah Republik
Indonesia oleh perwakilan negara asing bagi peserta didik warga
negara asing menggunakan ketentuan yang berlaku di negara masingmasing.
(3)
Kegiatan pendidikan yang diselenggarakan di wilayah Republik
Indonesia oleh warga negara atau lembaga asing diwajibkan untuk
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
25
mengikutsertakan pengelola dan pendidik Indonesia minimal sebanyak
50%.
(4)
Peserta didik warga negara asing yang mengikuti pendidikan di satuan
pendidikan dalam wilayah Republik Indonesia wajib menaati ketentuan
yang berlaku dalam satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5)
Kegiatan pendidikan yang menggunakan sistem pendidikan negara lain
yang diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(6)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),(2),(3),
(4), dan (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIX
SANKSI
Pasal 59
(1) Penyelenggara
pendidikan yang dengan sengaja melakukan
pelanggaran dalam pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (1), diancam dengan pidana penjara selamaselamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda setinggi-tingginya
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Penyelenggara
pendidikan yang dengan sengaja melakukan
pelanggaran terhadap Pasal 22 ayat (3), diancam dengan pidana
penjara selama-selamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda
setinggi-tingginya Rp1000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(3) Penyelenggara pendidikan, perorangan, atau kelompok orang yang
dengan sengaja melakukan penyalahgunaan pemberian gelar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2), diancam
dengan pidana penjara selama-selamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau
pidana denda setinggi-tingginya Rp1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
(4) Penyelenggara
pendidikan yang dengan sengaja melakukan
pelanggaran dalam pemberian gelar jabatan fungsional guru besar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (6), diancam dengan
pidana penjara selama-selamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana
denda setinggi-tingginya Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(5) Penyelenggara pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), diancam dengan
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
26
pidana penjara selama-selamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana
denda setinggi-tingginya Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(6) Penyelenggara pendidikan yang melakukan tindakan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (5) dapat ditambah
dengan sanksi administratif berupa penutupan penyelenggaraan
pendidikan dan ganti rugi pada peserta didik dan/atau tenaga
kependidikan.
Pasal 60
(1)
Seseorang yang membantu mengeluarkan suatu gelar dari perguruan
tinggi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (1) dikenakan sanksi pidana berupa denda
setinggi-tingginya Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2)
Seseorang yang menggunakan gelar dan/atau jabatan fungsional guru
besar melalui prosedur yang tidak benar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (6), diancam dengan pidana penjara selamalamanya 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda setinggi-tingginya
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3)
Seseorang yang menggunakan gelar akademik, vokasional, dan
profesi yang diperoleh dari perguruan tinggi yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) diancam
dengan pidana kurungan selama-lamanya 5 (lima) tahun dan/atau
pidana denda setinggi-tingginya Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
(4)
Seseorang yang menggunakan gelar lulusan yang tidak sesuai
dengan bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (5)
diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda setinggi-tingginya Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(5)
Gelar yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) jo pasal
24 ayat (4) dinyatakan tidak sah.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
27
Pasal 61
Tenaga kependidikan yang tidak memiliki kualifikasi pendidikan minimum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4), (5), (6), (7) dan (8),
diancam dengan sanksi administrasi dan/atau dicabut haknya sebagai
tenaga kependidikan.
Pasal 62
Lulusan yang memegang ijazah atau gelar yang ternyata palsu, diancam
dengan pidana kurungan selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan dicabut
haknya sebagai pemegang ijazah atau gelar akademik.
Pasal 63
Lulusan yang skripsi/tesis/disertasinya diketahui ternyata sebagai hasil
penjiplakan baik secara utuh maupun sebagian dari karya orang lain
(plagiat), dicabut haknya sebagai pemegang gelar akademik.
BAB XX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 (Lembaran Negara
Tahun 1989 Nomor 6) tentang Sistem Pendidikan Nasional yang ada pada
saat diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku, sepanjang
tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang ini.
Pasal 65
Bagi guru dan dosen yang belum memiliki kualifikasi pendidikan minimum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4), (5), (6), (7), dan (8) jo
Pasal 61 diberi waktu selama-lamanya 15 (lima belas) tahun untuk
memenuhi kualifikasi tersebut.
BAB XXI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1960 tentang Pendidikan Asing dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1989 (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6) dinyatakan tidak berlaku.
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
28
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
29
Pasal 67
(1)
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(2)
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ………….
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ………….
SEKRETARIS NEGARA/SEKRETARIS KABINET
REPUBLIK INDONESIA,
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ….. NOMOR …..
Perubahan dari Draft RUU Sisdiknas, Komisi VI-DPR-RI, 31 DESEMBER 2001
30
Download