furnal Vektor Penyakit, Vol. VII No. 1, 2013 :'J,6 - 22 Optimasi Teknik Isolasi DI\IA dan RAPD - PCR pada Keong oncomelania hup ensis lindo ensls sebagai Hospes perantara .Schistos omiasis di Sulawesi Tengah (Optimization Techniqwes und Isolation DNA RAPD - PCR Oncomelania Hup_ensis !,in/oensls Snail As Intermediate Host of Schistosomiasis in Central Sulawesi) Gunawan* Balai Litbang P2B2 Donggala, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan, RI INFO ARTIKEL Keywords : Schistosomiasis DNA, O.h.lindoinsis, RAPD-PCR Kata kunci : Schistosomiasis, DNA, O.h.lindoensis, RAPD-PCR ABSTRACT/ABSTRAK ln Indonesia schistosomiasis is caused by Schistosoma japonicum with O.h.lindoensis snails as an intermediate host. For that we need to do research on the level of DNA polymorphism o.h.lindoensis snails. one method used is the technique of Random Amplified Polymerasechain Reaction (RAPD-?1R). Thereforeweneeda propermethod of DNAextraction aswellasin determining the optimumreaction canditionsfor MpD-pcR. This study aimed to be obtained of o.h.lindoensis DNA from in the highlands of central sulawesi in Bada, Napu and Lindu and to optimize condition ofpcR-RApD. To be obtained o.h.lindaensis DNA using with protocols or operating procedures pureLink Genomic DNA Mini Kits TM. The extraction of DNA yieled good qualitlt of DNA. while amplification of DNA using PCR-MPD will become efficient and consistent if the amplification reactions are in ideal condition. In o.h.lindoensis, clear pcR-RApD patterns were obtained using 70ng DNA template, 2 5 pmol primer and the number ofthermal cyclewas 40 x Di Indonesia schistosomiasis disebabkan oleh cacing Schistosoma japonicum dengan hospes perantara keong oncomelania hupensis lindoensis, untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang tingkat polimorfisme DNA keong Oncomelania hupensis lindoensis karena penelitian ini belum pernah dilakukan di Indonesia. salah satu metode yang digunakan adalah teknik Random Amplified polymerase chain Reaction (MpD-pcRJ-. oleh karena itu diperlukan metode yang tepat dalam ekstraksi DNA serta dalam menentukan kondisi optimum reaksi MPD-pCR. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan DNA o.h lindoensis yang berasal dari daerah endemis schistosomiasrs di sulawesi rengah (Bada, Napu dan Lindu) serta menentukan kondisi optimum untuk reaksi RApD-pcR untuk mendapatkan DNA digunakan metode ekstraksi DNA dari PureLink Genomic DNA Mini Kits IM. Ekstraksi DNA menghasilkan DNA dengan kualitas baik. sedangkan untuk amplifikasi DNA menggunakan teknik MPD-PCR diperoleh dengan kondisi komponen reaksi yang ideal. Pada sampel o.h.lindoensis, pola pita-pita DNA dengan teknik MpD-pcR yang jelas dapat diperoleh dengan menggunakan 10 ng DNA, 25 pmol MpD primer serta jumlah siklus termal 40x. @ 2013 furnal Vektor Penyakit. All rights reseryed *Alamat Korespondensi : email : [email protected] 16 Optimasi Teknik Isolasi DNA dan RAPD - PCR pada ............ [GunawanJ PENDAHULUAN tidak diketahui latar belakang genomnya*. Schistosomiasls di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Muller dan Tesch pada tahun untuk menguji tingkat polimorfisme 1935 yang disebabkan oleh cacing Schistosoma japonicum dengan keong perantara Oncomelania. Keong pertama kali ditemukan di daerah persawahan Paku, danau Lindu pada tahun 1972 oleh Carney dkh. dan diidentifikasi sebagai A.h.lindoensrs'''. Keong ini bersifat amfibious, dimana keong tersebut menyukai tempat yang bece[ lembab dan beraif,, akan tetapi keong ini akan mati apabila terendam air'''''. Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan sangat pesat, diantaranya adalah perkembangan ilmu biologi molekuler. Polymerase Chain Reaction [PCR), merupakan Metode RAPD PCR banyak dimanfaatkan DNA. Sedangkan penelitian tentang variasi genetik keong O.h.lindoensls sebagai keong perantara di Indonesia belum pernah dilakukan dengan menggunakan metode RAPD-PCR. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menentukan optimasi teknik isolasi schistosomiasis DNA terlebih dahulu dan untuk mendapatkan hasil amplifikasi MPD-PCR yang jelas dan baik. BAHAN DAN METODE EkstraksiDNA Mullis tahun 1985 yang efektif untuk Sampel O.h.lindoensls dikoleksi dari Dataran Tinggi Bada, Napu dan Lindu (Sulawesi TengahJ pada bulan April 2011. perbanyakan DNA secara in vitroa. Teknik ini memungkinkan dihasilkannya berjuta-juta telah terbebas dari serkaria. Sebelum Beberapa marka molekuleryang berbasis PCR dilakukan isolasi DNA keong telah dipelihara dalam skala laboratorium selama 90 hari. suatu teknik yang dikembangkan oleh Kathy copy dari suatu fragmen DNA tertentu. salah satunya adalah Random Amplified Polymorphic DNA IRAPD) yang dikembangkan pertama kali oleh Williams et al. [1990) dan banyak dimanfaatkan untuk menguji tingkat polimorfisme DNAs. Teknik RAPD-PCR menggunakan primer acak atau arbitrary primer yang berantai pendek dengan oligonukleida yang panjangnya hanya IA-LZ basa yang digunakan mengamplifikasi fragmen DNA secara acak tanpa harus mengetahui terlebih dulu urutan nukleotida atau DNA target yang spesifik. Perbedaan urutan DNA di antara individu- individu pada daerah pengikatan primer oligonukleotida menyebabkan terjadinya perbedaan-perbedaan [polimorfisme) pada pola larik yang dihasilkan dari proses amplifikasi'. Dasar analisis RAPD adalah menggunakan mesin PCR yang mampu mengamplifikasi sekuen DNA secara in vitro. Penggunaan penanda RAPD relatif sederhana dan mudah dalam hal preparasi. Teknik RAPD memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan dengan teknik molekuler lainnya. Teknik ini juga mampu menghasilkan jumlah karakter yang relatif tidak terbatas sehingga sangat membantu untuk keperluan analisis keanekaragaman organisme yang Sampel keongyang dipakai adalah keongyang Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan prosedur kerja dari PureLink" Genomic DNA Mini Klfs dari invitrogen yang dimodifikasiu. Caranya yaitu sampel keong sebanyak 50-60 mg ditimbang kemudian dipotong kecil-kecil, kemudian dimasukkan ke dalam mikrotube 2 ml dan ditambahkan 180 pl PureLink'M Genomic Digestion Buffir dan 20 pl Proteinase K. Sampel kemudian diinkubasi selama 1-4 jam pada suhu 55eC. Apabila sampel belum lisis sempurna maka di inkubasi semalam pada suhu 55 eC. Selanjutnya larutan tersebut disentrifuse dengan kecepatan maksimum selama 3 menit pada suhu ruangan. Kemudian larutan ditambah 20 pl Rnase A dan campur dengan divortex. Ditambahkan 200 pl PurelinkTM Genomic Lysis/Binding Buffer dan campur dengan di vortex. Kemudian larutan ditambah 200 pl 96-100 %o ethanol dan campur dengan divortex. Untuk mencuci DNA larutan diambil kembali sebanyak ! 640 pl dan dipindahkan ke dalam PureLink" Spin Column. Setelah itu coloumn disentrifuse 10.000 rpm selama 1 menit dan coloumn dibuang kemudian diganti dengan coloumn yangbaru. Larutan ditambah 500 pl Wash Buffer 1, kemudian disentrifuse L7 furnal Vektor Penyakit, Vol. VII No. 1, 2013 :16 - 22 lagi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit dan coloumn dibuang kemudian diganti dengan coloumn yang baru. Larutan ditambah 500 pl Wash Buffer 2, kemudian disentrifuse lagi dengan kecepatan maksimum selama 3 menit dan coloumn dibuang kemudian diganti dengan coloumn yang baru, Larutan ditambahkan 25-200 1tl PureLink" Genomic Elution- Buffer. Diinkubasi selama 1 menit dengan suhu ruangan. Setelah itu colournn disentrifugasi lagi dengan kecepatan maksimum selama 1 menit. Sampel DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada suhu 4eC untuk dilakukan penguj ian selanj utnyau. Penentuan Kuantifikasi DNA Kuantifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer. Caranya yaitu spektrofotometer dihidupkan dan sebelum digunakan dilakukan set reference dengan menggunakan 100 pl HPLC. Untuk set reference absorbansi, ratio dan konsentrasi DNA harus bernilai 0,00 jika nilai masingmasing parameter lebih dari 0,00 set reference diulang sampai sampel HPLC tersebut bernilai 0,00 [untuk mempermudah set reference, kuvet terlebih dahulu dibersihkan). Kemudian sampel DNA sebanyak 2 pl dan 98 pl HPLC dimasukkan kedalam kuvet lalu dimasukkan kedalam primer yang digunakan. Pada penelitian ini volume standar yang digunakan untuk satu reaksi adalah 25 ytl. Langkah selanjutnya tB buah mikrotube yang telah berisi AmpliTaq TM DNA Polymerase dan stoffel fragmen disiapkan dan ditandai dengan nama primer serta tanggal dilakukan PCR. Larutan DNA sebanyah 4 pl dimasukkan ke dalam setiap mikrotube tersebut, Urutan sampel yang dimasukkan pada setiap sumur diatur berdasarkan urutan sampel. Setelah itu, microtube divortex agar larutan tercampur lalu disentrifugasi. Mikrotube siap dimasukkan kedalam termal cycler'. Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan GeneAmp PCR system 9600 (Perkin Elmer). Reaksi PCR memerlukan tiga siklus. Program siklus termal adalah : aktivasi awal pada 95'C selama 15 menit diikuti dengan 40 siklus yang terdiri dari 1 menit pada 94"C, 1 menit pada 36'C dan 2 menit pada72'C. Selanjutnya diikuti dengan 1 siklus pemanjangan final pada 72"C selama 10 menit. Pada penelitian ini dilakukan optimasi untuk mendapatkan pita-pita DNA yang jelas dengan konsentrasi DNA yang berbeda beda yaitu 5 ng, 10 ng dan 25 ng. Sedangkan untuk jumlah siklus termal nya juga dilakukan dengan modifikasi 3 5 x, 40 x, dan 45 x n. spektrofotometer. Nilai atau parameter yang terbaca oleh spektrofotometer adalah HASIT konsentrasi DNA, rasio DNA, absorbansi dan protein. Pembacaan menggunakan panjang sinar 260 nm7. Untuk hasil spektrofotometer sampel keong dari tiga lokasi dapat dilihat dalam RAPD-PCR Analisis RAPD-PCR dilakukan dengan menggunakan produk dari Ready-To-Go RA?D Analysis Kit GE Healthcare Limited, Amersham Little Chalfont, Buckinghamshire. Komponen dari kit ini adalah terdiri dari Tabel 1. Konsentrasi DNA keong O.h.lindoensis ID Absorbansi Rasio Konsentrasi Protein A.3 A4 A5 Place Ready-To-Go RAPD Analysis Beads (buffea dATe dCTE dGTe dTTE BSA, AmpliTaq,, and Stoffel fragmen), kontrol E. Coli BLZ! [DE3J DNA" kontrol E. Coli [C1a) DNA dan RApD Primer Set. Langkah pertama dihitung kebutuhan bahan kimia reaksi yang digunakan pada reaksi RAPD PCR. Jumlah bahan disesuaikan dengan jumlah sampel dan 1B 0,022 1,95L 0,010 4,076 0,016 7,775 30,6 29,3 0,0 0,0 2a,4 0,1 Dari hasil spektrofotometer didapatkan konsentrasi DNA untuk sampel keong O,h,lindoensls dari dataran tinggi Napu [ffij adalah 30,6 ng, dataran tinggi Bada (A4) 29,3 ng dan untuk dataran tinggi Lindu (A5) 28,4 ng. Primer yang dipakai dalam penelitian ini adalah primer yang terdapat dalam kit RAPD (dapat dilihat pada Tabel 2). Optimasi Teknik Isolasi DNA dan RAPD Tabel 2. Primer yang digunakan dan Nama Primer Primer 1 RA PD Primer 2 RA PD Primer 3 RA PD Primer 4 RA PD Primer 5 _84 PD Primer 6 Urutan basa [5'-3'l Is'-d [GGTGCGGGAAI -3',i [5',-d IGTTTCGCTCC] [s'-d IGTAGACCCGT] (5',-d [AAGAGCCCGT] [s'-d [AACGCGCAAC] PCR pada ............ (Gunawan) Fengaruh perbedaan konsentrasi urutan basa primer RA PD - -3',J komponen dan perbedaan siklus termal pada PCR-RAPD O.h.lindoensfs dan kondisi optimal untuk protokol PCR-RAPD ditampilkan pada Gambar 1 sampai Gambar4. -3',) -3',) -3',) [s'-dlcccGTCAGCAl 3',J 1400 600 500 400 300 200 100 Gambar l-. Pola -pola RAPD PCR menggunakan konsentrasi DNA S ,g DNA, 25 pmol RAPD Primer serta jumiah siklus termal 35 x Primer 7,2, dan 3. C : Kontrol, M : Market 43 : 0.h.lindoensis dari Dataran Tinggi Napu, 44 : O.h.lindoensrs dari Dataran Tinggi Bada dan A5:O.h.lindoensis dari Dataran Tinggi Lindu. Untuk kebutuhan bahan kimia reaksr yang digunakan pada reaksi RAPD PCR jumlah bahan disesuaikan dengan jumlah sampel dan primeryang digunakan [Tabel 3). Tabel 3. Komposisi untuk RAPD PCR No 1, ) 3 Nama Bahan 25 pmol RAPD Primer 5-50 ng DNA Destilled Water IHrOJ Total Voh"rme Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa pola pola RAPD PCR dengan menggunakan konsentrasi DNA 5 ng DNA, 25 pmol RAPD Primer serta jumlah siklus termal 35 x memberikan gambaran band - band DNAyang teramplifikasi masih kurang j elas. 1 x Reaksi 5 pl 6,6 pl 1-3,4 ptl 25 prl 79 Jurnal Vektor Penyakit, Vol. VII No. 1, 2013 :75 - 22 1400 600 500. 400 300 200 100 C: RAPD Primer serta jumlah siklus termal40 x dengan Primer 4, 5, dan 6. Kontrol, M : Marker; A3:0.h.lindoensls dari Dataran Tinggi Napu, A4: O.h.Iindoensis dari Dataran Tinggi Bada dan A5: O.h.lindoensis dari Dataran Tinggi Lindu. Sedangkan pada gambar 2 dapat dilihat 40xmemberikan gambaran band -band DNA bahwa pola pola RAPD PCR dengan yang teramplifikasi masih kurang jelas dan menggunakan konsentrasi DNA 5 ng DNA" 25 terlihatbandbandDNAmasihbertumpuk. pmol RAPD Primer serta jumlah siklus termal 1400 600 500 400 300 200 100 Gambar 3. Pola pola RAPD PCR menggunakan konsentrasi DNA 10 ng DNA, 25 pmol RAPD Primer serta jumlah siklus termal 35 x Primer \,2, dan 3. c : Kontrol, M : Marker, A3: O.h.lindoensis dari Dataran Tinggi Napu, A4: O.h.lindoensis dari Dataran Tinggi Bada dan A5 : O.h.lindoensrs dari Dataran Tinggi Lindu. 20 Optimasi Teknik Isolasi DNA dan RAPD Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa pola pola RAPD PCR dengan menggunakan konsentrasi DNA 10 ng DNA, 25 pmol RAPD Primer serta jumlah siklus termal 35 - PCR pada ..,....,.... (GunawanJ rneml:erikan gambaran band - band DNAyang teramplifikasi masih kurang jelas dan band band DNA belum optimum teramplifikasi. x 600 500 400 300 Gambar 4. Pola pola RAPD PCR menggunakan konsentrasi DNA 10 ng DNA, 25 pmol RAPD Primer serta jumlah siklus termai 40 x Prirner 4, 5 dan 6. C : Kontrol, M : Marker; A3 : A.h.lindoensis dari Dataran Tinggi Napu, 44 : O.h.lindoensis dari Dataran Tinggi Bada dan A5 : O.h.lindoensis dari Dataran Tinggi Lindu. Untuk gambar 4 dapat dilihat bahwa pola pola RAPD PCR dengan menggunakan konsentrasi DNA 10 ng DNA, 25 pmol RAPD Primer serta jumlah siklus termal 40 x memberikan gambaran band - band DNAyang teramplifikasi terlihat j elas. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini sampel keong O. h. lindoensis yang digunakan berasal dari tiga daerah endemis schistosomiasls di Sulawesi Tengah yaitu dari Dataran Tinggi Napu, Bada dan Lindu [Sulawesi Tengah). Pada penelitian ini didapatkan pola pitapita hasil RAPD yang sangat dipengaruhi oleh komponen PCR meliputi konsentrasi DNA cetakan, primer serta dipengaruhi oleh jumlah siklus termal. Tingkat sensitifitas hasil PCR-RAPD bervariasi terhadap perubahan yang diakibatkan perbedaan konsentrasi tiap komponen. Untuk isolasi DNA Keong O.h.lindoensis dilakukan sesuai dengan protokol atau prosedur kerja PurelinkTM Genomic DNA Mini Kits. Sampel DNA hasil isolasi kemudian disimpan pada suhu 4eC untuk dilakukan pengujian selanjutnya. Pada penelitian ini konsentrasi DNA yang dipakai adalah 5 ng dan 10 ng. Pada konsentrasi DNA rendah [5 ng] terdapat band DNA yang tidak teramplifikasi, Hal ini kemungkinan disebabkan kualitas DNA yang kurang baik. DNA yang pemurniannya tidak sempurna kemungkinan masih mengandung poiisakarida, senyawa fenolik atau kontaminan lainnya. Sedangkan pada konsentrasi DNA 10 ng terdapat band DNA yang teramplifikasi dapat terlihat jelas. Beberapa penelitian lain konsentrasi DNA 10 ng menunjukkan hasil pola-pola DNA yang dihasilkan relaiif konstan. Contohnya pada penelitian yang diiakukan oleh Vernon Jennifer G., dkk [1995) dengan konsentrasi DNA 10 ng menunjukkan pola pola DNA yang jelas pada Biamphalaria Glabrata (Pulmonata : Basommatophora). Selain konsentrasi DNA, hal lain yang 27 furnal Vektor PenyakiL Vol. VII No. 1, 2013 :1.6 - 22 mempengaruhi produk RAPD adalah siklus termal yang digunakan pada proses PCR. |umlah siklus dapat mengubah band DNA produk RAPD. Pada penelitian ini reaksi PCR dilakukan tiga siklus. Sedangkan pada penelitian ini untuk jumlah siklus termal nya juga dilakukan dengan modifikasi 35 x, 40 x, dan 45 x. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari optimasi jumlah siklus termal yang dapat memberikan gambaran band produk RAPD PCR dengan jelas. Pada penelitian ini jumlah siklus termalnya yang terpilih adalah 40 x hal ini dilakukan karena tergantung pada primer yang digunakan dan dipilih sebagai jumlah siklus optimal untuk meminimalkan amplifikasi produk RAPD yang tidak spesifik. Dengan menggunakan kondisi PCR 10 ng DNA,25 pmol prime4 serta jumlah siklus termal 40 x diperoleh amplifikasi fragmen DNA yang optimum dan konsisten. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Osama dan Vernon Jennifer G untuk proses RAPD PCR jumlah siklus termal yang optimal adalah 45 x, hal ini dapat diperoleh amplifikasi DNA yang jelas dan konsisten. Jadi jumlah siklus termal dalam reaksi RAPD PCR sangat mempengaruhi hasil produk RAPD PCR. KESIMPULIIN kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso dan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi serta kepada ibu Dewi Kartikawati Paramita, S.Si, M.Si, Ph.D dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta atas saran-saran dalam ekstraksi DNA dan SKM, M.Si, RAPD-PCR, DAFTARPUSTAKA 1. Riset Bidang Entomologi dan Moluska. Badan Litbang Kesehatan. f akarta 2. 3. menggunakan konsentrasi DNA 10 4. Perlu modifikasi jumlah siklus termal konsentrasi DNA agar gambaran band DNA terlihatjelas. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis berterimakasih kepada Kepala Balai Litbang PZBZ Donggala Bapak fastal, 22 use by individuals and Barlet, J, M, S and Stirling D.1993. Methods in Molecular Biology, vol. 226 | PCR Protocols, Second Editian. Humana Press Inc., Totowa, Nf. 5. Campbell, N.A. 1996. Biology, Fourth Edition, NewYork: Benjamin Cummings, pp 600 - 601 h t t p: / / s c i e n c northern.ed u e /biology / genbio/images/trema toda.html [4 November 2 004] 6. Anonim. 2007. User Manual : PureLink'* Genomic DNA Mini Kits for Purification Of 7. Mostafa, O.M.S., and Shadia M. El- Genomic DNA. Invitrogen, pp 8-9. Daf trg, agar waktu dapat dipersingkat dan for communities. World Health Organization. Geneva, pp33B - 356. rawy.201.7. Susp ectibilty of Biomphalariaspp. To infection with Schistosoma mansoni in sympatric qnd konsentrasi primer 25 pmol dan jumlah siklus termal 40x. Kondisi ini menghasilkan band dengan intensitas yang baik serta pola-pola band RAPD yang konsisten. SARAN Sudomo, M.2000.Sclrrstosomiasis control in Indonesia. Majalah Parasitologi Indonesia 13(1-2):1-10. )an A. Rozendaal.1997. Vector Cantrol : Methods Pada sampel O.h.lindoensis kondisi optimum untuk RAPD PCR adalah Sudomo, M. Penyakit Pqrasitik yang Kurang Diperhatikan. Orasi Pengukuhan Profesor allopatric combinations with observqtions on the generic variability between snails. l. 8. Veterinary Parasitology.l 80. pp 226-231. Vernon, I G., Jones Catherine S. and Noble R. Leslie.1995. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Markers Reveal CrossFertilisation In Biomphalaria Glabrata (Pulmonata: Basommatophora). l. Moll. Stud. 61,pp455-465.