Chapter II

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Opini BPK
Sesuai dengan Undang-Undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara pasal 2 dinyatakan bahwa
BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara. Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan yang
bertujuan memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) bahwa
laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam semua hal material, sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Setelah melakukan
pemeriksaan, BPK memberikan pendapat/opini. Menurut Undang-Undang No. 15
Tahun 2004 penjelasan pasal 16 ayat 1, opini merupakan pernyataan profesional
pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan
keuangan. Adapun kriteria pemberian opini yakni:
1. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan
2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosure)
3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
4. Efektivitas sistem pengendalian intern (SPI)
Pernyataan standar pemeriksaan (PSP) tentang laporan hasil pemeriksaan
atas laporan keuangan menjelaskan bahwa:
1. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP) hanya berlaku
untuk entitas pemerintahan. Untuk entitas pengelola kekayaan negara/ daerah
12
Universitas Sumatera Utara
13
yang dipisahkan tetap harus memenuhi kesesuaian dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum (PABU).
2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosure) merupakan informasi yang
relevan yang melengkapi suatu penyajian informasi keuangan. Informasi
dikatakan cukup apabila ketiadaan informasi tersebut mengakibatkan
pengguna laporan keuangan salah mengambil keputusan. Kecukupan
pengungkapan tidak ditentukan dari banyaknya informasi yang diungkapkan
dalam laporan keuangan.
3. Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
Semua ketidakpatuhan dan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundang-undangan harus diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan atas
kepatuhan
pemeriksaan
terhadap
laporan
peraturan
keuangan.
perundang-undangan
Peraturan
dalam
kerangka
perundang-undangan
yang
mempengaruhi opini pemeriksa hanyalah ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan penyajian laporan keuangan.
Dengan demikian tidak semua penyimpangan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan menjadi pertimbangan dalam opini pemeriksa.
4. Sistem pengendalin intern
Efektivitas sistem pengendalian intern dibuktikan dengan penyajian informasi
keuangan secara wajar dan cukup dalam laporan keuangan. Keberadaan suatu
sistem pengendalian intern tidak menjamin adanya penyajian laporan
keuangan secara wajar dan cukup. Jika suatu sistem pengendalian intern
sangat lemah, masih dimungkinkan terjadinya suatu penyajian laporan
keuangan secara wajar dan cukup. Efektivitas sistem pengendalian intern
Universitas Sumatera Utara
14
hanya bisa ditentukan apabila sistem tersebut telah berjalan. Lemahnya suatu
desain sistem memang sangat mempengaruhi efektivitas sistem itu untuk
menyajikan laporan keuangan secara wajar dan cukup.
Pernyataan standar pemeriksaan (PSP) menyatakan bahwa laporan hasil
pemeriksaan atas laporan keuangan memuat opini pemeriksa yang harus
didasarkan pada pemeriksaan yang dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan
keuangan negara (SPKN). Pemberian opini pemeriksa tidak memerlukan
tanggapan pihak yang diperiksa. Opini pemeriksa merupakan simpulan pemeriksa
tentang kecukupan pengungkapan dan kewajaran penyajian berupa kebenaran
penyajian informasi keuangan dalam laporan keuangan. Opini pemeriksa hanya
dapat diberikan atas laporan keuangan yang telah dilengkapi dengan surat
representasi (representation letter) dari pimpinan entitas yang diperiksa. Tujuan
pemberian opini yaitu:
1.
Menilai kesesuaian laporan keuangan pemerintah dengan standar akuntansi
pemerintahan yang berlaku di Indonesia.
2.
Menilai apakah hal-hal yang seharusnya diungkapkan dalam laporan
keuangan pemerintah telah diungkapkan sehingga tidak menyesatkan
pengguna laporan keuangan.
3.
Menilai kepatuhan laporan keuangan pemerintah terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4.
Menilai efektivitas sistem pengendalian intern yang dijalankan dalam
pemerintahan. (www.slideshare.net/deadrizky/pemeriksaan-keuangan-negarakeuangan-negara).
Universitas Sumatera Utara
15
Opini BPK-RI sejatinya dapat menjadi tolak ukur (indikator) untuk
menilai akuntabilitas sebuah entitas pemerintah. Opini BPK-RI, baik dari sisi
akademis dan aplikasi dilapangan, dapat menaikkan dan menurunkan tingkat
kepercayaan pemangku kepentingan atas pelaporan yang disajikan oleh pihak
yang diaudit (auditan/auditee) dalam hal ini entitas pemerintah. (akuntansipemerintah.blogspot.co.id/2012/06/opini-audit-bpk-sebagai-indikator.html).
Masyarakat menilai pemerintah yang mendapat opini WTP bebas dari
korupsi, namun kenyataannya kasus korupsi bisa saja terjadi pada pemerintah
yang mendapat opini WTP, oleh karena itu pemerintah mengemban tugas yang
tidak mudah dalam rangka memperoleh opini WTP dan dalam rangka
mensejahterakan masyarakat. Pengelolaan keuangan negara tidak cukup jika
sudah memperoleh laporan keuangan dengan opini wajar tanpa pengecualian
(WTP) namun pengelolaan keuangan negara tersebut harus ekonomis, efesien dan
efektif serta memberikan kemanfaatan sesuai dengan tujuan peruntukannya.
(www.bpk.go.id/news/bpk-wujudkan-kesejahteraan-rakyat-melalui-pemeriksaankeuangan-negara).
Pemeriksaan laporan keuangan yang dilaksanakan oleh BPK berpedoman
pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dalam
peraturan BPK No. 1 Tahun 2007. Standar pemeriksaan keuangan negara memuat
persyaratan professional pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan, dan
persyaratan laporan pemeriksaan yang professional. Tujuan Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (SPKN) adalah untuk menjadi ukuran mutu bagi para
pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Berdasarkan Standar
Universitas Sumatera Utara
16
Pemeriksaan Keuangan Negara, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan
keuangan harus mengungkapkan bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian
atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
yang
berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Hasil
pemeriksaan keuangan disajikan dalam tiga bagian yaitu laporan hasil
pemeriksaan atas laporan keuangan yang memuat opini, laporan hasil
pemeriksaan atas sistem pengendalian intern (SPI) dan laporan hasil pemeriksaan
atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan bulletin teknis Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
No. 01 tentang pelaporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah,
paragrap 13 tentang jenis opini disebutkan:
1. Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) memuat suatu pernyataan bahwa laporan
keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai
dengan Standar Akuntansi pemerintahan (SAP).
2. Wajar Dengan Pengecualian (WDP) memuat suatu pernyataan bahwa laporan
keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) kecuali untuk dampak hal-hal
yang berhubungan dengan yang dikecualikan.
3. Tidak Wajar (TW) memuat suatu pernyataan bahwa laporan keuangan tidak
menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan SAP.
4. Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan Pendapat
(TMP) menyatakan bahwa pemeriksa tidak menyatakan opini atas laporan
keuangan.
Universitas Sumatera Utara
17
Hal-hal yang menyebabkan pemerintah daerah memperoleh Opini Tidak
Wajar (Adverse Opinion) dan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion)
antara lain:
a. Sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) yang masih lemah atas
pengelolaan keuangan daerah.
b. Pengelolaan atas cash flow yang tidak dikontrol dengan baik.
c. Pengelolaan atas asset daerah tidak dilengkapi dengan bukti-bukti administrasi
yang lengkap.
Untuk mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) antara lain
pemerintah daerah harus memperhatikan:
1. Lingkungan Pengendalian yaitu:
a. Integritas dan nilai etika dari para pejabat yakni pemahaman para pejabat
pengelola keuangan daerah dalam menjalankan TUPOKSI nya.
b. Gaya Operasi dan Filosofi dari Para Pejabat Pemerintah Daerah yaitu
selalu menganalisa dan hati-hati terhadap pengelolaan keuangan daerah,
penyusunan laporan keuangan daerah sebaiknya menggunakan aparatur
daerah sendiri yang lebih memahami kondisi daerah tersebut, pengelolaan
data keuangan telah menggunakan sistem aplikasi komputer yang handal
dan akurat, adanya koordinasi dan pengendalian atas siklus keuangan antar
PPKD dan SKPD, sudah ditetapkannya pejabat yang mengelola keuangan
daerah sesuai dengan surat keputusan kepala daerah.
c. Struktur Organisasi Pemerintah Daerah yakni apakah badan dan dinas
yang mengelola keuangan daerah telah terbentuk (sesuai dengan PP No. 41
Universitas Sumatera Utara
18
Tahun 2007) dan bendahara umum daerah telah diangkat menggunakan
surat keputusan kepala daerah.
d. Tanggungjawab dan wewenang yaitu tanggungjawab dan wewenang para
pejabat pengelola keuangan telah dibuat secara tertulis dan dirinci dengan
jelas.
e. Kebijakan dan Praktek SDM yaitu apakah pengangkatan pejabat pengelola
keuangan dan kegiatan telah berdasarkan peraturan, kemampuan, keahlian
dan kompetensi.
f. Kegiatan Pengawasan Daerah yaitu apakah program kerja pengawasan
tahunan (PKPT) telah dilaksanakan serta tindak lanjut atas temuan BPK
dan temuan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (Irjen, BPKP, Inspektorat
Provinsi, Kabupaten, Kota) telah dilakukan.
2. Penilaian Resiko yaitu apakah telah dilakukan antisipasi atas transaksi
keuangan yang memerlukan sistem dan prosedur akuntansi yang baru dan
signifikan dan apakah pemantauan terhadap sistem akuntansi dan penyusunan
laporan keuangan yang mengikuti setiap peraturan baru atas pengelolaan
keuangan daerah telah dilaksanakan.
3. Aktivitas Pengendalian yang terdiri dari pertama pengendalian dan sistem
informasi, kedua pemisahan fungsi
4. Informasi dan Komunikasi yaitu adanya peraturan daerah, peraturan kepala
daerah dan surat keputusan kepala daerah yang mengatur seluruh
aktivitas/kegiatan di pemerintah daerah.
(http://syukriy.wordpress.com/2009/10/26/mendapatkan-opini-wajar-tanpapengecualian-atas-audit-laporan-keuangan-pemerintah-daerah-dari-bpk)
Universitas Sumatera Utara
19
Opini WTP harus dengan peningkatan kesejahteraan rakyat dan
perbaikkan
pengelolaan
keuangan
negara.
Pemerintah
daerah
dalam
memperjuangkan opini WTP harus dilakukan dengan serius dan dengan cara yang
benar karena adanya kasus penyuapan pegawai BPK oleh oknum di pemerintah
daerah, berdampak pada berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap
pemberian opini BPK terhadap pemerintah pusat maupun daerah.
2.1.2. Sistem Pengendalian Intern (SPI)
Pengendalian internal didesain untuk memberikan keyakinan memadai
tentang pencapaian tiga golongan tujuan yaitu keandalan pelaporan keuangan,
efektivitas dan efisiensi operasi, serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
yang berlaku (Arens et al., 2008). UU No. 15 tahun 2004 pasal 12 menyatakan
bahwa dalam pemeriksaan keuangan atau pemeriksaan kinerja, pemeriksa
melakukan pengujian dan penilaian atas pelaksanaan sistem pengendalian intern
pemerintah. Peraturan BPK No. 1 tahun 2007 tentang standar pemeriksaan
keuangan negara menyatakan bahwa laporan atas pengendalian intern harus
mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian intern atas pelaporan keuangan
yang dianggap sebagai kondisi yang dapat dilaporkan.
Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal
58 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja,
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, presiden selaku
kepala pemerintah mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern
di lingkungan pemerintah secara menyeluruh dan SPI ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah. Pengaturan tentang sistem pengendalian intern (SPI) terdapat dalam
Universitas Sumatera Utara
20
Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2008. Dalam Bab I Pasal 1 butir 1 disebutkan
bahwa Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah proses yang integral pada
tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan
seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Penerapan sistem pengendalian intern di instansi pemerintah disebut
dengan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP), dimana pada pasal 3
disebutkan bahwa SPIP terdiri dari lima unsur/komponen. Kelima komponen
tersebut juga telah dijabarkan oleh Sudjono dan Hoesodo (2009) dalam Kawedar
(2010) yang menyatakan bahwa suatu SPIP dikatakan baik jika memenuhi lima
komponen, yaitu:
1. Lingkungan pengendalian dalam instansi pemerintah yang memengaruhi
efektivitas pengendalian intern.
2. Penilaian risiko atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian
tujuan dan sasaran instansi pemerintah.
3. Kegiatan pengendalian untuk mengatasi risiko serta penetapan dan
pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan
mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.
4. Informasi dan komunikasi. Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas
dan fungsi instansi pemerintah. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan
atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik.
Universitas Sumatera Utara
21
5. Pemantauan pengendalian intern atas mutu kinerja SPI dan proses yang
memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera
ditindaklanjuti.
Pemahaman tentang temuan audit atas sistem pengendalian intern (SPI)
adalah hasil audit yang menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan kelemahan
dalam pengendalian intern atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai
kondisi yang dapat dilaporkan. Dalam melaporkan kelemahan pengendalian intern
atas pelaporan keuangan, pemeriksa harus mengidentifikasi kondisi yang dapat
dilaporkan secara sendiri-sendiri atau secara kumulatif merupakan kelemahan
yang material. Pemeriksa harus menempatkan temuan tersebut dalam perspektif
yang wajar. (Mardiasmo, 2012). Kelemahan sistem pengendalian intern
merupakan kelemahan yang berakibat pada temuan berupa kelemahan sistem
pengendalian
akuntansi
dan
pelaporan,
kelemahan
sistem
pengendalian
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, kelemahan struktur pengendalian
intern.
Sistem pengendalian intern yang telah dibangun oleh instansi pemerintah
tertentu akan menjadi tidak efektif dalam mengatasi penyimpangan jika terjadi
kolusi diantara pihak-pihak yang terkait dan terjadi pengabaian oleh manajemen
atas sistem pengendalian intern tersebut. (http://www.bpkp.go.id/puslitbangwas
/konten/2289/14.072-Hubungan-Opini-BPK-atas-Laporankeuangan-DaerahTerjadinya -Penyimpangan-Kasus-Korupsi).
Universitas Sumatera Utara
22
2.1.3. Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan sangat penting,
program pemerintah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan
mengacu pada peraturan perundang-undngan yang lebih spesifik karena dalam
peraturan perundang-undangan antara lain ditetapkan apa yang harus dikerjakan,
siapa yang harus mengerjakan, bagaimana cara mengerjakan, bagaimana
mencapai tujuan dan lain-lain yang akan menjadi dasar dan pedoman bagi
pemerintah dalam menjalankan program-program yang telah ditetapkan.
Pemahaman terhadap landasan hukum yang mendasari suatu program merupakan
langkah penting dalam mengidentifikasi peraturan perundang-undangan.
Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan merupakan
penyimpangan/pelanggaran
terhadap
Peraturan
Perundang-Undangan.
Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan merupakan kelemahan
yang terjadi akibat adanya kerugian daerah, potensi kerugian daerah, kekurangan
penerimaan,
kelemahan
administrasi,
ketidakhematan/pemborosan,
ketidakefesienan dan ketidakefektifan (Badan Pemeriksa Keuangan, 2011).
Ketidakpatuhan terhadap regulasi merupakan salah satu bentuk pelanggaran yang
dapat mempengaruhi opini BPK. Ketidakpatuhan bertentangan dengan prinsipprinsip penganggaran di sektor publik yaitu hemat, efektif dan efesien. Di dalam
SPKN disebutkan akuntabilitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
diperlukan untuk dapat mengetahui pelaksanaan program yang dibiayai dengan
keuangan negara, tingkat kepatuhannya terhadap ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, serta untuk mengetahui tingkat kehematan, efesiensi dan
efektivitas dari program tersebut.
Universitas Sumatera Utara
23
Sistem akuntansi pemerintahan (SAP) merupakan acuan wajib dalam
menyajikan laporan keuangan entitas pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
daerah. Pengguna laporan keuangan menggunakan sistem akuntansi pemerintahan
(SAP) untuk dapat memahami informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
Sedangkan auditor eksternal menggunakan sistem akuntansi pemerintahan (SAP)
sebagai kriteria dalam melaksanakan audit, dengan demikian sistem akuntansi
pemerintahan (SAP) digunakan sebagai penyatu persepsi antara pengguna dan
auditor laporan keuangan. Sistem akuntansi pemerintahan (SAP) yang berlaku di
Indonesia ditetapkan dengan peraturan pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005
tanggal 13 Juni 2005 dengan pembaruannya PP Nomor 71 Tahun 2010. Peraturan
pemerintah ini menjadi landasan bagi semua entitas pelaporan termasuk
pemerintah
daerah
dalam
menyajikan
laporan
keuangan
sebagai
pertanggungjawaban kepada berbagai pihak.
Di dalam standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN) disebutkan bahwa
pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan,
pemeriksa
harus
menilai
resiko
kemungkinan
terjadinya
penyimpangan. Resiko tersebut dapat dipengaruhi oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan yang rumit dan masih baru. Dalam melaksanakan
pemeriksaan, pemeriksa harus mempertimbangkan resiko terjadinya kecurangan
(fraud), yang terjadi karena adanya kesempatan yang memungkinkan terjadinya
kecurangan, alasan atau sifat seseorang yang dapat menyebabkan kecurangan.
Laporan atas ketidakpatuhan mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan termasuk pengungkapan atas penyimpangan
administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata maupun penyimpangan yang
Universitas Sumatera Utara
24
mengandung unsur tindak pidana dan ketidakpatutan yang signifikan. Jika
terdapat temuan pemeriksaan, BPK memberikan rekomendasi yang merupakan
tindakan untuk perbaikan guna peningkatan kinerja atas permasalahan yang
terjadi. Rekomendasi dapat meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan,
memperbaiki
pengendalian
intern,
menghilangkan
ketidakpatutan. Kondisi yang bisa mengindikasikan resiko terjadinya kecurangan:
1.
Lemahnya manajemen yang tidak bisa menerapkan pengendalian intern yang
ada atau tidak bisa mengawasi proses pengendalian.
2.
Pemisahan tugas yang tidak jelas terutama yang berkaitan dengan tugas-tugas
pengendalian dan pengamanan sumber daya.
3.
Transaksi – transaksi yang tidak lazim dan tanpa penjelasan yang
memuaskan.
4.
Kasus dimana pegawai cenderung menolak liburan atau menolak promosi.
5.
Dokumen-dokumen yang hilang atau tidak jelas, atau manajemen selalu
menunda memberikan informasi tanpa alasan yang jelas.
6.
Informasi yang salah atau membingungkan.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melaksanakan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara menggunakan standar
pemeriksaan keuangan negara (SPKN). Keuangan negara adalah semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa
uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajinban tersebut. Pengelolaan keuangan negara adalah
keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
25
kedudukan dan kewenangannya meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan
dan pertanggungjawaban.
Pengertian pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara mencakup
akuntabilitas yang harus diterapkan semua entitas oleh pihak yang melakukan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Akuntabilitas diperlukan untuk
dapat mengetahui pelaksanaan program yang dibiayai dengan keuangan negara,
tingkat kepatuhannya terhadap ketentuan perturan perundang-undangan yang
berlaku, serta untuk mengetahui tingkat kehematan, efesiensi dan efektivitas dari
suatu program tersebut.
Standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN) dinyatakan dalam bentuk
pernyatan standar pemeriksaan (PSP) yang terdiri dari:
1. PSP No. 01 tentang standar umum
2. PSP No. 02 tentang standar pelaksanaan pemeriksaan keuangan
3. PSP No. 03 tentang standar pelaporan pemeriksaan keuangan
4. PSP No. 04 tentang standar pelaksanaan pemeriksaan kinerja
5. PSP No. 05 tentang standar pelaporan pemeriksaan kinerja
6. PSP No. 06 tentang standar pelaksanaan pemeriksaan dengan tujuan
tertentu
7. PSP No. 07 tentang standar pelaporan pemeriksaan dengan tujuan tertentu
Dalam PSP No. 03 tentang standar pelaporan pemeriksaan atas laporan
keuangan dinyatakan bahwa laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
harus mengungkapkan bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian atas
kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh
langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Pemeriksaan laporan
Universitas Sumatera Utara
26
keuangan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan perundangundangan, kecurangan (fraud) serta ketidakpatutan (abuse). BPK dalam
melaksanakan pemeriksaan selalu berusaha mendeteksi adanya situasi dan/atau
peristiwa yang merupakan indikasi kecurangan dan/atau ketidakpatutan.
Ketidakpatutan adalah perbuatan yang jauh berada diluar pikiran yang masuk akal
atau diluar praktik-praktik sehat yang lazim. Bila ketidakpatutan terjadi mungkin
saja tidak ada hukum atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang
dilanggar.
Pertimbangan dalam penetapan opini, pengujian atas kepatuhan harus
dimuat dalam LHP kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam hal
pemeriksa menemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan
dalam
pemeriksaan
keuangan.
Laporan
atas
kepatuhan
mengungkapkan:
1.
Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk
pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan
perdata, maupun penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana.
2.
Ketidakpatuhan yang signifikan, sama halnya seperti LHP SPI, LHP atas
ketidakpatuhan diterbitkan jika dan hanya jika ditemukan ketidakpatuhan
oleh pemeriksa selama melakukan pemeriksaan.
(http://sadhrina.wordpress.com/2011/07/19/pemeriksaan-sistem-pengendaliaintern-dan-ketidakpatuhan-dalam-pemeriksaan-laporan-keuangan-pemerintahdan-pengaruhnya-terhadap-opini-bpk/)
Universitas Sumatera Utara
27
2.1.4. Opini Audit Tahun Sebelumnya
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kedua di dalam SPKN
menyatakan bahwa pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan
sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan
dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan. Laporan keuangan
pemerintah daerah yang tahun sebelumnya mendapatkan opini WTP kemungkinan
dapat mempertahankan opini WTP pada tahun berikutnya karena perbaikan atas
kelemahan laporan keuangan pemerintah daerah tersebut tidak sebanyak laporan
keuangan pemerintah daerah dengan opini selain WTP. Hasil penelitian ini sejalan
dengan temuan penelitian
(Fatimah:2014) ini sejalan dengan Banimahd,
Noorifard and Davoudabadi (2013), Reno, Imelda dan Elsa (2012), Malek (2011),
dan Atyanta (2011) yang menemukan hubungan positif antara opini audit tahun
sebelumnya dengan opini tahun berjalan.
2.1.5. Tindak Lanjut Temuan BPK
Peraturan BPK No. 2 tahun 2010 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak
Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK menyatakan bahwa BPK
menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara kepada pejabat yang bertanggungjawab sesuai dengan kewenangannya.
Pejabat yang bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya menyerahkan
juga hasil pemeriksaan kepada pejabat yang diperiksa untuk melakukan tindakan
dan/atau
perbaikan
sesuai
rekomendasi.
Pejabat
wajib
menindaklanjuti
rekomendasi dalam hasil pemeriksaan setelah hasil pemeriksaan diterima. Tindak
lanjut atas rekomendasi berupa jawaban atau penjelasan atas pelaksanaan tindak
Universitas Sumatera Utara
28
lanjut dimana tindak lanjut tersebut wajib disampaikan kepada BPK paling lambat
60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.
Salah satu tanggung jawab manajemen entitas yang diperiksa di dalam
SPKN adalah menindaklanjuti rekomendasi BPK, serta menciptakan dan
memelihara suatu proses untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi
dimaksud. Jika manajemen tidak memiliki cara semacam itu, pemeriksa wajib
merekomendasikan agar manajemen memantau status tindak lanjut atas
rekomendasi pemeriksa. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, manajemen dapat memperoleh sanksi bila tidak melakukan tindak
lanjut atas rekomendasi pemeriksa sebelumnya.
Pengertian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan dalam ikhtisar
hasil pemeriksaan semester (IHPS) BPK tahun 2004 adalah kegiatan dan/atau
keputusan yang dilakukan oleh pejabat yang diperiksa dan/atau pihak lain yang
kompeten untuk melaksanakan rekomendasi hasil pemeriksaan BPK. Apabila
sebahagian atau seluruh rekomendasi tidak dapat dilaksanakan dalam jangka
waktu yang ditentukan, maka pejabat yang diperiksa wajib memberikan alasan
yang sah. Rekomendasi BPK diharapkan dapat memperbaiki pengelolaan dan
tanggung
jawab
keuangan
negara/daerah/perusahaan
pada
entitas
yang
bersangkutan.
Undang-undang No. 15 tahun 2004 pasal 20 menyatakan BPK memantau
pelaksanaan tindak lanjut rekomensasi hasil pemeriksaan. Pemantuan tindak lanjut
atas rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP) adalah rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematis oleh BPK untuk menentukan bahwa pejabat telah
melaksanakan rekomendasi hasil pemeriksaan dalam tenggang waktu yang telah
Universitas Sumatera Utara
29
ditentukan. Dalam rangka pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil
pemeriksaan, BPK menatausahakan laporan hasil pemeriksaan (LHP) dan
menginventarisasi temuan, rekomendasi dan status tindak lanjut atas rekomendasi
dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP). Secara umum rekomendasi BPK dapat
ditindaklanjuti dengan cara penyelamatan uang/aset ke negara/daerah/perusahaan
dan/atau
tindakan
administratif.
Penyelamatan
uang/aset
ke
negara/daerah/perusahaan dilakukan dengan cara menyetorkan sejumlah uang ke
kas negara/daerah/perusahaan dan/atau mengembalikan/menyerahkan sejumlah
aset ke negara/daerah/perusahaan atau dengan cara melengkapi pekerjaan/barang.
Adapun tindakan administratif biasanya berupa pemberian peringatan, teguran
dan/atau sanksi kepada para penanggung jawab dan/atau pelaksanaan kegiatan,
juga
dapat
berupa
tindakan
koreksi
atas
penatausahaan
keuangan
negara/daerah/perusahaan, melengkapi bukti pertanggung jawaban dan perbaikan
atas
sebahagian
atau
seluruh
pertanggungjawaban.
(www.bpk.go.id/assets/files/ihps/2014/I/ihps_i_2004_1414644399.pdf)
Tindak lanjut yang disampaikan ke BPK akan ditelaah dan hasil
penelaahan tersebut akan diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Tindak lanjut telah sesuai dengan rekomendasi
2. Tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi
3. Rekomendasi belum ditindaklanjuti atau
4. Rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti
Rekapitulasi pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan dimuat sebagai
bagian dari ikhtisar hasil pemeriksaan semester yang akan disampaikan oleh BPK
kepada DPR, DPD dan DPRD. Tindak lanjut temuan BPK yang dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
30
entitas yang diperiksa telah diteliti oleh beberapa peneliti yaitu Agusti (2014)
yang menemukan bahwa tindak lanjut hasil pemeriksaan tidak berpengaruh
terhadap opini. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Winanti (2014)
dan Setyaningrum (2015), dimana winarti dan setyaningrum menemukan bahwa
tindak lanjut hasil pemeriksaan berpengaruh positif terhadap opini audit.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang menjadi perbandingan dalam penelitian ini Desi
Fatima, dkk (2014), Nalurita Nuhoni (2015), Silky Raditya Siregar (2012), dan
lain-lain secara umum berkesimpulan bahwa sistem pengendalian intern dan
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan berpengaruh terhadap
opini audit, adapun data revieu penelitian terdahulu dapat dilihat dibawah ini:
Tabel 2.1. Review Penelitian Terdahulu
No
1.
2.
Nama
Peneliti
Desi
Fatima, Ria
Nelly Sari
& M. Rusli
(2014)
Nuhoni
Nalurita
(2015)
Judul Penelitian
Pengaruh
Sistem
Pengendalian Intern,
Ketidakpatuhan
Terhadap Peraturan
Perundangundangan,
Opini
Audit
Tahun
Sebelumnya
dan
Umur
Pemerintah
Daerah
Terhadap
Penerimaan
Opini
Wajar
Tanpa
Pengecualian Pada
Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah
di Seluruh Indonesia
Pengaruh
Sistem
Pengendalian Intern,
Kepatuhan terhadap
perundang-undangan
dan
Karakteristik
Daerah
terhadap
Kredibilitas Laporan
Keuangan
Pemerintah Daerah
Variabel Yang
Digunakan
Variabel dependen:
Opini WTP
Variable independen:
- Sistem Pengendalian
Intern
- Ketidakpatuhan
Terhadap Peraturan
Perundang-undangan
- Opini Audit tahun
Sebelumnya
- Umur
Pemerintah
Daerah
Variabel dependen:
Opini BPK
Variabel independen:
- Kelemahan
Sistem
pengendalian intern
- Ketidakpatuhan
terhadap
peraturan
Perindang-undangan
- Ukuran Pemda
Kesimpulan
Sistem
Pengendalian
Akuntansi
dan
Pelaporan,
Umur
Pemerintah
Daerah
tidak
berpengaruh
terhadap
Penerimaan
Opini WTP namun
Ketidakpatuhan
terhadap
Peraturan
Perundang-undangan
dan
Opini
Tahun
Sebelumnya
Berpengaruh Terhadap
Penerimaan Opini WTP
Seluruh
variable
berpengaruh signifikan
Universitas Sumatera Utara
31
di Indonesia
3.
Silky
Raditya
Siregar
(2012)
4.
Lasena
(2012)
5.
Aryanto
6.
Ayu
(2008)
7.
Ni Luh
Ketut
Shanti
Antik
Safitri
(2014)
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi
Pertimbangan Opini
Auditor atas laporan
Keuangan
Pemerintah Daerah
Istimewa Yogyakarta
Analisa Faktor Pada
Opini
Disclaimer
BPK atas Laporan
Keuangan
Pemda
Kab.
Bolaang
Mongondow Utara
TA. 2011
Pengaruh
Pemeriksaan Interim,
Lingkungan
Audit
dan
Independensi
terhadap
Pertimbangan Opini
Auditor (Studi Kasus
pada
BPK-RI
Perwakilan Provinsi
Bali)
Analisa
FaktorFaktor
yang
Mempengaruhi Audit
terhadap
Opini
Laporan Keuangan
Pemkab/Pemko
Provinsi
Sumatera
Barat Tahun 20062007
Pengaruh
Sistem
Pengendalian Intern
dan Ketidakpatuhan
terhadap Peraturan
Perundang-undangan
terhadap Opini Audit
pada
Pemerintah
Daerah
- Ketergantungan
Pemda
- Opini
tahun
sebelumnya
Variabel dependen:
Opini BPK
Variabel independen:
- Independensi
- Keahlian Audit
- Lingkup Audit
- Audit Judgement
Variabel dependen:
Opini disclaimer
Variabel independen:
- Sistem Pengendalian
Intern (SPI)
- Perencanaan
Anggaran
- Standard Akuntansi
Pemerintah (SAP)
- Pelaksanaan
Anggaran
- Tindak
Lanjut
Temuan
- Regulasi
- Manajemen Aset
Variabel dependen:
Opini BPK
Variabel independen:
- Pemeriksaan Interim
- Lingkungan Audit
- Independensi
Variabel dependen:
Opini BPK
Variabel independen:
- Ruang
lingkup
auditor
- Laporan
keuangan,
prinsipakuntansi
- Posisi keuangan
- Komitmen
pemda
menindaklanjuti
rekomendasi BPK
Variabel dependen:
Opini audit
Variabel independen:
- Sistem pengendalian
intern
- Ketidakpatuhan pada
Peraturan perundangundangan
- Realisasi anggaran
- Opini
tahun
sebelumnya
Seluruh variable secara
simultan berpengaruh
terhadap pertimbangan
pemberian opini audit
Seluruh
variabel
berpengaruh signifikan
terhadap
opini
Disclaimer BPK atas
Laporan
Keuangan
Pemda Kab. Bolaang
Mongondow Utara TA.
2011
Semua
variabel
independen
berpengaruh signifikan
terhadap pertimbangan
opini
auditor(studi
kasus pada BK-RI
perwakilan
provinsi
Bali)
Semua
variable
berpengaruh terhadap
opini laporan keuangan
pemkab/pemko provinsi
sumatera barat tahun
2006-2007
Sistem
pengendalian
intern dan realisasi
anggaran
tidak
berpengaruh
signifikan,ketidakpatuh
an
pada
peraturan
perundang-undangan
berpengaruh negatif dan
opini tahun sebelumnya
berpengaruh signifikan
Universitas Sumatera Utara
32
8.
Defera,cris Pengaruh Kelemahan
(2013)
Sistem Pengendalian
Intern
dan
Ketidakpatuhan
terhadap penentuan
Opini
Laporan
Keuangan
Pemerintah Daerah
di Indonesia Tahun
2008 – 2011
Variabel dependen:
Opini BPK
Variabel independen:
- Kelemahan
Sistem
Pengendalian
akuntansi
dan
pelaporan
- Kelemahan
sistem
pengendalian
pelaksanaan anggaran
pendapatan
dan
belanja
- Kelemahan struktur
pengendalian intern
9.
Hottua
Sipahutar
dan Siti
Khairani
Analisis Perubahan
Opini Laporan Hasil
Pemeriksaan
BPK
atas
Laporan
Keuangan
Pemerintah Daerah
Kab. Empat Lawang
Variabel dependen:
Opini
Variabel independen:
- Sistem pengendalian
intern
- Ketidakpatuhan pada
peraturan perundangundangan
- Kesesuaian penyajian
standar
akuntansi
pemerintahan
10
P. David
Dnnelly,
Jeffrey J.
Quirin,
and David
O'Bryan
(2003)
Auditor Acceptance
of Dysfunctional
Audit Behavior: An
Explanatory Model
Using Auditors'
Personal
Characteristics
Independen:
- Locus of
eksternal
Dependen:
- Kinerja
Ekternal
control
Auditor
- Kelemahan
Sistem
Pengendalian
akuntansi
dan
pelaporan
dan
Kelemahan
sistem
pengendalian
pelaksanaan
anggaran pendapatan
dan
belanja
berpengaruh
pada
penentuan
opini
namun Kelemahan
struktur pengendalian
intern
tidak
berpengaruh
pada
penentuan opini
seluruh
variable
berpengaruh positif
Auditor yang lebih
berprilaku
disfungsional
cenderung
memiliki
locus
of
control
eksternal, melaporkan
tingkat yang kinerja
lebih
rendah,
dan
menunjukkan keinginan
berpindah tinggi. Hasil
ini menunjukkan bahwa
karakteristik individu
auditor berperan dalam
mengidentifikasi orangorang
yang
lebih
menerima
berprilaku
disfungsional.
Universitas Sumatera Utara
Download