BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam lingkungan bisnis yang sangat kompetitif saat ini, banyak perusahaan memiliki tujuan mendapatkan pangsa pasar global dan mendapatkan keuntungan dari efisiensi produksi dan pengadaan yang lebih tinggi. Baru-baru ini, logistik semakin diunggulkan dan diakui sebagai faktor penting dalam keunggulan kompetitif. Proses operasi logistik termasuk penginputan, penyimpanan, pengangkutan dan mendistribusikan barang (Gunasekaran & Ngai, 2003). PT. XYZ merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa logistik di sektor energi dengan menyediakan berbagai layanan logistik yang bisa disesuaikan. Mencakup jasa logistik terintegrasi, manajemen gudang, manajemen shorebase, logistik proyek, pengiriman industri, dan logistik batubara. Penerapan balanced scorecard di PT.XYZ dimulai pada tahun 2012, dengan tujuan mensinergikan dan memaksimalkan sumber daya dari masing-masing fungsi lintas departemen dengan berfokus pada peningkatan kinerja utama yang berkesinambungan. Dari empat perspektif balanced scorecard yang berjalan internal process perspective merupakan salah satu kunci sukses bisnis PT.XYZ di tahun 2013, namun dari hasil manajemen meeting PT.XYZ menganggap ada kelemahan dari sistem yang telah berjalan setahun tersebut terutama fungsi pembelian jasa dari supplier yang belum terintegrasi. kebijakan bisnis order-to 1 cash dan procure-to-pay di PT.XYZ membutuhkan adanya sistem e-business yang terintegrasi dengan pihak eksternal, dan e-business untuk fungsi pembelian jasa dari supplier salah satunya adalah e-procurement. Dalam beberapa tahun terakhir, logistik telah berkembang dari logistik partai tunggal menjadi 5PL (multi-partai). Penggunaan jaringan e-logistik lebih berfokus pada operasi global. 3PL (Third Party Logistics) merupakan logistik kontraktual dengan fokus pada operasi regional. Tujuan utama di balik penyediaan jasa jasa logistik adalah untuk: - Mengurangi biaya operasi. - Memenuhi permintaan yang fluktuatif. - Mengurangi investasi modal. Masalah umum yang timbul dalam perusahaan logistik yaitu adanya informasi yang tertunda dan tidak akurat, layanan yang tidak lengkap, operasi yang lambat dan tidak efisien, dan tingkat kerusakan produk yang tinggi (Gunasekaran & Ngai, 2003). Sejak era internet digunakan sebagai alat bantu dalam manajemen pasokan di pertengahan 1990-an, perusahaan-perusahaan telah mencoba untuk mendapatkan manfaat yang dapat diberikan oleh e-procurement diantaranya: pengurangan biaya, perampingan proses, meningkatkan kepatuhan kontrak, meningkatnya pengeluaran di bawah aturan manajemen, dan banyak lagi. Namun, banyak tantangan yang dihadapi, namun hanya dalam beberapa tahun terakhir perusahaan terkemuka telah mengambil keuntungan penuh dari nilai e- 2 procurement. Saat ini, perusahaan terkemuka tersebut menikmati manfaat dan memperluas sistem e-procurement mereka. Kegiatan procurement menjadi bagian dengan proporsi persentase pengeluaran paling tinggi dari perusahaan, maka dari itu makin banyak pengeluaran perusahaan yang dikeluarkan melalui sistem eprocurement, maka penghematan biaya yang lebih besar dan manfaat lainnya mudah untuk di terapkan. Pada dasarnya teknologi e-procurement dan teknologi canggih lainnya membebaskan profesional pengadaan untuk menjadi manajer pengadaan yang sebenarnya pada perusahaan-perusahaannya, dan peran pengadaan bergeser dari mengurangi biaya menjadi penciptaan nilai tambah terhadap apa yang di supply oleh supplier ke perusahaan (Aberdeen Group, 2005). Tingkat kepuasan pemangku kepentingan perusahaan menjadi salah satu tolok ukur dari suksesnya penerapan teknologi sebagai salah satu strategi bisnis dimana salah satu tujuannya adalah mencapai operational excellence yang terbaik dan mengurangi cost per unit dan juga meningkatkan keandalan cost structure perusahaan melalui strategi upaya peningkatan produktivitas. Selama Kaplan melakukan pengamatan dan kerja sama dengan banyak perusahaan, ditemukan bahwa eksekutif senior tidak bergantung pada satu set ukuran dengan mengesampingkan yang lain. Mereka menyadari bahwa tidak ada satu jenis pengukuran yang dapat memberikan target kinerja yang jelas atau memusatkan perhatian pada beberapa sektor kritis dari suatu bisnis. Para manajer ingin suatu presentasi seimbang dari kedua jenis pengukuran, yaitu ukuran finansial dan operasional (Kaplan & Norton, 1992). 3 Menurut Kaplan dan Norton, The Balanced Scorecard memungkinkan para manajer untuk melihat kinerja bisnis dari empat perspektif (lihat gambar 1), dengan memberikan jawaban atas empat pertanyaan dasar, sebagai berikut: 1. Dari perspektif pelanggan, bagaimana pelanggan melihat kita?. 2. Dari perspektif internal, apa dan dimana kita harus unggul?. 3. Dari perspektif inovasi dan pembelajaran, dapatkah kita terus meningkatkan dan menciptakan nilai?. 4. Dari perspektif keuangan, bagaimana kita di lihat oleh para pemegang saham?. Ketika memberikan informasi kepada para manajer senior dari empat perspektif yang berbeda, balanced scorecard meminimalkan informasi yang berlebihan dengan membatasi jumlah ukuran yang digunakan (Kaplan & Norton, 1992). Gambar 1. Translating Vision and Strategy: Four Perspectives Sumber: Kaplan, Using Balanced Scorecard as a strategic management system, 2007 Harvard Business Review, HBS Pubishing Corporation. 4 Dalam sistem Business Intelligence (BI) (misalnya, bisnis dashboard, manajemen kinerja bisnis, manajemen sistem informasi, dan lainnya), Key Performance Indikator dalam dunia industri (juga dikenal sebagai KPI) adalah salah satu alat yang digunakan untuk memberikan informasi kinerja bisnis yang relatif sehat, atau hanya sebagian yang sehat saja dari bisnis tersebut. KPI adalah suatu metrik tertentu (suatu pengukuran periodik kuantitatif dari satu proses atau lebih), dipilih dari semua kumpulan metrik dalam industri yang kemudian dikumpulkan sedemikian rupa dalam suatu bisnis untuk menyampaikan jumlah sebagian besar informasi dalam suatu pengukuran tunggal – dalam hal ini "kunci" pengukuran. Dengan demikian, KPI adalah pengukuran kuantitatif mengenai seberapa baik suatu kegiatan operasional, taktis atau strategis dilakukan dan berkembang dalam proses industri sebuah organisasi. KPI harus mencerminkan faktor penentu keberhasilan suatu organisasi. Tidak semua metrik merupakan indikator, dan juga tidak semua indikator KPI baik, tetapi semua KPI merupakan indikator dan semua indikator metrik, sehingga mendefinisikan hirarki ontologis dari suatu pengukuran (Eckerson, 2005). 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas penulis mendapatkan beberapa permasalahan terkait dengan internal process perspective di balanced scorecard PT.XYZ yang belum memiliki sistem terintegrasi dalam proses pembelian jasa angkut dari supplier. Oleh karena itu arah masalah dalam penelitian ini lebih ditujukan pada penerapan teknologi yaitu e-Procurement. Dari permasalahan tersebut penulis tertarik untuk mengkaji melalui penelitian tesis dengan judul “Evaluasi pengaruh 5 penerapan e-procurement terhadap internal process perspective dalam perusahaan logistik” dengan analisis key performance indicator dan balanced scorecard di PT.XYZ. 1.3. Batasan Penelitian Penelitian yang dilakukan di PT.XYZ ini dilaksanakan dengan benchmarking dengan perusahaan lain di bidang usaha penyedia jasa logistik. Untuk permodelan yang dilakukan juga dibatasi oleh jenis permodelan yang telah dilakukan di kalangan praktisi dan akademisi yang telah di publikasikan. 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk memberikan informasi kepada manajemen PT.XYZ adanya peningkatan kinerja dalam internal process perspective balanced scorecard PT.XYZ pada fungsi pembelian jasa dari supplier setelah penerapan e-procurement. Analisis dilakukan menggunakan key performance indicator perusahaan dan balanced scorecard di PT.XYZ. Tujuan secara umum adalah untuk kepentingan akademik sebagai sumber informasi bagi para akademisi. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai evaluasi pengaruh penerapan sistem e-business terintegrasi dengan supplier yaitu e-procurement di PT.XYZ terhadap internal process perspective balanced scorecard. 6