BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Masyarakat Desa Argomulyo khususnya Dusun Watu dan Sengonkarang berada pada kondisi dis-harmoni sejak sebelum PT Pertamina (Persero) Terminal BBM Rewulu menjalankan program pemberdayaan masyarakat tahun 2012. Perbedaan kepentingan, posisi hierarkis di dalam masyarakat dan dominasi aktor menjadi penyebab munculnya konflik antar aktor. Perbedaan kepentingan terjadi karena antara satu aktor dengan aktor yang lain tidak terjadi persamaan pandangan dalam memaknai tujuan. Masing-masing aktor mempunyai kepentingan di masyarakat, misalnya ingin merebut posisi tertentu di masyarakat, ingin merebut “hati” masyarakat, maupun ingin mendapatkan pengakuan dari luar. Posisi hierarkis di dalam masyarakat juga menjadi penyumbang munculnya konflik. Aktor yang berada pada kedudukan tertentu di masyarakat merasa mempunyai kuasa dalam memegang kendali di masyarakat. Akibatnya aktor dengan posisi hierarkis di masyarakat tidak banyak melibatkan dan memperhatikan aktor-aktor yang berada di bawahnya. Posisi hierarkis menyebabkan seseorang berada pada top level sehingga cenderung ingin menguasai. Konflik juga terjadi ketika terdapat dominasi aktor. Dominasi terjadi ketika salah satu aktor menggunakan perannya secara berlebihan sehingga menutup peran aktor yang lain. Aktor ingin terlihat lebih menonjol dari yang lain sehingga terlihat sebagai single fighter. Dominasi juga terjadi ketika aktor ingin memanfaatkan kondisi yang ada untuk mencapai tujuannya. Salah satunya ingin merebut posisi tertentu di dalam kelompok maupun masyarakat atau ingin mencicipi bagian lebih dari orang lain. Bagian yang dimaksud adalah bantuan, fasilitas, maupun peluang yang ada di masyarakat. Hal tersebut yang menyebabkan munculnya konflik di masyarakat. Konflik yang banyak terjadi adalah konflik laten. Namun, ada pula konflik yang mengarah pada konflik manifes. Konflik manifes terjadi ketika terdapat adu mulut 137 antara satu aktor dengan aktor lainnya di masyarakat yang dilakukan secara terang-terangan. Adu mulut sudah sampai pada penghinaan terhadap masingmasing aktor. Konflik tersebut berakar dalam dan sampai saat ini belum ada penyelesaian. Konflik laten yang terjadi sebelum tahun 2012 yaitu konflik laten nir regulasi, konflik laten kontestasi kelompok, konflik laten penguasaan alat produksi. Sedangkan konflik laten yang terjadi setelah tahun 2012 yaitu konflik laten nir regulasi, konflik laten dominasi aktor, konflik laten kontestasi kelompok dan konflik laten antara masyarakat dengan Pertamina Rewulu. Dilihat dari perspektif perusahaan maka telah terjadi perubahan paradigma. Tanggung jawab sosial perusahaan yang semula hanya dimaknai sebagai pemadam kebakaran melalui bantuan-bantuan sosial kini sudah melakukan sebuah proses pemberdayaan masyarakat. Tahun 2012 digunakan sebagai momentum bagi PT Pertamina (Persero) Terminal BBM Rewulu untuk mencari bentuk program yang sesuai dengan masyarakat. Starting point yang dilakukan adalah melalui suatu proses pemetaan sosial dan kemudian dilanjutkan dengan program pemberdayaan. Di tingkat unit kerja Pertamina Rewulu telah menyadari secara penuh bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar perusahaan merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. Namun, disisi lain unit kerja mengalami tekanan dari atas (Pertamina Semarang dan Pertamina Pusat) yang masih memahami pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan hanya sebagai logika project yaitu dalam rangka memperoleh Proper Emas maupun penghargaan lainnya. Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat disampaikan bahwa program CSR Pertamina Rewulu bukan merupakan elemen utama penyebab konflik. Konflik yang terjadi di masyarakat selama pelaksanaan program CSR bukan berasal dari intervensi Pertamina Rewulu melainkan karena kondisi masyarakat yang disharmoni. Oleh sebab itu, program CSR yang dilakukan oleh Pertamina Rewulu tidak dapat dikatakan sebagai tools for dis-empowering. 138 VI.2 Rekomendasi VI.2.1 Rekomendasri Praktis a. Bagi PT Pertamina (Persero) Terminal BBM Rewulu Konflik antar aktor masyarakat menjadi persoalan yang sensitif terutama bagi perusahaan yang mempunyai kewajiban untuk menjalankan perannya di masyarakat. Selama ini yang terlihat hubungan antara perusahaan dengan masyarakat masih terdapat sekat di antara keduanya. Sosialisasi awal yang dilakukan oleh perusahaan hanya dilakukan kepada mereka yang mempunyai jabatan di dalam masyarakat namun sosialisasi terhadap masyarakat biasa masih luput untuk dilakukan. Hal tersebut berdampak pada kurangnya pengertian masyarakat terhadap program. Perusahaan selayaknya melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat penerima program sehingga program tidak hanya dimiliki oleh elite. Selain itu, perusahaan belum melakukan manajemen pengelolaan konflik di masyarakat sehingga konflik menjadi berlanjut. Identifikasi konflik dan upaya manajemen konflik perlu dilakukan. b. Bagi Pemerintah Desa Selama ini, pemerintah hanya sebatas memberikan “tiket masuk” bagi pihak eksternal yang ingin menjalankan kegiatan maupun program di dalam masyarakat. Pemerintah belum menjalin hubungan komunikasi aktif dengan pihak eksternal tersebut sehingga kehadiran pihak eksternal di satu sisi justru menyebabkan konflik. Hubungan pemerintah dengan Pertamina juga selayaknya diperbaiki karena selama ini belum terdapat integrasi program di dalamnya. Kegiatan Musrenbang yang dilaksanakan mengundang Pertamina hanya untuk mendengarkan pemaparan program dan melihat apakah terdapat program yang sama atau tidak bukan untuk mendiskusikan program bersama-sama dan melakukan pembagian peran antara perusahaan dengan pemerintah. Hubungan kerjasama tersebut perlu dilakukan. c. Bagi institusi pendidikan Institusi pendidikan mempunyai tanggung jawab dalam melaksanakan penelitian dan pengabdian di masyarakat sebagai bagian dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Institusi pendidikan dalam melaksanakan kegiatan 139 penelitian di masyarakat, khususnya di wilayah sekitar industri, perlu memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat mengenai perbedaan dan pembagian peran antara institusi pendidikan dan perusahaan. Beberapa permasalahan ditemukan, khususnya di wilayah penelitian ini berlangsung, masyarakat belum mempunyai mempunyai kewajiban untuk pemahaman melaksanakan bahwa institusi penelitian dan pendidikan pengabdian. Masyarakat menganggap institusi pendidikan merupakan bagian dari perusahaan karena penelitian dilaksanakan di wilayah pengembangan masyarakat perusahaan tersebut. Oleh karena itu, perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat, tidak hanya kepada elite lokal tetapi kepada seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh institusi pendidikan misalnya melalui mekanisme Kuliah Kerja Nyata disertai dengan sustainability sehingga perubahan yang dilakukan kepada masyarakat menjadi sia-sia. Masyarakat kembali pada kondisi semula setelah kegiatan pengabdian selesai. VI.2.2 Rekomendasi Riset Selanjutnya Penelitian ini melihat pada dinamika konflik yang ada di masyarakat dengan menitikberatkan pada bentuk-bentuk konflik yang terjadi antar aktor masyarakat disertai dengan ulasan mengenai akar konflik, motif konflik dan pemicu konflik. Oleh karena itu, masih terbuka peluang untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan relasi yang dibangun antara perusahaan dengan masyarakat, terkait dengan bagaimana perusahaan menempatkan masyarakat dalam pelaksanaan program CSR-nya serta bagaimana perubahan pandangan masyarakat ke perusahaan sebelum dan setelah perusahaan menjalankan program CSR-nya. Apakah diantara keduanya tercapai kesepahaman makna dalam memandang hubungan atau ternyata “memaksakan pandangan”. Hal tersebut menarik untuk diteliti lebih lanjut. Hal yang menarik untuk dikaji lebih dalam adalah bagaimana peta geopolitik yang ada di Desa Argomulyo. Pada penelitian ini hanya membahas tarik-menarik kepentingan antara aktor satu dengan aktor yang lain terkait dengan dominasi peran yang dilakukannya di masyarakat. Namun, belum membahas 140 mengenai tarik menarik kepentingan politik di desa tersebut. Salah satu aktor di desa merupakan tokoh salah satu partai politik besar di Indonesia sedangkan aktor yang lainnya berada pada partai politik yang berseberangan. Selain itu, Desa Argomulyo juga dekat dengan basis FPI sehingga tarik-menarik kepentingan sangat menarik untuk dikaji. Lebih dalam bukan lagi kepentingan antar aktor di dalam desa yang menarik untuk dibahas namun lebih luas lagi pada aktor-aktor di luar desa yang merepresentasikan bagaimana perebutan kekuasaan di level atas yang mengakibatkan konflik di masyarakat kelas bawah. 141