BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Kantong Semar

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Kantong Semar (Nepenthes spp.)
Kantong semar dikenal sebagai tumbuhan yang unik dan merupakan bentuk tumbuhan
berbunga yang tidak umum dijumpai. Tumbuhan tersebut sebenarnya tidak memiliki
bunga yang memikat, tetapi variasi warna dan bentuk dari kantong-kantong yang
dimilikinya, menjadikan kantong semar memiliki keindahan yang khas. Kantong
bernektar tersebut secara ekologis berfungsi sebagai perangkap serangga, beberapa
reptil dan hewan kecil lainnya (Hernawati, 2001). Hewan yang terperangkap
kemudian diproses secara kimiawi oleh mikroorganisme dekomposer yang mendiami
cairan di dalam kantong. Proses dekomposisi tersebut menyediakan beberapa nutrisi
penting yang mungkin tidak tersedia dan tidak dapat diperoleh secara optimal oleh
Nepenthes spp. dari lingkungannya (Frazier, 2000).
Nepenthes spp. tergolong dalam ‘carnivorous plant’ atau tumbuhan
pemangsa, namun sering juga disebut dengan ‘insectivorous plant’ atau tumbuhan
pemangsa serangga. Tumbuhan ini memiliki kantong unik yang berfungsi sebagai
sumber hara seperti nitrat dan fosfat. Aktivitas enzim proteolase sangat dipengaruhi
oleh pH (keasaman) cairan kantong dan setiap jenis Nepenthes memiliki nilai pH yang
berbeda. Umumnya pH di bawah 4. Nepenthes hidup di tanah yang miskin unsur hara
menjadikan Nepenthes mengembangkan kantongnya sebagai alat untuk memenuhi
kekurangan suplai nutrisi dari tanah. Sulurnya dapat mencapai permukaan tanah atau
menggantung pada cabang-cabang ranting pohon sehingga berfungsi sebagai pipa
penyalur nutrisi dan air. Perbanyakan Nepenthes dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu stek batang, biji dan memisahkan anakan (Mansur, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Kantong semar tergolong ke dalam tumbuhan liana (merambat), berumah
dua, serta bunga jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda. Tumbuhan ini
hidup di tanah (terestrial), ada juga yang menempel pada batang atau ranting pohon
lain sebagai epifit. Keunikan dari tumbuhan ini adalah bentuk, ukuran dan corak
warna kantongnya. Sebenarnya kantong tersebut adalah ujung daun yang berubah
bentuk dan fungsinya menjadi perangkap serangga atau binatang kecil lainnya.
Nepenthes mengeluarkan enzim yang disebut dengan protease. Enzim ini dikeluarkan
oleh kelenjar yang ada pada dinding kantong. Dengan bantuan enzim yang disebut
dengan nepenthesin, protein serangga atau binatang lain diuraikan menjadi senyawasenyawa yang lebih sederhana (Mansur, 2006).
Nepenthes termasuk ke dalam famili Nepenthaceae yang monogenerik, yaitu
famili yang hanya memiliki satu genus (Keng, 1969). Famili tersebut merupakan satu
dari tiga famili tumbuhan berbunga yang ketiga-tiganya dikenal sebagai tumbuhan
pemangsa (Core, 1962). Morfologi kantong Nepenthes adalah kunci utama dalam
determinasi jenis-jenis tumbuhan tersebut. Namun untuk beberapa jenis, karakteristikkarakteristik akar dan daun juga sangat penting untuk diperhatikan dalam menentukan
jenis Nepenthes spp. (Lauffenburger & Arthur, 2000).
Kantong Nepenthes yang dindingnya penuh bercak merah kekuningan
menarik perhatian serangga untuk mendekat. Semut atau lalat yang mendekat akan
tertarik pada aroma manis yang menyengat. Aroma itu berasal dari deretan kelenjar
pada bibir lubang kantong, karena bibir lubang kantong licin serangga pun terpeleset
jatuh ke dasar kantong. Di dalam kantong terdapat cairan asam (pH<4), sehingga
dapat membunuh serangga. Selanjutnya deretan kelenjar di dinding kantong
mengeluarkan enzim protease yang disebut juga dengan nepenthesin. Dengan bantuan
enzim pemecah protein itu, protein dari bangkai serangga atau hewan lain yang
terjebak dalam cairan kantong tersebut diuraikan menjadi nitrogen, fosfor, kalium, dan
garam mineral. Setelah serangga ini lisis maka zat sederhana kemudian diserap oleh
tanaman ini. Kantong Nepenthes bukan bunga, melainkan daun yang berubah fungsi
menjadi alat untuk memperoleh nutrisi dari serangga yang terperangkap, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
yang mirip daun sebenarnya adalah tangkai daun yang melebar, dan tetap berfungsi
sebagai dapur untuk fotosintesis (Mansur, 2006).
Menurut Jones & Luchsinger (1998), klasifikasi lengkap Nepenthes spp.
berdasarkan sistem klasifikasi tumbuhan berbunga adalah sebagai berikut:
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Subclass
: Dilleniidae
Ordo
: Nepenthales
Family
: Nepenthaceae
Genus
: Nepenthes
Jenis
: Nepenthes spp.
2.2 Habitat Nepenthes spp.
Nepenthes spp. hidup di tempat-tempat terbuka atau agak terlindung di habitat yang
miskin unsur hara dan memiliki kelembaban udara yang cukup tinggi. Nepenthes bisa
hidup di hutan hujan tropik dataran rendah, hutan pegunungan, hutan gambut, hutan
kerangas, gunung kapur, dan padang savana. Jenis Nepenthes dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu Nepenthes dataran rendah, Nepenthes dataran menengah (dengan
ketinggian 500-1000 m diatas permukaan laut) dan Nepenthes dataran tinggi. Karakter
dan sifat Nepenthes spp. berbeda pada tiap jenisnya (Azwar, 2006). Contoh Nepenthes
dataran tinggi diantaranya yaitu N. burbidgeae, N. lowii, N. rajah, N. villosa, N.fusca,
N. sanguinea, N. diatas, N. densiflora, N. dubia, N. ephippiata. Jenis-jenis tersebut
adalah penghuni daerah pegunungan berketinggian lebih dari 1000 m di atas
permukan air laut. Kisaran suhu malam hari yang dibutuhkan yaitu 20–12ºC.
Sedangkan kisaran suhu siang hari antara 25–30ºC. Contoh Nepenthes dataran rendah
diantaranya yaitu N. alata, N. eymae, N. khasiana, N. mirabilis, N. ventricosa, N.
ampullaria, N. bicalcarata, N. gracilis, N. maxima, N. reinwardtiana dan N. tobaica.
Jenis-jenis ini tumbuh subur di dataran berketinggian 0–500 m di atas permukaan air
laut. Nepenthes dataran rendah biasanya bersifat epifit menempel di batang
Universitas Sumatera Utara
pepohonan. Namun ada juga yang hidup secara terestrial di atas tanah bercampur
serasah dedaunan. Suhu harian yang dibutuhkan berkisar antara 22–34º C dan
kelembaban udara yang diinginkan yaitu 70–95%. Sedangkan contoh Nepenthes
dataran menengah yaitu N. raflesiana, N. adnata, N. clipeata, dan N. mapuluensis
(Sutoyo, 2007).
Selain berfungsi sebagai tanaman hias kantong semar juga dapat digunakan
sebagai obat tradisional. Cairan dalam kantong muda yang masih menutup dapat
digunakan sebagai obat mata, batuk dan mengobati kulit yang terbakar. Selain itu,
perasan daun atau akarnya dapat digunakan sebagai astringen (larutan penyegar) serta
rebusan akarnya sebagai obat sakit perut atau disentri, obat batuk dan demam.
Beberapa jenis kantong semar memiliki batang yang cukup liat sehingga tidak jarang
penduduk lokal pun menggunakannya sebagai tali pengikat, sangkar burung dan pagar
seperti halnya rotan dan bambu. Selain itu kantongnya digunakan juga untuk
membungkus ketupat (Mansur, 2006).
Nepenthes reinwardtiana Miq. dan Nepenthes tobaica Danser. termasuk
jenis Nepenthes dataran rendah. Perbedaan di antara keduanya terlihat pada Gambar 1
dan Gambar 2 di bawah ini:
Gambar 1. Morfologi Kantong Nepenthes reinwardtiana Miq. (Julianti, 2008)
Universitas Sumatera Utara
Nepenthes reinwardtiana Miq. (Gambar 1) pada bagian kantong bawah membulat.
Memiliki dua spot mata di dalam dinding bagian belakang, penutup kantong bagian
bawah bundar hingga elips. Ukuran kantongnya berkisar antara 15-20 cm. Habitatnya
hutan rawa gambut dan hutan kerangas. Sedangkan kantongnya berwarna hijau atau
merah maron (merah bata) (Mansur, 2006).
Gambar 2. Morfologi Kantong Nepenthes tobaica Danser. (Julianti, 2008).
Nepenthes tobaica Danser. (Gambar 2) pada bagian kantong bawah berbentuk oval,
memiliki dua spot mata pada dinding bagian atas, mulut kantongnya berbentuk oval,
penutup kantong bagian bawah agak bundar. Ukuran kantongnya berkisar antara 2025 cm. Habitatnya hutan pegunungan. Sedangkan kantongnya berwarna kuning
kehijau-hijauan (Mansur, 2006).
Tumbuhan Nepenthes spp. merupakan herba atau semak, epifit hingga liana
tahunan. Perawakan anakan roset, sedangkan dewasa selalu memanjat dan jarang
tegak. Akar tunjang kadang berimpang dan sering tidak berimpang. Batang umumnya
panjang memanjat mencapai 20 m dan kadang berdiri tegak, bulat, bersegi atau
bersayap. Daun umumnya lanset dengan modifikasi ujung daun berupa tendril dan
kantong (ascidium) menyerupai piala, kendi, ataupun periuk berpenutup orbikular,
Universitas Sumatera Utara
pertulangan umumnya sejajar dan melengkung atau kadang menyirip, duduk tersebar,
berseling dan melekat setengah memeluk batang. Kantong bernektar, pada roset
(lower pitcher) memiliki sayap yang berambut, tetapi tidak pada kantong atas (upper
pitcher), bentuk dan komposisi warna antara kedua jenis kantong jauh berbeda. Bunga
jantan dan betina terpisah, masing-masing pada tumbuhan yang berbeda (dioecious),
keduanya majemuk, regularis, tandan ataupun malai, terminal ataupun aksilar. Buah
kapsul (fusiform), berlokus, memiliki banyak biji (Lauffenburger & Arthur, 2000).
Tumbuhan dewasa Nepenthes spp. tumbuh memanjat pada tumbuhan lain.
Anakan dan tumbuhan yang belum dewasa daunnya tersusun dalam bentuk roset akar
yang dilengkapi dengan tendril pada setiap ujungnya. Sebagian besar daun dalam roset
membentuk kantong yang membulat dan lonjong dengan dua sayap yang terletak di
depan tabung. Setelah dua sampai tiga tahun pertumbuhannya relatif lambat,
tumbuhan mulai masuk pada tahap memanjat. Internodus batang memiliki jarak yang
lebih panjang dari pada internodus pada roset (Clarke, 2001).
Contoh dari jenis Nepenthes spp. yang liar maupun yang telah
dibudidayakan sebagai tanaman hias adalah sebagai berikut: Nepenthes mirabilis, N.
reinwardtiana, N. rafflesiana, N. xhookeriana, N. ampullaria, N. gracilis, N. truncata,
N. bellii, N. khasiana, N. ventricosa, N. ventrata, N. adrianii, N. veitchii dan N.
northiana (Julianti, 2008).
2.3 Faktor Fisik Lingkungan
Menurut Mansur (2006) menyatakan bahwa adapun faktor-faktor fisik lingkungan
yang diperlukan agar tanaman Nepenthes spp. tumbuh dengan baik adalah sebagai
berikut:
1. Suhu
Nepenthes dataran rendah umumnya hidup pada kisaran suhu 20-35oC,
sedangkan jenis dataran tinggi pada suhu 10-30oC. Ada beberapa jenis
Nepenthes dataran tinggi yang menghendaki suhu rendah hingga 4oC, untuk
dapat tumbuh dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
2. Kelembaban
Kelembaban udara yang tinggi (di atas 70%) merupakan syarat penting bagi
Nepenthes untuk tumbuh baik dan membentuk kantong. Jika kelembaban
terlalu rendah, dipastikan Nepenthes tidak akan membentuk kantong dan
tumbuhan ini tidak akan tumbuh dengan baik. Kelembaban tinggi bisa
dihasilkan dengan cara menyiram tanaman setiap hari, media tanam dapat
menyimpan banyak air, namun tidak perlu terlalu banyak air. Di samping itu,
memelihara tanaman dekat dengan sumber atau genangan air dapat membantu
agar kelembaban udara tetap tinggi. Intensitas penyiraman tergantung dari
keadaan cuaca harian dan posisi tanaman Nepenthes ditempatkan. Penyiraman
dapat dilakukan 2-3 hari sekali pada tanaman yang ditempatkan di dalam
ruangan (indoor). Untuk tanaman yang ditempatkan di luar ruangan (outdoor)
yang tidak beratap, sebaiknya disiram sehari sekali pada pagi atau sore hari
jika tidak ada hujan. Meskipun Nepenthes toleran terhadap air yang
mengandung larutan garam-garam mineral (seperti air leding, air sungai dan
air sumur), air hujan akan sangat ideal untuk menyiram Nepenthes. Selain
tidak mengandung larutan garam mineral, umumnya air hujan bersifat asam.
Air yang mengandung garam mineral diketahui dapat menurunkan kualitas
media tanam sehingga berpengaruh kurang baik terhadap pertumbuhan
kantong semar.
3. Sinar Matahari
Tingkat kebutuhan Nepenthes akan intensitas cahaya tergantung dari masingmasing jenisnya. Ada jenis-jenis yang menghendaki sinar matahari secara
langsung dan ada juga yang butuh sinar matahari secara tidak langsung.
Meskipun intensitas cahaya yang dibutuhkan berbeda untuk setiap jenisnya,
tetapi penggunaan paranet dengan intensitas cahaya 50% yang diterima
tanaman, umumnya sangat baik untuk semua jenis Nepenthes dataran rendah
yang ditanam di luar ruangan.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kromosom dan Karyotipe
Bagian terkecil dari tubuh makhluk hidup dinamakan sel. Di dalam inti sel dari
kebanyakan mahkluk terdapat kromosom, yaitu benda-benda halus berbentuk batang
panjang atau pendek yang lurus atau bengkok. Kromosom adalah pembawa bahan
keturunan yang mudah menyerap zat warna. Salah satu bagian kromosom dinamakan
sentromer, yaitu bagian yang membagi kromosom menjadi dua lengan. Satu set
kromosom haploid dari suatu spesies dinamakan genom. Jumlah kromosom yang
dimiliki berbagai macam mahkluk hidup tidak sama dan pada umumnya tidak berubah
selama hidupnya (Suryo, 1991).
Menurut Prassad (1998), menyatakan ada dua gambaran kromosom set dari
suatu spesies yaitu karyogram merupakan fotomikrograf kromosom dari gambaran
tunggal sel somatis metafase yang dipotong dan disusun pada bagian homolog
berdasarkan ukurannya. Idiogram merupakan grafik gambaran dari karyotipe. Secara
umum, idiogram merupakan sediaan yang memperlihatkan komplemen kromosom
haploid dari suatu spesies, idiogram ini adalah ukuran dari kromosom somatis
metafase. Kromosom digambarkan seperti sosis dengan garis yang mengitari tepinya,
meskipun mirip sosis namun mempunyai membran yang menutupinya. Kromosom
memiliki area yang luas yang tersusun dari serat-serat yang menggulung yang terlihat
seperti jari-jari lingkaran, yang dapat dideteksi saat kromosom dalam keadaan padat
ketika pembelahan mitosis dan meiosis (Lloyd, 1992).
Menurut Suryo (1995), kromosom dapat dibedakan berdasarkan letak
sentromernya, yaitu:
1. Kromosom metasentris, ialah kromosom yang memiliki sentromer di tengah,
sehingga kromosom dibagi atas dua lengan sama panjang. Biasanya kromosom
membengkok di tempat sentromer sehingga kromosom berbentuk huruf V.
2. Kromosom submetasentris, ialah kromosom yang memiliki sentromer tidak di
tengah, sehingga kedua lengan kromosom tidak sama panjang. Bila kromosom ini
membengkok di tempat sentromer, maka kromosom berbentuk huruf J. Lengan
yang pendek biasanya diberi simbol p, sedangkan lengan panjang q.
Universitas Sumatera Utara
3. Kromosom akrosentris, ialah kromosom yang memiliki sentromer di salah satu
ujungnya, sehingga kedua lengan tidak sama panjang. Biasanya kromosom ini
lurus, tidak membengkok.
4. Kromosom telosentris, ialah kromosom yang memiliki sentromer di salah satu
ujungnya, sehingga kromosom tetap lurus dan tidak terbagi atas dua lengan.
Kromosom ini tidak dijumpai pada manusia, dan sangat langka pada tumbuhtumbuhan. Pada hewan ada kalanya dapat ditemukan kromosom telosentris ini.
Pada umumnya jumlah kromosom berkisar antara 12 sampai 50 buah atau 6
sampai 25 pasang kromosom homolog dalam keadaan diploid. Keadaan ekstrim
dijumpai pada cacing kuda (Ascaris megalocephala) yang hanya mempunyai sepasang
kromosom saja, sedangkan pada paku (Ophioglossum petiolatum) terdapat 510 pasang
kromosom homolog (Suryo, 1995).
Pada tingkat metafase dalam proses pembelahan sel dapat difoto kromosom
suatu organisme. Pada fase ini kromosom berada pada bidang ekuator, dan jika
sayatan tepat melewati bidang ekuator, maka dapat dibuat sediaan yang mengandung
kromosom yang terdapat dalam sel. Kromosom disusun dan dikelompokkan
berdasarkan panjang dan bentuknya. Pada saat metafase kromosom berada dalam
pemadatan maksimum dan paling mudah diwarnai. Saat itu pula kromosom dalam
keadaan ganda, masing-masing terdiri dari 2 kromatid yang sentromernya masih satu.
Karena itu dalam gambar-gambar kromosom, biasanya diperlihatkan setiap kromosom
itu memiliki lengan yang selalu ganda (Yatim, 1983).
Jumlah kromosom dalam sel sudah tertentu, di dalam sel dari jenis
organisme yang sama jumlah kromosom pada umumnya konstan, tetapi antarjenis
jumlah kromosom sangat bervariasi. Ada organisme yang hanya memiliki satu pasang
atau dua kromosom, ada pula yang memiliki ratusan kromosom. Kromosom yang
berpasangan akan memiliki pola garis yang sama, tetapi tidak jarang ditemukan pada
hewan yang kromosom berpasangannya memiliki pola garis berbeda (Irawan, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.5 Metode Pencet (Squash) dan Pewarnaan
Metode pencet merupakan salah satu metode untuk mendapatkan sediaan dengan cara
memencet suatu potongan jaringan atau suatu organisme secara keseluruhan, sehingga
didapat suatu sediaan yang tipis yang dapat diamati di bawah mikroskop. Dalam
pembuatan sediaan diusahakan agar supaya sel terpisah satu sama lain, tetapi tidak
kehilangan bentuk aslinya dan tersebar dalam suatu lapisan di atas suatu gelas benda
(Suntoro, 1983).
Menurut Moro et al., (2000), untuk mendapatkan preparat kromosom yang
baik, perlu diperhatikan proses pemotongan akar, penghambatan mitosis, waktu
pengambilan akar dan analisa pewarnaan. Waktu yang baik untuk memotong akar
adalah antara jam 11-12 siang ketika sel-sel tersebut pada tahap metafase.
Penghambatan mitosis saat metafase mungkin sangat efektif dilakukan dengan
menggunakan 8-hydroxiquinole (0,03% selama 5 jam) atau dengan air dingin (0o C
selama 18-20 jam).
Metode pencet biasanya menggunakan larutan fiksatif asam asetat 45%.
Menurut Subowo (1995), dengan perlakuan fiksasi membuat sel dapat lebih ditembus
oleh zat warna dan dapat menstabilkan kedudukan molekul-molekul yang membentuk
struktur sel. Menurut Suntoro (1983), menyatakan fiksatif umumnya mempunyai
kemampuan untuk mengubah indeks bias bagian-bagian sel, sehingga bagian-bagian
dalam sel tersebut mudah terlihat di bawah mikroskop dan memiliki kemampuan
membuat jaringan mudah menyerap zat warna.
Kromosom akan lebih mudah dilihat apabila digunakan teknik pewarnaan
khusus selama nukleus membelah. Ini disebabkan karena pada saat itu kromosom
mengadakan kontraksi sehingga menjadi lebih tebal, lagi pula dapat menghisap zat
warna lebih baik daripada kromosom yang terdapat di dalam suatu inti yang sedang
istirahat (Suryo, 2003). Pewarnaan yang digunakan berupa acetocarmin (yang
merupakan campuran dari carmin dan asam asetat). Carmin merupakan zat warna
alam, zat warna ini diperoleh dari jenis insekta golongan Hemiptera yang disebut
Coccus cacti. Pewarnaan carmin paling banyak digunakan untuk mewarnai nukleus.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan asam asetat merupakan cairan yang tidak berwarna dengan bau yang
tajam. Asam asetat ini memiliki fungsi untuk mencegah pengerasan dan mengeraskan
kromosom (Suntoro, 1983).
Universitas Sumatera Utara
Download