TOPIK SAJIAN UTAMA: Menuju Swamedikasi yang Aman

advertisement
InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014
InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014
TOPIK SAJIAN UTAMA:
Menuju Swamedikasi yang Aman
ARTIKEL:
Pentingnya MESO
dalam Farmakovigilans
Halaman 1
SERI SWAMEDIKASI:
Penanganan Gangguan
Ringan pada Lambung
InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014
TIM REDAKSI
EDITORIAL
Penasehat :
Dr. Roy A.Sparringa, M.App.Sc.
Pembaca yang terhormat,
Seiring dengan kemajuan teknologi yang menyebabkan
masyarakat sering mengeluh sakit kepala, pusing, sakit mag,
dan lain-lain, walaupun ringan tapi cukup mengganggu.
Keluhan-keluhan ringan sebenarnya dapat diatasi sendiri
dengan swamedikasi. Swamedikasi menurut WHO diartikan
sebagai pemilihan dan penggunaan obat, termasuk pengobatan
herbal dan tradisional, oleh individu untuk merawat diri sendiri
dari penyakit atau gejala penyakit. Untuk lebih mendalam
mengetahui tentang swamedikasi perlu disimak artikel “Menuju
Swamediaksi Yang Aman”. Lebih detil, ada artikel khusus
swamedikasi yang mengulas “Penanganan Gangguan Ringan
Pada Lambung”.
Pengarah :
dr. Mufrihatu Hayatie Amal, MPH
Penanggung jawab :
Dra. Reri Indriani, Apt, M.Si.
Redaktur :
Irhama Hayati, S.Si.,Apt.,M.TI
Editor :
1. Dra. Murti Hadiyani
2. Indah Widiyaningrum, S.Si, Apt.
3. Arlinda Wibiayu, S. Si., Apt.
Kontributor :
1. Indah Widiyaningrum, S.Si, Apt. (PIOM)
2. drg. Indah Ratnasari
(Direktorat Pengawasan Distribusi Produk
Terapetik & PKRT)
3. Dwi Resmiyarti, S.Farm., Apt. (PIOM)
4. DR. Tepy Usia, M.Phil
(Direktorat Obat Asli Indonesia)
5. Arlinda Wibiayu, S. Si., Apt. (PIOM)
Sekretariat :
1. Ridwan Sudiro, S.IP.
2. Syatiani Arum Syarie, S.Far.,Apt.
3. Riani Fajar Sari, A.Md.
4. Tri Handayani, S.Farm.,Apt.
Sirkulasi :
1. Netty Sirait
2. Surtiningsih
Fotografer :
Michael Andikawan S.,S.Des.
Halaman 2
Efek samping obat merupakan reaksi yang tidak diinginkan
yang menyertai pemberian satu jenis obat atau kombinasi
dalam dosis yang dicurigai terkait dengan penggunaan obat
tersebut. Monitoring Efek Samping Obat penting dilakukan
untuk menghindari terjadinya masalah penggunaan obat terkait
efek samping; memastikan keselamatan pasien (patients safety)
dan meningkatkan kerasionalan penggunaan obat. Salah satu
upaya Badan POM untuk peningkatan program Monitoring Efek
Samping Obat (MESO) adalah melalui pengembangan subsite
e-MESO. Diharapkan dengan e-MESO pelaporan MESO menjadi
semakin baik sehingga kita lebih mengetahui profil keamanan
obat yang beredar di Indonesia.
Ada yang baru pada InfoPOM edisi tahun 2014 yaitu hadirnya
sosok PIONY dalam artikel-artikel swamedikasi. Disamping itu juga
ada seri Publikasi Badan POM untuk lebih mengenalkan pembaca
kepada penerbitan terbaru Badan POM.
Demikian, semoga infoPOM edisi ini dapat memberikan manfaat.
Selamat membaca
R
edaksi menerima sumbangan artikel yang berisi
informasi terkait dengan obat, makanan, kosmetika,
obat tradisional, komplemen makanan, zat adiktif dan bahan
berbahaya. Kirimkan tulisan melalui alamat redaksi dengan
melampirkan identitas diri penulis.
Alamat redaksi: Ged. Data Center lt. 5 BPOM, Jl. Percetakan Negara
No. 23, Jakarta Pusat. Telepon/fax: 021-42889117.
Email ke [email protected]
InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014
Sajian Utama
MENUJU SWAMEDIKASI YANG AMAN
Kesehatan merupakan hal yang penting bagi kehidupan masyarakat. Namun keluhan kesehatan
ringan seperti pusing, demam, mag sering kali dialami oleh banyak orang.
Meskipun ringan, namun cukup mengganggu. Keluhan-keluhan ringan sebenarnya dapat diatasi
sendiri dengan swamedikasi, namun pengobatan sendiri menjadi tidak mudah bila tidak memiliki
pengetahuan tentang hal tersebut. Kemudahan tentu bukanlah hal utama, yang lebih penting justru
adalah bagaimana cara melakukan swamedikasi dengan benar.
Menurut World Health Organization (WHO) swamedikasi
diartikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat, termasuk
pengobatan herbal dan tradisional, oleh individu untuk merawat
diri sendiri dari penyakit atau gejala penyakit. Swamedikasi
biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan
penyakit ringan yang sering dialami masyarakat, seperti demam,
nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit mag, kecacingan, diare,
penyakit kulit dan lain-lain. Obat-obat golongan obat bebas
dan obat bebas terbatas merupakan obat yang relatif aman
digunakan untuk swamedikasi. Jadi, swamedikasi adalah upaya
awal yang dilakukan sendiri dalam mengurangi/mengobati
penyakit-penyakit ringan menggunakan obat-obatan dari
golongan obat bebas dan bebas terbatas.
Untuk melakukan swamedikasi dengan benar, masyarakat perlu
mengetahui informasi yang jelas dan terpecaya mengenai
obat-obat yang digunakan. Apabila swamedikasi tidak dilakukan
dengan benar maka dapat berisiko munculnya keluhan lain
karena penggunaan obat yang tidak tepat. Swamedikasi yang
tidak tepat diantaranya ditimbulkan oleh salah mengenali gejala
yang muncul, salah memilih obat, salah cara penggunaan, salah
dosis, dan keterlambatan dalam mencari nasihat/saran tenaga
kesehatan bila keluhan berlanjut. Selain itu, juga ada potensi
Halaman 3
risiko melakukan swamedikasi misal efek samping yang jarang
muncul namun parah, interaksi obat yang berbahaya, dosis tidak
tepat, dan pilihan terapi yang salah.
HAL-HAL APA SAJA YANG PERLU DIPERHATIKAN?
1. Mengenali kondisi ketika akan melakukan
swamedikasi
Sebelum melakukan swamedikasi kita harus memperhatikan
kondisi orang yang akan diobati. Beberapa kondisi yang
harus diperhatikan adalah kehamilan, berencana untuk hamil,
menyusui, umur (balita atau lansia), sedang dalam diet khusus
seperti misalnya diet gula, sedang atau baru saja berhenti
mengkonsumsi obat lain atau suplemen makanan, serta
mempunyai masalah kesehatan baru selain penyakit yang
selama ini diderita dan sudah mendapatkan pengobatan dari
dokter.
Pemilihan obat untuk ibu yang sedang hamil dilakukan dengan
lebih hati-hati, karena beberapa jenis obat dapat menimbulkan
pengaruh yang tidak diinginkan pada janin. Beberapa jenis
obat juga di sekresikan juga ke dalam air susu ibu. Walaupun
mungkin jumlah obat di ASI kadarnya kecil, namun mungkin
Sajian Utama
InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014
dapat berpengaruh pada bayi. Pemilihan jenis obat juga perlu
diperhatikan pada orang yang sedang dalam diet khusus seperti
diet rendah garam atau rendah gula, karena selain mengandung
zat aktif berkhasiat, komposisi obat juga terdiri dari zat
tambahan lain yang harus diperhatikan oleh pasien dengan
diet khusus tersebut, misal obat berbentuk sirup umumnya
mengandung gula dalam kadar cukup tinggi sehingga dapat
berpengaruh pada pasien yang sedang diet gula.
Mengingat hal tersebut di atas, sebelum melakukan
swamedikasi perlu diperhatikan kondisi yang sedang dialami
sehingga tidak terjadi efek yang tidak diinginkan. Membaca
peringatan/perhatian yang tertera pada label atau brosur obat
juga menjadi hal yang perlu dilakukan, karena di dalamnya
tertulis hal – hal yang harus diperhatikan sebelum atau setelah
mengkonsumsi obat yang dimaksud.
2. Memahami BAHWA ADA kemungkinan interaksi
obat
Banyak obat dapat berinteraksi dengan obat lainnya atau
berinteraksi dengan makanan dan minuman. Kenali nama
obat atau nama zat berkhasiat yang terkandung dalam
obat yang sedang anda konsumsi atau hendak digunakan
sebagai swamedikasi. Tanyakan kepada Apoteker di apotik
mengenai ada tidaknya interaksi dari obat-obat tersebut. Untuk
menghindari masalah yang mungkin terjadi, bacalah aturan
pakai yang tercantum pada label kemasan obat.
3. Mengetahui obat-obat yang dapat digunakan
untuk swamedikasi
Tidak semua obat dapat digunakan untuk swamedikasi.
Telah dijelaskan diatas bahwa obat yang digunakan untuk
swamedikasi adalah obat yang relatif aman, yaitu obat golongan
obat bebas dan obat bebas terbatas.
Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep
dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas
adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh : Simetikon.
Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk
obat keras tetapi masih dapat dibeli tanpa resep dokter.
Obat ini biasa disertai dengan tanda peringatan. Tanda
khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah
lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh : CTM (Klorfeniramin maleat).
Tanda peringatan pada Obat Bebas Terbatas diantaranya
adalah sebagai berikut:
4. Mewaspadai efek samping yang mungkin muncul
Selain dapat mengatasi penyakit/gejala penyakit, obat juga
dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan. Efek samping
yang terjadi tidak selalu memerlukan tindakan medis untuk
mengatasinya, namun demikian beberapa efek samping
mungkin memerlukan perhatian lebih dalam penanganannya.
Efek samping yang mungkin timbul antara lain reaksi alergi,
gatal-gatal, ruam, mengantuk, mual dan lain-lain. Oleh karena
itu penting untuk mengetahui efek samping apa yang mungkin
terjadi dan apa yang harus dilakukan saat mengalami efek
samping tersebut. Efek samping bisa terjadi pada siapa saja
namun umumnya dapat ditoleransi. Bila terjadi efek samping,
segera hentikan pengobatan dan konsultasikan dengan tenaga
kesehatan.
5. Meneliti obat yang akan dibeli
Pada saat akan membeli obat, pertimbangkan bentuk
sediaannya (tablet, sirup, kapsul, krim, dll) dan pastikan bahwa
kemasan tidak rusak. Lihatlah dengan teliti kemasan luar
maupun kemasan dalam produk obat. Jangan mengambil obat
yang menunjukkan adanya kerusakan walaupun kecil. Selain
kemasan, perhatikan juga bentuk fisik sediaan.
Untuk yang bentuk sirup, hal yang harus diperhatikan adalah
warna dan kekentalannya. Pastikan tidak ada partikel-partikel
kecil di bagian bawah botol atau mengapung dalam sirup dan
jika berbentuk suspensi, suspensi dapat tercampur rata setelah
dikocok dan tidak terlihat ada bagian yang memisah. Pada
tablet, bentuk harus benar-benar utuh dan tidak ada satupun
yang pecah atau rusak. Jika pada tablet memiliki cetakan/
tulisan, pastikan bahwa semua tablet memiliki cetakan/tulisan
yang sama. Untuk sediaan kapsul, bentuk kapsul tidak pecah
atau penyok dan mempunyai ukuran dan warna yang sama dari
semua kapsul. Jika kapsul memiliki cetakan/tulisan, pastikan
bahwa semua kapsul memiliki cetakan/tulisan yang sama.
Perhatikan juga penyimpanan obat di tempat penjualannya,
jika obat disimpan di tempat yang terpapar cahaya matahari
langsung maka sebaiknya beli obat di tempat lain yang kondisi
penyimpanannya lebih baik. Lebih baik membeli obat di sarana
distribusi yang resmi, seperti misalnya apotek dan toko obat
berijin.
Obat yang anda minum harus sudah memiliki nomor izin edar
karena ini berarti obat tersebut telah memenuhi persyaratan
keamanan, khasiat dan mutu yang ditetapkan oleh Badan
POM. Hal lain yang harus diperhatikan adalah tanggal
kedaluwarsa, tanggal ini menandakan bahwa sebelum tanggal
Halaman 4
InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014
tersebut obat masih memenuhi persyaratan dan aman untuk
digunakan. Penggunaan obat yang sudah kedaluwarsa dapat
membahayakan karena pada obat tersebut dapat terjadi
perubahan bentuk atau perubahan menjadi zat lain yang
berbahaya. Oleh karena itu, tidak boleh menggunakan obat
yang sudah melewati batas kedaluwarsa.
6. Mengetahui cara penggunaan obat yang benar
Bacalah aturan pakai obat sesuai dengan petunjuk yang tertera
pada label. Obat yang digunakan sesuai dengan petunjuk
penggunaan, pada saat yang tepat dan jangka waktu terapi
sesuai anjuran akan memberikan efek yang baik. Jangan
membuang label ataupun bagian kemasan yang memberikan
informasi mengenai penggunaan obat tersebut agar tidak
terjadi kesalahan bila anda menggunakan obat itu kembali.
Apabila merasa obat yang sedang digunakan tidak memberikan
efek yang diinginkan setelah jangka waktu penggunaan yang
dianjurkan, maka segeralah untuk berkonsultasi dengan dokter
atau tenaga kesehatan lainnya.
Sajian Utama
Jangan menyimpan obat di dalam lemari pendingin (lemari es)
kecuali disarankan pada label penyimpanan obat tersebut.
Pertimbangkan juga bahwa waktu kedaluwarsa obat bisa lebih
pendek dari waktu yang tertera pada label ketika obat itu sudah
dibuka dari kemasannya. Buang obat yang sudah kedaluwarsa.
Cara membuang obat adalah dengan membuka kemasannya
dan dibuang di tempat yang jauh dari jangkauan anak, misalnya
jika bentuk sediaan cair dibuka kemasannya kemudian
dikeluarkan isinya ke dalam toilet lalu dibilas sampai bersih; jika
sediaan lain seperti tablet atau kapsul dibuka dari kemasannya
lalu obatnya ditimbun dalam tanah.(KOB)
PERHATIKAN
TANGGAL
KEDALUWARSA
OBAT!
Penghentian Swamedikasi
Beberapa bentuk sediaan obat memiliki cara penggunaan yang
khusus, seperti misalnya supositoria (obat yang bentuknya
seperti peluru yang penggunaannya dengan cara dimasukkan
ke dalam anus). Cara memasukkan supositoria ini ke dalam
anus adalah dengan membuka kemasan supositoria, basahi
pada bagian ujung bulatnya, gunakan satu tangan yang tidak
memegang obat untuk merenggangkan anus, lalu satu tangan
lain memasukkan supositoria ke dalam anus. Dianjurkan
untuk tetap berbaring telentang atau miring selama 5 menit.
Disamping cara penggunaan, waktu penggunaan juga perlu
diperhatikan seperti misalnya obat diminum sebelum makan,
bersama makan atau sesudah makan.
7. Mengetahui cara penyimpanan obat yang baik
Penyimpanan obat dapat mempengaruhi potensi dari obatnya.
Obat dalam bentuk sediaan oral seperti tablet, kapsul dan
serbuk tidak boleh disimpan di dalam tempat yang lembab
karena bakteri dan jamur dapat tumbuh baik di lingkungan
lembab sehingga dapat merusak obat. Begitu pula dengan
bentuk sediaan cair. Obat yang mengandung cairan biasanya
mudah terurai oleh cahaya sehingga harus di simpan pada
wadah aslinya yang terlindung dari cahaya atau sinar matahari
langsung dan tidak disimpan di dalam tempat yang lembab.
Meskipun pada obat-obat biasanya terdapat kandungan zat
pengawet yang dapat menghambat pertumbuhan kuman
dan jamur, akan tetapi bila wadah sudah dibuka maka zat
pengawetpun tidak dapat mencegah rusaknya obat secara
keseluruhan. Apalagi bila wadah sering dibuka-tutup. Maka dari
itu obat hendaknya diperlakukan dengan hati-hati, yaitu setelah
digunakan, wadah obat perlu ditutup kembali dengan baik,
juga membersihkan pipet/sendok ukur dan mengeringkannya.
Halaman 5
Segera hentikan swamedikasi dan konsultasikan ke dokter,
apabila :
• Timbul gejala lain seperti pusing, sakit kepala, mual
dan muntah;
• Terjadi reaksi alergi seperti gatal-gatal dan kemerahan
pada kulit;
• Salah minum obat atau minum obat dengan dosis yang
salah.
PENUTUP
Swamedikasi bermanfaat dalam pengobatan penyakit atau
gejala penyakit ringan, hanya jika dilakukan dengan benar
dan rasional, berdasarkan pengetahuan yang cukup tentang
obat yang digunakan dan kemampuan mengenali penyakit
atau gejala yang timbul. Semoga tulisan ini membantu anda
melakukan swamedikasi yang berhasil.
Penulis : Bidang Informasi Obat - Pusat Informasi Obat dan
Makanan
PUSTAKA:
1. BPOM. Kompendia Obat Bebas
2. Ruiz ME. 2010. Risks of self-medication practices.
Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pubmed/20615179
tanggal : 28 januari 2014
3. WHO. 1998. The Role of The Pharmacist in Self-Care and SelfMedication. The Hague, The Netherlands: WHO, p.1-11
4. Ditjen Binfar dan Alkes. 2006. Pedoman penggunaan Obat
Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Jakarta
!
InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014
PENTINGNYA MESO DALAM FARMAKOVIGILANS
Indonesia menjadi salah satu negara yang berpartisipasi dalam program Badan Kesehatan
Dunia (WHO) dalam hal Monitoring Obat Internasional sejak tahun 1990. Tetapi data terkait efek
samping obat yang ada untuk penggunaan di wilayah Indonesia masih belum banyak. Padahal
data pemantauan keamanan produk beredar melalui program farmakovigilans atau sering disebut
program Monitoring Efek Samping Obat (MESO) tersebut sangat bermanfaat untuk mendukung
tindak lanjut regulatori pengawasan obat.
MONITORING
REPORTING
QUALITY
CONTROL
PHARMACOVIGILANCE
ACTIVITIES
PHARMACO
EPIDEMIOLOGY
COMMUNICATION
AND INFORMATION
REVIEWS
PSURs
Farmakovigilans merupakan seluruh kegiatan tentang
pendeteksian, penilaian (assessment), pemahaman, dan
pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan
penggunaan obat (drug-related problem) yang mungkin
muncul. Secara spesifik farmakovigilans dapat dimanfaatkan
untuk menghindari terjadinya masalah penggunaan obat terkait
efek samping; memastikan keselamatan pasien (patients safety)
dan meningkatkan kerasionalan penggunaan obat. Hal ini
menjadi sangat penting untuk pengawasan obat post-market.
MESO, Faktor Penting Farmakovigilans
Efek samping merupakan reaksi tidak diinginkan atau
membahayakan yang menyertai pemberian satu jenis obat atau
kombinasi dalam dosis terapi yang dicurigai terkait dengan
penggunaan obat tersebut. Terkadang efek samping bisa
sangat mengganggu hingga dapat menyebabkan seseorang
harus menghentikan pengobatannya. Untuk itu pemantauan
efek samping obat perlu dilakukan karena efek samping
terkadang baru muncul beberapa waktu setelah obat tersebut
dipasarkan dan digunakan secara luas.
Efek samping secara umum diklasifikasikan menjadi 2 (dua) tipe
yaitu Reaksi Tipe A dan Tipe B.
Halaman 6
Reaksi tipe A (augmented) yaitu reaksi yang disebabkan
mekanisme farmakologi obat tersebut secara normal pada
pemberian dosis terapi dan umumnya tergantung dengan
dosis yang diberikan. Contohnya adalah perdarahan pada
penggunaan warfarin atau penekanan saluran nafas pada
penggunaan obat golongan opioid.
Sedangkan reaksi tipe B (bizarre) adalah reaksi yang tidak
diinginkan dari mekanisme farmakologi obat yang telah
diketahui. Reaksinya tidak umum terjadi (less common) dan
ditemukan pertama kali setelah obat telah digunakan secara
luas. Contohnya adalah reaksi anafilaktik pada penggunaan obat
golongan penisilin atau kemerahan pada penggunaan obat
golongan antibiotik.
Untuk menghindari kerugian akibat efek samping obat maka
pencatatan dan pengumpulan data kejadian munculnya efek
samping penting untuk meningkatkan keamanan penggunaan
obat. Dari data yang ada, efek samping obat juga dapat
mengakibatkan seseorang masuk rumah sakit. Studi yang
dilakukan di Inggris untuk menghitung kejadian masuk rumah
sakit karena efek samping menunjukkan bahwa 1 dari 16 pasien
masuk rumah sakit karena efek samping obat.
InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014
Farmakovigilans di Indonesia
Terkait pelaksanaan pengawasan aspek keamanan obat
beredar, Badan POM melakukan pemantauan keamanan obat
beredar melalui Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Pada
awalnya MESO bergantung pada sistem pelaporan yang bersifat
sukarela oleh tenaga kesehatan. Namun sistem pelaporan
sukarela ini masih belum cukup mendukung pengumpulan
data atau informasi profil aspek keamanan obat di Indonesia.
Sementara itu, dengan jumlah penduduk yang banyak yang
terdiri dari berbagai suku dengan genetika yang beragam,
data MESO dapat menjadi sumber data yang cukup potensial
untuk memperoleh informasi terkait profil keamanan obat yang
beredar di Indonesia.
Meski saat ini pelaporan efek samping obat oleh tenaga
kesehatan masih bersifat sukarela, namun tidak demikian
halnya untuk Industri Farmasi. Sejak diterbitkannya Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor HK.03.1.23.12.11.10690 Tahun 2011 tentang Penerapan
Farmakovigilans Bagi Industri Farmasi, maka Industri Farmasi
diwajibkan untuk melakukan kegiatan farmakovigilans dan
secara aktif memberikan laporan terkait efek samping obat.
Peraturan ini ditetapkan pada 30 Desember 2011, dan wajib
diterapkan 24 bulan sejak diundangkan atau mulai 5
Januari 2014. Bagi Industri Farmasi yang tidak melaksanakan
Farmakovigilans sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut
dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan secara
tertulis; larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/
atau perintah untuk penarikan kembali obat atau bahan obat
dari peredaran; perintah pemusnahan obat atau bahan obat;
bahkan penghentian sementara kegiatan.
Kewajiban penerapan farmakovigilans bagi Industri Farmasi
ini penting mengingat Industri Farmasi selaku pemilik izin
edar obat berkewajiban memastikan obat yang diproduksi
memenuhi persyaratan safety, efficacy dan quality. Hal ini
meliputi pemantauan keamanan obat setelah beredar atau
post-marketing surveillance. Permasalahan keselamatan pasien
yang utama terkait obat sebenarnya adalah terkait penggunaan
obat itu sendiri. Hal ini penting mengingat obat dapat memicu
munculnya efek samping pada pasien yang mungkin saja
lebih buruk dari penyakit yang diderita. Apabila data laporan
efek samping obat dapat dikumpulkan secara komprehensif,
Farmakovigilans dapat berkontribusi dalam menilai efektivitas
obat beredar dan mendukung jaminan keselamatan pasien.
Dalam pelaksanaan Farmakovigilans memang dibutuhkan
beberapa peran kunci, baik itu Badan POM sebagai regulator,
Industri Farmasi sebagai produsen, serta tenaga kesehatan
sebagai praktisi, masing-masing memiliki peran dan tanggung
jawabnya dalam menjamin keselamatan pasien. Dengan
dukungan dari berbagai pihak maka diharapkan kegiatan
farmakovigilans di Indonesia dapat berjalan dengan baik
sehingga data atau informasi yang memadai tentang profil
aspek keamanan obat beredar dapat meningkat. Data profil
aspek keamanan obat pada populasi Indonesia dapat menjadi
salah satu dasar pertimbangan bagi Badan POM untuk
pengambilan tindak lanjut regulatori yang tepat.
Penulis : Direktorat Pengawasan Distribusi PT & PKRT
Pustaka:
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan
Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.12.11.10690 Tahun
2011 Tentang Penerapan Farmakovigilans Bagi Industri
Farmasi. BPOM, Jakarta.
2. Medicines and Healthcare products Regulatory
Agency.2013. Adverse Drug Reaction http://www.mhra.gov.
uk/Safetyinformation/Howwemonitorthesafetyofproducts/
Medicines/TheYellowCardScheme/
Informationforhealthcareprofessionals/
Adversedrugreactions/index.htm [4 Maret 2014]
3. World Health Organization. Minimum Requirements for a
functional Pharmacovigilance System. http://www.who.
int/medicines/areas/quality_safety/safety_efficacy/PV_
Minimum_Requirements_2010_2.pdf [4 Maret 2014]
Monitoring Efek Samping Obat
Halaman 7
e-meso
InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014
Salah satu upaya Badan POM sebagai Pusat MESO/
Farmakovigilans Nasional untuk peningkatan program
MESO adalah melalui pengembangan subsite e-MESO, yang
dikembangkan dalam rangka memberikan pelayanan akses
informasi aktivitas farmakovigilans di Indonesia, dimana salah
satu menu yang ada di sini adalah ADR Reporting (adverse drug
reaction reporting). Menu ADR Reporting dapat digunakan oleh
tenaga kesehatan dan juga industri farmasi pelaporan efek
samping obat yang terjadi di Indonesia secara elektronik kepada
Badan POM RI.
Dr. Roy A.Sparringa, M.App.Sc (Kepala Badan POM),
Prof. dr Ali Ghufrom Mukti M.Sc.,Ph.D (Wakil Menteri Kesehatan) dan
Mirawati Sudjono, Ak. M.Sc (Deputi Pelayanan Publik Kemenpan)
Aplikasi ini dapat diakses oleh pengguna melalui alamat
website:
Langkah pertama adalah pengguna harus melakukan
pendaftaran pada halaman Registrasi.
Terdapat 2 (dua) kategori user/pelapor yang akan mengakses
aplikasi ini, yaitu tenaga kesehatan dan industri farmasi.
Perbedaan kedua kategori tersebut akan terlihat pada saat
pembuatan laporan ESO.
Pada saat registrasi, hal yang harus diperhatikan adalah alamat
e-mail, karena konfirmasi registrasi akan dikirimkan melalui
e-mail tersebut. Para user/pelapor baru dapat melakukan
Halaman 8
login apabila sudah mendapatkan persetujuan BPOM.
Dengan melakukan login, user/pelapor dapat membuat dan
mengirimkan laporan melalui aplikasi e-MESO ini secara online.
Setiap user/pelapor dapat melihat kembali laporan yang telah
dibuat, tetapi tidak dapat melihat laporan dari user/pelapor
lain karena akses hanya untuk laporan masing-masing. Masingmasing user/pelapor dapat memantau proses atau status
laporan yang telah dibuat. Status terakhir dari sebuah laporan
adalah setelah dilakukan Causality Assesment oleh BPOM
bersama dengan tim ahli MESO. Apabila Pelapor mengalami
kesulitan dalam proses pelaporan efek samping obat (ESO)
menggunakan aplikasi e-MESO, Pelapor dapat menghubungi
kontak di bawah ini.
PUSAT MESO NASIONAL
Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Jl. Percetakan Negara No. 23, Kotak Pos No. 143 Jakarta 10560
Telp. : (021) 4244691 ext .1072, 4244755 ext. 111
Fax. : (021) 42883485
E-mail: [email protected]
InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014
Penanganan Gangguan Ringan
pada Lambung
Gadget, laptop, pesawat jet, kereta super cepat... Semakin canggih teknologi yang dibuat manusia,
menunjukkan semakin tuntutan terhadap “kecepatan”. Segala hal dilakukan dengan cepat, bahkan
makan dan minum pun dilakukan dengan cepat. Lama-kelamaan pola makan berubah instan
dan kurang mempedulikan aspek kesehatan. Kondisi ini tak ayal bisa mengganggu pencernaan.
Munculnya nyeri ulu hati, dispepsia dan kembung merupakan gejala dari terganggunya pencernaan.
Apoteker PIONY didatangi
oleh Rina, pengunjung
apotek yang mengeluhkan
sakit pada bagian lambung setelah malamnya ia mengkonsumsi
kopi terlalu banyak. Pagi harinya ia merasakan seperti terbakar
disertai dengan sendawa berlebihan. Dengan minum susu ia
berharap rasa sakitnya berkurang, akan tetapi tak berhasil.
Setelah digali lebih lanjut, ternyata bukan hanya semalam saja
Rina mengkonsumsi kopi. Persisnya sejak setahun yang lalu
saat ia pindah ke perusahaan broadcasting, kopi menjadi teman
bekerja hingga larut malam. Bekerja memang membuatnya
seperti lupa waktu, karena selalu dikejar deadline.
Meskipun ia menyukai pekerjaannya, namun terkadang tekanan
Nyeri Ulu Hati atau istilah asingnya hearthburn, merupakan
iritasi pada kerongkongan bagian bawah yang menimbulkan
rasa terbakar pada perut bagian atas atau di bagian bawah
tulang rusuk. Nyeri dirasakan karena masuknya kembali
(refluks) asam lambung dari lambung ke kerongkongan
sehingga menimbulkan iritasi pada kerongkongan bagian
bawah. Masuknya asam lambung ini disebabkan oleh
ketidaksempurnaan menutupnya katup kerongkongan bagian
bawah. Keluhan nyeri ulu hati dapat dirasakan setelah makan,
atau pada saat berbaring menjelang tidur, bahkan dapat
menyebabkan terbangun dari tidur. Nyeri ini juga dirasakan
pada saat membungkuk atau setelah berolahraga seperti angkat
beban, bersepeda, atau sit-up.
deadline tetap menimbulkan stres tersendiri.
Parahnya di saat stres, ia mengabaikan jam makan,
dan menopang energinya dengan minum kopi
atau minuman berenergi.
Sebaliknya, bila ada sedikit waktu luang di akhir
pekan, ia dengan lahap menyantap banyak makanan.
Makanan yang pedas, makanan berminyak serta
minuman bersoda adalah favoritnya sebagai
pelampiasan.
Apakah pola hidup Rina sekarang ada kaitannya dengan
keluhan sakit pada bagian lambung yang dirasakannya? PIONY
mengajak kita membaca artikel ini lebih lanjut.
Dispepsia adalah rasa tidak nyaman pada perut bagian atas
yang terjadi saat atau setelah makan, mual dan perut kembung.
Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa rasa nyeri antara
pusar dan bagian bawah tulang rusuk atau rasa penuh saat
mulai makan atau setelah makan.
Perut Kembung biasanya dikaitkan dengan adanya gas di
dalam lambung. Keluhannya berupa sendawa berlebihan, perut
terasa penuh dan tegang akibat gas.
Ketiga kondisi di atas dapat diatasi dengan pengobatan sendiri, selama penyakit dan gejalanya masih ringan. Namun harus diwaspasdai
bila gejalanya berat atau berkepanjangan karena bisa jadi telah terjadi tukak lambung dan gastritis. Tukak lambung yang terjadi akibat
adanya luka pada mukosa lambung dan gastritis yang merupakan penyakit saluran cerna yang ditandai dengan inflamasi (radang)
mukosa lambung, keduanya memerlukan penanganan oleh dokter.
Halaman 9
InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014
PENYEBAB
Gangguan pencernaan ringan seperti nyeri ulu hati, dispepsia
dan lambung kembung dapat disebabkan oleh makan terlalu
banyak dan cepat, serta mengkonsumsi makanan yang
pedas, berminyak, kopi, intoleransi laktosa, minuman yang
mengandung asam tinggi dan minuman bersoda. Gaya hidup
yang tidak baik seperti stress, merokok dan minum minuman
beralkohol juga dapat memicu gejala gangguan pencernaan.
Perut kembung juga dirasakan pada kondisi gugup, sembelit
atau intoleransi laktosa. Gugup akan memicu asam lambung
sehingga menyebabkan kembung.
PENANGANAN
Pencegahan gangguan pencernaan ringan dapat dilakukan
dengan perbaikan gaya hidup dan pola makan antara lain:
• Berhenti merokok dan membatasi asupan alkohol.
• Tidak melakukan aktivitas fisik setelah makan.
• Makan tidak kurang dari 3 jam sebelum tidur, sehingga
memberikan waktu untuk pengosongan lambung.
• Menghindari makanan yang merangsang asam dan gas
lambung misalnya minuman berkarbonasi, kubis, lobak, dan
lain-lain.
• Mengurangi porsi makan dan mengunyah makanan dengan
baik.
Pengobatan sendiri dapat dilakukan dengan pemilihan obat
yang tepat berdasarkan gejala yang dialami. Untuk mengurangi
rasa sakit dapat digunakan penghangat topikal yang dioleskan
di perut, seperti minyak telon, minyak kayu putih, minyak
gandapura, dan sebagainya.
Untuk obat oral, sediaan di pasar umumnya mengandung
antasida dan simetikon, serta beberapa bahan aktif lain yang
dikombinasikan dengan keduanya.
CONTOH OBAT
YANG MENGANDUNG
SIMETIKON DAN
ANTASIDA
1. Antasida
Antasida bekerja menetralkan asam lambung. Antasida
digunakan untuk mengurangi gejala akibat kelebihan asam
lambung, dengan demikian akan mengurangi nyeri lambung,
nyeri ulu hati, dan perasaan penuh atau kembung pada
lambung.
Antasida dalam bentuk tablet kunyah harus dikunyah dengan
baik, kemudian ditelan dan diminum dengan segelas air.
Antasida dalam bentuk serbuk harus dilarutkan terlebih dahulu
Halaman 10
dalam segelas air, aduk hingga larut, kemudian diminum sampai
habis. Sedangkan antasida dalam bentuk suspensi dapat
langsung diminum dengan mengocok terlebih dahulu.
Obat diminum hanya bila diperlukan, dosis dewasa 3-4
kali sehari 1 tablet/serbuk atau 1-2 sendok makan suspensi.
Antasida sebaiknya diminum 1 jam sebelum atau sesudah
makan dan sebelum tidur malam untuk mencegah gejala
timbul pada malam hari. Disarankan untuk mengkonsumsi
sesuai petunjuk pada kemasan/brosur obat. Jika antasida harus
dikonsumsi bersama obat lain, beri jarak waktu setidaknya
2 jam diantara keduanya. Jika waktu minum obat terlewat,
segeralah minum obat saat teringat. Namun jika sudah hampir
tiba waktunya minum obat selanjutnya, lewatkan dosis yang
terlupa dan kembali ke jadwal minum obat seperti biasa. Jangan
menduakalikan minum obat jika terlupa.
Kebanyakan antasida yang tersedia di pasaran merupakan
produk yang zat berkhasiatnya kombinasi antara Aluminium
Hidroksida dan Magnesium Hidroksida. Kombinasi kedua
zat tersebut dapat menurunkan kebutuhan dosis masingmasing. Kombinasi ini juga dimaksudkan untuk mengurangi
efek samping masing-masing. Aluminium hidroksida memiliki
efek samping konstipasi (susah buang air besar), sedangkan
Magnesium Hidroksida memiliki efek samping laksatif (mudah
buang air besar).
Gangguan pencernaan yang tidak segera diatasi bisa
menjadi berkepanjangan, sedangkan penggunaan obat yang
berkepanjangan perlu mewaspadai meningkatnya potensi efek
samping.
Jika mengalami konstipasi berat dan berkelanjutan, sulit atau
nyeri saat urinasi, terasa sering ingin kencing, sakit kepala terus
menerus, kehilangan nafsu makan terus menerus, perubahan
mood dan kondisi mental, nyeri otot, mual, muntah, gugup atau
lelah, napas perlahan, pengecapan tidak enak, dan kelelahan
yang tidak biasa atau lemah maka hentikan pengobatan dan
disarankan untuk segera melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke
dokter.
2. Simetikon
Obat yang mengandung zat berkhasiat simetikon bekerja
mengatasi kembung. Simetikon bekerja dengan cara
menurunkan tekanan permukaan lambung dan usus sehingga
kelebihan gas pada lambung dan usus dapat dipecah atau
dikeluarkan melalui anus.
Simetikon tidak diserap ke sistem peredaran darah. Simetikon
tidak boleh digunakan pada orang yang hipersensitif terhadap
simetikon dan dilarang digunakan pada penderita yang
dicurigai mengalami kerusakan atau perforasi usus.
Aturan pemakaian harus mengacu pada informasi yang terdapat
pada kemasan/brosur obat. Sediaan bentuk tablet kunyah harus
dikunyah sampai hancur sebelum ditelan, agar obat dapat
bekerja lebih cepat. Untuk sediaan cair dapat diminum dengan
takaran sendok obat agar dosisnya tepat.
InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014
Hal yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan antasida
dan simetikon:
• Penggunaan antasida hanya dianjurkan bila telah dipastikan
bahwa gejala mual, nyeri lambung, rasa terbakar di ulu hati
dan di dada, bukan disebabkan oleh penyakit lain seperti
keganasan atau jantung.
• Tidak dianjurkan pada penderita yang alergi terhadap
alumunium, magnesium, simetikon, dan senyawa lain yang
terdapat pada komposisi obat.
• Tidak dianjurkan pemakaian lebih dari 2 minggu, kecuali atas
petunjuk dokter.
• Penggunaan antasida dengan antibiotik golongan
florokuinolon harus diberi jeda selama 4-6 jam.
memerlukan pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut oleh
dokter. Swamedikasi harus dihentikan dan segera konsultasikan
ke dokter, jika:
• Keluhan tetap dirasakan setelah pengobatan selama 2 minggu.
• Kesulitan menelan atau nyeri perut yang menetap setelah
melakukan terapi.
• Nyeri dada yang menekan, yang mungkin menjalar ke
pundak, atau lengan kiri (hal ini mungkin disebabkan oleh
gangguan jantung).
• Muntah berdarah atau buang air besar berdarah.
Swamedikasi menggunakan antasida tidak bisa dilakukan pada:
• Pasien sedang diet rendah natrium, harus dikonsultasikan
dulu ke dokter.
• Wanita hamil atau menyusui, anak di bawah 6 tahun, atau
lanjut usia. Antasida mengandung natrium bikarbonat
sebaiknya dihindari wanita hamil karena dapat menyebabkan
bengkak yang disebabkan retensi cairan.
Pustaka
1. Krinsky, et all. 2012. Handbook of Nonprepcription Drugs:
An Interaction Approach to Self-Care. American Pharmacist
Association: Washington DC
2. MedlinePlus. Indigestion. 2013. http://www.nlm.nih.gov/
medlineplus/ency/article/003260.htm. [28 Januari 2014].
3. MedlinePlus. Heartburn. 2013. http://www.nlm.nih.gov/
medlineplus/ency/article/003114.htm. [28 Januari 2014].
4. MedlinePlus. Abdominal Bloating . 2012. http://www.nlm.
nih.gov/medlineplus/ency/article/003123.htm. [28 Januari
2014].
5. MedlinePlus. Taking Antacids . 2012. http://www.nlm.nih.
gov/medlineplus/ency/patientinstructions/000198.htm. [28
Januari 2014].
Penutup
Walaupun biasanya gangguan pada perut bagian atas bukan
keadaan yang berbahaya, tetapi perlu dicermati jika gangguan
tersebut disertai dengan gejala lain seperti perdarahan,
penurunan berat badan dan kesulitan menelan. Waspadai
kondisi yang mengarah pada gejala dari penyakit lain yang
Penulis : Bidang Informasi Obat - Pusat Informasi Obat dan
Makanan
PUBLIKASI
Judul Pengarang
Penerbit
Tahun
: Serial Data Ilmiah Terkini Tumbuhan Obat: Jali (Coix lacryma-jobi L.)
: T. Bahdar J. Hamid,
Sherley, dkk.
: Direktorat Obat Asli Indonesia, Badan POM RI
: 2013
Coix lacryma-jobi L. atau di Indonesia lebih dikenal
dengan nama Jali, merupakan tanaman menahun yang telah
banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman
jali mempunyai batang bulat, lunak dengan tinggi dapat
mencapai ± 3 m. Biji jali sejak dahulu dimanfaatkan sebagai
pengganti beras atau disajikan dalam berbagai makanan
dan minuman, bahkan juga digunakan dalam pengobatan
tradisional karena beberapa manfaatnya.
Jali, merupakan satu dari beberapa buku serial Data
Ilmiah Terkini Tumbuhan Obat yang diterbitkan oleh Direktorat
Obat Asli Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan yang
mengulas tentang hasil penelitian ilmiah terkini tanaman obat
jali. Bahwa penelitian ilmiah jali menunjukkan bahwa tanaman
ini mempunyai beberapa aktivitas farmakologi, diantaranya; (1)
antiparasit, ekstrak air daun jali mampu menghambat parasit
Trichomonas vaginalis sebesar rata-rata 75% pada konsentrasi
Halaman 11
hambat minimum (KHM) 4 mg/mL; (2) analgesik – antiinflamasi,
fraksi fenolik-flavonoid dari ekstrak etanol serbuk jali secara in
vitro mampu menekan sekresi IL-6 dan TNF-α yang diinduksi
lipopolisakarida (LPS) pada sel RAW 264,7 dan sel makrofage
peritoneal murin, sedangkan subfraksi etil asetatnya secara
signifikan menghambat produksi nitrit oksida (NO) pada
konsentrasi 25 µg/mL; (3) antitukak lambung, biji jali kupas
yang diberikan selama 4 minggu pada tikus yang sebelumnya
dibuat tukak lambung dengan indometasin dosis 30 mg/kg
berat badan (bb) selama 7 hari menunjukkan penurunan indeks
jumlah tukak lambung dan penghambatan kerusakan jaringan
lambung dibandingkan tehadap kontrol. Selain itu masih
ada beberapa data ilmiah dari aktivitas antihiperlipidemia,
antiobesitas, antiosteoporosis, spasmolitik uterus, anti alergi dan
sitotoksik.
Uji toksisitas akut dan subkronis ekstrak air biji jali
pada tikus jantan dan betina galur Wistar sampai dosis 2.000
mg/kg bb peroral tidak menunjukkan adanya gejala toksik
maupun kelainan hematologi, biokimia darah dan histopatologi.
Demikian juga pada uji mutagenisitas dan teratogenisitas tidak
menunjukkan adanya efek negatif. Apakah hal ini menunjukkan
bahwa biji jali aman untuk dikonsumsi? Silakan membaca buku
kecil ini secara lengkap.
Penulis : Direktorat Obat Asli Indonesia
InfoPOM - Vol. 15 No. 1 Januari-Februari 2014
EFEK SAMPING PENGGUNAAN OBAT
Pertanyaan:
Saya sedang hamil 5 bulan, menderita batuk dan pilek. Saya mendapatkan obat dari dokter yaitu Gatifloxacin, Erdostein 300 mg, dan
tablet yang mengandung Desloratadin dan Pseudoefedrin. Setelah
mengkonsumsi obat tersebut saya mengalami gatal-gatal di badan
sampai kaki, dan muka merah. Apakah ada diantara obat tersebut
yang dapat mengakibatkan alergi dan apakah obat-obat tersebut
aman untuk wanita hamil
(Gati, Ibu Rumah Tangga)
Jawaban:
Berikut informasi produk dari masing-masing obat yang Saudara
konsumsi :
1. Gatifloxacin merupakan golongan antibiotik. Indikasi gatifloksasin
diantaranya adalah untuk infeksi saluran pernafasan, bronkitis
dan pnemonia. Efek samping yang mungkin timbul adalah reaksi
hipersensitif (alergi), mual, muntah, dispepsia, nyeri lambung, diare,
sakit kepala, pusing, gangguan tidur, ruam (sindrom steven-johnson),
dan pruritus (gatal-gatal).
2. Erdostein 300 mg, merupakan obat yang diindikasikan untuk
mukolitik (pengencer lendir pada gangguan pernafasan). Obat ini
dikontraindikasikan terhadap penderita sirosis hati dan penderita
gagal ginjal berat. Tidak terlihat efek samping pada gastrointestinal
(pencernaan) maupun sistemik.
3. Obat yang mengandung desloratadin dan pseudoefedrin, dimana
desloratadin bekerja sebagai antihistamin (alergi rinitis) dan
pseudoefedrin sebagai dekongestan (hidung tersumbat).
Efek samping yang mungkin timbul adalah mulut kering, pusing,
takikardia, faringitis, anoreksia, konstipasi, dan insomnia.
Efek samping masing-masing obat dapat timbul atau tidak, berbedabeda pada tiap individu.
Untuk keamanan pada wanita hamil, disampaikan bahwa perlu
kehati-hatian penggunaan ketiga obat tersebut pada wanita hamil
kecuali atas petunjuk dokter.
Berdasarkan gejala yang dialami seperti gatal-gatal di badan sampai
kaki, dan muka sampai merah, ada kemungkinan Saudara mengalami
reaksi hipersensitifitas (alergi). Jika reaksi alergi tersebut dipastikan
karena mengkonsumsi obat dan bukan karena mengkonsumsi
makanan atau karena alergi lain, maka kemungkinan reaksi alergi
tersebut disebabkan oleh gatifloxacin. Oleh karena itu disarankan
untuk menghentikan penggunaan obat, dan segera konsultasikan
kembali kepada dokter.
Pustaka:
1. Badan POM. Informatorium Obat Nasional Indonesia. 2008. Badan POM, Jakarta.
2. Briggs G,Roger K. Drugs in Pregnancy And Lactation: A Reference Guide To Fetal And
Neonatal Risk 7th ed. 2005. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia.
3. McEvoy GK. AHFS Drug Informastion. 2010. American Society of Health-System Pharmacists,
Bethesda Marryland.
FORUM PIONas
PIONas adalah Pusat Informasi Obat Nasional yang menyediakan
akses informasi terstandar (Approved Label) dari semua obat yang
beredar di Indonesia yang telah disetujui oleh badan POM sebagai
NRA (National Regulatory Authority). PIONas melayani permintaan
informasi dan konsultasi terkait dengan penggunaan obat.
Permintaan informasi ke PIONas dapat disampaikan secara langsung
dengan datang ke PIONas (Ged. A lt. 1 BPOM, Jl. Percetakan Negara
No. 23, Jakarta Pusat) atau melalui telepon di nomor 021-42889117 /
021-4259945, HP nomor 08121899530, email ke [email protected]
Halaman 12
Download