BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitiaan Sebelumnya Penelitian

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitiaan Sebelumnya
Penelitian sebelumnya tentang Siaran Dakwah di TVRI Kalteng pernah
dilakukan oleh mahasiswa Jurusan Dakwah STAIN Palangka Raya yaitu;
1. Daud (NIM 020 311 007) dengan judul “Manajamen Siaran Dakwah di TVRI
Kalteng” penelitian tersebut dilaksanakan dari 15 Juni sampai dengan 15
Agustus 2006 dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Dari hasil
penelitiannya disimpulkan manajemen siaran dakwah di TVRI Kalteng cukup
baik dalam membuat program siaran dakwah baik dari segi perencanaan,
pengorganisasian, pengaktualisasian, pengarahan dan pengawasan. Dalam
penelitian tesebut, peneliti hanya fokus terhadap manajemen siarannya.
2. Atikah Pribadi (NIM 060 311 0248), dengan judul “Pelaksanaan penyiaran
dakwah Islam melalui TVRI Kalteng” (studi pada 5 orang pemirsa siaran
keagamaan TVRI Kalteng di Kota Palangka Raya). Penelitian tersebut
dilaksanakan dari tanggal 18 Juni sampai dengan 18 Agustus 2010 dengan
menggunakan metode pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian tersebut
ditemukan bahwa pelaksanaan penyiaran dakwah Islam melalui TVRI Kalteng
sudah dapat dikatakan cukup baik dan sesuai dengan tuntunan dakwah
Islamiyah. Topik-topik yang diangkat sesuai dengan situasi dan kondisi
tertentu dan bersifat aktual. Dalam penelitian tersebut, peneliti hanya fokus
terhadap peranan atau efektifitas dari program yang ditayangkan.
10
Dari hasil penelitian di atas, peneliti berinisiatif melakukan penelitian yang
berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu dengan objek penelitian lebih
mengarah kepada pemirsanya (objek/mitra dakwah) yang menyaksikan acara
siaran dakwah di TVRI Kalteng. Selain itu, metode yang digunakan pun berbeda
yaitu dengan pendekatan kuantitatif (Survei). Pada Penelitian ini juga lebih pada
rumusan masalah baru yaitu lebih menekankan tentang persepsi khalayak dalam
mensikapi muatan pesan siaran dakwah di televisi.
Adapun judul dalam penelitian ini adalah “POTRET DAKWAH DI
MEDIA PENYIARAN (Studi tentang Persepsi Remaja Muslim di Kelurahan
Pahandut Kota Palangka Raya terhadap Program Siaran Dakwah ”Yang
Muda Yang Shaleh” di TVRI Kalteng)”.
B. Deskripsi Teoritik
1. Konsep Persepsi
a. Definisi Persepsi
Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception,
artinya penglihatan, tanggapan daya, memahami atau menanggapi. 1 Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa persepsi berarti
tanggapan
(penerimaan)
langsung
dari
sesuatu;
proses
seseorang
mengetahui beberapa hal melalui panca indra.2 Objek fisik umumnya
memberi stimulus fisik yang sama, sehingga orang mudah membuat
persepsi yang sama.
1
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia an English-Indonesia
dictionary, Cet. 29, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010, h. 424.
2
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, h. 759.
Persepsi (perception) dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana
cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas adalah pandangan
atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan
sesuatu.3 Dalam perspektif ilmu komunikasi, persepsi bisa dikatakan
sebagai inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti dari
persepsi, yang identik dengan penyandian-balik (decoding) dalam proses
komunikasi. Hal ini tampak jelas pada definisi Jhon R. Wenburg dan
William W. Wilmot: “Persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organisme
memberi makna”, atau definisi Rudolph F. Verderber: “Persepsi adalah
proses menafsirkan informasi indrawi”.4
Sedangkan menurut Arbi, persepsi merupakan pengalaman tentang
objek, peristiwa,
atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan
makna pada stimuli indrawi.5
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi pada
intinya merupakan suatu pengamatan melalui penginderaan terhadap suatu
objek, kemudian diteruskan oleh syaraf-syaraf sensoris ke otak. Di dalam
otak, hasil pengamatan diproses secara sadar sehingga individu yang
bersangkutan dapat menyadari dan memberikan objek yang diamati sesuai
dengan perhatian, kebutuhan, sistem nilai dan karakteristik kepribadian.
3
Alex Sobur. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung : CV. Pustaka Setia,
Cet. II. 2009. h. 445.
4
Deddy Mulyana,. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Cetakan ke-10, Bandung:
PT.Remaja Rosda Karya, 2010, h. 180.
5
Armawati Arbi, Psikologi Komunikasi dan Tabligh, Jakarta: Amzah, 2012, h. 99.
Adapun yang di maksud dari persepsi dalam penelitian ini adalah
tanggapan, respon, pandangan (hasil pengamatan), ataupun tafsiran, remaja
muslim terhadap siaran dakwah program acara “Yang Muda Yang Shaleh”
di TVRI Kalteng, tanggapan tersebut bisa negatif atau juga positif yang
ditujukan pada siaran dakwah dimaksud.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Lingkungan manusia penuh dengan berbagai macam benda dan
peristiwa. Hal tersebut dapat berfungsi sebagai perangsang yang kemudian
diterima dan ditanggapi oleh panca indera. Tetapi karena terlalu banyak
rangsangan dari luar yang diterima panca indera, maka individu tersebut
hanya akan menanggapi atau merespon sebagian objek saja. 6
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi-persepsi seseorang tidak
timbul begitu saja tetapi ada faktor-faktor yang mengetahuinya, faktorfaktor inilah yang menjadi dua orang yang melihat sesuatu yang sama akan
memberikan interprestasi yang berbeda tentang yang dilihat itu. Adapun
faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1) Faktor fungsional persepsi; yaitu faktor yang timbul dari orang yang
mempersepsi kebutuhan, sikap, kepentingan, pengalaman dan tahapan
dalam mempengaruhi tanggapan seseorang terhadap sesuatu.
2) Faktor struktural persepsi; yaitu faktor yang muncul dari apa yang akan
dipersepsi, misalnya hal-hal baru seperti gerakan, tindak-tanduk dan
ciri-ciri yang tidak biasa akan turut juga dalam menentukan persepsi
6
Alex Sobur. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah…, h. 460.
orang yang melihatnya.
3) Faktor situasi persepsi; yaitu faktor yang muncul sehubungan karena
situasi pada waktu mempersepsi sebagai contoh orang yang memakai
pakaian renang di tempat yang tidak ada hubungannya dengan olahraga
renang tentunya akan mempengaruhi persepsi yang dilihatnya.
4) Faktor
personal
persepsi;
yaitu
berupa
pengalaman,
motivasi,
kepribadian.7
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi di atas dapat
disimpulkan bahwa faktor situasi dan sasaran lebih bersifat objektif. Artinya
individu mempunyai kecenderungan yang sama terhadap objek yang akan
dipersepsi sedangkan faktor pelaku lebih objektif karena individu banyak
dipengaruhi untuk keadaan psikisnya.
2. Remaja dan Batasannya
a. Pengertian Remaja
Istilah remaja berasal dari bahasa Latin yaitu adolescere yang artinya
tumbuh untuk mencapai kematangan. Istilah ini mengalami perkembangan
arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan
fisik.8 Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu
berintegrasi dengan masyarakat dewasa, dimana anak tidak lagi di bawah
tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan
yang sama. Transformasi intelektual yang khas, cara berpikir remaja ini
7
8
Ibid., h. 461-462.
Muhammad Ali dan Muhammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik,
Cet. 6, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 9.
memungkinkannya untuk mencapai integritas dalam hubungan sosial orang
dewasa yang kenyataanya merupakan ciri khas yang umum dari periode
puber ini.9
Zakiah Darajat berpendapat, masa remaja adalah masa peralihan yang
ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa atau masa
remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa
dewasa, dimana seseorang belum dapat hidup sendiri, belum matang dari
segala segi, tubuh masih kecil, organ-organ belum dapat menjalankan
fungsinya secara sempurna, kecerdasan, emosi dan hubungan sosial belum
selesai pertumbuhannya. Hidupnya masih bergantung pada orang dewasa,
dan belum bisa diberi tanggung jawab atas segala hal. 10 Oleh karena itu,
menurut Jalaluddin kehidupan remaja layaknya sebuah petualangan batin.11
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas maka dapat
dipahami bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke
masa dewasa yang ditandai dengan kematangan seksual, gejolak emosi dan
tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan dan norma-norma
yang berlaku serta belum dapat bertanggung jawab secara sempurna.
b. Batasan Remaja
Untuk memperoleh suatu kesepakatan tentang pengertian “remaja”
maka kita harus mengaitkan dengan “masa remaja” karena eksistensi remaja
9
Ibid., h. 10.
10
11
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Cet. 13, Jakarta: Bulan Bintang, 1991, h. 69.
Jalaluddin, Fikih Remaja Bacaan Populapr Remaja Muslim, Cet. I, Jakarta: Radar Jaya
Offset, 2009, h. 321.
selalu terkait dengan masa yang dialaminya. Namun umur berapa remaja itu
mulai dan kapan berakhirnya, para ahli ilmu jiwa tidak sependapat. Karena
dalam kenyataan hidup, umur permulaan dan berakhirnya masa remaja itu
berbeda dari seorang kepada orang lain. Sebagian ahli psikologi mengatakan
usia remaja adalah usia 13-19 tahun, sementara yang lain berpendapat
bahwa rentang usia remaja dimulai pada usia 13-21 tahun. Namun yang
pastinya, bergantung kepada masing-masing individu dan masyarakat di
mana individu itu hidup.12
Batasan masa remaja antara satu negara dengan negara yang lain
berbeda-beda waktunya sesuai dengan norma kedewasaan yang berlaku
setempat. Karena itu masa remaja sama panjangnya suatu masyarakat
dengan masyarakat lainnya, misalnya pada masyarakat desa yang agraris,
anak usia 12 tahun sudah ikut melakukan pekerjaan yang seharusnya
dilakukan oleh orang dewasa seperti mengolah sawah dan ladang orang
tuanya. Dalam keadaan yang seperti ini berarti anak yang belum dewasa itu
sudah dituntut oleh orang tuanya untuk bertanggungjawab. Dengan
demikian masa remaja akan lebih cepat berakhir di daerah pedesaan. 13
Sedangkan di daerah yang sudah maju masyarakatnya (perkotaan)
masa remaja berlangsung lebih lama, sebab keadaan kehidupan kota lebih
kompleks dan lebih majemuk masyarakatnya karena pengaruh dan latar
belakang kehidupan, norma-norma kebudayaan, adat istiadat, nilai-nilai
moral, dan sosial yang tidak menentu membuat kaum remaja bertambah
12
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2004, h. 63.
13
Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Cet. VI, Bandung: Rosdakarya, 1999, h. 63.
bimbang, ragu-ragu dan bingung, sehingga mereka bertanya-tanya dalam
hatinya yang mana sebenarnya harus dipilih dan dipedomani. 14
Berbicara tentang pandangan beberapa ahli, tentang masa remaja juga
tidak ada kesepakatan, misalnya dari segi hukum, maka usia remaja adalah
di atas 12 tahun dan di bawah 19 serta belum pernah menikah. Artinya,
apabila terjadi suatu pelanggaran hukum dari seseorang dalam usia tersebut,
maka hukuman baginya tidak sama dengan orang dewasa.15 Maksudnya
adalah jika anak-anak yang berusia kurang dari 18 tahun dan belum
menikah, masih menjadi tanggung jawab orang tuanya kalau ia melanggar
hukum pidana. Tingkah laku mereka yang melanggar hukum itu pun seperti
mencuri belum dapat disebut sebagai kejahatan atau tindakan kriminal
melainkan hanya disebut kenakalan. Kalau ternyata kenakalan anak itu
sudah membahayakan masyarakat dan patut dijatuhi hukuman oleh negara,
dan orang tuanya ternyata tidak mampu mendidik anak itu lebih lanjut,
maka anak itu menjadi tanggung jawab negara dan dimasukkan ke dalam
Lembaga Pemasyarakatan khusus anak-anak (di bawah Kementerian
Hukum dan HAM).16
Walaupun tidak ada batas umur yang tegas bagi masa remaja, satu hal
yang dapat peneliti simpulkan dalam penelitian ini adalah dengan mengutip
pendapat Sarlito W. Sarwono dalam bukunya Psikologi Remaja bahwa masa
14
Ibid., h. 63.
15
Zakiah Daradjat, Pembinaan Remaja, Cet. I, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, h. 10.
16
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja…, h. 7.
remaja merupakan usia di atas 12 tahun dan di bawah 19 serta belum pernah
menikah. Dengan demikian, batasan remaja yang digunakan peneliti adalah
usia dari 13 - 18 tahun dan belum menikah.
3. Pengertian dan Unsur Dakwah
a. Pengertian Dakwah
Secara etimologis, dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu da’a,
yad’u, da’wah, du’a, yang diartikan sebagai ajakan, seruan, panggilan, dan
undangan. Secara terminologi dakwah dapat diartikan untuk mengajak
manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan
perintah Tuhan untuk kemashlahatan dan kebahagiaan di dunia dan
akhirat.17
Sedangkan menurut istilah para pakar ilmu dakwah memberikan
definisi yang bermacam-macam, antara lain:
Menurut Arifin dalam bukunya yang berjudul Psikologi Dakwah
dinyatakan bahwa:
Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik
dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang
dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi
orang lain, baik secara individual maupun secara kelompok supaya
timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan
serta sikap pengamalan terhadap ajaran agama sebagai massage yang
disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur paksaan.18
Sedangkan menurut Rafiudin dalam bukunya yang berjudul PrinsipPrinsip dan Strategi Dakwah, dinyatakan bahwa:
17
Toha Yahya Omar, Islam dan Dakwah, Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2004, h. 67.
18
HM. Arifin, Psikologi Dakwah, Jakarta: Bumi Aksara, 1997, h. 6.
Dakwah adalah dorongan manusia agar berbuat kebaikan dan memuat
petunjuk, menyeru mereka untuk berbuat kebajikan serta melarang
mereka dari perbuatan munkar agar dapat kebahagiaan di dunia
maupun di akhirat. Dakwah ditinjau secara terminologi (istilah)
dakwah artinya setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan
yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil, manusia lain untuk
beriman dan mentaati Allah SWT sesuai dengan garis-garis akidah
dan syariah serta akhlak Islamiyah. 19
Beberapa pengertian dakwah tersebut, meskipun dituangkan dalam
bahasa dan kalimat yang berbeda, tetapi kandungan isinya tetap sama bahwa
dakwah dipahami sebagai seruan, ajakan, dan panggilan dalam rangka
membangun masyarakat Islami berdasarkan kebenaran ajaran Islam yang
hakiki. Dengan kata lain, dakwah merupakan upaya atau perjuangan untuk
menyampaikan ajaran agama yang benar kepada umat manusia dengan cara
yang simpatik, didik, jujur, tabah dan terbuka, serta menghidupkan jiwa
mereka membahagiakan serta menggetarkan hati mereka dengan ancamanancaman
Allah SWT
terhadap
segala perbuatan
tercela,
melalui
nasehat-nasehat dan peringatan-peringatan.
b. Unsur-unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat dan
selalu ada dalam kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da’i (pelaku
dakwah), mad’u (mitra dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media
dakwah), thariqah (metode), dan atsar (efek dakwah). 20
1) Subyek Dakwah (pelaku dakwah)
Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan
19
20
Rafiudin, Prinsip-Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997, h. 8.
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah,…, h. 75.
maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok atau
lewat organisasi/ lembaga. Sementara itu, untuk mewujudkan seorang
da’i yang profesional yang mampu memecahkan kondisi mad’u-nya
sesuai dengan perkembangan dan dinamika yang dihadapi oleh objek
dakwah, ada beberapa kriteria. Adapun sifat-sifat penting yang harus
dimiliki oleh seorang da’i secara umum, yaitu:21
a) Mendalami Al-Quran, Sunnah dan sejarah kehidupan Rasul, serta
Khulafa Ar-rasyidin.
b) Memahami keadaan masyarakat yang akan dihadapi.
c) Berani dalam mengungkapkan kebenaran.
d) Ikhlas dalam melaksanakan tugas dakwah tanpa tergiur oleh nikmat
materi yang hanya sementara.
e) Satu kata dengan perbuatan.
f) Terjauh dari hal-hal yang menjatuhkan harga diri.
2) Mad’u (Mitra Dakwah atau Penerima Dakwah)
Unsur dakwah yang kedua adalah mad’u, yaitu manusia yang
menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai
individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam
maupun tidak, atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan. 22
Mad’u (mitra dakwah) terdiri dari berbagai macam golongan
manusia. Oleh karena itu, menggolongkan mad’u sama dengan
menggolongkan manusia itu sendiri, profesi, ekonomi, dan seterusnya.
21
Ibid., h. 81.
22
Ibid., h. 90.
Penggolongan mad’u tersebut antara lain sebagai berikut:
a) Dari segi sosiologis, masyarakat terasing, pedesaan, perkotaan, kota
kecil, serta masyarakat di kota besar.
b) Dari struktur kelembagaan, ada golongan priyayi, abangan dan santri,
terutama pada masyarakat Jawa.
c) Dari segi tingkatan usia, ada golongan anak-anak, remaja dan
golongan orang tua
d) Dari segi profesi, ada golongan petani, pedagang seniman, buruh dan
pegawai negeri.
e) Dari segi tingkatan sosial ekonomis, ada golongan kaya, menengah,
dan miskin.
f) Dari segi jenis kelamin, ada golongan pria dan wanita.
g) Dari segi khusus, ada masyarakat tunasusila, tunawisma, tunakarya,
narapidana, dan sebagainya.23
3) Maddah (Materi Dakwah)
Maddah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan da’i kepada
mad’u. dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi maddah dakwah
adalah ajaran Islam itu sendiri. 24 Oleh karena itu, membahas yang
menjadi maddah dakwah adalah membahas ajaran Islam itu sendiri,
sebab semua ajaran Islam yang sangat luas itu bisa dijadikan maddah
23
M. Arifin, Psikologi Dakwah…, h. 13-14.
24
Muhammad Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah…, h. 24.
dalam dakwah Islam. 25
Menurut Bachtiar dalam bukunya “Metodologi Penelitian Ilmu
Dakwah” menyatakan bahwa:
Materi dakwah tidak lain adalah Al-Islam yang bersumber dari AlQuran dan Hadis sebagai sumber utama yang meliputi aqidah,
syariah dan akhlak dengan berbagai cabang ilmu yang diperoleh
darinya. 26
Pendapat tersebut dapat dipahami bahwa
seluruh ajaran Islam
disampaikan secara utuh baik tentang aqidah, syariah, maupun akhlak
yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis, dalam menggunakan materi
tersebut harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat
sebagai objek dakwah.
4) Wasilah (Media Dakwah)
Wasilah (media dakwah) adalah alat yang digunakan untuk
menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad’u. untuk
menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan
berbagai wasilah. Hamzah Ya’qub membagi wasilah dakwah menjadi
lima macam, yaitu:27
a) Lisan
adalah
media
dakwah
yang
paling
sederhana
yang
menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan media ini dapat
berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan, dan
sebagainya.
25
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h. 94.
26
Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997,
h. 330.
27
Muhammad Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah…, h. 32.
b) Tulisan adalah media dakwah melalui tulisan, buku, majalah, surat
kabar, spanduk, dan sebagainya.
c) Lukisan adalah media dakwah melalui gambar, karikatur, dan
sebagainya.
d) Audiovisual adalah media dakwah yang dapat merangsang indera
pendengaran, penglihatan, atau kedua-duanya, seperti televisi.
Menurut Zakiah Darajat, 83% perilaku manusia itu dipengaruhi oleh
apa yang dilihatnya, 11% dari apa yang didengarnya dan yang 6%
sisanya
merupakan
gabungan
dari
berbagai
stimulus
yang
diterimanya. Dalam perspektif ini dapat dibayangkan bagaimana
peranan tayangan televisi dalam membentuk kepribadian masyarakat,
terutama generasi muda yang masih suka menonton televisi.28
e) Akhlak, yaitu media dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang
mencerminkan ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan
didengarkan oleh mad’u.29
5) Thariqah (Metode Dakwah)
Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh
seorang da’i (Komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan
atas dasar hikmah dan kasih sayang. Hal ini mengandung arti bahwa
pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human
oriented menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.
28
29
Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002, h. 157.
Muhammad Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah…, h. 32.
Ketika membahas metode dakwah umumnya merujuk pada Surah
An-Nahl ayat 125 yaitu:










    
    



 

Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl
[16] : 125) 30
Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa metode dakwah itu meliputi
tiga cakupan, yaitu :
a) Bi al-Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan
kondisi sasaran dakwah dengan menitikberatkan pada kemampuan
mereka, sehingga di dalam menjalankan ajaran-ajaran agama Islam
selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.
b) Mau’izatul Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihatnasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran agama Islam dengan rasa
kasih sayang, sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu
dapat menyenuh hati mereka.
30
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya…, h. 421.
c) Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar
pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan
tidak
memberikan
tekanan-tekanan
yang
memberatkan
pada
komunitas yang menjadi sasaran dakwah. 31
6) Atsar (Efek Dakwah)
Atsar (efek) sering disebut dengan feedback (umpan balik) dari
proses dakwah ini sering kali dilupakan atau sering tidak mendapat
banyak perhatian dari para da’i. Padahal, atsar sangat besar artinya
dalam penentuan langkah-langkah dakwah berikutnya. Tanpa mengalisis
atsar dakwah maka kemungkinan kesalahan strategi yang sangat
merugikan pencapaian tujuan dakwah akan terulang kembali. Sebaliknya,
dengan menganalisis atsar dakwah secara cermat dan tepat maka
kesalahan strategis dakwah akan segera diketahui untuk segera diadakan
penyempurnaan pada langkah-langkah berikutnya (corrective action)
demikian juga strategi dakwah termasuk di dalam penentuan unsur-unsur
dakwah yang dianggap baik dapat ditingkatkan.32
Sebagaimana diketahui bahwa dalam upaya mencapai tujuan
dakwah maka kegiatan dakwah selalu diarahkan untuk memengaruhi tiga
aspek perubahan dari objeknya, yakni perubahan pada aspek pengetahuan
(knowledge),
aspek
sikapnya
(attitude),
31
dan
aspek
Muhammad Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah…, h. 34.
32
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h. 138-139.
perilakunya
(behavioral).33
Berkenaan dengan ketiga hal tersebut, Jalaluddin Rahmat
menyatakkan bahwa efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa
yang diketahui, dipahami, dan dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan
dengan
transmisi
pengetahuan,
informasi. Efek afektif
keterampilan,
kepercayaan,
atau
timbul bila ada perubahan pada apa yang
dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak, yang meliputi segala yang
berhubungan dengan emosi, sikap serta nilai. Sedangkan efek behavioral
merujuk pada prilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola-pola
tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku.34
4. Media Elektronik dan Teori Komunikasi
a. Media penyiaran sebagai media komunikasi
Media penyiaran merupakan salah satu bentuk media massa yang
menjadi sumber kekuatan (alat kontrol), manajemen dan inovasi dalam
masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau
sumber daya lainnya. Denis McQuail dalam bukunya yang berjudul “Teori
Komunikasi Massa Suatu Pengantar” menjelaskan bahwa media penyiaran
merupakan perlengkapan dasar yang mendominasi komunikasi.35 Bentuk
media penyiaraan bisa berupa televisi, radio, film, dan lain-lain.
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication berasal
dari bahasa Latin Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang
33
Jalaluddin Rahmat, Retorika Modern, Sebuah Kerangka Teori dan Praktik Berpidato,
Bandung: Akademika, 1982, h. 269.
34
Ibid.
35
Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa, Yogyakarta: Erlangga, 2002, h. 8.
berarti sama atau sama makna.36 Apabila terdapat dua orang berkomunikasi,
misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau
berlangsung
selama
ada
kesamaan
makna
mengenai
apa
yang
dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu
belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti
bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang ada pada bahasa tersebut.
Jadi, percakapan kedua orang dapat dikatakan komunikatif apabila keduaduanya mengerti makna dan bahasa yang dipercakapkan. Secara sederhana
komunikasi dapat dirumuskan sebagai proses pengoperan isi pesan berupa
lambang-lambang dari komunikator kepada komunikan. 37
Menurut Harold Laswell komponen penting dalam komunikasi massa
adalah sumber, Pesan, Saluran/ Media, Penerima dan Efek.38 Sedangkan
ciri-ciri dari komunikasi massa itu sendiri menurut Elizabeth Noelle
Neumann sebagaimana yang dikutip Jalaluddin Rakhmat adalah sebagai
berikut:
1) Bersifat tidak langsung, artinya harus melalui media teknis.
2) Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta
komunikasi.
3) Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan
anonim.
36
37
38
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2010, h. 4.
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009, h.144.
Onong Uchyana Effendy, Ilmu,Teori dan Filsafat Komunikasi, Cet. III, Jakarta:
PT. Citra Aditya Mukti Bandung, 2003, h. 253.
4) Mempunyai publik yang secara tersebar.39
b. Uses and gratifications theory
Salah satu dari teori komunikasi massa yang populer dan sering
digunakan sebagai kerangka teori dalam mengkaji realitas komunikasi
massa adalah uses and gratifications. Pendekatan uses and gratifications
menekankan riset komunikasi massa pada konsumen pesan atau komunikasi
dan tidak begitu memperhatikan mengenai pesannya. Kajian yang dilakukan
dalam ranah uses and gratifications mencoba untuk menjawab pertanyan:
“Mengapa orang menggunakan media dan apa yang mereka gunakan untuk
media?”.40
Studi pengaruh yang klasik, pada mulanya mempunyai anggapan
bahwa konsumen media, bukannya pesan media, sebagai titik awal kajian
dalam komunikasi massa. Dalam kajian ini yang diteliti adalah perilaku
komunikasi khalayak dalam relasinya dengan pengalaman langsungnya
dengan media massa. Khalayak diasumsikan sebagai bagian dari khalayak
yang aktif dalam memanfaatkan muatan media, bukannya secara pasif saat
mengkonsumsi media massa. 41
Dalam teori tersebut khalayak diasumsikan sebagai aktif dan
diarahkan oleh tujuan. Anggota khalayak dianggap memiliki tanggung
jawab sendiri dalam mengadakan pemilihan terhadap media massa untuk
39
40
41
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi…, h.189.
Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa…, h. 388.
Fajar Junaedi. 2010.Teori Komunikasi Massa terhadap individu. .http://komunikasimassaumy.blogspot.com/(online 7 April 2013).
mengetahui kebutuhannya, memenuhi kebutuhannya dan bagaimana cara
memenuhinya. Media massa dianggap hanya sebagai salah satu cara
memenuhi kebutuhan individu dan individu boleh memenuhi kebutuhan
mereka melalui media massa atau dengan suatu cara lain.42
C. Kerangka Pikir dan Pertanyaan
1. Kerangka Pikir
Persepsi remaja muslim di Kelurahan Pahandut terhadap siaran dakwah
“Yang Muda Yang Shaleh” di TVRI Kalteng, memiliki komponen yang
senatiasa harus diperhatikan, karena diantara komponen tersebut saling
mempengaruhi. Komponen tersebut dapat dilihat melalui skema berikut:
SKEMA KERANGKA PIKIR PENELITIAN
Persepsi remaja muslim di Kelurahan Pahandut Kota Palangka Raya
terhadap siaran dakwah “Yang Muda Yang Shaleh” di TVRI Kalteng
Media dakwah
(TVRI Kalteng)
Materi dakwah
yang disampaikan
Metode dakwah
yang digunakan
Tanggapan/ Respon
(Kognitif)
Subjek dakwah
(Penceramah)
Perasaan/emosi
(Afektif)
Hasil yang dicapai
Dalam penelitian ini
Skema di atas dapat memberikan gambaran bagaimana persepsi remaja
muslim di Kelurahan Pahandut terhadap siaran dakwah “Yang Muda Yang
Shaleh” di TVRI Kalteng.
42
Ibid.
Download