BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitiaan Sebelumnya Penelitian sebelumnya tentang Siaran Dakwah di TVRI Kalteng pernah dilakukan oleh mahasiswa Jurusan Dakwah STAIN Palangka Raya yaitu; 1. Daud (NIM 020 311 007) dengan judul “Manajamen Siaran Dakwah di TVRI Kalteng” penelitian tersebut dilaksanakan dari 15 Juni sampai dengan 15 Agustus 2006 dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitiannya disimpulkan manajemen siaran dakwah di TVRI Kalteng cukup baik dalam membuat program siaran dakwah baik dari segi perencanaan, pengorganisasian, pengaktualisasian, pengarahan dan pengawasan. Dalam penelitian tesebut, peneliti hanya fokus terhadap manajemen siarannya. 2. Atikah Pribadi (NIM 060 311 0248), dengan judul “Pelaksanaan penyiaran dakwah Islam melalui TVRI Kalteng” (studi pada 5 orang pemirsa siaran keagamaan TVRI Kalteng di Kota Palangka Raya). Penelitian tersebut dilaksanakan dari tanggal 18 Juni sampai dengan 18 Agustus 2010 dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa pelaksanaan penyiaran dakwah Islam melalui TVRI Kalteng sudah dapat dikatakan cukup baik dan sesuai dengan tuntunan dakwah Islamiyah. Topik-topik yang diangkat sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu dan bersifat aktual. Dalam penelitian tersebut, peneliti hanya fokus terhadap peranan atau efektifitas dari program yang ditayangkan. 10 Dari hasil penelitian di atas, peneliti berinisiatif melakukan penelitian yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu dengan objek penelitian lebih mengarah kepada pemirsanya (objek/mitra dakwah) yang menyaksikan acara siaran dakwah di TVRI Kalteng. Selain itu, metode yang digunakan pun berbeda yaitu dengan pendekatan kuantitatif (Survei). Pada Penelitian ini juga lebih pada rumusan masalah baru yaitu lebih menekankan tentang persepsi khalayak dalam mensikapi muatan pesan siaran dakwah di televisi. Adapun judul dalam penelitian ini adalah “POTRET DAKWAH DI MEDIA PENYIARAN (Studi tentang Persepsi Remaja Muslim di Kelurahan Pahandut Kota Palangka Raya terhadap Program Siaran Dakwah ”Yang Muda Yang Shaleh” di TVRI Kalteng)”. B. Deskripsi Teoritik 1. Konsep Persepsi a. Definisi Persepsi Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception, artinya penglihatan, tanggapan daya, memahami atau menanggapi. 1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa persepsi berarti tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indra.2 Objek fisik umumnya memberi stimulus fisik yang sama, sehingga orang mudah membuat persepsi yang sama. 1 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia an English-Indonesia dictionary, Cet. 29, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010, h. 424. 2 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, h. 759. Persepsi (perception) dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas adalah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.3 Dalam perspektif ilmu komunikasi, persepsi bisa dikatakan sebagai inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti dari persepsi, yang identik dengan penyandian-balik (decoding) dalam proses komunikasi. Hal ini tampak jelas pada definisi Jhon R. Wenburg dan William W. Wilmot: “Persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organisme memberi makna”, atau definisi Rudolph F. Verderber: “Persepsi adalah proses menafsirkan informasi indrawi”.4 Sedangkan menurut Arbi, persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimuli indrawi.5 Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi pada intinya merupakan suatu pengamatan melalui penginderaan terhadap suatu objek, kemudian diteruskan oleh syaraf-syaraf sensoris ke otak. Di dalam otak, hasil pengamatan diproses secara sadar sehingga individu yang bersangkutan dapat menyadari dan memberikan objek yang diamati sesuai dengan perhatian, kebutuhan, sistem nilai dan karakteristik kepribadian. 3 Alex Sobur. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung : CV. Pustaka Setia, Cet. II. 2009. h. 445. 4 Deddy Mulyana,. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Cetakan ke-10, Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2010, h. 180. 5 Armawati Arbi, Psikologi Komunikasi dan Tabligh, Jakarta: Amzah, 2012, h. 99. Adapun yang di maksud dari persepsi dalam penelitian ini adalah tanggapan, respon, pandangan (hasil pengamatan), ataupun tafsiran, remaja muslim terhadap siaran dakwah program acara “Yang Muda Yang Shaleh” di TVRI Kalteng, tanggapan tersebut bisa negatif atau juga positif yang ditujukan pada siaran dakwah dimaksud. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Lingkungan manusia penuh dengan berbagai macam benda dan peristiwa. Hal tersebut dapat berfungsi sebagai perangsang yang kemudian diterima dan ditanggapi oleh panca indera. Tetapi karena terlalu banyak rangsangan dari luar yang diterima panca indera, maka individu tersebut hanya akan menanggapi atau merespon sebagian objek saja. 6 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi-persepsi seseorang tidak timbul begitu saja tetapi ada faktor-faktor yang mengetahuinya, faktorfaktor inilah yang menjadi dua orang yang melihat sesuatu yang sama akan memberikan interprestasi yang berbeda tentang yang dilihat itu. Adapun faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1) Faktor fungsional persepsi; yaitu faktor yang timbul dari orang yang mempersepsi kebutuhan, sikap, kepentingan, pengalaman dan tahapan dalam mempengaruhi tanggapan seseorang terhadap sesuatu. 2) Faktor struktural persepsi; yaitu faktor yang muncul dari apa yang akan dipersepsi, misalnya hal-hal baru seperti gerakan, tindak-tanduk dan ciri-ciri yang tidak biasa akan turut juga dalam menentukan persepsi 6 Alex Sobur. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah…, h. 460. orang yang melihatnya. 3) Faktor situasi persepsi; yaitu faktor yang muncul sehubungan karena situasi pada waktu mempersepsi sebagai contoh orang yang memakai pakaian renang di tempat yang tidak ada hubungannya dengan olahraga renang tentunya akan mempengaruhi persepsi yang dilihatnya. 4) Faktor personal persepsi; yaitu berupa pengalaman, motivasi, kepribadian.7 Dari beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi di atas dapat disimpulkan bahwa faktor situasi dan sasaran lebih bersifat objektif. Artinya individu mempunyai kecenderungan yang sama terhadap objek yang akan dipersepsi sedangkan faktor pelaku lebih objektif karena individu banyak dipengaruhi untuk keadaan psikisnya. 2. Remaja dan Batasannya a. Pengertian Remaja Istilah remaja berasal dari bahasa Latin yaitu adolescere yang artinya tumbuh untuk mencapai kematangan. Istilah ini mengalami perkembangan arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.8 Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, dimana anak tidak lagi di bawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Transformasi intelektual yang khas, cara berpikir remaja ini 7 8 Ibid., h. 461-462. Muhammad Ali dan Muhammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, Cet. 6, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 9. memungkinkannya untuk mencapai integritas dalam hubungan sosial orang dewasa yang kenyataanya merupakan ciri khas yang umum dari periode puber ini.9 Zakiah Darajat berpendapat, masa remaja adalah masa peralihan yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa atau masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa, dimana seseorang belum dapat hidup sendiri, belum matang dari segala segi, tubuh masih kecil, organ-organ belum dapat menjalankan fungsinya secara sempurna, kecerdasan, emosi dan hubungan sosial belum selesai pertumbuhannya. Hidupnya masih bergantung pada orang dewasa, dan belum bisa diberi tanggung jawab atas segala hal. 10 Oleh karena itu, menurut Jalaluddin kehidupan remaja layaknya sebuah petualangan batin.11 Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas maka dapat dipahami bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dengan kematangan seksual, gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan dan norma-norma yang berlaku serta belum dapat bertanggung jawab secara sempurna. b. Batasan Remaja Untuk memperoleh suatu kesepakatan tentang pengertian “remaja” maka kita harus mengaitkan dengan “masa remaja” karena eksistensi remaja 9 Ibid., h. 10. 10 11 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Cet. 13, Jakarta: Bulan Bintang, 1991, h. 69. Jalaluddin, Fikih Remaja Bacaan Populapr Remaja Muslim, Cet. I, Jakarta: Radar Jaya Offset, 2009, h. 321. selalu terkait dengan masa yang dialaminya. Namun umur berapa remaja itu mulai dan kapan berakhirnya, para ahli ilmu jiwa tidak sependapat. Karena dalam kenyataan hidup, umur permulaan dan berakhirnya masa remaja itu berbeda dari seorang kepada orang lain. Sebagian ahli psikologi mengatakan usia remaja adalah usia 13-19 tahun, sementara yang lain berpendapat bahwa rentang usia remaja dimulai pada usia 13-21 tahun. Namun yang pastinya, bergantung kepada masing-masing individu dan masyarakat di mana individu itu hidup.12 Batasan masa remaja antara satu negara dengan negara yang lain berbeda-beda waktunya sesuai dengan norma kedewasaan yang berlaku setempat. Karena itu masa remaja sama panjangnya suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya, misalnya pada masyarakat desa yang agraris, anak usia 12 tahun sudah ikut melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa seperti mengolah sawah dan ladang orang tuanya. Dalam keadaan yang seperti ini berarti anak yang belum dewasa itu sudah dituntut oleh orang tuanya untuk bertanggungjawab. Dengan demikian masa remaja akan lebih cepat berakhir di daerah pedesaan. 13 Sedangkan di daerah yang sudah maju masyarakatnya (perkotaan) masa remaja berlangsung lebih lama, sebab keadaan kehidupan kota lebih kompleks dan lebih majemuk masyarakatnya karena pengaruh dan latar belakang kehidupan, norma-norma kebudayaan, adat istiadat, nilai-nilai moral, dan sosial yang tidak menentu membuat kaum remaja bertambah 12 Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2004, h. 63. 13 Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Cet. VI, Bandung: Rosdakarya, 1999, h. 63. bimbang, ragu-ragu dan bingung, sehingga mereka bertanya-tanya dalam hatinya yang mana sebenarnya harus dipilih dan dipedomani. 14 Berbicara tentang pandangan beberapa ahli, tentang masa remaja juga tidak ada kesepakatan, misalnya dari segi hukum, maka usia remaja adalah di atas 12 tahun dan di bawah 19 serta belum pernah menikah. Artinya, apabila terjadi suatu pelanggaran hukum dari seseorang dalam usia tersebut, maka hukuman baginya tidak sama dengan orang dewasa.15 Maksudnya adalah jika anak-anak yang berusia kurang dari 18 tahun dan belum menikah, masih menjadi tanggung jawab orang tuanya kalau ia melanggar hukum pidana. Tingkah laku mereka yang melanggar hukum itu pun seperti mencuri belum dapat disebut sebagai kejahatan atau tindakan kriminal melainkan hanya disebut kenakalan. Kalau ternyata kenakalan anak itu sudah membahayakan masyarakat dan patut dijatuhi hukuman oleh negara, dan orang tuanya ternyata tidak mampu mendidik anak itu lebih lanjut, maka anak itu menjadi tanggung jawab negara dan dimasukkan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan khusus anak-anak (di bawah Kementerian Hukum dan HAM).16 Walaupun tidak ada batas umur yang tegas bagi masa remaja, satu hal yang dapat peneliti simpulkan dalam penelitian ini adalah dengan mengutip pendapat Sarlito W. Sarwono dalam bukunya Psikologi Remaja bahwa masa 14 Ibid., h. 63. 15 Zakiah Daradjat, Pembinaan Remaja, Cet. I, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, h. 10. 16 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja…, h. 7. remaja merupakan usia di atas 12 tahun dan di bawah 19 serta belum pernah menikah. Dengan demikian, batasan remaja yang digunakan peneliti adalah usia dari 13 - 18 tahun dan belum menikah. 3. Pengertian dan Unsur Dakwah a. Pengertian Dakwah Secara etimologis, dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu da’a, yad’u, da’wah, du’a, yang diartikan sebagai ajakan, seruan, panggilan, dan undangan. Secara terminologi dakwah dapat diartikan untuk mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemashlahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.17 Sedangkan menurut istilah para pakar ilmu dakwah memberikan definisi yang bermacam-macam, antara lain: Menurut Arifin dalam bukunya yang berjudul Psikologi Dakwah dinyatakan bahwa: Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain, baik secara individual maupun secara kelompok supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta sikap pengamalan terhadap ajaran agama sebagai massage yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur paksaan.18 Sedangkan menurut Rafiudin dalam bukunya yang berjudul PrinsipPrinsip dan Strategi Dakwah, dinyatakan bahwa: 17 Toha Yahya Omar, Islam dan Dakwah, Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2004, h. 67. 18 HM. Arifin, Psikologi Dakwah, Jakarta: Bumi Aksara, 1997, h. 6. Dakwah adalah dorongan manusia agar berbuat kebaikan dan memuat petunjuk, menyeru mereka untuk berbuat kebajikan serta melarang mereka dari perbuatan munkar agar dapat kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Dakwah ditinjau secara terminologi (istilah) dakwah artinya setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil, manusia lain untuk beriman dan mentaati Allah SWT sesuai dengan garis-garis akidah dan syariah serta akhlak Islamiyah. 19 Beberapa pengertian dakwah tersebut, meskipun dituangkan dalam bahasa dan kalimat yang berbeda, tetapi kandungan isinya tetap sama bahwa dakwah dipahami sebagai seruan, ajakan, dan panggilan dalam rangka membangun masyarakat Islami berdasarkan kebenaran ajaran Islam yang hakiki. Dengan kata lain, dakwah merupakan upaya atau perjuangan untuk menyampaikan ajaran agama yang benar kepada umat manusia dengan cara yang simpatik, didik, jujur, tabah dan terbuka, serta menghidupkan jiwa mereka membahagiakan serta menggetarkan hati mereka dengan ancamanancaman Allah SWT terhadap segala perbuatan tercela, melalui nasehat-nasehat dan peringatan-peringatan. b. Unsur-unsur Dakwah Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat dan selalu ada dalam kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da’i (pelaku dakwah), mad’u (mitra dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media dakwah), thariqah (metode), dan atsar (efek dakwah). 20 1) Subyek Dakwah (pelaku dakwah) Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan 19 20 Rafiudin, Prinsip-Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997, h. 8. Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah,…, h. 75. maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok atau lewat organisasi/ lembaga. Sementara itu, untuk mewujudkan seorang da’i yang profesional yang mampu memecahkan kondisi mad’u-nya sesuai dengan perkembangan dan dinamika yang dihadapi oleh objek dakwah, ada beberapa kriteria. Adapun sifat-sifat penting yang harus dimiliki oleh seorang da’i secara umum, yaitu:21 a) Mendalami Al-Quran, Sunnah dan sejarah kehidupan Rasul, serta Khulafa Ar-rasyidin. b) Memahami keadaan masyarakat yang akan dihadapi. c) Berani dalam mengungkapkan kebenaran. d) Ikhlas dalam melaksanakan tugas dakwah tanpa tergiur oleh nikmat materi yang hanya sementara. e) Satu kata dengan perbuatan. f) Terjauh dari hal-hal yang menjatuhkan harga diri. 2) Mad’u (Mitra Dakwah atau Penerima Dakwah) Unsur dakwah yang kedua adalah mad’u, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak, atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan. 22 Mad’u (mitra dakwah) terdiri dari berbagai macam golongan manusia. Oleh karena itu, menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan manusia itu sendiri, profesi, ekonomi, dan seterusnya. 21 Ibid., h. 81. 22 Ibid., h. 90. Penggolongan mad’u tersebut antara lain sebagai berikut: a) Dari segi sosiologis, masyarakat terasing, pedesaan, perkotaan, kota kecil, serta masyarakat di kota besar. b) Dari struktur kelembagaan, ada golongan priyayi, abangan dan santri, terutama pada masyarakat Jawa. c) Dari segi tingkatan usia, ada golongan anak-anak, remaja dan golongan orang tua d) Dari segi profesi, ada golongan petani, pedagang seniman, buruh dan pegawai negeri. e) Dari segi tingkatan sosial ekonomis, ada golongan kaya, menengah, dan miskin. f) Dari segi jenis kelamin, ada golongan pria dan wanita. g) Dari segi khusus, ada masyarakat tunasusila, tunawisma, tunakarya, narapidana, dan sebagainya.23 3) Maddah (Materi Dakwah) Maddah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan da’i kepada mad’u. dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi maddah dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri. 24 Oleh karena itu, membahas yang menjadi maddah dakwah adalah membahas ajaran Islam itu sendiri, sebab semua ajaran Islam yang sangat luas itu bisa dijadikan maddah 23 M. Arifin, Psikologi Dakwah…, h. 13-14. 24 Muhammad Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah…, h. 24. dalam dakwah Islam. 25 Menurut Bachtiar dalam bukunya “Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah” menyatakan bahwa: Materi dakwah tidak lain adalah Al-Islam yang bersumber dari AlQuran dan Hadis sebagai sumber utama yang meliputi aqidah, syariah dan akhlak dengan berbagai cabang ilmu yang diperoleh darinya. 26 Pendapat tersebut dapat dipahami bahwa seluruh ajaran Islam disampaikan secara utuh baik tentang aqidah, syariah, maupun akhlak yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis, dalam menggunakan materi tersebut harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat sebagai objek dakwah. 4) Wasilah (Media Dakwah) Wasilah (media dakwah) adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad’u. untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah. Hamzah Ya’qub membagi wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu:27 a) Lisan adalah media dakwah yang paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan media ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan, dan sebagainya. 25 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h. 94. 26 Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, h. 330. 27 Muhammad Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah…, h. 32. b) Tulisan adalah media dakwah melalui tulisan, buku, majalah, surat kabar, spanduk, dan sebagainya. c) Lukisan adalah media dakwah melalui gambar, karikatur, dan sebagainya. d) Audiovisual adalah media dakwah yang dapat merangsang indera pendengaran, penglihatan, atau kedua-duanya, seperti televisi. Menurut Zakiah Darajat, 83% perilaku manusia itu dipengaruhi oleh apa yang dilihatnya, 11% dari apa yang didengarnya dan yang 6% sisanya merupakan gabungan dari berbagai stimulus yang diterimanya. Dalam perspektif ini dapat dibayangkan bagaimana peranan tayangan televisi dalam membentuk kepribadian masyarakat, terutama generasi muda yang masih suka menonton televisi.28 e) Akhlak, yaitu media dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan didengarkan oleh mad’u.29 5) Thariqah (Metode Dakwah) Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (Komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia. 28 29 Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002, h. 157. Muhammad Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah…, h. 32. Ketika membahas metode dakwah umumnya merujuk pada Surah An-Nahl ayat 125 yaitu: Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl [16] : 125) 30 Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa metode dakwah itu meliputi tiga cakupan, yaitu : a) Bi al-Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitikberatkan pada kemampuan mereka, sehingga di dalam menjalankan ajaran-ajaran agama Islam selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan. b) Mau’izatul Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihatnasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran agama Islam dengan rasa kasih sayang, sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu dapat menyenuh hati mereka. 30 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya…, h. 421. c) Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan pada komunitas yang menjadi sasaran dakwah. 31 6) Atsar (Efek Dakwah) Atsar (efek) sering disebut dengan feedback (umpan balik) dari proses dakwah ini sering kali dilupakan atau sering tidak mendapat banyak perhatian dari para da’i. Padahal, atsar sangat besar artinya dalam penentuan langkah-langkah dakwah berikutnya. Tanpa mengalisis atsar dakwah maka kemungkinan kesalahan strategi yang sangat merugikan pencapaian tujuan dakwah akan terulang kembali. Sebaliknya, dengan menganalisis atsar dakwah secara cermat dan tepat maka kesalahan strategis dakwah akan segera diketahui untuk segera diadakan penyempurnaan pada langkah-langkah berikutnya (corrective action) demikian juga strategi dakwah termasuk di dalam penentuan unsur-unsur dakwah yang dianggap baik dapat ditingkatkan.32 Sebagaimana diketahui bahwa dalam upaya mencapai tujuan dakwah maka kegiatan dakwah selalu diarahkan untuk memengaruhi tiga aspek perubahan dari objeknya, yakni perubahan pada aspek pengetahuan (knowledge), aspek sikapnya (attitude), 31 dan aspek Muhammad Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah…, h. 34. 32 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h. 138-139. perilakunya (behavioral).33 Berkenaan dengan ketiga hal tersebut, Jalaluddin Rahmat menyatakkan bahwa efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dan dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, informasi. Efek afektif keterampilan, kepercayaan, atau timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak, yang meliputi segala yang berhubungan dengan emosi, sikap serta nilai. Sedangkan efek behavioral merujuk pada prilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku.34 4. Media Elektronik dan Teori Komunikasi a. Media penyiaran sebagai media komunikasi Media penyiaran merupakan salah satu bentuk media massa yang menjadi sumber kekuatan (alat kontrol), manajemen dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya. Denis McQuail dalam bukunya yang berjudul “Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar” menjelaskan bahwa media penyiaran merupakan perlengkapan dasar yang mendominasi komunikasi.35 Bentuk media penyiaraan bisa berupa televisi, radio, film, dan lain-lain. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication berasal dari bahasa Latin Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang 33 Jalaluddin Rahmat, Retorika Modern, Sebuah Kerangka Teori dan Praktik Berpidato, Bandung: Akademika, 1982, h. 269. 34 Ibid. 35 Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa, Yogyakarta: Erlangga, 2002, h. 8. berarti sama atau sama makna.36 Apabila terdapat dua orang berkomunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang ada pada bahasa tersebut. Jadi, percakapan kedua orang dapat dikatakan komunikatif apabila keduaduanya mengerti makna dan bahasa yang dipercakapkan. Secara sederhana komunikasi dapat dirumuskan sebagai proses pengoperan isi pesan berupa lambang-lambang dari komunikator kepada komunikan. 37 Menurut Harold Laswell komponen penting dalam komunikasi massa adalah sumber, Pesan, Saluran/ Media, Penerima dan Efek.38 Sedangkan ciri-ciri dari komunikasi massa itu sendiri menurut Elizabeth Noelle Neumann sebagaimana yang dikutip Jalaluddin Rakhmat adalah sebagai berikut: 1) Bersifat tidak langsung, artinya harus melalui media teknis. 2) Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi. 3) Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim. 36 37 38 Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2010, h. 4. Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009, h.144. Onong Uchyana Effendy, Ilmu,Teori dan Filsafat Komunikasi, Cet. III, Jakarta: PT. Citra Aditya Mukti Bandung, 2003, h. 253. 4) Mempunyai publik yang secara tersebar.39 b. Uses and gratifications theory Salah satu dari teori komunikasi massa yang populer dan sering digunakan sebagai kerangka teori dalam mengkaji realitas komunikasi massa adalah uses and gratifications. Pendekatan uses and gratifications menekankan riset komunikasi massa pada konsumen pesan atau komunikasi dan tidak begitu memperhatikan mengenai pesannya. Kajian yang dilakukan dalam ranah uses and gratifications mencoba untuk menjawab pertanyan: “Mengapa orang menggunakan media dan apa yang mereka gunakan untuk media?”.40 Studi pengaruh yang klasik, pada mulanya mempunyai anggapan bahwa konsumen media, bukannya pesan media, sebagai titik awal kajian dalam komunikasi massa. Dalam kajian ini yang diteliti adalah perilaku komunikasi khalayak dalam relasinya dengan pengalaman langsungnya dengan media massa. Khalayak diasumsikan sebagai bagian dari khalayak yang aktif dalam memanfaatkan muatan media, bukannya secara pasif saat mengkonsumsi media massa. 41 Dalam teori tersebut khalayak diasumsikan sebagai aktif dan diarahkan oleh tujuan. Anggota khalayak dianggap memiliki tanggung jawab sendiri dalam mengadakan pemilihan terhadap media massa untuk 39 40 41 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi…, h.189. Denis McQuail. Teori Komunikasi Massa…, h. 388. Fajar Junaedi. 2010.Teori Komunikasi Massa terhadap individu. .http://komunikasimassaumy.blogspot.com/(online 7 April 2013). mengetahui kebutuhannya, memenuhi kebutuhannya dan bagaimana cara memenuhinya. Media massa dianggap hanya sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan individu dan individu boleh memenuhi kebutuhan mereka melalui media massa atau dengan suatu cara lain.42 C. Kerangka Pikir dan Pertanyaan 1. Kerangka Pikir Persepsi remaja muslim di Kelurahan Pahandut terhadap siaran dakwah “Yang Muda Yang Shaleh” di TVRI Kalteng, memiliki komponen yang senatiasa harus diperhatikan, karena diantara komponen tersebut saling mempengaruhi. Komponen tersebut dapat dilihat melalui skema berikut: SKEMA KERANGKA PIKIR PENELITIAN Persepsi remaja muslim di Kelurahan Pahandut Kota Palangka Raya terhadap siaran dakwah “Yang Muda Yang Shaleh” di TVRI Kalteng Media dakwah (TVRI Kalteng) Materi dakwah yang disampaikan Metode dakwah yang digunakan Tanggapan/ Respon (Kognitif) Subjek dakwah (Penceramah) Perasaan/emosi (Afektif) Hasil yang dicapai Dalam penelitian ini Skema di atas dapat memberikan gambaran bagaimana persepsi remaja muslim di Kelurahan Pahandut terhadap siaran dakwah “Yang Muda Yang Shaleh” di TVRI Kalteng. 42 Ibid.